Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

“TAKSONOMI PEMBELAJARAN MATEMATIKA”

Dosen Pengampu :
Dra, Armis M. Pd.

Disusun Oleh :
KELOMPOK 6

Annisa Rahmaini 1905111371


Diani Sukma Dewi 1905156109
Haya Dliya Althaf 1905112410
Rahmadillah 1905112152

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka taksonomi merujuk pada tujuan
pendidikan. Hal ini digunakan untuk menganalisis atau mengkalsifikasikan
sebuah pandangan yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan dalam
bentuk sehari-hari.Berkenaan dengan hal ini, seorang psikolog bidang
pendidikan mngembangakan sebuah taksonomi yang kemudian dikenal
dengan nama Taksonomi Bloom.
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S.
Bloom,. Konsep ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah,
yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Taksonomi Bloom itu merupakan
penggolongan (klasifikasi) tujuan pendidikan yang terbagi menjadi tiga ranah
atau kawasan yaitu ranah kognitif (berkaitan dengan kognisi), ranah afektif
(berkaitan dengan afeksi), dan ranah psikomotor (berkaitan dengan
psikomotor).
Disamping Taksonomi Bloom dikenal pula sebuah taksonomi baru yang lebih
dikenal dengan Ranah Pengetahuan Marzano. Robert Marzano, seorang
peneliti pendidikan terkemuka, telah mengusulkan apa yang disebutnya
“Sebuah Taksonomi Baru dari Tujuan Pendidikan” (2000). Dikembangkan
untuk menjawab keterbatasan dari taksonomi Bloom yang telah digunakan
secara luas serta situasi terkini, model kecakapan berpikir yang dikembangkan
Marzano memadukan berbagai faktor yang berjangkauan luas, yang
mempengaruhi bagaimana siswa berpiki, dan menghadirkan teori yang
berbasis riset untuk membantu para guru memperbaiki kecakapan berpikir
para siswanya.Taksonomi baru yang dikembangkan Marzano dibuat dari tiga
sistem dan Domain Pengetahuan, yang kesemuanya penting untuk berpikir
dan belajar. Ketiga system tersebut adalah Sistem-Diri (Self-System), Sistem
Metakognitif, dan Sistem Kognitif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Taksonomi Bloom dan Tasksonomi Marzono?
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan Taksonomi Bloom dan Taksonomi
Marzono?
3. Bagaimana implementasi Taksonomi Bloom dan Marzono dalam
pembelajaran Matematika?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami Taksonomi Bloom dan Taksonomi Marzono
2. Untuk mengetahui tentang kelebihan dan kekurangan Taksonomi Bloom
dan Taksonomi Marzono
3. Untuk memahami implementasi Taksonomi Bloom dan Marzano dalam
pembelajaran Matematika
BAB II
PEMBAHASAN
1. TAKSONOMI BLOOM
A. Pengertian
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani taxis yang berarti
pengaturan dan nomos yang berarti ilmu pengetahuan (Yaumi, 2013).
Taksonomi adalah sistem klasifikasi. Taksonomi berarti klasifikasi
berhierarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi atau juga
dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi. Taksonomi
merupakan suatu tipe sistem klasifikasai yangberdasarkan data penelitian
ilmiah mengenai hal-hal yang digolongkan-golongkan dalam sistematika
itu (Santrock, 2007).
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh
Benjamin S. Bloom., seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan
kawan-kawannya. Pada tahun 1956, terbitlah karya “Taxonomy of
Educational ObjectiveCognitive Domain”, dan pada tahu 1964 terbitlah
karya“Taxonomy of Educataional Objectives, Affective Domain”, dan
karyaya yang berjudul “Handbook on Formative and Summatie Evaluation
of Student Learning” pada tahun 1971 serta karyanya yang lain “Developing
Talent in Young People” (1985). Taksonomi ini mengklasifikasikan
sasaranatau tujuan pendidikan menjadi tiga domain (ranah
kawasan):kognitif, afektif, dan psikomotor dan setiap ranah tersebut
dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinciberdasarkan
hierarkinya (Winkel, 1987).
Beberapa istilah lain yang juga meggambarkan hal yang sama
dengan ketiga domain tersebut yang secara konvensional telah lama
dikenal taksonomi tujuan pendidikan yang terdiri atas aspek cipta, rasa,
dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah penalaran, penghayatan dan
pengamalan (Indris, 1992).

B. Taksonomi Tujuan Pendidikan


Proses pembelajaran di kelas merupakan inti dari kegiatan pendidikan
di sekolah. Sebelum pelaksanaan pembelajaran guru perlu
merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan pembelajaran
tersebut perlu lebih awal diinformasikan kepada siswa. Apabila dalam
pengajaran tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak tahu mana pelajaran
yang penting dan mana yang tidak. Taksonomi tujuan pendidikan
merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan, yang umumnya digunakan
sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran.
Taksonomi tujuan terdiri dari domain-domain kognitif, afektif dan
psikomotor. Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan
belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk
menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan
pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s
Taxonomy). Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke
dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:
1. Ranah kognitif (cognitive domain)
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif (A. Sudijono, 2007:49-50).
Taksonomi Bloom mengklasifikasikan ranah kognitif menjadi enam
kategori dari yang sederhana sampai dengan yang lebih kompleks.
Daryanto (2012: 101-102) memberikan gambar secara visual dari
keenam kategori aspek ranah kognitif atas enam jenjang yang diurutkan
secara hirarki piramidal, sebagaimana terlukis pada Gambar 1. Keenam
jenjang berpikir pada ranah kognitif bersifat kontinum dan overlap
(saling tumpang tindih), dimana ranah ranah yang lebih tinggi meliputi
semua ranah yang ada di bawahnya (A. Sudijono, 2007:53). Overlap
antara enam jenjang berpikir itu akan lebih jelas terlihat pada Gambar 2
Penilaian (evaluation)

Sintesis (synthesis)

Analisis (analysis)

Penerapan (application)

Pemahaman (comprehension)

Pengetahuan (knowledge)

Gambar 1. Enam jenjang berpikir pada ranah kognitif

Gambar 2. Overlap antara enam jenjang berpikir pada ranah kognitif

Keterangan:
 Pengetahuan (1) adalah merupakan jenjang berpikir paling dasar.
 Pemahaman (2) mencakup pengetahuan (1).
 Aplikasi atau Penerapan (3) mencakup pemahaman (2) dan
pengetahuan (1).
 Analisis (4) mencakup aplikasi(3), pemahaman (2) dan pengetahuan
(1).
 Sintesis (5) meliputi juga analisis (4), aplikasi (3), pemahaman (2)
dan pengetahuan (1).
 Evaluasi (6) meliputi juga sintesis (5), analisis (4), aplikasi (3),
pemahaman (2) dan pengetahuan (1).

