Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA


PERSIAPAN MENGAJAR MATEMATIKA

oleh:
ATIKA HAMEVTA (19205040)
DALA ZULYANI (19205041)
ZUL FUTRIA WATI (19205060)

Dosen Pembimbing: Dr. Edwin Musdi, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Ucapan puji serta wujud kesyukuran kehadirat Allah SWT berkat limpahan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Terima kasih atas bimbingan, dukungan dan bantuan
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan dan penyelesaian
makalah ini.
Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Edwin Musdi, M.Pd yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya
dalam pembuatan makalah ini serta secara umum mengajarkan kepada penulis
tentang mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika.
Akhirnya harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
kepentingan bersama dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Padang, 1 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
Memilih dan Mengklasifikasikan Tujuan Pendidikan .................. 3
A. Tujuan Kognitif................................................................................ 4
B. Tujuan Afektif.................................................................................. 13

BAB III PENUTUP......................................................................................... 20


A. Kesimpulan........................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum direncanakan dan disusun untuk dilaksanakan di sekolah
untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Para
pelaksana kurikulum di sekolah, khususnya guru merupakan pihak yang
berhubungan langsung dengan kegiatan belajar mengajar. Guru merupakan
pihak yang paling mengerti dan bertanggung jawab terhadap kegiatan
pengajaran yang dilakukannya. Apa dan bagaimana kegiatan mengajar
(belajar mengajar) yang dilakukan guru dan siswa di kelas itu akan sangat
menentukan berhasilnya pencapaian tujuan pendidikan. Kiranya tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa satuan pengajaran (disain intruksional,
perencanaan pengajaran) yang baik akan memberikan peluang yang lebih
besar terhadap berhasilnya kegiatan pengajaran yang diharapkan dan hal itu
disebabkan bagaimana penampilan guru di kelas juga sangat menentukan.
Untuk menjadi seorang guru yang efisien dan efektif, perlu untuk
memahami hubungan antara isi matematika yang diajarkan, tujuan
pembelajaran kognitif dan afektif, dan berbagai strategi pembelajaran untuk
menyajikan pelajaran matematika. Kecuali kalau guru dan setiap siswa tahu
apa tujuan dari pelajaran itu dan apa prestasi siswa yang diperlukan untuk
menunjukkan bahwa pelajaran telah dikuasai, mengajar dan pembelajaran
mungkin tidak efisien dan tidak efektif. Metode pengajaran tertentu mungkin
sangat efektif untuk mempromosikan pembelajaran dari beberapa topik
matematika, tetapi mungkin sangat tidak efektif untuk topik lainnya.
Pada makalah ini membahas tentang prosedur untuk meningkatkan
pengajaran dan pembelajaran matematika di ruang kelas sekolah menengah.
Topik yang disajikan dalam makalah ini adalah Persiapan Mengajar
Matematika.

1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Apa saja tujuan pendidikan ?
2. Apa pentingnya memilih dan mengklasifikasikan tujuan pendidikan ?
3. Bagaimana menerapkan tujuan pendidikan dalam pembelajaran
matematika ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui macam-macam tujuan pendidikan.
2. Mengetahui pentingnya memilih dan mengklasifikasikan tujuan
pendidikan.
3. Mengetahui cara menerapkan tujuan pendidikan dalam pembelajaran
matematika.

2
BAB II
PEMBAHASAN

PERSIAPAN MENGAJAR MATEMATIKA

Memilih dan Mengklasifikasikan Tujuan Pendidikan


Sebagai guru matematika, tujuan umum kita adalah untuk membantu siswa
mempelajari fakta, keterampilan, konsep dan prinsip yang penting dan berguna.
Namun, dalam mengajar setiap topik dalam matematika, kita harus merumuskan
tujuan yang lebih spesifik untuk menggambarkan hasil yang diharapkan dari
pembelajaran siswa.
Ada 3 tujuan pendidikan yaitu :
1. Tujuan kognitif, menentukan perilaku yang menunjukkan fungsi dan
perubahan dalam berbagai proses mental. Tujuan kognitif yang berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,
pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Tujuan afektif, menentukan perilaku yang menunjukkan perubahan sikap.
Tujuan afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan
emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Keterampilan motorik, menunjukkan bahwa siswa telah mengetahui
keterampilan manipulatif fisik tertentu. Keterampilan motorik berisi perilaku-
perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,
mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Dua psikolog pembelajaran, yaitu Benjamin S. Bloom (1956) dan David R.


Krathwohl (1964), dengan bantuan banyak psikolog dan pendidik lainnya yang
mengembangkan dua sistem klasifikasi, yang disebut taksonomi. Kedua
taksonomi ini, yang merupakan sistem klasifikasi hirarkis yang dikembangkan
secara logis dan konsisten secara internal untuk tujuan pendidikan, menentukan
perilaku kognitif dan afektif siswa yang diharapkan untuk menunjukkan
konsekuensi dari sistem pendidikan kita. Berkenaan dengan pembelajaran
keterampilan motorik, karena sedikit yang dilakukan, kecuali dalam program
pendidikan khusus, di sekolah menengah dan perguruan tinggi, Bloom,

3
Krathwohl, dan rekan mereka belum merumuskan taksonomi keterampilan
motorik.
Bloom (1956) mendefinisikan ranah pembelajaran kognitif dan afektif sebagai
berikut :
Ranah kognitif termasuk tujuan-tujuan yang berhubungan dengan ingatan
atau rekognisi pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual serta
keterampilan. Ranah afektif mencakup tujuan yang menggambarkan
perubahan dalam minat, sikap, dan nilai-nilai, serta pengembangan
penghargaan dan penyesuaian yang memadai.

