PENDAHULUAN
Salah satu unsur penting bagi guru PAK untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi
pembelajaran yang direncanakan dan dikelolanya ialah pemahaman tentang konsep atau teori
belajar. Jika guru PAK telah memahami bagaimana individu dapat belajar secara lebih efektif,
maka ia dapat membantu peserta didiknya mengalami kegiatan belajar dengan hasil optimal.
Kalau guru hanya menguasai bahan pengajarannya namun kurang mengerti cara efektif anak
didik belajar, maka hasil kegiatan yang dikelolanya tentu bisa kurang memuaskan. Untuk tujuan
itu, guru perlu terus belajar dari berbagai teori belajar, dan meninjau secara kritis dan konstruktif
Oleh sebab itu pada kesempatan ini, kita akan belajar Teori-teori Belajar, Tokoh, Analisa dan
aplikasinya dalam pembelajaran PAK, Teori Belajar Aktif, Ketrampilan proses dan Pembelajaran
tuntas. Mengingat dalam teori belajar: mendengar cepat lupa, melihat ingat dan melakukan
paham, maka supaya pembelajar menjadi efektif dan menyenangkan maka media alat peraga,
metode dan strategi pembelajaran aktif menjadi hal yang perlu mendapat perhatian.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
APAKAH BELAJAR?
Moh Surya (1999) = Satu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan
prilaku baik secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri melalui
kegiatan belajar.
Crow dan Crow: belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan pengetahuan dan sikap
baru.
Di Vesta dan Thompon (1970): Belajar adalah perubahan prilaku yang relatif menetap bagi
Gege dan Beliner: Belajar adalah suatu proses perubahan prilaku yang muncul karena
pengalaman.
B. Samuel Sidjabat: belajar pada dasarnya merupakan peristiwa kompleks sama halnya
kompleksitas manusia itu sendiri. Seluruh aspek dalam diri individu relatif turut terlibat.
AD Rooijakkers (1984) belajar merupakan proses, artinya kegiatan belajar senantiasa dinamis,
Kesimpulan:
Keseluruhan ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain :
1. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual,
3. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan
segala aspek-aspeknya.
8. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Belajar sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga
relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan. Belajar
memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian
bagaiman seseorang itu dapat memecahknan masalah mrnurut J. Dewey ada 5 upaya
pemecahannya yakni:
1. Realisasi adanya masalah. Jadi harus memehami apa masalahnya dan juga harus dapat
merumuskan
2. Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
diperoleh.
5. Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal
itu.
C. PERUBAHAN PRILAKU
Informasi Verbal
Kecakapan Intelektual
Strategi kognitif
Sikap
Kecakapan motorik
1. Kebiasaan
2. Keterampilan
3. Pengamatan
4. Berfikir asosiatif
6. Sikap yakin/menetap
9. Prilaku efektif
1. Motivasi
2. Konsentrasi
3. Mengolah
4. Menyimpan
5. Menggali 1
6. Menggali 2
7. Prestasi
8. Umpan Balik
1. Motivasi
4. Kemampuan menerapkan
Bagian 2
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah
apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi
perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati,
atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah
laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme
(Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum
latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi
walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan
karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi
pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull,
seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar
organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan
pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral
dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun
hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul
mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini,
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan
yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan
respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara,
oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru
tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon
nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami
tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu
dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi
yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan
menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi,
demikian seterusnya.
Skinner menganggap reward dan rierforcement merupakan factor penting dalan belajar. Skinner
berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pada teori ini
guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga
disebut dengan operant conditioning. . Operans conditioning adalah suatu proses penguatan
perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau
Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu,
sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran
orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi ”mentalistik”.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku
dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua
teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar
yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau
belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat
menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang
relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus
dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak
kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan
atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang
mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan
penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum)
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar
ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan
hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak
sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai
stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat.
Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut
masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang
disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive
reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat
positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah
terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses
berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar
diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya,
apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik
dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-
hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot.
Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri
mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur,
maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan
perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku
yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan
aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi
atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta
mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara
ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan
paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila
pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan
pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Bagian 3
TEORI BELAJAR HUMANISTIK
A. Pendahulun
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia\proses belajar
dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W.
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar
terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai
atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan
karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan
baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa
tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan
atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar
apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan s ebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa
untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya
dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan
kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri
makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit
2. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk
berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih
maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri
sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang
telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat
menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan
seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa
perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.
3. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam
bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi.
Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun
1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan
pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya,
Therapy.
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk
pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning
mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran
berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai
Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi
Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara
Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek,
merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika
siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai
proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan
para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan
4. Menghargai siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan
angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk
pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang
berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah
berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini
Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau
pengalaman kelas
Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-
tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam
Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan
Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok.
Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara
Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi
Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang
Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang
mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai
makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi
hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Sumber:
1. Psikologi Belajar: Dr. Mulyati, M.Pd
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan
dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari
lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan
ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah
menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut
mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah
proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau
memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7)
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada
seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan,
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada
tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver
dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
(1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar
sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah
transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan
dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran
seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait
bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung
secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan,
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual
atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi
(1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun
yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami
urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan
sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan
hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3)
pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan
oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan
sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam
konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7)
mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63)
adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu,
latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator,
fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi
tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa
harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif
yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori
belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam
pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh
secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat
adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif
dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan
lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang
lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu
pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide
yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3)
strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif
dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa
untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada
mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang
telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk
Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan ( persepsi ) dan mencapai sukses yang
terbesar juga dalam lapangan ini. Demonstrasinya mengenai peranan latar belakang dan
hasil-hasil yang telah kuat / sukses dalam penelitian mengenai pengamatan itu dibawanya dalam
studi mengenai belajar . Karena asumsi bahwa hukum –hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku
pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami proses
belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses pengamatan itu.
Pada pengamatan itu menekankan perhatian pada bentuk yang terorganisasi (organized form)
dan pola persepsi manusia . Pemahaman dan persepsi tentang hubungan-hubungan dalam
kebulatan (entities) adalah sangat esensial dalam belajar. Psikologi Gestalt ini terkenal juga
sebagai teori medan (field) atau lazim disebut cognitive field theory. Kelompok pemikiran ini
sependapat pada suatu hal yakni suatu prinsip dasar bahwa pengalaman manusia memiliki
kekayaan medan yang memuat fenomena keseluruhan lebuh dari pada bagian- bagiannya.
Teori medan ini mengibaratkan pengalaman manusia sebagai lagu atau melodi yang lebih
daripada kumpulan not, demikian pila pengalaman manusia tidak dapat dipersepsi sebagai
sesuatu yang terisolasi dari lingkungannya. Dengan kata lain berbeda dengan teori asosiasi maka
toeri medan ini melihat makna dari suatu fenomena yang relatif terhadap lingkungannya. Sesuatu
dipersepsi sebagai pendek jika objek lain lebih panjang. Warna abu-abu akan terlihat lebih cerah
pada bidang berlaatr belakang hitam pekat. Warna abu-abu akan terliaht biru pada latar berwarna
kuning.
sistematis dan bermakna. Belajar bukan merupakan penjumalahan (aditif), sebaliknya belajar
mulai dengan mempersepsi keseluruhan, lambat laun terjadi proses diferensiasi, yakni
menangkapbagian bagian dan detail suatu objek pengalaman. Dengan memahami bagian / detail,
maka persepsi awalakan keseluruhan objek yang semula masih agak kabur menjadi semakin
jelas. Belajar menurut paham ini merupakan bagian dari masalah yang lebih besar yakni
mengorganisasikan persepsi kedalam suatu struktur yang lebih kompleks yang makin menambah
pemahaman akan medan. Medan diartikan sebagaikeseluruhan dunia yang bersifat psikologis.
Seseorang meraksi terhadap lingkungan seauai dengan persepsinya terhadap lingkungan pada
saat tersebut. Manusia mempersepsi lingkungan secara selektif, tidak semua objek masuk
Tekanan ke-2 pada psikologi medan ini adalah sifat bertujuandari prilaku manusia. Individu
menetaokan tujuan berdasarkan tilikan (insight) terhadap situasi yang dihadapinya. Prilakunya
akan dinilai cerdas atau dungu tergantung kepada memdai atau tidaknya pemahamanya akan
situasi
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu hukum Pragnaz, dan
empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum yang pokok itu,yaitu hukum –
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan
aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar
pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga
interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya
kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan
belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan
membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna
siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu:
Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan dalam table berikut ini.
Table 2
Konstruktivistik Behavioristik
Pengtahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap , tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan
refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam
Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada
dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic. Fungsi
mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan
dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh
Table 3
Konstruktivistik Behavioristik
Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial dalam lingkungna belajar. Si
belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin.
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang
berbeda yang perlu dihargai. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang harus
memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. Ketaatan
pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah objek yang harus
Konstruktivistik Behavioristik
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn) Tujuan
Konstruktivistik Behavioristik
Penyejian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari
keseluruhan-ke-bagian.
Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar.
Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan
Pembelajaran menekankan pada proses. Penyajian isi menekankan pada keterampilan yang
Konstruktivistik Behavioristik
Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan
Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu
jawaban benar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang
menuntut aktivitas belajar yang bermkana serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks
nyata. evaluasi menekankan pad aketerampilan proses dalam kelompok. Evaluasi menekankan
pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan ‘paper and pencil
test’
Evaluasi yang menuntu satu jawaban benar. Jawaban benar menunjukkan bahwa si-belajar telah
Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasnaya
Bagian 5
TEORI KOGNITIF
1. Teori Belajar Piaget
Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun
Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung
kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu 1) memusatkan perhatian
kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus
memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman –
pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan
jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada
kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman
yang dimaksud, 2) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif
dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi
( ready made knowledge ) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi
spontan dengan lingkungan, 3) memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal
kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan
melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada
kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di
dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil
siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal, 4) mengutamakan peran siswa untuk saling
berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk
Tokoh kontruktivis lain adalah Vygotsky. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan
pada hakekatnya pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi
antara aspek “internal” dan “eksternal” dari pebelajaran dan penekanannya pada lingkungan
sosial pebelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing –
masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat
siswa bekerja menangani tugas – tugas yang belum dipelajari namun tugas- tugas itu berada
dalam “zone of proximal development” mereka. Zone of proximal development adalah jarak
masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan
dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya
Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding adalah memberikan kepada
seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap – tahap awal pembelajaran dan kemudian
mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang
diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam
kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi –
strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing – masing zone of proximal development
mereka; 2) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar
Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial
yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan
A. Pengertian Perilaku
Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar
subjek tersebut. Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya.
Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang
disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.
Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat
Setiap manusia memiliki perbedaan dalam berperilaku karena proses penyerapan informasi yang
berbeda dari setiap individu tersebut yang kemudian mempangaruhi perilaku seseorang dalam
bertindak.
Hal ini merupakan bagian dari teori motivasi yang ditemukan oleh para ilmuwan psikologi
seperti, Maslow, Mcleland, McGregor, dll. Kebutuhan manusia menjadi motif secara intrinsik
Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada manusia, suatu keputusan yang dibuat oleh individu
dapat dipengaruhi dengan apa yang terjadi diluar dari dirinya dengan kata lain motivasi eksternal
berperan disini. Lingkungan membentuk manusia menjadi lebih baik atau menjadi jahat, ramah,
atau sombong.
Percaya atau tidak faktor ini juga mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, apabila seseorang
tidak suka pada atasannya dalam memimpin, maka apapun yang dikatakan atasan hanya
Kelompok variable individu terdiri dari variable kemampuan dan keterampilan, latar belakang
Menurut Gibson ( 1987 ) : Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan factor utama yang
mempegaruhi perilaku kerja dan kinerja individu . Sedangkan variabel demografis mempunyai
Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi , sikap, kepribadian , belajar , dan
motivasi.
