Anda di halaman 1dari 22

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Problem Based Learning (PBL)


1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran
yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan
pada pada era globalisasi saat ini. Problem Based Learning (PBL) dikembangkan
untuk pertama kali oleh Prof. Howard Barrows sekitar tahun 1970-an dalam
pembelajaran ilmu medis di McMaster University Canada (Amir, 2009). Model
pembelajaran ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal
pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah.
Beberapa definisi tentang Problem Based Learning (PBL) :
1. Menurut Duch (1995), Problem Based Learning (PBL) merupakan model
pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar bagaimana belajar,
bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia
nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada
pembelajaran yang dimaksud.
2. Menurut Arends (Trianto, 2007), Problem Based Learning (PBL) merupakan
suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada masalah
autentik

(nyata)

sehingga

diharapkan

mereka

dapat

menyusun

10

pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan tingkat tinggi


dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan dirinya.
3. Menurut Glazer (2001), mengemukakan Problem Based Learning (PBL)
merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan
pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata.
Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning (PBL)
dapat

disimpulkan

bahwa

PBL

merupakan

model

pembelajaran

yang

menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai
pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Problem Based Learning (PBL)
adalah pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya,
dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang
penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki
strategi belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan
masalah atau tantangan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari (Amir,
2009).
Model Problem Based Learning (PBL) bercirikan penggunaan masalah
kehidupan nyata sebagai suatu yang harus dipelajari siswa. Dengan model PBL
diharapkan siswa mendapatkan lebih banyak kecakapan daripada pengetahuan
yang dihafal. Mulai dari kecakapan memecahkan masalah, kecakapan berpikir
kritis, kecakapan bekerja dalam kelompok, kecakapan interpersonal dan
komunikasi, serta kecakapan pencarian dan pengolahan informasi (Amir, 2007).

11

Savery, Duffy, dan Thomas (1995) mengemukakan dua hal yang harus dijadikan
pedoman dalam menyajikan permasalahan. Pertama, permasalahan harus sesuai
dengan konsep dan prinsip yang akan dipelajari. Kedua, permasalahan yang
disajikan adalah permasalahan riil, artinya masalah itu nyata ada dalam kehidupan
sehari-hari siswa.
Dalam PBL pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, di mana
tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa, mencapai
keterampilan mengarahkan diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji
masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan
pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat
meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya dapat
terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan
membimbing pertukaran gagasan.
2. Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)
Ciri yang paling utama dari
dimunculkannnya masalah pada

model pembelajaran PBL yaitu

awal pembelajarannya.. Menurut Arends

(Trianto, 2007), berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah


memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
1. Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyata siswa
daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

12

2. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak


menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan
penyelesaian siswa.
3. Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan harusnya mudah
dipahami siswa dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Luas dan sesuai tujuan pembelajaran. Luas artinya masalah tersebut harus
mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan
waktu, ruang, dan sumber yang tersedia.
5. Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa sebagai
pemecah masalah dan guru sebagai pembuat masalah.
b.

Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu


Masalah yang diajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu.

c.

Penyelidikan autentik (nyata)


Dalam penyelidikan siswa menganalisis dan merumuskan masalah,
mengembangkan

dan

meramalkan

hipotesis,

mengumpulkan

dan

menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan, dan


menggambarkan hasil akhir.
d.

Menghasilkan produk dan memamerkannya


Siswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya dan
memamerkan hasil karyanya.

e.

Kolaboratif
Pada model pembelajaran ini, tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan
bersama-sama antar siswa.

13

Adapun beberapa karakteristik prosel PBL menurut Tan (Amir, 2007)


diantaranya :
a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
b. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang
disajikan secara mengambang.
c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa
menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang sebelumnya
telah diajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
d. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di
ranah pembelajaran yang baru.
e. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
f.

Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber


saja.

g. Pembelajarannya kolaboraif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja


dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan
melakukan presentasi.
Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses PBL dapat
disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses PBL yaitu adanya suatu
permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok
kecil.

