Oleh
DOSEN PEMBIMBING
ZULHENDRI M.Si
NIP TT. 096.542.111
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing Penguji
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
i
i
KATA PENGANTAR
selalu tercurah kepada baginda Rasullah S.A.W yang membawa risalah islam
kepada umat manusia. Adapun judul makalah ini “Teorema Divergensi Gauss”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas “seminar mata kuliah” yang bertujuan
1. Bapak Prof. Dr. H. Amir Luthfi selaku Rektor Universitas Pahlawan Tuanku
1. Ibu Astuti Yunus, M.Pd. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
penyusunan.
3. Bapak Adityawarman Hidayat, S.Pd, M.Pd selaku dosen penguji mata kuliah
i
ii
kritik sebagai perbaikan sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Batasan Masalah................................................................................ 2
C. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
D. Tujuan Penulisan............................................................................... 2
E. Mamfaat Penulisan............................................................................ 2
BAB II MATERI PENDUKUNG........................................................................ 3
A. Turunan.............................................................................................. 3
B. Turunan parsial.................................................................................. 4
C. Kekontinuan....................................................................................... 5
D. Kekontinuan pada himpunan............................................................. 6
E. Kurva mulus...................................................................................... 7
F. Teorema dasar kalkulus..................................................................... 8
G. Integral............................................................................................... 9
H. Integral lipat dua atas bukan daerah persegi panjang......................... 11
I. Integral lipat tiga (koordinat cartesius).............................................. 15
J. Teorema green di bidang................................................................... 17
K. Divergensi medan vektor................................................................... 21
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................... 22
A. Teorema Divergensi........................................................................... 22
B. Teorema Gauss.................................................................................. 23
BAB IV PENUTUP.................................................................................................. 31
A. Simpulan............................................................................................ 31
B. Saran.................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Grafik Kekontinuan........................................................................... 5
Gambar 2. Kekontinuan pada himpunan............................................................. 6
Gambar 3. Himpunan S dalam persegi panjang.................................................. 12
Gambar 4. F(x,y)=0 pada R di luar himpunan S................................................. 12
Gambar 5. Himpunan sederhana y...................................................................... 12
Gambar 6. Himpunan sederhana x...................................................................... 12
Gambar 7. Himpunan bukan sederhana x atau sederhana y................................ 13
Gambar 8. Himpunan dalam persegi panjang R................................................. 13
Gambar 9. Balok B dengan sisi-sisi sejajar sumbu-sumbu koordinat................. 16
Gambar 10. Daerah S terbatas dan tertutup di ruang dimensi tiga...................... 16
Gambar 11. Proyeksi pada bidang xy.................................................................. 16
Gambar 12. Kurva bidang sembarang................................................................. 18
Gambar 13. Kurva bidang sembarang................................................................. 18
Gambar 14. Segitiga dalam kurva....................................................................... 20
Gambar 15. Benda pejal tertutup dan sederhana................................................. 23
Gambar 16. Daerah S tertutup dan Sederhana.................................................... 25
Gambar 17. Permukaan benda pejal persegi panjang S ..................................... 27
Gambar 18. Permukaan kubus............................................................................ 29
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika juga adalah ilmu universal, tidak akan habis pembahasan tentang ilmu
sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu hal yang dipelajari dalam
matematika adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari analisis riil dari vektor
dalam dua atau lebih dimensi. Cabang ilmu ini sangat berguna bagi para insinyur dan
Salah satu fokus dari kalkulus vektor adalah permasalahan bidang skalar,
dimana terdapat suatu nilai dalam setiap titik dalam ruang. Kalkulus vektor
Nabla (atau del) adalah salah satu operator yang digunakan dalam kalkulus
vektor. Dinotasikan secara matematika sebagai “”. Terdapat empat operasi penting
dalam kalkulus vektor berhubungan dengan operator ini, yaitu: Gradien, Divergensi,
Curl, Laplacian.