Variabel ini menurut Gibson ( 1987 ) : banyak di pengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial,
Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana
seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sukarela berpartisipasi guna mencapai tujuan
Fielder mengembangkan suatu ukuran orientasi pemimpin yang disebut rekan sekerja yang
Teori Kemungkinannya
• Pemimpin mempunyai hubungan yang baik dengan anggota – anggota kelompok, sebagaimana
• Kekuasaan serta kedudukan pemimpin itu sedemikian tingginya sehingga bermenangu untuk
• Tugasnya memiliki struktur yang baik sehingga ada tujuan yang jelas, beberapa cara untuk
menyelesaikan tugas dan kritera yang jelas mengenai keberhasilan.
Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat
diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori
belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku
organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia
baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih
menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang
mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan
yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut
S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan
penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang
menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap
Skinner menganggap reward dan rierforcement merupakan factor penting dalan belajar. Skinner
berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pda teori ini guru
memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga
disebut dengan operant conditioning. . Operans conditioning adalah suatu proses penguatan
perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau
Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu,
sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran
orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi ”mentalistik”.
Faktor Personal :
1. Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor
sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah
1. Faktor Sosiopsikologis
merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya
• Komponen Kognitif
• Komponen Konatif
Faktor Situsional
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor situasional. Menurut
ini berupa:
• teknologi
o faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan karakteristik sosial individu
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa manusia itu unik dan berbeda, dari perbedaan itu
ketujuan. Mereka juga menunjukkan pada kita bahwa perilaku yang ingin mencapai tujuan
Terkadang manusia merasa nyaman dengan perbedan tetapi ada juga yang tidak merasa nyaman
Bagian 6
BELAJAR TUNTAS
A. Arti Belajar Tuntas (Matery Learning)
Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara
tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan strategi
sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan agar tujuan
instruksional yang akan dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih
efektif dan efisien. Tingkat ketuntasan bermacam-macam dan merupakan persyaratan yang harus
dicapai siswa. Persyaratan penguasaan bahan tersebut berkisar antara 75% sampai dengan 90%.
Bloom (1968) mengidentifikasi adanya lima variabel yang sangat penting dalam program
ketekunan, waktu, dan kecerdasan. Menurut Bloom (1968) didasarkan atas hasil kajiiannya
menunjukkan bahwa peserta didik yang memiliki kecerdasan yang tinggi dapat mengerjakan
secara baik setiap tugas yang diberikannya, bahkan ia dapat terlibat belajar walaupun untuk
bahan ajar yang sangat komplek, sedangkan peserta didik yang memiliki kecerdasan yang rendah
hanya dapat mempelajari bahan ajar yang sederhana sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan
John Carroll (1963) menjelaskan bahwa jika kondisi peserta didik memiliki kecerdasan yang
berdistribusi normal dan mereka memperoleh kualitas pembelajaran dan jumlah waktu belajar
yang sama maka pengukuran hasil belajar akan menunjukan distribusi normal pula. Menurutnya,
bahwa kecerdasaan dan jumlah waktu belajar merupakan persyaratan bagi peserta didik untuk
Landasan konsep dan teori belajar tuntas ( Mastery Learning Theory ) adalah pandangan tentang
kemampuan siswa yang dikemukakan oleh John B. Carroll pada tahun 1963 berdasarkan
penemuannya yaitu “Model of School Learning” yang kemudian dirubah oleh Benyamin S.
Bloom menjadi model belajar yang lebih operasional. Selanjutnya oleh James H. Block model
tersebut lebih disempurnakan lagi. Sedangkan menurut Carroll bakat atau pembawaan bukanlah
kecerdasan alamiah, melainkan jumlah waktu yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai suatu
materi pelajaran tertentu. Benyamin melaksanakan konsep belajar tuntas itu ke dalam kelas
1. Bagi satuan pelajaran disediakan waktu belajar yang tetap dan pasti
2. Tingkat penguasaan materi dirumuskan sebagai tingkat penguasaan tujuan pendidikan yang
essensial.
Untuk lebih menggalakkan konsep belajar tuntas James H. Block mencoba mengurangi waktu
yang diperlukan untuk mempelajari suatu materi pelajaran di dalam waktu yang tersedia, yaitu
2. Waktu yang tersedia diperpendek sampai semaksimal mungkin dengan cara memberikan
a. Siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat sesuai dengan harapan
pengajar.
b. Bakat seorang siswa dalam bidang pengajaran dapat diramalkan, baik tingkatannya maupun
waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut. Bakat berfungsi sebagai indeks
c. Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata oleh siswa untuk
mempelajari sesuatu dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya.
d. Model Carroll, Tingkat belajar sama dengan ketentuan, kesempatan belajar bakat, kualitas
e. Setiap siswa memperoleh kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan kualitas pengajaran
a. Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian
terbesar bahan yang diajarkan. Tugas guru untuk merancang pengajarannya sedemikian rupa
sehingga sebagian besar siswa dapat menguasai hampir seluruh bahan ajaran
b. Guru menyusun strategi pengajaran tuntan mulai dengan merumuskan tujuan-tujuan khusus
c. Sesuai dengan tujuan-tujuan khusus tersebut guru merinci bahan ajar menjadi satuan-satuan
bahan ajaran yang kecil yang medukung pencapaian sekelompok tujuan tersebut.
d. Selain disediakan bahan ajaran untuk kegiatan belajar utama, juga disusun bahan ajaran untuk
kegiatan perbaikan dan pengayaan. Konsep belajar tuntas sangat menekankan pentingnya
e. Penilaian hasil belajar tidak menggunakan acuan norma, tetapi menggunakan acuan patokan.
f. Konsep belajar tuntas juga memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individual. Prinsip ini
direalisasikan dengan memberikan keleluasaan waktu, yaitu siswa yang pandai atau cepat belajar
bisa maju lebih dahulu pada satuan pelajaran berikutnya, sedang siswa yang lambat dapat
menggunakan waktu lebih banyak atau lama sampai menguasai secara tuntas bahan yang
diberikan.
Dalam pelaksanaan konsep belajar tuntas apabila kelas itu belum biasa mengguanaakan strategi
belajara tuntas, maka guru terlebih dahulu memperkenalkan prosedur belajar tuntas kepada siswa
petunjuk awal.
Kegiatan orientasi Kegiatan ini megorientasikan setiap siswa terhadap belajar tunta yang
berkenaan terhadpa orientasi tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa dalam jangka waktu
satu semester dan cara belajar yang harus dilakukan oleh siswa. Guru menjelaskan keseluruhan
bahan yang telah dirancang, lalu melanjutkan dengan pra test. Kegiatan belajar mengajar? Guru
mengenalkan TIK pada satuan pelajaran yang akan dipelajari dengan cara: Memperkenalkan
tabel spesifikasi tentang arati dan car mempergunakannya untuk kepentingan belajar.
Mengajukan pertanyaan yang menonjolkan isi bahan yang disajikan. Mengajukan topik
penyajian pelajaran dalam situasi kelompok berdasarkan satuan pelajaran. Guru menyampaikan
pelajaran sambil memberi peringatan secara periodik untuk menarik perhatian siswa.?
Mengidentifikasikan kemajuan belajar siswa yang telah memuaskan dan yang belum. Tes
dilakukan setelah satu satuan pelajaran selesai diajarkan. Menetapkan siswa yang hasil
pelajarannya telah memuaskan. Mereka diminta untuk membantu temen-temannya sebagai tutor
atau diberi tugas pengayaan bahan baginya sendiri.Memberikan kegiatan kolektif kepada siswa
ang hasil belajarnya belum memuaskan. Menetapkan siswa yang hasil belajaranya memuaskan.
Penentuan tingkat penguasaan bahanSetelah satuan pengajaran selesai diberikan, diadakan tes
sumatif, dan diperiksa oleh temannya sendiri berdasarkan petunjuk guru. Mereka sendiri yang
menentukan tingkat penguasaan bahan berdasarkan kriteria penguasaan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Memberikan atau melaporkan tingkat penguasaan setiap siswa yang bertujuan
untuk mengetahui tingkat pengayaan mereka, bahan yang sudah dikuasai ditandai dengan M
(mastery) dan yang belum dikuasai ditandai dengan NM (non mastery)? Pengecekan keefektifan
seluruh programKeefektifan strategi belajar tuntas ditandai dengan hasil yang dicapai siswa,
yakni persen siswa yang mampu tingkat mastery (standar A). Ada dua cara untuk menetukannya
• Membandingkan hasil yag dicapaioleh kelas yang menggunakan strategi belajar tuntas dengan
• Membuat hipotesis tentang hasil belajar, lalu dibuktikan berdasar hasil belajar kelas
diri, dan memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.
2. Sesuai dengan psikologi belajra modern yang berpegang pada prinsip perbedaan individual
3. Berorientasi pada peningkatan produktivitas hasil belajar, yakni menguasai bahan ajar secara
tuntas.
4. Guru dan siswa bekerjasama secara partisipatif dan persuasif.
5. Penilaian yang dilakukan mengandung nilai obyektifitas yang tinggi karena penilaian
6. Strategi ini tidak mengenal kegagalan siswa, karena siswa yang kurang mampu dibantu oleh
10. Mengaktifkan para guru sebagai regu yang harus bekerjasama secara efektif sehingga proses
2. Guru-guru masih kesulitan membuat perencanaan karena dibuat dalam satu semester.
5. Menuntut para guru untuk lebih menguasai materi lebih luas lagi dari standar yang ditetapkan.
program bidang studi pada waktu yang telah ditetapkan dan usaha persiapan siswa untuk
menempuh ujian.
Bakat siswa (aptitude) : Hasil penelitian menunjukan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi
antara bakat dengan hasil pelajaran
Ketekunan belajar (perseverance) : Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul
dalam diri siswa untuk belajar dan mengolah informasi secara efektif dan efisien serta
pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah instruksional.
mendorong siswa untuk aktif belajar belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam
penjelasan, dan pemanfaatan media pembelajran. Dan unsur-unsur tugas belajar. Kesempatan
waktu yang tersedia (time allowed for learning) : Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar
dalam rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang
studi atu pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan
yang ditetapkan.
1. Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis
2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus
diberikan feedback,
PEMBELAJARAN PROSES
A. PENDAHULUAN
Kurikulum yang digunakan sekarang ini yang berorientasi pada materi dan tujuan nampaknya
sudah tidak sesuai lagi. Perlu ditambahkan suatu pemikiran yang berbeda, yaitu bagaimana
memproses hasil belajar berupa konsep dan fakta yang diperoleh oleh pembelajar untuk
mengembangkan dirinya, untuk menemukan sesuatu yang baru. Dengan fakta dan konsep yang
yang tidak banyak, tapi dipahami betul, dapat diproses untuk menguasai dan/atau menemukan
fakta dan konsep yang lebih banyak. Namun pemberian konsep dan fakta yang terlalu banyak
Dalam suatu proses pembelajaran, guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik karena
proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar dientukan oleh peran dan
kompetensi guru. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua
pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian. Dengan
penlaian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap
pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian
diantaranya adalah untuk mengetahui kedudukan siswa, di dalam kelas ataupun kelompoknya.
Dengan penilaian, guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk siswa yang
pandai, sedang kurang, atau cukup baik di kelasnya jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Penelaahan pencapaian tujuan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dapat diketahui, apakah
proses belajar mengajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan
Jadi, jelas bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian, karena dengan
penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses
belajar. Salah satu penilaian yang dapat dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar adalah penilaian keterampilan proses atau pendekatan ketrampilan proses. Dalam
fungsinya sebagai penilaian hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil
belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui
evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik
ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar
selanjutnya. Dengan demikian, proses belajar mengajar akan terus menerus ditingakatkan untuk
mental, fisik,dan social yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih
tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-
kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah
cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam
keterampilan. Ketiga unsure itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk
kreatifitas.
kegiatan ketrampilan proses yang digunakan untukmengungkap dan menemukan fakta dan
konsep serta menumbuhkan sikap dan nilaiyang dilakukan oleh murid dalam proses
pembelajaran.
