Anda di halaman 1dari 20

TEORI-TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN IMPLIKASINYA DALAM

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PAI (PENDIDIKAN AGAMA ISLAM)

Rokhmatul Yunita Aini


(F02319080)
Program Magister Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Abstrak
Teori behavior merupakan teori belajar yang lebih mengutamakan pada perubahan tingkah
laku siswa sebagai akibat adanya stimulus dan respon. Dimana teori ini dipelopori oleh
Thorndike (1913), Pavlov (1927) dan Skinner (1974) yang menyatakan bahwa belajar adalah
tingkah laku yang dapat diamati yang disebabkan adanya stimulus dari luar. Penulis ingin
memaparkan teori behavior yang bertujuan untuk menemukan kejelasan tentang seberapa
penting teori behavioris diterapkan dalam pembelajaran di kelas. Artikel ini bersifat kualitatif
deskriptif, sedangkan pengumpulan datanya menggunakan studi kepustakaan (library
research). Hasil penelitian menunjukkan teori-teori belajar behavioral serta implikasinya
dalam belajar dan pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam).

Kata Kunci : Teori Connectionism, Teori Classical Conditioning ,dan Teori Operant
Conditioning.

A. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata dan tingkah laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam
usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan karena tuntutan hidup, kehidupan dan
penghidupan senantiasa berubah.1 Dalam perspektif keagamaan belajar merupakan
kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka
meningkatkan kehidupan mereka.

1
Anisah Basleman dan Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2011), 1

1
Hal ini dinyatakan dalam surat Mujadalah: 11 yang berbunyi:
ٍ ‫َﯾ ْﺮﻓَﻊِ ا ﱠ ُ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آ َﻣﻨُﻮا ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َواﻟﱠﺬِﯾﻦَ أُوﺗُﻮا ْاﻟ ِﻌ ْﻠ َﻢ دَ َر َﺟﺎ‬
‫ت‬
Artinya..” niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Oleh karena itu, belajar dilakukan oleh manusia secara terus-menerus, sepanjang
hayat (life long education), di sekolah maupun di luar sekolah, dibimbing atau tidak. Di
sini bisa dikatakan bahwa kualitas hasil proses perkembangan manusia itu sangat
bergantung pada apa dan bagaimana ia belajar. Karena dengan belajar, manusia
melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya
berkembang.2 Sementara itu, tinggi rendahnya kualitas perkembangan manusia akan
menentukan masa depan peradaban manusia itu sendiri.3
Belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun
sosiologis maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat psikologis yaitu aktivitas
yang merupakan proses mental, misalnya aktivitas berfikir, memahami, menyimpulkan,
menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan, mengungkapkan, menganalisis dan
sebagainya. Sedangkan aktivitas yang bersifat fisiologis yaitu aktivitas yang merupakan
proses penerapan atau praktik, mislanya melakukan eksperimen atau percobaan, latihan,
kegiatan praktik, membuat karya (produk), apresisai dan sebagainya.4 Tujuan belajar
ialah mencapai perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut aspek pengetahuan,
keterampilan maupun sikap. Perubahan tingkah laku tidak hanya mengenai perubahan
pengetahuan, tetapi berbentu kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan,
minat dan penyesuaian diri.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang paling pokok. Mengenai hal ini berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh
peserta didik. Di dalam menerapkan metode yang baik untuk suatu proses pembelajaran,
maka harus diperlukan teori yang cocok untuk sebuah model pembelajaran yang mampu
diserap dan diterapkan dalam proses pengajaran disekolah, akan tetapi kita harus melihat
metode mana yang lebih cocok diterapkan di dalam kelas, karena tidak semua teori
pembelajaran cocok untuk diterapkan. Sebelum kita menggunakan suatu metode
pembelajaran kita harus melihat situasi dan kondisi lingkungan sekitar dan meneliti teori

2
Supriyono,Widodo. Psikologi Belajar. (Jakarta: Rineka Cipta. 1991), 120.
3
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Cet.3. 2004). .60.
4
Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer, (Bandung; Alfabeta,2018), 87

2
apa yang harus digunakan. Masalah yang sedang dihadapi guru sekarang adalah
bagaimana siswa mau belajar. Oleh karena itu, semua guru mempunyai pandangan atau
teori belajar, sehingga strategi mengajar mereka terstruktur.
Dari pemaparan diatas dapat diketahui dalam pembahasan mengenai teori-teori
belajar behavioristik sangat penting dalam dunia pendidikan yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan salah satu usaha yang dilakukan adalah memahami
bagaimana anak – anak belajar dengan menggunakan teori-teori belajar.
B. Teori Belajar Behavioral

Teori belajar behavioristik, banyak orang mengatakan teori ini adalah teori

tradisional, klasik, tidak modern, tidak cocok diterapkan paradigma baru pendidikan.