1
2
Kali ini akan dibahas mengenai “Teorema Divergansi Gauss”. Topik ini
belum pernah dipelajari, maupun dibahas oleh dosen sebelumnya. Oleh karena itu,
B. Batasan Masalah
Agar permasalahan ini lebih jelas dan terarah, penulis membatasi masalah
C. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini
D. Tujuan Penulisan
E. Manfaat Penulisan
2
3
BAB II
MATERI PENDUKUNG
A. Turunan
Definisi:
Turunan Fungsi f adalah fungsi lain f ' (dibaca “f aksen”) yang nilainya pada
f ( c +h ) −f ( c )
f ' (c)=lim
h →0 h
Contoh 1:
Penyelesaian:
f ( x+ h )−f ( x )
f ' (x )=lim
h →0 h
3 ( x+ h )2−(3 x 2 +3)
¿ lim
h→0 h
(6 xh+3 h2)
¿ lim
h→0 h
( 6 x +3 h ) h
¿ lim =6 x atau
h→0 h
Jika f ( x )=3 x 2 +3, maka f ' ( x )=2. 3 x2−1 +3. 0. x−1=6 x +0=6 x
3
4
B. Turunan Parsial
sebagai:
f ( x +∆ x , y )−f (x , y )
f x ( x , y )= lim
∆ x →0 ∆x
sebagai:
f ( x , y +∆ y )−f (x , y)
f y ( x , y )= lim
∆ y →0 ∆y
∂ z ∂f (x , y) ∂ z ∂f (x, y)
f x ( x , y )= = f y ( x , y )= =
∂x ∂x ∂y ∂y
Contoh 2:
∂z ∂z
Jika z=x 2 y +5 x +4 , cari dan .
∂x ∂y
Penyelesaian:
∂z ∂ 2
= ( x y +5 x+ 4 )=2 xy +5
∂x ∂ x
∂z ∂ 2
= ( x y+ 5 x + 4 ) =x 2
∂y ∂y
4
5
C. Kekontinuan
Dalam bahasa yang biasa, kata kontinu digunakan untuk memberikan suatu
proses yang berkelanjutan tanpa perubahan yang mendadak.Dari gambar ada tiga
Defenisi:
5
6
Contoh 3:
x 2−4
Andaikan f ( x )= , x ≠ 2 bagaimana seharusnya f didefinisikan di x=2 agar
x−2
Penyelesaian:
x 2−4 ( x−2 ) ( x+ 2 )
lim =lim =lim ( x +2 )=4
x →2 x−2 x →2 x−2 x→ 2
6
7
Pada Gambar 2, A suatu titik dalam dariS dan B suatu titik batas dari S.
Akhirnya, suatu himpunan adalah terbuka jika semua titiknya adalah titik dalam dan
ia tertutup jika mengandung semua titik batasnya. Jika S suatu himpunan terbuka,
untuk mengatakan bahwa f kontinu pada S secara tepatnya berarti bahwa f kontinu di
setiap titik dari S. Sebaliknya, jikaS mengandung beberapa atau semua titik batasnya,
kita harus hati-hati dalam memberikan tafsiran yang benar dari kekontinuan pada
titik-titik yang demikian. Untuk mengatakan bahwa f kontinu pada suatu titik batas P
dari S berarti bahwa f (Q) harus mendekati f (P) untuk Q mendekati P melalui titik-
titik dari S.
E. Kurva mulus
Defenisi:
Sebuah kurva rata-rata dikatakan kurva mulus apabila kurva itu ditentukan
ketentuan f ' dan g' adalah kontinu pada [a , b] sedangkan f ' (t) dan g' (t) tidak
sebuah partikel bergerak sepanjang kurva x , ymaka arah gerakannya tidak akan
berubah sekonyong-konyong (ini dijamin oleh kekontinuan f ' dan g' ), partikel ini
tidak akan berhenti atau berbalik arah ( f ' (t) dan g' (t)) akan menjamin ini, oleh karena
7
8
Bukti:
Andaikan P :a=x 0 < x 2 < x 3< …< x n−1< xn =b adalah partisi sebarang dari [ a , b ].
F ( b )−F ( a )=F (x¿¿ n)−F (x ¿¿ n−1)+ F (x¿ ¿ n−1)−F (x¿ ¿ n−2)+ …+ F ( x¿ ¿1)−F ( x ¿¿ 0)¿ ¿ ¿
n
¿ ∑ [ F ( x i ) −F( x i−1) ]
i=1
Menurut teorema nilai rata-rata untuk turunan yang diterapkan pada F pada selang
[ x i−1 , x i ],
n
F ( b )−F ( a )=∑ f ( x́ i) ∆ x i
i=1
8
9
Pada ruas kiri mempunyai sebuah konstanta; pada ruas kanan kita mempunyai
jumlah riemann untuk f pada [a, b]. Bilamana kedua ruas diambil limitnya untuk
n b
F ( b )−F ( a )= lim ∑ f ( x́ i)∆ x i=∫ f ( x ) dx
|P|→ 0 i=1 a
G. Integral
Integral terbagi dua yaitu integral tak tentu dan integral tentu. Bedanya integral
tertentu memiliki batas atas dan batas bawah. Integral tak tentu biasanya dipakai
∫ f ' ( x ) dx=F ( x ) +C
Dengan f ' ( x )= turunan pertama F ( x ) dan C= konstanta.
Integral tak tentu adalah sebuah bilangan yang dimana untuk mencari
y=x 2 +2 x+5
9
10
y=x 2 +2 x−2
y=x 2 +2 x+5 ,
y=x 2 +2 x+10 ,
Dengan demikian, fungsi yang memiliki turunan 2 x+2, bukan saja dua
fungsi diatas, tetapi banyak sekali. Walaupun demikian, fungsi-fungsi itu hanya
berbeda dalam hal bilangan tetap saja ( seperti 5, -2, 10 log 3, dan seterusnya).
n x n+1
1) ∫ x dx= +c
n+1
2) ∫ ( u+ v ) dx=∫ u dx +∫ v dx
2. Integral tentu
Definisi 2.1.1:
Misalkan f sebuah fungsi yang terdefinisi pada interval tertutup [a,b]. Jika
n
lim ∑ f ( x́ i ) ∆ x i
|p|→ 0 i=1
10
11
diberikan oleh
b n
∫ f ( x ) dx=|lim
p|→ 0
∑ f ( x́ i ) ∆ x i
a i=1
b b b
2) ∫ f ( x ) −g ( x ) dx=∫ f ( x ) dx−∫ g ( x ) dx
a a a
b
3) ∫ f ( x ) dx=0
a
b b
4) ∫ f ( x ) dx=−∫ f ( x ) dx
a a
a b
5) ∫ kf ( x ) dx=k ∫ f ( x ) dx
b a
11
12
bagian R di luar S (gambar 4). Kita katakan bahwa f dapat diintegralkan pada S jika
❑ ❑
∬ f ( x , y ) dA=∬ f ( x , y ) dA
S R
[ a , b ] sedemikian sehingga:
s {( x , y ) :φ1 ( x ) ≤ y ≤ φ2 ( x ) , a ≤ x ≤ b }
12
13
s {( x , y ) :ψ 1 ( y ) ≤ x ≤ψ 2 ( y ) ; c ≤ y ≤ d }
dalam sutu ruas garis. Hal yang sama berlaku untuk himpunan x sederhana dengan
13
14
❑ ❑
∬ f ( x , y ) dA=∬ f ( x , y ) dA
S R
b d
¿∫
a
[∫
c
]
f ( x , y ) dy dx
b φ 2(x)
¿∫
a
[∫
φ 1(x)
]
f ( x , y ) dy dx
Ringkasnya:
❑ d φ 2(x)
∬ f ( x , y ) dA=∫ ∫ f ( x , y ) dy dx
S c φ 1(x)
Contoh 4:
2
5 x
∫ ∫ ( 4 x+10 y ) dy dx
3 −x
Penyelesaian:
14
15
2
5 x 5 2
x dx
∫ ∫ ( 4 x+10 y ) dy dx=∫ [ 4 xy+5 y 2 ] −x
3 −x 3
5
¿ ∫ [ ( 4 x 3+5 x 4 ) −(−4 x 2 +5 x2 ) ] dx
3
5
¿ ∫ ( 5 x 4 +4 x3 −x2 ) dx
3
x3 5
[
¿ x 5 + x 4− ( )]
3 3
1
¿ 3393
3
Perhatikan bahwa untuk integral berulang, integral sebelah luar tidak bisa
Sekarang perhatikan suatu fungsi f tiga peubah yang didefinisikan atas suatu
15
16
B1 , B2 , … , Bn, satu yang khusus Bk diperlihatkan pada gambar 9. Pada Bk , ambil satu
¿ ¿ ¿
titik contoh ( x , y , z ) dan perhatikan penjumlahan Riemann
k k k
∑ f ( ¿x k , ¿y k , ¿z k ) ∆V k
k =1
adalah diagonal terpandang dari semua balok bagian. Maka kita definisikan integral
∭ f ( x , y , z ) dV = lim ∑ f ( ¿ , ¿ , ¿ )∆V k
B |P|→0 k =1xk yk zk
sumbu-sumbu koordinat
Perhatikan suatu daerah S terbatas dan tertutup di ruang dimensi tiga dan
∭ f ( x , y , z ) dV =¿ ∭ f (x , y , z) ¿
S B
16
17
ψ 2 (x , y)
[ ]
❑ ❑
∭ f ( x , y , z ) dV =¿ ∬ ∫ f ( x , y , z ) dz dA ¿
S Sxy ψ 1 (x , y)
Gambar
Dari gambar 11, kita dapat mengulang tulisan integral lipat dua sebelah luar
❑ a2 ψ 2(x) ψ 2( x, y)
∭ f ( x , y , z ) dV =¿ ∫ ∫ ∫ f ( x , y , z ) dz dy dx ¿
S a1 ψ 1(x) ψ 1( x, y)
Contoh 5:
∫ ∫ ∫ 4 dz dy dx
−2 0 y
Penyelesaian:
5 3 x x+2 5 3x x +2
∫ ∫ ∫ 4 dz dy dx=∫ ∫ ∫ 4 dz
−2 0 y −2 0
( y
) dy dx
17
18
5 3x
¿ ∫ ∫ [ 4 z ] x +2 dy dx
−2 0 y
5 3x
¿ ∫ ∫ ( 4 x−4 y +8 ) dy dx
−2 0
5
¿ ∫ [ 4 xy−2 y 2 +8 y ] 3 x dx
−2 0
5
¿ ∫ (−6 x 2 +24 x ) dx
−2
¿−14
merupakan batas dari suatu daerah D pada bidang XOY dan M (x , y ) dan N ( x , y)
adalah fungsi-fungsi yang kontinu serta mempunyai turunan parsial yang kontinu
∬ ( ∂∂ Nx − ∂∂My ) dxdy =∮ ( M dx + N dx )
D C
Bukti:
18
19
∮ M dx=∫ M dx+∫ M dx
C C1 C2
b a
¿ ∫ M ( x , g (x) ) dx +∫ M ( x , f ( x ) ) dx
a b
b b
¿ ∫ M ( x , g ( x) ) dx−∫ M ( x , f ( x) ) dx
a a
b
¿−∫ [ M ( x , f ( x ) )−M ( x , g ( x ) ) ] dx
a
b f (x)
∂ M ( x , y)
¿−∫ ∫ dx dy
a g (x) ∂y
19
20
❑
∂M
¿−∬ dx dy
D ∂y
Pada gambar 13, daerah D dibatasi oleh kurva C yang terdiri dari busur C 3 dan
∮ N dy=∫ N dy +∫ N dy
C C3 C4
c d
¿ ∫ N ( u ( y ) , y ) dy +∫ N ( v ( y ) , y ) dy
d c
d d
¿−∫ N ( u ( y ) , y ) dy +∫ N ( v ( y ) , y ) dy
c c
d
¿ ∫ [ N ( v ( y ) , y )−N ( u ( y ) , y ) ] dy
c
d f ( x)
∂ N (x , y)
¿∫ ∫ dx dy
c g (x) ∂x
❑
∂N
¿∬ dx dy
D ∂x
Sehingga untuk daerah khusus D ini dibatasi oleh kurva C telah terbukti
bahwa:
❑ ❑
∂ N ∂M
∬( −
∂x ∂y )
dxdy =∮ ( M dx + N dx )
D C
Contoh 6:
Asumsikan C adalah batas dari segitiga dengan titik-titik sudut (0,0), (1,2), dan
❑
2
(0,2). Akan dihitung ∮ 4 x ydx +2 y dy .
C
20
21
Penyelesaian:
∂M ∂N
M =4 x 2 y , maka =4 x 2, dan N=2 y, maka =0 sehingga
∂y ∂x
❑ 1 2
∮ ¿ ¿) ¿ ∫∫ ( 0−4 x2 ) dydx
C 0 2x
1
¿ ∫ (−8 x 2 +8 x3 ) dx
0
x +2 x 4 1
−8 3
¿ [ 3 0]
2
¿−
3
Definisi:
21
22
(Div dan Curl). Andaikan F=Mi+ Nj+ Pk adalah vektor untuk mana
∂M ∂ N ∂P
, , ada. maka
∂x ∂ y ∂z
∂M ∂N ∂P
¿ F= + +
∂x ∂ y ∂z
BAB III
PEMBAHASAN
A. Teorema Divergensi
Fluks listrik yang dipancarkan dari suatu permukaan tertutup dengan luas
permukaan tertentu adalah sama dengan muatan listrik yang dicakup oleh permukaan
tertutup itu sehingga satuan dari fluks listrik adalah sama dengan satuan muatan
22
23
listrik. Fluks listrik yang dipancarkan dari suatu permukaan tertutup seluas S dapat
yang mengubah bentuk integral permukaan tertutup menjadi integral volume. Dalam
hal ini diperlukan divergensi dari vector rapat fluks yang ditampilkan dalam system
koordinat kartesian, silinder, atau bola. Dari teorema divergensi dapat diperoleh
formula untuk mendapatkan muatan ruang didalam satu kubus atau bola . Teorema
Teorema Green, Gauss dan Stokes menghubungkan suatu integral atas suatu
❑ ❑
∮ F . n dS=∬ ¿ F dA
∂S S
daerah bidang tertutup terbatas S sama dengan integral ganda dari div F atas daerah
B. Teorema Gauss
23
24
Misalkan S suatu benda pejal tertutup dan terbatas pada ruang dimensi tiga yang
15).
dan batasnya S. Jika n menyatakan normal satuan sebelah luar terhadap S,
maka:
❑ ❑
∬ F . n dS=∭ ¿ F dV
∂S S
bentuk Cartesiusnya (bukan vector) merupakan hal yang penting. Sehingga dapat
dituliskan
24
25
❑ ❑
Bukti:
❑ ❑
∂M
∬ M cos α dS=∭ ∂x
dV
∂S s
❑ ❑
∬ N cos β dS=∭ ∂∂ Ny dV
∂S s
❑ ❑
∂P
∬ P cos γ dS=∭ ∂z
dV
∂S s
25
26
Karena S adalah z sederhana, maka S dapat dijelaskan oleh f1 (x,y) z f2 (x,y).
Seperti pada (gambar 16), S terdiri dari tiga bagian; S1yang berpadanan dengan z =
❑ ❑
❑ ❑
∬ P cos dS=−∬ P( x , y , f 1 ¿ ( x , y )) dx dy ¿
∂S1 R
Jadi,
❑ ❑
f 2 ( x , y)
[∫ ]
❑ ❑
∂P ∂P
¿∬ dz dx dy=∭ dV
R f 1 ( x , y)
∂z S
∂z
Contoh 7:
(a) ∬ F . n dS
∂S
(b) ∭ ¿ F dV
S
Penyelesaian :
26
27
(a) Pada S, n = (xi + yj + zk)/a, dengan demikian F.n = (x² + y² + z²)/a = a. Jadi,
❑ ❑
∬ F . n dS=a∬ dS=a ( 4 π a2 ) =4 πa ³
∂S ∂S
4 πa3
❑ ❑
∭ ¿ F dV =3∭ dV =3
S S
( ) 3
=4 πa ³
Contoh 8:
0 ≤ x ≤ 1, 0 ≤ y ≤ 2 , 0≤ z ≤ 3
Penyelesaian:
27
28
∂M
M =x 2 y, maka =2 xy
∂x
∂N
N=2 xz, maka =0
∂y
∂P
P= yz3 , maka =3 y z 2
∂z
∬ F . n dS=∭ ( 2 xy + 0+3 y z 2 ) dV
∂S S
1 2 3
2
¿ ∫ ∫∫ ( 2 xy+ 3 y z ) dzdydx
0 0 0
1 2 3
¿ ∫∫
0 0
[∫
0
2 xy+ 3 y z dz dydx
2
]
1 2
z3 3
[
¿ ∫ ∫ 2 xyz+ 3 y
0 0
]
3 0
dydx
1 2
(3 ) 3
¿ ∫∫[ 2 xy ( 3 )+3 y
3 ]
−0 dydx
0 0
1 2
¿ ∫ ∫ 6 xy +27 y dydx
0 0
1 2
¿∫
0
[∫0
]
6 xy +27 y dy dx
1
y2 y2 2
0
[
¿∫ 6 x
2
+ 27
2 0
dx ]
1
(2)2 (2)2
¿∫ 6 x
0
[ 2
+ 27
2
−0 dx ]
28
29
1
¿ ∫ 12 x +54 dx
0
x2
[
¿ 12
2 ]
+54 x
1
0
12
[
¿ 12 + 54 ( 1 )−0
2 ]
¿ 6+54
¿ 60
Contoh 9:
Penyelesaian:
29
30
∂m
M =2 x, maka =2
∂x
∂n
N=x 2 y , maka =x 2
∂y
∂p
P=xz 2, maka =2 xz
∂z
❑ ❑
∬ F . n dS=∭ 2+ x2 −2 xz dV
∂S S
1 1 1
¿ ∫ ∫∫ 2+ x 2−2 xz dxdydz
0 0 0
1 1 1
¿ ∫∫
0 0
[ ∫ 2+ x 2−2 xz dx
0
] dydz
1 1
x3 2 1
¿ ∫∫
0 0
[ 3 ]
2 x+ −x z dydz
0
1 1
( 1 )3
[
¿ ∫ ∫ 2 ( 1 )+
0 0 3
−( 1 )2 z−0 dydz ]
1 1
7
¿ ∫ ∫ −z dydz
0 0 3
1 1
¿∫
0
[∫
0
7
3 ]
−z dy dz
30
31
1
7
¿∫ [ y −zy 1 dz
]
0 3 0
1
7
¿∫
0
[ 3 ]
( 1 )− z ( 1 )−0 dz
1
7
¿ ∫ −z dz
0 3
7 z z2 1
¿ [ −
3 2 0 ]
7(1) (1)2
¿ [ 3
−
2
−0 ]
11
¿
6
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
31
32
❑ ❑
∮ F . n dS=∬ ¿ F dA
∂S S
❑ ❑
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
32
33
33