Jadi, pendekatan keterampilan proses menekankan pada bagaimana siswa belajar, bagaimana
mengelola perolehannya, sehingga dipahami dan dapat dipakai sebagai bekal untuk memenuhi
Tujuan pembelajaran proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga
siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan
sekedar ahli menghafal. Berdasarkan penjelasan di atas, pada keterampilan proses, guru tidak
mengharapkan setiap siswa akan menjadi ilmuwan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa
memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam
Selain itu, melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan keterampilan proses dilakukan
dengan keyakinan bahwa sains adalah alat yang potensial untuk membantu mengembangkan
kepribadian siswa, di mana kepribadian siswa yang berkembang ini merupakan prasyarat untuk
siswa dapat mengalami sendiri tentang materi yang disampaikan dengan berinteraksi langsung
dengan obyek nyata atau sebenarnya sehingga siswa dapat membuat kesimpulan sendiri. Conny
1. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, guru tidak
mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian mata pelajaran, karena waktunya
2. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis lebih mudah
memahami konsep,apalagi yang sulit, bila disertai dengan contoh-contoh kongkrit, dialami
sendiri, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. J. Piaget mengatakan bahwa intisari
3. Ilmu pengetahuan boleh dikatakan bersifat relative, artinya, suatu kebenaran teori pada suatu
saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan situasi. Suatu teori bias gugur bila
ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan
dan diperbaiki. Oleh karena I tu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar
kiranya kalau anak-anak atau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan
sikap kritis ini. Dengan menggunakan keterampilan proses, maksud tersebut untuk saat ini pantas
diterima.
4. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh artinya cerdas,
terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi, pengembangan pengetahuan dan
sikap harus menyatu. Dengan keterampilan memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan
Ilmuwan-ilmuwan yang menemukan suatu yang baru, menurut pengamatan, tidak menguasai
semua konsep dan fakta dalam suatu bidang ilmu, namun mereka mempunyai kemampuan dasar
untuk mengembangkan konsep dan fakta yang terbatas itu, sehingga mereka mampu
Senada dengan kemampuan dasar yang diajukan di atas, Sriyono membuat suatu daftar
1. Mengajukan pertanyaan Bertanya mengapa, apa, dan bagaimana Bertanya untuk meminta
penjelasan
5. Menafsirkan/pengamatan
12. Merencanakan penelitian 1 Menentukan alat, bahan, dan sumber yang akan dipakai untuk
14. Menentukan variable yang harus dibuat tetap sama, dan mana yang berubah
20. Menerapkan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi
21. Berkomunakasi
Berikut ini akan diuraikan mengenai pengertian dari setiap kemampuan atau keterampilan
beserta kata kerja operasional dari masing-masing kemampuan atau keterampilan tersebut.
1. Mengamati
Yaitu keterampilan mengumpulkan data atau informasi melalui penerapan dengan panca indera.
Kata kerja operasional : melihat, mendengar, merasa, meraba, membau, mencicipi, mengecap,
2. Menggolongkan ( mengklasifikasikan )
Yaitu keterampilan menggolongkan benda, kenyataan, konsep, nilai, atau kepentingan tertentu.
Untuk membuat penggolongan, perlu ditinjau persamaan dan perbedaan antara benda, kenyataan,
3. Menafsirkan ( menginterpretasikan )
Yaitu keterampilan proses menafsiran sesuatu berupa benda, kenyataan, peristiwa, konsep, atau
informasi yang telah dikumpulkan melalui pengamatan, perhitungan, penelitian, atau eksperimen
Kata kerja operasional : menafsir, memberi arti, mengartikan, memposisikan, mencari hubungan
4. Meramalkan ( memprediksi )
Yaitu mengantisipasi atau menyimpulkan suatu hal yang akan terjadi pada waktu yang akan
datang berdasarkan perkiraan atas kecenderungan atau pola tertentu atau hubungan antar data
Kata kerja operasional : mengantisipasi berdasarkan kecenderungan, pola atau hubungan antar
5. Menerapkan
Yaitu menggunakan hasil belajar berupa informasi, kesimpulan, konsep, hokum, teori,
Kata kerja operasional : menggunakan ( informasi, kesimpulan, konsep, hokum, teori, sikap,
6. Merencanakan penelitian
Yaitu keterampilan yang amat penting karena menentuken berhasil tidaknya penelitian.
Keterampilan ini perlu dilatih, karena selama ini pada umumnya kurang diperhatikan dan kurang
terbina. Pada tahap ini ditentukan masalah atau objek yang akan diteliti, tujuan, dan ruang
lingkup penelitian, sumber dat atau informasi, cara analisis, alat dan bahan atau sumber
kepustakaan yang diperlukan. Jumlah orang yang terlibat, langkah-langkah pengumpulan dan
Kata kerja operasional : menentukan massalah atau objek yang akan diteliti, menentukan tujuan
penelitian, menentukan ruang lingkup penelitian, menentukan sumber data, menentukan alat,
7. Mengkomunikasikan
Yaitu menyampaikan perolehan atau hasil belajar kepada orang lain dalam bentuk tulisan,
meragakan, mengungkapkan, melaporkan ( dalam bentuk lisan, tulisan, gerak atau penampilan ).
Keterampilan proses memerlukan latihan atau penggunaan secara terus menerus agar dapat
dimiliki oleh siswa. Perkembangannya berlangsung sedikit demi sedikit dan memerlukan waktu
lama. Oleh karana itu, penelitian kemampuan keterampilan proses tidak perlu dilakukan pada
tiap pembelajaran, tetapi bias sekali atau dua kali dalam satu semester untuk melihat
perkembangannya.
Penilaian merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang perolehan hasil belajar
yang telah dilakukan oleh siswa secara keseluruhan, baik dalam bidang pengetahuan, konsep,
sikap, nilai maupun keterampilan proses. Hal ini dapat digunakan oleh guru sebagai tolak ukur
maupun pengambilan keputusan yang sangat diperlukan dalam menentukan strategi belajar.
Untuk maksud tersebut, guru perlu mengadakan penilaian, baik terhadap proses maupun
terhadap hasil belajar siswa. Penilaian proses ( Usman, 1999 ) dapat diartikan penilaian terhadap
proses belajar yang sedang berlangsung, yang dilakukan oleh guru dengan memberikan umpan
balik secara langsung kepada seorang siswa atau kelompok siswa. Dalam melatih keterampilan
bertanggung jawab, dan berdisiplin sesuai dengan penekanan bidang studi yang bersangkutan.
Untuk menilai keterampilan proses dapat digunakan cara non tes dengan menggunakan lembar
pengamatan. Agar tidak memberatkan guru, pelaksanaanya dapat dilakukan secara bertahap lima
orang siswa, begitu seterusnya sampai seluruh siswa mendapat giliran. Hal ini dilakukan oleh
Dalam menentukan atau membuat lembar pengamatan, perlu memperhatikan hal-hal berikut.
menjangkau semua kemampuan, karena menggunakan indera pendengaran dan perabaan tidak
mungkin diliai dengan tes tertulis. Di samping itu, penilaian keterampilan proses dapat dilakukan
dengan tes perbuatan, tetapi dalam hal ini diperlukan lembar pengamatan yang lebih rinci untuk
C. PENUTUP
Jadi pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan belajar mengajar yang mengarah
kepada pengembangan kemampuan kemampuan mental, fisik, dan social yang mendasar sebagai
penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa.Yang sebelumnya harus telah
Dan proses yang tidak kalah pentingnya dalam pendekatan proses adalah penilaian.Dengan
melakukan penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan dalam proses
pembelajaran yang kemudian dapat digunakan sebagai tolak ukur. Peran guru dalam pelaksanaan
penilaian keterampilan proses adalah selaku pengamat yang menentukan penilaian selama proses
pembelajaran berlangsung ( untuk alat ukur non tes ) baik siswa perindividu maupun untuk
seluruh siswa dalam satu kelas. Guru dapat melakukan penilaian keterampilan proses sebanyak
A. Pendahuluan
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan dimana guru (pengajar) dan murid (pembelajar)
berinteraksi, membicarakan suatu bahan atau melakukan suatu aktivitas, guna mencapai tujuan
yang dikehendaki. Dr Oemar Hamalik mengartikan pembelajaran sebagai “suatu kombinasi yang
tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur, yang
Dalam kesempatan ini diperbincangkan sebuah teori pembelajaran aktif dari Dave Meier.
Belajar aktif itu apa? Apakah ada kegiatan belajar tidak aktif atau pasif? Sebenarnya semua
kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif. Tetapi mungkin saja di kelas seringkali ketika
mengajar, guru hanya berbicara, bercerita, dan muridnya mendengar dan mencatat. Komunikasi
satu arah yang terjadi. Guru PAK seringkali bahkan bertindak seperti pengkotbah yang
menyampaikan firman Tuhan di jemaat pada ibadah hari minggu. Pendeta atau pengkotbath
membacakan firman Tuhan lalu menguraikannya kepada jemaat. Jemaat dalam kondisi itu hanya
sebagai penerima, yang merenung dan mencermati serta mengolah pesan yang didengar bagi
dirinya sendiri. Tidak terlihat apa yang terjadi dalam diri warga jemaat itu. Tetapi kegiatan itu
pun masih dapat dikatakan aktif, setidaknya dalam diri warga jemaat itu sendiri! Kecuali bila
anggota jemaat tertidur. Sebab tidak sedikit juga kegiatan kotbah yang justru membuat jemaat
pulas tertidur.
Kegiatan belajar PAK di sekolah harusnya tidak demikian. Tidak membuat murid tertidur.
Seharusnya kegiatan itu membuat siswa aktif, seperti: mendengar dan berbicara, melihat dan
membaca, bahkan melakukan peragaan atau melakukan suatu aktifitas. Diantara guru dan murid
terjadi komunikasi multi arah. Prof. Mohamad Surya mengemukakan pengajaran akan bersifat
efektif jika:
Sekarang, pertanyaannya ialah: Kegiatan apa sajakah yang termasuk ke dalam pembelajaran
secara aktif? Mengutip gagasan Paul D. Dierich, Dr Oemar Hamalik mengemukakan delapan
berwawancara, diskusi.
