Anda di halaman 1dari 89

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal. Dalam

pendidikan formal peran guru dan peserta didik tidak lepas dari pembelajaran

matematika yang berkualitas. Menurut Siti dan Ratih (2016:77) mengatakan

bahwa belajar matematika pada dasarnya adalah belajar konsep. Salah satu tujuan

pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami

konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengakplikasikan

konsep secara tepat dalam pemecahan masalah.

Menurut Sardiman (dalam Lily, dkk., 2013) mengungkapkan bahwa

“Pada prinsipnya belajar adalah melaksanakan kegiatan yang artinya

melaksanakan kegiatan untuk memperbaiki tingkah laku yang lebih baik. Tidak

ada belajar jika tidak ada aktivitas. Dengan adanya aktivitas pembelajaran akan

berlangsung dengan baik. Untuk mewujudkan aktivitas belajar matematika dengan

baik yaitu diperlukan adanya interaksi yang baik antara guru dan siswa sehingga

semua informasi yang diberikan oleh guru dapat diterima dengan baik oleh siswa.

Salah satu manfaat aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika adalah siswa

mendapat pengalaman sendiri secara langsung sehingga pemahaman yang didapat

dari pengalaman akan lebih lama dalam memori siswa.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan calon peneliti di dalam

kelas VIII SMP ADVENT 2 MEDAN pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Observasi dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2018, calon peneliti melihat


2

persiapan siswa untuk menerima materi pelajaran kurang. (1) Siswa kurang

mempersiapkan diri untuk belajar yaitu Beberapa siswa tidak menyiapkan

perlengkapan belajar contohnya siswa tidak membawa buku paket matematika,

tidak membawa catatan matematika, tidak membawa buku latihan matematika.

Adapun siswa membawa buku catatan dan buku latihan yang tidak lengkap. (2)

ketika guru menjelaskan materi ada beberapa siswa mengantuk. (3) Kurangnya

perhatian dalam proses belajar dimana siswa melakukan kegiatan yang tidak ada

hubungannya dengan kegitan belajar yang akan mengganggu proses pembelajaran

contohnya siswa ngobrol kepada teman sebangkunya sehingga suasana belajar

menjadi ribut, mengganggu teman da nada juga siswa keseringan minta izin pergi

ke kamar mandi. (4) Kurangnya media pembelajaran yang digunakan guru saat

mengajar sehingga siswa merasa bosan dan kurang bersemangat mengikuti

pelajaran.

Pada prakteknya proses pembelajaran matematika di dalam kelas guru

menggunakan metode ceramah dimana guru menjadi sumber utama dalam

kegiatan belajar mengajar dan setiap siswa hanya mendengar dan mencatat apa

yang disampaikan oleh guru sehingga membuat siswa kurang terlibat dalam

kegiatan pembelajaran. Metode ceramah yang dilakukan guru yaitu diawali

dengan penjelasan tentang materi, dilanjutkan dengan pemberian tugas atau

latihan yang dikerjakan secara individu. Calon peneliti melihat guru hanya diri di

depan saja saat menjelaskan dan tidak memperhatikan siswa yang dibelakang.

Metode ini lebih terlihat keaktifan guru dari pada siswa. Dengan menerapakan

metode ceramah disaat kegiatan proses pembelajaran sebagian besar siswa akan
3

memperoleh pengetahuan yang sifatnya hafalan, mudah dilupakan, dan aktivitas

siswa untuk belajar kurang

Aktivitas siswa pada saat kegiatan pembelajaran masih kurang

terlaksana. Ketika guru menyampaikan materi pembelajaran sebagian besar siswa

tidak memperhatikan, mendengarkan, menyimak, mengemukakan pendapat,

bertanya, dan menanggapi. Siswa melakukan kegiatan yang tidak ada

hubungannya dengan pelajaran matematika yaitu siswa membuat pesawat dari

buku tulis , bahkan masih banyak siswa yang ngobrol dengan teman sebangkunya.

Siswa berpindah-pindah tempat duduk, mengganggu teman sebangkunya, jalan-

jalan ke depan, bolak balik permisi ke kamar mandi dan ada pula siswa bernyayi

dibelakang. Ketika guru memberikan pertanyaan dan meminta siswa untuk

menjawab pertanyaan tersebut tidak banyak siswa yang ingin (antusias) untuk

menjawab dan siswa hanya menuggu teman yang lain untuk menjawab dan hanya

siswa aktif yang mau menjawab pertanyaan guru. Sebaliknya ketika siswa diminta

untuk bertanya tentang materi pelajaran yang sudah dijelaskan hanya siswa yang

aktif mau bertanya.

Jika diberi latihan hanya beberapa siswa yang mengerjakan dengan serius

dan siswa yang lainnya mengambil aktivitas ya masing-masing. Siswa yang

duduk di belakang mengerjakan tugas yang bukan mata pelajaran matematika.

Ketika siswa diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis, hanya siswa yang

aktif dan serius mengikuti pembelajara yang mau maju ke depan.

Selesai melaksanakan observasi di dalam kelas, calon peneliti melakukan

wawancara kepada guru pengampuh mata pelajaran matematika yaitu Ibu Nova
4

Marbun, S.Pd. Dari hasil wawancara tersebut, guru mengatakan di kelas VIII

minat siswa untuk belajar matematika kurang. Siswa menganggap belajar

matematika sulit. Karena belajar matematika banyak menggunakan rumus dan

angka-angka. Untuk meningkatkan minat belajar matematika, guru memberikan

perhatian dan motivasi untuk belajar yaitu memberikan nilai tambahan dan pujian-

pujian contohnya kamu cantik, ganteng, manis, pintar dan baik. Itulah yang

dilakukan guru agar siswa mau mengerjakan latihan.

Pada saat siswa diberi latihan, guru mengatakan (1) siswa hanya

menyalin pekerjaan temannnya yang lebih pintar dan tidak berusaha mencari

jawaban. Ada juga siswa yang berusaha tetapi masih banyak kesalahan. (2) siswa

tidak bisa menyelesaikan soal-soal matematika yang berbeda dari contoh soal

yang dikerjakan bersama-sama. Di karenakan siswa hanya menghafal rumus dan

siswa kurang mengerti apa yang diketahui dan apa yang ditanya dari soal. (3)

Ketika siswa dihadapkan pada suatu permasalahan yang baru siswa mengalami

kesulitan dalam mengerjakan soal latihan yang sedikit berbeda dengan contoh

soal. Keadaan ini terjadi disebabkan karena siswa hanya menghafal konsep-

konsep yang diberikan tanpa memahaminya. Siswa masih terfokus pada contoh

soal yang dijelaskan oleh guru.

Salah satu tujuan dalam mempelajari matematika adalah memahami

konsep matematika terlebih dahulu. Dengan memahami konsep maka mudahnya

untuk mengerjakan soal tersebut. Siswa kelas VIII kurang memahami konsep

matematika, terbukti dari nilai ulangan harian pada materi lingkaran. Guru

mengatakan bahwa persentase siswa tuntas belajar yang mampu mencapai nilai

rata-rata dan diatas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70 adalah 21 siswa atau
5

sekitar 40,38 % dari 52 siswa. Selain observasi di kelas dan wawancara kepada

guru matematika yang bersangkutan, calon peneliti memberikan minites kepada

siswa kelas VIII SMP ADVENT 2 MEDAN. Tujuan memberikan minites tersebut

yaitu untuk mengukur sejauh mana kemampuan pemahaman konsep matematika

siswa selama belajar materi lingkaran. Materi lingkaran merupakan materi

matematika semester dua kelas VIII yang sudah dipelajari sebelumnya. Minites

yang diberikan terdiri dari tiga buah soal dan masing-masing soal termasuk salah

satu indikator dari pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika.

Adapun soal-soal pemahaman konsep matematika diantaranya: (1)

Menentukan unsur-unsur lingkaran merupakan indikator dari pemahaaman konsep

yaitu siswa mampu menyatakan ulang sebuah konsep dengan skor nilai 25. (2)

Menentukan luas lingkaran dimana sudah diketahui kelilingnya merupakan

indikator dari pemahaman konsep yaitu siswa mampu mengaplikasikan konsep

atau algoritma dalam pemecahan masalah dengan skor nilai 35. (3) Menentukan

keliling lingkaran yang sudah diketahui luas lingkaran merupakan indikator dari

pemahaman konsep yaitu siswa mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma

dalam pemecahan masalah dengan skor nilai 40


6

Gambar 1.

Soal pemahaman konsep matematika siswa pada materi lingkaran

Dilihat dari hasil tes siswa, siswa belum tuntas belajar yang memeperoleh

nilai dibawah KKM 70 yaitu 37 orang siswa atau sekitar 71,15 % dari 52 siswa.

Ada juga 15 siswa atau 28,84 % dari 52 siswa yang tidak menjawab sama sekali.

Dari kesimpulan tersebut, calon peneliti mengganggap kemampuan pemahaman

konsep materi lingkaran siswa masih dikatakan tergolong rendah. Dalam

kaitannya dengan materi lingkaran, berikut ini adalah gambaran pemahaman

konsep siswa terhadap materi lingkaran masih dikatakan tergolong rendah

berdasarkan indikator-indikator tersebut.

Berikut beberapa permasalahan yang diperoleh hasil tes pemahaman

konsep matematika siswa.

Gambar 1.1 Menyatakan ulang sebuah konsep

Berdasarkan indikator menyatakan ulang sebuah konsep yang merupakan

kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali konsep yang telah

dikomunikasikan kepadanya. Pada saat siswa mempelajari tentang unsur-


7

unsurnya, siswa dapat mengemukakan kembali unsur-unsur lingkaran tersebut.

Berdasarkan dari gambar tersebut hasil tes pemahaman kosep matematika untuk

Gambar 1.1, siswa tidak dapat mengemukakan kembali unsur-unsur lingkaran

dengan sempurna, dari delapan unsur-unsur lingkaran hanya empat yang mampu

siswa jawab. Adapun siswa menjawabnya dapat menyatakan ulang konsep tetapi

masih banyak kesalahan. Dari data yang diperoleh, presentase siswa yang mampu

menjawab soal Gambar 1.1 hanya 69,23 % atau 36 siswa.

Gambar 1.2
Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah
Berdasarkan indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam

pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa. Hasil dari Gambar 1.2 siswa tidak dapat mengaplikasikan

rumus sesuai prosedur dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah. Adapun

siswa dapat mengerjakan proses penyelesaian dengan benar dan sempurna. Dari

data yang diperoleh, presentasi siswa yang mampu menjawab dengan sempurna

hanya 17,30% atau 9 siswa dari 52 siswa.


8

Gambar 1.3
Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah
Berdasarkan indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam

pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa. Hasil dari Gambar 1.3 siswa tidak dapat mengaplikasikan

rumus sesuai prosedur dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah. Adapun

siswa dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur dalam menyelesaikan soal

pemecahan masalah tetapi masih banyak kesalahan, akan tetapi hanya saja hasil

penghitungan yang tidak benar, untuk cara proses penyelesaian soal tersebut

sudah benar. Dari data yang diperoleh, presentasi ya hanya 19,23% atau 10 siswa

dari 52 siswa. Dari data yang diperoleh, presentasi siswa yang mengerjakan soal

seperti Gambar 1.3 hanya 13,46% atau 7 siswa dari 52 siswa. Adapun siswa tidak

menjawab sama sekali untuk soal Gambar 1.3 hanya 21,15% atau 11 siswa dari

52 siswa.
Berdasarkan hasil minites yang diberikan kepada siswa, bahwa terlihat

sekali pemahaman konsep matematika tergolong rendah. Yang perlu diperhatikan

belajar matematika pada dasarnya merupakan belajar konsep. Oleh karena itu,

kemampuan dan kesiapan guru dalam mengajar memegang peranan penting dalam

pembelajaran. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara pemahaman siswa

tentang suatu konsep dengan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Di
9

dalam kelas guru hanya terpaku pada metode ceramah dengan menuliskan

definisi, rumus, memberikan contoh soal, dan memberikan tugas atau latihan.

Siswa sekedar menerima dan menghafal pengertian lingkaran, unsur-unsur

lingkaran, rumus lingkaran dan mencari luas dan keliling lingkaran.


Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh siswa hanya bertahan sementara

dan cepat pudar karena pengetahuan tersebut tidak dibangun sendiri oleh siswa.

Masih tergantung pada guru dan tidak berusaha mencari bahan ajar yang lain.

Calon peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa yang tidak bisa sama

sekali menjawab mini tes tersebut. Siswa mengatakan yaitu: Soalnya berbeda

dengan soal yang diberikan kepada guru matematika yang mengajar dikelas VIII

dan soal yang diberikan calon peneliti sulit dipahami dipahami siswa, siswa

belum mengerti tentang unsur-unsur lingkaran. Dengan mengubah gambar siswa

merasa pusing menjawab, siswa belum mengerti untuk mencari luas lingkaran dan

mencari keliling lingkaran.

Berdasarkan keadaan yang telah dijelaskan tersebut menunjukkan bahwa

tampak aktivitas belajar siswa dan pemahaman konsep matematika siswa masih

rendah di kelas VIII SMP ADVENT 2 MEDAN. Oleh karena itu diperlukan suatu

upaya untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman konsep matematika siswa.

Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu menggunakan model pembelajaran.

Model pembelajara merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memuat strategi,

pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang akan digunakan untuk

menyajikan materi secara maksimal dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran

telah ditetapkan. Model pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif

dengan menerapkan model pembelajaran di dalam kelas.


10

Di kelas VIII merupakan proses pembelajaran matematika yang pernah

belajar secara berkelompok yang sebelumnya belum dikatakan baik untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa yang rendah akan

berdampak pada keamampuan pemahaman konsep matematika siswa. Dengan

menerapkan model pembelajaran yang inovatif dan efektif dalam proses

pembelajaran siswa yang kurang beraktivitas dan kurang jelas dalam memahami

materi dapat bertanya dan berdiskusi dengan anggota kelompoknya untuk

mengemukakan pendapat yang ada dipikiran siswa tersebut. Pada proses

pembelajaran secara garis besar siswa yang berperan aktif dan tidak lagi pasif.