Keenam kategori tersebut adalah sebagai berikut:


a. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), disebut dengan C1
Pengetahuan (knowledge) merupakan proses berpikir yang
paling rendah. Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama,
istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya (S. Arikunto,
2005:117).Oleh karena itu pengetahuan menekan pada proses mental
dalam mengingat dan mengungkapkan kembali informasi-informasi
yang telah peserta didik peroleh secara tepat sesuai dengan apa
yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang dimaksud
berkaitan dengan simbol-simbol matematika, terminologi dan
peristilahan, fakta-fakta, keterampilan dan prinsip-prinsip.
Secara terinci, jenjang pengetahuan ini mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang fakta yang spesifik; dalam hal ini peserta
didik dituntut untuk mengingat kembali materi yang mirip
dengan materi yang telah dipelajari. Contoh soal:
 Bilangan prima yang genap adalah ...
 Invers kali dari 5 adalah ...
 Hasil penjumlahan dua bilangan rasional a/b + c/d adalah
...
 Rumus untuk menentukan keliling lingkaran adalah ...
 Sebutkan contoh-contoh dari bilangan rasional dan
irrasional ...
2. Pengetahuan tentang terminologi; dalam hal ini kemampuan
yang paling besar adalah mengetahui arti tiap kata. Contoh
soal:
 Himpunan yang tidak mempunyai anggota adalah ...
 Sifat penjumlahan bilangan a + b = b + a disebut dengan
...
 Nilai mutlak dari suatu bilangan k ditulis dengan lambang
...
 Garis yang menghubungan satu titik sudut sebuah segitiga
dengan pertengahan sisi di depannya adalah ...
3. Kemampuan untuk mengerjakan aksioma (manipulasi rutin).
Contoh soal:
 6 – (–3) = ...
 (2/3) : (1/6) = ...
 Jika x + 2 = y, maka │x - y│ + │x + y│ adalah ...
 Penyelesaian dari persamaan x + (1/x) = x – (1/x) adalah ...
 1/20 dijadikan bentuk persen adalah ...

b. Pemahaman (comprehension), disebut dengan C2


Tahap pemahaman lebih tinggi tingkatannya dari tahap
pengetahuan. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
telah diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.
Dalam tingkatan ini peserta didik diharapkan mampu memahami
ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah
yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain
dengan segala implikasinya.
Menurut S. Arikunto (2005:118), dengan pemahaman, peserta
didik diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan
yang sederhana di antara fakta atau konsep. Sehingga peserta didik
dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Daryanto (2012: 106)
menjelaskan bahwa kemampuan pemahaman dapat dijabarkan
menjadi tiga, yaitu: (1) menerjemahkan (translation), (2)
menginterpretasikan (interpretation) dan (3) mengekplorasi
(eksploration). Secara terinci, jenjang kognitif pemahaman
mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Pemahama Konsep
Contoh soal:
 Jika f(x) = 2x + 1 dan g(x) = 3x – 2, maka f(g(x)) adalah .
 Persamaan garis yang melalui titik (1,2) dan (-3,5) adalah ...
 Jelaskan pengertian dari bilangan rasional dan irrasional!
2) Pemaham prinsip, aturan dan generalisasi
Contoh soal:
 Jika pembilang dan penyebut suatu pecahan dikali dengan
bilangan yang sama, maka ...
 Jika irisan dua bidang tidak kosong, maka irisannya akan
berbentuk...
 Sudut luar sebuah segitiga sama dengan ..
3) Pemahaman terhadap struktur matematika
Contoh soal:
 Nilai a dalam 3 x 39 = (3 x 13) +(3 x a) adalah ...
 Jika (n + 68)2 = 654.461, maka (n +58) (n+78) adalah ...
 Jika a . b = 0, maka ...
4) Kemampuan untuk membuat transformasi
Contoh soal:
 Seperdelapan persen dari 10.000 sama dengan ...
 Jika a * b = a + ab, maka 2 * 7 = ...
 Sebuah lingkaran yang berjari-jari r dilukis dalam suatu
persegi, dimana lingkaran tersebut menyingung keempat
sisi persegi. Luas daerah persegi yang berada di luar
lingkaran adalah ...
5) Kemampuan untuk mengikuti pola berpikir
Contoh soal
Perhatikan pola bilangan berikut:

Maka jumlah bulatan pada gambar ke 10 adalah ...


6) Kemampuan untuk membaca dan menginterpretasikan
masalah sosial dan masalah matematika.
Contoh soal:
 Untuk n anggota bilangan cacah, tentukanlah nilai n
yang memenuhi pertaksamaan 5 < n + 3 < 15 ...
 Jika irisan dua bidang tidak kosong, maka irisannya
akan berbentuk ...
 Sudut luar sebuah segitiga sama dengan ...
c. Penerapan (application), disebut dengan C3
Penerapan atau aplikasi ini adalah merupakan proses berpikir
setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman. Penerapan atau
aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk
menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Kemampuan
kognisi yang mengharapkan peserta didik mampu
mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan sebuah
abstraksi matematika melalui penggunaannya secara tepat ketika
mereka diminta untuk itu.
Daryanto (2012:109) menjelaskan jenjang kemampuan
pemahaman ini dituntut kesanggupan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip serta teori-teori dalam
situasi baru dan konkret. Dengan demikian peserta didik dituntut
memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstrasi
tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan dan cara) secara tepat
untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara
benar.
Secara terinci, jenjang kognitif penerapan atau aplikasi
mencakup hal-hal sebagai berikut:
 Kemampuan untuk menyelesaikan masalah rutin
 Kemampuan untuk membandingkan
d. Analisis (analysis), disebut dengan C4
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk
merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-
bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor
lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang
jenjang penerapan/aplikasi.
Menurut Daryanto (2012:109) menjelaskan bahwa jenjang
kemampuan ini dituntut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau
keadaan tertentu ke dalam unsur- unsur atau komponen-komponen
pembentuknya. Kemampuan analisis diklasifikasikan atas tiga
kelompok yaitu: analisis unsur, analisis hubungan dan analisis
prinsip-prinsip yang terorganisasi. Sehingga kemampuan ini dapat
memilah sebuah informasi ke dalam komponen-komponen
sedemikan hingga hirarki dan keterkaitan antar ide dalam informasi
tersebut menjadi tampak dan jelas. Secara terinci, jenjang kognitif
sintesis mencakup analisis yaitu:
Contoh soal:
 Nilai x yang memenuhi persamaan 2.8x + 4. 8-x – 9 = 0 adalah
...
 Amir ingin membeli 6 pasang sepatu. Toko X menjual Rp.
75.000 untuk tiga pasang, sedangkan toko Y menjual Rp.
50.000 untuk 2 pasang. Agar ekonomis, Amir harus membeli di
toko ...
 Jumlah peserta didik SMK A 1400 orang, terdiri dari jurusan
akuntansi, bisnis manajemen, perkantoran dan broadcasting.
Bila jurusan akuntasi 200 orang, bisnis manajemen 250 orang,
perkantoran 450 orang dan sisanya broadcasting, maka
persentase jumlah peserta didik jurusan broadcasting adalah ...
 Peserta didik disuruh menerangkan apa sebab pada waktu
mendung dan ada angin kencang tidak segera turun hujan.
e. Sintesis (synthesis), disebut dengan C5
Sintesis (synthesis) adalah memadukan elemen-elemen dan
bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan. Jenjang sintesis
kedudukannya setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang analisis.
Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian
atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola
yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Dalam matematika,
sintesis melibatkan pengkombinasian dan pengorganisasian konsep-
konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk mengkreasikannya
menjadi struktur matematika yang lain dan berbeda dari yang
sebelumnya. Sehingga sintesis merupakan suatu proses yang
memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis sehingga
menjelma menjadi suatu pola struktur atau bentuk. Misalnya
memformulakan teorema-teorema matematika dan mengembangkan
struktur-struktur matematika.
Dengan demikian pada jenjang ini seseorang dituntut untuk
dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan
beberapa faktor yang ada. Dimana hasil yang diperoleh dari
penggabungan ini dapat berupa : tulisan dan rencana atau mekanisme
(Daryanto 2012:112). Apabila penyusun soal tes bermaksud
meminta peserta didik melakukan sintesis maka pertanyaan-
pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga meminta peserta didik
untuk menggabungkan atau menyusun kembali hal-hal yang spesifik
agar dapat mengembangkan suatu struktur baru. (S. Arikunto,
2005:119)
Secara terinci, jenjang kognitif sintesis mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1) Kemampuan untuk menemukan hubungan
Contoh soal:
 Panjang diagonal suatu bujur sangkar adalah x + y.
Tentukanlah luas bujur sangkar tersebut.
 Manakah dari bilangan-bilangan berikut ini yang
merupakan bilangan irrasional?
a. 2 b. 0, 524389 c. 4 d. 0,123123123
e. 2

2) Kemampuan untuk menyusun pembuktian


Contoh soal:
Buktikan untuk setiap bilangan real a, buktikanlah bahwa a .
0 = 0 . a = 0.

f. Penilaian (evaluation), disebut dengan C6


Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah
merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif
menurut Taksonomi Bloom. Kegiatan membuat penilaian
berkenaan dengan nilai sebuah ide, kreasi, cara atau metode.
Evaluasi dapat memandu seseorang untuk mendapatkan
pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru
dan cara baru yang unik dalam analisis atau sintesis. Oleh karena
itu, jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat
mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan atau konsep
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Evaluasi dalam pengukuran
aspek kognitif menyangkut masalah “benar/salah“ yang didasarkan
atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan.
Secara terinci, jenjang kognitif evaluasi mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1) Kemampuan untuk mengkritik pembuktian
Contoh soal:
 Uraikan berikut adalah sebuah bukti mengenai dua
bilangan riil yang sama. Langkah mana yang salah?


2) Kemampuan untuk merumuskan dan memvalidasi
generalisasi
Contoh soal:
Tuliskan langkah-langkah atau prosedur untuk menentukan
apakah 12.807 sebuah bilangan prima.

2. Ranah Afektif (affective domain)


Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh
David R.Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang diberi
judul Taxonomy of Educational Objecyives:Affective Domain. Ranah
afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap dan nilai. Bila
seseorang memiliki penguasaan kognitif yang tinggi, ciri-ciri belajar
efektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Misalnya, perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar,
menghargai pendidik dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan
hubungan sosial. Ada beberapa kategori dalam ranah afektif sebagai
hasil belajar yaitu receiving/attending (menerima/memperhatikan),
(a) responding (menanggapi),
(b) Valuing (penilaian),
(c) organization (organisasi),
(d) characterization by a value or value complex (karakteristik nilai
atau internalisasi nilai).
Di bawah ini merupakan gambaran secara visual dari kelima
kategori aspek ranah afektif atas lima jenjang yang diurutkan secara
hirarki piramidal menurut Taksonomi Krathwohl dan Bloom dkk,
sebagaimana terlukis pada Gambar 3.

Kelima kategori dalam ranah afektif sebagai berikut:


1. Receiving/attending (menerima/memperhatikan)
Receiving/attending (menerima/memperhatikan) adalah
semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar
yang datang kepada peserta didik dalam bentuk masalah, situasi,
gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan
untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan
dari luar. Receiving atau attending juga sering diberi pengertian
sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu
objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka
mempunyai kemauan menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau
mengidentifikasi diri dengan nilai itu. Menurut Daryanto (2012:117),
Dipandang dari segi pengajaran, jenjang ini berhubungan dengan
menimbulkan, mempertahankan dan mengarahkan perhatian peserta
didik. Contohnya hasil belajar afektif jenjang receiving yaitu
bagaimana peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan,
sifat malas dan tidak berdisiplin harus disingkirkan jauh-jauh
b. Responding (menanggapi)
Responding (menanggapi) adalah suatu sikap yang
menunjukkan adanya partisipasi aktif atau kemampuan menanggapi,
kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk mengikutsertakan
dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan
reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang
datang kepada dirinya. Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang
jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif jenjang
responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk
mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi makna dari
materi-materi matematika tentang kedisiplinan. Misalnya
bagaimanakah pendapat anda tentang peserta didik yang tidak
menyukai pelajaran matematika? Bagaimana tindakan Anda jika
seandainya yang menjadi pengajar matematika itu Anda?
c. Valuing (menilai/menghargai)
Valuing (menilai/menghargai) artinya memberikan nilai atau
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila
kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian
dan penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkatan afektif yang
lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam
kaitannya dengan proses pembelajaran peserta didik tidak hanya
mau menerima nilai yang diajarkan mereka telah berkemampuan
untuk menilai konsep atau fenomena baik atau buruk.
Sejalan dengan penjelasan Daryanto (2012:117) bahwa
kemampuan ini bertalian dengan partisipasi peserta didik. Sehingga
peserta didik tidak hanya menghadiri suatu fenomena tetapi juga
mereaksi terhadap fenomenanya dengan salah satu cara. Bila sesuatu
ajaran yang telah mampu mereka nilai dan telah mampu untuk
mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik
telah menjalani proses penilaian. Nilai itu telah dicamkan
(internalized) dalam dirinya. Dengan demikian maka nilai tersebut
telah stabil dalam diri peserta didik. Contoh hasil belajar afektif
jenjang valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri
peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah
maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bagaimanakah
pendapat Anda seandainya pelajaran matematika itu tidak dipelajari
di sekolah? Mengapa pendapat Anda demikian?
d. Organization (Organisasi)
Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya
mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang
lebih universal. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan
pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk
hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas
nilai yang telah dimilikinya. Termasuk ke dalam organisasi ialah
konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain. Daryanto
(2012:117) berpendapat bahwa jenjang ini bertalian dengan nilai yang
dikenakan peserta didik terhadap suatu objek, fenomena atau tingkah
laku tertentu. Jenjang ini merupakan jenjang sikap atau nilai yang
lebih tinggi lagi ketimbang receiving, responding dan valuing. Contoh
hasil belajar afektif jenjang organization adalah peserta didik
mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh
Bapak Presiden Soeharto pada Peringatan Hari Kebangkitan Nasional
Tahun 1995.
e. Characterization by a value or value complex (karakteristik nilai
atau internalisasi nilai)
Characterization by a value or value complex (karakteristik
nilai atau internalisasi nilai) adalah keterpaduan semua sistem nilai
yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian
dan tingkah lakunya. Proses internalisasi nilai telah menempati
tempat tertinggi dalam hierarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara
konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Jadi
pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang
mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama,
sehingga membentuk karakteristik (pola hidup) tingkah laku,
konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada
jenjang ini adalah peserta didik telah memiliki kebulatan sikap,
wujudnya peserta didik menjadikan peraturan sekolah untuk melatih
kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di
tengah-tengah kehidupan masyarakat.

3. Ranah psikomotor (psychomotor domain)


Ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga
menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Secara mendasar
terdapat dua hal yang terkait yaitu keterampilan (skill) dan kemampuan
(abilities). Dengan demikian ranah psikomotor adalah ranah yang
berkaitan dengan keterampilan (skiil) atau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Menurut N. Sudjana
(2007), ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan
dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni
(a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan
perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan
kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.
Walaupun ranah psikomotor meliputi enam jenjang kemampuan,
namun masih dikelompokkan dalam tujuh kategori menurut Retno Utari,
yakni:
a) Persepi; Kemampuan menggunakan saraf sensori dalam
menginterpretasikannya dalam memperkirakan sesuatu. Kata kerja
kuncinya yaitu mendeteksi, mempersiapkan diri, memilih,
menghubungkan, menggambarkan, mengidentifikasi, mengisolasi,
membedakan menyeleksi. Contoh: menurunkan suhu AC saat
merasa suhu ruangan panas.
b) Kesiapan; kemampuan untuk mempersiapkan diri, baik mental,
fisik, dan emosi, dalam menghadapi sesuatu. Kata kerja kuncinya
yaitu memulai, mengawali, memprakarsai, membantu,
memperlihatkan mempersiapkan diri, menunjukkan,
mendemonstrasikaan. Contoh: melakukan pekerjaan sesuai urutan,
menerima kelebihan dan kekurangan seseorang.
c) Reaksi yang diarahkan; kemampuan untuk memulai ketrampilan
yang kompleks dengan bantuan/bimbingan dengan meniru dan uji
coba. Kata kerja kuncinya yaitu meniru, mentrasir, mengikuti,
mencoba, mempraktekkan, mengerjakan, membuat,
memperlihatkan, memasang, bereaksi, menanggapi.
Contoh:Mengikuti arahan dari instruktur.
d) Reaksi natural (mekanisme); kemampuan untuk melakukan kegiatan
pada tingkat ketrampilan ahap yang lebih sulit. Melalui tahap ini
diharapkan peserta didik akan terbiasa melakukan tugas rutinnya.
Kata kerja kuncinya yaitu Mengoperasikan, membangun,
memasang, membongkar, memperbaiki, melaksanakan sesuai
standar, mengerjakan, menggunakan, merakit, mengendalikan,
mempercepat, memperlancar, mempertajam, menangani. Contoh:
menggunakan computer.
e) Reaksi yang kompleks; kemampuan untuk melakukan kemahirannya
dalam melakukan sesuatu, dimana hal ini terlihat dari kecepatan,
ketepatan, efsiensi dan efektivitasnya. Semua tindakan dilakukan
secara spontan, lancar, cepat, tanpa ragu. Kata kerja kuncinya yaitu
mengoperasikan, membangun, memasang, membongkar,
memperbaiki, melaksanakan sesuai standar, mengerjakan,
menggunakan, merakit, mengendalikan, mempercepat,
memperlancar, mencampur, mempertajam, menangani,
mngorganisir, membuat draft/sketsa, mengukur. Contoh: Keahlian
bermain piano.
f) Adaptasi; kemampuan mengembangkan keahlian, dan memodifikasi
pola sesuai dengan yang dbutuhkan. Kata kerja kuncinya yaitu
mengubah, mengadaptasikan, memvariasikan, merevisi, mengatur
kembali, merancang kembali, memodifikasi. Contoh: Melakukan
perubahan secara cepat dan tepat terhadap kejadian tak terduga
tanpa merusak pola yang ada.
g) Kreativitas; kemampuan untuk menciptakan pola baru yang sesuai
dengan kondisi/situasi tertentu dan juga kemampuan mengatasi
masalah dengan mengeksplorasi kreativitas diri. Kata kerja kuncinya
yaitu merancang, membangun, menciptakan, mendisain,
memprakarsai, mengkombinasikan, membuat, menjadi pioneer.
Contoh: membuat formula baru, inovasi dan produk baru.