Namun kenyataannya sampai sekarangpun dalam kegiatan pembelajaran tidak benar-

benar melepaskan teori ini, maka dari itu, dalam kajian ini tetap diperlukan untuk

menambah wawasan dan pengetahuan bagi para guru dan calon guru, serta dapat

dijadikan suatu pandangan pemikiran bila akan merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran. Menurut Desmita (2009) teori belajar behavioristik merupakan teori belajar

memahami tingkah laku manusia yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik,

dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan

melalui upaya pengkondisian5. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa anak bisa merubah

tingkah laku (dari tidak bias menjadi bisa) jika diberi bahan. Teori ini mengutamakan

pemberian contoh terlebih dahulu.

Menurut King (2010), Teori behavioristik menekankan pada kajian ilmiah

mengenai berbagai respon perilaku yang dapat diamati dan penentu lingkungannya.

Dengan kata lain, perilaku memusatkan pada interaksi dengan lingkungannya yang dapat

dilihat dan diukur. Prinsip-prinsip perilaku diterapkan secara luas untuk membantu orang-

orang mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik.6 Menurut teori ini dalam belajar

yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.

5
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2009), 44
6
King dan Laura A, Psikologi Umum: Sebuah Pengantar Apresiatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010) 15

3
Stimulus adalah rangsangan yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respons berupa

reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Yang

dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu ,apa yang diberikan oleh guru

(stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respons) harus dapat diamati dan diukur.7

Jadi, Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku

manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori belajar

behavioristik berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran

yang dikenal dengan aliran behavioristik.Aliran ini menekankan pada terbentuknya

perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Contohnya, seorang guru mengajari siswanya

membaca Al-Qur’an dengan memberi contoh membaca pada video, dalam proses

pembelajaran guru mengamati siswa yang sedang memperhatikan tayangan video

kemudian siswa diberi kesempatan membaca. Disini dapat terlihat bahwa situasi belajar

sesuai yang diinginkan, dalam hal ini stimulus yang diberikan oleh guru berupa tayangan

video bacaan al-Qur’an di respon siswa membaca sesuai dengan tanda bacanya.

Menurut teori ini, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam

lingkungnnya, yang akan memberikan pengalaman-pengalaman tertentu kepadanya.

Belajar disini merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R

(Stimulus- Respon), yaitu suatu proses yang memberikan stimulus untuk direspon

terhadap yang datang dari luar. Behavioristik menekankan pada hasil belajar yang dapat

dilihat yaitu tingkah laku, serta tidak memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran

(karena tidak dapat dilihat). Dimana teori ini dipelopori oleh Thorndike (1913), Pavlov

(1927) dan Skinner (1974). Sebagai penjelasan teori ini, di bawah ini dijelaskan beberapa

hasil percobaan yang menggambarkan kegiatan belajar:

7
Putrayasa, Ida Bagus. Landasan Pembelajaran, (Bali: Undiksha Press, 2013), 42

4
a. Teori Koneksionisme

Teori belajar yang ditemukan oleh psikolog Amerika bernama Edward LL.

Thorndike. Pendapatnya mengatakan bahwa yang menjadi dasar daripada perbuatan

belajar adalah asosiasi antara kesn panca indra (sense impression) dan dorongan untuk

bertindak. Bentuk belajar yang khas baik pada manusia atau pada hewan oleh

Thorndike disifatkan sebagai “Trial and Eror Learning (belajar mencoba-coba dan

mencoba lagi)” atau “Learning by selecting and connecting”. Dalam penelitian

Thorndike memasukkan unsur baru dalam belajar (perubahan tingkah laku mencapai

tujuan) yaitu: dorongan (motivasi), hadiah (reward/ganjaran), dan hukuman

(punishment). 8

Pengaruh pemikiran Thorndike dalam studi psikologi sangat besar. Teori

belajarnya yang dikemukakan adalah : “connectionism” atau teori terbentuknya

asosiasi-asosiasi akibat adanya stimulus (hal-hal yang merangsang terjadinya suatu