Keberhasilan kegiatan belajar di dalam kelas adanya interaksi dalam

pembelajaran antara guru dan siswa. Siswa yang aktif dalam belajar akan

mengingat akan pembelajaran yang dikomunikasikan kepadanya. Oeh karena itu

tujuan tersebut agar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep maka

diperlukan adanya pembelajaran yang aktif dan kreatif yang dilaksanakan dalam

kegiatan pembelajaran matematika. Dari masalah di atas diperlukan adanya suatu

model pembelajaran yang mampu menempatkan siswa pada posisi yang lebih

aktif, kreatif, mandiri untuk mendorong pengembangan potensi dan kemampuan

yang dimiliki siswa. Salah satu yang dapat dilakukan oleh calon peneliti dalam

memperbaiki kualitas pembelajaran matematika di kelas dan mampu

meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematika siswa yaitu

dengan menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition

(AIR).

Adapun alasan-alasan calon peneliti yang kuat ingin memperbaiki

permasalahan berdasarkan latar belakang tersebut yaitu dengan menerapkan


11

model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) untuk meningkatkan

aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematika siswa. Alasan yang kuat

tersebut ialah pada sebelumnya sudah ada penelitian relevan yang berhasil

menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition (AIR)

berdasarkan isi dari latar belakang masalah tersebut. Beberapa penelitian yang

sudah berhasil diantaranya sebagai berikut:

Penelitian yang dilaksanakan oleh Tania Mengasari Dkk pada tahun

2011 dengan judul penelitian”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan

Pendekatan AIR (Auditory Intellectually Repetition) pada Materi Pokok Fungsi

untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII A SMPN 18

MATARAM Tahun Ajaran 2010/2011”. Pada Jurnal Pijar MIPA,Vol.VII No.1

beliau menyatakan bahwa hasil penilitian menunjukkan aktivitas dan prestasi

belajar siswa mengalami peningkatan. Skor aktivitas siswa untuk setiap

pertemuan dari siklus I,II dan III berturut-turut yaitu 3,5; 6,2; 9,9; 8,0; 11,4; 12,6;

dan pada siklus III aktivitas siswa dikategori sangat tinggi. Nilai rata-rata siswa

pada siklus I,II, dan III berturut-turut yaitu 41,10; 54,42; 58,42. Dari hasil yang

diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif

dengan menerapkan pendekatan AIR (Auditory Intellectually repetition) pada

materi pokok Fungsi dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas

VIII A SMPN 18 Mataram tahun ajaran 2010/2011.

Selanjutnya penelitian yang dilaksanakan oleh Putu Sinta Ari Utami

(2016) yang berjudul “Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas

VII 4 SMP LABORATORIUM UNDIKSHA SINGARAJA melalui Penerapan

Model Pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition (AIR)” beliau


12

mengungkapkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan

optimal terjadi pada siklus III dengan rata – rata skor mencapai 80,10, daya serap

80,10% dan ketuntasan belajar 77,41%. Pelaksanaan yang optimal terjadi pada

siklus III dikarenakan diawal pembelajaran dilakukan pengklarifikasian jawaban

siswa oleh guru terkait apersepsi, selama proses pembelajaran guru berusaha

secara maksimal memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan kembali

konsep dengan bahasa sendiri dan memberikan contoh atau bukan contoh supaya

mampu memahami konsep yang diperoleh dengan memberikan motivasi,

pendekatan secara langsung, menunjuk siswa secara acak dan memberikan

penghargaan yang lebih kepada kelompok siswa yang unggul diakhir pelajaran.

Selain itu, tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran auditory

intellectually repetition ditinjau dari rata – rata skor tanggapan siswa sebesar

65,06 berada dalam kategori sangat positif karena siswa tertarik dengan adanya

diskusi dan pengulangan.

Selanjutnya, penelitian yang dilaksanakan oleh Efri Yunita,dkk pada

tahun 2016 yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Auditory, Intellectuly,

Repetition (AIR) untuk meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas VB

SDN 13 PEKANBARU” beliau mengatakan berdasarkan hasil penelitian dari

lembar aktivitas guru terlihat meningkat setiap pertemuan. Pada pertemuan

pertama siklus I 78,85%, pertemuan kedua siklus I 84,62%, pada pertemuan

keempat siklus II 92,31%, dan pertemuan kelima siklus II 96,15%. Sedangkan

aktivitas siswa juga meningkat setiap pertemuannya. Pada pertemuan pertama

siklus I 73,08%, pertemuan kedua siklus I 86,54%, pada pertemuan keempat

siklus II 92,31%, dan pertemuan kelima siklus II 94,23%.


13

Berdasarkan paparan sebelumnya dimana model pembelajaran

Auditory Intellectualy Repetition (AIR) mampu memperbaiki hasil belajar, maka

calon peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALY

REPETITION (AIR) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR

DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DIKELAS VIII SMP

ADVENT 2 MEDAN T.A 2018/2019”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Guru menggunakan metode ceramah pada proses pembelajaran matematika

berlangsung di kelas.
2. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru
3. Persiapan siswa untuk menerima materi pelajaran kurang
4. Rendahnya aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung
5. Jika guru bertanya siswa tidak merespon dikarenakan siswa tidak mengerti
6. Ketika guru memberikan tugas atau latihan, siswa mengerjakan tugas mata

pelajaran yang lain.


7. Kurangnya motivasi guru pada saat proses pembelajaran berlangsung
8. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematika siswa
1.3 Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas,

maka diperlukan batasan masalah agar pembahasan lebih terpokus dan terarah.

Dalam hal ini masalah yang dibahas adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar

siswa dan pemahaman konsep matematis siswa dengan menerapkan model

pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) pada materi Kesebangunan

dan Kekongruenan di kelas IX SMP ADVENT 2 MEDAN.


14

1.4 Perumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah diatas maka

rumusan masalah yaitu:


1. Apakah model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas IX SMP ADVENT 2 MEDAN

Tahun Pelajaran 2018/2019 ?


2. Apakah model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dapat

meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa di kelas IX SMP

ADVENT 2 MEDAN Tahun Pelajaran 2018/2019 ?


1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas IX SMP ADVENT 2 MEDAN

Tahun Pelajaran 2018/2019 dengan menerapkan model pembelajaran

Auditory Intellectually Repetition (AIR).


2. Meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa di kelas IX SMP

ADVENT 2 MEDAN Tahun Pelajaran 2018/2019 dengan menerapkan model

pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR).


1.6 Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian yang

diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut.


1. Bagi Guru Bidang Studi
- Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi guru agar

kemudian dapat menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectually

Repetition (AIR) untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman konsep

matematika.
- Dengan menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectually

Repetition (AIR). Dapat membantu guru dalam memperbaiki cara mengajar

di dalam kelas pada saat Kegiatan Belajar Mengajar berlangsung.


2. Bagi siswa
15

- Meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematis siswa

dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model

pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR).


- Membantu siswa berperan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran

matematika.
- Membantu siswa mengembangkan kemampuan pemahaman konsep

matematika
3. Bagi peneliti
- Untuk menambah wawasan peneliti tentang model pembelajaran Auditory

Inteelectually Repetition (AIR) yang nantinya diharapkan membantu

sebagai bahan refrensi dalam mengajar.


- Dapat menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectully Repetition

(AIR) didalam kelas.


- Sebagai proses mempersiapkan diri untuk menjadi guru profesional
16

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah modifikasi atau memperkuat kelakuan melalui

pengalaman dan latihan. Menurut pengertian ini belajar adalah merupakan suatu

proses atau suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya

mengingat akan tetapi belajar yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu

penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan atau tingkah laku. Belajar

juga dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui

interaksi dengan lingkungannya. Perubahan seseorang dikatakan sudah belajar

apabila perilakunya menunjukkan perubahan dari awalnya tidak tahu menjadi

tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak

terampil menjadi terampil.


17

Beberapa pendapat pengertian belajar sebagaimana yang disampaikan

para ahli sebagai berikut:

1. Menurut Bell-Gredler belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia

untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies),

keterampilan (skills), dan sikap (attitude) yang diperoleh secara bertahap

dan berkelanjutan. Menurut Gagne belajar merupakan sebuah sistem yang

didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga

menghasilkan perubahan perilaku (Karwono ,dkk,. 2017:13).


2. Sedangkan Henry E.Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses

yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun

pengalaman yang membawa kepada perubahan diri (Syaiful Sagala,

2013:13)
3. Kemudian Lester D.Crow mengemukakan belajar ialah upaya untuk

memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Belajar

dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulang kembali materi

yang telah dipelajarinya , maka belajar seperti ini disebut “rote learning”.

Kemudian, jika dipelajari mampu disampaikan dan diekspresikan dalam

bahasa sendiri maka belajar disebut “overlearning” (Syaiful Sagala,

2013:13)
Berdasarkan uraian yang dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan sesorang untuk memperoleh

perubahan apabila perilakunya menunjukkan perubahan dari awalnya tidak tahu

menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mampu menjadi mampu, dari

tidak terampil menjadi terampil. Belajar akan berhasil jika seseorang mampu

mengulang kembali materi yang telah dipelajari dan mampu disampai dalam

bahasa sendiri.
18

2.1.2 Aktivitas Belajar


Keberhasilan tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

dengan aktivitas belajar. Belajar pada hakikatnya merupakan proses atau kegiatan

atau aktivitas. Seseorang dikatakan belajar kalau didalam dirinya terdapat

aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas non fisik. Semakin banyak terlibat

aktivitas maka kadar belajar akan semakin tinggi (Karwono dan Heni, 2017:32).

Menurut Oemar Hamalik (dalam Sri dan Erni, 2015:58) mengungkapkan bahwa

aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam

pelaksanaan proses pembelajaran, dimana siswa bekerja atau berperan aktif dalam

pembelajaran, sehingga memperoleh pengetahuan, pengalaman, pemahaman dan

aspek-aspek lain tentang apa yang siswa lakukan. Anak akan berpikir sepanjang

ia berbuat, tanpa berbuat anak tidak berpikir. Menurut Sardiman (dalam Azizah,

dkk., 2014: 178) yang dimaksud aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat

fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar ke dua aktivitas itu harus selalu

berkaitan. Aktivitas sangat diperlukan dalam belajar sebab belajar adalah berbuat,

mengubah tingkah laku dan melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada

aktivitas, itulah sebabnya aktivitas siswa selama proses pembelajaran merupakan

salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.


Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam

interaksi belajar mengajar (Sardiman dalam Maisyarah, 2015:126). Belajar

mengajar merupakan interaksi antara siswa dengan guru. Seorang guru berusaha

untuk mengajar dengan sebaik-baiknya, sehingga siswa dapat memahami materi

dengan baik sesuai tujuan pembelajaran. Mengajar merupakan suatu upaya yang

dilakukan seorang guru agar peserta didik dapat belajar dengan maksimal. Dalam

pengajaran peserta didik merupakan subjek yang akan melakukan kegiatan


19

belajar. Disaat pembelajaran peserta didik berperan aktif dalam kegiatan belajar,

oleh karena itu seorang guru hendaknya dapat merencanakan pengajaran yang

menuntut peserta didik banyak melakukan aktivitas belajar.


Peserta didik memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri prilaku

sebagai berikut (Zulkipli, dkk., 2013) :


1) Antusiasme peseerta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
2) Interaksi peserta didik dengan guru.
3) Interaksi peserta didik dengan peserta didik.
4) Kerjasama kelompok.
5) Aktivitas belajar peserta didik dalam diskusi kelompok.
6) Aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.
7) Aktivitas belajar peserta didik dalam menggunakan alat peraga.
8) Partisipasi peserta didik dalam menyimpulkan materi.
Aktivitas belajar banyak macamnya. Menurut Paul B. Diedrich dalam

Maisyarah (2015:126), aktivitas belajar dapat digolongkan sebagai berikut.


1. Visual activities, misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi,

percobaan dan pekerjaan lain.


2. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,

mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi.


3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,

diskusi, musik dan pidato.


4. Writing activities, misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan

rangkuman.
5. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta dan diagram.
6. Motor activities, termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan,

membuat kontruksi, bermain, berkebun dan beternak.


7. Mental activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal,

menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan.


8. Emotional activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira,

bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.

Aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki manfaat antara lain:

1. Siswa mencari pengalaman sendiri.


20

2. Siswa dapat mengembangkan seluruh aspek kognitif, afektif, dan

psikomotorik.
3. Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan para siswa.
4. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri.
5. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis, kekeluargaan,

musyawarah, dan mufakat.


6. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistic dan kongkrit sehingga

mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis.


7. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup dan sebagaimana halnya

kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.


2.1.3 Pemahaman Konsep Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki

peranan penting dalam pendidikan, hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran

sekolah lebih banyak dibandingkan pelajaran lainnya. Matematika adalah segala

sumber dari ilmu yang lain. Dengan kata lain, banyak ilmu-ilmu lain yang

penemuan dan perkembangannya bergantung dari matematika. Matematika adalah

ilmu dasar yang berkembang pesat baik materi maupun kegunaannya dalam

kehidupan sehari-hari. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan

kemampuan berpikir, karena itu matematika sangat diperlukan baik dalam

kehidupan sehari-hari maupun dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK). Oleh karena itu, matematika perlu diajarkan pada semua jenjang

pendidikan, mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi.

Menurut Soedjadi ( dalam Tatag dan Nanang, 2016:69) bahwa

matematika adalah pengetahuan eksak dengan objek abstrak meliputi konsep,

prinsip, dan operasi yang berhubungan dengan bilangan. Belajar matematika pada

dasarnya adalah belajar konsep yang artinya dalam mempelajari matematika siswa
21

harus memahami konsep matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaian

soal-soal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut dalam dunia nyata.


Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep.

Menurut Sudijono (dalam Nur Vadlilah, 2014) mengemukakan pemahaman adalah

kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah diketahui

dan diingat. Menurut Purwanto ( Any Mulyani, dkk., 2013) pemahaman adalah

tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau

konsep, situasi atau fakta yang diketahuinya .


Menurut Rosmawati (Putri, dkk., 2012: 68) pemahaman konsep adalah

yang berupa penguasaan sejumlah materi pembelajaran, dimana siswa tidak

sekedar mengenal dan mengetahui, tetapi mampu mengungkapkan kembali

konsep dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti serta mampu

mengaplikasikannya. Sedangkan menurut Saltifa, dkk,. (2012: 73)

mengemukakan pemahaman konsep merupakan tingkat kemampuan siswa yang

paham tentang konsep matematika serta dapat menjelaskan dan menyatakan ulang

dengan bahasa mereka sendiri konsep-konsep tersebut.


Berdasarkan uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman

konsep matematika adalah suatu kemampuan yang paham tentang konsep dan

struktur-struktur matematika yang abstrak sehingga mampu menggungkapkan

kembali konsep dengan bahasa sendiri yang lebih mudah dimengerti dan mampu

mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun indikator-indikator pemahaman konsep (Fajriah dan Desnalia

2016) antara lain adalah:


1. Menyatakan ulang sebuah konsep
Indikator pertama yang digunakan pada penelitian ini adalah indikator

pemahaman konsep matematis yang mengukur kemampuan siswa dalam


22

menyatakan ulang sebuah konsep dengan bahasanya sendiri, artinya

kemampuan siswa untuk menyatakan kembali konsep kesebangunan dan

kekongruenan dengan bahasa sendirinya.


2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan

konsepnya
Indikator kedua yang digunakan dalam penelian adalah kemampuan siswa

dalam mengelompokkan suatu masalah bersadarkan sifat-sifat yang dimiliki

dan terdapat pada materi kesebangunan dan kekongruenan.


3. Memberi contoh dan noncontoh dari konsep
Indikator yang ketiga dalam penelitian ini adalah indikator yang mengukur

kemampuan siswa dalam membedakan mana yang termasuk contoh dan bukan

contoh konsep kesebangunan dan kekongruenan.


4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,
Indikator yang keempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menyajikan konsep dalam berbagai representasi matematis, yaitu indikator

yang mengukur kemampuan siswa dalam menyajikan konsep kedalam bentuk

gambar secara berurutan yang bersifat sistematis.


5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep
Indikator yang kelima dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal sesuai dengan prosedur

berdasarkan syarat perlu atau syarat cukup yang telah telah diketahui.
6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu

dan,
Indikator yang keenam dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan menggunakan,

memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi yang telah ditetapkan.


7. Mengakplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah
Indikator ketujuah dalam penelitian ini gunakan untuk mengukur kemampuan

siswa dalam mengaplikasikan suatu konsep dalam pemecahan masalah

berdasarkan langkah-langkah yang benar.


23

2.1.4 Pengertian Model Pembelajaran

Saur Tampubolon (2013:88) mengemukakan bahwa model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai

tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang

pembelajaran serta pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran. Menurut Joyce & Weil (dalam Daitin Tarigan 2014:58) model

pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk

membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-

bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas. Zainal dan Ali

(2016:2) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran

yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh pendidik

di dalam kelas. Dalam model pembelajarab terdapat strategi, pendekatan, metode,

dan tekni pembelajaran.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

adalah kerangka konseptual yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar untuk mencapai tujuan belajar, bentuk pembelajaran yang tergambar

dari awal sampai akhir yang di sajikan secara khas oleh pendidik di dalam kelas.

Model pembelajaran terdapat strategi, pendekatan, metode, dan teknik

pembelajaran.

2.1.5 Model Pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition (AIR)


Menurut Arini, dkk., (2014:6-7) mengatakan bahwa model

pembelajaran AIR adalah model pembelajaran yang terdiri dari tiga hal, yaitu
24

auditory, intellectually, dan repetition. Model pembelajaran AIR mirip dengan

model pembelajaran Somatis Auditory Visual Intellectually (SAVI) dan Visual

Auditory Kinetis (VAK), bedanya hanyalah pada repetition yaitu pengulangan

yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih

melalui pemberian tugas atau kuis. Teori yang mendukung model pembelajaran

AIR adalah aliran psikologi tingkah laku serta pendekatan pembelajaran

matematika berdasarkan paham konstruktivisme. Thorndike mengemukakan

hukum latihan (law of exercise) yang pada dasarnya menyatakan bahwa stimulus

dan respons akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat jika proses

pengulangan sering terjadi. Pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa pada

saat belajar matematika yang terpenting adalah proses belajar siswa, guru sebagai

fasilitator yang mengarahkan siswa, meluruskan, dan melengkapi sehingga

konstruksi pengetahuan yang dimiliki siswa menjadi benar. Model Pembelajaran

ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif jika memperhatikan tiga hal,

yakni Auditory, Intellectually dan Repetition.


2.1.5.1 Auditory ( belajar dengan mendengar)
Menurut Aris Shoimin ( 2013:177) Auditory bermakna bahwa belajar

haruslah melalui mendengar, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi,

mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Dengan belajar Auditory guru mampu

mengkondusikan siswa agar mengoptimalkan indera teliganya sehingga koneksi

antara telinga dan otak dapat dimanfaatkan secara optimal. Dalam kegiatan

pembelajaran sebagaian besar proses interaksi siswa dengan guru dilakukan

dengan komunikasi lisan dan melibatkan indera telinga. Salah satu kegiatan yang

dapat menunjang dalam auditory adalah membentuk diminta menampilkan hasil


25

diskusi secara bergantian. Dalam presentasi tersebut ada kelompok yang berbicara

da nada juga kelompok yang mendengarkan sehingga auditory terlaksana.


Baban Sarbana (dalam Siti dan Ati 2013:70) berpendapat bahwa

auditory adalah salah satu modalitas belajar yaitu bagaimana menyerap informasi

saat berkomunikasi ataupun belajar dengan cara mendengarkan pada kegiatan ini

siswa dapat saling menukar informasi yang didapatnya dan siswa dapat

mengeluarkan ide mereka secara verbal atau guru mengajak siswa membicarakan

tentang apa yang dipelajari, diantaranya menerjemahkan pengalaman mereka

dengan suara, mengajak mereka berbicara saat memecahkan, membuat model,

mengumpulkan informasi, dan sebagainya sehingga mereka akan melahirkan

gagasan yang kreatif.


Meier dalam Teti Misnawati (2017:79) berpendapat bahwa Auditory

yang artinya belajar dengan berbicara dan mendengar. Dalam pembelajaran,

hendaknya peserta didik diajak membicarakan apa yang sedang mereka pelajari,

menerjemahkan pengalaman peserta didik dengan suara. Mengajak mereka

berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi,

menyimak, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi

membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman

belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri.


2.1.5.2 Intellectualy ( belajar dengan berfikir)
Menurut Aris Shoimin (2013:178) Intellectually bermakna bahwa

belajar haruslah menggunakan kemampuan berfikir (minds-on), harus dengan

konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki,

mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah

dan menerapkan. Meier (dalam Anisa 2014:31) menyatakan bahwa intelektual

menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka secara internal
26

ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman

dan menciptakan hubungan, makna, rencana, serta nilai dari pengalaman tersebut.

Dalam pembelajaran, guru mengajak siswa untuk membangun konsep atau

memecahkan masalah. Menurut Meier (dalam Siti dan Ati 2013:71) aspek

intelektual dalam belajar akan terlatih jika guru mengajak siswa terlibat dalam

aktivitas seperti : (1) Memecahkan masalah, (2) Menganalisis masalah, (3)

Melahirkan gagasan kreatif, (4) Mencari dan menyaring informasi, (5)

Merumuskan pertanyaan, (6) Menerapkan gagasan baru pada pekerjaan,


2.1.5.3 Repetition (belajar dengan mengulang)
Repetition bermakna pengulangan. Dalam pembelajaran repetition

berarti pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui

pemberiantugas atau kuis. Ingatan siswa tidak selalu tetap dan mudah lupa, maka

perlu diulang-ulang. Trianto (dalam Teti Misnawati) menyatakan masuknya

informasi ke dalam otak yang diterima melalui proses penginderaan akan masuk

ke dalam memori jangka pendek, penyimpanan informasi dalam memori jangka

pendek memiliki jumlah dan waktu yang terbatas. Proses mempertahankan ini

dapat dilakukan dengan kegiatan pengulangan informasi yang masuk ke dalam

otak. Latihan dan pengulangan akan membantu proses mengingat, karena semakin

lama informasi tersebut tinggal dalam memori jangka pendek, maka semakin

besar kesempatan memori ersebut ditransfer ke memori jangka panjang.

Pengulangan ini berarti pemberian soal dan tugas, peserta didik akan mengingat

informasi-informasi yang diterimanya dan akan terbiasa untuk menggunakannya

dalam penyelesaian masalah.


Menurut Erman Suherman (Aris Shoimin 2013:29) repetition

merupakan pengulangan dengan tujuan memperdalam dan memperluas

pemahaman siswa yang perluh dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas,
27

dan kuis. Pengulangan dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar

pemahaman siswa lebih mendalamyang disertai pemberian soal dalam bentuk

tugas latihan dan kuis. Dengan pemberian tugas diharapkan siswa lebih terlatih

dalam menggunakan pengetahuan yang didapat dalam menyelesaikan soal dan

mengingat apa yang telah diterima. Sementara pemberian kuis dimaksudkan agar

siswa siap menghadapi ujian atau tes yang dilaksanakan sewaktu-waktu serta

melatih daya ingat.


2.1.6 Langkah-langkah Model pembelajaran Auditory Intellectualy

Repetition (AIR)

Model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition diharapkan

lebih efektif dan peserta didik bisa berlatih untuk bertanggung jawab. Dalam

pembelajaran, model AIR di katakan efektif tentunya apabila memperhatikan tiga

hal tersebut yaitu auditory, intellectually dan repetition.

Langah-langkah model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition

(AIR) menurut Aris Shoimin (2014:30) adalah sebagai berikut:

1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok 4-5

anggota.
2) Siswa mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru.
3) Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi mereka pelajari dan

menuliskan hasil diskusi tersebut dan selanjutnya untuk dipresentasikan

didepan kelas (auditory).


4) Saat diskusi berlangsung siswa mendapat soal atau permaslahan yang

berkaitan dengan materi.


5) Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi serta

dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menyelesaiakan masalah

(intellectually).
28

6) Setelah selesai berdiskusi siswa mendapat pengulangan materi dengan cara

mendapatkan tugas atau kuis untu tiap individu (repetition).


2.1.7 Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Auditory

Intellectualy Repetition (AIR)

Adapun kelebihan dan kelemahan dalam model pembelajaran auditory

intellectualy repetition (AIR) menurut Aris Shoimin (2014:30-31).

Kelebihan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition

(AIR) antara lain:


1. Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering

mengekspresikan idenya.
2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan

dan keterampilan secara komprehensif.


3. Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespons permasalahan dangan cara

mereka sendiri.
4. Siswa secara instrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
5. Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam

menjawab permasalahan.
Kelemahan model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition

(AIR) antara lain:


1. Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah

pekerjaan mudah. Upaya memperkecilnya guru harus mempunyai persiapan

yang lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut.


2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit

sehingga banyak siswa mengalami kesulitan bagaimana merespons

permasalahan yang diberikan.


3. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemasakan

jawaban mereka.
2.1.8 Pembelejaran Matematika di SMP
Matematika sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan di lembaga

pendidikan formal, yang merupakan salah satu bagian penting dalam upaya
29

meningkatkan mutu pendidikan. Pelajaran matematika adalah suatu pelajaran

yang berhubungan dengan banyak konsep. Konsep merupakan ide abstrak yang

dapat mengelompokkan obyek-obyek kedalam contoh atau bukan contoh.

Konsep-konsep dalam matematika memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya

(Dian Novitasari 2016:8).


Pembelajaran matematika seperti yang dinyatakan oleh Zulkardi

(dalam Angga, dkk., 2012: 20) bahwa ”mata pelajaran matematika menekankan

pada konsep”. Artinya dalam mempelajari matematika peserta didik harus

memahami konsep matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soal-

soal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut di dunia nyata dan

mampu mengembangkan kemampuan lain yang menjadi tujuan dari pembelajaran

matematika.
Sekolah Menengah Pertama merupakan jenjang pendidikan dasar yang

bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak

mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut. Tujuan pembelajaran matematika di sekolah menengah atas ialah agar

peserta didik memiliki kemampuan (Lina Agustina, 2016:2). Adapun tujuan

pembelajaran matematika sebagai berikut:


1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat dalam pemecaham masalah.


2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dan membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan atau pernyataan matematika.


3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memecahkan masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.
30

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.


5. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1.9 Materi Kesebangunan dan Kekongruenan

A. Dua Bangun Datar yang Kongruen

1. Syarat Dua Bangun Datar Yang Kongruen

a. Dua bangun datar dikatakan kongruen jika kedua bangun datar tersebut

mempunyai sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang dan sudut-sudut yang

bersesuaian sama besar.

b. Jika dua bangun datar kongruen maka:

 Sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang, dan

 Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.

Contoh Soal 1.1

1. Persegi panjang ABCD dan persegi panjang EFGH

Penyelesaian:

Diketahui persegi panjang ABCD dan persegi panjang EFGH. Sudut-sudut yang

bersesuaian adalah ∠DAB bersesuaian dengan ∠HEF, ∠ABC bersesuaian dengan

∠EFG, ∠BCD bersesuaian dengan ∠FGH, dan ∠CDA bersesuaian dengan ∠GHE.

Berikut adalah besar sudut dari sudut-sudut yang bersesuaian.


31

∠DAB = ∠HEF = 90° (sudut siku-siku),

∠ABC = ∠EFG = 90° (sudut siku-siku),

∠BCD = ∠FGH = 90° (sudut siku-siku), dan

∠CDA = ∠GHE = 90° (sudut siku-siku).

Ternyata, diperoleh sudut-sudut yang bersesuaian sama besar. Sisi-sisi yang

bersesuaian adalah AB bersesuaian dengan EF, BC bersesuaian dengan FG, CD

bersesuaian dengan GH, dan DA bersesuaian dengan HE. Berikut adalah panjang

sisi-sisi yang bersesuaian.

AB = EF = 3 cm,

BC = FG = 2 cm,

CD = GH = 3 cm, dan

DA = HE = 2 cm.

Ternyata, diperoleh panjang sisi-sisi yang bersesuaian adalah sama. Oleh karena

sudut-sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi-sisi yang bersesuaian sama

panjang maka persegi panjang ABCD dan persegi panjang EFGH kongruen.