14

3. Beberapa Teori yang Melandasi Problem Based Learning (PBL)


Dalam perkembangannya, pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan kognitif, dan
teori belajar penemuan Jerome Burner.
a. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori
pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa
siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila
aturan-aturan itu tidak sesuai (Trianto ,2007). Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesutunya sendiri, dan berusaha
dengan susah payah dengan ide-idenya sendiri (Trianto, 2007).
Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di
dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan
memberi kesempatan siswa menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri
dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar.
b.

Teori Perkembangan Kognitif


Teori belajar kognitif pertama kali dikenalkan oleh Piaget. Menurutnya,

perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi

15

aktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik


dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.
Sementara itu, Nur (Trianto, 2007) berpendapat bahwa interaksi sosial dengan
teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas
pemikiran yang akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis.
Menuru teori Piaget, setiap individu pada saat mulai dari bayi yang baru lahir
sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif.
Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut diantaranya (Dahar, 1989) :
1) Sensori-motor (mulai lahir-2 tahun)
2) Pra-operasional (2-7 tahun)
3) Operasional konkret (7-11 tahun)
4) Operai formal (11 tahun- dewasa)
Teori Perkembangan Piaget, memandang perkembangan kognitif sebagai
suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan memahami
realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.
c. Teori Penemuan Jerome Bruner
Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran PBL

adalah teori

belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner


pada tahun 1966. Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya
memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah
serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benarbenar bermakna (Dahar, 1989).

16

Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melaui


partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka
dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimeneksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu
sendiri.
4. Tahap-Tahap dalam Problem Based Learning (PBL)
Pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) terdiri dari 5 tahap
proses, yaitu :
Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahap ini
guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan,
memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan
mengajukan masalah.
Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi peserta
didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahap
ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru
membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan,
dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama
temannya.

17

Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan


masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.
Kelima tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan model PBL ini
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Tahapan
Pembelajaran

Kegiatan Guru

Tahap 2
Mengorganisasi peserta
didik

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan


logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,
memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah.
Guru membagi siswa ke dalam kelompok, membantu
siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah.

Tahap 3
Membimbing
penyelidikan individu
maupun kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan


informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen
dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.

Tahap 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan


menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan
membantu mereka berbagi tugas dengan sesama
temannya.

Tahap 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses dan
hasil pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau


evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang
mereka lakukan.

Tahap 1
Orientasi peserta didik
pada masalah

(Trianto, 2007)
5. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning (PBL)
a. Kelebihan
Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning (PBL)
memiliki beberapa kelebihan, diantaranya :

18

1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk


menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
2. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3. Membantu

siswa dalam

mentransfer pengetahuan

siswa untuk

memahami masalah dunia nyata.


4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi
sendiri baikterhadap hasil maupun proses belajarnya.
5. Mengembangkan

kemampuan

siswa

untuk

berpikir

kritis

dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan


pengetahuan baru.
6. Memberikan

kesemnpatan

bagi

siswa

untuk

mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.


7. Mengembangkan minat siswa untuk

secaraterus menerus belajar

sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.


8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari
guna memecahkan mkasalah dunia nyata.
(Sanjaya, 2007)

19

b. Kelemahan
Disamping kebihan di atas, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencobanya.
2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai
materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka
harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka
mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
(Sanjaya, 2007)

B. Konsep dan Penguasaan Konsep Kimia


1. Konsep
Konsep diartikan sebagai sesuatu yang diterima dalam pikiran atau suatu
gagasan yang umun dan abstrak (Rustaman, dkk, 2003). Menurut Rosser (dalam
Dahar, 1989), konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objekobjek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang
mempunyai atribut-atribut yang sama.
Adapun beberapa definisi konsep di antaranya menurut Dahar (1989):
a. Konsep-konsep merupakan kategorikategori yang kita berikan pada stimulusstimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan skemaskema terorganisasi untuk mengasimilasikan stimulus-stimulus baru, dan untuk
menentukan hubungan di dalam dan diantara kategori-kategori.