bahan kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
Bahwa guru PAK harus berusaha mengelola kegiatan belajar aktif bersama muridnya ialah
pertama, karena hakekat manusia sebagai pribadi yang dinamis. Alkitab mengemukakan bahwa
Tuhan Allah menciptakan manusia sebagai pribadi multidimensi, memiliki roh, hati/jiwa
(pikiran, perasaan/emosi, dan kehendak/kemauan), serta fisik (pancaindera) (bd. Kej 2:7; Ibr
4:12; 1 Tes 5:23). Ketika anak didik berkumpul di kelas, berarti guru harus melayaninya dalam
kemauan bahkan rohnya. Para murid juga harus mengalami kegiatan belajar itu sebagai
kelompok (komunitas) umat beriman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dimana dua, tiga orang
berkumpul, di situ kehadiran Allah sangat nyata (bd Mat 18:19-20). Sikap kesatuan dan
Landasan kedua, Tuhan Yesus sendiri sebagai Guru Agung, mengajari dan melatih murid-murid-
Nya dengan kegiatan aktif. Ada banyak kegiatan yang dilakukan Yesus termasuk: memberikan
perbuatan kuasa dan mujizat, mengutus murid melakukan tugas tertentu, mendengarkan dan
menjawab pertanyaan, bermain-main dengan anak kecil dan memberkati mereka, berdialog
dengan tokoh-tokoh agama Yahudi. Yesus mengajar murid-Nya tidak hanya pada satu lokasi
seperti di sebuah rumah saja. Ia mengajari mereka ketika di danau, di perahu, di perjalanan, di
bukit, di Bait Allah dan di sinagog, atau di tempat orang menderita (kusta, dirasuk setan Gerasa),
termasuk di taman Getsemane, di pengadilan Pilatus dan di Golgota. Dia mengajar di malam
hari, di pagi, di siang dan sore hari. Dia mengajar secara individual juga secara kelompok kecil,
kelompok sedang (tujuhpuluh murid) dan masa besar (4000 dan 5000 orang). Jika demikian,
kalau guru PAK ingin membimbing murid lebih mengenal siapa Yesus Kristus, agar menjadi
murid-Nya (bd Mat 28:19-20), maka keteladanan-Nya dalam mengajar harus terus menerus kita
Landasan ketiga ialah sifat remaja yang kita layani, sebagai pribadi-pribadi yang bertumbuh dan
berubah dalam segi fisik, kognitif, emosional dan sosial. Siswa remaja di tingkat SLTP yang
berusia sekitar 13/14-15/16 tahun, menginginkan kegiatan aktif secara fisik, belajar dengan
gerakan tubuh atau melakukan sesuatu. Mereka menyukai kegiatan yang ceria dan
menyenangkan (fun activities). Karena tengah berkembang dalam segi pola pikir dan
pemahaman, remaja menginginkan diskusi, tanya jawab, dialog dengan guru atau diantara
sesama rekannya. Didorong oleh rasa ingin tahu (curiosity), remaja biasanya ingin mencari
jawaban atas masalahnya sendiri, melalui penyelidikannya. Kegiatan belajar aktif melalui
penyelidikan sendiri atau bersama rekan-rekan, cocok bagi mereka. Karena sifat mereka yang
labil secara emosional, remaja membutuhkan variasi kegiatan belajar, termasuk suasana
juga patut kita dengarkan. Oemar Hamalik misalnya, mengemukakan ada sejumlah manfaat atau
3 – Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada gilirannya dapat
5 – Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan,
6 – Membina dan memupuku kerjasama antara sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara
8 – Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam
Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan dimana guru (pengajar) dan murid (pembelajar)
suatu aktivitas, guna mencapai tujuan yang dikehendaki. Dr Oemar Hamalik mengartikan
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur, yang saling mempengaruhi untuk mencapai
Salah satu unsur penting bagi guru PAK untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi
pembelajaran yang direncanakan dan dikelolanya ialah pemahaman tentang konsep atau teori
belajar. Kalau guru memahami bagaimana individu dapat belajar secara lebih efektif, maka ia
dapat membantu peserta didiknya mengalami kegiatan belajar dengan hasil optimal. Kalau guru
hanya menguasai bahan pengajarannya namun kurang mengerti cara efektif anak didik belajar,
maka hasil kegiatan yang dikelolanya tentu bisa kurang memuaskan. Untuk tujuan itu, guru perlu
terus belajar dari berbagai teori belajar, dan meninjau secara kritis dan konstruktif manfaatnya
Kegiatan belajar PAK di sekolah harusnya dalam suasana kelas yang aktif, kreatif dan
menyengkan (Pakem) sehingga tidak membuat murid tertidur. Seharusnya kegiatan itu membuat
siswa aktif, seperti: mendengar dan berbicara, melihat dan membaca, bahkan melakukan
peragaan atau melakukan suatu aktifitas. Diantara guru dan murid terjadi komunikasi multi arah.
Prof. Mohamad Surya mengemukakan pengajaran akan bersifat efektif jika (1) berpusat kepada
siswa yang aktif, bukan hanya guru; (2) terjadi interaksi edukatif diantara guru dengan murid; (3)
berkembang suasana demokratis; (4) metode mengajar bervariasi; (5) gurunya profesional; (6)
apa yang dipelajari bermakna bagi siswa; (7) lingkungan belajar kondusif serta (8) sarana dan
Bahwa guru PAK harus berusaha mengelola kegiatan belajar aktif bersama muridnya ialah
pertama, karena hakekat manusia sebagai pribadi yang dinamis. Alkitab mengemukakan bahwa
Tuhan Allah menciptakan manusia sebagai pribadi multidimensi, memiliki roh, hati/jiwa
(pikiran, perasaan/emosi, dan kehendak/kemauan), serta fisik (pancaindera) (bd. Kej 2:7; Ibr
4:12; 1 Tes 5:23). Ketika anak didik berkumpul di kelas, berarti guru harus melayaninya dalam
kemauan bahkan rohnya. Para murid juga harus mengalami kegiatan belajar itu sebagai
kelompok (komunitas) umat beriman kepada Tuhan Yesus Kristus. Dimana dua, tiga orang
berkumpul, di situ kehadiran Allah sangat nyata (bd Mat 18:19-20). Sikap kesatuan dan
Landasan kedua, Tuhan Yesus sendiri sebagai Guru Agung, mengajari dan melatih murid-murid-
Nya dengan kegiatan aktif. Ada banyak kegiatan yang dilakukan Yesus termasuk: memberikan
kotbah atau ceramah (Luk.6 ), mengemukakan perumpamaan (Luk. 14, 15, 16, 18, 20 dll),
melakukan perbuatan kasih (Luk. 19: 10), menyatakan perbuatan kuasa dan mujizat (Luk. ,
mengutus murid melakukan tugas tertentu (Luk. 9), mendengarkan dan menjawab pertanyaan
(Luk. 18: 18-26), bermain-main dengan anak kecil dan memberkati mereka (Luk. 18: 15-17),
berdialog dengan tokoh-tokoh agama Yahudi (Luk. 20: 1- 8). Yesus mengajar murid-Nya tidak
hanya pada satu lokasi seperti di sebuah rumah saja. Ia mengajari mereka ketika di danau, di
perahu, di perjalanan, di bukit, di Bait Allah dan di sinagog, atau di tempat orang menderita
(kusta, buta, dirasuk roh jahat), termasuk di taman Getsemane, di pengadilan Pilatus dan di
Golgota. Dia mengajar di malam hari, di pagi, di siang dan sore hari. Dia mengajar secara
individual juga secara kelompok kecil, kelompok sedang (tujuh puluh murid) dan masa besar
Jika guru PAK ingin membimbing murid lebih mengenal siapa Yesus Kristus, agar menjadi
murid-Nya (bd Mat 28:19-20), maka keteladanan Yesus dalam mengajar harus terus menerus
kita renungkan berdasarkan informasi dari Injil Lukas serta ketiga Injil yang lain (Matius,
Cara belajar siswa aktif adalah merupakan tantangan selanjutnya bagi para pendidik. Sebab ruh
dari KTSP yang diberlakukan sekarang ini adalah pembelajaran aktif. Dalam pembelajaran aktif
baik guru dan siswa sama-sama menjadi mengambil peran yang penting.
Guru sebagai pihak yang;
• merencanakan dan mendesain tahap skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam
kelas.
• membuat strategi pembelajaran apa yang ingin dipakai (strategi yang umum dipakai adalah
• membayangkan interaksi apa yang mungkin akan terjadi antara guru dan siswa selama
pembelajaran berlangsung.
• Mencari keunikan siswa, dalam hal ini berusaha mencari sisi cerdas dan modalitas belajar siswa
dengan demikian sisi kuat dan sisi lemah siswa menjadi perhatian yang setara dan seimbang
• Menilai siswa dengan cara yang tranparan dan adil dan harus merupakan penilaian kinerja serta
proses dalam bentuk kognitif, afektif, dan skill (biasa disebut psikomotorik)
• melakukan kegiatan pembelajaran secara sendiri atau berkelompok (belajar menerima pendapat
guest speaker)
Metode belajar aktif atau sekarang lumrah disebut sebagai metode PAKEM (pembelajaran
kreatif, aktif dan menyenangkan) saat ini mulai dirasakan pentingnya dikalangan praktisi
pendidik. Dikarenakan metode ini agaknya menjadi jawaban bagi suasana kelas yang kaku,
membosankan, menakutkan, menjadi beban dan tidak membuat betah dan tidak menumbuhkan
perasaan senang belajar bagi anak didik. Alih-alih membuat anak mau menjadi pembelajar
sepanjang hayat yang terjadi malah kelas dan sekolah menjadi momok yang menakutkan bagi
siswa.
Ada contoh-contoh tentang cara Yesus dalam pemakaian metode, misalnya Diskusi, kita lihat
dalam contoh Yesus diurapi oleh perempuan bedosa (Luk. 7:1-50), Metode Ceramah dipakai
dalam kotbah di Bukit (Luk. 6:20-26), Ada metode cerita seperti terdapat dalam Lukas 15 dan
masih ada cara lain yang memakai alat peraga, seperti menaruh seorang anak kecil di tengah-
tengah mereka (Luk. 18:15-17 ) Metode Tanya jawab seperti pada waktu percakapan dengan ahli
Dari contoh-contoh di atas, ada banyak hal yang bisa dipakai dalam pembelajaran aktif dan
kreatif serta inovatif. Yesus ahli sekali dalam hal memakai metode-metode dalam pengajaraNya.
J.M Price, dalam Buku Yesus Guru Agung mengatakan bahwa tentang pengajaran, metode-
metode itu rupanya hal yang biasa bagiNya, dan tumbuh dari keadaan dan kebutuhan1 Dan
metode-metode yang kita pakai sekarang semuanya telah dipakai Yesus walaupun saat itu dalam
bentuk yang sederhana. Metode pengajaran Tuhan Yesus merupakan sumbanngan yang besar
Dalam proses pembelajaran, sepertinya belum sempurna jika belum ada Evaluasi atau penilaian.
Sebab Evaluasi adalah sauatu alat untuk melihat apakah program yang direncanakann telah
tercapai, berharga atau tidak dan untuk melihat efisiensi pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi
dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan umpan balik bagi guru untuk mengukur
Evaluasi atau menguji hasil merupakan bagian dari kegiatan mengajar. Oleh sebab itu
dipertanggungjawabkan. Ada beberapa macam cara mengevaluasi, salah satu cara yang kuno
yang dipakai Yesus dalam pengajaranNya ialah dengan tanya jawab, dengan memilih jawaban
benar diantara dua atau tiga jawaban yang telah disediakan (Lukas 10: 36).
2. Janse Belandina Non Serrano, Profesionalisme Guru dan Bingkai materi Pendidikan Agama
Walaupun tidak begitu jelas dalam Yesus menggunakan evaluasi, namun Yesus juga mencari
jalan bagaimana untuk mengetahui hasil pengajaranNya. Dalam Injil Lukas kita menemukan satu
perikop, yaitu Lukas 10:1-12,17. Yesus menerima laporan tentang perjalanan pengutusan Injil
Menurut Janse Belandina Non-Serrano, dalam Buku Profesionalisme Guru dan Bingkai materi
memberikan gambaran atau bentuk evaluasi, yaitu : Pertama Elavuasi dilakukan dengan cara
kerja mandiri dengan mengambil contoh dari beberapa bagian teks Alkitab, dan yang kedua
mengisi kota potensi dan kelemahan yang berkaitan dengan kopetensi dan karakter guru. 1
Sedangkan Prinsip penilaian dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), antara lain
Jenis penilaian hasil belajarnya berdasarkan cakupan kompetensi yang diukur, yaitu melalui:
Ulangan Harian, Ulangan Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester dan Ulangan kenaikkan
Kelas. Berdasarkan sasaran, yaitu penilaian individu dan kelompok. Untuk lebih jelasnya
mengenai teknik penilaian, skala sikap dan angket, lihat lampiran yang telah penyusun
lampirkan.
Singkat kata, kita tidak boleh mengambaikan penilaian atau evaluasi, karena Evaluasi atau
penilaian itu sebagai umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kemampuan dan
kekurangan. Evaluasi juga untuk memantau kemajuan dan mendiagnosa kesulitan belajar siswa.
Sedangkan bagi guru, Evaluasi juga sebagai umpan balik untuk memperbaiki Proses Belajar
Mengajar (PBM), sebagai informasi untuk orang tua, komite sekolah tentang efektifitas
pendidikan. Evaluasi juga berfungsi sebagai alat untuk menetapkan penguasaan siswa, sebagai
Belakangan ini ada sebuah teori belajar aktif yang dinamakan teori holistik. Dave Meier dalam
bukunya The Accelerated Learning Handbook (Kaifa, 2002), mengemukakan bahwa konsep
guru mengenai siapa manusia yang diajarinya (murid) menentukan sekali terhadap kegiatan
Barat yang memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran. Aktivitas tubuh dan pikiran
dipisahkan dalam kegiatan belajar. Pembelajaran sangat kaku. Selain itu pembelajaran individual
amat ditekankan. Cara berpikir ilmiah pun sangat diutamakan. Peranan media cetak dalam
Dari penelitiannya, Dave Meier berpendapat bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni:
tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V), dan
pemikiran atau intelek (I). Bertolak dari pandangan ini ia mengajukan model pembelajaran aktif
yang disingkat SAVI – somatis, auditori, visual dan intelektual. Dengan pemahaman ini beliau
Sekarang, marilah kita simak pokok-pokok pikiran Meier, bagaimana prinsip kegiatan belajar
Pertama, belajar somatis, belajar dengan bergerak dan berbuat. Apa sajakah yang dapat
* Secara fisik menggerakkan berbagai komponen dalam suatu proses atau sistem
* Melakukan tinjauan lapangan. Lalu menuliskan, menggembar dan membicarakan apa yang
dipelajari.