2. Menentukan Panjang Sisi pada Dua Bangun yang Kongruen

Setelah memahami syarat dua bangun datar kongruen, kali ini kamu

akan mempelajari penerapannya. Dengan demikian, syarat dua bangun datar

kongruen dapat digunakan untuk menentukan panjang sisi pada dua bangun datar

yang kongruen sebagaimana contoh berikut.

Contoh Soal 1.2

Pada gambar berikut, trapesium ABCD dan trapesium EFGH kongruen.

Panjang AB = 6 cm, CD = 10 cm, dan EH = 8 cm. Tentukan panjang GH, EF, dan

AD.
32

Penyelesaian:

Sisi-sisi yang bersesuaian adalah AB bersesuaian dengan EF, BC bersesuaian

dengan FG, CD bersesuaian dengan GH, dan AD bersesuaian dengan EH. Oleh

karena trapesium ABCD dan trapesium EFGH kongruen maka:

Panjang GH = CD = 10 cm,

Panjang EF = AB = 6 cm, dan

Panjang AD = EH = 8 cm.

3. Segitiga-Segitiga yang Kongruen

a. Syarat Dua Segitiga Kongruen

Jika suatu benda digeser maka bentuk maupun ukuran benda tersebut akan

tetap sama. Demikian juga bentuk dan ukuran dari benda dan bayangannya pada

cermin datar adalah sama. Untuk memahami syarat dua segitiga kongruen, kamu

juga dapat melakukan pergeseran atau pencerminan dari bangun datar segitiga

tersebut. Coba kamu perhatikan Gambar 1.3 untuk kasus pergeseran segitiga.

Gambar 1.3

Kekongruenan dalam segitiga dengan pergeseran.


33

Jika ΔABC digeser ke samping sejauh AE maka ΔABC akan berimpit atau

menutupi dengan tepat ΔEFG. Jadi, ΔABC kongruen dengan ΔEFG, ditulis ΔABC

≅ ΔEFG.

Karena ΔABC ≅ ΔEFG maka:

∠CAB = ∠GEF,

∠ABC = ∠EFG,

∠BCA = ∠FGE,

AB = EF,

BC = FG, dan

AC = EG.

Berdasarkan hasil dari pergeseran maupun pencerminan bangun datar

segitiga pada uraian tadi maka dapat disimpulkan syarat dua segitiga kongruen

sebagai berikut. Jika dua segitiga kongruen maka:

 Sisi-sisi yang bersesuaian (seletak) sama panjang, dan

 Sudut-sudut yang bersesuaian (seletak) sama besar.

b. Sifat-Sifat Dua Segitiga Kongruen

Pada pembahasan sebelumnya, telah diperoleh kesimpulan bahwa jika

dua segitiga kongruen maka sisi-sisi yang bersesuaian (seletak) sama panjang dan

sudut-sudut yang bersesuaian (seletak) sama besar. Apakah pernyataan sebaliknya

juga berlaku, yaitu jika dua segitiga yang mempunyai sisi-sisi yang bersesuaian

(seletak) sama panjang dan sudut-sudut yang bersesuaian (seletak) sama besar

maka kedua segitiga tersebut kongruen?

Untuk membuktikannya, coba kamu perhatikan Gambar 1.5.


34

Dua segitiga yang mempunyai sudut-sudut yang bersesuaian sama besar

dan sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang adalah kongruen. Diberikan ΔABC

dan ΔKLM yang mempunyai sisi-sisi yang bersesuaian (seletak) sama panjang

dan sudut-sudut yang bersesuaian (seletak) sama besar. Jika ΔABC diimpitkan

dengan ΔKLM maka:

∠CAB dan ∠MKL saling menempati karena ∠CAB = ∠MKL,

∠ABC dan ∠KLM saling menempati karena ∠ABC = ∠KLM,

∠BCA dan ∠LMK saling menempati karena ∠BCA = ∠LMK,

AB dan KL saling menempati karena AB = KL,

BC dan LM saling menempati karena BC = LM, dan

AC dan KM saling menempati karena AC = KM.

Ternyata, jika ΔABC dan ΔKLM yang mempunyai sisi-sisi yang

bersesuaian sama panjang dan sudut-sudut yang bersesuaian (seletak) sama besar

ketika diimpitkan akan saling menutupi. Jadi, ΔABC ≅ ΔKLM. Berdasarkan sifat

dua segitiga kongruen tersebut, kamu dapat menurunkan syarat-syarat lain untuk

menentukan dua segitiga kongruen. Berikut akan dijelaskan tentang kondisi dari

unsur-unsur segitiga (sisi dan sudut) yang dapat menentukan dua segitiga

kongruen.

1. Menentukan Dua Segitiga Kongruen Dilihat dari Ketiga Sisinya (sisi, sisi,

sisi)
35

Perhatikan Gambar 1.6

Kekongruenan dalam segitiga dilihat dari ketiga sisinya (sisi, sisi, sisi).

Jika ΔPQR diimpitkan pada ΔUVW maka:

PQ dan UV saling menempati karena PQ = UV,

QR dan VW saling menempati karena QR = VW, dan

PR dan UW saling menempati karena PR = UW.

Jadi, ΔPQR dan ΔUVW saling menempati sehingga ΔPQR ≅ ΔUVW. Maka dapat

disimpulkan bahwa jika dua segitiga yang mempunyai sisi-sisi bersesuaian yang

sama
Jika panjang
pada diimpitkan
dua segitiga makasisi
ketiga akan saling
(sisi, sisi,menutupi
sisi) yangdengan tepat. Dengan
bersesuaian kata
sama panjang
maka
lain, kedua segitiga tersebut
kedua segitiga tersebutkongruen.
kongruen.

2. Menentukan Dua Segitiga Kongruen Dilihat dari Dua Sisi dan Sudut

Apitnya (sisi, sudut, sisi).

Perhatikan gambar Berikut.

Gambar 1.7

Kekongruenan dalam segitiga dilihat dari dua sisi dan sudut apitnya (sisi, sudut,

sisi). Jika ΔABC diimpitkan pada ΔDEF maka:

AB dan DE saling menempati karena AB = DE,

∠CAB dan ∠FDE saling menempati karena ∠CAB =∠FDE, dan


36

AC dan DF saling menempati karena AC = DF.

Jadi, ΔABC dan ΔDEF saling menempati, sehingga ΔABC ≅ ΔDEF.

Jika dua segitiga dua sisinya yang bersesuaian sama panjang dan sudut apit kedua sisi
tersebut sama besar (sisi, sudut, sisi) maka kedua segitiga tersebut kongruen.

3. Menentukan Dua Segitiga Kongruen Dilihat dari Dua Sudut dan Sisi

yang Merupakan Persekutuan Dua Sudut (sudut, sisi, sudut)

Perhatikan gambar berikut.

Gambar 1.8

Kekongruenan dalam segitiga dilihat dari dua sudut dan sisi persekutuan dua

sudut (sudut, sisi, sudut). Jika ΔPQR diimpitkan pada ΔUVW maka:

∠RPQ dan ∠WUV saling menempati karena ∠RPQ = ∠WUV,

PQ dan UV saling menempati karena PQ = UV, dan

∠PQR dan ∠UVW saling menempati karena ∠PQR = ∠UVW.

Jadi, ΔPQR dan ΔUVW saling menempati sehingga ΔPQR ≅ ΔUVW.

Dari persoalan di atas, diperoleh bahwa jika dua segitiga yang

mempunyai dua sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi yang merupakan

persekutuan kedua sudut tersebut sama panjang diimpitkan maka kedua segitiga

tersebut saling menutupi dengan tepat.

Dengan kata lain, kedua segitiga tersebut kongruen.

Jika dua segitiga mempunyai dua sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi yang
merupakan persekutuan kedua sudut tersebut sama panjang (sudut, sisi, sudut) maka
kedua segitiga tersebut kongruen.
37

4. Menentukan Dua Segitiga Kongruen Dilihat dari Satu Sisi dan Dua Sudut

(sisi, sudut, sudut)


Pada subbab kali ini akan belajar menentukan dua segitiga kongruen

dilihat dari satu sisi dan dua sudut (sisi, sudut, sudut), yaitu satu sudut terletak di

sisi tersebut dan sudut yang lain terletak di depan sisi tersebut.

Perhatikan gambar berikut. Gambar 1.9

Kekongruenan dalam segitiga dilihat dari satu sisi dan dua sudut (sisi, sudut,

sudut). Karena jumlah sudut-sudut dalam segitiga adalah 180° maka berlaku:

∠ABC + ∠BCA + ∠CAB = 180°

⇔∠ABC = 180° – ∠BCA – ∠CAB

Karena diketahui ∠BCA = ∠EFD dan ∠CAB = ∠FDE maka berakibat,

∠ABC = 180° – ∠BCA – ∠CAB

⇔∠ABC = 180° – ∠EFD – ∠FDE

⇔∠ABC = ∠DEF

Sampai di sini, kamu telah memperoleh:

1. ∠ABC = ∠DEF,

2. AB = DE, dan

3. ∠CAB = ∠FDE.
38

Kamu dapat mengamati bahwa ketiga keadaan tersebut memenuhi syarat (sudut,

sisi, sudut). Jadi, ΔABC ≅ ΔDEF. Apa yang dapat kamu simpulkan? Ternyata,

syarat (sisi, sudut, sudut) dapat dibawa ke bentuk syarat (sudut, sisi, sudut)

sehingga diperoleh kekongruenan dalam segitiga.

ke bentuk syarat (sudut, sisi, sudut) sehingga diperoleh kekongruenan dalam

segitiga.

Jika dua segitiga satu sisinya yang bersesuaian sama panjang dan dua sudut yang
bersesuaian, yaitu satu sudut terletak di sisi tersebut dan sudut yang lain terletak di
depan sisi tersebut adalah sama besar (sisi, sudut, sudut) maka kedua segitiga tersebut
kongruen.

5. Menentukan Segitiga Kongruen Dilihat dari Satu Sudut dan Dua Sisi

(sudut, sisi, sisi)

Kali ini, kamu akan memahami cara menentukan dua segitiga kongruen dilihat

dari satu sudut dan dua sisi (sudut, sisi, sisi), yaitu satu sisi tempat terletaknya

sudut tersebut dan sisi yang lain terletak di depan sudut tersebut.

Perhatikan Gambar 1.10

Kekongruenan dalam segitiga dilihat dari satu sudut dan dua sisi (sudut, sisi, sisi).

Karena RP dan US merupakan sisi-sisi yang bersesuaian dari ΔPQR dan ΔSTU

maka sudut-sudut di depan kedua sisi tersebut merupakan sudut-sudut yang

bersesuaian juga, yaitu ∠PQR dan ∠STU, dengan catatan ∠PQR dan ∠STU
39

merupakan sudut sejenis (sudut yang sama lancip atau sudut yang sama tumpul).

Diketahui bahwa RP = US (sama panjang) maka diperoleh ∠PQR = ∠STU (sama

besar). Oleh karena jumlah sudut-sudut dalam segitiga adalah 180° maka berlaku:

∠QRP + ∠RPQ + ∠PQR = 180°

⇔∠QRP = 180° – ∠RPQ – ∠PQR

Karena diketahui ∠RPQ = ∠UST dan telah diperoleh bahwa ∠PQR = ∠STU maka

berakibat,

∠QRP = 180° – ∠RPQ – ∠PQR

⇔∠QRP = 180° – ∠UST – ∠STU

⇔∠QRP = ∠TUS

Sehingga diperoleh:

1. QR = TU,

2. ∠QRP = ∠TUS, dan

3. RP = US.

Kamu dapat mengamati bahwa ketiga keadaan tersebut memenuhi syarat (sisi,

sudut, sisi). Jadi, ΔPQR ≅ ΔSTU. Apa yang dapat kamu simpulkan? Ternyata,

syarat (sudut, sisi, sisi) dapat dibawa ke bentuk syarat (sisi, sudut, sisi) sehingga

diperoleh kekongruenan dalam segitiga.

Jika dua segitiga satu sudutnya yang bersesuaian sama besar dan dua sisi yang bersesuaian,
yaitu satu sisi tempat terletaknya sudut tersebut dan sisi yang lain terletak di depan sudut
tersebut adalah sama panjang (sudut, sisi, sisi) maka kedua segitiga tersebut kongruen.

B. Dua Bangun Datar yang Sebangun


1. Syarat Dua Bangun Datar Sebangun
Dua bangun datar dikatakan sebangun jika:
a. Sudut-sudut yang bersesuaian (seletak) pada kedua bangun datar sama besar,
40

b. Perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian (seletak) pada kedua bangun

datar sama.

Oleh karena pada dua bangun datar yang kongruen berlaku

perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian adalah sama dan nilai

perbandingannya 1 : 1 maka pada dua bangun datar yang sebangun berlaku

perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian adalah sama dan nilai

perbandingannya tidak hanya 1 : 1.

2. Menentukan Panjang Sisi pada Dua Bangun yang Sebangun

Contoh Soal 1.10

1. Sebuah gudang mempunyai lebar bagian depan 12 m dan tinggi 8 m. Jika

maket gudang tersebut dibuat dengan lebar 6 cm, berapakah tinggi maket

gudang tersebut?

Penyelesaian:

Diketahui lebar bagian depan gudang adalah 12 m (1.200 cm), tinggi gudang

adalah 8 m (800 cm), dan lebar maket adalah 6 cm. Misalnya, tinggi maket adalah
41

x cm. Dengan menggunakan pengertian perbandingan pada dua bangun yang

sebangun diperoleh:

Jadi ,Tinggi Maket Lebar Maket x 6


= = 1.200 x =6 x 800
Tinggi Sebenarnya Lebar Sebenarnya 800 1.200

1.200 x =4.800 x=4

Jadi, tinggi maket gudang tersebut adalah 4 cm.

2. Segitiga-Segitiga yang Sebangun

a. Syarat Dua Segitiga Sebangun

Syarat dua segitiga sebangun:

1. Jika sudut-sudut yang bersesuaian pada dua segitiga sama besar maka kedua

segitiga tersebut sebangun.

2. Jika perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian pada dua segitiga sama

maka kedua segitiga tersebut sebangun.

3. Jika dua segitiga mempunyai satu sudut yang sama besar serta perbandingan

panjang sisi-sisi yang bersesuaian yang mengapit sudut tersebut sama maka

kedua segitiga tersebut sebangun.

b. Menghitung Panjang Sisi pada Segitiga yang Sebangun

Contoh Soal 1.12

1. Diberikan ΔPQR dan ΔXYZ sebagai berikut.


42

a. Apakah ΔPQR dan ΔXYZ sebangun?

b. Tentukan panjang YZ.

Penyelesaian:

a. Perhatikan ΔPQR dan ΔXYZ.

∠RPQ = ∠ZXY = α,

∠PQR = ∠XYZ = β.

Karena dua sudut pada ΔPQR dan ΔXYZ sama besar maka sudut yang lain

juga sama besar. Jadi, ∠QRP = ∠YZX. Karena ketiga sudut yang bersesuaian

pada ΔPQR dan ΔXYZ sama besar maka ΔPQR dan ΔXYZ sebangun.

b. Ambillah pasangan perbandingan panjang sisi-sisi yang bersesuaian

mengandung YZ.

QR PQ 12 6 96
= = 6 YZ=12 x 8 6 YZ=96 YZ=
YZ XY YZ 8 6

YZ=16

Jadi, panjang YZ adalah 16 cm.

c. Memecahkan Masalah yang Melibatkan Konsep Kesebangunan

Contoh Soal 1.13

1. Pada suatu siang, seorang siswa yang tingginya 160 cm berdiri di samping

menara. Jika pada saat yang sama panjang bayangan siswa tersebut adalah 2

m, sedangkan panjang bayangan menara adalah 8 m, berapakah tinggi

menara?
43

Penyelesaian :

Sketsa masalah tersebut tergambar seperti di atas. Tinggi siswa adalah

160 cm, panjang bayangan siswa adalah 2 m (200 cm), dan panjang bayangan

menara adalah 8 m (800 cm). Coba kamu perhatikan bahwa sisi-sisi yang

bersesuaian pada sketsa gambar tersebut di antaranya adalah tinggi siswa

bersesuaian dengan tinggi menara, panjang bayangan siswa bersesuaian dengan

panjang bayangan menara sehingga perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian di

antaranya adalah:

Tinggi Menara panjang banyangan menara


=
Tinggi Siswa panjang bayangan siswa

Misalnya, tinggi menara adalah t cm maka dengan menggunakan perbandingan

t 800
dalam kesebangunan di peroleh: = 200 t=800 x 160
160 200

128.000
200 t=128.00 t= t=640
200

Jadi, tinggi menara adalah 640 cm (6,4 m)

2.2 Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan diantaranya sebagai berikut:


44

1. Penelitian Teti Misnawati (2017) dengan judul “Meningkatkan hasil belajar

dan aktivitas siswa melalui model pembelajaran Auditory Intellectualy

Repetition (AIR) pada materi segi empat kelas VII SMPN 9 HARUAI tahun

pelajaran 2016/2017”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil Aktivitas

siswa dari siklus 1 hingga siklus 2 mengalami peningkatan. Dimana pada

siklus pertama, siswa berada pada kriteria Cukup Aktif. Kreteria tiap kategori

dengan presentase pada siklus 1 pertemuan 1 yaitu sangat aktif 5% meningkat

menjadi 10% dan pada siklus 2 dan kriteria Sangat Aktif yaitu 35% meningkat

menjadi 60%. Setiap pertemuan mengalami peningkatan aktivitas siswa dan

mencapai indikator yang ditetapkan. Hasil belajar dari siklus I pertemuan 1

hanya mencapai 25% meningkat menjadi 55% dan pada siklus II pertmemuan

1 memperoleh meningkat menjadi 60% dan pada pertemuan ke 2 ketuntasan

siswa mencapai 90%. Diharapkan dengan hasil penelitian ini, bisa menjadi

masukan bagi guru agar dapat melaksanakan pembelajaran yang memfasilitasi

peserta didik sehingga karakter tanggung jawab dan pemecahan masalah dapat

terbentuk. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran Auditory

Intellectually Repetition (AIR).

2. Penelitian Rully Eka Safriani, dkk (2016) dengan judul “Peningkatan

pemahaman konsep pecahan melalui penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe Auditory Intellectualy Repetitio (AIR)” Hasil penelitian

menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Auditory

Intellectually Repetition (AIR) dapat meningkatkan pemahaman konsep

pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri I Kedungrejo Nguntoronadi Wonogiri

tahun ajaran 2015/2016. Hal itu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya


45

kemampuan siswa dari sebelum dan sesudah tindakan. Berdasarkan penelitian

maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition (AIR)

dapat meningkatkan pemahaman konsep pecahan pada siswa kelas IV siswa

SD Negeri I Kedungrejo tahun ajaran 2015/2016.

3. Anisa Fatmawati (2014) dengan Judulu”Penerapan pendekatan Auditory

Intellectualy Repetition (AIR) pada materi Pertidaksamaan Dikelas X-C

SMAN 1 Kauman Tulu ngagung” Peneliti mengungkapkan bawa penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan

pengelolaan pembelajaran oleh guru, aktivitas siswa, hasil belajar siswa, dan

respons siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan Auditory

Intellectually Repetition (AIR) pada materi pertidaksamaan di kelas X-C

SMAN 1 Kauman Tulungagung. Beliau mengatakan hasil analisis data

menunjukkan: (1) pengelolaan pembelajaran oleh guru secara keseluruhan

dapat dikategorikan baik; (2) siswa tergolong aktif selama pembelajaran

dengan rata-rata persentase aktivitas siswa adalah 67,715%, selanjutnya

aktivitas siswa yang dominan adalah mendengarkan penjelasan guru atau

teman; (3) nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 75,15; dan (4) respons

siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Auditory

Intellectually Repetition (AIR) adalah positif.

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang relevan pada

sebelumnya suadah pernah ada penelitian bahwa penerapan model pembelajaran

Auditory Intellectualy Repetition (AIR) sangat baik di terapkan dalam

pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman konsep


46

matematika. Dengan penerapan model pembelajaran Auditory Intellectualy

Repetition (AIR) terjadi peningkatan belajar siswa dari siklus I ke siklus II.

2.3 Kerangka Berfikir Penelitian


Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang berfungsi

mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur dan menggunakan rumus

matematika yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Pembelajaran matematika

sangat penting bagi setiap pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan

Perguruan Tinggi. Salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah

mengembangkan kemampuan pemahaman konsep siswa. Sistem pembelajaran

yang dilaksanakan di sekolah harus memperhatikan agar konsep dapat tertanam

dengan baik kepada siswa.


Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika harus ada dukungan

dan kerjasama antara guru dan siswa. Guru harus selalu menciptakan proses

pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif dalam belajar dengan

menerapkan model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran merupakan

kerangka konseptual yang memuat strategi, metode dan teknik pembelajaran.

Belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa dengan guru. Seorang guru

berusaha untuk mengajar dengan sebaik-baiknya, sehingga siswa dapat

memahami materi dengan baik sesuai tujuan pembelajaran.


Berdasarkan observasi yang dilaksanakan oleh calon peneliti di kelas

VIII SMP ADVENT 2 MEDAN bahwa pada prakteknya proses pembelajaran

matematika di dalam kelas guru menggunakan metode ceramah dimana guru

menjadi sumber utama dalam kegiatan belajar mengajar dan setiap siswa hanya

mendengar dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru sehingga membuat

siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Dengan menggunakan metode

ceramah terlihat jelas aktivitas siswa pada proses pembelajaran yaitu lima puluh
47

persen (50%) siswa tidak memperhatikan, mendengarkan, menyimak,

mengemukakan pendapat, bertanya, dan menanggapi. Bahkan calon peneliti

melihat siswa melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran

matematika yaitu siswa membuat pesawat dari buku tulis , masih banyak siswa

yang ngobrol dengan teman sebangkunya. Siswa berpindah-pindah tempat duduk,

mengganggu teman sebangkunya, jalan-jalan ke depan, bolak balik permisi ke

kamar mandi dan ada pula siswa beryanyi dibelakang. Dari paparan tersebut maka

terbukti bahwa interaksi antara siswa dan guru kurang sehingga aktivitas belajar

dalam proses pembelajaran sangat tergolong rendah.


Aktivitas belajar rendah akan mengakibatkan pemahaman konsep

matematika siswa juga rendah. Untuk mengetahui pemahaman konsep rendah

calon peneliti memberikan soal minites yang merupakan dari indikator

pemahaman konsep tersebut. Dari tiga soal yang diberikan terbukti bahwa

keseluruhnya siswa tidak dapat menjawab soal dengan benar atau belum mencapai

nilai KKM (70). Siswa masih beranggapan soal tersebut susah untuk di kerjakan.

Dengan demikian dari kondisi awal yang di ketahui melalui observasi, calon

peneliti berkeinginan untuk memperbaiki masalah yang ada di dalam kelas yakni

dengan menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition

(AIR) seabagaiman untuk meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep

matematika.
Model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition (AIR)

merupakan model pembelajaran yang efektif dimana akan bekerjasama dengan

beberapa aspek yaitu Aditory, Intellectualy, Repetition (AIR). Aspek Auditory

yaitu belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara,

presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, menanggapi dan mengajukan


48

pertanyaan. Aspek Intellectualy yaitu belajar haruslah menggunakan kemampuan

berpikir (minds-on) dan belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih

menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan,

mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan. Dan

repetition yang berarti pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan,

pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis. Adapun

skema kerangka berfikir yang disajikan pada gambar.

SKEMA KERANGKA BERFIKIR PENELITIAN

Observasi awal di Proses pembelajaran masih berpusat pada guru Rendahnya


kelas VIII SMP dimana siswa tidak mendengarkan, menyimak, aktivitas belajar
ADVENT 2 mengemukakan pendapat, bertanya, menanggapi, siswa dan
MEDAN dan hampir seluruhnya siswa fokus dengan pemahaman
kegiatanya masing-masing. Soal minites yang konsep
diberikan oleh calon peneliti yang merupakan matematika
indikator pemahaman konsep matematika tidak
Penerapan
ada model
siswa yang menjawab dengan benar. Siklus 1:
pembelajaran
mampu
Auditory Intelectualy Repetition
(AIR) dengan menggunakan Penerapan model
Tindakan pembelajaran Auditory
ketiga aspek model tersebut yaitu
Auditory, Inteectualy, dan Intelectualy Repetition
repetition untuk meningkatkan (AIR) pada Materi
aktivitas belajar dan pemahaman Kesebangunan dan
konsep matematika kekongruenan.

Siklus selanjutnya
Siklus 2 Dalam pembelajaran pada
Dalam pembelajaran pada materi materi kesebangunan dan
kesebangunan dan kekongruenan, guru kekongruenan, guru masih
masih menggunakan model pembelajaran menggunakan model
Auditory Itellectually Repetition (AIR) pembelajaran Auditory
dengan melakukan perbaikan-perbaikan Intellectually Repetition (AIR)
pada siklus 1
bila ada perbaikan pada siklus
49

Diduga dengan menerapkan model Aktivitas belajar


Kondisi pembelajaran Auditory Intellectualy dan pemahaman
Akhir Repetition (AIR) dapat meningkatkan konsep matematika
aktivitas belajar dan pemahaman meningkat (tidak
konsep matematika siswa kelas VIII rendah)
SMP ADVENT 2 MEDAN T.A
2018/2019 pada materi
Kesebangunan dan Kekongruenan.
Seandainya belum tuntas akan
dilanjutkan ke siklus berikutnya.

2.4 Hipotesis Tindakan


Berdasarkan kajian teori tersebut dapat dirumuskan hipotesis

penelitian yaitu “ melalui Model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetitio

(AIR) dapat meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematika

siswa kelas IX SMP ADVENT 2 MEDAN.


50

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan

kuantitatif. Menurut Uray Husna Asmara (dalam Kumang 2013) penelitian

kualitatif adalah ”penelitian untuk memecahkan masalah dan menemukan teori-

teori berdasarkan verifikasi data yang dikumpulkan di lapangan, sehingga data

yang diterima sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan apa adanya”. Menurut

Sugiono (2010:105) menyatakan penelitian kuantitatif adalah suatu proses

menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat

menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui.


51

Metode yang digunakan pada penelitian adalah penelitian tindakan kelas

atau Classroom Action Research. Menurut Saur Tampublon (2013:19) mengatakan

bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh pendidik/

calon pendidik didalam kelasnya sendiri secara kolaboratif/partisipatif untuk

memperbaiki kinerja pendidik menyangkut kualitas proses pembelajaran dan

meningkatkan hasil belajar peserta didik baik dari aspek akademik maupun

nonakademik melalui tindakan reflektif dalam bentuk siklus (daur ulang).

3.2 Tempat, Kegiatan, Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di kelas IX SMP ADVENT 2 MEDAN

yang berlokasi di Jl. Dr. Mansyur Gg. Berkat No. 9 Medan. Alasan memilih

sekolah SMP ADVENT 2 MEDAN adalah karena belum pernah ada penelitian di

sekolah tersebut, dan pada saat melaksanakan observasi di sekolah tersebut

tampak aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematika di kelas VIII masih

tergolong rendah.
3.2.2 Waktu dan Kegiatan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2018-

2019

Tabel 3.1

Rancangan Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan
Jan Feb Mar Apri Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov
52

. l
1 Persiapan

Penelitian
a. Mengurus

Perizinan
b. Koordinasi

dengan

kepala

sekolah dan

guru.
c. Penyusunan

proposal dan

instrument
d. Seminar

proposal

penelitian
2. Pelaksanaan

Penelitian
a. Siklus 1
1) Perencana

an
2) Pelaksanaa

n Tindakan
3) Observasi/P

engamatan
4) Refleksi
b. Siklus 2
1) Perencanaa

n
2) Pelaksanaa

n Tindakan
3) Obsevasi/P

engamatan
4) Refleksi
53

3. Penyusunan

Laporan/Skri

psi
a. Penyusuna

n Laporan

Penelitian
b. Pelaksanaa

n
c. Ujian

Skrisi dan

Revisi

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP ADVENT 2

MEDAN Tahun Pelajaran 2018-2019. Objek penelitian adalah untuk

meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematika dengan

menggunakan Model Pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition (AIR).

3.4 Jenis dan Sumber Data


3.4.1 Jenis Data
Jenis data penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu kemampuan

pemahaman konsep matematika siswa yaitu hasil tes akhir pembelajaran setiap

siklus dan data kualitatif yakni hasil observasi aktivitas siswa dan aktivitas guru
54

salama proses pembelajaran serta hasil dokumentasi (berupa foto kegiatan

pembelajaran) dari setiap siklus.


3.4.2 Sumber Data

Sumber data dalam penilitian tindakan kelas ini diperoleh dari siswa

kelas IX SMP ADVENT 2 MEDAN. Sumber data tersebut digunakan untuk

mengetahui aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematika pada siswa.

3.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data


3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

teknik tes dan nontes :

1. Teknik nontes (observasi)

a. Observasi Guru. Tujuan dalam observasi adalah untuk mengamati aktivitas

calon peneliti sebagai guru yang mengajar di dalam kelas yang

menggunakan menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectualy

Repetition (AIR). Adapun aktivitas yang harus diamati terdiri dari kegiatan

pendahuluan, inti dan penutup. Dalam penelitian ini yang menjadi

observer aktivitas guru adalah guru matematika SMP ADVENT 2

MEDAN dan guru adalah calon peneliti. Alat yang digunakan dalam

mengamati aktivitas guru adalah lembar observasi.

b. Observasi aktivitas siswa kelas IX SMP ADVENT 2. Adapun hal-hal yang

diamati adalah (1) Visual Activities, (2) Oral Activites, (3) Listening

Activities, (4) writing Activities, (5) Drawing Activities, (6) Motor

Activities, (7) Mental Activities, (8) Emosional Activities. Observer

memberikan penilaian untuk setiap indikator pengamatan. Observasi


55

kegiatan siswa dilakukan disetiap proses kegiatan belajar mengajar di

kelas dan diamati disetiap pertemuan.

2. Teknik tes

Teknik ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketercapaian hasil belajar

siswa terhadap materi yang telah diberikan oleh guru dengan memberikan soal tes.

Tes yang diberikan yaitu tes untuk mengukur pemahaman konsep matematika

siswa. Bentuk tes yang diberikan berbentuk soal uraian. Tes tersebut terdiri dari 7

(tujuh) soal uraian yakni berdasarkan 7 (tujuh) indikator pemahaman konsep yang

meliputi: a) Menyatakan ulang sebuah konsep, b) Mengklasifikasi objek-objek

menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), c) Memberi contoh dan

non-contoh dari konsep, d) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematis, e) Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu

konsep, f) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

tertentu, g) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Tes ini

dilakukan pada setiap akhir siklus dengan tujuan untuk mengukur pemahaman

konsep matematika siswa.

3.5.2 Alat Pengumpulan Data


Alat yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian

adalah lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan tes

dengan menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectualy repetition

(AIR). Adapun tes yang digunakan adalah tes kemampuan awal (pretest) dan tes

kemampuan pemahaman konsep matematika. Berdasarkan tes tersebut digunakan

untuk mengukur pemahamana konsep matematika setiap masing-masing siswa.

3.5.2.1 Tes Kemampuan Awal ( pretest)


56

Kemampuan awal merupakan suatu kemampuan yang telah dimiliki

sebelum pembelajaran berlangsung yang merupakan materi prasyarat untuk

mengikuti proses belajar selanjutnya. Kemampuan awal berperan penting dalam

proses pembelajaran. Kemampuan awal juga menggambarkan kesiapan siswa

dalam menerima materi pelajaran baru yang akan diberikan oleh guru (Razax

2017:120). Sebelum mempelajari materi Kesebangunan dan Kekongruenan siswa

mengingat kembali bebrapa konsep yang telah dipelajari di kelas VII. Konsep

tersebut diantaranya adalah skala dan perbandingan, bangun datar segitiga, dan

konsep sudut. Pemahaman terhadap konsep-konsep tersebut akan memudahkan

mempelajari materi Kesebangunan dan Kekongruenan. Berikut ini kisi-kisi tes

kemampuan awal (Pretest).

Tabel 3.2

Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal (Pretest)

Indikator Indikator Butir Ranah Kognitif


C1 C2 C3 C4 C5 C6
No. Pemahaman Konsep Pembelajaran Soal

Matematika
1. Menyatakan ulang Siswa dapat 1. √

sebuah konsep menyebutkan

sifat-sifat bangun

datar yaitu:

a. Persegi
b. Persegi

panjang
c. Trapesium
d. Jajar genjang
e. Belah ketupat
f. Layang-layang
2. Mengklasifikasi Siswa dapat 2. √
57

objek-objek menurut menghitung luas

sifat-sifat dari bangun

tertentu (sesuai persegi panjang

dengan konsepnya). sesuai dengan

konsepnya.
3. Memberi contoh dan Siswa dapat 3. √

non-contoh dari menggambarkan

konsep. contoh dari sudut

lancip, siku-siku,

tumpul dan sudut

lurus.
4. Menyajikan konsep Siswa dapat 4. √

dalam berbagai menyajikan

bentuk representasi konsep gambar

matematis dalam bentuk

reprentasi

matematis.
5. Mengembangkan Siswa dapat 5. √

syarat perlu memilih syarat

dan syarat cukup perlu dan syarat

suatu konsep. cukup untuk

menyelesaikan

konsep hubungan

antar sudut.
6. Menggunakan, Siswa dapat 6. √

memanfaatkan, dan menyelesaikan

memilih prosedur soal skala dengan

atau operasi menggunakan


58

Tertentu. prosedur dengan

benar.
7. Mengaplikasikan Siswa dapat 7. √

konsep atau algoritma menyelesaikan

pemecahan masalah. soal perbandingan

yang

berhubungan

dengan kehidupan

sehari-hari.
Keterangan:

C1 = Mengingat

C2 = Memahami

C3 = Menerapkan

3.5.2.2 Tes Pemahaman Konsep Matematika Siklus I dan II (posttest)


Tes pemahaman konsep matematika yang digunakan adalah

berbentuk soal uraian yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman konsep

matematika siswa terhadap pokok bahasan yang diberikan. Beberapa yang perlu

diperhatikan oleh calon peneliti sebelum menyusun tes diantaranya adalah:


1. Menyusun kisi-kisi pemahaman konsep matematika
2. Menentukan kategori pada ranah kognitifnya, apakah merupakan

pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3).


3. Membuat pedoman penskoran pemahaman konsep matematika
4. Menyusun soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
5. Membuat instrument penyelesaian berdasarkan penskoran pemahaman

konsep matematika.

Tabel 3.3

Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika (Siklus I)


59

Konsep Kesebangunan
No. Indikator Indikator Butir Ranah Kognitif
C1 C2 C3 C 4 C5 C6
Pemahaman Pembelajaran Soal

konsep matematika
1. Menyatakan ulang Siswa dapat 1 √

sebuah konsep menyebutkan sisi-

matematika dengan sisi yang bersesuaian

bahasa sendiri. sesuai dengan

konsep

kesebangunan.
2. Mengklasifikasi Siswa dapat 2. √

objek-objek menurut mengklasifikasi

sifat-sifat bangun datar yang

tertentu (sesuai sebangun dengan

dengan konsepnya). menggunakan

syarat-syarat

kesebangunan.
3. Memberi contoh dan Dari gambar yang 3. √

non-contoh dari diberikan siswa

konsep. dapat mneyebutkan

contoh dan non-

contoh

kesebangunan.
4. Menyajikan konsep Siswa dapat 4. √

dalam berbagai menyajikan konsep

bentuk representasi kesebangunan dari

matematis gambar soal yang

diberikan.
5. Mengembangkan Siswa dapat 5. √
60

syarat perlu menggunakan syarat

dan syarat cukup perlu dan syarat

suatu konsep. cukup yang

dibutuhkan untuk

menyelesaikan soal

nomor 5.
6. Menggunakan, Siswa dapat 6. √

memanfaatkan, dan menyelesaikan soal

memilih prosedur kesebangunan

atau operasi dengan

Tertentu. menggunakan

prosedur yang baik.


7. Mengaplikasikan Siswa dapat 7. √

konsep atau menyelesaiakan soal

algoritma aplikasi

pemecahan masalah. kesebangunan


Keterangan:

C1 = Mengingat

C2 = Memahami

C3 = Menerapkan

Tabel 3.3

Kisi-kisi Tes Pemahaman Konsep Matematika (Siklus II)

Konsep Kekongruenan
No. Indikator Indikator Butir Ranah Kognitif
C1 C2 C3 C4 C5 C6
Pemahaman yang pembelajaran yang Soal
61

diukur akan dicapai.


1. Menyatakan ulang Siswa dapat 1. √

sebuah konsep dengan menyebutkan

bahasa sendiri. bangun datar yang

kongruen melalui

gambar yang

diberikan.
2. Mengklasifikasi Siswa dapat 2. √

objek-objek menurut menjelaskan bangun

sifat-sifat yang kongruen dan

tertentu (sesuai tidak kongruen

dengan konsepnya). sesuai dengan

konsepnya.

3. Memberi contoh dan Dari gambar yang 3. √

non-contoh dari diberikan, siswa

konsep. dapat memberikan

contoh dan non

contoh bangun yang

kongruen .
4. Menyajikan konsep Siswa dapat 4. √

dalam berbagai bentuk menyajikan konsep

representasi matematis kekongruenan dalam

representasi

matematis.
5. Mengembangkan Siswa dapat 5. √

syarat perlu membuktikan

dan syarat cukup suatu bangun kongruen

konsep. dengan menggunkan


62

syarat perlu dan

syarat cukup.
6. Menggunakan, Siswa dapat 6. √

memanfaatkan, dan menyelesaikan soal

memilih prosedur atau kekongruenan

operasi dengan

Tertentu. menggunakan

prosedur yang baik.


7. Mengaplikasikan Siswa dapat 7. √

konsep atau algoritma menyelesaikan soal

pemecahan masalah. aplikasi

kekongruenan.
Keterangan:

C1 = Mengingat

C2 = Memahami

C3 = Menerapkan

Tabel 3.4

Pedoman Pemberian Penskoran Pemahaman Konsep Matematika Siswa

Indikator Pemahaman Keterangan Skor

Konsep Matematika
Menyatakan ulang Jawaban Kosong 0
Tidak dapat menyatakan ulang konsep 1
sebuah konsep Dapat menyatakan ulang konsep tetapi masih 2

banyak kesalahan
Dapat menyatakan ulang konsep tetapi belum tepat 3
Dapat menyatakan ulang konsep dengan tepat 4
Memberikan contoh Jawaban Kosong 0
Tidak dapat memberikan contoh dan bukan contoh 1
bukan contoh dari Dapat memberikan contoh dan bukan contoh tetapi 2
63

suatu konsep masih banyak kesalahan.


Dapat memberikan contoh dan bukan contoh tetapi 3

belum tepat.
Dapat memberikan contoh dan bukan contoh 4

dengan tepat
Mengklasifikasikan Jawaban Kosong 0
Tidak dapat mengklasifikasikan objek sesuai 1
objek menurut sifat-
dengan konsepnya.
sifat tertentu sesuai Dapat menyebutkan sifat-sifat sesuai dengan 2

dengan konsepnya. konsepnya tetapi belum tepat.


Dapat menyebutkan sifat-sifat sesuai dengan 3

konsepnya dengan tepat tetapi belum sempurna.


Dapat menyebutkan sifat-sifat sesuai dengan tepat 4

dan sempurna
Menyajikan konsep Jawaban Kosong 0
Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk 1
dalam bentuk
representasi matematika (gambar) tetapi belum
representasi matematis
tepat dan tidak menggunakan penggaris.
Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk 2

representasi matematika (gambar) tetapi belum

tepat
Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk 3

representasi matematika (gambar) tetapi

menggunakan penggaris.
Dapat menyajikan sebuah konsep dalam bentuk 4

representasi matematika (gambar ) dengan tepat.


Menggembangkan Jawaban kosong 0
Tidak dapat menggunakan atau memilih prosedur 1
syarat perlu dan syarat
atau operasi yang digunakan
cukup suatu konsep. Dapat menggunakan atau memilih prosedur atau 2

operasi yang digunakan tetapi masih banyak

kesalahan
Dapat menggunakan atau memilih prosedur atau 3

operasi yang digunakan tetapi masih belum tepat


Dapat menggunakan atau memilih prosedur atau 4
64

operasi yang digunakan dengan tepat


Menggunakan, Jawaban kosong 0
Tidak dapat menggunakan, memanfaatkan, dan 1
memanfaatkan, dan
memilih prosedur atau operasi
memilih prosedur atau Dapat menggunakan atau memilih prosedur atau 2

operasi tertentu. operasi yang digunakan tetapi masih banyak

kesalahan
Dapat menggunakan, memanfaatkan dan memilih 3

prosedur atau operasi yang digunakan tetapi belum

tepat
Dapat menggunakan, memanfaatkan dan memilih 4

prosedur atau operasi dengan tepat


Mengaplikasikan Jawaban kosong 0
Tidak dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur 1
konsep atau algoritma
dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah
dalam pemecahan Dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur 2

masalah dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah

tetapi masih banyak kesalahan.


Dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur 3

dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah

tetapi belum tepat


Dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur 4

dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah

dengan tepat.
Siti dan Ratih (2016:79-80)

3.5.2.3 Observasi
Observer adalah guru SMP ADVENT 2 MEDAN yang

mengobservasi atau mengamati kegiatan yang dilakukan oleh calon peneliti dari

awal tindakan sampai berakhirnya pelaksanaan tindakan. Observasi dilakukan

selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan berpedoman pada lembar

observasi tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi belajar sudah terlaksana


65

sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun oleh calon peneliti.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


a. Aktivitas guru selama proses belajar mengajar matematika berlangsung

dengan menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectualy repetition

(AIR). Lembar observasi ini diisi dengan membubuhkan tanda check list (

√ ) pada kolom yang sesuai dengan sikap yang ditunjukkan guru pada

saat pembelajaran.
Tabel 3.5
Lembar Observasi Aktivitas Guru

No. Indikator Aktivitas Guru Aspek Auditory, Penilaian


1 2 3 4 5
yang akan dicapai Intellectualy, dan

Repetition
I Kegiatan Awal:

a. Memberi salam dan

berdoa bersama
b. Mengecek kehadiran

siswa dan

mengkondusikan siswa

untuk belajar.
c. Menyampaikan materi

dan tujuan pembelajaran

sesuai SK dan KD yang

telah ditentukan.
d. Guru melakukan

apersepsi dengan

mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang

mengaitkan pengetahuan

sebelumnya dengan
66

materi yang akan

dipelajari.
e. Motivasi siswa.
Guru memberikan

contoh permasalahan

kehidupan sehari-hari

yang berkaitan dengan

materi yang akan

dipelajari agar siswa

dapat dilebih

termotivasi.
II Kegiatan Inti
a. Guru menjelaskan

materi kesebangunan

dan kekongruenan

dengan menggunakan

model pembelajaran
Auditory,
Auditory intellectualy
Intellectualy, dan
repetition (AIR).
b. Mengorganisasikan Repetition

siswa-siswa ke dalam

kelompok heterogen

yaitu 4-5 kelompok.


c. Membagikan LKS

kepada tiap-tiap

kelompok yang berisi

materi.
d. Meminta siswa

berdiskusi dengan

kelompoknya untuk
67

mengerjakan LKS.
e. Membimbing

kelompok belajar

dalam mengerjakan

LKS dan memberikan

bantuan apabila ada

siswa yang mengalami

kesulitan.
f. Menunjuk beberapa

kelompok untuk

mempresentasikan

hasil diskusinya

sedangkan siswa

kelompok lain

menanggapi.
g. Memberikan umpan

balik kepada siswa.


h. Memberikan kuis atau

latihan atau tugas

kepada siswa untuk

dikerjakan secara

individu.
III Penutup
a. Membimbing siswa

membuat rangkuman.
b. Melakukan refleksi

pembelajaran.
c. Meminta siswa untuk

mempelajari materi

selanjutnya.
Keterangan :
68

Skor : 5 = Baik Sekali, 4 = Baik, 3 = Cukup, 2 = Kurang, 1 = Sangat Kurang


A
Pa= x 100 (Anindyta Dkk 2014:43)
N
Keterangan:
Pa = Presentase Aktivitas guru
A = Jumlah skor yang diperoleh guru
N = Jumlah skor seluruhnya
Tabel 3.6
Kriteria Observasi Aktivitas Guru

No. Presentase (%) Keterangan


1. P≥ 83,33 Sangat aktif
2. 66,7 ≤ P≥ 83,3 Aktif
3. 50 ≤ P ≥ 66,7 Cukup aktif
4. 33,3 ≤ P ≥ 50 Kurang aktif
5. P<33,3 Kurang sekali
(Anindyta Dkk 2014:43)

Idikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah meningkatnya

keaktifan guru dalam mengelolah proses pembelajaran yang tandai dari presentase

aktivitas guru adalah 70% (kategori aktif).

b. Menurut Arifin (dalam Teti Misnawati 20217:83) observasi merupakan salah

satu alat evaluasi jenis nontes dengan jalan pengamatan dan pencatatan

secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena,

baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk

mencapai tujuan tertentu. Sementara itu lembar observasi bertujuan untuk

mengamati aktivitas siswa saat proses pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetitio (AIR).

Adapun aktivitas siswa yang akan di observasi yaitu 8 jenis-jenis kegiatan

aktivitas belajar siswa diantaranya Visual Activities, Oral Aktivities,

Listening Activities, Writing Activities, Drawing Activities, Motor Activities,

Mental Activities, dan Emosional Activities. Observasi di isi dengan


69

membubuhkan tanda check list ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan

sikap yang ditunjukan siswa pada saat pembelajaran.

Tabel 3.7

Lembar observasi aktivitas siswa

No. Aspek Indikator Aktivitas Belajar Penilaian


1 2 3 4 5
aktivitas

belajar
1. Visual  Selalu memperhatikan

Activities guru saat menjelaskan

materi.
 Memperhatikan teman

yang sedang

memperesentasikan

hasil diskusi dengan

seksama.
 Membaca LAS pada

saat diskusi.

2. Oral Activities  Siswa melakukan

diskusi dan tanya

jawab.
 Siswa mengemukakan

pendapatnya disaat

diskusi.
 Siswa aktif bertanya

kepada guru terhadap


70

materi yang belum

dimengerti.
 Siswa selalu

menjawab/ merespon

pertanyaan dari guru.


 Siswa menanggapi

pertanyaan dari siswa

yang lain.
 Siswa mengomentari

hasil diskusi kelompok

lain bila masih ada

kesalahan.
3. Listening  Siswa tidak mengobrol

Activities dengan teman-temanya

saat pembelajaran

berlangsung.
 Siswa focus saat

pembelajaran

berlangsung
 Siswa mendengarkan

temannya yang sedang

mempresentasikan hasil

diskusi.
 Siswa mendengarkan

temannya yang sedang

menyampaikan

pendapat, dan yang

bertanya.
71

4. Writing  Siswa selalu membawa

Activities catatan matematika,

buku tugas, dan latihan.


 Siswa menyalin/

mencatat materi

pelajaran yang sedang

berlangsung.
 Siswa mengerjakan

soal-soal yang ada di

LKS.
 Siswa mengerjakan

tugas atau latihan

maupun kuis yang

diberikan guru.
5. Drawing  Siswa dapat membuat

Activities gambar pada bangun

datar yang sebangun

dan kongruen.
6. Motor  Siswa berlatih dan

Activities mengerjakan soal-soal.


 Siswa mempresentasi

hasil diskusi kelompok.


 Siswa melakukan

pengamatan dan analis

untuk menyelesaikan

permasalahan.
7. Mental  Siswa dapat mengingat

Activities materi yang telah


72

dipelajari sebelumya

dan yang sudah

dipelajari sekarang.
 Siswa langsung

mengerjakan tugas

yang diberikan
 Siswa memberikan

kesempatan kepada

temannya untuk

mengemukakan

pendapat saat diskusi.


 Siswa dapat

memecahkan masalah

pada soal-soal yang ada

di LKS.
 Siswa ikutserta

membuat kesimpulan

pada akhir

pembelajaran.
8. Emosional  Siswa menaruh minat

Activities mengikuti pelajaran

matematika.
 Siswa terlihat

bersemangat saat

diskusi.
 Siswa berani

mengajukan pertanyaan

dan mengeluarkan
73

pendapat saat diskusi.


 Siswa senang

mengikuti pelajaran

matematika dengan

diterapkannya model

pembelajaran Auditory

Intellectualy Repetition

(AIR).
 Siswa tenang dan tidak

gugup mengikuti Kuis

yang diberikan oleh

guru.
 Siswa antusias

mengikuti

pembelajaran.
Keterangan :
Skor : 5 = Baik Sekali, 4 = Baik, 3 = Cukup, 2 = Kurang, 1 = Sangat Kurang
3.6 Uji Validitas Data dan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal-soal materi

Kesebangunan dan Kekongruenan dalam bentuk uraian. Setelah data diperoleh

dari hasil uji coba kemudian di uji validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat

kesukarannya untuk mendapat butir soal yang baik. Selanjutnya diujikan kepada

siswa kelas IX yang menjadi subjek penelitian.


3.6.1 Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid “apabila instrumen tersebut dapat

dengan tepat mengukur apa yang hendak di ukur”. Artinya, jika instrumen

dikatakan valid maka data yang diperoleh dari penelitian ini juga valid. Untuk

melihat validitas sebuah instrumen dapat digunakan korelasi. Adapun teknik

korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi product moment
74

dengan angka kasar. Rumus korelasi product moment dengan angka kasar menurut

Arikunto (2013: 87) adalah sebagai berikut.


Y
∑¿
¿
N ∑ XY −( ∑ X ) ¿
r xy =¿
Dengan ket:
r xy : Koefisien korelasi antara variable X dan variable Y
X : Banyaknya Responden
Y : Rata-rata Siswa
ƩX : Jumlah skor tiap nomor butir soal
ƩY : Jumlah skor total
ƩXY : Jumlah perkalian skor X dan Y
N : Jumlah Responden
2
ƩX : Jumlah kuadrat skor tiap nomor butir tes
2
ƩY : Jumlah kuadrat skor total

Kofisien korelasi hasil perhitungan, kemudian di interpretasikan

dengan klasifiksikan sebagai berikut.

Table 3.8

Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi r xy

Koefisien Korelasi Interpretasi


0,080<r xy ≤1,00 Sangat Tinggi
0,60<r xy ≤0,80 Tinggi
0,40<r xy ≤0,60 Cukup
0,20<r xy ≤0,40 Rendah
r xy ≤ 0,20 Sangat Rendah
Arikunto 2013:89

3.6.2 Reliabilitas

Suatu alat ukur (instrumen) memiliki reliabilitas yang baik bila alat

ukur itu memiliki konsistensi handal walaupun dikerjakan oleh siapapun (dalam

level yang sama), dimanapun dan kapan pun berada. Reliabilitas menurut Eko
75

Putro (dalam Alifia dan Soewalni 2017:8) berkenaan dengan konsistensi,

keajekan, ketetapan, kestabilan dan keandalan, maka untuk mengetahui koefisien

reliabilitas instrumen, dapat dihitung menggunakan reknik Alpha Cronbach.

Adapun rumusnya adalah: (Arikunto 2013:122)

∑ σi 2

(
r 11 =
n
( n−1 ) )(
1−
σ i2 )
Dengan ket:

r 11 : Reabilitas yang dicari

Ʃ σ i2 : jumlah varians skor tiap-tiap butir soal

2
σi : varians total

Untuk menghitung varians tiap-tiap butir soal digunakan rumus

(Arikunto 2013:123):

( ƩX )2
2
ƩX−
2 N
σi =
N

Hasil perhitungan koefisien reabilitas, kemudian diinterprestasikan

dengan klasifikasi sebagai berikut:

Table 3.9

Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi r 11

Koefisien Korelasi Interpretasi


0,080<r 11 ≤ 1,00 Sangat Tinggi
0,60<r 11 ≤ 0,80 Tinggi
0,40<r 11 ≤ 0,60 Cukup
0,20<r 11 ≤ 0,40 Rendah
r 11 ≤ 0,20 Sangat Rendah
Arikunto 2013:89

3.6.3 Tingkat Kesukaran


76

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut

indeks kesukaran (difificulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00

sampai dengan 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal yang

diberi simbol P. Adapun rumus mencari P adalah: (Arikunto 2013:223)

B
P=
JS

Dimana:

P = Indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab benar

JS = jumlah seluruh siswa peserta

Setelah indeks kesukaran diperoleh, maka harga indeks kesukaran

tersebut diinterperstasikan pada kriteria sesuai table berikut:

Table 4.0

Kriteria Interperestasi Tingkat Kesukaran

No. Tingkat Kesukaran Kriteria


1 0,00< P ≤ 0,30 Sukar
2 0,31< P ≤0,70 Sedang
3 0,71< P<1,00 mudah
Sumber: Arikunto 2013:225

3.6.4 Daya Pembeda

Untuk menghitung daya pembeda, perlu dibedakan antara skor

kelompok atas (JA) dengan skor kelompok bawah (JB) dengan ketentuan untuk

kecil (kurang dari 100) seluruh kelompok dibagi dua sama besar 50 kelompok

atas 50 kelompok bawah (Arikunto 2013:227).

Adapun daya pembeda soal bentuk uraian adalah dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:


77

B A BB
D= − =P A −PB
J A JB

Ket:

JA : banyaknya peserta kelompok atas

JB : banyaknya peserta kelompok bawah

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan

benar

BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan

benar

PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Untuk menginterprestasikan nilai daya pemeda dapat digunakan

kriteria sebagai berikut:

Table 4.1

Kriteria Daya Pembeda

No. Daya Pembeda (DP) Kriteria


1. 0,70< D ≤1,00 Baik Sekali
2. 0,40< D ≤ 0,70 Baik
3. 0,20< D ≤ 0,40 Cukup
4. 0,00< D ≤ 0,20 Jelek
Arikunto (2013:232)

3.7 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian berupa analisis kuantitatif

dan analisis kulitatif. Analisis kualitatif berupa analisis deskriptif untuk

mengetahui aktivitas siwa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung.


78

Analisis data kuantitatif digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

pemahaman konsep matematika siswa.

3.7.1 Analisis aktivitas Belajar Siswa


Aktivitas siswa yang dinilai adalah aktivitas siswa selama proses

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectualy

Repetition (AIR) pada mata pelajaran matematika yang diperolehh dari lembar

observasi. Untuk mengetahui presentase aktivitas siswa digunakan dengan rumus

sebagai berikut:
A
P a= x 100 (Eka Dkk 2015:87)
N
Keterangan:
Pa = Presentase Aktivitas Siswa
A = Jumlah skor aktivitas belajar yang diperoleh siswa
N = Jumlah Skor maksimum aktivitas belajar siswa

Table 4.2

Kriteria Observasi Aktivitas Siswa

No. Presentase (%) Keterangan


1. Pa ≥80 Sangat aktif
2. 60 ≤ Pa ≥ 80 Aktif
3. 40 ≤ Pa ≥ 60 Sedang
4. 20 ≤ P a ≥ 40 Kurang aktif
5. Pa <20 Sangat Kurang aktif
Sumber (Eka Dkk 2015:88)

Idikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah meningkatnya

keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran matematika yang tandai dari

presentase aktivitas siswa dalam pembelajaran sebesar 70% (kategori aktif).

3.7.2 Analisis Data Hasil Tes


Hasil pengerjaan tes pada siklus I dan II dan lanjutan dianalisa dengan

langkah-langkah sebagai berikut.


79

1. Memberikan skor pada setiap butir tes uraian.


2. Menghitung jumlah skor yang diperoleh siswa.
3. Menyajikan data dalam tabel nilai.
4. Menghitung rata-rata pemahaman konsep siswa pada setiap siklusnya.
5. Membandingkan data hasil analisis tes kemampuan pemahaman konsep

pada setiap siklus terhadap nilai sebelumnya sebelumnya.


Perhitungan untuk menentukan rata-rata dirumuskan dengan:

x́=
∑ xi (sudjana dalam Tatag dan Nanang 2016:74)
n

Keterangana:

x́ = rata/rata atau mean

Ʃxi = jumlah seluruh nilai

n = banyak subjek

Sedangkan untuk menentukan persen (%) ketuntasan siswa terlebih

dahulu dianalisa dengan langkah-langkah berikut.

1. Menghitung nilai kemampuan pemahaman konsep siswa dalam satu kelas.

2. Membuat daftar nilai, jika nilai ≥ 70 maka siswa “TUNTAS” dan jika nilai <

70 maka siswa “BELUM TUNTAS”.

3. Menghitung jumlah siswa yang TUNTA maupun BELUM TUNTAS.

4. Menghitung persentase ketuntasan siswa dalam satu kelas menggunakan

perhitungan persen (%) ketuntasan yaitu:

jumlah siswatuntas
presentase ketuntasan= =100
jumlah siswa
80

Tabel 4.3

Kualifikasi Hasil Persentase SkorPemahaman Konsep Siswa

No. Rentang Skor Kriteria


1. 85 < x́ ≤ 100 Tinggi Sekali
2. 65 < x́ ≤ 85 Tinggi
3. 55 < x́ ≤65 Cukup
4. 40 < x́ ≤ 55 Rendah
5. x́ ≤ 40 Rendah sekali
Sumber, p.Suharsimi Suharsimi & Cepi Safruddin A.J, (dalam sudjana dalam

Tatag dan Nanang 2016:75)

3.7.3 Analisis data hasil tes materi prasyarat

skor yang diperoleh siswa


nilai akhir tes= x 100 (Fajriah dan Desnalia,
skor maksimal

2016:72)

Tabel 4.4 Konversi Nilai

Interval nilai Kategori Makna


81-100 A Sangat Baik
61-80 B Baik
41-60 C Cukup Baik
21-40 D Kurang Baik
0-20 E Jelek/Sangat Tidak baik
Sumber: Saur Tampubolon 2013:55

Indikator keberhasilan hasil tes materi prasyarat minimal “baik” atau

mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dari kebijakan sekolah untuk nilai

mata pelajaran matematika adalah ≥ 70

3.8 Indikator Kinerja Penelitian


81

Indikator kinerja penelitian untuk menarik kesimpulan bahwa

pembelajaran dikatakab berhasil dilihat melalui:

a. Pemahaman konsep matematikas siswa

Pemahaman konsep matematika siswa dikatakan meningkat apabila:

1. Presentase siswa yang mendapatkan nilai tes pemahaman konsep jika nilai ≥

70 maka siswa “TUNTAS”. Nilai 70 merupakan nilai KKM dari sekolah

untuk mata pelajaran matematika.


b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa dikatakan meningkat apabila: meningkatnya keaktifan belajar

siswa dalam pembelajaran matematika yang tandai dari presentase aktivitas

siswa dalam pembelajaran sebesar 70% (kategori aktif).


c. Lembar Observasi Kegiatan Guru
Meningkatnya keaktifan guru dalam mengelolah proses pembelajaran yang

tandai dari presentase aktivitas guru adalah 70% (kategori aktif).


3.9 Prosedur Penelitian
Sesuai dengan penelitian tindakan kelas maka calon peneliti memiliki

beberapa tahap yang merupakan suatu siklus. Setiap siklus dilaksanakan sesuai

dengan perubahan yang akan dicapai. Pada penelitian ini stiap siklus I tidak

berhasil yaitu pemahaman konsep matematika siswa pada pokok pembahasan

kesebangunan dan kekongruenan masih kurang atau belum mencapai ketuntasan

maka dilaksanakan silus II. Siklus akan berhenti jika aktivitas belajar pada pokok

pembahasan kesebanguna dan kekongruenan siswa meningkat dan pemahaman

konsep matematika siswa mencapai ketuntasan yang maksimal.


82

Secara rinci, prosedur pelaksanaan tindakan kelas menurut Arikunto

(2015:144) sebagai berikut

Prosedur Pelaksanaan Tindakan


Penelitian Berikut ini adalah tahap-tahap penellitian tindakan kelas untuk

setiap sikluasnya yakni:


83

Siklus I

1. Permasalahan I
Berdasarkan observasi yang dilakukan calon peneliti di kelas, calon

peneliti menemukan masalah. (1) Masalah tersebut diperoleh dari aktivitas guru

dan siswa, proses pembelajaran di dalam kelas masih berpusat pada guru sehingga

siswa melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan materi

pembelajaran. Ketika guru menjelaskan materi siswa tidak memperhatikan

penjelasan guru tersebut, lebih banyak siswa berbicara kepada teman

sebangkunya. (2) masalah yang selanjutnya dari tes awal yang diberikan kepada

siswa yaitu tes kemampuan pemahaman konsep matematika. Berdasarkan tes awal

yang diberikan kepada siswa yang merupakan suatu tindakan untuk mengukur

sejauh mana kemampuan pemahaman konsep matematika . Dari tes yang

diberikan diperoleh 15 siswa yang memiliki kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa dengan kategori sedang dan 37 siwa yang memiliki kemampuan

pemahaman konsep matematika siswa dengan kategori sangat rendah. Dari hasil

wawancara terhadap guru matematika SMP ADVENT 2 MEDAN ( Ibu Nova

Marbun, S.Pd) di kelas VIII mengatakan bahwa kemampuan siswa dalam

menganalisa soal dan memahami apa yang diminta soal masih kurang, sisw masih

cenderung menghafal rumus dan kurang mampu untuk menyelesaikan soal.


Berdasarkan tes awal yang diberikan kepada siswa ada beberapa masalah

sebagai berikut:
1) Siswa tidak dapat meyatakan ulang sebuah konsep pada unsur-unsur

lingkaran tersebut.
2) Tidak dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur dalam menyelesaikan

soal pemecahan masalah.


84

3) Dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur dalam menyelesaikan soal

pemecahan masalah tetapi masih banyak kesalahan.


Berdasarkan masalah tersebut, maka diperlukan suatu tindakan untuk

meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematika siswa di kelas

pada materi Kesebangunan dan Kekongruenan. Untuk mengatasai permasalahan

tersebut, upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

pemahaman konsep matematika dengan menggunakan model pembelajaran

Auditory Intellectualy repetition (AIR).


2. Tahap Perencanaan Tindakan I
Tahapan perencanaan tindakan I dilakukan setelah tes pemahaman

konsep awal diberikan. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

pemahaman konsep awal siswa. Hasil tes ini kemudian digunakan sebagai acuan

dalam membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar. Pada tahap

perencanaan tindakan ini, hal-hal yang dilakukan calon peneliti adalah:


a. Menganalisis kurikulum dalam rangka mengetahui standar kompetensi dan

kompetensi dasar serta materi pokok yang akan disampaikan dengan

menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectualy repetition (AIR).


b. Menetapkan indikator ketercapaian hasil belajar matematika dalam materi

Kesebangunan dan Kekongruenan dengan mengacu pada standar kompetensi

dan kompetensi dasar.


c. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terdiri dari standar

kempetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, langkah-

langkah kegiatan dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran

Auditory Intellectualy Repetition (AIR), sumber belajar dan penilaian.


d. Menyusun pedoman penskoran tes kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa
e. Menyusun kisi-kisi kemampuan peemahaman konsep matematika siswa
f. Mempersiapakan sarana pendukung pelajaran yang mendukung pelaksanaan

tindakan, yakni: (1) Lembar Aktivitas Siswa, (2) buku mata pelajaran yang
85

relevan untuk calon peneliti. LAS digunakan untuk membantu siswa dalam

mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.


g. Menyusun instrument pengumpulan data yang akan digunakan dalam

penelitian tindakan kelas, sebagai berikut:


i. Lembar observasi aktivitas guru dalam mengelolah proses pembelajaran

di dalam kelas sesuai yang telah direncanakan di dalam RPP dengan

menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition

(AIR) pada materi Kesebangunan dan kekongruenan.


ii. Lembar observasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition

(AIR).
iii. Tes pemahaman konsep matematika untuk mengukur kemampuan

pemahaman konsep matematika siswa.


h. Menentukan kriteria keberhasilan pembelajaran. Dalam penelitian ini peserta

didik dikatakan berhasil apabila mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM).


3. Pelaksanaan Tindakan I
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan skanario pembelajaran yang telah disusun dengan

menonjolkan tindakan yang terapkan yaitu penggunaan model pembelajaran

Auditory Intellectualy Repetition (AIR) dalam proses belajar mengajar. Kegiatan

yang dilakukan adalah sebagai berikut:


a. Kegiatan pendahuluan
 Memberikan salam kepada siswa dan berdoa bersama antara guru dan

siswa
 Mengecek kehadiran siswa dan mengkondusikan siswa untuk belajar
 Menyampaikan Tujuan Pembelajaran
 Guru menyampaikan Apersepsi
 Memotivasi Siswa
b. Kegiatan Inti
 Guru mengorganisasikan siswa-siswa kedalam kelompok yang heterongen

yang terdiri dari 4-5 siswa.


 Guru membagikan LKS ke tiap-tiap kelompok
 Meminta siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk mengerjakan LKS.
86

 Guru meminta siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk mengerjakan

LKS

 Guru membimbing kelompok belajar dengan mengerjakan LKS dan

memberikan bantuan apabila ada siswa yang mengalami kesulitan.


 Guru menunjuk beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil

diskusinya sedangkan siswa yang lainnya menanggapi.


 Guru memberikan umpan balik kepada siswa.
 Guru memberikan kuis kepada siswa untuk dikerjakan secara individu.
c. Penutup
 Guru membimbing siswa membuat rangkuman.
 Guru melalukan Refeksi pembelajaran.
 Guru meminta siswa untuk mempelajari materi selanjutnya.
4. Pengamatan/ pengumpulan data ke I

Pengamatan dilakukan mulai dari awal sampai akhir proses

pembelajaran siklus pertama. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan

observasi, tes, dan dokumentasi.

1) Aktivitas guru dalam proses pembelajaran

Kegiatan pengamatan aktivitas guru dalam mengelolah proses

pembelajaran di alam kelas dengan menggunakan model pembelajaran Auditory

Intellectualy repetition (AIR) pada mata pelajaran matematika dengan

menggunakan lembar observasi aktivitas guru yang telah disusun dalam proses

pembelajaran berlangsung.

2) Aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran

Pengamatan aktivitas peserta didik dilakuakn observer (guru

matematika SMP ADVENT 2) dengan menggunakan lembar observasi aktivitas


87

siswa yang telah disusun oleh calon pendidik dalam proses pembelajaran

belakang.

3) Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperkuat bukti dalam penelitian.

Dokumentasi berupa foto-foto keterlaksanaan pembelajaran melalui model

pembelajaran Auditory Intellectualy repetition (AIR).

5. Tahap refleksi I
Hasil pengamatan (observasi) yang telah dilaksanakan kemudian

dianalisis dan direfleksikan untuk mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang

telah dilaksanakan pada siklus pertama menggunakan model pemeblajaran

Auditory Intellectualy Repetition (AIR) pada materi pelajaran matematika materi

Kesebangunan dan Kekongruenan pada siswa kelas IX SMP ADVENT 2

MEDAN. Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap refleksi yaitu

menganalisis data yang diperoleh dari proses pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran AIR seperti data hasil kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa, hasil observasi aktivitas guru dan hasil aktivitas peserta didik.
Pada tahap ini calon peneliti dibantu oleh guru atau observer

mendiskusikan data hasil observasi aktivitas guru dan siswa serta hasil

pemahaman konsep matematika siswa pada tiap akhir siklus. Data yang diperoleh

dari observer dianalisis berdasarkan masalah yang muncul, kekurangan, dan

segala hal yang berkaitan dengan tindakan kemudian di refleksi. Hasil kajian ini

merupakan data yang sangat mendasar untuk menyusun kegiatan tindakan pada

siklus berikutnya.
Siklus II
88

Setelah dilakukan siklus I dan hasil perbaikan yang diharapkan belum

tercapai terhadap indikator kinerja penelitian yang telah ditetapkan oleh calon

peneliti, maka tindakan masih perlu dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus II

diadakan perencanaan kembali dengan mangacu pada hasil refleksi I. Hal ini

dilakukan agar dapat meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep

siswa dan mencapai target yang telah ditentukan. Siklus II merupakan kesatuan

dari tahap permasalahan baru hasil refleksi, tahap perencanaan tindakan ke II,

tahap pelaksanaan tindakan ke II, tahap pengamatan/pengumpulan data ke II,

tahap refleksi ke II seperti yang dilaksanakan di siklus I.


1. Tahap permasalahan II

Dalam diskusi II permasalahan yang akan diambil dari hasil refleksi pada

siklus I. Permasalahan yang terjadi adalah (1) hasil belajar siswa melalui tes

kemampuan pemahaman konsep matematika belum sesuai harapan (2) kurangnya

aktivitas belajar dalam mengikuti pembelajaran.

2. Tahap Perencanaan Tindakan II


Rencana tindakan II dilaksanakan berdasarkan permasalahan pada siklus II

yang diperoleh dari siklus II. Pada rencana tindakan II, calon pendidik

merencanakan tindakan pembelajaran pada siklus I dengan memvariasikan model

pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition (AIR) dalam pembelajaran yang

lebih menarik sehingga siswa aktif dalam diskusi dan tes pemahaman konsep

matematika akan meningkat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan

siklus II, yaitu:


a. Menyusun perbaikan skenario pembelajaran yang berisikan upaya-upaya yang

dilakukan pada pelaksanan tindakan untuk mneingkatkan aktivitas belajar

siswa dan pemahaman konsep matematika.


b. Menyusun perbaikan instrument pembelajaran.
89

c. Siswa aktif berdiskusi dengan guru.


3. Tahap Pelaksanaan Tindakan II
Setelah perencanaan disusun, selanjutnya akan dilakukan tahap

pelaksanaan tindakan. Kegiatan belajar yang dilakukan merupakan pengembangan

dan pelaksanaan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dirancang.


4. Tahap Pengamatan/Pengumpulan Data II
Observasi (pengamatan) dilakukan secara bersamaan pada saat

pelaksanaan tindakan pembelajaran. Kegiatan observasi dilakukan sama seperti

observasi pada siklus I.


5. Tahap Refleksi II
Pada refleksi ini calon peneliti mengatakan bahwa kemampuan

pemahaman konsep matematika siswa telah meningkat dan aktivitas belajar siswa

dan guru sudah sangat baik. Karena telah meningkat, maka tidak dilanjukan pada

siklus berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai