Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN STUDY VISIT

YOGYAKARTA

Disusun Oleh Kelompok 8:

1. Tiyas Puspitasari 6-A 17184202012


2. Mohammad Yusuf 4-A 18184202004
3. Nanda Fitri Nur Rohmah 4-A 18184202015
4. Yashinta P. D. A. M 4-A 18184202026
5. Lailya Mifta Junidhar 2-A 19184202009

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

STKIP PGRI TULUNGAGUNG

MARET 2020

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN STUDY VISIT

Laporan ini disusun oleh kelompok 8 sebagai hasil kunjungan beberapa tempat
yang telah ditunjuk untuk di eksplorasi unsur Etnomatematika dari suatu benda
atau tempat yang terdapat di Taman Pintar, Keraton Ngayogyakarto dan Candi
Prambanan sekaligus sebagai syarat pertimbangan penilaian skripsi.

Tulungagung, 31 Maret 2020

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Drs. Aries Yuwono, M.Pd. Dr. Dian Septi Nur Afifah, M.Pd.
NIDN. 9907012809 NIDN. 0730098701
Mengetahui,
Ketua Program Studi Matematika

(MAYLITA HASYIM, M.Si.)


NIP/NIK. 198805142015042003

ii
RINGKASAN
Pendidikan dan budaya adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan sehari-hari. Etnomatematika hadir untuk menjembatani antara budaya
dan pendidikan khususnya dalam pembelajaran matematika. Tanpa disadari
masyarakat telah melakukan berbagai aktivitas dengan meggunakan konsep dasar
matematika dan ide-ide matematis. Misalnya, aktivitas berhitung dengan
menyebutkan suatu bilangan, aktivitas mengukur (panjang, luas, volume, dan
berat), kesenian, permainan, aktivitas jual beli (menghitung uang kembalian, laba
atau rugi, dan sebagainya), dan arsitektur bangunan (Rumah Adat). Penyusunan
laporan study visit ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis eksplorasi
etnomatematika pada beberapa objek yang dikunjungi di Taman Pintar,
mendeskripsikan informasi tentang filosofi dari Pintu Samping Keraton
Ngayogyakarto dan Candi Prambanan. Study Visit ini dilakukan agar diperoleh
informasi dasar dalam pengembangan ilmu etnomatematika terhadap
pembelajaran matematika yaitu konsep geometri khususnya pada bentuk dan
ukuran objek yang ditunjuk. Study Visit ini bisa dikatakan sebagai salah satu
bentuk penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan etnografi dengan
analisis taksonomi. Berdasarkan hasil kunjungan dan pengamatan yang dilakukan,
terdapat konsep matematika pada objek yang ditunjuk tersebut. Masyarakat pada
zaman dahulu tanpa mempelajari teori tentang konsep-konsep matematika, telah
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terbukti adanya bentuk
etnomatematika beberapa objek di Taman Pintar, diantaranya: pada Gong
Perdamaian, Spektrum Warna dan motif Batik Kawung Sebenarnya banyak pula
yang terdapat pada objek yang tercermin melalui berbagai hasil bangunan candi,
bangunan keraton, ukiran, pahatan, bentuk objek dan penemuan serta aktivitas
matematika yang dimiliki dan berkembang di masyarakat Yogyakarta, meliputi:
1) bentuk benda dengan konsep matematika mulai dari bentuk bangun dengan
konsep geometri, bentung bidang, konsep translasi dan kesebangunan. 2)aktivitas
membuat rancangan pembangunan bangunan Keraton dan candi Prambanan; dan
3) aktivitas membuat pola ukiran pada bangunan di keraton Jogjakarta seperti
pada gerbang, tiang penyangga, pagar, atap dan benda-benda lainnya. 4)aktivitas
membuat pola pahatan pada dinding candi prambanan

Kata kunci: Study visit, Etnomatematika, Etnografi, Geografi.

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT, akhirnya kelompok 8 dapat


menyusun Laporan hasil STUDY VISIT ke Yogyakarta ini dengan lancar.
Penyusunan laporan ini sebagai salah satu bukti dokumen pelaksanaan kegiatan
Program Pendidikan Matematika STKIP PGRI Tulungagung Tahun 2020.
Laporan ini di lakukan dengan tujuan agar mahasiswa Prodi Pendidikan
Matematika mengeksplorasi unsur –unsur ethnomatematika yang terdapat pada
benda ataupun tempat tersebut, juga sebagai syarat pertimbangan laporan skripsi
dimasa mendatang.

Dengan diselesaikannya laporan ini, penyusun mengucapkan terima kasih


kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunannya. Penyusun
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan penyusunan laporan berikutnya dimasa yang akan datang. Akhir
kata, penulis berharap LAPORAN STUDY VISIT KE YOGYAKARTA 2020 ini
dapat bermanfaat bagi pembaca juga bagi penyusun. Aamiin.

Tulungagung, 30 Maret 2020

Penyusun

iv
DARTAR ISI
Halaman Sampul...............................................................................................i
Lembar Pengesahan..........................................................................................ii
Ringkasan.........................................................................................................iii
Kata Pengantar..................................................................................................iv
Daftar isi...........................................................................................................v
Bab 1 Pendahuluan...........................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................3
C. Tujuan..................................................................................................3
D. Manfaat................................................................................................3
E. Pelaksanaan..........................................................................................4
Bab II Kajian Pustaka.......................................................................................4
A. Konsep Matematika yang Relevan.......................................................4
B. Ethnomatematika Terkait Objek yang Diamati....................................7
C. Penelitian Yang Relevan.......................................................................8
Bab III Laporan Hasil Study Visit....................................................................9
A. Taman Pintar.........................................................................................9
B. Keraton Ngayogyakarto........................................................................20
C. Candi Prambanan..................................................................................27
Bab IV Penutup.................................................................................................30
A. Kesimpulan...........................................................................................30
B. Saran.....................................................................................................31
Daftar Rujukan..................................................................................................32

v
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Yogyakarta atau banyak orang sering menyebutnya dengan kata Jogja


adalah salah satu provinsi di Indonesia dan termasuk salah satu dari 7 Daerah
Istimewa selain Aceh, Berau, Bulongan, Kalimantan Barat, Kutai, dan Surakarta,
yang sampai sekarang hanya tersisa 2 kota saja yaitu Yogyakarta dan Aceh.
Dinamakan Daerah Istimewa karena bentuk pemerintahan yang berada di daerah
tersebut sedikit berbeda dengan yang ada di pusat.
Kita semua telah mengetahui bahwa di Yogyakarta sendiri masih terdapat
kerajaan yang sekarang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tetapi
kerajaan tersebut tidak serta merta menjadikan Jogja keluar dari Indonesia, maka
karena hal tersebut dijadikanlah Jogja sebagai Daerah Istimewa.
Study visit merupakan kegiatan yang pertama dilaksanakan oleh Prodi
Pendidikan Matematika STKIP PGRI Tulungagung. Kegiatan ini secara khusus
dimaksudkan untuk membuka wawasan mahasiswa tentang pengetahuan di luar
kelas. Yogyakarta menjadi tujuan karena terdapat berbagai macam tempat yang
bisa menambah pengetahuan mahasiswa; baik itu sejarah, budaya, tempat-tempat
penting, dll.
Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung unsru-unsur nilai
penting dan fundamental yang diwariskan dari generasi-kegenasi. Kebiasaan-
kebiasaan yang dilakukan tidak lepas dari penerapan konsep matematika,
sehingga memberikan hasil unik dan beragam. Hal ini terlihat dari bentuk hasil
budaya yang ada khususnya di Indonesia seperti kesenian, bentuk bangunan,
ukiran, perhiasan. “ Sehingga matematika merupakan bagian dari budaya dan
sejarah” . (Fathani, 2009:87).

Etnomatematika adalah suatu kajian ilmu yang mempelajari suatu konsep


matematika dalam suatu budaya tertentu dalam mengeksplorasi konsep-konsep
dan praktik-praktik yang menggambarkan sesuatu yang matematis. Seperti yang
diungkapkan oleh Barton (1996:196) bahwa “Ethnomathematics is the field of

1
study which examines the way people from other cultures understand, articulate
and use concepts and practices which are from their culture and which the
researcher describes as mathematical”.
Study visit dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa bisa mengeksplorasi
benda, tempat ataupun unsur budaya yang terdapat di beberapa tempat pada
kunjungan ke Yogyakarta. Dalam kegiatan study visit ini, seluruh mahasiswa
diwajibkan membuat laporan study visit yang menjelaskan tentang konsep
ethnomatematika terkait tempat kunjungan ke Taman Pintar, Keraton
Ngayogyakarto dan Candi Prambanan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai
pertanggung jawaban dan sebagai media pembelajaran ethnomatematika bagi para
mahasiswa prodi pendidikan matematika STKIP PGRI Tulungagung sebagai
peserta Study Visit.
Study Visit merupakan suatu kegiatan kunjungan belajar dengan tujuan
untuk mempelajari aspek-aspek yang dianggap lebih baik dan lebih berhasil yang
dilakukan oleh lembaga atau sekolah dalam mengelola kegiatan pembelajaran.
Dalam proses pengelolaan study visit, kelompok kerja yang akan belajar kepada
kelompok lain yang dianggap lebih berhasil terjadi proses identifikasi aspek yang
dianggap perlu ditingkatkan, identifikasi kelompok-kelompok lain yang
mempunyai kelebihan di aspek yang serupa dengan hasilnya, dan lebih penting
lagi, bagaimana mereka melakukannya. Hal ini memungkinkan kelompok kerja
mengembangkan rencana bagaimana membuat perbaikan atau mengadaptasi
praktik terbaik tertentu, biasanya dengan tujuan meningkatkan beberapa aspek
kinerja. Proses pembandingan dalam Study Visit mungkin dilakukan satu kali,
tetapi sering dianggap sebagai suatu proses yang berkesinambungan di mana
kelompok kerja terus berusaha untuk meningkatkan praktik-praktik mereka.
Secara sederhana pengelolaan study visit, terdiri atas tiga tahap yaitu perencanaan,
pelakasanaan, dan pelaporan. Perencanaan dapat dituangkan dalam sebuah
panduan. Dengan adanya Study Visit, Mahasiswa bisa secara langsung
mengeksplorasi unsur Ethnomatematika pada suatu objek. Sehingga diharapkan
mampu mempelajari dan nantinya dapat menerapkan pembelajaran berbasis
Ethnomatematika nantinya sebagai bekal menjadi Guru.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur Ethnomatematika yang terdapat pada objek kunjungan di
Taman Pintar (Gong Perdamaian, Motif Batik Kawung dan Spektrum
Warna)?
2. Bagaimana cara mengeksplosari unsur Ethnomatematika?
3. Bagaimanakah deskripsi dan filosofi bangunan bersejarah Keraton
Ngatogyakarto dan Candi Prambanan?
4. Apa saja keuntungan dan manfaat kegiatan study visit?

C. Tujuan
Tujuan kegiatan Study Visit dan laporan ini adalah:
1. Mengetahui unsur Ethnomatematika yang terdapat pada objek di tempat
kunjungan Taman Pintar (Gong Perdamaian, Motif Batik Kawung dan
Spektrum Warna).
2. Mahasiswa dapat mengeksplorasi unsur Ethnomatematika suatu objek
3. Mahasiswa dapat mendeskripsikan dan mengetahui filosofi bangunan
bersejarah Keraton Ngayogyakarto dan Candi Prambanan.
4. Mahasiswa mendapatkan ilmu pengetahuan, pengalaman serta wawasan
tentang Sejarah dan kebudayaan dari kunjungan ke Yogyakarta.

C. Manfaat
Adapun manfaat Study Visit dan pembuatan laporan ini yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengeksplorasi unsur Ethnomatematika pada objek yang
terdapat pada tempat kunjungan.
2. Menambah wawasan mahasiswa mengenai seputar Yogyakarta.
3. Sebagai sarana pengenalan mahasiswa dengan budaya lain yang beragam.
4. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar secara langsung
dengan sumber ajar.
5. Sarana rekreasi dan memberikan pengalaman kepada mahasiswa prodi
pendidikan Matematika sebagai peserta study visit.

3
E. Pelaksanaan
a) Waktu dan Tempat Kegiatan Study Visit
Kegiatan study visit ini dilaksanakan pada:
Hari, tanggal: Senin, 9 Maret 2020 – Rabu, 11 Maret 2020
Lokasi utama: Taman Pintar, Keraton Ngayogyakarto, Candi Prambanan
Yogyakarta
Lokasi Tambahan Wisata: Tebing Breksi, dan Malioboro
b) Peserta Study Tour
Kegiatan ini diikuti oleh seluruh mahasiswa Prodi Pendidikan
Matematika Semester 2, 4 dan 6 STKIP PGRI Tulungagung dengan jumlah
42 orang dan 2 dosen pendamping.
c) Pembiayaan
Biaya dalam melakukan perjalanan wisata study visit ini sebesar
Rp.22.080.000,- dengan rincian akomodasi seperti Transportasi, tiket masuk,
makan, Penginapan: sudah di koordinir oleh pihak travel sebesar
Rp.22.140.000,-
Sumber dana kegiatan study visit berasal dari iuran para mahasiswa
sebesar Rp. 532.500,00.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Matematika yang Relevan


1. Eksplorasi

Menurut Sahertian eksplorasi memiliki sebuah arti yaitu, suatu kegiatan yang
dilakukan dalam rangka pembelajaran dan mengacu pada sebuah penelitian
(penjajakan), dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak tentang
keadaan atau suatu benda dengan cara melakukan pengumpulan data untuk
menghasilkan suatu bentuk perupaan yang baru.16 Bersumber dari penjelasan
di atas, didapat kesimpulan ekplorasi adalah suatu kegiatan untuk

4
mempelajari, menganalisa, dan meneliti sesuatu lebih dalam lagi untuk
mengetahui lebih banyak mengenai suatu masalah.

2. Ethnomatematika

Istilah etnomatematika diperkenalkan pertama kali oleh


D’ambrosio, seorang matematikawan Brasil pada tahun 1977. Definisi
etnomatematika menurut D’ambrosio (Rosa & Orey, 2011) adalah: The prefix
ethno is today accepted as a very broad term that refers to socialcultural
context and therefore includes language, jargon, and codes of behavior, myths,
and symbols. The derivation of mathema is difficult, but tends to mean to
explain, to know, to understand, and to do activities such as ciphering,
measuring, classifying, inferring and modeling. The suffix tics is derived from
techne, and has the same root as technique. Secara bahasa, awalan ethno
diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial
budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar
mathema cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, menyimpulkan, dan
pemodelan. Akhiran kata tics berasal dari techne, dan bermakna sama seperti
teknik (Astri Wahyuni dkk, 2013: 1)

Menurut Wahyuni (2013: 2) etnomatematika adalah bentuk


matematika yang dipengaruhi atau didasarkan budaya. Melalui penerapan
etnomatematika dalam pendidikan khususnya pendidikan matematika
diharapkan nantinya siswa dapat lebih memahami matematika, dan lebih
memahami budaya mereka, dan nantinya para pendidik lebih mudah untuk
menanamkan nilai budaya itu sendiri dalam diri siswa, sehingga nilai budaya
yang merupakan bagian karakter bangsa tertanam sejak dini dalam diri siswa.

Pembelajaran matematika berbasis etnomatematika selaras dengan


hakikat siswa belajar matematika Ebbut dan Straker (1995) memberikan
pandangannya bahwa agar potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal,
maka asumsi dan implikasi berikut dapat dijadikan sebagai referensi:

1) Murid akan belajar jika mendapat motivasi

5
2) Cara belajar siswa bersifat unik
3) Siswa belajar matematika melalui kerjasama
4) Murid memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam
belajarnya

3. Geometri
Menurut Wikipedia, Geometri (berasal dari bahasa Yunani kuno:
γεωμετρία, dari kata geo-yang berarti "bumi", dan kata –metron yang
berarti "pengukuran") adalah cabang ilmu matematika yang bersangkutan
dengan pertanyaan bentuk, ukuran, posisi relatif gambar, dan sifat ruang.
Geometri muncul secara independen di sejumlah budaya awal sebagai
ilmu pengetahuan praktis tentang panjang, luas dan volum, dengan unsur-
unsur dari ilmu dari ilmu matematika formal yang muncul di Barat sedini
Thales (abad 6 SM). Menurut wikipedia juga, Geometri bidang datar
merupakan sebutan untuk berbagai bangun-bangun dua dimensi.
Bangun datar adalah sebuah bidang datar yang dibatasi oleh garis
lurus maupun garis lengkung(Roji, 1997). Dalam laporan ini akan khusus
membahas konsep geomeri, mulai dari bidang datar, bidang ruang, sudut,
dan transformasi, diantaranya refleksi (pencerminan), rotasi, dan translasi.

4. Deskripsi dan Filosofi

Pengertian deskripsi adalah suatu tulisan yang isinya


menggambarkan atau menjelaskan tentang suatu objek atau keadaan
tertentu secara ringkas dan tepat.
Secara etimologis kata “deskripsi” diadaptasi dari bahasa
latin “describere” yang artinya menggambarkan atau memberikan suatu
hal. Sehingga pengertian deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang
melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga
pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, dan merasakan apa yang
digambarkan penulis.
 Menurut KBBI,

6
Arti deskripsi adalah suatu pemaparan, uraian atau penggambaran dengan
kata-kata secara jelas dan terperinci.

 Menurut Henry Guntur Tarigan (1994)


Pengertian deskripsi adalah tulisan yang bisa melukiskan sebuah kisah
yang bertujuan untuk mengajak pembaca agar bisa memahami, merasakan
dan menikmati objek yang dibicarakan seperti suasana hati, aktivitas dan
sebagainya.
 Menurut Gorys Keraf (1982:93),
arti deskripsi adalah suatu wacana yang digunakan untuk menyampaikan
hal atau objek pembicaraan sehingga para pembaca seperti melihat sendiri
objek tersebut secara langsung. Di dalam deskripsi penulis memindahkan
kesan-kesannya, hasil pengambatan, perasaan, penyampaian sifat, dan
rincian wujud yang ditemukan pada objek.
 Menurut Felicia Nuradi Utorodewo,
Pengertian deskripsi adalah suatu tulisan yang bertujuan untuk
menggambarkan bentuk objek pengamatan, sifatnya, rasanya, atau
coraknya dengan mengandalkan pancaindra dalam proses penguraiannya.

Bisa disimpulkan bahwa deskripsi adalah pemaparan atau


penggambaran secara menyeluruh dengan kata-kata melalui tulisan yang
bertujuan agar pembaca dapat lebih memahami sebuah tulisan bahkan dapat
merasakan suasana yang coba digambarkan itu agar seolah-olah ada di depan
matanya sendiri.

B. Ethnomatematika yang terkait Objek yang Diamati

Dari hasil Eksplorasi dan pengamatan yang dikakukan, unsur-unsur


Ethnomatematika terdapat pada Bangunan, bentuk objek dan motif objek yang
kami tunjuk. Pada objek Gong Perdamaian terdapat unsur Geometri yaitu Refleksi
atau pencerminan. Bentuk berupa gunungan wayang sarat akan budaya Jawa,

7
ditengahnya terdapat Gong yang merupakan Alat musik tradisional masyarakat
Jawa mulai bentuk nya merupakan bentuk bidang datar lingkaran yang juga
terdapat konsep sudut, dan unsur simetri. Terdapat pula konsep sudut pada bagian
atas.

Pada batik motif kawung terdapat beberapa unsur ethnomatematika yaitu konsep
geometri bidang datar berbentuk elips, konsep geometri transformasi berupa
translasi atau pergeseran, refleksi atau pencerminan, unsur simetri yaitu simetri
lipat dan simetri putar.

Pada objek Spektrum Warna terdapat unsur ethnomatematika berupa Geomerti


bidang datar bentuk lingkaran, konsep Simetri yaitu simetri Putar dan simetri
lipat, serta konsep sudut.

(Arya Wulandari & Kadek Ayu Puspadewi, 2016 : 32) mengatakan bahwa
konteks sosial budaya yang unik mengacu pada penerapan ide – ide matematika
dalam konteks sosial – budaya. Burton(1976:1) matematika melibatkan studi
tentang isu-isu kuantitatif (jumlah, ukuran dan bentuk) yang diperoleh dari
kehidupan sehari-hari di masyarakat.

C. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan terhadap eksplorasi ini:

No Judul Penelitian Nama Peneliti Jurnal Hasil


. Publikasi Penelitian
1
ETNOMATEMATIKA: Sylviyani Aksioma Konsep bangun
APLIKASI BANGUN Hardiarti Vol. 8, No. datar segiempat
2, November pada beberapa
DATAR SEGIEMPAT struktur candi
PADA CANDI MUARO 2017 e-ISSN Muaro
JAMBI 2579-7646 Jambi.Struktur
tersebut
berbentuk
persegi, persegi
panjang,
jajargenjang,
trapesium, dan

8
segiempat tidak
beraturan.
2 EKSPLORASI Arwanto, M.Pd. Jurnal Menunjukkan
ETNOMATEMATIKA Pendidikan konsep
BATIK TRUSMI MIPA Geometri
CIREBON UNTUK Tranformasi
MENGUNGKAP NILAI pada Batik
FILOSOFI DAN Trusmi
KONSEP MATEMATIS
3 ETNOMATEMATIK Muchamad Jurnal Riset Kontribusi
A PADA SUMUR Subali Noto, Pendidikan aspek-aspek
PURBAKALA Siska Firmasari, Matematika, matematika
DESA KALIWADAS Mohammad Print ISSN : pada sumur
CIREBON DAN Fatchurrohman 2356 – 2684 purbakala,
KAITANNYA Online sejarahnya,
DENGAN ISSN: 2477 proses
PEMBELAJARAN – 1503 berpikir
MATEMATIKA DI matematis
SEKOLAH dalam
pembuatan
sumur, dan
proses
pembelajaran
matematika di
sekolah.

BAB III LAPORAN HASIL STUDY VISIT

A. Taman Pintar

Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota wisata dan budaya, tapi juga
kota pendidikan. Selain banyaknya lembaga pendidikan terkenal yang ada di kota
tersebut, keberadaan Taman Pintar Yogyakarta kini menambah jajaran tempat
wisata edukasi yang menarik untuk dikunjungi bersama keluarga.
Berada di jantung Kota Yogyakarta, tepatnya di Jalan Panembahan Senopati
1-3, tempat ini memiliki beberapa wahana yang akan memanjakan si Kecil
sekaligus menjadi sarana yang tepat untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang dibagi dalam beberapa zona.
Begitu memasuki pintu gerbang, kita langsung disambut oleh area yang
disebut sebagai Playground Arena. Jalan masuk dari pintu gerbang terpecah

9
menjadi 2 oleh sebuah koridor yang terdiri atas 3 tiang berbentuk segitiga di
masing-masing sisinya. Air akan menyembur dari masing-masing tiang tersebut
hingga membentuk sebuah koridor air. Namun sayang, koridor ini hanya
dioperasikan pada saat-saat tertentu saja. Di ujung koridor ada sebuah gong
bertuliskan "Gong perdamaian Nusantara (sarana persaudaraan dan pemersatu
bangsa)". Di sekeliling gong tersebut nampak logo dari semua propinsi dan
kabupaten yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berbagai permainan menarik dan mendidik dengan nama menggelitik
terdapat di Playground Arena ini. Selain Koridor Air, ada Parabola Berbisik,
Dinding Berdendang, Pipa Bercerita, Cakram Spektrum Warna, Air Menari,
Forum batu, Tapak pintar, Desaku Permai, Sistem Katrol, Rumah pohon,
Jembatan Goyang, Jungkat-jungkit, dan Istana Pasir.
Beberapa Objek terkait Ethnomatematika yang terdapat di Taman Pintar yang
ditunjuk dan telah di eksplorasi adalah sebagai berikut:
1. Gong Perdamaian di Taman Pintar
Gong perdamaian diresmikan di Taman Pintar pada 20 Mei 2008.
Gong Perdamaian ini
merupakan lambang
persatuan dan kesatuan
bagi Bangsa Indonesia
yang divisualisasikan
dengan pencantuman
lambang 5 kepercayaan
agama yang diakui di
Indonesia, lambang
daerah dari 33 propinsi
dan 444 kabupaten/kota di
Indonesia di sekeliling

10
gong. Selain itu, di bawah Gong Perdamaian tertanam tanah dari 33
propinsi yang ada di Indonesia.

Ethnomatematika pada Gong Perdamaian

Gong perdamaian nusantara itu sendiri syarat akan makna. Dapat


kita perhatikan di bagian tengah gongnya terdapat bulatan menonjol
membentuk potongan setengah bola. Dalam penerapan edukasi nantinya
peserta didik dapat diarahkan mencari volume setengah bola, luas
permukaan, mencari diameter, dll sesuai dengan tingkatan jenjang
pendidikannya.

Jika dilihat dari tampak depan,


gong itu tersusun atas lingkaran-
lingkaran yang berbeda ukuran. Dari
situ dapat dijadikan bahan ajar untuk
peserta didik, mulai dari apa itu
lingkaran sampai ke aplikasi yang
lebih kompleks, bisa seperti diameter, jari-jari, sudut, juring, busur , tali
busur dan tembereng. Materi apa yang dicari semua tergantung dengan
jenjang pendidikannya, disini peran guru untuk mengarahkan tujuannya
kepada peserta didik. Gong itu sendiri juga memiliki ruang di dalamnya,

11
apabila gong diletakkan maka akan berbentuk seperti tabung dengan
diameter sangat lebar dan tinggi yang rendah. tabung iti sendiri
merupakan salah satu bangun ruang, di sini dapat pula dijadikan objek
untuk materi matematika.
Kita perhatikan juga bagian luar gong yang berbentuk menyerupai
wayang. Objek tersebut juga
terdapat unsur ethnomatematika
nya yaitu konsep Pencerminan dan
simetri lipat. Perhatikan pada garis
putus-putus warna merah,
membagi bagian menjadi dua sama
besar. Hal ini menunjukkan garis
tersebut merupakan simetri lipat
dari bangun gunungan wayang.
Garis tersebut juga merupakan
suatu pencerminan, dengan
memisalkan bagian yang kiri di
cerminkan oleh garis tersebut dan menghasilkan yang kanan.
Materi sudut dapat kita lihat pada puncaknya yang membentuk
sudut lancip. Bagian diatas gong juga terdapat empat garis sejajar yang
membentuk sudut siku-siku. Antara garis tepi gunungan wayang dengan
garis sebelah nya yang menghadap kebawah juga membentuk sudut
lancip, sehingga jika dilihat menyerupai huruf M kapital. Hal itu
digambarkan dengan garis kuning di gambar diatas.

2. Batik Kawung

Batik adalah kain yang dilukis


menggunakan canting dan cairan lilin
malam sehingga membentuk lukisan-
lukisan bernilai seni tinggi diatas kain

12
mori. Batik berasal dari kata amba dan tik yang merupakan bahasa
jawa, yang artinya adalah menulis titik. Kalau jaman dulu
disebutnya ambatik. Ambatik mengacu kepada teknik melukis titik-titik
yang serba rumit.

Membatik sendiri
memiliki banyak metode.
Metode yang telah
disebutkan sebelumnya
adalah metode membatik
tulis. Walaupun yang
dimaksud secara definisi
adalah batik tulis yang
menggunakan canting,
namun metode
pembuatan batik sendiri
ada beberapa, seperti cap,
cetak, dan printing. Ada
juga batik yang dibuat
pakai kuas Bung,
namanya batik lukis, tapi
cukup jarang ditemukan.
Batik sendiri bukanlah sebuah seni tanpa makna, namun seni yang
penuh makna. Batik sering kita lihat penggunaannya dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Indonesia. Sehingga batik memang identik
dengan Indonesia. Terdapat banyak jenis motif batik Indonesia yang
didalamnya hampir semua jenis motif batik mengandung unsur
Ethnomatematika. Salah satunya adalah motif batik Kawung yang
terdapat pada museum batik yang ada di Taman Pintar.

13
Ethnomatematika pada motif Batik Kawung

Batik motif Kawung ini terinspirasi dari bentuk buah kolang


kaling. Bentuk kolang kaling yang lonjong tersebut disusun empat sisi
membentuk lingkaran. Motif Kawung sering diidentikkan dengan motif
sepuluh sen kuno, karena bentuknya
yang bulat dengan lubang ditengahnya.
Motif ini berasal dan berkembang di
Jawa Tengah dan Jogjakarta. Biasanya
motifnya sama, hanya bedanya pada
hiasan atau aksennya saja. Batik ini
juga termasuk motif batik Indonesia
yang paling banyak dipakai.

Hasil dari Eksplorasi berupa gambaran tentang nama dan jenis batik
Kawung berupa berbagai jenis motif yang mengandung nila-nilai Matematis.
Apabila motif batik Kawung ini dicermati dengan baik, maka dapat ditemukan
adanya beberapa konsep matematika yang terkandung di dalamnya. Konsep-
konsep Matematika tersebut antara lain konsep simetri, transformasi (refleksi,
translasi, dan rotasi), kekongruenan, dan kesebangunan. Tidak hanya dapat
diperhatikan dari motifnya, namun konsep matematika ini secara tidak langsung
dapat diperhatikan pada cara pembuatan motif ini, tanpa disadari bahwa budaya
masyarakat pengrajin batik telah menanamkan nilai-nilai matematis di dalamnya.
Adapun kajian mengenai konsep-konsep matematika pada motif batik diuraikan
sebagai berikut.

1. Konsep Simetri pada Motif Batik Kawung.

Konsep simetri yang dimaksudkan di


sini adalah simetri lipat. Salah satu cara
pembuatan motif batik yaitu dengan

14
membuat sketsanya dengan terlebih dahulu membuat motif-motif tertentu. Sketsa
ini biasanya dibuat dengan kertas.

Gambar di samping ini merupakan motif batik yang simetris, garisputus-


putus warna merah menunjukkan sumbu simetri dari motif batik kawung tersebut.
Sehingga memiliki 4 simetri lipat dan 4 simetri putar.

2. Konsep Transformasi pada Motif Batik Kawung.

Pada motif batik Kawung terkandung pula konsep transformasi, seperti refleksi,
translasi, dan rotasi. Eksplorasi mengenai konsep-konsep ini pada motif batik
kawung diuraikan sebagai berikut.

a) Konsep Refleksi pada Motif Batik

Selain dengan metode seperti yang telah disebutkan sebelumnyadi atas


dalam membuat motif batik, dapat juga digunakan metode sederhana lainnya yaitu
dengan menerapkan konsep refleksi pada pembuatan motif batik Kawung . Pada
Gambar ini cukup dibuat sketsa motif a, yang selanjutnya sketsa ini ditaruh
disebelah kiri, seperti sketsa gambar b. Hal ini sama seperti konsep refleksi
terhadap sumbu y. Kemudian digambar di bawah atau seperti pencerminan
terhadap sumbu x. Dapat dilihat pada gambar d merupakan refleksi dari a dan
gambar c merupakan refleksi dari b. Hal ini bisa dilakukan pada posisi tertentu
lainnya yang akhirnya akan memperoleh motif batik yang utuh.

a
x

y
y

b a 15 b a
x
x
b) Konsep Translasi pada Motif Batik Kawung.

Dalam konsep lain yang digunakan dalam pembuatan motif batik Kawung
adalah konsep translasi. Dengan memindahkan atau menggeser sketsa motif batik
ke posisi tertentu, tentunya cukup jelas menggambarkan bahwa konsep translasi
telah diterapkan dalam pembuatan motif batik. Sebagai contoh motif batik pada
Gambar b. Pada Gambar b, motif a digeser sekian satuan ke kanan sehingga
diperoleh motif b, selanjutnya b digeser ke kanan sekian satuan lagi sehingga
diperoleh b’, demikian seterusnya. Motif a bisa di geser ke c, juga bisa di geser ke
d, begitu seterusnya hingga pada akhirnya diperoleh motif batik Kawung seperti
Gambar dibawah ini.

c d

oa b
x

u
u u
c) Konsep Rotasi pada Batik Kawung.
rr r
16

tt t
ee e
xx x
Pembuatan motif batik juga dapat dikaitkan dengan konsep rotasi pada

tt
bangun datar. Dimana konsep rotasi yang dimaksud didapat dengan cara memutar
motif yang dibuat sesuai dengan sumbunya. Sebagai contoh, perhatikan motif t
batik pada Gambar 2.c. Pada Gambar ini, motif a terlebih dahulu dicerminkan

h
terhadap sumbu y, sehingga diperoleh a’. Selanjutnya a dan a’ ini diputar 180
h h
derajat sehingga diperoleh gambar 2.c.3. Dari proses ini, diperoleh motif batik
pada Gambar C.4.

Gambar 2.c.1 ee
Gambar 2.c.2
e
y

a’ a
rr y

r x

ee e
y
a
y

x rotasi 180°

a’
3. Konsep Kekongruenan pada motif Batik Kawung.

Dalam Motif Batik Kawung selain terdapat konsep simetri dan


transformasi, pada motif nya juga terdapat konsep lain yaitu konsep
kekongruenan. Salah satu cara untuk menunjukkan bahwa dalam batik Kawung
terdapat konsep kekongruenan pada motif batiknya. Sketsa yang dibuat kemudian

17
diberikan tindakan, apakah dicerminkan, digeser, atau diputar. Sehingga dengan
proses ini, maka diperoleh motif batik lainnya pada posisi lain yang memiliki
ukuran dan bentuk yang sama dengan motif batik semula.
Sebagai contoh yaitu Gambar dibawah ini. Batik Kawung terdiri dari
motif batik yang kongruen satu sama lain sudah terlihat jelas dalam gambar
dibawah ini

3. Spektrum Warna

18
Spektrum warna adalah alat peraga yang berupa lempeng cakram
dengan warna mejikuhibiniu (merah, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu)
yang merupakan aneka warna sinar matahari. Cakram tersebut jika
diputar sampai pada kecepatan tertentu maka warnanya akan berubah
menjadi putih.

Ethnomatematika pada Spektrum Warna

Konsep Ethnomatematika yang terdapat pada Cakram Spektrum


Warna terdapat pada bentuk bidangny. Jika diperhatikan, Spektrum
Warna ini memiliki bentuk lingkaran, sehingga hal ini dapat dijadikan
penerapan dari materi tentang lingkaran. Dari sini bisa untuk mencari
luas dan keliling lingkaran, menghitung jari-jari dan diameter lingkaran.
Jika diperhatikan, di dalam lingkaran terdapat garis-garis, di situ kita bisa
menghitung besar sudut di antara dua garis yang berjajar.

19
Materi lingkaran bisa menjelaskan tentang unsur-unsur lingkaran,
mulai dari bentuk bidang datar lingkaran, daerah dalam lingkaran yaitu
busur, juring, tembereng, segitiga dalam lingkaran, sudut, jari-jari, dan
diameter. Kita juga bisa mencari Luas dan Keliling lingkaran tersebut
dengan gambaran seperti dibawah ini.

Dari konsep diatas dapat dijadikan bekal sebagai bahan ajar untuk
peserta didik nantinya, mulai dari materi lingkaran sampai ke aplikasi
yang lebih kompleks, materi apa yang dicari semua tergantung dengan
jenjang pendidikannya, disini peran guru untuk mengarahkan tujuannya
bagaimana kepada peserta didik.

B. Keraton Ngayogyakarto
Bangunan Keraton dengan arsitektur Jawa yang agung dan elegan ini
terletak di pusat Kota Yogyakarta. Bangunan ini didirikan oleh Pangeran
Mangkubumi, yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I, pada
tahun 1775. Beliau yang memilih tempat tersebut sebagai tempat untuk

20
membangun bangunan tersebut, tepat di antara sungai Winongo dan sungai
Code, sebuah daerah berawa yang dikeringkan.
Bangunan Keraton membentang dari utara ke selatan. Halaman depan
dari Kraton disebut alun-alun utara dan halaman belakang disebut alun-alun
selatan. Desain bangunan ini menunjukkan bahwa Keraton, Tugu dan Gunung
Merapi berada dalam satu garis/poros yang dipercaya sebagai hal yang
keramat. Pada waktu lampau Sri Sultan biasa bermeditasi di suatu tempat
pada poros tersebut sebelum memimpin suatu pertemuan atau memberi
perintah pada bawahannya.

Yang disebut Kraton adalah tempat bersemayam ratu-ratu, berasal dari


kata : ka + ratu + an = kraton. Juga disebut kadaton, yaitu ke + datu + an =
kedaton, tempat datu-datu atau ratu-ratu. Bahasa Indonesianya adalah istana,
jadi kraton adalah sebuah istana, tetapi istana bukanlah kraton. Kraton ialah
sebuah istana yang mengandung arti keagamaan, arti filsafat dan arti kulturil
(kebudayaan).
Dan sesungguhnya Keraton Yogyakarta penuh dengan arti-arti tersebut
diatas. Arsitektur bangunan-bangunannya, letak bangsal-bangsalnya, ukiran-
ukirannya, hiasannya, sampai pada warna gedung-gedungnyapun mempunyai
arti. Pohon-pohon yang ditanam di dalamnya bukan sembarangan pohon.
Semua yang terdapat disini seakan-akan memberi nasehat kepada kita untuk

21
cinta dan menyerahkan diri kita kepada Tuhan yang Maha Esa, berlaku
sederhana dan tekun, berhati-hati dalam tingkah laku kita sehari-hari dan lain-
lain.

Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi
dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan
kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan
oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya
bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di
belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat
yang disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat
ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya
arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari
budaya asing seperti Portugis, Belanda, bahkan Tiongkok. Bangunan di tiap
kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan
konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut
dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong.
Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang
bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap
seng dan bertiang besi.
Permukaan atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap,
genting tanah, maupun seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap
tersebut ditopang oleh tiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang
berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan
biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning,
hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan

22
lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada
tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki
ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam
Mim Ra, di tengah tiangnya.

Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen


berwarna emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun
dinding pemisah kompleks. Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih
atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada
bangunan tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan
tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat
menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk
kedekatannya dengan jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan
yang dipergunakan oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail
ornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya.
Semakin rendah kelas bangunan maka ornamen semakin sederhana bahkan
tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunan juga
dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau keseluruhan dari bangunan
itu sendiri.

23
Gambar AulaTempat Musyawarah Raja dengan Presiden, Keraton Bagian Samping

Arsitek dari keraton ini adalah Sri Sultan Hamengkubuwono I sendiri.


Waktu masih muda, baginda bergelar pangeran Mangkubumi Sukowati dan
dapat julukan, menurut Dr.F.Pigeund dan Dr.L.Adam dimajalah Jawa tahun
1940:"de bouwmeester van zijn broer Sunan P.B II" ("arsitek dari kakanda Sri
Sunan Paku Buwono II").
Komplek keraton terletak di tengah-tengah, tetapi daerah keraton
membentang antara Sungai Code dan Sungai Winanga, dari utara ke selatan
adalah dari Tugu sampai Krapyak. Namun kampung-kampung jelas memberi
bukti kepada kita bahwa ada hubungannya antara penduduk kampung itu
dengan tugasnya di keraton pada waktu dahulu, misalnya Gandekan = tempat
tinggal gandek-gandek (kurir) dari Sri Sultan, Wirobrajan tempat tinggal
prajurit kraton wirobrojo, Pasindenan tempat tinggal pasinden-pasinden
(penyanyi-penyanyi) keraton.
Luas Keraton Yogyakarta adalah 14.000 meter persegi. Didalamnya
terdapat banyak bangunan-bangunan, halaman-halaman dan lapangan-
lapangan.

24
1. Kedaton/Prabayeksa
2. Bangsal Kencana
3. Regol Danapratapa (pintu gerbang)
4. Sri Manganti
5. Regol Srimanganti (pintu gerbang)
6. Bangsal Ponconiti (dengan halaman Kemandungan)
7. Regol Brajanala (pintu gerbang)
8. Siti Inggil
9. Tarub Agung
10. Pagelaran (tiangnya berjumlah 64)
11. Alun-alun Utara
12. Pasar (Beringharjo)
13. Kepatihan
14. Tugu
15. Regol Kemagangan (pintu gerbang)
16. Bangsal Kemagangan
17. Regol Gadungmlati (pintu gerbang)
18. Bangsal Kemandungan
19. Regol Kemandungan (pintu gerbang)
20. Siti Inggil
21. Alun-alun Selatan
22. Krapyak

Denah Keraton Ngayogyakarto

25
Catatan :
1. Regol =pintu gerbang
2. Bangsal =bangunan terbuka
3. Gedong =bangunan tertutup (berdinding)
4. Plengkung =pintu gerbang beteng
5. Selogilang =lantai tinggi dalam sebuah bangsal semacam podium
rendah, tempat duduk Sri Sultan atau tempat singgasana Sri Sultan
6. Tratag =bangunan, biasanya tempat berteduh, beratap anyam-anyaman
bamboo dengan tiang-tiang tinggi, tanpa dinding.

Kawasan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan bangunan


cagar budaya yang terdiri dari serangkaian ruang dan bangunan yang

26
memiliki nama, fungsi, pelingkup serta vegetasi tertentu. Serangkaian ruang-
ruang terbuka di dalam keraton disebut plataran.
Setiap plataran dihubungkan dengan regol atau gerbang yang
merupakan pembatas antara plataran satu dengan yang lainnya.
Bangunan yang berada pada masing-masing plataran terdiri dari dua
tipologi yang dikelompokkan berdasarkan struktur penyangga atap. Tipologi
pertama adalah bangsal, yaitu bangunan yang memiliki deretan tiang sebagai
struktur penyangga atap. Dengan kata lain tidak ada dinding sebagai
penyangga atap. Sedangkan tipologi yang kedua adalah gedhong yang
memiliki struktur penyangga atap berupa bidang dinding. Bidang-bidang
dinding tersebut terbuat dari dua jenis material, yaitu konstruksi kayu dan
batu bata.

Komplek keraton itu dikelilingi oleh sebuah tembok lebar, beteng


namanya. Panjangnya 1 km berbentuk empat persegi, tingginya 3,5 m,
lebarnya 3 sampai 4 m. di beberapa tempat di beteng itu ada gang atau jalan
untuk menyimpan senjata dan amunisi, di ke-empat sudutnya terdapat
bastion-bastion dengan lobang-lobang kecil di dindingnya untuk mengintai
musuh. Tiga dari bastion-bastion itu sekarang masih dapat dilihat. Beteng itu
di sebelah luar di kelilingi oleh parit lebar dan dalam.

Tembok Keraton Denah Beteng

27
Lima buah plengkung atau pintu gerbang dalam beteng
menghubungkan komplek kraton dengan dunia luar. Plengkung-plengkung itu
adalah:

1. Plengkung Tarunasura atau plengkung Wijilan di sebelah timur laut.


2. Plengkung Jogosuro atau Plengkung Ngasem di sebelah Barat daya.
3. Plengkung Jogoboyo atau Plengkung Tamansari di sebelah barat.
4. Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gading di sebelah selatan.
5. Plengkung Tambakboyo atau Plengkung Gondomanan di sebelah timur.

Gambar Plengkung Nirbaya/ Gading

28
C. Candi Prambanan

Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang adalah


kompleks candi Hindu terbesar di Indosesia yang dibangun pada abad ke-9
masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu
yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Whisnu sebagai dewa pemelihara,
dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Shiwagra nama asli
kompleks candi ini adalah Siwagrha (bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang
di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi
tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman, di


Yogyakarta dan kecamatan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah kurang lebih 17
kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120
kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya sangat unik, Candi
Prambanan terletak di wilayah administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman,
sedangkan pintu masuk kompleks Candi Prambanan terletak di wilayah
adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten. Candi Prambanan dibangun pada
tahun 850 Masehi. Ketinggian candinya adalah 47 meter.

29
Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri,
diduga merupakan perubahan nama dialek Bahasa Jawa dari istilah teologi
Hindu Para Brahman yang bermakna "Brahman Agung" yaitu Brahman atau
realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang kerap
disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu. Pendapat lain
menganggap Para Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang
dahulu dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain mengajukan anggapan bahwa
nama "Prambanan" berasal dari akar kata mban dalam Bahasa Jawa yang
bermakna menanggung atau memikul tugas, merujuk kepada para dewa
Hindu yang mengemban tugas menata dan menjalankan keselarasan jagat.

Nama lain dari Prambanan dapat berarti 5 (lima) gunung yang dalam
bahasa Khmer/Kamboja 5 (lima) adalah Pram dan banam adalah gunung. Hal ini
menggambarkan 5 puncak gunung dari Himalaya di India. Mengingat pada saat
yang sama dalam kronik Khmer bahwa Bangsa Jawa pernah menjajah Khmer
salama 200 tahun dan Jayawarman ke 2 yang pernah di Jawa merupakan
pahlawan yang membebaskan Khmer dari dominasi Jawa.

Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta; 
Siwagrha  (Rumah Siwa) atau  Siwalaya  (Alam Siwa), berdasarkan  Prasasti
Siwagrha yang bertarikh 778 Saka (856 Masehi). Trimurti dimuliakan dalam
kompleks candi ini dengan tiga candi utamanya memuliakan Brahma, Siwa,
dan Wisnu. Akan tetapi Siwa Mahadewa yang menempati ruang utama di candi
Siwa adalah dewa yang paling dimuliakan dalam kompleks candi ini.

Fungsi dari Candi Prambanan dahulu yaitu menjadi tempat untuk


beribadah bagi mereka yang memeluk agama Hindu. Mereka ingin memuliakan
dewaq Brahma, Wishnu, dan Siwa. Jika dahulu dijadikan tempat pemujaan para
dewa, sekarang sering dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan upacara adat,
beberapa contohnya ada Tawur Agung Kesanga, upacara Melasti dan upacara
lainnya.

Salah satu yang menarik bagi kami adalah potongan candi yang terdapat
dalam sebuah pagar yang mengelilinya. Dan ternyata itu adalah sebuah monumen

30
bukti sejarah bahwa Prambanan pernah mengalami Runtuh yang lumayan parah
karena terkena gempa bumi akibat meletusnya Gunung Merapi pada 27 Mei
tahun 2006

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pengalaman yang telah kami dapatkan dari perjalanan study


visit ke Yogyakarta ini, dapat diambil kesimpulan bahwa Indonesia, khususnya
Yogyakarta, memiliki tempat bersejarah yang masih belum pas jika tidak sampai
bertemu dengan narasumbernya secara langsung, dan bertanya tentang pendapat
mereka mengenai sejarah tersebut.

Ethnomatematika telah lekat dengan kehidupan masyarakat sejak zaman


dahulu. Hal itu sudah terbukti dengan adanya rancangan serta bangunan-bangunan
bersejarah yang terbentuk dengan berbagai keunikan serta keindahan yang
didalamnya mengandung unsur konsep matematika diantarnya konsep Geometri,

31
konsep Transformasi, konsep Titik, Sudut dan Garis, bentuk Bidang, serta
aktivitas-aktivitas budaya masyarakatnya

Dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep Ethnomatematika yang terdapat


dalam suatu objek pada kegiatan Study Visit diantaranyaditunjukkan pada:

1) Bentuk benda dengan konsep matematika, mulai dari bentuk bangun


dengan konsep geometri, bentung bidang, konsep transformasi dan
kesebangunan dan kekongruenan.
2) Aktivitas membuat motif batik Kawung serta gambaran motif Batik
Kawung
3) Aktivitas membuat rancangan pembangunan bangunan Keraton dan candi
Prambanan menggunakan perhitungan matematika.
4) Aktivitas membuat pola ukiran pada bangunan di keraton Jogjakarta
seperti pada gerbang, tiang penyangga, pagar, atap dan benda-benda
lainnya.
5) Aktivitas membuat pola pahatan pada dinding candi prambanan.

Eksplosrasi terhadap Ethnomatematika perlu dikembangkan agar dengan


mudah kita mempelari matematikauntuk bekal nantinya sebagai calon guru agar
saat terjun langung menghadapi peserta didik memiliki bekal pembelajaran yang
menarik, kreatif, inovatif dan menyenangkan.

B. Saran

Perjalanan wisata Study Visit ini sangat bermanfaat bagi Mahasiswa,


sangat baik apabila terus dilaksanakan dari tahun ke tahun dengan tujuan yang
berbeda dan yang kaya akan sejarah dan ilmu pengetahuan agar wawasan
mahasiswa meningkat.

32
DAFTAR RUJUKAN

Hardiarti, Sylviyani. (2017) Etnomatematika: Aplikasi Bangun Datar


Segiempat Pada Candi Muaro Jambi. Makalah Prosiding Seminar
Nasional Matematika. Aksioma Vol. 8, No. 2, November 2017 e-ISSN
2579-7646. Pascasarjana Pendidikan Matematika, Universitas Negeri
Yogyakarta
Arwanto, M.Pd. (2016) Eksplorasi Etnomatematika Batik Trusmi Cirebon Untuk
Mengungkap Nilai Filosofi dan Konsep Matematis. Jurnal Pendidikan MIPA.
Subali Noto, Muchamad. Dkk. (2020) Etnomatematika pada Sumur Purbakala Desa
Kaliwadas Cirebon dan Kaitannya dengan Pembelajaran Matematika di
Sekolah. Jurnal Riset Pendidikan Matematika. Print ISSN : 2356 – 2684
Online ISSN: 2477 – 1503

33

Anda mungkin juga menyukai