Kedua, belajar auditori (A), kegiatan mendengar dan berbicara. Apa saja yang dilakukan dalam
kegiatan?
Ketiga, belajar visual (V), kegiatan melihat, mengamati, memperhatikan. Apa sajakah kegiatan
* Kreasi piktogram
* Pengamatan lapangan
* Dekorasi warna-warni
masalah. Ada sejumlah kegiatan terkait dengan pendekatan ini, antara lain:
* Pemecahan masalah
* Merumuskan pertanyaan
Teori dan prinsip belajar aktif di atas, perlu kita responi secara positif. Adalah benar bahwa
dalam kegiatan belajar berbagai aspek kedirian (persona) manusia harus dilibatkan. Allah sendiri
berbicara (mengajari) manusia dengan berbagai cara dan dalam pelbagai kesempatan (bd. Ibr
1:1-2; Ul 6:6-9). Allah menghendaki kita kreatif dalam merencanakan dan mengelola kegiatan
pembelajaran. Menilai hasil kegiatan itu tentunya juga jangan hanya dari satu aspek, seperti dari
Karena PAK terkait dengan masalah kerohanian atau spiritualitas, maka ia sedikit berbeda
dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran lainya. Alkitab mengajarkan manusia juga
memiliki roh, hati dan suara hati dalam dirinya. Jika roh manusia “dijamah” Allah yang adalah
Roh (bd Yoh 4:24), maka kegiatan belajar menjadi sangat aktif dan penuh makna. Kegiatan
belajar menjadi transformatoris, membawa perubahan dari dalam keluar (proses inside out). Jika
tidak demikian, yang terjadi ialah proses outside in atau dari luar ke dalam. Anak didik hanya
bersifat konformis terhadap apa yang diajarkan oleh guru kepadanya, dalam arti menerima
supaya mendapat nilai (angka) bagus! Bagaimana caranya supaya murid mengalami kehadiran
Roh Allah? Jawabnya, jika mereka menyambut Yesus ke dalam kehidupannya, karena
mendengarkan berita Injil secara jelas (bd Ef 1:13,14; 1 Kor 15:3,4; Rom 8:9-11). Karena itu
PAK perlu terus menjelaskan berita pengampunan dosa, berita anugerah kepada para siswa.
Kegiatan belajar PAK bersifat spiritual. Karena itu bersama murid, guru harus giat berdoa,
beribadah, memuji dan menyembah Dia. Guru PAK hanyalah hamba Tuhan. Dia hanya perantara
(imam) Sang Raja Kristus dengan murid (1 Ptr 2:9,10). Roh Kuduslah menjadi pengajar
sesungguhnya dalam diri orang percaya (Yoh 16:11-13; 1 Yoh 2:20,27). Pengakuan kita sebagai
guru, kepada Pribadi Roh Tuhan ini sangat penting. Kita juga berdoa supaya dipenuhi oleh-Nya
(Ef 5:18), dipimpin dan berjalan menunaikan karya bersama Dia (Gal 5:16-18). Kita juga harus
menjaga diri supaya tidak mendukakan Dia (Ef 4:30). Atau supaya tidak menghambat pekerjaan-
Nya (1 Tes 5:20). Kitab Kisah Para Rasul menyatakan bahwa ketika Roh Kudus hadir dan
bekerja dalam hidup komunitas orang percaya, maka proses pembelajaran berlangsung dengan
Guru PAK hendaknya jangan memandang rendah pengalaman spiritual siswanya juga
pergumulan yang dihadapinya. Iman Kristen yang diperlukan oleh siswa remaja dewasa ini ialah
yang sifatnya praktis, termasuk bagaimana menghadapi krisis dan konflik kehidupan di rumah, di
sekolah dan diantara kawan-kawan. Guru harus bersedia mendengar apa yang mereka alami dan
pergumulkan. Bahkan bersedia menyimak masalah mereka lebih dari yang diucapkan.
Selanjutnya guru menuntun mereka menemukan jawaban dari firman Tuhan. Mengajak murid
berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, mendoakan mereka, juga membukakan hati
Menjadikan diri teladan iman, adalah menjadi kerinduan siswa remaja yang kita layani. Siswa di
usia ini sangat gemar mengamati kehidupan tokoh-tokoh di sekitarnya, menilai apakah layak
didengar, diikuti atau tidak. Firman Tuhan sendiri mengatakan bahwa dalam melayani kaum
muda, para pelayan harus menjadi teladan, model kehidupan (live model) (bd. Ti 2:6,7). Guru
PAK harus menanamkan pengaruh melalui keteladanan hidupnya baik dalam perkataan dan
perbuatan mengajar.
Penutup :
Mempelajari teori belajar menurut konsep-konsep keilmuan dan teori pendidikan adalah penting.
Memahmi kebiasaan belajar yang kita amati dan terima dari masyarakat dan budaya juga harus
kita cermati. Budaya kita menekankan pengamatan dan peniruan dalam kegiatan belajar. Begitu
pula dengan pentingnya kelompok atau peran orang lain. Kita banyak belajar di dalam
kelompok.
Namun, hal itu jangan membuat kita meremehkan peran Roh Tuhan yang datang ke dunia
menyaksikan pekerjaan dan pribadi Yesus Kristus. Roh Kudus yang membuat orang mengerti
pengajaran Alkitab, yang kita perbincangkan bersama anak didik. Dimana Roh Kudus bekerja di
Bagian 10
"Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan
kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan
rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan
pada-Nya. Yesus tidak hanya datang untuk orang-orang tertentu di Timur Tengah tetapi Dia
datang untuk semua orang di dunia. Dia juga tidak datang untuk mendirikan suatu agama tetapi
membawa gaya hidup Kerajaan di dunia ini seperti di Surga. Jadi Dia memanggil kita untuk
belajar dari pengalaman-Nya akan suatu gaya hidup yang mengubah dunia.
Tuhan mau kita belajar dari Yesus yang datang untuk memanifestasikan gaya hidup Tuhan
kepada manusia. Kenapa kita harus belajar dari Yesus? Karena Yesus adalah seorang pembelajar
atau murid yang baik dan dalam proses pembelajaran-Nya, Dia telah menunjukkan kemampuan
untuk menjadi taat, mau dan rela untuk mengerjakan kehendak Tuhan, anugerah dibawah
penderitaan dan dengan kasih memanifestasikan Bapa kepada dunia yang Dia kasihi.
Untuk belajar dari Yesus kita perlu untuk meresponi panggilan-Nya PERTAMA-TAMA dan
membiarkan Dia membawa damai dalam saudara mempunyai arti bahwa saudara perlu berdamai
dengan Tuhan, diri saudara sendiri dan dengan yang lain BARU KEMUDIAN saudara bisa
masuk ke dalam proses pembelajaran yang alami tapi penuh kuasa. Hal ini dimulai dengan
memikul kuk-Nya yang punya arti bahwa kita perlu mendisiplinkan diri kita untuk jalan dalam
suatu kehidupan yang membawa beban yang sama dengan Yesus. Artinya ada proses
penyesuaian dari hidup kita kepada hidup Yesus melalui perjanjian atau covenant kita dengan
Dia. Kita tidak dapat belajar dari Dia kecuali kita hidup dalam covenant dengan Dia. Marilah
kita memeluk Salib itu dan memikulnya setiap hari. Hal inilah yang mendasari dasar panggilan
Kita perlu untuk mengerti bahwa tidak ada seorang pun yang dapat hidup melebihi
kedisiplinannya dan covenant dengan Tuhan adalah suatu disiplin untuk fokus dalam melakukan
bagian kita sebagai tanggungjawab kita sehingga Tuhan akan melakukan bagian-Nya dengan
yang terbaik dari pada-Nya. Jika saudara tidak bisa menerapkan kedisiplinan dari dalam melalui
salib maka yang saudara perlukan adalah kedisiplinan dari luar. Lebih baik menyerah pada
proses salib yang datang dari dalam sehingga saudara mati pada diri saudara sendiri dan mulai
hidup dalam kesesuaian dengan Yesus dari pada mencoba tanpa hasil untuk menyembunyikan
keangkuhan dan kenyamanan hidup kita di dalam. Karena jika kita memberi hidup kita pada
Tuhan, maka ini berarti tidak seorang pun yang akan dapat mengambilnya dari kita. Hukumnya
adalah ini bahwa tidak seorang pun akan dapat mengambil sesuatu dari apa yang saudara telah
beri. Lagi, kita perlu untuk membiarkan salib mengerjakan hidup kita sampai tuntas supaya kita
Yesus datang untuk mambagi hidup. Ini adalah pokok mendasar yang kita perlu untuk belajar:
BAGAIMANA HIDUP. Jadi ini tentang belajar kehidupan dan bukan belajar pengetahuan. Jadi
untuk belajar bagaimana hidup adalah dengan cara hidup dengan orang lain. Dan hidup dengan
orang lain kita perlu punya sikap hati yang benar dan hanya Yesus yang dapat mengajar kita
tentang kelemah-lembutan dan kerendahan-hati, Dia tidak hanya menjelaskan arti katanya dalam
teori tetapi melalui praktek kehidupan dalam cara yang sangat alamiah tentang kelemah-
hidup bersama adalah sama sekali salah sebab kelemah-lembutan dan kerendahan-hati hanya
datang secara alamiah melalui hubungan dengan sesama. Jadi kelemah-lembutan adalah
kemampuan untuk membawa kuasa dibawah kendali sehingga kita tidak akan memaksa apa yang
kita mau untuk orang lain tapi membiarkan Tuhan mengerjakan jalan-Nya sendiri dalam segala
sesuatu yang terjadi. Dan kerendahan-hati adalah kemampuan untuk menerima apa yang Tuhan
ijinkan terjadi dalam hidup kita, dalam aspek horisontal adalah kemampuan untuk menerima dan
mengakomodasi kesalahan orang lain tanpa menghakimi orang tersebut.
Saya kira tidak akan ada orang yang akan memandang rendah apa yang Yesus berikan karena
kita semua rindu untuk hidup dalam hubungan yang damai satu dengan yang lain.
Yesus memanggil setiap orang tanpa melihat agama, kebangsaan, bahasa dan suku untuk datang
dan belajar dari Dia. Saya pun ingin menyatakan undangan-Nya kepada semua orang tanpa
melihat agama dan falsafah yang dianutnya, ataupun latar belakangnya, dan bahkan Generasi X
untuk datang pada Yesus dan belajar dari Dia. Saudara punya hak untuk datang sebab Yesus
memanggil semua untuk belajar dari Dia gaya hidup Kerajaan. Selamat datang pada Pemuridan.
Bagian 4
KONSTRUKTIVISTIK
1. Pendahuluan
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang begitu pesat pada era
globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal. Perubahan itu telah berdampak pada setiap
aspek kehidupan, termasuk pada system pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan
yang luar biasa itu terbentuknya suatu ‘kumonitas global’, lebih parah lagi karena komunitas
global itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan: revulusi informasi telah
Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak bias lagi hanya bergantung pada
seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas social yang konstan. Manusia dipaksa secara
berkelanjutan untuk menilai kembali posisi sehubungan dengan factor-faktor tersebut dalam
rangka membangu sebuah konstruksi social-personal yang memungkin atau yang tampaknya
dalam dunia pengetahuan, teknologi, komunikasi serta konstruksi social budaya ini, maka kita
hasrus mengembangkan proses-proses baru untuk menghadapi masalah-masalah baru ini. Kita
tidak dapat lagi bergantung pada jawaban-jawaban masa lalu karena jawaban-jawaban tersebut
begitu cepatnya tidak berlaku seiring dengan perubahan yang terjadi. Pengetahuan, metode-
metode, dan keterampilan-keterampilan menjadi suatu hal yang ketinggalan zaman hamper
bersamaan dengan saat hal-hal ini memberikan hasilnya. Degeng (1998) menyatakan bahwa kita
telah memasuki era kesemrawutan. Era yang datangnya begitu tiba-tiba dan tak seorang pun
mampu menolaknya. Kita harus masuk di dalamnya dan diobok-obok. Era kesemrawutan tidak
dapat dijawab dengan paradigma keteraturan, kepastian, dan ketertiban. Era kesemrawutan harus
dijawab dengan paradigma kesemrawutan. Era kesemrawutan ini dilandasi oleh teori dan konsep
konstruktivistik; suatu teori pembelajaran yang kini banyak dianut di kalangan pendidikan di AS.
Unsure terpenting dalam konstruktivistik adalah kebebasan dan keberagaman. Kebebasan yang
dimaksud ialah kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan pa yang mampu dan
mau dilakukan oleh si belajar. Keberagaman yang dimaksud adalah si belajar menyadari bahwa
individunya berbeda dengan orang/kelompok lain, dan orang/kelompok lain berbeda dengan
individunya.
Alternative pendekatan pembelajaran ini bagi Indonesia yang sedang menempatkan reformasi
sebagai wacana kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan hanya di bidang pendidikan,
melainkan juga di segala bidang. Selama ini, wacana kita adalah behavioristik yang berorientasi
pada penyeragaman yang pada akhirnya membentuk manusia Indonesia yang sangat sulit
menghargai perbedaan. Perilaku yang berbeda lebih dilihat sebagai kesalahan yang harus
dihukum. Perilaku manusia Indonesia selama ini sudah terjangkit virus kesamaan, virus
keteraturan, dan lebih jauh virus inilah yang mengendalikan perilaku kita dalam berbangsa dan
bernegara.
Longworth (1999) meringkas fenomenan ini dengan menyatakan: ‘Kita perlu mengubah focus
kita dan apa yang perlu dipelajari menjadi bagaimana caranya untuk mempelajari. Perubahan
yang harus terjadi adalah perubahan dari isi menjadi proses. Belajar bagaimana cara belajar
untuk mempelajari sesuatu menjadi suatu hal yang lebih penting daripada fakta-fakta dan
Oleh karena itu, pendidikan harus mempersiapkan para individu untuk siap hidup dalam sebuah
dunia di mana masalah-masalah muncul jauh lebih cepat daripada jawaban dari masalah tersebut,
di mana ketidakpastian dan ambiguitas dari perubahan dapat dihadapi secara terbuka, di mana
berkelanjutan menyesuaikan hubungan mereka dengan sebuah dunia yang terus berubah, dan di
mana tiap-tiap dan kita menjadi pemberi arti dari keberadaan kita. Beare & Slaughter (1993)
menagaskan, ‘Hal ini tidak hanya berarti teknik-teknik baru dalam pendidikan, tetapi juga tujuan
baru. Tujuan pendidikan haruslah unutk mengembangkan suatu masyarakat di mana orang-orang
dapat hidup secara lebih nyaman dengan adanya perubahan daripada dengan adanya kepastian.
Dalam dunia yang akan datang, kemampuan untuk menghadapi hal-hal baru secara tepat lebih
Kebutuhan akan orientasi baru dalam pendidikan ini terasa begitu kuat dan nyata dalam berbagai
bidang studi, baik dalam bidang studi eksakta maupun ilmu-ilmu social. Para pendidik, praktisi
pendidikan dan kita semua, mau tidak mau harus merespon perubahan yang terjadi dengan
mengubah paradigma pendidikan. Untuk menjawab dan mengatasi perubahan yang terjadi secara
Thornike, salah seorang penganut paham behavioristik, menyatakan bahwa belajar merupakan
dengan respon ® yang diberikan atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini didasarkan
pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti
kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbeagai situasi yang diberikan seekor
hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada
kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia
menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat
dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon.
Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi
antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (1990:14) teori Thondike ini
terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hokum-hukum berikut: (1) Hukum
latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon serting terjadi, maka
asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hokum ini adalah semakin sering suatu
pengetahuan – yang telah terbentuk akibat tejadinya asosiasi antara stimulus dan respon – dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu
apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka
asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan
oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan
Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hamper senada dengan
hokum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
stimulus – respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini
menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif sebagai stimulus,
apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan
terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negative adalah stimulus yang
kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri.
Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan
organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui
proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si
belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab
terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan.
Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan
kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan
berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari
mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan
pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3)
menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa
pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar
dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan
refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam
menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan
memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan
perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the
construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi
terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun
pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian
atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi
Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang
baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan
demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga
cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara
asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi
ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan
mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses
equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai
scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan
selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan
memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat
berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa
dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
(2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai
keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih
antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam
kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian
itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses
regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan
Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan
pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda
(sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal
development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural.
Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari
pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky,
funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks
budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-
tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya
atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal
sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial
yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa
atau teman sebaya yang lebih mampu. Pengetahuan berjenjang tersebut seperti pada sekema
berikut.
4. Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik
Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran
Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan
intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-
satuan pelajaran.
Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah
perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap
topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya
sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya
sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar
ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak
menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi
yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah
dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan
Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-
gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk
meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b)
konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka
benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila
ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan
gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana
yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk
mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau
guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka
konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu
memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi
menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut
dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji
penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah
berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi
terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar
resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya
menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan
5. Penutup
Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengatasi beraneka ragam persoalan dalam pembelajaran
yang semakin rumit, maka pembelajaran behavioristik yang selama ini telah digunakan selama
bertahun-tahun, tampaknya tidak mampu lagi menjawab semua persoalan pembelajaran, maka
perlu mencari alternatif pembelajaran yang lebih mampu mengatasi semua persoalan
pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pendekatan konstruktivistik yang telah diuraikan.
Alkitab seringkali menyebutkan berbagai cara Tuhan Yesus mengajar, ada khotbah di bukit,
berdialog dengan para ahli taurat di dalam bait Allah pada usia 12 tahun, berjalan bersama dua
orang murid ke Emaus, pada peristiwa perempuan yang melacurkan diri dan banyak lagi, semua
Dina Gasong
Rujukan
G. ^ [Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand
Mc. Nally]
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little,
Light, G. and Cox, R. 2001. Learning and Teaching ini Higher Education. London: Paul
Chapman Publising
Slavin, R.E. 1991. Educational Psychology. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn
and Bacon
• Block, James H. (1971) Mastery learning : Theory and practice. New York : Holt, Rinehart and
Winston, Inc.
• Suwatno, Dr, M.Si. 2008, Mengatasi kesulitan belajar melalui klinik pembelajaran :
Disampaikan pada Workshop Evaluasi dan Pengembangan Teaching Klinik bagi dosen Fakultas
• Suratin GM, Drs. 2000. Pengaruh pendekatan andragogi mastery learning secara terpadu
terhadap prestasi belajar mahasiswa penyetaraan D II PGSD guru kelas pada mata kuliah
Kategori tersembunyi: Artikel yang perlu dirapikan | Artikel yang belum dirapikan Juni 2009
[1] Bahan diskusi bersama Guru PAK tingkat SLTP Jawa Barat, di Bandung, Kamis, 6 April
2006.
Agama Kristen berkaitan erat dengan pengembangan kreativitas dan kompetensi para guru PAK. Untuk
mengajarkan agama kristen terutama dalam lembaga sekolah dan jemaat (gereja) di era atau abad baru
dewasa ini. Ada tiga lembaga yang melaksanakan PAK yaitu keluarga, gereja dan sekolah. Dalam PAK,
tugas pendidik diserahkan kepada satu atau semua lembaga secara tersebar. Secara etimologis, istilah
pendidikan dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan dari bahasa Inggris yakni Education, yang
sebenarnya dari bahasa Latin yaitu ducere yang berarti membimbing (to lead) dan di awali dengan kata
e berarti keluar.1 Oleh karena itu, pendidikan artinya suatu tindakan atau proses untuk membimbing
keluar dari suatu keadaan tertentu menuju ke keadaan yang lebih baik. Pengertian Pendidikan di lihat
berdasarkan perkembangan zaman dan sesuai dengan waktu, adapula perspektif masa lampau yakni
salah satu tugas penting pendidikan adalah menjamin pengetahuan sebagai warisan masa lampau yang
dapat terpelihara dan dimungkinkan tersedia bagi kehidupan masa kini, sedangkan perspektif masa kini
adalah proses atau aktivitas yang sedang berlangsung pada masa sekarang untuk mendapatkan dan atau
menemukan sesuatu. Pada hakikatnya, masa kini merupakan sumber pengetahuan pada dirinya sendiri.
Pada akhirnya perspektif masa depan adalah penunjuk arah ke mana usaha (pendidikan) akan di bawa
atau di tuju.2 Berdasarkan pandangan di atas, pendidikan memiliki tiga dimensi waktu yaitu perspektif
masa lampau, masa kini dan masa depan. Pada ketiga dimensi ini, saling berkaitan satu dengan lainnya
karena perspektif masa lampau menjadi bekal bagi perspektif masa kini dan perspektif masa kini bisa
menjadi pedoman untuk menuju ke perspektif masa depan. Tujuan pendidikan 1 Sumiyatiningsih,
Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik, 2-4. 2 Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik, 6-
7. 7 berdasarkan perkembangan zaman dan waktu, pendidikan memiliki tujuan yang pasti, yaitu
membimbing keluar untuk menjadi lebih baik. Pendidikan dalam arti membimbing keluar memang
merupakan aktivitas yang di arahkan ke masa depan, menuju horizon yang melampaui keterbatasan
manusia masa kini. Sehingga asumsi penting untuk dimensi waktu ini adalah kita ingin dan hendak
mencapai masa depan yang berguna. Oleh karena itu, proses pendidikan yang kita lakukan merupakan
hal yang vital dan perlu dilakukan dalam aktivitas pendidikan, yakni transformasi atau pembaharuan dari
masa lampau ke masa kini menuju masa depan.3 Sementara itu pengertian pendidikan dari Groome
yang mengacu pada Lawrence Cremin yang mendefinisikan pendidikan sebagai usaha yang sadar,
apapun dari usaha tersebut.4 Setelah kita memahami pengertian pendidikan kita akan membahas
kaitannya dengan agama. Sejauh pendidikan bertujuan untuk menggerakkan manusia untuk melampaui
keterbatasan masa kini menuju realisasi kemungkinan dan potensi secara penuh, kita dapat mengatakan
bahwa semua pendidikan, setidaknya secara implisit, adalah suatu pencarian atau upaya pencapaian
terhadap yang transenden. Seorang tokoh Kristen, David Tracy mengakui bahwa tidak ada satu definisi
tunggal mengenai fenomena manusia yang dapat dibuat dan mencakup isi yang umum yang dapat di
sepakati semua pihak yang disebut sebagai agama.5 Namun kita dapat mendefinisikan agama sebagai
upaya pencarian terhadap yang transenden, dimana hubungan seorang dengan suatu dasar keberadaan
yang mutlak dibawa ke dalam kesadaran sehingga agama di beri ekspresi (perwujudan). Pada
hakikatnya, setiap orang mempunyai kesadaran religius, yakni kesadaran akan adanya kodrat
Nuhamara, Pembimbing PAK (Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Of Media, 2007), 16. 5
Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik, 8. 8 terhadap relasi dengan yang supranatural
tentunya di beri wujud dalam bentuk yang bermacam-macam.6 Dengan pemahaman seperti itu,
pendidikan agama dapat dikatakan sebagai suatu usaha yang sengaja untuk memahami dan menghayati
dimensi kehidupan yang transenden. Dengan adanya pendidikan, kata agama merujuk pada
kebersamaannya dengan semua usaha pendidikan yaitu suatu ikatan yang penting untuk dipertahankan.
Pendidikan yang baik perlu mempertahankan pendidikan yang mengutuhkan manusia (holistic) yang
mencakup aspek kognitif, afektif dan tingkah laku, karena dengan begitu kita akan menyadari bahwa arti
pendidikan itu sebetulnya jauh lebih luas daripada sekedar usaha persekolahan.7 Agama dapat
dibicarakan secara umum, namun dalam kenyataannya, agama mendapatkan ekspresi/perwujudan pada
manivestasi histori yang bersifat khusus karena secara harafiah tidak ada agama secara umum. Jika
pendidikan agama dilakukan oleh dan dari tradisi agama tertentu, tradisi agama itulah yang sebetulnya
menamai dan mencirikan pendidikan agama tersebut. Dengan demikian jika pendidikan agama
dilakukan oleh persekutuan agama Kristen dan dari perspektif agama Kristen, istilah yang tepat untuk
menyebutnya adalah pendidikan agama kristiani. Jadi makna kata Kristen dalam istilah Pendidikan
Agama Kristen (PAK) adalah pendidikan agama tersebut dilakukan oleh persekutuan iman Kristen dan
dari perspektif kristiani.8 Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Kristen
adalah proses mendidik atau membimbing keluar dari masa lampau dan berproses pada masa kini
sehingga mampu menuju ke masa depan yang berguna dalam pembangunan dan pengembangan iman
kristiani dari pendidik maupun peserta didik. 6 Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik,
9. 7 Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik, 8-9. 8 Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan
Kreatif dan Menarik, 12. 9 II. Pengertian Gereja Gereja secara umum adalah pedoman belajar rohani
bagi setiap orang yang berada di dalamnya. Di dalam gereja, setiap orang yang berada didalamnya
berproses bersama dalam pengembangan dan pertumbuhan spiritualitas pribadi mereka. Dalam bahasa
inggris, kata gereja adalah Church yang berasal dari bahasa Kuriakon yang berarti “Milik Tuhan”. Kata ini
biasa digunakan untuk menunjukkan hal-hal lainnya seperti tempat, orang-orang, atau denominasi yang
menjadi milik Tuhan.9 Dalam perspektif Perjanjian Baru, gereja memiliki kedudukan yang penting.
Menurut Yesus, gereja mendapat tempat yang utama. Yesus mengatakan bahwa kedatangan-Nya ke
dunia adalah untuk membangun gereja di atas dasar pengakuan bahwa Dia adalah Mesias Anak Allah
(Matius 16:18). Yesus juga mengungkapkan bahwa gereja berperan penting sebagai wadah restorasi
umat (perdamaian).10 Jika gereja berperan penting sebagai perdamaian, maka perlu di perhatikan lagi
arti misi sekular gereja. Persoalan mengenai peranan gereja dalam situasi sekarang ini adalah persoalan
misi. Tanpa misi gereja, tak akan pernah menjangkau peranan gereja didalam dunia dewasa ini. Yang
diungkapkan Colin Williams bahwa gereja harus keluar dari introvert dan memusatkan diri ke arah
perhatian terhadap pelayanan kepada dunia. Karena itu misi gereja yang relevan dalam situasi dunia
sekular adalah misi gereja yang bekerja dalam struktur dunia. Selain itu, misi gereja juga berjuang untuk
mentransformasikan struktur yang menindas kearah struktur yang adil dan membebaskan.11 Secara
sosiologis, gereja adalah suatu persekutuan sosial yang mempunyai ciri khas yang membedakannya
dengan persekutuan lainnya. Secarateologis, gereja sebagai persekutuan orang percaya. Yang
mempersekutukan mereka adalah kepercayaan dan imannya kepada Allah 9 Charles C Ryrie, Teologi
Dasar: Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab ( Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1986), 143.
10 Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik, 27-28. 11 Yusak B. Setyawan, Gereja, Politik
dan Etika (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW,2013), 5-6. 10 yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus.
Inilah yang kita sebut sebagai iman Kristen (iman kristiani).12 III. Pendidikan Agama Kristen dalam
Konteks Gereja PAK adalah salah satu tugas dan tanggungjawab gereja bagi perkembangan dan
pertumbuhan rohani jemaat. Dari sekian banyak tugas dan tanggungjawab gereja, secara khusus gereja
harus menitikiberatkan PAK sebagai tugas penting gereja karena Tuhan telah memberikan amanat
kepada gereja supaya mengajar. Oleh karena itu, PAK harus dikerjakan selayaknya dan sewajarnya
terhisap dalam tugas gereja yang sah, sehingga harus dilaksanakan bersama dan oleh seluruh anggota
jemaat.13 PAK menjadi keharusan bagi seluruh jemaat untuk mengikutsertakan diri dalam
perkembangan serta petumbuhan iman jemaat karena didalam PAK kita didik dan mendidik. Di dalam
pendidikan, ada proses belajar dan mengajar, ada peserta didik dan pendidik. Tentunya pendidikan yang
diadakan di gereja sebaiknya perkategori sehingga adanya efektifitas jemaat dalam melakukan proses
belajar serta mengajar dalam gereja. Dengan demikian dapat dikembangkan pelayanan-pelayanan baru
yang relevan berdasarkan kebutuhan, selama ini telah dikembangkan pelayanan kategorial berdasarkan
usia. Dalam perkembangan keadaan masa kini, pelayanan kategorial tersebut telah menjadi klasifikasi
tersendiri karena setiap kategori ternyata memiliki signifikan maupun kebutuhan yang sangat khas
berdasarkan usia mereka masing-masing. Misalnya pelayanan untuk anak-anak (sekolah minggu), untuk
pendidikan kaum remaja dan pemuda, relative lebih muda karena gereja menyadari adanya kekhasan
itu, masa remaja dan pemuda adalah masa perpindahan ke arah dewasa; suatu masa yang rawan dan
perlu pelayanan tersendiri. Dan 12 Nuhamara, Pembimbing PAK, 7. 13 Homroghausen dan I.H Enklaar,
Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 20-21. 11 selanjutnya pendidikan kristiani
untuk kaum dewasa yang merupakan pelayanan kategorial yang masih baru.14 Berdasarkan penjelasan
itu, penulis memfokuskan kepada tugas dan peran gereja dalam pelayanan kategorial terhadap remaja.
Oleh karena itu, penulis memilih psikologi perkembangan menjadi model pembelajaran sebagai
informasi bagi proses pendidikan di gereja. Berikut ini akan dijelaskan periode perkembangan psikologi
dari anak usia batita sampai remaja. 1. Periode Bayi (0-2 tahun) Secara umum dari beberapa penelitian
indra seorang bayi yang baru lahir telah berkembang sejak awal sehingga bayi telah memiliki
kemampuan sensoris dan persepsi walaupun masih terbatas dalam taraf tertentu. Kemampuan ini
sangat berkatian dengan informasi dan panca indera. Menurut pandangan Ekologi dari Gibson, individu
secara langsung mempersepsikan informasi yang ada didunia sekitarnya. Persepsi dirancang untuk
tindakan, misalnya memberikan informasi kepada individu seperti kapan dia harus mengulurkan tangan
untuk meraih sesuatu.15 Persepsi menyeluruh adalah kemampuan untuk mengaitkan dan
mengintegrasikan informasi dari dua atau lebih pengalaman sesnsoris seperti penglihatan dan
pendengaran. Berdasarkan penelitian dari Spelke menunjukan bahwa bayi berusia empat bulan sudah
memiliki persepsi menyeluruh. Secara umum kemampuan persepsi menyeluruh makin meningkat
seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman bayi.16 Untuk periode ini perkembangan kognitif
bayi ada pada tahap sensorimotorik. Pada tahap ini bayi membentuk pemahaman tentang sekitarnya
dengan mengkoordinasikan pengalaman sensoriknya, seperti melihat dan mendengar dengan tindakan
fisik motoriknya. Baru pada 14 Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik, 34-35. 15
Christiana Hari Soetjiningsih, Seri Psikologi Perkembangan: Perkembangan Anak – Sejak Pembuahan
Sampai dengan Kanak-Kanak Akhir (Jakarta: KENCANA, 2012), 129. 16 Christiana, Seri Psikologi
Perkembangan, 136. 12 akhirnya tahapan sensorimotor, anak usia dua tahun sudah mampu
menghasilkan pola-pola sensorimotor yang kompleks dan menggunakan symbol-simbol primitif dan
anak mulai memahami bahwa objek-objek terpisah dari dirinya dan bersifat permanen.17 Anak yang
sudah memiliki kemampuan untuk menghasilkan pola-pla sensorimotorik. Namun tidak hanya
perkembangan anak secara biologis dan kognitif yang diperhatikan, perkembangan sosial emosional juga
individu kelak dengan berhubungan positif dengan perkembangan aspek-aspek lainnya. Emosi pada bayi
adalah sarana yang digunakan untuk berkomunikasi. Pengalaman ini sangat penting karena masa bayi
merupakan periode yang peka untuk perkembangan kepribadian.18 2. Periode Kanak-Kanak Awal (2-6
tahun) Umumnya orang tua menganggap masa ini sebagai usia bermasalah atau usia sulit karena pada
masa ini sering terjadi masalah perilaku sebagai akibat karena anak sedang dalam proses perkembangan
kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan.19 Masa ini sangat rawan bagi orangtua dalam
mendidik anak karena proses perkembangan anak pada masa ini cukup sensitif bagi anak usia 2-6 tahun.
Pada usia ini, anak mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam ketrampilan motorik, baik
ketrampilan motorik kasar yang melibatkan otot-otot besar seperti berlari, melompat, memanjat, dll.
Juga ketrampilan motorik halus sebagai hasil koordinasi otot-otot kecil dengan mata dan tangan seperti
menggambar, menggunting dll.20 Pada masa ini secara tidak langsung anak telah dilatih untuk
menentukan kemampuan mereka baik melalui ketrampilan motorik kasar maupun lembut. Dalam
perkembangan anak, perkembangan otak pada anak terus 17 Christiana, Seri Psikologi Perkembangan,
sepesat masa bayi, namun pada masa kanakkanak awal otak terus bertumbuh. Pada usia ini, cara
berpikir anak ditandai dengan kreativitas, bebas dan penuh imaginasi/daya/khayal seperti menggambar
langit dengan warna hijau, pohon warna ungu, mobil berjalan diatas awan.21 Menurut Piaget, pada
tahap ini pemikiran anak makin kompleks dan mampu menggunakan pemikiran simbolis. Pada berpikir
simbolis, anak mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara mental suatu objek yang
tidak ada.22 Oleh karena itu, pada periode ini, anak ada dalam proses berpikir yang tinggi dan ditandai
dengan karya mereka melalui bagaimana mereka berimajinasi dengan cara mereka berpikir serta
membayangkan banyak hal. Dan ini adalah ciri mereka berkesistensi pada dirinya sendiri. Tidak hanya
perkembangan pola pikir anak yang diperhatikan, perkembangan sosial emosional anak juga perlu
diperhatikan. Perkembangan sosial dan emosional anak berkaitan dengan kapasitas anak untuk
Perkembangan sosial-emosional yang positif serta baik merupakan predaktor untuk kesuksesan dalam
bidang akademik, kognitif, sosial dan emosional dalam kehidupan anak selanjutnya.23 Perkembangan
anak pada tahap ini adalah awal dalam proses pembentukan karakter anak karena berdasarkan
penjelasan diatas, proses perkembangan ini mencakup beberapa hal penting dalam tumbuh kembang
anak selanjutnya, sehingga peran orang tua, keluarga serta lingkungan sangat mempengaruhi
perkembangan anak. Oleh karena itu Menurut Santrock, perkembangan emosi dan sosial tidak terlepas
dari peran dan fator-faktor keluarga, relasi anak dengan teman sebayanya dan kualitas bermain yang
dilakukan bersama 21 Christiana, Seri Psikologi Perkembangan, 193. 22 Christiana, Seri Psikologi
Namun yang menjadi kendala adalah banyak orang tua yang tidak memahami perkembangan sosial-
emosional anak diperngaruhi oleh pengalaman-pengalaman awal. Terlepas dari itu, pada masa ini,
menurut Hurlock, keingintahuan anak tentang masalah-masalah agama menjadi besar dan anak senang
mengajukan banyak pertanyaan dan anak akan menerima jawaban dari pertanyaan mereka tanpa ragu-
ragu. Hal ini membuat anak meminati agama lebih bersifat egosentris, contohnya: menurut anak, Santa
Klaus akan datang membawa hadiah setiap malam natal sesuai dengan apa yang mereka inginkan.25
Artinya, anak menerima semua keyakinannya dengan unsur yang tidak nyata. Cerita-cerita dongeng
dalam alkitab mampu menarik perhatian mereka sehingga anak-anak sangat senang jika dilibatkan
dalam hal-hal seperti mengikuti sekolah minggu. 3. Periode Kanak-Kanak Akhir (6-12 Tahun) Masa
kanak-kanak akhir dimulai dari usia enam tahun sampai kira-kira usia 12 tahun atau sampai tiba saatnya
individu menjadi matang secara seksual. Orang tua umumnya menganggap masa ini merupakan usia
yang menyulitkan karena anak tidak mau lagi menuruti perintah orang tua dan lebih banyak dipengaruhi
oleh teman sebayanya dan lingkungan.26 Pada masa ini, anak diperhadapkan dengan banyak pilihan
karena perlahan-lahan mereka mulai berada diluar pengawasan orangtua dan hal ini membuat orangtua
berpikir bahwa ini adalah masa sulit. Pada perkembangan ini, emosi dan sosial adalah proses
berkembanganya kemampuan anak untuk menyesuaikan diri terhadap dunia sosial yang lebih luas, pada
masa ini, anak menjadi lebih peka terhadap perasaannya sendiri dan perasaan orang lain. Mereka dapat
lebih baik mengatur ekspresi emosionalnya dalam situasi sosial dan mereka dapat merspons tekanan
emosional orang lain.27 24 Christiana, Seri Psikologi Perkembangan, 213. 25 Christiana, Seri Psikologi
Perkembangan, 246. 26 Christiana, Seri Psikologi Perkembangan, 247-248. 27 Christiana, Seri Psikologi
Perkembangan, 264. 15 Secara khusus, perkembangan minat terhadap agama, anak pada usia ini
ditandai melalui minat mengikuti upacara keagamaan makin kuat, kemampuan menalar makin
meningkat, mulai muncul kebingungan dan keraguan yang cenderung melemahkan kepercayaan dan
minat pada doa biasanya berkurang karena merasa sebagian besar doanya tidak terjawab. Keagamaan
anak dipengaruhi oleh tingkah laku keagamaan orangtua sehingga peran orang tua sangatlah penting
bagi pengembangan anak dalam keagamaan. 4. Periode Remaja Remaja sering disebut sebagai
adolescence yang berasal dari bahasa latin, yakni adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh
menjadi dewasa”. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,
emosional, sosial dan fisik.28 Masa ini tentunya mengalami banyak hal karena mencakup kematangan
dalam segala aspek. Sehingga masa ini sering disebut sebagai masa yang penting. Pada dasarnya semua
masa yang dilewati adalah masa yang penting namun pada tingkatannya memiliki perbedaan
kepentingan karena masa ini adalah masa transisi. Transisi merupakan tahap peralihan dari satu tahap
ke tahap berikutnya. Maksudnya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan membekas pada apa yang
terjadi sekarang dan yang akan datang. Jika seorang anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa, dia harus meninggalkan segala hal yang bersifat kekanakkanakan dan mempelajari pola tingkah
laku dan sikap baru.29 Pada tahap ini, remaja diperhadapkan dengan suatu realita yang harus diterima
yakni berpindah dari masa kanak-kanak ke masa yang penting dan melewati masa transisi dengan semua
ingatan pada masa kanak-kanak namun harus beranjak ke masa yang bisa dikatakan masa dewasa awal.
28 Muhamad Al-Mighwar, Psikologi Remaja (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 55. 29 Muhamad Al-
Mighwar, Psikologi Remaja, 63. 16 Pada masa ini juga sering disebut sebagai masa yang tidak realistik.
Pandangan subiektif cenderung mewarnai remaja. Mereka memandang diri sendiri dan orang lain
berdasarkan keinginannya dan bukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, apalagi dalam hal
citacita. Selanjutnya, dia akan memandang diri sendiri, keluarga, temanteman dan kehidupan pada
umumnya secara realistik, sejalan dengan pengalaman pribadi dan sosial yang semakin meningkat serta
kemampuan untuk berpikir rasional. Sisi positif dari masa ini adalah, dia tidak mudah kecewa seperti
saat sebelumnya.30 Sepanjang masa remaja, minat yang dibawa dari masa kanakkanak cenderung
berkurang dan digantikan dengan minat yang lebih matang. Selain itu, mayoritas remaja memperoleh
nilai yang berbeda dan yang lebih matang. Hal ini Nampak dalam pertumbuhan dan perkembangan
mereka seperti cara pandangan subyektif dan pada umumnya secara realistik. Namun, minat pada
agama menjadi sesuatu yang tidak realistic dari awal tetapi pada umumnya semua remaja memiliki
minat pada agama mereka masing-masing. Hal ini membuat mereka lebih kritis relaistis dalam berpikir
dan memahami tentang keyakinan mereka karena hal ini bersifat pencarian terhadap yang
transenden.31 Seringkali dengan gampang, banyak orang mendefinisikan remaja sebagai periode/masa
transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa. Konsep remaja berasal dari bidang ilmu sosial seperti
Antropologi, Sosiologi, Psikologi dan Paedagogi. Konsep remaja juga merupakan konsep yang relatif
baru. Remaja ditinjau dari sudut perkembangan fisik seorang anak. Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-
ilmu terkait, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik untuk mencapai kematangan. Masa
pematangan fisik ini berjalan kurang lebih 3-4 tahun. Berkisar pada anak usia 13-17 tahun.32 30
Muhamad Al-Mighwar, Psikologi Remaja, 67. 31 Muhamad Al-Mighwar, Psikologi Remaja, 107. 32 Sarlito
Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), 2-6. 17 Seorang tokoh
psikolog, bernama F Neidhart melihat masa remaja sebagai masa peralihan ditinjau dari kedudukan
ketergantungannya dalam keluarga menuju ke kehidupan dengan kedudukan mandiri. Ada juga seorang
psikolog, E.H. Erikson mengemukakan bahwa timbulnya perasaan baru tentang identitas daripada masa
remaja. Terbentuknya gaya hidup tertentu sehubungan dengan penempatan dirinya, yang tetap dapat
dikenal oleh lingkungan walaupun mengalami perubahan pada dirinya maupun kehidupan seharihari.33
Oleh karena itu, jika dilihat berdasarkan psikologi perkembangan khususnya remaja, gereja sebaiknya
berperan penting dalam pendidikan anak usia remaja karena usia 13-17 tahun adalah masa dimana anak
mencari identitas. Pada usia ini, anak memasuki tahapan kematangan intelek. Dia mulai mampu berpikir
jauh melebihi dunia nyata dan keyakinannya sendiri, yaitu memasuki dunia ide-ide. Tahap ini merupakan
awal berpikir hipotesis-deduktif yang merupakan cara berpikir ilmiah.34 Remaja mulai berpikir lebih
umum ke khusus dengan begitu banyak pertanyaan karena pada masa ini remaja mulai memiliki
perasaan ingin tahu dan memiliki perasaan mencoba yang sangat tinggi. Berdasarkan teori psikologi
perkembangan anak, masing-masing anak memiliki perkembangan yang berbeda-beda baik dalam
perkembangan kognitif, afektif, motorik, sosio-emosional, dll. PAK perlu memmperhatikan agar
pengajaran setiap anak sebaiknya berbasis kategorial sehingga kebutuhan setiap anak memiliki cara
pemahaman mereka sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan mereka pada usia perkembangan
mereka. Pada saat ini remaja berada dalam situasi: di satu sisi ingin memiliki identitas pribadi, namun
disisi lain dia juga ingin menyisihkan rasa kekaburan identitasnya. Mereka diperhadapkan dengan
banyak pilihan untuk dipilih menjadi identitas yang konsisten. Identitas tersebut 33 Singgih D. Gunarsa
dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1983), 202-203. 34 Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik, 126. 18 meliputi tiga bidang
konsep diri yaitu seksualitas, pekerjaan/panggilan dan sosial. Implikasinya, mereka ingin tahu siapa
dirinya, kemana hidup diarahkan dan hubungan dengan orang lain.35 Pada tahap ini, remaja takut
mendefinisikan dirinya sendiri karena diperhadapkan dengan begitu banyak realitas yang ada. Menurut
Fowler, taraf iman remaja ini disebut sebagai sintesis konvensional. Disebut sintesis karena tidak
reflektif dan unsur-unsurnya tidak analitis, namun dipersatukan dalam keseluruhan struktur global.
Disebut konvensional karena barbagai unsur keyakinan religious didapatkan dari orang lain sehingga
bersifat solider dan comform dengan sistem masyarakat. Remaja membentuk sikapknya terhadap hidup
melalui apa yang dipercaya keluarganya sendiri, menuju kepada pandangan-pandangan diluar diri dan
keluarganya. Para pendidik, dalam hal ini gereja harus dapat menolong para remaja agar mereka dapat
memperoleh orientasi diberbagai bidang secara lebih luas dan mengintegrasikan berbagai informasi
maupun nilai-nilai untuk pembentukan kepribadian, identitas, maupun pandangan hidupnya.36 Oleh
karena itu, PAK menjadi lebih efektif jika proses pengajarannya berbasis kategorial sehingga
pemahaman anak sebagaimana yang diajarkan bisa memenuhi kemampuan anak dalam memahami
maupun ketika anak mencoba untuk mengerti apa yang diajarkan sesuai dengan kepentingan anak
dalam menangkap materi yang disampaikan guru. 35 Sumyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan
c. Jenis-Jenias Belajar
Ada beberapa jenis kegiatan yang terdapat dalam proses belajar. Kegiatan ini memiliki corak yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya, baik dalam aspek materi dan metodenya maupun aspek
tujuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam
dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan manusia yang juga bermacam-macam.
Fadilah Suralaga dkk. dalam buku Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam membedakan jenis
belajar menjadi 8, diantaranya:
1. Belajar Abstrak
Jenis belajar ini merupakan kegiatan yang menggunakan cara berfikir abstrak, yang bertujuan
untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Untuk mempelajari
hal-hal yang abstrak ini diperlukan prinsip, konsep dan generalisasi seperti belajar matematika, kimia,
tauhid dan sebagainya.
2.Belajar Keterampilan
Jenis belajar yang satu ini menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni berhubungan urat-urat
saraf dan neuromuscular dengan tujuan untuk memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah
tertentu. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka belajar keterampilan membutuhkan latihan-
latihan yang intensif dan teratur.
3.Belajar Sosial
Pada dasarnya belajar sosial ini belajar untuk memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk
memecahkan masalah tersebut. Tujuannya untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam
memecahkan masalah-msalah lain yang bersifat kemasyarakatan
4.Belajar Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah merupakan belajar yang menggunakan metode-metode ilmiah atau
berfikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan
kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas.
5.Belajar Rasional
Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan berfikir secara logis dan rasional
(sesuai dengan akal sehat). Tujuannya adalah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan
menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.
6.Belajar Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan
kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suritauladan, dan
pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran.
7.Belajar Apresiasi
Belajar aspirasi adalah mempertimbangkan (judgement) arti penting atau nilai suatu objek.
Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (affective skill)
yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya apresiasi
sastra, apresiasi musik, dan sebagainya.
8.Belajar Pengetahuan
Belajar pengetahuan (Knowledge) ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam
terhadap objek pengetahuan tertentulis[11].
DAFTAR PUSTAKA
Akyas Azhari, Psikologi Umum Dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju PT. Mizan Publik, 2004), Cet. I.
Fadilah Suralaga, Dkk., Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (UIN Jkt. Press, 2005), Cet. I.
Netty Hartati, Dkk. Islam Dan…, h. 57.
Netty Hartati, Dkk. Islam Dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. I
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 1995)
Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamu Umum
Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1984), Cet. I
[1] Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, Kamu Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1984), Cet. I, h. 108.
[2] Netty Hartati, Dkk. Islam Dan Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. I, h.
55.
[3] Netty Hartati, Dkk. Islam Dan…, h. 57.
[4] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 1995), h. 84.
[5] Publik, 2004), Cet. I, h. 122 Akyas Azhari, Psikologi Umum Dan Perkembangan, (Jakarta:
Teraju PT. Mizan.
[6] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan…, h. 91.
[7] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan…, h. 99.
[8] Netty Hartati, Dkk. Islam Dan…, h. 58-59.
[9] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan…, h. 100.
[10] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan…, h. 101.
[11] Fadilah