kegiatan belajar) dan respons (reaksi yang dimunculkan berupa gerakan, tindakan

dan lain-lain). Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dalam rangka menilai

respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike melakukan eksperimen

terhadap seekor kucing. Yang ia lakukan adalah menaruh seekor kucing yang

kelaparan didalam sebuah sangkar, yang dilengkapi dengan tombol yang jika

disentuh akan membuka pintu sangkar itu. Kemudian ia meletakkan ikan didepan

sangkar tersebut, kemudian kucing didalamnya berputar-putar mencari jalan keluar,

hingga tanpa sengaja kucing tersebut menyentuh tombol dan dapat memakan ikan

yang ada didepannya. Percobaan dilakukan berulang-ulang dan semakin lama kucing

memiliki kemajuan tingkah laku sehingga ketika dimasukkan dalam sangkar dapat

8
Retno Indayati, Psikologi Pendidikan, (Tulungagung; Cesmid,2008), 12-13

5
langsung menyentuh tombol pembuka sehingga pintu langsung terbuka hanya pada

sekali usaha.9

Keberhasilan kucing itu keluar diberi hadiah berupa makan yang memberi

motivasi bagi kucing yang lapar itu untuk keluar. Apakah manusia juga selalu

bertindak secara “trial-and-error”dalam situasi yang problematis? ternyata tidak.

Manusia berfikir lebih dahulu tentang akibat apa yang akan dilakukannya dan

menyampingkan alternatif-alternatif yang tidak akan memberi hasil. Bila ia telah

menemukannya, ia akan mengingatnya dan dapat menggunakannya dalam

menghadapi masalah yang sama. Jadi tidak ada proses yang berangsur-angsur

terdapat pada manusia seperti halnya dengan binatang. Dengan demikian cara belajar

memecahkan masalah yang digunakan oleh binatang tidak begitu saja dapat

diterapkan pada manusia.10

Dari penelitian ini yang dilakukan oleh Thorndike, dapat disimpulkan; “perlu

adanya motivasi dalam proses belajar, serta ada efek positif atau sebagai suatu bentuk

kepuasan yang akan dicapai oleh respons.11 Thorndike memandang belajar sebagai

suatu usaha memecahkan problem. Berdasarkan eksperimen yang dilakukannya ia

memperoleh tiga buah hokum dalam belajar, yaitu law of exercise, dan law of

readinees.

a) law of readinees.

Hokum ini menunjukkan keadaan-keadaan, dimana peserta didik cenderung

untuk mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasan, menerima atau menolak

sesuatu. Apabila seseorang dalam keadaan siap siaga bertindak, akan

9
Muhammad Irfan dan Novan ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2013),. 145-156.
10
Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta, Bumi Aksara, 2005), 133.
11
Islamuddin, Haryu. Psikologi Pendidikan, (Jember: Pustaka Pelajar, 2011), 67.

6
menyebabkan mudahnya mereaksi terhadap suatu rangsang/stimulus yang

dihadapinya dan membawa kepada rasa keberhasilan.12

b) law of exercise

Hokum ini mengandung dua hal:

 law of use : hubungan akan menjadi bertambah kuat kalau ada suatu latihan,

 law of disuse: hubungan-hubungan akan menjadi bertambah lemah atau

terlupa apabila latihan-latihan atau pengguna dihentikan.

Gejala atau tingkah laku yang dapat diterangkan melalui

hokum ini terutama berkenaan dengan kebiasaan-kebiasaan,

keterampilan, dan kecekatan.

c) Law of effect

Hokum ini menunjukkan bahwa makin lemahnya hubungan sebagai akibat

daripada respon yang dilakukan, artinya: belajar akan membawa kepuasan dan

cenderung untuk diulangi apabila hasil responnya menyenangkan, dan begitu pula

sebaliknya. Jadi, hokum ini menunjukkan bahwa hadiah nampaknya lebih kuat

pengaruhnya daripada hukuman. Hubungan yang membawa hukuman hanya

sedikit saja bertambah lemah.13

Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas,

konsep penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang

dinamakan Transfer of Training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah

dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk hal lain dimasa yang akan

datang. Dalam konteks pembelajaran konsep transfer of training merupakan hal yang

sangat penting, sebab seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang akan dipelajari

tidak akan bermakna. Oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah harus