A. Tujuan Kognitif
Taksonomi Bloom
Pada tahun 1956 Benyamin Bloom menyampaikan gagasanya berupa
taksonomi tujuan pendidikan dengan menyajikannya dalam bentuk hierarki.
Tujuan penyajiąn ke dalam bentuk sistem kłasifikasi hierarki ini dimaksudkan
untuk mengkategorisasi hasil perubahan kognisi pada diri siswa sebagai hasil
sebuah pembelajaran. Bloom dalam taksonominya, yang selanjutnya disebut
Taksonomi Bloom, hanya memasukan perubahan-perubahan mental yang
dapat terukur dan teramati. Perubahan-perubahan yang dimaksud di atas
antara lain adalah yang berkaitan dengan pemecahan masalah, testing, dan
pengamatan. Melalui gagasannya, Bloom menyediakan rujukan yang dapat
digunakan oleh guru (matematika) untuk memformulasikan tujuan-tujuan
pembelajaran, memilih metode mengajar, dan pendesainan tes serta aktivitas
belajar siswa.
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini
terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan
bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
1. Pengetahuan (Knowledge), selanjutnya disebut C1
2. Pemahaman (Comprehension), selanjutnya disebut C2
3. Penerapan (Application), selanjutnya disebut C3
4. Analisis (Analysis), selanjutnya disebut C4
5. Sintesis (Synthesis), selanjutnya disebut C5
6. Evaluasi (Evaluation), selanjutnya disebut C6

4
1. Pengetahuan (Knowledge), C1
Tujuan pengetahuan (C1) menekankan pada proses mental dalam
mengingat dan mengungkapkan kembali informasi–informasi yang telah
siswa peroleh secara tepat sesuai dengan apa yang telah mereka peroleh
sebelumnya. Informasi–informasi yang dimaksud berkaitan dengan
simbol–simbol matematika, terminologi dan peristilahan, fakta–fakta,
keterampilan, dan prinsip-prinsip. Kategori pengetahuan hanya mengingat
materi matematika tertentu dalam bentuk yang mirip dengan bentuk materi
itu telah disajikan.
Mengingat kembali pengetahuan membutuhkan lebih dari sekadar
mengingat materi yang tepat. Terkadang, beberapa pengetahuan mungkin
tidak berarti dan tidak bernilai bagi beberapa siswa. Tidak jarang bagi
siswa, untuk mencurahkan upaya mereka dalam belajar matematika untuk
menghafal pengetahuan yang bagi mereka, lebih dari urutan simbol, suku
kata, dan kegiatan yang tidak masuk akal. Kategori pengetahuan tidak
harus mencakup setiap tingkat matematika yang tidak dipahami. Meskipun
lima tingkat yang lebih tinggi dari tujuan pendidikan kognitif memang
membutuhkan berbagai tingkat pemahaman.

2. Pemahaman (Comprehension), C2
Pemahaman (C2) adalah tingkatan yang paling rendah dalam aspek
kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang
sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami ide–ide
matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan
tanpa perlu menghubungkannya dengan ide–ide lain dengan segala
implikasinya. Banyak siswa mengalami kesulitan dengan masalah verbal
dalam aljabar karena mereka tidak dapat menerjemahkan ekspresi verbal
ke dalam ekspresi aljabar, yang menunjukkan bahwa mereka tidak dapat
memahami arti dari ekspresi aljabar dan pernyataan verbal.
Tipe lain dari pemahaman (C2) adalah interpretasi yang merupakan
kemampuan untuk membentuk sudut pandang baru dari materi. Kegiatan-

5
kegiatan seperti membuat sketsa grafik, memahami grafik dan bagan serta
menafsirkan daftar data memiliki tujuan yang sama dengan kegiatan
penerjemahan, interpretasi dan ekstrapolasi.

3. Penerapan (Application), C3
Penerapan (C3) adalah kemampuan kognisi yang mengharapkan
siswa mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan
sebuah abstraksi matematika melalui penggunaannya secara tepat ketika
mereka diminta untuk itu. Untuk menunjukkan kemampuan tersebut,
seorang siswa harus memilih dan menggunakan apa yang mereka telah
miliki secara tepat sesuai dengan situasi yang ada dihadapannya.
Kemampuan untuk memilih teknik matematika yang tepat, postulat
dan teorema untuk membuktikan teorema baru adalah contoh aplikasi
matematika. Memilih dan menggunakan prinsip rasio dan proporsi untuk
membangun model skala rumah dan merevisi resep membuat makanan
untuk enam orang menjadi untuk dua orang juga merupakan contoh
penerapan abstraksi matematika. Karena tes telah menunjukkan bahwa
kebanyakan orang muda dewasa di Amerika dapat melakukan empat
operasi aritmatika pada bilangan bulat, tetapi hanya 20%-40% dari orang-
orang ini dapat memecahkan masalah konsumen seperti menghitung tarif
taksi atau barang-barang unit harga toko bahan makanan, tampaknya
Orang Amerika memahami aritmatika dengan cukup baik, tetapi buruk
dalam menerapkannya.

4. Analisis (Analysis), C4
Analisis (C4) adalah kemampuan untuk memilah sebuah struktur
informasi ke dalam komponen-komponen sedemikian hingga hierarki dan
keterkaitan antar idea dalam informasi tersebut menjadi tampak dan jelas.
Bloom mengidentifikasikan tiga jenis analisis, yaitu :
a. Analisis elemen atau bagian

6
Beberapa contoh analisis elemen adalah kemampuan untuk
memisahkan fakta dari hipotesis, kemampuan untuk mengenali asumsi
tak tertulis, tetapi implisit, dan kemampuan untuk memisahkan
hipotesis dari kesimpulan. Kadang-kadang banyak siswa, ketika
membuktikan teorema dalam geometri, akan menggunakan bagian dari
kesimpulan teorema sebagai hipotesis. Banyak kesalahan dalam semua
mata pelajaran matematika terjadi karena siswa gagal untuk
mempertimbangkan kondisi tersirat ketika menggunakan teknik dan
teorema. Faktor umum, bukan istilah, dapat dibatalkan dalam pecahan.
Baik pembilang maupun penyebut pecahan dapat dibagi dengan angka
yang sama, bukan nol.
b. Analisis hubungan
Analisis hubungan melibatkan mengidentifikasi hubungan utama di
antara unsur-unsur struktur matematika. Dalam memecahkan masalah
pernyataan dalam aritmatika, aljabar, trigonometri, dan kalkulus, siswa
harus menganalisis hubungan antara yang tidak diketahui (variabel)
dan informasi yang diberikan (konstanta). Contoh lain dari analisis
hubungan adalah kemampuan, ketika membuktikan teorema, untuk
mengatur hipotesis dalam hubungan mereka yang tepat satu sama lain
dan untuk mendeteksi kesalahan logika dalam menyelesaikan "bukti"
matematis.
c. Analisis prinsip–prinsip pengorganisasian
Jenis analisis yang paling kompleks dan sulit, analisis prinsip-prinsip
organisasi, adalah kemampuan untuk mengenali semua elemen dan
hubungan struktur kompleks seperti bidang matematika, sistem
bilangan real, atau bukti matematis yang kompleks. Jenis analisis ini
mencakup kemampuan untuk mengamati dan memahami teknik-teknik
matematika, untuk memahami organisasi logis penulis tentang bukti
matematis, dan untuk memahami struktur Sistem matematika.

7
Pemahaman (C2) menekankan pada penguasaan atau pengertian akan
arti materi–materi matematika, sementara penerapan (C3) lebih
menekankan pada penguasaan dan pemanfaatan informasi-informasi yang
sesuai, berkaitan dan bermanfaat. Analisis (C4) berkaitan dengan
pemilihan materi ke dalam bagian–bagian, menemukan hubungan antar
bagian, dan mengamati pengorganisasian bagian-bagian. Menganalisis
struktur matematika membutuhkan tingkat pemahaman yang lebih tinggi
daripada menerapkan struktur itu.

5. Sintesis (Synthesis), C5
Sintesis (C5) adalah kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-
elemen untuk membentuk sebuah struktur yang unik atau sistem. Dalam
matematika, sintesis melibatkan pengkombinasian dan pengorganisasian
konsep–konsep dan prinsip–prinsip matematika untuk mengkreasikannya
menjadi struktur matematika yang lain dan berbeda dari yang sebelumnya.
Salah satu contohnya adalah memformulasikan teorema–teorema
matematika dan mengembangkan struktur–struktur matematika.
Menurut hasil yang disintesis, ada tiga subkelas sintesis:
a. Menghasilkan komunikasi tertulis atau komunikasi lisan yang unik.
Menulis makalah matematika dan menghasilkan pidato tentang
matematika adalah contoh dari produksi komunikasi unik
b. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan. Produksi rencana
atau serangkaian operasi diilustrasikan dengan mengembangkan
rencana untuk mengajar dalam matematika atau merancang suatu
algoritma untuk memecahkan masalah matematika jenis tertentu.
Banyak program komputer untuk memecahkan masalah matematika
kompleks adalah rencana atau rangkaian operasi.
c. Memperoleh serangkaian hubungan yang abstrak. Membuat penemuan
matematis seperti menemukan teorema baru atau mengembangkan
sistem matematika abstrak umum adalah contoh dari rangkaian

8
hubungan abstrak. Kalkulus ciptaan Newton, dan geometri diferensial
pengembangan Gauss melibatkan sintesis pada tingkat tertinggi.

6. Evaluasi (Evaluation), C6
Evaluasi (C6) adalah kegiatan membuat penilaian (judgment)
berkenaan dengan nilai sebuah idea, kreasi cara atau metode. Evaluasi
adalah tipe yang tertinggi di antara ranah-ranah kognitif yang lain, karena
ia melibatkan ranah-ranah lain, mulai dari pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, hingga sintesis. Evaluasi dapat memandu seseoang
untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik,
penerapan baru dan cara baru yang unik dalam analisis atau sintesis,
misalnya. Bloom membagi kegiatan evaluasi ke dalam dua tipe, yaitu:
a. Penilaian pada bukti atau struktur internal, seperti akurasi, logika, dan
konsistensi.
b. Penilaian pada bukti atau struktur eksternal, seperti teorema-teorema
dan sistemnya.

Menggunakan Tujuan Kognitif di Kelas


Beberapa pendidik matematika berpikir bahwa ada penekanan
berlebihan pada pengetahuan dan pemahaman dalam buku-buku teks
matematika, metode pengajaran, pekerjaan rumah dan tes. Proporsi masalah
buku teks yang cukup besar dan standar pertanyaan tes dalam matematika
sekolah menengah hanya membutuhkan tingkat rendah aktivitas kognitif
pengetahuan dan pemahaman. Analisis masalah buku ajar dan pertanyaan tes
yang dibuat guru menunjukkan bahwa siswa matematika sekolah menengah
tidak perlu untuk mempraktekkan sintesis dan evaluasi, dan banyak tugas
yang membutuhkan aplikasi dan analisis yang agak dibuat–buat dan kurang
relevan.
1. Pengetahuan (C1) dan Pemahaman (C2) dalam Pembelajaran
Matematika

9
Akuisisi fakta dan keterampilan matematis biasanya dicapai melalui
aktivitas kognitif pengetahuan dan pemahaman. Ceramah, demonstrasi,
lembar kerja, bekerja di papan tulis, kuis tertulis dan lisan, dan permainan
adalah teknik pengajaran/pembelajaran yang efektif untuk mencapai
tujuan pengetahuan dan pemahaman. Tujuan pengetahuan dan item tes
pengetahuan hanya mengharuskan siswa untuk menyatakan arti dari suatu
simbol atau untuk mendefinisikan suatu istilah. Tujuan pengetahuan
terpenuhi ketika siswa dapat dengan benar mengingat informasi dan
definisi dalam bentuk yang hampir sama seperti yang disajikan dalam
buku teks atau oleh guru. Banyak guru cenderung berasumsi bahwa jika
siswa dapat menulis definisi yang benar dari suatu konsep, maka mereka
memahami konsep tersebut dengan cara yang berarti. Untuk cukup yakin
bahwa siswa memahami konsep yang ditetapkan mungkin dengan
meminta mereka menggunakan definisi untuk mengklasifikasikan contoh
dan tidak contoh dari suatu konsep.

2. Penerapan (C3) dalam Pembelajaran Matematika


Penerapan (C3) dapat dicapai dengan menggunakan strategi
pengajaran seperti ceramah, demonstrasi, diskusi kelas, kunjungan
lapangan, proyek kelompok kecil yang dilakukan di kelas, kelas individual
dan pekerjaan rumah. Kami biasanya ingin siswa menerapkan
pengetahuan mereka tentang matematika untuk belajar matematika yang
lebih maju dan untuk memecahkan masalah praktis atau menarik. Bagi
banyak siswa, masalah praktis seperti menyeimbangkan rekening giro
tetapi tidak terlalu menarik, dan masalah menarik seperti teka-teki
aritmatika tetapi tidak terlalu praktis. Beberapa buku teks matematika
memiliki banyak masalah yang praktis dan menarik bagi sebagian besar
siswa; sehingga guru dan siswa harus bekerja sama untuk menemukan
masalah seperti itu.

3. Analisis (C4) dan Sintesis (C5) dalam Pembelajaran Matematika

10
Tujuan kognitif tingkat keempat adalah analisis. Ini adalah uraian
struktur matematika ke dalam komponennya sehingga relatif hierarki dan
hubungan ide menjadi jelas. Sedikit kebalikan dari analisis adalah sintesis
di mana siswa menempatkan beberapa ide matematika bersamaan untuk
membentuk struktur matematika yang lebih kompleks. Analisis dan
sintesis biasanya dipraktikkan di ruang kelas matematika setelah siswa
mendapatkan pengetahuan dan pemahaman konsep matematika dasar.
Memecahkan masalah matematika dan mempelajari bukti-bukti
teorema yang lengkap membutuhkan kemampuan analisis kognitif. Guru
dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan analitis mereka
sendiri dengan menjelaskan alasan untuk setiap langkah solusi dari
berbagai masalah dan dengan mendiskusikan alasan untuk setiap
pernyataan dalam bukti teorema.
Membuktikan teorema, menulis makalah, dan merumuskan dan
menguji hipotesis membutuhkan keterampilan kognitif sintesis. Siswa
dapat meningkatkan kekuatan sintesis mereka dengan menulis bukti
teorema, dengan mengkomunikasikan interpretasi mereka dari struktur
matematika yang kompleks kepada guru dan teman sekelas mereka (baik
dalam bentuk tertulis atau lisan), dan dengan mengajarkan prinsip-prinsip
matematika satu sama lain. Sintesis yang efektif dari komunikasi
matematis seperti bukti, penjelasan, atau prosedur pemecahan masalah
biasanya harus didahului oleh analisis komponen yang akan disintesis.

4. Evaluasi (C6) dalam Pembelajaran Matematika


Tingkat tertinggi dari aktivitas kognitif yaitu evaluasi, adalah
penilaian materi sehubungan dengan keakuratan internal, konsistensi, dan
kelengkapan atau bahan penilaian sesuai dengan standar eksternal yang
berlaku umum. Dalam bentuknya yang paling kompleks, evaluasi
membutuhkan penggunaan berbagai tingkat kegiatan kognitif lainnya.
Evaluasi dapat dipraktekkan oleh siswa melalui makalah dan proyek,
diskusi kelas, jenis pekerjaan rumah tertentu dan permainan kelas yang

11
disiapkan dengan hati-hati. Meskipun evaluasi adalah kegiatan kognitif
yang tepat untuk siswa di semua tingkat kelas di sekolah menengah, itu
jarang ditekankan di sebagian besar kelas matematika.

Berdasarkan uraian di atas, salah satu kegiatan awal dalam mempersiapkan


untuk mengajarkan pelajaran atau topik dalam matematika adalah menetapkan
tujuan, dan salah satu kegiatan terakhir adalah mengukur pembelajaran siswa dari
pelajaran atau topik. Tujuan dari pelajaran, dan soal-soal tes dan kegiatan yang
digunakan untuk mengevaluasi seberapa baik siswa mempelajari pelajaran, harus
erat kaitannya. Ini bisa sangat membuat siswa frustasi untuk diuji pada materi
yang tidak termasuk dalam pelajaran guru, dan tidak berhubungan dengan topik
matematika yang dipelajari. Jika seorang guru berkonsentrasi untuk menyajikan
fakta dan keterampilan dan jika siswa mengetahui dan memahami fakta dan
keterampilan tetapi diuji pada pertanyaan yang memerlukan analisis, sintesis, dan
evaluasi, mereka tidak dapat diharapkan untuk bekerja dengan baik dan
mengembangkan sikap positif terhadap matematika. Guru harus menghindari
menempatkan siswa dalam posisi harus menebak jenis pertanyaan apa yang akan
ada pada tes matematika mereka. Situasi seperti itu biasanya terjadi ketika guru
memiliki tujuan tertentu tetapi tidak membaginya dengan siswa, atau ketika guru
tidak memiliki tujuan khusus selain mencakup materi dan memberikan tes yang
sedikit terkait dengan materi.
Bloom dan rekan-rekannya telah memberikan taksonomi yang berguna dari
tujuan pendidikan kognitif yang dapat diterapkan guru matematika di kelas
mereka sendiri. Ketika mempersiapkan untuk mengajar setiap topik atau unit
matematika, guru matematika harus menetapkan dua jenis tujuan. Pertama, konten
matematika yang akan diajarkan harus diputuskan, dan kedua, tujuan kognitif
yang sesuai harus ditentukan untuk siswa. Baik tujuan konten dan tujuan kognitif
harus dijelaskan kepada siswa ketika mereka mempersiapkan untuk mempelajari
suatu topik. Banyak studi penelitian di ruang kelas matematika telah menunjukkan
bahwa siswa cenderung belajar matematika lebih baik jika mereka diberitahu

12
sebelumnya, dalam bahasa yang dapat mereka pahami, tepatnya apa yang akan
mereka pelajari dan metode yang akan digunakan untuk mengukur pembelajaran
mereka. Siswa harus tahu sebelumnya bahwa mereka akan diharapkan untuk
mendefinisikan konsep (pengetahuan), menguasai keterampilan tertentu
(pemahaman), memecahkan masalah (penerapan), menjelaskan proses matematika
(analisis), membuktikan teorema (sintesis), atau membandingkan metode atau
struktur matematika (evaluasi). Kemudian, guru harus mendemonstrasikan
contoh, memberikan pekerjaan rumah, dan membuat soal tes yang terkait erat
dengan konten dan tujuan kognitif dari topik tersebut.
Tujuan pada tingkat yang rendah yaitu pengetahuan, pemahaman dan
aplikasi, dan tujuan yang lebih tinggi yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi, sama
pentingnya dalam matematika sekolah menengah. Sangat penting bahwa siswa
belajar istilah dan simbol dasar matematika (pengetahuan dan pemahaman) dan
komputasi dasar dan keterampilan pemecahan masalah (pemahaman dan aplikasi).
Sehingga, guru sekolah tidak boleh menempatkan nilai yang lebih besar pada
tujuan kognitif, analisis, dan evaluasi kognitif tingkat tinggi hanya karena mereka
membutuhkan aktivitas mental yang lebih kompleks. Tujuan awal pendidikan
matematika adalah untuk mengajarkan keterampilan dasar yang dapat digunakan
untuk mempelajari konsep dan prinsip matematika yang lebih kompleks, dan yang
akan mendukung penerapan matematika yang penting dan praktis.

B. Tujuan Afektif

Hampir semua sistem sekolah memiliki tujuan kognitif dan afektif. Namun
sebagian besar kegiatan sekolah dirancang untuk menekankan penguasaan
siswa dari tujuan kognitif. Pengabaian terhadap pembelajaran afektif ini telah
terjadi karena beberapa alasan, yaiu :
1. Sikap, keyakinan, dan nilai seseorang cenderung dianggap sebagai
pertimbangan pribadi. Sedangkan prestasi kognitif dianggap sebagai
masalah publik.
2. Hanya ada sedikit teknik penilaian yang memadai yang dapat digunakan
secara langsung untuk mengukur penguasaan afektif (sikap).

13
3. Diasumsikan, mungkin salah, bahwa sikap, keyakinan, dan nilai
berkembang relatif lambat dan dapat diukur hanya dalam jangka waktu
yang lama.
4. Tujuan pendidikan afektif (sikap) biasanya telah dinyatakan dalam istilah-
istilah umum yang sulit, bahkan mustahil, untuk menafsirkannya dengan
cara yang dapat diajarkan dan diukur. Misalnya, tujuan afektif "membantu
siswa menghargai kelayakan mereka sebagai anggota masyarakat" adalah
tujuan yang sulit untuk dioperasionalkan. Artinya, untuk menggunakan
tujuan ini secara efektif dalam mengajar perlu merestrukturisasi itu
menjadi tujuan khusus yang dapat dikembangkan oleh strategi
instruksional dan instrumen evaluasi.

Taksonomi tujuan pendidikan afektif, yang disiapkan oleh David


Krathwohl, dkk., Adalah sistem klasifikasi yang diperuntukkan untuk minat,
penghargaan, sikap, nilai dan tujuan yang disesuaikan. Taksonomi ini berisi
lima kategori tujuan afektif utama dengan setiap kategori yang mengandung
dua atau tiga level afektif. Kategori dan subkategori tujuan afektif adalah:
1. Penerimaan (Receiving/Attending)
a. Kesadaran (Awareness)
b. Kesediaan untuk menerima (Willingness to Receive)
c. Perhatian yang Terkendali atau Terplilih (Controlled or Selected
Attention)
2. Tanggapan (Responding)
a. Persetujuan dalam Menanggapi(Acquiescence in Responding)
b. Kesediaan untuk Menanggapi (Willingness to Respond)
c. Kepuasan dalam Menanggapi (Satisfaction in Responding)
3. Penghargaan/Penilaian (Valuing)
a. Menerima Nilai (Accepting a Value)
b. Memilih Nilai (Preferring a Value)
c. Komitmen terhadap Nilai (Commitment to a Value)
4. Pengorganisasian (Organization)
a. Konseptualisasi Nilai (Conceptualization of a Value)

14
b. Organisasi Sistem Nilai (Organization of a System of Values)
5. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or
Value Complex)
a. Penetapan Umum(Generalized Set)
b. Karakterisasi (Characterization)
Meskipun studi seperti Penilaian Nasional Kemajuan Pendidikan
menunjukkan bahwa mayoritas orang di Amerika Serikat belajar keterampilan
aritmatika di sekolah, penelitian lain seperti yang dilakukan oleh Kelompok
Studi Matematika Sekolah menunjukkan bahwa banyak siswa, serta orang
dewasa, telah mengembangkan sikap negatif terhadap matematika. Selain
mengajar siswa untuk mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis,
mensintesis, dan mengevaluasi fakta matematika, keterampilan, konsep dan
prinsip, orang yang peduli tentang pendidikan matematika juga ingin siswa
menikmati matematika, memandang matematika sebagai upaya manusia yang
penting, dan belajar tentang sifat matematika dan karya para ahli matematika.
Beberapa orang tampaknya memiliki bakat yang melekat dan minat
dalam matematika, banyak siswa mengembangkan ketidaksukaan terhadap
matematika yang diajarkan di sekolah. Dalam upaya untuk meningkatkan
minat siswa dalam matematika, banyak penulis buku pelajaran matematika
telah mulai memasukkan informasi historis tentang matematika dan
matematikawan dalam buku-buku mereka, dan menunjukkan kepada siswa
nilai matematika dan beberapa dari banyak kegunaannya. Beberapa tujuan
afektif berkaitan dengan memotivasi siswa untuk belajar matematika, tetapi
tujuan umum dari tujuan tersebut jauh lebih luas daripada hanya motivasi
siswa. Selain banyak penerapannya, matematika juga bisa menjadi kegiatan
sosial dan budaya yang menarik dan menyenangkan bagi banyak orang.
Banyak buku dan artikel yang menarik telah ditulis tentang matematika dan
matematikawan. Ketika mengajar "matematika", guru harus membantu siswa
memahami dan menghargai peran matematika, baik dalam kemajuan sosial
dan teknologi.

1. Penerimaan (Receiving/Attending)

15
a. Kesadaran (Awareness)
b. Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Receive)
c. Perhatian yang Terkendali atau Terplilih (Controlled or Selected
Attention)

Dari ketiga kategori Penerimaan, kita ingin para siswa menyadari


informasi matematika, untuk mau belajar tentang matematika, dan secara
sadar menghadiri untuk mengamati dan belajar matematika. Jika siswa
tidak menyadari informasi dan pentingnya matematika, tidak mau belajar
matematika, atau tidak akan mengalihkan perhatian mereka untuk belajar
matematika, tidak mungkin mereka akan berhasil dalam semua kelas
matematika mereka.

2. Tanggapan (Responding)
a. Persetujuan dalam Menanggapi (Acquiescence in Responding)
b. Kesediaan untuk Menanggapi (Willingness to Respond)
c. Kepuasan dalam Menanggapi (Satisfaction in Responding)
Kategori penerimaan sebelumnya hanya membutuhkan keterlibatan
pasif di pihak siswa, menanggapi menyiratkan tingkat keterlibatan siswa
yang aktif. Pada tingkat tanggapan terendah, tanggapan siswa hanya
bentuk kepatuhan. Pada tingkat selanjutnya, siswa memiliki beberapa
keinginan untuk merespon. Akhirnya, pada tingkat tertinggi tanggapan,
siswa mendapatkan kesenangan atau kenikmatan dari tanggapan.
Menerima adalah pembelajaran pasif perilaku afektif yang membutuhkan
usaha kecil pada bagian dari peserta didik, tangapan adalah pembelajaran
sikap aktif atau "belajar dengan melakukan."

3. Penghargaan/Penilaian (Valuing)
Tujuan afektif dari penilaian menyediakan bagi para peneliti untuk
menghargai suatu objek, ide, fenomena, aktivitas, atau perilaku.
a. Menerima Nilai (Accepting a Value)
b. Memilih Nilai (Preferring a Value)
c. Komitmen terhadap Nilai (Commitment to a Value)

16
Kategori di atas, yang orang peroleh untuk nilai-nilai mereka.
Seorang siswa yang hanya menerima nilai memiliki sedikit komitmen
terhadap nilai itu dan akan siap mengevaluasi kembali posisinya dan dapat
mengganti nilai dengan nilai yang berbeda, atau bahkan bertentangan.
Preferensi untuk suatu nilai menyiratkan bahwa individu cukup
berkomitmen pada nilai untuk ingin mempertahankannya. Komitmen
terhadap nilai melibatkan tingkat kepastian yang tinggi terkait dengan
retensi nilai. Seseorang yang berkomitmen pada suatu nilai akan
menolaknya dengan keengganan yang besar, jika dia akan menolaknya
sama sekali, dan mungkin mencoba mempengaruhi orang lain untuk
menerima nilainya. nilai-nilai politik dan religius biasanya dipegang
dengan tingkat keyakinan dan komitmen yang tinggi.

4. Pengorganisasian (Organization)
a. Konseptualisasi Nilai (Conceptualization of a Value)
b. Organisasi Sistem Nilai (Organization of a System of Values)
Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964) menjelaskan kategori
organisasi afektif sebagai berikut:
Ketika pelajar secara berturut-turut menginternalisasikan nilai-nilai,
dia menghadapi situasi di mana lebih dari satu nilai relevan. Dengan
demikian kebutuhan yang muncul: (1) pengorganisasian nilai-nilai
ke dalam suatu sistem, (2) penentuan keterkaitan di antara mereka,
dan (3) penetapan yang dominan dan yang meresap. Sistem semacam
itu dibangun secara bertahap, dapat berubah sewaktu nilai-nilai baru
digabungkan. Pada orang dewasa, perubahan dilakukan dengan
usaha dan kesulitan yang jauh lebih besar daripada anak. Organisme
menjadi lebih kaku seiring bertambahnya usia dan kurang siap untuk
menerima nilai yang tidak konsisten dengan yang sudah dianut.
Organisasi dimaksudkan sebagai klasifikasi yang tepat untuk tujuan
yang menggambarkan awal dari pembangunan sistem nilai. Ini
dibagi menjadi dua tingkatan, karena prasyarat untuk saling
berhubungan adalah konseptualisasi nilai dalam bentuk yang
memungkinkan organisasi. Dengan demikian, konseptualisasi
membentuk subdivisi pertama dalam proses, Organisasi sistem nilai
adalah kedua.
Konsistensi dan stabilitas adalah karakteristik penting dari penilaian;
dan abstraksi, analisis, dan diferensiasi nilai mencirikan konseptualisasi

17
suatu nilai. dalam organisasi suatu sistem nilai, pembelajar diharuskan
untuk memesan, menyusun, dan mengakomodasikan serangkaian nilai
yang kompleks yang mungkin berbeda.
5. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or
Value Complex)
a. Penetapan Umum (Generalized Set)
b. Karakterisasi (Characterization)
Pada tahap pengembangan nilai ini, nilai-nilai disusun menjadi
struktur yang konsisten secara internal, telah dipegang oleh individu untuk
beberapa waktu, dan secara mapan ditetapkan sebagai bagian dari
karakteristik individu. Subkategori dari penetapan umum adalah
kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan cara yang konsisten
setiap kali serangkaian keadaan tertentu ditemui. Pola perilaku umum ini
sangat jelas sehingga memungkinkan untuk mendeskripsikan seseorang
sebagai orang yang memiliki nilai tertentu dan yang dapat diharapkan
untuk berperilaku dengan cara yang konsisten dalam situasi tertentu.
Tingkat perilaku afektif tertinggi, yang lebih tinggi dari dua subkategori
dalam karakterisasi oleh nilai atau nilai kompleks, disebut karakterisasi.
Pada tingkat karakterisasi, nilai-nilai begitu umum sehingga cenderung
mengkarakterisasi individu untuk sebagian besar.
Tujuan pendidikan di sekolah biasanya tidak ditetapkan pada tingkat
karakterisasi oleh nilai atau nilai kompleks. jenis perilaku afektif ini
berkembang perlahan-lahan selama periode waktu, sulit untuk mengontrol
dan memprediksi, dan tidak dapat dengan mudah diukur atau dievaluasi.

Mengukur kemajuan siswa menuju tujuan kognitif dan afektif


biasanya tidak tepat dan memakan waktu; tujuan afektif dalam matematika
lebih sulit untuk mengukur dan mendokumentasikan daripada tujuan
kognitif kognitif. Lebih mudah untuk mengukur dan mendokumentasikan
fakta bahwa seorang siswa tidak tahu dan memahami keterampilan

18
matematika daripada untuk menunjukkan secara meyakinkan bahwa dia
belum mengatur sistem nilai yang sesuai untuk mempelajari aljabar.
Beberapa buku teks sekolah menengah diterbitkan dengan edisi guru
dan tambahan yang berisi tujuan kinerja kognitif dan tes kemampuan
matematika kognitif. Namun ada beberapa buku teks dengan tambahan
yang mengandung tujuan afektif dan langkah-langkah afektif. Dalam
banyak sistem sekolah, guru memiliki sedikit panduan untuk merumuskan
dan mengukur tujuan afektif dan melakukannya dengan cara yang sangat
serampangan. Hampir semua sistem sekolah memerlukan evaluasi
ringkasan berkala kemajuan kognitif siswa, yang biasanya dilakukan
dengan menghitung nilai enam minggu, dan mengirim kartu laporan
kepada orang tua. Beberapa sekolah menggunakan kartu laporan yang
berisi evaluasi kemajuan sikap siswa. Kategori seperti "kemampuan untuk
bekerja dengan siswa lain", "kerja sama", dan “sikap terhadap subjek"
termasuk dalam beberapa kartu laporan, dan siswa dapat dinilai
memuaskan-tidak memuaskan secara berkesinambungan pada
karakteristik afektif tersebut.
Terlepas dari prosedur yang digunakan untuk menetapkan tujuan
atau metode yang digunakan dalam mengevaluasi kemajuan menuju
tujuan, penting bahwa guru menetapkan tujuan kognitif dan afektif untuk
siswa mereka, berbagi tujuan ini dengan siswa, dan memilih atau
mengembangkan metode yang adil dan konsisten untuk mengukur
kemajuan siswa. Para siswa cenderung belajar (dalam arti kognitif) lebih
baik jika mereka memiliki tujuan-tujuan belajar kognitif tertentu, dan
mereka cenderung untuk mengembangkan dan mempertahankan sikap-
sikap yang baik (dalam pengertian afektif) terhadap matematika jika
mereka tahu apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana mereka akan
dievaluasi.

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ada 3 tujuan pendidikan yaitu :
1. Tujuan kognitif, menentukan perilaku yang menunjukkan fungsi dan
perubahan dalam berbagai proses mental. Tujuan kognitif yang berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
a. Pengetahuan (Knowledge), selanjutnya disebut C1
b. Pemahaman (Comprehension), selanjutnya disebut C2
c. Penerapan (Application), selanjutnya disebut C3
d. Analisis (Analysis), selanjutnya disebut C4
e. Sintesis (Synthesis), selanjutnya disebut C5
f. Evaluasi (Evaluation), selanjutnya disebut C6
2. Tujuan afektif, menentukan perilaku yang menunjukkan perubahan sikap.
Tujuan afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan
dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
a. Penerimaan (Receiving/Attending)
(1) Kesadaran (Awareness)
(2) Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Receive)
(3) Perhatian yang Terkendali atau Terplilih (Controlled or Selected
Attention)
b. Tanggapan (Responding)
(1) Persetujuan dalam Menanggapi (Acquiescence in Responding)
(2) Kesediaan untuk Menanggapi (Willingness to Respond)
(3) Kepuasan dalam Menanggapi (Satisfaction in Responding)
c. Penghargaan/Penilaian (Valuing)

20
(1) Menerima Nilai (Accepting a Value)
(2) Memilih Nilai (Preferring a Value)
(3) Komitmen terhadap Nilai (Commitment to a Value)

d. Pengorganisasian (Organization)
(1) Konseptualisasi Nilai (Conceptualization of a Value)
(2) Organisasi Sistem Nilai (Organization of a System of Values)
e. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or
Value Complex)
(1) Penetapan Umum (Generalized Set)
(2) Karakterisasi (Characterization)
3. Keterampilan motorik, menunjukkan bahwa siswa telah mengetahui
keterampilan manipulatif fisik tertentu. Keterampilan motorik berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti
tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

21
22
DAFTAR PUSTAKA

Bell, Frederick. 1981. Teaching and Learning Mathematics (in Secondary


Schools). Brown Compony Publisher: United State of Amerika.

Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. UPI:


Bandung.

Anda mungkin juga menyukai