20

b. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berpikir.


c. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi
untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi.
Sehubungan dengan berbagai definisi konsep, secara singkat dapat
dikatakan bahwa suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili
satu kelas stimulus-stimulus. Setiap orang memiliki stimulus-stimulus yang
berbeda-beda, dan orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan
stimulus-stimulus dengan cara tertentu serta pengalamanna masing-masing. Kita
menyimpulkan bahwa suatu konsep telah dipelajari bila yang diajar dapat
menampilkan prilaku-prilaku tertentu (Dahar, 1989).
Vygotsky (Wulandari, 2008) membedakan konsep kedalam dua jenis, yaitu
konsep spontan dan saintifik. Konsep spontan ialah konsep yang dimiliki siswa
karena pergaulannya setiap hari dalam situasi tertentu tanpa struktur yang
sistemik. Sedangkan konsep saintifik didapat di bangku sekolah secara sistematik
struktural. Kedua jenis konsep tersebut saling mempengaruhi. Dalam proses
pembelajaran, konsep yang spontan perlahan-lahan diubah menjadi lebih saintifik
dan yang saintifik nantinya akan mempengaruhi konsep spontan pelajar.
Akibatnya, konsep seseorang akan terus berkembang.
Adapun ciri-ciri konsep menurut Dahar (Saepulzaman, 2008) antara lain:
a. Konsep timbul dari hasil pengalaman manusia dengan lebih dari satu benda,
peristiwa, atau fakta; konsep merupakan suatu generalisasi dari fakta-fakta
tersebut.
b. Konsep adalah hasil berpikir abstrak manusia dari fakta-fakta tersebut.

21

c. Suatu konsep dapat dianggap kurang tepat disebabkan timbulnya fakta-fakta


baru, oleh karena itu konsep dapat mengalami perubahan (bersifat tentatif).
2. Penguasaan Konsep Kimia
Penguasaan berasal dari kata kuasa yang berarti kemampuan, kesanggupan
atau wewenang (untuk berbuat sesuatu), sedangkan definisi penguasaan adalah
perbuatan untuk menguasai (Poerwadarminta, 1982). Menurut struktur kognitif
yang dikemukakan Bloom (Saepulzaman, 2008), penguasaan adalah kemampuan
mengungkap pengertian-pengertian, seperti mampu mengungkap suatu materi
yang disajikan ke dalam bentuk yang dapat dimengerti dan mampu memberikan
interpretasi serta mengklasifikasikannya. Selain itu, menurut Anderson dan
Krathwohl

(Nurhasanah,

2007) menjelaskan

bahwa penguasaan

konsep

didefinisikan sebagai tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui


konsep-konsep, melainkan benar-benar memahaminya dengan baik, yang
ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan, baik
yang terkait dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya dalam situasi baru
Adapun penguasaan konsep kimia dimaksudkan sebagai tingkatan dimana
seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep kimia, melainkan benarbenar memahaminya dengan baik, yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam
menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang terkait dengan konsep itu sendiri
maupun penerapannya dalam situasi baru. Berdasarkan Taksonomi Bloom,
penguasaan konsep meliputi domain kognitif C1 (mengingat), C2 (pemahaman), C3
(penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi), dan C6 (menciptakan) (Forhand, 2005).

22

C. Keterampilan Proses Sains


Keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan dan sikapsikap yang dimiliki para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan
pengetahuan dan produk sains (Anitah, 2007). Keterampilan proses sains
merupakan perilaku ilmuwan sains yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh
siswa

melalui

proses

pembelajaran

di

kelas.

Dalam

pembelajarannya,

keterampilan proses memberikan kesempatan lebih banyak pada siswa untuk


berperan aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapkan pada mereka.
Tabel 2.2 Beberapa Keterampilan Proses dan Sub Keterampilan Proses
Keterampilan Proses Sains
1) Mengamati

2) Menafsirkan
pengamatan

hasil

Sub Keterampilan Proses Sains


a. Menggunakan indera sebanyak mungkin
b. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan
dan memadai
a. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
b. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
c. Menemukan sutau pola dalam satu seri
pengamatan
d. Menarik kesimpulan

3) Meramalkan

a. Berdasarkan
hasil
pengamatan
mengemukakan apa yang mungkin diamati

4) Menggunakan alat dan bahan

a. Terampil menggunakan alat dan bahan,


mengetahui konsep dan mengapa harus
menggunakan alat dan bahan itu.

23

Lanjutan Tabel 2.2


Beberapa Keterampilan Proses dan Sub Keterampilan Proses
Keterampilan Proses Sains
5) Menerapkan konsep

6) Merencanakan percobaan

7) Berkomunikasi

8) Mengajukan pertanyaan

Sub Keterampilan Proses Sains


a. Menggunakan konsep yang telah dipelajari
pada situasi baru
b. Menerapkan konsep pada pengalaman baru
untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi
c. Menyusun hipotesis
a. Menentukan alat, bahan, dan sumber yang
akan digunakan
b. Menentukan variabel-variabel
c. Menentukan bagaimana mengolah hasil
pengamatan untuk mengambil keputusan
d. Menentukan cara dan langkah kerja
a. Menyusun dan menyampaikan laporan
secara sistematis dan jelas
b. Menjelaskan hasil percobaan
c. Menggambarkan data dengan grafik, table,
gambar, dll
d. Membaca grafik table, gambar, dll
e. Mendiskusikan hasil penelitian
a. Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana
b. Bertanya untuk meminta penjelasan
c. Mengajukan pertanyaan yang berlatar
belakang hipotesis
(Anitah, 2007)

Dalam penelitian ini, keterampilan proses sains yang digali dari siswa
adalah keterampilan merencanakan percobaan dan keterampilan berkomunikasi.
1.

Keterampilan Merencanakan Percobaan


Menurut Firman (2000) dijelaskan bahwa merencanakan percobaan adalah

merancang suatu kegiatan yang akan dilakukan untuk menguji suatu hipotesis,
memeriksa kebenaran atau memperlihatkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang
telah

diketahui.

Keterampilan

merencanakan

percobaan

penting

untuk

24

dikembangkan karena akan memberikan bekal pengetahuan yang banyak bagi


siswa untuk berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan percobaan.
Agar siswa dapat memiliki keterampilan proses merencanakan percobaan
maka siswa harus dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
percobaan. Selanjutnya, siswa harus dapat menentukan variable-variabel mana
yang berubah. Demikian pula siswa perlu untuk menetukan apa yang akan
diamati, diukur atau ditulis, menentukan cara dan langkah kerja. Selanjutnya,
siswa dapat pula menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan.
2.

Keterampilan Berkomunikasi
Firman (2000) menjelaskan bahwa mengkomunikasikan merupakan

keterampilan menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain.


Keterampilan mengkomunikasikan mencakup kemampuan membuat grafik,
diagram, bagan, tabel, karangan, laporan, serta memaparkan gagasan secara lisan.
Untuk mencapai keterampilan proses mengkomunikasikan hasil percobaan, siswa
harus dapat menyusun dan menyampaikan laporan tentang kegiatan yang telah
dilakukannya secara sistematis dan jelas. Michael (dalam Wisudawati, 2007)
menyebutkan laporan hasil percobaan yang sudah umum dilaksanakan di jenjang
pendidikan menengah dan perguruan tinggi mempunyai susunan sebagai berikut:
a.

Judul.

b.

Pendahuluan.

c.

Pernyataan masalah yang diteliti secara sederhana dan jelas.

d.

Alat dan bahan yang digunakan.

25

e.

Prosedur/metode percobaan secara akurat dan rinci, bagaimana data


dikumpulkan.

f.

Hasil. Data diperoleh sesuai prosedur. Bagian ini disajikan dalam bentuk
tabel, grafik, gambar yang memungkinkan dan sesuai.

g.

Diskusi. Data yang diperoleh diinterpretasikan dan dihubungkan dengan


tujuan penelitian yang dikemukakan dibagian awal laporan.

h.

Kesimpulan, merupakan jawaban dari masalah yang dikemukakan.

i.

Referensi/daftar pustaka, berisi semua literature ilmiah yang dijadikan


rujukan dalam laporan.
Laporan percobaan dapat disajikan secara beragam, dapat secara lisan

maupun tulisan. Secara tulisan, laporan dapat dikemas dalam bentuk makalah,
poster, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, laporan hasil percobaan dikemas dalam
bentuk poster. Poster adalah salah satu metode umum yang digunakan dalam
pertemuan atau konferensi untuk mengkomunikasikan hasil penyelidikan ilmiah
terbaru. Poster merupakan satu-satunya di dunia yang melaporkan laporan ilmiah
dengan kata-kata yang minimal, mengutamakan komunikasi visual non verbal
(Wisudawati, 2007)
Kriteria poster efektif menurut Dodd (Wisudawati, 2007) diantaranya
adalah:
a. Masalah penelitian dinyatakan dengan jelas dan sampai pada kesimpulan.
b. Menggunakan kata-kata dan ruang yang minimal.
c. Huruf cetakan dapat terbaca dari jarak jauh.
d. Memberikan keterangan grafik dengan jelas.

26

e. Terlihat sederhana, rapi, dan menarik untuk dilihat.


Poster diharapkan mengandung informasi layaknya makalah ilmiah, yaitu
pendahuluan, tujuan metode, hasil, interpretasi data dan kesimpulan. Bagianbagian yang terdapat dalam poster menurut Purrington (2009) adalah:
a. Judul, berisi isu yang menarik perhatian. Maksimum panjangnya 1-2 baris.
b. Pendahuluan, memberikan hipotesis yang jelas, memberikan gambaran umum
tentang pendekatan percobaan.
c. Materi

dan

metode,

didalamnya

dapat

digunakan

gambar

untuk

mengilustrasikan percobaan jika memungkinkan, menggunakan diagram alir


untuk merangkum prosedur percobaan.
d. Hasil, didalamnya menjelaskan kapan percobaan dilakukan, gambaran hasil
yang diperoleh, dan dijelaskan pula analisis terhadap data.
e. Kesimpulan, mengingatkan pembaca tentang hipotesis dan hasil, dan
pernyataan dukungan hipotesis.
f. Literatur/daftar pustaka.

D. Materi Pokok Hasil kali Kelarutan


1. Pengertian Hasilkali Kelarutan
Ketika suatu senyawa ionik dilarutkan dalam air, biasanya larut
membentuk ion-ionnya. Apabila senyawa ionik yang kelarutanya kecil di dalam
air, maka suatu kesetimbangan terjadi antara senyawa padatannya dan ion-ion
dalam larutan jenuh. Kalsium karbonat, CaCO3 merupakan senyawa ionik yang

27

sangat sukar larut dalam air. Larutan kalsium karbonat mudah sekali membentuk
larutan jenuhnya. Kesetimbangan dalam larutan jenuhnya ialah
Ca2+ (aq) + CO32- (aq).............................................................(1.1)

CaCO3(s)

Tetapan kesetimbangan untuk kesetimbangan kelarutan senyawa ionik yang sukar


larut atau hampir tidak larut dinamakan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp).
Persamaan tetapan hasil kali kelarutan untuk CaCO3, sesuai dengan persamaan
1.1 adalah :
Ksp = [Ca2+][ CO32-]..........................................................................................(1.2)
Nilai tetapan kesetimbangan bergantung pada suhu sistem, karena pada suhu
tertentu Ksp mempunyai nilai tetapan tertentu untuk berbagai konsentrasi senywa
ionik.
Berdasarkan persamaan (1.2), tetapan hasil kali kelarutan dapat dinyatakan
hasilkali konsentrasi molar dari ion-ion penyusunnya dalam larutan jenuh,
dimana masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya.
Secara umum, persamaan kesetimbangan garam AxBy yang sedikit larut adalah
sebagai berikut
AxBy (s)

xAy+ (aq) + yBx- (aq)

Ksp = [Ay+]x [Bx-]y


2. Hubungan Kelarutan dan Tetapan Hasilkali Kelarutan
Jika secara umum kita memiliki senyawa ionik dengan rumus AxBy dan
senyawa ini larut sedikit dalam air, maka persamaan reaksi kesetimbangan dalam
larutan jenuhnya dapat dituliskan sebagai berikut.
AxBy (s)

xAy+ (aq) + yBy- (aq)

28

Jika senyawa ionik AxBy dalam larutan jenuhnya larut sebesar s mol/l (s =
kelarutan AxBy), maka dalam larutan akan peroleh :
AxBy (s)

xAy+ (aq) + yBy- (aq)....(1.3)

x.s

y.s

y+

[A ] = x.s mol /L
[By-] = y.s mol/L
Dari persamaan kesetimbangan (1.3), dapat menentukan harga Ksp
Ksp = [Ay+]x [Bx-]y
Ksp = (x.s)x (y.s)y = x x.yy.sx.sy
Sehingga kita peroleh rumusan umum untuk menghitung Ksp dari senyawa AxBy
yang sedikit larut dalam air.
Ksp = x x.yy. sx+y
3. Reaksi Pengendapan
Ketika dua larutan dicampurkan, endapan mungkin terbentuk, mungkin
tidak. Untuk menentukan terjadinya endapan, dapat digunakan dua cara. Cara
pertama, menentukan kombinasi yang mungkin dari ion-ion yang dihasilkan
ketika dua larutan dicampurkan. Untuk melihat apakah hasil reaksinya
merupakan senyawa yang tidak larut dapat dilihat berdasarkan tabel kelarutan
yang ditunjukkan pada Tabel 2.3. Kedua menentukan apakah konsentrasi ion-ion
tersebut cukup besar yang menyebabkan kuosien reaksi (Q) lebih besar dari harga
Ksp. Kuosien reaksi (Q) atau disebut juga hasil kali ion (ion product) merupakan
ungkapan lain dari Ksp. Nilai Q merupakan hasil kali konsentrasi ion berpangkat
koefisien reaksi ionisasi senyawa yang bersangkutan. Perbedaan antara Q dan Ksp
yaitu Q adalah nilai hasil kali konsentrasi ion berpangkat koefisien reaski pada

29

kondisi sembarang seperti konsentrasi nyata pada saat melaksanakan praktikum,


sedangkan Ksp adalah nilai yang sudah tetap pada keadaan jenuh dan suhu
tertentu.
Saat keadaan jenuh ketika ion-ion dalam larutan berkesetimbangan dengan
padatan garam yang dukar larut, maka hasil kali ion (Q) sama dengan harga Ksp.
Bagaimanapun juga, harga Q tidak selalu sama dengan harga Ksp dan tidak akan
terbentuk larutan jenuh jika kesetimbangan belum tercapai. Ada dua
kemungkinan yang terjadi yang bisa terjadi :
1. Q < Ksp
2. Q > Ksp
Jika Q < Ksp maka endapan tidak terbentuk walaupun berdasarkan table
kelarutan senyawa yang dihasilkan merupakan senyawa yang sukar larut.
Sedangkan jika Q> Ksp maka konsentrasi ion akan menjadi cukup besar sehingga
pengendapa akan terjadi. Konsentrasi ion yang digunakan adalah konsentrasi ion
setelah pencampuran. Dengan menghitung harga Q menggunakan konsentrasi
molar dari ion-ion seterlah pencampuran larutan, kemudian menbandingkan harga
Q dengan harga Ksp dari garam yang sukar larut, maka pengendapan dapat
dipredikasi.
Tabel 2.3 Harga Ksp Senyawa-senyawa yang Sukar Larut
Senyawa
CaCO3
PbCO3
Li2CO3
NiCO3
PbCrO4


Karbonat




Kromat

<

 
 
 
  
 

30

Lanjutan Tabel 2.3


Harga Ksp Senyawa-senyawa yang Sukar Larut
Senyawa
Suhu (0C)
Ksp
Ag2CrO4

 
SrCrO4

 
Halida, klorida, bromide, iodide
CuI
18
7 10-13
PbBr2
20
9 10-6
PbCl2
20
1.2 10-5
HgI2
25
3 10-29
Hg2Br2
25
6 10-23
Hg2Cl2
25
1.4 10-18
AgBr
100
5 10-10
AgCl
10
4 10-11
AgI
25
9 10-17
Hidroksida
Ca(OH)2
0
9 10-6
Fe(OH)2
18
7 10-16
Pb(OH)2
20
2 10-15
Mn(OH)2
18
1.7 10-13
Oksalat
CdC2O4
25
1.5 10-8
MgC2O4
25
8.5 10-5
Sulfat
BaSO4
25
1.1 10-10
CaSO4
30
6 10-5
Hg2SO4
25
7 10-7
Ag2SO4
0
5 10-6
SrSO4
0
4 10-7
Sulfida
CdS
18
4 10-30
MnS
18
3 10-14
HgS
18
1.5 10-53
CuS
18
2 10-37
(Sumber : http://www.science.uwaterloo.ca/~cchieh/cact/tools/ksp/html)

Anda mungkin juga menyukai