12
Retno Indayati, Psikolog Pendidikan…………, 14
13
Ibid., 15

7
berguna dan dapat dipergunakan di luar sekolah. Misalnya, anak belajar membaca,

maka keterampilan membaca dapat digunakan untuk membaca apapun di luar sekolah,

walaupun di sekolah tidak diajarkan bagaimana membaca koran, tapi karena huruf-

huruf yang diajarkan di sekolah sama dengan huruf yang ada dalam koran, maka

keterampilan membaca di sekolah dapat ditransfer untuk membaca koran, untuk

membaca majalah, atau membaca apapun.

b. Teori Classical Conditioning

Teori belajar yang ditemukan oleh psikolog Amerika bernama Ivan Petrovitch

Pahlov. Secara ringkas percobaan-percobaan Pavlov dapat diuraikan sebagai berikut:

Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga kelenjar ludahnya berada

di luar pipinya, dimasukkan ke kamar yang gelap. Di kamar itu hanya ada sebuah

lubang yang terletak di depan mocongnya, tempat menyodorkan makanan atau

menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Pada moncongnya

yang telah dibedah itu dipasang sebuah pipa (selang) yang dihubungkan dengan sebuah

tabung di luar kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari

mocong anjing itu pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Alat-alat yang

dipergunakan dalam percobaan-percobaan itu ialah makanan, lampu senter untuk

menyorotkan bermacam-macam warna, dan sebuah bunyian.

Dari hasil percobaan-percobaan yang dilakukan dengan anjing itu, Pavlov

mendapatkan kesimpulan bahwa gerakan-gerakan reflex itu dapat dipelajari; dapat

berubah karena mendapat latihan. Sehingga dapat dibedakan dua macam reflex, yaitu

reflex wajar (unconditioned reflex)- keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat

dan refleksbersyarat/ reflex yang dipelajari (conditioned reflex)- keluar air liur karena

menerima bereaksi terhadap warna tertentu, atau tergadap suatu bunyi tertentu.14

14
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2010),90

8
Menurut Retno Indayati (2008), Adapun belajar menurut teori ini adalah: suatu proses

perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian

menimbulkan reaksi atau respons. Supaya seseorang itu belajar haruslah diberi

rangsangan tertentu. Dalam belajar yang penting ialah adanya latihan-latihan yang

kontinyu, dan teori ini mengutamakan terjadinya belajar secara otomatis.15

Demikianlah belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang

kontinu (berkelanjutan) yang diutamakan dalam teori ini ialah hal belajar yang terjadi

secara otomatis. Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia

juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Artinya teori ini lebih cenderung

hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap perangsang-

perangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya. Kelemahan dari teori

conditioning ini ialah, teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara

otomatis; keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan

latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima

dalam hal-hal belajar tertentu saja, misalnya saja dalam belajar yang mengenai skills

(kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.16

c. Teori Operant Conditioning

Teori belajar yang ditemukan oleh Skinner. Adapun eksperimen Skinner

sebagai berikut: dalam laboratarium, Skinner memasukkan tikus yang telah dipaparkan

dalam kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai

peralatan, yaitu tombol, alat memberi makanan, penampung makanan, lampu yang

dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. Karena dorongan lapar

(hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak

kesana-kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan

15
Retno Indayati, Psikologi Pendidikan…….,16
16
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan…………., 92

9
keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan

perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping. Berdasarkan berbagai

percobaannya yang dilakukan pada tikus dan burung merpati, Skinner menyatakan

bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya

adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus-respon akan semakin kuat

bila diberi penguatan.

Dari eksperimen yang dilakukan Skinner terhadap tikus dan burung merpati,

Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu:

a) Perilaku yang diikuti oleh stimulan-stimulan penggugah memperbesar

kemungkinan dilakukannya lagi prilaku tersebut dimasa-masa selanjutnya.

Maksudnya, stimulus yang bermanfaat akan terus digunakan.

b) Perilaku yang tidak lagi diikuti oleh stimulant-stimulan penggugah memperkecil

kemungkinan dilakukannya perilaku tersebut dimasa-masa selanjutnya.17

Maksudnya, stimulus yang bermanfaat dapat dipergunakan, jika tidak maka

dibuang.

Teori behaviorisme disebut juga teori Stimulus-Respons (S-R) yang menitik

beratkan pada reinforcement, atau operan conditioning. Teori ini telah memberikan

sumbangan yang berarti kepada pemahaman tingkah laku, khusunya yang berkaitan

dengan belajar. Belajar di sini merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi

berdasarkan paradigm S-R (StimulusRespon), yaitu suatu proses yang memberikan

respons tertentu terhadap yang datang dari luar. Behaviorisme menekankan pada apa

yang teramati atau dilihat yaitu tingkah laku, serta kurang memerhatikan apa yang

terjadi dalam pikiran seseorang karena tidak dapat dilihat.18

17
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007),
70.
18
Nurdin Ibrahim dan Helen Purwatiningsih, Persepketif Pendidikan Terbuka Jarak Jauh; Kajian Teoritis
dan Aplikasinya, (Yogyakarta: Media Akademia, 2019), 83.

10
Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi

dengan lingkungan menimbulkan perubahan tingkah laku. Karena stimulus-stimulus

yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi stimulus mempengaruhi respon

yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi yang nantinya

memengaruhi munculnya perilaku sebagai contoh, bila perilaku seseorang segera

diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan orang itu akan terlibat

dalam perilaku itu berulang kali. Penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang

menyenangkan dan tak menyenangkan untuk mengubah perilaku disebut Operan

conditioning.19 Adapun prosedur pembentukan tingkah laku dalam Operant

Conditioning adalah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi hal-hal apa yang merupakan hadiah bagi tingkah laku yang akan

dibentuk.

2) Melakukan analisa untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang

membentuk tingkah laku yang dimaksud.

3) Komponen-komponen itu secara berurutan digunakan sebagai tujuan tujuan

sementara, mengidentifikasi hadiah untuk masing-masing komponen itu.

4) Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen-

komponen yang tersusun tadi.20

C. Implikasi Teori Belajar Behavioral Dalam Pembelajaran PAI (Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam)

Teori belajar behavioristik menekankan terbentuknya perilaku terlihat sebagai

hasil belajar.Teori belajar behavioristik dengan model hubungan stimulus respons,

menekankan siswa yang belajar sebagai individu yang pasif. Munculnya perilaku siswa

19
Alizamar, Teori Belajar dan Pembelajaran; Implementasi dalam Bimbingan Kelompok Belajar di
Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Media Akademi, 2016), 91.
20
Retno Indayati, Psikologi Pendidikan…….., 17

11
yang kuat apabila diberikan penguatan dan akanmenghilang jika dikenai hukuman.21

Teori belajar behavioristik berpengaruh terhadap masalah belajar, karena belajar

ditafsirkan sebagai latihan-latihan untuk pembentukan hubungan antara stimulus dan

respons. Dengan memberikan rangsangan, siswa akan bereaksi dan menanggapi

rangsangan tersebut. Hubungan stimulus-respons menimbulkan kebiasaan-kebiasaan

otomatis belajar. Dengan demikian kelakuan anak terdiri atas respons-respons tertentu

terhadap stimulus-stimulus tertentu.

Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari

beberapa komponen seperti: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, karakteristik siswa,

media, fasilitas pembelajaran, lingkungan, dan penguatan.22 Teori belajar behavioristik

cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan teori belajar behavioristik

merupakan proses pembentukan, yaitu membawa siswa untuk mencapai target tertentu,

sehingga menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran yang

dirancang pada teori belajar behavioristik memandang pengetahuan adalah objektif,

sehingga belajar merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah

memindahkan pengetahuan kepada siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki

pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang

diterangkan oleh guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.

a. Implikasi Teori Koneksionisme Dalam Pembelajaran PAI Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam (PAI)

Teori Thorndike tentang belajar itu memiliki implikasi dalam pendidikan dan

pembelajaran. Menurut Thorndike, mengajar bukanlah sekadar mengharapkan siswa

menjadi tahu apa yang telah diajarkan. Memberitahu bukanlah mengajar. Mengajar

yang baik adalah tahu apa yang hendak diajarkan dalam arti tahu materi apa yang akan

21
Nasution. Asas-Asas Kurikulum. (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 66
22
Ahmad Sugandi,.Teori Pembelajaran, (Semarang: UPT MKK UNNES, 2007), 35

12
diajarkan, respons apa yang diharapkan, dan kapan harus memberi hadiah, serta

pentingnya tujuan pendidikan. Oleh karena itu, dapat di pahami bahwa implikasi teori

belajar Thorndike dapat dilihat pada kondisi belajar siswa dan juga dapat dilihat pada

kondisi guru mengajar. Dalam kondisi siswa belajar, siswa dituntut kesadarannya

untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang-ulang. Begitu juga siswa

membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, dengan demikin siswa

akan selalu memiliki pengetauhuan tentang hasil yang sekaligus merupakan penguat

(reinforce) bagi dirinya sendiri. Seorang siswa belajar lebih banyak bilamana setiap

langkah segera diberikan penguatan. Bentuk perilaku dari prinsip ini adalah siswa akan

segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan nilai yang

dicapai, menerima teguran guru dan lain sebagainya.

Dalam hal ini mengaitkannya dengan konsep ikhtiar. Sebisa mungkin siswa

berusaha mewujudkan cita-cita yang ia inginkan, gagal bukan berarti akhir dari

segalanya, teruslah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa bangkit dan meraih apa

yang di inginkan, karena siapa yang bersungguh-sungguh maka ia yang akan berhasil

(َ‫) َﻣ ْﻦ َﺟﺪﱠ َو َﺟﺪ‬. Jadi, ketika ada seorang siswa yang sulit untuk menguasai dan memahami

suatu pelajaran hendaknya guru mencoba membimbingnya dan menciptakan berbagai

situasi yang berbeda hingga akhirnya siswa tersebut mendapatkan situasi nyaman

yang bisa membantunya untuk mudah memahami pelajaran. Contoh: ada siswa yang

sama sekali tidak memahami pelajaran Bahasa Arab, untuk mengatasi masalah belajar

itu, seorang guru memberikannya bimbingan dengan memberikannya beberapa

mufrodat untuk dihafalkan kemudian diajak untuk mengobrol dengan menggunakan

mufrodat yang sudah dihafal, dengan sendirinya anak tersebut akan bisa berbicara

menggunakan Bahasa Arab dengan baik.

13
b. Teori Belajar Behaviorisme Operan Conditioning Skinner dalam Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam (PAI)

Bagi Skinner teori belajar behavioristik sama halnya dengan teori belajar

behavioristik ahli lainnya yang tetap menekankan pada stimulus dan respon serta

perubahan perilaku seseorang. Namun lebih ke proses menuju perubahan perilaku

menurut para ahli berbeda-beda, Skinner memberikan gambaran yang jelas bahwa

untuk terjadinya perubahan perilaku pada seseorang tidak dapat dilakukan secara

sederhana langsung terjadi perubahan perilaku, perubahan perilaku tersebut terjadi

melalui tahapan-tahapan interaksi stimulus yang setelah itu baru dapat dilihat hasilnya

berupa respons. Kemudian setiap respons yang diberikan bias menimbulkan

konsekuensi, konsekuensi inilah yang menjadi awal mulanya munculnya suatu

perilaku. Jadi kita tidak bisa langsung saja memberikan kesimpulan terjadi suatu

perubahan perilaku tenpa melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang.23 Skinner

mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang

dicapai sebagai hasil belajar tersebut melalui proses penguatan perilaku baru yang

muncul yakni Operant Conditioning

perilaku baru yang muncul yakni operant conditioning. Dasar

operant conditioning dalam pengajaran adalah untuk memastikan respon terhadap

stimulus. Guru berperan penting di kelas, dengan mengontrol langsung kegiatan

belajar siswa, pertama-tama yang harus dilakukan adalah menentukan logika yang

penting agar menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah yang

23
Maskun, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2018), 28.

14
pendekatan kemudian mencoba untuk memberikan reinforcement segera

siswa memberikan respon.24

Proses yang menunjukkan hubungan secara terus-menerus antara respon yang

muncul serta rangsangan yang diberikan dinamakan suatu proses belajar. Operan

conditioning adalah suatu situasi belajar, dimana suatu respon dibuat menjadi lebih

kuat, akibat dari pemberian reinforcement secara langsung. Dalam pembentukan

perilaku ini, meliputi prosedur-prosedur tertentu dan reinforcement positif dan negarif.

Menurut Skinner konsekuensi itu sangat menentukan apakah seseorang akan

mengulangi suatu tingkah laku yang sama pada waktu lain atau dimasa yang akan

datang.

Cronbach mengungkapkan bahwa belajar ditunjukkan oleh perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, hal ini sesuai dengan ungkapan

Muhammad Ali belajar merupakan suatu perubahan dalam kepribadian sebagaimana

dimanifestasikan dalam penguasaan pola respon atau tingkahlaku baru dalam bentuk

ketrampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan atau pemahaman.25

Implikasi teori belajar behaviorisme operant conditioning terhadap metode

pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) lebih pada hasil yang tersampaikan dari

organisme itu sendiri. Prosedur-prosedur yang diterapkan dalam pembelajaran PAI,

guru memberikan ceramah, intruksi singkat yang diikuti contoh baik yang dilkukan

sendiri maupun melalui simulasi. Dalam perencanaanya seorang guru perlu

memperhatikan hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan

digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Prinsip belajar

skinner:

24
Rifnon Zaini, Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner Tentang Belajar, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Dasar Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 p-ISSN 2355-1925, 121-123.
25
Mulyanto Widodo, Investigasi Kelompok; Prototipe Pembeajaran Menulis Akademik, (Yogyakarta: Media
Akademi, 2016), 23.

15
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika

benar diberi penguat

b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran

digunakan sebagai sistem modul

c. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan

hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman

d. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah

diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforce dalam

pembelajaran digunakan shaping.

Contoh penerapannya, infaq jum’at, bakti social, menjadi amil zakat dan

shalat hari raya, berinisiatif menjadi orang pertama yang memberi pertolongan bagi

orang yang mengalami musibah,dan mengumpulkan zakat fitrah.

c. Implikasi Teori Classical Conditioning dalam Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam (PAI)

Setelah banyak orang mengakui teori Pavlov bermanfaat di

dunia psikologi, banyak ahli pendidikan baru memulai memanfaatkan teorinya untuk

mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi pendidikan pada umumnya

dan teori belajar khususnya. Untuk menjadikan seseorang itu belajarharuslah kita

memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajarmenurut teori

conditioning ialah adanya latihan-latihan yang kontinyu. Yang diutamakan dalam teori ini

ialah belajar yang terjadi secara otomatis. Segala tingkah laku manusia tidak lain adalah

hasil daripada latihan-latihan ataukebiasaan kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat

tertentu yang dialaminyadalam kehidupannya.26 Contohnya yaitu pada awal tatap muka

antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap

26
Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winaputra, Teori Belajar dan Model-modelPembelajaran (Jakarta, Dikti,
1977), 118

16
yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa

terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.

Teori Classical Conditioning juga cocok bila diterapkan dalam pembelajaran PAI,

sebab belajar erat hubungannya dengan prinsip penguatan kembali. Contohnya, tadarus Al-

Qur’an sebelum pelajaran dimulai, berdoa bersama sebelum pelajaran dimulai, buka

bersama disekolah, pesantren ramadhan, bakti social khusus bulan ramadhan, peringatan

hari besar Islam Shalat Dhuhur berjama’ah dan latihan qurban.

D. Kesimpulan

Teori belajar behavioristik, banyak orang mengatakan teori ini adalah teori

tradisional, klasik, tidak modern, tidak cocok diterapkan paradigma baru pendidikan.

Aliran behavioristik yang lebih bersifat elementaristik memandang manusia sebagai

organisme yang pasif, yang dikuasai oleh stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya.

Masalah belajar dalam pandangan

behaviorisme, secara umum, memiliki beberapa teori, antara lain: teori Connectionism,

Classical Conditioning, serta Operant Conditioning.

1. Teori Connectionism

Teori belajar ini lebih banyak menekankan pada proses serta perubahan tingkah

laku. Dengan demikian, Thorndike menghasilkan teori belajar ini karena belajar

merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Oleh

karena itu, pengaplikasian teori belajar tersebut bilamana dihadapkan pada siswa,

maka dengan sendirinya siswa dapat berkembang dan selalu semangat dalam proses

belajarnya. Begitupun bagi seorang guru, ia dapat lebih leluasa dalam

mengembangkan potensi siswa didik serta guru lebih bersemangat dalam kegiatan

mengajar siswa sedang berlangsung. Dalam praktiknya, pendidikan Islam juga

menerapkan apa yang dikenal dengan punishment and reward. Ada juga metode

17
pembiasaan dan lain sebagainya sebagaimana yang penulis paparkan diatas. Hanya

saja bahasanya (pengistilahan) saja yang berbeda dengan teori-teori yang

dikembangkan oleh para penemu teori belajar dari Barat.

2. Teori Classical Conditioning

Konsep teori yang dikemukakan oleh Ivan Petrovitch Pavlov ini

secara garis besar tidak jauh berbeda dengan pendapat Thorndike. Jika

Throndike ini menekankan tentang hubungan stimulus dan respons, dan di

sini guru sebaiknya tahu tentang apa yang akan diajarkan, respons apa yang

diharapkan muncul pada diri siswa, serta tahu kapan sebaiknya hadiah

sebagai reinforcement itu diberikan; maka Pavlov lebih mencermati arti

pentingnya penciptaan kondisi atau lingkungan yang diperkirakan dapat

menimbulkan respons pada diri siswa.

3. Teori Operant Conditioning.

Teori operant conditioning sebagai pengembangan teori Pavlov (S-R) classical

condisioning. Fokus utama teori Skinner adalah pemberian reinforcement

(penguatan) terhadap organisme (subyek) sesaat setelah memberikan respons terhadap

suatu stimulus. Pemberian reinforcement ini diprogramkan sedemikian rupa supaya

terjadi pengulangan atau peningkatan respons. Teori Operant Conditionin suatu teori

yang mengunakan konsekuensi yangmenyenangkan dan tidak menyenangkan dalam

mengubah tingkah laku. Yang mana dalam pelaksanaannya ada pemberian reward

(hadiah) dan tidak adanya hukuman. Melihat dasar operant conditioning sebagai

pengajaran untuk memastikan respon terhadap stimulus. Hendaknya dalam sistem

pembelajaran Pendidikan Agama Islam, guru mempraktikkan teori yang ada guna

mensukseskan suatu proses pembelajaran.

18
DAFTAR PUSTAKA

Alizamar, Teori Belajar dan Pembelajaran; Implementasi dalam Bimbingan Kelompok

Belajar di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Media Akademi, 2016

Basleman Anisah dan Mappa Syamsu. Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung; Remaja

Rosdakarya, 2011.

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media, 2007.

Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya,2009.

Ibrahim Nurdin dan Helen Purwatiningsih. Persepketif Pendidikan Terbuka Jarak Jauh;

Indayati Retno, Psikologi Pendidikan, Tulungagung; Cesmid,2008

Irfan Muhammad dan Wiyani Novan Ardy, Psikologi Pendidikan Yogyakarta: Ar-Ruzz,

2013.

Islamuddin, Haryu. Psikologi Pendidikan. Jember: Pustaka Pelajar, 2011

King dan Laura A. Psikologi Umum: Sebuah Pengantar Apresiatif. Jakarta: Salemba

Humanika. 2010.

Maskun. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2018.

Mufarokah Anissatul. Strategi dan Model-Model Pembelajaran. Tulungagung; STAIN

Tulungagung Press, 2013.

Nasution. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Nasution. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta, Bumi

Aksara, 2005

Putrayasa. Landasan Pembelajaran. Bali: Undiksha Press, 2013.

19
Purwanto Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2010

Rusman. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung; Alfabeta,2018.

Soekamto Toeti dan Udin Saripudin Winaputra. Teori Belajar dan Model-model

Pembelajaran. Jakarta, Dikti, 1977

Sugandi Ahmad.Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES, 2007.

Supriyono,Widodo. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 1991

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Cet.3. 2004

Zaini Rifnon. Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner Tentang Belajar, Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran Dasar Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 p-ISSN 2355-1925.

Widodo Mulyanto. Investigasi Kelompok; Prototipe Pembeajaran Menulis Akademik.

Yogyakarta: Media Akademi, 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai