Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai
manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa aktif dalam
mencari, mengembangkan dan mengkonstruksi secara aktif pengetahuan yang
didapatkan. National Council of Teachers of Matematics atau NCTM (2000)
menyatakan bahwa dalam mempelajari matematika peserta didik tidak hanya
bergantung pada apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana matematika itu
diajarkan, atau bagaimana peserta didik belajar dalam pembelajaran.
Menurut Wahono dalam Wira (2012) pada dasarnya pembelajaran
merupakan proses interaksi, komunikasi dan negosiasi antara guru dan peserta
didik. Proses komunikasi yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan lancar
bahkan proses komunikasi dapat menimbulkan salah pengertian ataupun salah
konsep. Untuk itu, guru diharapkan mampu memberikan suatu alternatif
pembelajaran bagi peserta didik agar dapat memahami konsep-konsep yang telah
diberikan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa teori pembelajaran yang diterapkan oleh guru
akan berpengaruh terhadap keberhasilan guru dan siswa dalam pembelajaran. Hal
ini tentu harus disesuaikan dengan memperhatikan karakteristik siswa itu sendiri
termasuk materi yang diajarkan ataupun cara belajar dari individu.
Belajar yang di lakukan oleh masing-masing Individu bisa di lakukan
dengan banyak gaya. Penggunaan gaya di maksudkan agar tujuan belajar dapat
tercapai dengan baik. Dalam hal ini teori juga bisa di kategorikan dalam gaya
belajar seseorang. Ada banyak teori yang berbicara tentang belajar yang salah
satunya adalah teori belajar Behavioristik.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.

1
2

Teori belajar behavioristik adalah teori yang memiliki konsep kunci bahwa
setiap perilaku manusia bisa di manipulasi dan di kreasikan. Teori behaviorisme
memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah
mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan
yang diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu
memperlihatkan perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada
siswa yang tidak mampu memperlihatkan perubahan makna.
Sangat banyak para ahli yang berbicara mengenai teori ini, di antaranya
Ivan Pavlov, Skinner, Bandura, Thorndike,dll. Sebagai calon Pendidik sudah
seharusnya kita menguasai secara mendalam teori belajar ini. Oleh sebab itu.
untuk memberikan pemahaman yang jelas, melalui makalah ini penulis akan
membahas tentang teori behaviorisme dalam pembelajaran matematika. Melalui
makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih kepada pembaca,
sehingga pembaca dapat lebih memahami dan mengerti apa dan bagimana
pendekatan behaviorisme dalam pembelajaran matematika.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah teori
behavioris itu dalam pembelajaran matematika ?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian dari teori
belajar behavioristik, tokoh-tokoh dalam aliran teori belajar behavioristik, analisis
tentang teori behavioristik dan penerapannya dalam pembelajaran matematika.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Behavioris


Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gagne dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktikpendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik memandang individu hanya dari sisi jasmaniah, dan
mengabaikan aspek aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu
belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih siswa sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1)
Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3)
Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control
in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses. Kaum behavioris
menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pembelajar
dalam berperilaku.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar yang dapat diubah menjadi sekedar
hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang
sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya
terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda

3
4

tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus


dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh
pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa
belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa
menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti:
tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Munculnya Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif,
pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar. Fungsi mind atau
pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan
dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, siswa dianggap sebagai objek pasif
yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu,
para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada
hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati
kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
5

B. Tokoh-Tokoh Aliran Behavioris


Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku (behavioristik),
tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut Wahyu (2013)
Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain; Thorndike, (1911);
Wathson, (1963); Hull, (1943); dan Skinner, (1968).
1. Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan) dan respons ( yang juga bisa berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike, perubahan tingkah laku boleh
berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa
diamati). Teori Thorndike disebut sebagai aliran koneksionis
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap
organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan
yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba itu
kemudian secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan
situasi, maka perbuatan yang cocok itu kemudian dipegangnya. Karena latihan
yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan
yang cocok itu makin lama makin efisien. Jadi, proses belajar menurut Thorndike
melalui proses: (a) Trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan), (b)
Law of effect, yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu
keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan
dipelajari dengan sebaik-baknya.
2. Watson
Berbeda debgan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah
Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa
diamati(observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan
mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai factor
6

yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi
dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi factor-faktor
tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.
3. Clark Hull
Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata
tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam
berbagai eksperimen dalam laboratorium.
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar dari Hull ialah adanya
Incentive motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan
stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (revaro)
berubah.
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam kelas,
adalah sebagai berikut:
a. Teori belajar didasarkan pada Drive-reduction atau drive stimulus reduction.
b. Intruksional obyektif harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
c. Ruangan kelas harus dimulai dari yang sedemikian rupa sehingga
memudahkan terjadinya proses belajar.
d. Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana/ mudah menuju kepada yang
lebih kompleks/ sulit.
e. Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar.
f. Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi.
Dengan perkataan lain, kelelahan tidak boleh menggangu belajar.
g. Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga mata pelajaran yang
terdahulu tidak menghambat tetapi justru harus menjadi perangsang yang
mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya.
4. Edwin Guthrie
Guthrie juga mengemukakan bahwa hukuman memegang peran penting
dalam belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat,
akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak
perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan baju dan
topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali
7

oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil
menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali
melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan
stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini
tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama Skinner makin
mempopulerkan ide tentang penguatan (reinforcement).
5. Skinner
Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner adalah
teori belajar yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar.
Beberapa program pembelajaran seperti Teaching machine, Mathetics, atau
program-program lain yang memakai konsep stimulus, respons, dan factor
penguat (reinforcement), adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori
skinner.
Prinsip belajar Skinner adalah :
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan,
jika benar diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran
digunakan sebagai sistem modul.
c. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak
digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk
menghindari hukuman.
d. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
e. Dalam pembelajaran digunakan shapping.
C. Analisis Tentang Teori Behavioris
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus
untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
8

keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,


dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul dalam Ismail, 2010).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik.
Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-
program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar
yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi
sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang
sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya
terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda
tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus
dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh
pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa
belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa
menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh
yang mempengaruhi proses belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang
dilukiskan teori behavioristik.
9

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak


menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa
yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung
membatasi siswa untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses
belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan
Guthrie, yaitu:
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara.
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian
dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain
(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata
lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain
yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif.
Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada
bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul
berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya,
seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa tersebut
masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika
sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi
(bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan
dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement).
Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat
positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar
memperkuat respons.
10

D. Penerapan Teori Behavior dalam Pembelajaran


Untuk mengaitkan teori behaviorisme dengan praktik pembelajaran, perlu
dipahami terlebih dulu,mengenai prinsip belajar menerut behaviorisme. Menurut
Mukinan (1997) prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Teori ini beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah
perubahan tingkah laku.seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang
bersangkutan dapat menunjukan perubahan tingkah laku tertentu. Perubahan
perilaku itu bias negative atau positif bergantung apa yang ingin dipelajari.
2. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati,yang terjadi
karena hubungan stimulus dan respon,sedangkan proses yang terjadi antara
stimulus respon,yang tidak dapat diamati itu tidak penting.
3. Perlunya Reinforcement untul memunculkan perilaku yang diharapkan.
Respons akan semakin kuat jika reinforcement(baik positif maupun negative)
ditambah.
Penekanan proses belajar menurut teori behaviorisme ini adalah
hubungan stimulus dan respon. Dengan demikian,agar pembelajaran dikelas
menjadi efektif,hendakya guru perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Guru hendaknya memilih jenis stimulus yang tepat untuk diberikan kepada
peserta didik agar peserta dapat memberikan respon yang diharapkan.
2. Guru hendaknya menentukan jenis respon yang harus dimunculkan oleh
peserta didik. Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukan peserta
didik benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan,guru harus mampu
menetapkan bahwa respons itu dapat diamati dan diukur.
3. Guru perlu memberikan reward yang tepat untuk meningkatkan perilaku yang
diharapkan muncul dari peserta didiknya.
4. Guru hendaknya segera memberikan umpan balik secara langsung,sehingga
sipelajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar tau
belum.
Meningkatkan Perilaku yang Diinginkan
Enam strategi pengkondisian operan dapat dignakan untuk meningkatkan
perilaku yang diinginkan,yaitu :memilih penguat yang efektif,membuat penguat
11

yang bergantung dan tepat waktu,memilih jadwal terbaikuntuk


penguatan,mempertimbangkan membuat perjanjian kontrak,menggunakan
penguatan negative secara efektif,dan menggunakan arahan seta pembentukan
1. Memilih Penguat yang Efektif
Guru harus mampu menemukan penguat mana yang berhasil dengan
paling baik untuk setiap peserta didiknya, yaitu membedakan setiap individu
dalam menggunakan penguat tertentu. Satu jenis penguat tertentu untuk peserta
didik A belum tentu cocok untuk peserta didik B. contoh: peserta didik A cocok
dengan penguat pujian,peserta didikC cocok dengan aktivitas dengan diberikan
aktivitas tertentu yang disukai, dan lain-lain. Untuk mengetahui penguat mana
yang disukai dapat ditanyakan langsung kepada peserta didik tentang penguat
mana yang paling disukai atau dengan memeriksa sejarah penguatan dari guru lain.
2. Membuat penguat menjadi bergantung pada tepat dan waktu.
Agar penguat efektif, guru harus memberikan penguat secara tepat waktu
dan segera mungkin setelah anak menampilkan perilaku tertentu yang diharapkan.
3. Pilih jadwal terbaik untuk penguatan
Guru harus memilih jadwal penguatan terbaik sesuai dengan tuntutan
perilaku peserta didik yang diharapkan guru. Pilihan jadwal tersebut adalah;
jadwal rasio tetap, jadwal rasio variabel, jadwal interval tetap, dan jadwal interval
variabel, dan ke empat jenis jadwal penguatan sudah diuraikan sebelumnya.
4. Pertimbangan untuk Membuat Kontrak
Analisis perilaku terapan menyarankan bahwa kontrak kelas seharusnya
merupakan hasil masukan dari guru maupun peserta didik. Pembuatan kontrak
melibatkan pembuatan ketergantungan penguatan secara tertulis. Jika masalah
timbul, dan peserta didik ingkar janji, guru dapat menunjukkan kontrak yang telah
mereka setujui.
5. Gunakan Pnguatan Negatif secara efektif
Penguatan negative, meningkatkan frekuensi respon dengan
menghilangkan stimulus yang tidak disukai. Contoh: stimulus guru yang sering
mengkritik atau tidak menghargai jawaban serta pertanyaan peserta didik harus
12

dihilangkan agar frekuensi bertanya dan frekuensi berani menjawab semakin


meningkat.
6. Gunakan Arahan dan Pembentukan
Arahan merupakan stimulus yang ditambahkan atau isyarat yang diberikan
tepat sebelum terjadinya kemungkinan peningkatan respon yang diinginkan.
Arahan membantu perilaku terjadi. Setelah peserta didik secara konsisten
memperlihatkan respon yang benar, arahan tidak lagi dibutuhkan. Jika arahan
belum mampu membuat peserta didik menampilkan perilaku yang diharapkan,
guru perlu membantu dengan pembentukan. Pembentukan (shaping)melibatkan
pembelajaran perilaku baru dengan memperkuat perkiraan secara berturut-turut
terhadap suatu perilaku sasaran.
Mengurangi Perilaku yang Tidak Diinginkan
Ada beberapa langkah yang dapat digunaka guru untuk mengurangi
perilaku anak yang tidak diinginkan, seperti: menganggu teman, memonopoli
diskusi kelas, bersikap sok tau pada guru (Alberto & Troutman dalam Santrouck)
1. Gunakan Penguatan Deferensial
Dalam penguatan deferensial, guru memperkuat perilaku yang lebih pantas
atau perilaku yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan anak tersebut. Contoh:
guru dapat memperkuat pesrta didik untuk melakukan aktivitas pembelajaran
dengan memanfaatkan komputer dari pada komputer hanya dipakai untuk
memainkan game.
2. Hentikan Penguatan (Extinction)
Tanpa disengaja guru memberikan penguatan positif yang justru membuat
perilaku pesrta didik yang tidak diharapkan semakin terpelihara. Dengan
demikian,guru harus segera menghentikan penguatan positif tersbut agar perilaku
yang tidak diharapkan menurun atau hilang dan guru memberikan penguatan
positif lagi setelah perilaku yang diharapkan muncul. Contoh, guru selalu
memberi perhatian pada pesrta didik yang selalu bertanya dan menjawab dalam
acara diskusi kelompok, akhirnya ada pesrta didik yang tanpa sadar mendominasi
peserta didik lain hanya untuk mengejar pujian atau nilai. Dalam kasus ini, guru
13

segera menghentikan penguatan dengan cara meminta pesrta didik tersebut agar
memberi kesempatan pada teman lain yang belum aktif.
3. Hilangkan Stimulus yang Diinginkan
Jika menghentikan pemberian penguatan tetap tidak berhasil
meningkatkan respon diharapkan, penghilangan stimulus yang diinginkan harus
dilakukan oleh guru, dengan cara time out dan respon cost. Time out adalah
penghentian penguatan positif terhadap seseorang untuk sementara yaitu hamper
sama dengan penghentian penguatan, yang berbeda adalah waktu penghentian
penguatan positif lebih lama sampai terbentuk lagi perilaku yang diingikan.
Biaya respon (respon cost) adalah menjauhkan atau menganbil penguatan-
penguatan positif dari seseorang, seperti peserta didik kehilangan hak istimewa
tertentu, guru dapat menghilangkan waktu 10 menit istirahatnya atau
menghilangkan haknya untuk menjadi pemantau kelas.
4. Hadirkan Stimulus yang Tidak Disukai (Hukuman)
Jenis stimulus yang tidak disukai dan paling umum digunakan guru adalah
teguran verbal serta disertai dengan kerutan dahi atau kontak mata. Tindakan ini
lebih efektif digunakan ketika guru berada dekat dengan peserta didik. Teeguran
tidak harus disertai bentakan atau teriakan, yang seringkali hanya menaikkan
tingkat kegaduhan dikelas dan menjadikan guru sebagai model yang tidak
terkendali bagi peserta didik.
Langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori
behaviorisme dalam proses pembelajaran menurut Mukinan (1997) adalah :
1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran.
2. Melakukan analisis pembelajaran
3. Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar
4. Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.
5. Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll)
6. Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan
waktu)
7. Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan
sejenisnya)
14

8. Mengamati dan menganalisis respons pembelajar


9. Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif, serta
10. Merevisi kegiatan pembelajaran.
Contoh Penerapan Teori Behavior dalam Pembelajaran Matematika
Sebelum memberikan pembelajaran guru menyiapkan bahan pelajaran
tujuannya agar target pencapaian dalam satu kompetensi dasar dapat dipenuhi.
Guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab, mengerjakan. Dan dalam
kegiatan pembelajaran guru memberikan stimulus-stimulus dan siswa merespon
stimulus yang guru berikan. Misalnya, seorang guru menyampaikan materi fungsi
kuadrat, guru menjelaskan bahwa fungsi kuadrat jika digambarkan akan sesalu
membentuk parabola. Guru memberikan stimulus berupa contoh dari fungsi
kuadrat yaitu bola yang dilempar keatas, gerakan rudal yang ditembakkan,
lintasan roket yang diluncurkan, lintasan bola yang ditendang. Dari contoh diatas,
guru menyampaikan bahwa dengan memanfaatkan pengetahuan mengenai
parabola (fungsi kuadrat), setiap gerakan dapat diperhitungkan untuk memperoleh
hasil yang akurat.
Guru memberikan contoh soal yaitu gambarkan grafik fungsi dari
persamaan kurva y=x2. Siswa merespon dengan memperhatikan penjelasan dari
guru. Lalu guru menjelaskan jawabannya yaitu cara yang digunakan untuk
menggambarkan grafik fungsi kuadrat adalah: pertama buat tabel nilai, kedua
letakkan koordinat yang diperoleh pada bidang cartesius, ketiga hubungkan titik-
titik tersebut sehingga terbentuk sebuah kurva yang mulus. Setelah guru selesai
menyampaikan materi, siswa diberi latihan soal oleh guru sebagai tolak ukur dari
materi yang sudah disampaikan. Latihan soal yang diberikan yaitu
menggambarkan grafik fungsi kuadrat pada bidang cartesius dan siswa
menjelaskan jawaban yang dikerjakannya. Jika siswa mampu menjawab soal
dengan benar maka akan ada penghargaan yang diberikan oleh guru misalnya nilai
tambahan. Sedangkan siswa yang belum bisa menjawab dengan benar maka harus
memperbaiki dengan memberikan hukuman yaitu latihan tambahan atau PR agar
siswa terbiasa dan dapat memahami materi yang telah disampaikan.
Kelebihan:
15

1. Siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan karena guru


menunjukkan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan materi yang disampaikan.
2. Dapat membangkitkan motivasi siswa karena dengan menjawab dengan
benar soal yang diberikan oleh guru dia akan mendapatkan tambahan nilai.
Kelemahan:
1. Siswa cenderung pasif karena kegiatan pembelajaran hanya berjalan satu
arah yaitu berpusat pada guru tanpa melibatkan peran siswa di dalamnya.
2. Siswa hanya jadi pendengar dari penjelasan guru dan menghafal apa yang
didengar dan dilihat sebagai cara belajar yang efektif.
Munurut Sujadi (2016) Para penganut psikologi tingkah laku (behaviorism)
memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara rangsangan
dari luar (stimulus) seperti 2 + 2 dan balasan (response) dari siswa seperti 4
yang dapat diamati dan siswa langsung mampu untuk menjawabnya. Mereka
berpendapat bahwa semakin sering hubungan antara rangsangan dan balasan
terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Para
penganut teori belajar tingkah laku sering menggunakan cara mengulang-ulang
atau tubian (drill). Selain itu, teori belajar behavioristik menghendaki dalam
menjelaskan suatu konsep guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya
sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalkan dengan
menggunakan alat peraga dari alam sekitar akan lebih bisa untuk dihayati siswa.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
siswa, media, dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, serta tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) untuk orang atau siswa
yang belajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan
dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan
16

oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki


pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas kiranya dapat di simpulkan bahwa Teori Belajar
behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh penting dalam
teori belajar behaviorisme secara teoritik antara lain
adalah : Pavlov. Skinner, E.L.Thorndke, clark Hull dan E.R.Guthrie.
Adapun Aplikasi teori behaviorisme dalam pembelajaran yaitu
meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku- perilaku yang
tidak diinginkan. Metode behavioristik ini sesuai untuk perolehan kemampaun
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan juga sesuai diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa.
B. Saran
Pembaca harus lebih banyak belajar tentang teori behavioristik, karena
teori belajar behavioristik merupakan teori belajar yang sangat berpengaruh
hingga masa kini dalam dunia pembelajaran. Selain itu, Guru harus lebih bisa
memberikan motivasi dan stimulus yang baik, agar peserta didik mampu
menyerap ilmu pengetahuan dengan maksimal d samping dengan usaha peserta
didik itu sendiri. Meskipun demikian dalam proses pembelajaran di sekolah
sebaiknya tidak cenderung menggunakan teori belajar behaviorisme saja karena
teori ini hanya berpusat pada guru , peserta didik juga seharusnya dapat dilibatkan
secara aktif khususnya dalam pembelajaran matematika agar peserta didik lebih
kreatif dan dapat melatih untuk berpikir kiritis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. teori belajar menurut aliran behavioristik dan landasan


filosofinya. http://biologybummetro.blogspot.co.id/2012/09/teori-belajar-
menurut-aliran.html. diakses tanggal 02 Mei 2017.
Anonim. 2014. Pembelajaran Matematika Dengan Teori Belajar Behavioristik
(Artikel). http://beemous.blogspot.co.id/2014/06/pembelajaran-matematika-
dengan-teori_27.html. diakses tanggal 02 Mei 2017.
Fahmi, Rifki. 2012. Teori Belajar Matematika. http://10310334-rifqi-
miftakhudin.blogspot.co.id/2012/01/teori-belajar-matematika.html. diakses
tanggal 02 Mei 2017.
Ismail, Raharjo. 2010. Teori Belajar Behavioristik dan penerapannya dalam
Pembelajaran.http://zhoney.blogspot.co.id/2010/10/teori-belajar-
behavioristik-dan.html. diakses tanggal 02 Mei 2017.
Mukminan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: P3G IKIP.
Santrock, John W. 2011. Educational Psychology 5th Edition. New York: Mc
Graw Hill.
Sujadi, Iman dan Atmini . 2016. Guru Pembelajar Modul Matematika.
Yogyakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.
Wahyu. 2013. Teori Pembelajaran Matematika Menurut Aliran Psikologi
Behavioristik (tingkah laku) dan Konstruktivisme.
http://wahyup052.blogspot.co.id/2013/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
diakses tanggal 02 Mei 2017.
Wira, Gusti Ngurah. 2012. Teori Behaviorisme.
http://sainsmatika.blogspot.co.id/2012/03/teori-behaviorisme.html. diakses
tanggal 02 Mei 2017.

18

Anda mungkin juga menyukai