C. Ranah Pengetahuan Menurut Bloom yang Direvisi


Taksonomi Bloom mengalami perbaikan seiring dengan
perkembangan dan kemajuan zaman serta teknologi. Salah seorang murid
Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun
1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama
Revisi Taksonomi Bloom.
Mengingat (C1)
Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan
dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan ini
boleh jadi pengethuan faktual, konseptual, prosededural, atau meta
kognitif, atau kombinasi dari beberapa pengetahuan beberapa ini. Untuk
mengakses pembelajaran siswa dalam katagori proses kognitif yang
paling sederhana ini, guru memberikan pertanyaan mengenali tau
mengingat kembali dalam kondisi yang sama persis dengan kondisi
ketika siswa belajar materi yang diujikan. Guru dapat mengubah
kondisinya. Pengetahuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar
yang bermakna dalam menyelesaikan masalah karena pengetahuan
tersebut di pake dalam tugas-tugas-tugas yang lebih kompleks.
Mengenali Proses mengenali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuh
dari memori jangka panjang untuk membandingkannya dengan
informasi yang baru saja diterima. Mengingat Kembali
Proses,mengingatkembali adalah mengambil pengetahuan yang di
butuhkan dari memori jangka panjang ketika soalnya menghendaki
demikian. Soalnya sering berupa pertanyaan.

Memahami (C2)
Proses kognitif yang berpijak pada kemampuan transfer dan
ditekankan di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi ialah
memahami. Siswa dikatakan memahami apabila mereka dapat
mengkontruksi maknadari pesan-pesan pembelajaran baik berupa lisan,
tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pelajaran buku atau
layar komputer. Siswa memahami ketika mereka menghubungkan
pengetahuan baru dan pengetahuan lama mereka. Pengetahuan konseptual
menjadi dasar untuk memahami. Proses-proses kognitif dalam proses
memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan,
merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan.

Mengaplikasikan (C3)
Proses kognitif mengaplikasikan melibatkan
penggunaanprosedur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan
atau menyelesaikan masalah. Mengaplikasikan berkaitan erat dengan
pengetahuan prosedural. Dalam mengimplementasikan, memahami
pengetahuan konseptual merupakan prasyarat untuk dapat mengaplikasikan
pengetahuan prosedural.

Menganalisis (C4)
Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi jadi
bagian-bagiankecil dan menentukan bagaimana hubungan antara bagian
dan antara setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori proses
menganalisis ini meliputi proses-proses kognitif membedakan,
mengorganisasi, dan mengatribusikan. Tujuan-tujuan pendidikan yang
diklasifikasikan dalam menganalisis mencakup belajar untuk menentukan
potongan-potongan informasi yang relevan atau penting (membedakan),
menentukan cara-cara untuk menata potongan-potongan informasi
tersebut (mengorganisasikan), dan menentuan tujuan dibalik informasi
itu (mengatribusikan). Kategori-kategori proses memahami,
menganalisis, dan mengevaluasi saling terkaitan dan kerap kali digunakan
untuk melakukan tugas-tugas kognitif.

Mengevaluasi (C5)
Mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan
berdasarkan kreteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering
digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kategori
mengevaluasi mencakup proses-proses kognitif memeriksa (keputusan-
keputusan yang diambil berdasarkan kriteria internal), dan mengkritik
(keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal). Perlu
diingat bahwa tidak semua keputusan bersifat evaluatif. Misalnya,
siswa membuat keputusan apakah suatu contoh sesuai dengan suatu
kategori. Mencipta (C6) Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-
elemen jadi sebuah keseluruhan yang koheren atau fungsional. Tujuan-
tujuan yang diklasifikasikan dalam mencipta meminta siswa membuat
produk baru dengan mengorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi suatu
pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Meskipun
mengharuskan berfikir secara kreatif, mencipta bukanlah ekspresi kreatif
yang bebassama sekali dan tak dihambat oleh tuntutan-tuntutan tugas atau
situasi belajar.
D. Kelebihan dan Kekurangan Taksonomi Bloom
1. Kelebihan
a. Proses pembelajaran atau peningkatan kemampuan menjadi efisien
b. Membentuk kemampuan kognitif lebih baik
c. Membentuk kemampuan afektif lebih baik
d. Membentuk kemampuan motorik lebih baik
e. Landasan yang tepat dan mudah untuk menciptakan strategi
pengajaran yang lebih baik
f. Berdasarkan hal nyata dan melalui sebuah penelitian
2. Kekurangan
a. Belum semua mengerti mengenai konsep ini
b. Belum diterapkan secara menyeluruh
c. Banyak klasifikasi
d. Penerapan belum maksimal
e. Media pendukung belum sepenuhnya ada

E. IMPLEMENTASI TAKSONOMI BLOOM DALAM


PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Adapun langkah-langkah yang harus digunakan dalam menerapkan
Taksonomi Bloom adalah sebagai berikut:
1. Tentukan tujuan pembelajaran matematikanya
2. Tentukan kompetensi pembelajaran yang ingin dicapai apakah
peningkatan knowledge, skills atau attitude. Dalam hal ini perlu
dipertimbangkan karakteristik mata diklat, dan peserta didik
3. Tentukan ranah kemampuan intelektual sesuai dengan kompetensi
pembelajaran.
a. Ranah kognitif : Tentukan tingkatan taksonomi, apakah pada
tingkatan Mengingat, Memahami,Menerapkan, Menganalisis,
Menilai, Membuat.
b. Ranah Psikomotorik : Kategorikan ranah tersebut, apakah termasuk
Persepi, Kesiapan, Reaksi yang diarahkan, Reaksi natural
(mekanisme), Adaptasi, Reaksi yang kompleks Kreativitas.
c. Ranah Afektif: Kategorikan ranah tersebut, apakah termasuk
penerimaan, Responsif, Nilai yang dianut (Nilai diri), Organisasi dan
Karakterisasi.
4. Gunakan kata kerja kunci yang sesuai, untuk menjelaskan instruksi
kedalaman materi, baik pada tujuan program diklat, kompetensi dasar dan
indikator pencapaian.
5. Sebagai tambahan, untuk penerapan taksonomi bloom dalam ranah
kognitif, dapat ditentukan pula media pembelajaran yang sesuai dengan
mengacu pada Bloom’s Cognitive Wheel.

2. TAKSONOMI MARZANO
A. Konsep Taksonomi Marzano
Taksonomi Marzano dikembangkan pertama kali pada tahun 2000
oleh Robert Marzano. Taksonomi ini dikembangkan untuk menjawab
keterbatasan dari taksonomi Bloom yang telah digunakan secara luas.
Taksonomi Marzano mempunyai tahap dari proses yang sederhana ke
proses yang lebih lengkap, baik dari informasi maupun langkah-
langkahnya. Model kecakapan berpikir yang dikembangkan Marzano
memadukan berbagai faktor yang berjangkauan luas dan dapat
memengaruhi bagaimana siswa berpikir dan menghadirkan teori yang
berbasis riset untuk membantu para guru memperbaiki kecakapan berpikir
para siswanya. Taksonomi Marzano juga dapat digunakan untuk
meningkatkan kesadaran terhadap proses pengetahuan dan bagaimana
menyusun atau menggunakan pengetahuan, serta dapat digunakan untuk
meningkatkan keterlibatan seseorang atau komitmen seseorang terhadap
keyakinan untuk terlibat dalam suatu tugas.
Taksonomi Marzano terdiri dari tiga sistem dan domain pengetahuan.
Ketiga sistem tersebut adalah:
a) Sistem-diri (self-system)
b) Sistem metakognitif
c) Sistem kognitif.
Sewaktu berhadapan dengan pilihan untuk memulai tugas baru, sistem diri
memutuskan apakah melanjutkan kebiasaan yang dijalankan saat ini atau
masuk dalam aktivitas baru. Kemudian sistem metakognitif mengatur
berbagai tujuan dan menjaga tingkat pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Selanjutnya sistem kognitif memproses seluruh informasi yang
dibutuhkan, dan domain pengetahuan menyediakan isinya.
Ketiga Pengetahuan Domain itu adalah:
a) Informasi
b) Beragam Prosedur Mental
c) Beragam Prosedur Fisik

Marzano memecah sistem kognitif ke dalam empat komponen yaitu


pemanggilan pengetahuan, pemahaman, analisis, dan penggunaan
pengetahuan. Setiap proses terbentuk dari seluruh proses sebelumnya.
Pemahaman, sebagai contoh, membutuhkan pemangilan pengetahuan,
analisis membutuhkan pemahaman, dan seterusnya.
a) Pemanggilan (Retrieving Knowledge)
Seperti komponen pengetahuan dari taksonomi Bloom, penarikan
pengetahuan melibatkan pemanggilan kembali informasi dari ingatan
tetap. Pada tingkat pemahaman ini, siswa lebih banyak memanggil
berbagai fakta, urutan, atau proses tepat saat mereka ada. Terdapat tiga
proses kognitif pada proses ini, yaitu pemanggilan
kembali/pengingatan, pengenalan, dan pelaksanaan.
b) Pemahaman (Comprehensing Knowledge)
Comprehension merupakan proses mengorganisir atau menata
pengetahuan yang sudah ada, mensintesis keterwakilan (kemampuan
mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk satu pola
pemikiran yang baru). Namun, langkah-langkahnya masih belum
sempurna dalam memahami dasar atau konsep awal. Pada level ini
terdapat dua proses kognitif yaitu penyimbolan dan pengintegrasian.
Pada tingkat ini, siswa dituntut melakukan identifikasi apa yang
penting untuk diingat dan menempatkan informasi ke dalam berbagai
kategori yang sesuai. Oleh karena itu, dibutuhkan identifikasi dari
komponen-komponen paling penting dari sebuah konsep dan
penghilangan semua hal yang tidak signifikan.
c) Analisis (Analyzing knowledge)
Analisis merupakan proses mencapai dan menguji kecocokan
pengetahuan baik persamaan ataupun perbandingan, analisis hubungan
ke atas dan ke bawah, pengklasifikasian, analisis kesalahan,
generalisasi, spesifikasi atau untuk konsekuensi logis atau juga prinsip
yang dapat dijadikan kesimpulan. Analisis adalah tingkat yang lebih
kompleks dibanding pemahaman sederhana. Pada level ini, terdapat
lima proses kognitif yaitu pembandingan, pengklasifikasian,
spesifikasi/penalaran deduktif, generalisasi/penalaran induktif, dan
analisis kesalahan. Para pelajar dapat menggunakan apa yang mereka
pelajari untuk menghasilkan berbagai wawasan baru dan menemukan
berbagai cara menggunakan apa yang telah mereka pelajari dalam
berbagai situasi baru.
d) Penggunaan Pengetahuan (Using Knowledge)
Level akhir dari proses kognitif pada taksonomi Marzano adalah
penggunaan pengetahuan. Marzano menyebut berbagai proses ini
sebagai penggunaan pengetahuan atau menggunakan pengetahuan.
Pada level ini terdapat empat proses kognitif dalam pemanfaatan
pengetahuan, yaitu penyelidikan, percobaan, pemecahan masalah, dan
pembuatan keputusan.

B. Pembagian Taksonomi Marzano


Berikut enam level yang dikemukakan oleh Marzano:
LEVEL PEMROSESAN BENTUK UMUM
TAKSONOMI
MARZANO
Level 1: Recognizing Siswa dapat memvalidasi pernyataan yang
Retrieval benar tentang fitur informasi, namun belum
tentu memahami struktur pengetahuan atau
membedakan komponen kritis dan kritik.
Recalling Siswa dapat menghasilkan fitur informasi,
namun belum tentu memahami struktur
pengetahuan atau membedakan komponen
kritis dan tidak kritis
Executing Siswa dapat melakukan prosedur tanpa
kesalahan yang signifikan, namun belum tentu
mengerti bagaimana dan mengapa prosedur
kerjanya berjalan
Level 2: Integrating Siswa dapat mengidentifikasi struktur dasar
Comprehension informasi, prosedur mental, atau prosedur
psikomotor dan kritis yang bertentangan
dengan karakteristik non kritis.
Symbolizing Siswa dapat membuat representasi simbolis
yang akurat dari informasi, prosedur mental,
atau prosedur psikomotor yang membedakan
unsur kritis dan tidak kritis.
Level 3: Matching Siswa dapat mengidentifikasi kesamaan dan
Analysis perbedaan penting dengan informasi, prosedur
mental, atau psikomotor.
Classifying Siswa dapat mengidentifikasi kategori
superordinate dan subordinate dibandingkan
dengan informasi, prosedur mental, atau
psikomotor.
Analyzing Errors Siswa dapat mengidentifikasi kesalahan dalam
presentasi atau penggunaan informasi,
prosedur mental, prosedur psikomotor.
Generalizing Siswa dapat membuat generalisasi atau prinsip
baru berdasarkan informasi, prosedur mental,
atau psikomotor
Specifying Siswa dapat mengidentifikasi konsekuensi
logis dari informasi, prosedur mental, prosedur
psikomotor.
Level 4: Decision Making Siswa dapat menggunakan informasi, prosedur
Knowledge mental, atau prosedur psikomotor untuk
Utilization membuat keputusan secara umum atau
membuat keputusan tentang penggunaan
informasi, prosedur mental, atau prosedur
psikomotor
Problem Solving Siswa dapat menggunakan informasi, prosedur
mental, atau prosedur psikomotor untuk
memecahkan masalah secara umum atau
memecahkan masalah tentang informasi,
prosedur mental, atau prosedur psikomotor
Experimenting Siswa dapat menggunakan informasi, prosedur
mental, atau prosedur psikomotor untuk
menghasilkan dan menguji hipotesis secara
umum atau menghasilkan dan menguji
hipotesis tentang informasi, prosedur mental,
atau prosedur psikomotor
Investigating Siswa dapat menggunakan informasi, prosedur
mental, atau prosedur psikomotor untuk
melakukan penyelidikan secara umum atau
melakukan investigasi tentang informasi,
prosedur mental, atau prosedur psikomotor.
Level 5: Specifying Goals Siswa dapat menetapkan tujuan relatif
Metacognition terhadap informasi, prosedur mental, atau
prosedur psikomotor dan rencana untuk
mencapai tujuan tersebut.
Process Siswa dapat memantau kemajuan menuju
Monitoring pencapaian tujuan spesifik relatif terhadap
informasi, prosedur mental, atau prosedur
psikomotor.
Monitoring Siswa dapat menentukan sejauh mana dia
Clarity memiliki kejelasan tentang informasi,
prosedur mental, atau prosedur psikomotor.
Monitoring Siswa dapat menentukan sejauh mana
Accuracy akurasinya mengenai informasi, prosedur
mental, atau prosedur psikomotor
Level 6 : Self Examining siswa dapat mengidentifikasi seberapa penting
System Importance informasi, prosedur mental, atau prosedur
Thinking psikomotorinya kepadanya dan alasan yang
mendasari persepsi ini.
Examining Siswa dapat mengidentifikasi keyakinan
Efficacy tentang kemampuannya untuk meningkatkan
kompetensi atau pemahaman relatif terhadap
informasi, prosedur mental, atau prosedur
psikomotor dan penalaran yang mendasari
persepsi ini.
Examining Siswa dapat mengidentifikasi respons
Emotional emosionalnya terhadap informasi, prosedur
Response mental, atau prosedur psikomotor dan alasan
tanggapan ini.
Examining Siswa dapat mengidentifikasi tingkat
Motivation motivasinya secara keseluruhan untuk
meningkatkan kompetensi atau pemahaman
relatif terhadap informasi, prosedur mental,
atau prosedur psikomotor dan alasan tingkat
motivasi ini.

Enam tingkatan/level tersebut juga berinteraksi dengan apa yang


disebut Marzano “tiga pengetahuan awal”, yaitu:
a) Informasi, mencakup: kosakata, isi secara lengkap atau prinsip.
b) Prosedur mental, mencakup: recalling, mengklasifikasikan secara
umum, memonitor metakognitif, dan sebagainya.
c) Presedur psikomotor, mencakup: keahlian dan kecakapan/penampilan.
Dari tiga pengetahuan awal ini, maka keseluruhannya ada 18 kategori
dimana Marzano menamakannya dengan “model dua dimensi”.
Selanjutnya bentuk ini mengarah kepada bentuk yang lebih lengkap
terhadap taksonomi Marzano.

C. Implementasi Taksonomi Marzano dalam Pembelajaran Matematika


Berikut contoh taksonomi Marzano dalam matematika
Level of Pengetahua Contoh
Processing n awal
Retrieval Informasi Siswa mengetahui perkalian dan pembagian
langsung (Misal: 6 x 9 = …., 54 : 6 = ….. .
Prosedur Siswa mengetahui dasar dari perkalian dan
mental pembagian dengan ingatan yang bagus dan latihan
yang beraturan.
Prosedur Siswa dapat menggunakan algoritma perkalian dan
psikomotor pembagian (Misal: 38 x 57 = .…, 54 : 22 = ….)
Comprehension Informasi Siswa dapat menerangkan bagaimana pembagian
yang pembaginya lebih besar dari pada yang dibagi
(Misal: 3/5 + 1/8 = …. , dan 3/5 = …..)
Prosedur Siswa mengetahui bahwa masalah pembagian
mental seperti pecahan lebih baik dipahami bila diterangkan
secara visual atau secara pengertian melalui contoh-
contoh untuk menerangkan antara yang satu dengan
yang lainya.
Prosedur Siswa dapat memecahkan semua pembagian dari
psikomotor masalah pecahan dengan algoritma “membalikkan
dan mengalikan” tetapi dapat juga dengan
mengilustrasikan masalah dengan visual.
Analisis Informasi Berikan studi kasus kepada siswa untuk mencari
solusi terhadap suatu masalah, siswa dapat
mendiagnosa apa kesalahan yang mereka buat dan
koreksi seperti apa yang dibutuhkan.
Prosedur Berikan suatu studi kasus (seperti sebelumnya),
mental siswa dapat mengidentifikasi jenis pemikiran seperti
apa yang peranannya penting terhadap kesalahan-
kesalahan tersebut (Misal: Prasyarat pengetahuan
yang cukup, kesalahan perhitungan, alur berpikir
yang salah) dan apa jenis-jenis strategi kognitif yang
dapat membantu.
Prosedur Siswa dapat memperluas strategi problem solving
psikomotor dari kasus dan menuliskannya sebagai instruksi awal
Utilization Informasi Siswa dapat memecahkan dengan baik bagaimana
masalah-masalah yang lalu kemudian menunjukkan
aplikasinya dari suatu prinsip atau algoritma (Misal:
menulis sebuah kalimat masalah untuk suatu
ekspresi aljabar).
Prosedur Siswa menyikapi persamaan dan perbedaan antara
mental masalah-masalah, menanyakan informasi
baru/strategi apa yang dapat menolong siswa
memperoleh lebih banyak pengetahuan atau
penyelesaian masalah pada domain yang lain.
Prosedur Ketika dihadapkan dengan masalah novel, siswa
psikomotor mempertimbangkan kesamaan-kesamaan dengan
masalah yang lain dan menduga apa solusi yang
pantas yang dapat dilihat sebelum mengadopsi suatu
strategi atau algoritma yang digunakan.
Metakognitif Informasi Siswa mengumpulkan tujuan-tujuan untuk mencapai
sasaran pada matematika, termasuk apa pengetahuan
atau skill yang sudah mereka dapatkan, ketika
mereka membutuhkan pertolongan, dan bagaimana
mereka akan mengalokasikan waktu.
Prosedur Siswa mengenal perbedaan antara penggunaan
mental algoritma matematika dan memiliki strategi heuristic
(untuk menduga jawaban dan membantu mereka
yakin dengan jawabannya dan strategi yang cocok)
untuk memeriksa apakah mereka telah mencapai
tujuan mereka.
Prosedur Siswa melakukan perhitungan dan apply algorithms
psikomotor tetapi dengan penaksiran mereka sendiri, apakah
mereka mengerti dengan apa yang mereka buat dan
mengapa demikian.
Self-system Informasi Siswa menguji kemampuan mereka pada
matematika, mereka belajar dan bagaimana
memfokuskannya pada saat itu dan memilih cara-
cara kerja yang potensi.
Prosedur Siswa memeriksa motivasi terhadap tingklah laku
mental mereka (Misal: jika mereka dengan cepat mengatasi
masalah sulit, apakah mereka mencoba
menghindar?) atau keyakinan mereka tentang
pentingnya pelajaran matematika (Misal: “saya ingin
menjadi seorang psikolog dan saya tidak
membutuhkan matematika”).
Prosedur Siswa dapat mengidentifikasi emosi atau motivasi
psikomotor yang menghambat pembelajaran dan menemukan
cara untuk mengatasinya (Misal: dengan
mendiagnosa pertolongan apa yang dibutuhkan
untuk meremedial terlebih dahulu miskonsepsi atau
kebiasaan buruk, dengan strategi pembelajaran yang
lebih baik atau dengan menekuni hasil belajar agar
meningkat.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ranah Pengetahuan Menurut Bloom

Bloom dan Krathwohl menggunakan 4 prinsip-prinsip dasar dalammerumuskan


taksonomi, yaitu : Prinsip metodologi, Prinsip psikologis, Prinsip
Logis dan Prinsip tujuan. Taksonomi Bloom merupakan hasil kelompok penilai di
Universitas yang terdiri dari B.S Bloom Editor M.D Engelhart, E Frust, W.H. Hill
dan D.R Krathwohl, yang kemudian di dukung oleh Ralp W. Tyler. Bloom
merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada 3 tingkatan :

 Kategori tingkah laku yang masih verbal


 Perluasan kategori menjadi sederetan tujuan
 Tingkah laku konkrit yang terdiri dari tugas-tugas dalam pertanyaan-
pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.
 Ranah Pengetahuan Cangelosi
 Konsep Dasar
 Pengukuran Ranah kognitif
 Ranah Afektif
 Ranah Psikomotor
 Ranah Pengetahuan Menurut Marzano

Taksonomi baru yang dikembangkan Marzano dibuat


dari Tiga Sistem danDomain Pengetahuan, yang kesemuanya penting untuk
berpikir dan belajar. Ketiga sistem tersebut adalah :
a. Sistem-Diri (Self-System)
b. Sistem Metakognitif
c. Sistem Kognitif
4. Taksonomi Marzano merupakan pengembangan dari Taksonomi
Bloom.Sebagian besar acuan standard kurikulum diorganisir di seputar
konsep-konsep yang biasanya dinamai dengan satu atau dua kata.

Saran

Semoga dengan makalah ini pembaca dapat mempelajari tentang Taksonomi


Bloom dan Marzono yang dapat diterapkan dalam pembelajaran khususnya
matematika.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H, dkk. (2005). Edisi III Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Gunawan, I, dkk. Taksonomi Blom – Revisi Ranah Kognitif : Kerangka Landasan
Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Penilaian.IKIP PGRI Madiun.
Wahyuningsih, W. (2017). Analisis Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan
Masalah Matematika Berdasarkan Sistem Kognitif Taksonomi Marzano
Ditinjau dari Gaya Belajar. Skripsi Sarjana Pendidikan (S.Pd) Jurusan
Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai