Anda di halaman 1dari 19

TEORI KOGNITIF DAN BEHAVIORAL

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan

Disusun oleh:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengajaran identik dengan pendidikan, dalam setiap kegiatan


pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Berhasil atau
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung kepada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai anak didik.
Dalam proses belajar tersebut terdapat teori belajar yang digunakan guru
sebagai metode untuk memberikan pengajaran. Teori belajar harus sesuai
dengan karakteristik siswa. Teori belajar merupakan penyedia panduan
bagi pengajar untuk membantu siswa didik dalam mengembangkan
dirinya.
Teori belajar mengalami perkembangan karena dianggap masih kurang
sempurna sehingga menginspirasi para tokoh psikologi untuk menyikapi
kekurangan-kekurangan dari beberapa teori belajar yang lebih awal yang
dianggap masih ada beberapa celah kekurangan. Dari beberapa teori
belajar yang ada diantaranya adalah teori belajar kognitif dan pemrosesan
informasi. Di dalam penulisan makalah ini akan disajikan Konsep belajar
menurut pandangan teori kognitif, konsep belajar menurut pandangan teori
pemrosesan informasi dan juga aplikasi kedua teori tersebut dalam proses
pembelajaran.
Walaupun teori belajar tigkah laku mulai ditinggalkan diabad ini,
namun mengkolaborasikan teori ini dengan teori belajar kognitif dan teori
belajar lainnya sangat penting untuk menciptakan pendekatan
pembelajaran yang cocok dan efektif, karena pada dasarnya tidak ada satu
pun teori belajar yang betul-betul cocok untuk menciptakan sebuah
pendekatan pembelajaran yang pas dan efektif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep belajar menurut teori behaviorisme dan teori
kognitif?

2
2. Apa saja ciri-ciri teori belajar behaviorisme dan teori belajar kognitif ?
3. Siapa saja tokoh-tokoh yang menganut aliran teori belajar
behaviorisme dan kognitif?
4. Bagaimana aplikasi teori behaviorisme dan kognitif dalam proses
pembelajaran?
5. Apa saja kelebihan dan kekurang teori belajar behaviorisme dan
kognitif?

C. Tujuan
1. Memahami konsep belajar menurut teori behaviorisme dan teori
kognitif
2. Mengetahui ciri-ciri teori belajar behaviorisme dan teori belajar
kognitif
3. Mengetahui tokoh-tokoh penganut aliran teori belajar behaviorisme
dan kognitif
4. Memahami aplikasi teori belajar behaviorisme dan kognitif dalam
proses pembelajaran
5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori belajar behaviorisme dan
kognitif

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar Menurut Teori Behavioristik

Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur,


diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap
rangsangan.Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan
umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku kondisi yang
diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan
atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan
tindakan yang diinginkan.

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku


sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner 1984). Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan
respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur.

Prinsip dasar teori behavioristik :

 Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai


perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
 Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah
pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.

4
 Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah
satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
 Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini
dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang
lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga
menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-
faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
 Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol
dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
 Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi
behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang
lebih belakangan.

B. Ciri-ciri Teori Belajar Behavioristik

Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,


menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang
diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang
menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah laku siswa
merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil
belajar. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.

C. Tokoh-tokoh Aliran Behavioristik

1. Teori Belajar Menurut Thorndike

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan


respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta
didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau

5
gerakan/tindakan. Jadi, perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar
dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu
yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana
cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini
disebut pula dengan teori koneksionisme, koneksi disebut sebagai koneksi
saraf yang disebut sambungan saraf antara stimuli (S) dan respon (R).
Agar tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya
kemampuan untuk memilih respons yang tepat sertamelalui percobaan-
percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu (Slavin,
2000).

2. Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus


dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak
perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

3. Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan


respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya
teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk
menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis
(drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun

6
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan
dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti yaitu


gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu
timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus
dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi
karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus
sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar
hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan
respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik
perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon
bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman
(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi
stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan
tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

5. Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih


mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak

7
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami
hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung


dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau siswa.
Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).

Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap


sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam
proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan

8
dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang
dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan


kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja
mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang
sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada


penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut.

Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.


Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan
biasanya menggunakan tes tulis. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban
yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai
dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian
yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan siswa secara individual.

Menyikapi Perilaku yang Sulit di Kelas

 Mengurangi dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan

9
 Jangan memberikan penguatan pada perilaku yang tidak diinginkan
 Berikan isyarat pada para siswa ketika anda melihat mereka berperilaku
tidak sesuai
 Doronglah dan beri penguatan terhadap perilaku yang berlawanan
dengan perilaku yang tidak diinginkan
 Jelaskan baik perilaku yang tepat maupun tidak tepat, juga konsekuensi-
konsekuensinya dengan kata-kata yang jelas dan eksplisit.
 Tekankan bahwa perilakulah, dan bukan siswa, yang tidak diinginkan.
 Bantulah siswa memahami mengapa perilaku tertentu tidak dapat
diterima.
 Ketika perilaku yang tidak patut terus berulang kendati telah
mengerahkan segenap usaha untuk memperbaikinya, carilah nasehat
ahli.

E. Kekurangan dan Kelebihan Teori Behaviorisme

Aliran behaviorisme mendapatkan beberapa tanggapan yang


bersifat kurang efisien dalam pembelajaran karena tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks. Disamping itu aliran ini juga
dianggap mempunyai banyak kelebihan dalam pembelajaran. Berikut
penjelasan mengenai kekurangan dan kelebihan pada aliran behaviorisme
dalam pembelajaran.

Kekurangan :
 Pembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru. Peserta didik
hanya mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yang diberikan guru.
Mereka tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan
perkembangannya. Peserta didik cenderung pasif dan bosan.
 Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru.
Pembelajaran seperti bisa dikatakan pembelajaran model kuno karena
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif. Penggunaan hukuman biasanya sebagai salah satu cara
untuk mendisiplinkan.

10
 Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Karena menurut
teori ini belajar merupakan proses pembentukan yang membawa peserta
didik untuk mencapai target tertentu. Apabila teori ini diterapkan terus
menerus tanpa ada cara belajar lain, maka bisa dipastikan mereka akan
tertekan, tidak menyukai guru dan bahkan malas belajar.

Kelebihan :
 Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan. Dengan bimbingan yang diberikan secara
terus menerus akan membuat peserta didik paham sehingga mereka
bisa menerapkannya dengan baik.
 Materi yang diberikan sangat detail Hal ini adalah proses memasukkan
stimulus yang dianggap tepat. Dengan banyaknya pengetahuan yang
diberikan, diharapkan peserta didik memahami dan mampu mengikuti
setiap pembelajarannya.
 Membangun konsentrasi pikiran Dalam teori ini adanya penguatan dan
hukuman dirasa perlu. Penguatan ini akan membantu mengaktifkan
siswa untuk memperkuat munculnya respon. Hukuman yang diberikan
adalah yang sifatnya membangun sehingga peserta didik mampu
berkonsentrai dengan baik.

F. Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitivisme

Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses


belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang
berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga dan
menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang
pengenalan.
Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu
sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan

11
respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku
yang bisa diamati.

Prinsip umum teori Belajar Kognitif, antara lain:

 Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil.


 Disebut model perceptual.
 Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
 Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak
selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang Nampak.
 Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran
menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan memperlajarinya
secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.
 Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan,
retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan
lainnya.
 Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks.
 Dalam praktek pembelajaran teori ini tampak pada tahap-tahap
perkembangan (J. Piaget), Advance organizer (Ausubel), Pemahaman
konsep (Bruner), Hierarki belajar (Gagne), Webteaching (Norman).
 Dalam kegiatan pembelajaran keterlibatan siswa aktif amat
dipentingkan.
 Materi pelajaran disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks.
 Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan, karena sangat
mempengaruhi keberhasilan siswa belajar.

12
G. Ciri-ciri Teori Belajar Kognitivisme
 Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
 Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
 Mementingkn peranan kognitif
 Mementingkan kondisi waktu sekarang
 Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan


mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek
itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui
tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu
yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya
selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya
sendiri. Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara
tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-
tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-
tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

H. Tokoh-tokoh Aliran Kognitif

1. Jean Piaget, teorinya disebut “Cognitive Developmental”


Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai
aktivitas gradual danfungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam
teorinya, Piage tmemandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas
gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah
ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap-tahap
perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi
kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas
mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak
ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif.
Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda
usia akan berbeda pula secara kualitatif.

13
Menurut Suhaidi Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan
kognitif anak menjadi empat tahap:
1) Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 0-2 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik
dan persepsi yang masih sederhana.
2) Tahappre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai
digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
3) Tahapconcrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap
ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang
jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik
perseptual pasif.
4) Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah
anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan
pola pikir “kemungkinan”.

2. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.


Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif
manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan
kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan,
terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai
anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan
pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan
lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan
dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang
terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi
pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai
perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif

14
mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan
memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian
dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).

3. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel


Yang memandang bahwa Proses belajar terjadi jika siswa mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan
baru yang dimana proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1) Memperhatikan stimulus yang diberikan
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi
yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar denganbaik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada
siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi
pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep
atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan
dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat
yaitu, menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan
dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang
sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk
memahami bahan belajar secara lebih mudah.

I. Aplikasi Teori Kognitivisme dalam Kegiatan Pembelajaran

Dari beberapa pengertian teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga


di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa
masing-masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan
dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teoridiatas
memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif,
maka di sisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses
pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery
Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori

15
belajar bermakna Ausubel memandang bahwa justru ada bahaya jika
siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan
teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk
mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu.

Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi


sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman
yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor
pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambil
garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-
sama mengedepankan proses berpikir, tidak sertamerta dapat
diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih
untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses
dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan
antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan
tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.

J. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif

Setiap teori belajar tidak akan pernah sempurna, demikian pula


dengan teori belajar kognitif. Di samping memiliki kelebihan ada pula
kelemahannya.

Kelebihan :
 Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena
mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja, tapi
memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat
menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan
membuat siswa lebih mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan
soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat belajar siswa
menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa
bergantung dengan orang lain.

16
 Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih
mudah karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif di
dalam proses pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik
mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam
ingatannya. Serta menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga
bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.

Kekurangan :
 Teori tidak menyeluruh untuk semua tisngkat pendidikan.
 Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
 Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya
masih belum tuntas.

17
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Behavioristik adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat
diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan.
Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan atau
mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan
yang diinginkan.
Teori belajar behavioristik menekankan pada perubahan tingkah
laku serta sebagai akibat interaksi antara stimulus dan respon. Belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Sedangkan teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar
dari pada hasil belajar itu sendiri. Meskipun sama-sama mengedepankan
proses berpikir, tidak sertamerta dapat diaplikasikan pada konteks
pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori
belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran
sekarang, maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-
masing teori dan kemudian disesuaikan dengan tingkatan pendidikan
maupun karakteristik peserta didiknya.

B. SARAN
Dalam melakukan sebuah penilaian belajar, seorang pendidik
sebaiknya dan seharusnya mempertimbangkan keadaan mental peserta
didiknya di samping tingkah laku yang diamati.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://maskurmuslim.blogspot.co.id/2013/12/teori-belajar-kognitifisme.html

Teori belajar Behavioristik.dalamhttp://id.wikipedia.org

Hadi, Ahmad. 2013. Teori Belajar Behavioristik. dalam


http://nudisaku.blogspot.com

http://academia.edu.com

19

Anda mungkin juga menyukai