Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal. Dalam

pendidikan formal peran guru dan peserta didik tidak lepas dari pembelajaran

matematika yang berkualitas. Belajar matematika pada dasarnya adalah belajar

konsep. Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah siswa diharapkan

dapat memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep,

mengakplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat

dalam pemecahan masalah.

Sardiman (dalam Lily,Dkk 2013) mengungkapkan “Pada prinsipnya

belajar adalah berbuat yang artinya berbuat untuk mengubah tingkah laku. Tidak

ada belajar jika tidak ada aktivitas. Dengan adanya aktivitas pembelajaran akan

berlangsung dengan baik. Untuk mewujudkan aktivitas belajar matematika

dengan baik yaitu diperlukan adanya interaksi yang baik antara guru dan siswa

sehingga semua informasi yang diberikan oleh guru dapat diterima dengan baik

oleh siswa. Salah satu manfaat aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika

adalah siswa mendapat pengalaman sendiri secara langsung sehingga pemahaman

yang didapat dari pengalaman akan lebih lama dalam memori siswa.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan calon peneliti di dalam

kelas VIII SMP ADVENT 2 MEDAN pada saat proses pembelajaran

berlangsung. Observasi dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2018, calon peneliti

melihat persiapan siswa untuk menerima materi pelajaran kurang. (1) Siswa
kurang mempersiapkan diri untuk belajar yaitu Beberapa siswa tidak menyiapkan

perlengkapan belajar contohnya siswa tidak membawa buku paket matematika,

tidak membawa catatan matematika, tidak membawa buku latihan matematika.

Adapun siswa membawa buku catatan dan buku latihan yang tidak lengkap. (2)

ketika guru menjelaskan materi ada beberapa siswa mengantuk. (3) Kurangnya

perhatian dalam proses belajar dimana siswa melakukan kegiatan yang tidak ada

hubungannya dengan kegitan belajar yang akan mengganggu proses pembelajaran

contohnya siswa ngobrol kepada teman sebangkunya sehingga suasana belajar

menjadi ribut, mengganggu teman da nada juga siswa keseringan minta izin pergi

ke kamar mandi. (4) Kurangnya media pembelajaran yang digunakan guru saat

mengajar sehingga siswa merasa bosan dan kurang bersemangat mengikuti

pelajaran.

Pada prakteknya proses pembelajaran matematika di dalam kelas guru

menggunakan metode ceramah dimana guru menjadi sumber utama dalam

kegiatan belajar mengajar dan setiap siswa hanya mendengar dan mencatat apa

yang disampaikan oleh guru sehingga membuat siswa kurang terlibat dalam

kegiatan pembelajaran. Metode ceramah yang dilakukan guru yaitu diawali

dengan penjelasan tentang materi, dilanjutkan dengan pemberian tugas atau

latihan yang dikerjakan secara individu. Calon peneliti melihat guru hanya diri di

depan saja saat menjelaskan dan tidak memperhatikan siswa yang dibelakang.

Metode ini lebih terlihat keaktifan guru dari pada siswa. Dengan menerapakan

metode ceramah disaat kegiatan proses pembelajaran sebagian besar siswa akan

memperoleh pengetahuan yang sifatnya hafalan, mudah dilupakan, dan aktivitas

siswa untuk belajar kurang


Aktivitas siswa pada saat kegiatan pembelajaran masih kurang

terlaksana. Ketika guru menyampaikan materi pembelajaran sebagian besar siswa

tidak memperhatikan, mendengarkan, menyimak, mengemukakan pendapat,

bertanya, dan menanggapi. Siswa melakukan kegiatan yang tidak ada

hubungannya dengan pelajaran matematika yaitu siswa membuat pesawat dari

buku tulis , bahkan masih banyak siswa yang ngobrol dengan teman sebangkunya.

Siswa berpindah-pindah tempat duduk, mengganggu teman sebangkunya, jalan-

jalan ke depan, bolak balik permisi ke kamar mandi dan ada pula siswa bernyayi

dibelakang. Ketika guru memberikan pertanyaan dan meminta salah seorang

untuk menjawab pertanyaan tersebut tidak banyak siswa yang ingin (antusias)

untuk menjawab, sebagian siswa hanya menuggu teman yang lain untuk

menjawab dan hanya siswa aktif saja yang mau menjawab pertanyaan guru.

Sebaliknya ketika siswa diminta untuk bertanya tentang materi pelajaran yang

sudah dijelaskan hanya siswa yang aktif mengikuti pembelajaran mau bertanya.

Jika diberi latihan hanya beberapa siswa yang mengerjakan dengan serius

dan siswa yang lainnya mengambil aktivitas ya masing-masing. Siswa yang

duduk di belakang mengerjakan tugas yang bukan mata pelajaran matematika.

Ketika siswa diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis, hanya siswa yang

aktif saja yang mau maju ke depan.

Selesai melaksanakan observasi di dalam kelas, calon peneliti melakukan

wawancara kepada guru pengampuh mata pelajaran matematika yaitu Ibu Nova

Marbun, S.Pd. Dari hasil wawancara tersebut, guru mengatakan di kelas VIII

minat siswa untuk belajar matematika kurang. Siswa menganggap belajar

matematika sulit. Karena belajar matematika banyak menggunakan rumus dan


angka-angka. Untuk meningkatkan minat belajar matematika, guru memberikan

perhatian dan motivasi untuk belajar yaitu memberikan nilai tambahan dan pujian-

pujian contohnya kamu cantik, ganteng, manis, pintar dan baik. Itulah yang

dilakukan guru agar siswa mau mengerjakan latihan.

Pada saat siswa diberi latihan, guru mengatakan (1) kebanyakan siswa

hanya menyalin pekerjaan temannnya yang lebih pintar dan tidak berusaha

mencari jawaban. Ada juga siswa yang berusaha tetapi masih banyak kesalahan.

(2) sebagian siswa tidak bisa menyelesaikan soal-soal matematika yang berbeda

dari contoh soal yang dikerjakan bersama-sama. Di karenakan siswa hanya

menghafal rumus dan siswa kurang mengerti apa yang diketahui dan apa yang

ditanya dari soal. (3) Ketika siswa dihadapkan pada suatu permasalahan yang baru

siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan yang sedikit berbeda

dengan contoh soal. Keadaan ini terjadi disebabkan karena siswa hanya menghafal

konsep-konsep yang diberikan tanpa memahaminya. Siswa masih terfokus pada

contoh soal yang dijelaskan oleh guru.

Salah satu tujuan dalam mempelajari matematika adalah memahami

konsep matematika terlebih dahulu. Dengan memahami konsep maka mudahnya

untuk mengerjakan soal tersebut. Siswa kelas VIII kurang memahami konsep

matematika, terbukti dari nilai ulangan harian pada materi lingkaran. Guru

mengatakan persentase siswa tuntas belajar yang mampu mencapai nilai rata-rata

dan diatas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 70 adalah 21 siswa atau sekitar

40,38 % dari 52 siswa. Selain observasi di kelas dan wawancara kepada guru

matematika yang bersangkutan, calon peneliti memberikan minites kepada siswa

kelas VIII SMP ADVENT 2 MEDAN. Tujuan memberikan minites tersebut yaitu
untuk mengukur sejauh mana kemampuan pemahaman konsep matematika siswa

selama belajar materi lingkaran. Materi lingkaran merupakan materi matematika

semester dua kelas VIII yang sudah dipelajari sebelumnya. Minites yang

diberikan terdiri dari tiga buah soal dan masing-masing soal termasuk salah satu

indikator dari pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika.

Adapun soal-soal pemahaman konsep matematika diantaranya: (1)

Menentukan unsur-unsur lingkaran merupakan indikator dari pemahaaman konsep

yaitu siswa mampu menyatakan ulang sebuah konsep dengan skor nilai 25. (2)

Menentukan luas lingkaran dimana sudah diketahui kelilingnya merupakan

indikator dari pemahaman konsep yaitu siswa mampu mengaplikasikan konsep

atau algoritma dalam pemecahan masalah dengan skor nilai 35. (3) Menentukan

keliling lingkaran yang sudah diketahui luas lingkaran merupakan indikator dari

pemahaman konsep yaitu siswa mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma

dalam pemecahan masalah dengan skor nilai 40

Gambar 1.

Soal pemahaman konsep matematika siswa pada materi lingkaran


Dilihat dari hasil tes siswa, siswa belum tuntas belajar yang memeperoleh

nilai dibawah KKM 70 yaitu 37 orang siswa atau sekitar 71,15 % dari 52 siswa.

Ada juga 15 siswa atau 28,84 % dari 52 siswa yang tidak menjawab sama sekali.

Dari kesimpulan tersebut, calon peneliti mengganggap kemampuan pemahaman

konsep materi lingkaran siswa masih dikatakan tergolong rendah. Dalam

kaitannya dengan materi lingkaran, berikut ini adalah gambaran pemahaman

konsep siswa terhadap materi lingkaran masih dikatakan tergolong rendah

berdasarkan indikator-indikator tersebut.

Berikut beberapa permasalahan yang diperoleh hasil tes pemahaman

konsep matematika siswa.

Gambar 1.1 Menyatakan ulang sebuah konsep

Berdasarkan indikator menyatakan ulang sebuah konsep yang merupakan

kemampuan siswa untuk mengungkapkan kembali konsep yang telah

dikomunikasikan kepadanya. Pada saat siswa mempelajari tentang unsur-

unsurnya, siswa dapat mengemukakan kembali unsur-unsur lingkaran tersebut.

Berdasarkan dari gambar tersebut hasil tes pemahaman kosep matematika untuk

Gambar 1.1, siswa tidak dapat mengemukakan kembali unsur-unsur lingkaran


dengan sempurna, dari delapan unsur-unsur lingkaran hanya empat yang mampu

siswa jawab. Adapun siswa menjawabnya dapat menyatakan ulang konsep tetapi

masih banyak kesalahan. Dari data yang diperoleh, presentase siswa yang mampu

menjawab soal Gambar 1.1 hanya 69,23 % atau 36 siswa.

Gambar 1.2

Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah

Berdasarkan indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam

pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa. Hasil dari Gambar 1.2 siswa tidak dapat mengaplikasikan

rumus sesuai prosedur dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah. Adapun

siswa dapat mengerjakan proses penyelesaian dengan benar dan sempurna. Dari

data yang diperoleh, presentasi siswa yang mampu menjawab dengan sempurna

hanya 17,30% atau 9 siswa dari 52 siswa.


Gambar 1.3

Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah

Berdasarkan indikator mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam

pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa. Hasil dari Gambar 1.3 siswa tidak dapat mengaplikasikan

rumus sesuai prosedur dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah. Adapun

siswa dapat mengaplikasikan rumus sesuai prosedur dalam menyelesaikan soal

pemecahan masalah tetapi masih banyak kesalahan, akan tetapi hanya saja hasil

penghitungan yang tidak benar, untuk cara proses penyelesaian soal tersebut

sudah benar. Dari data yang diperoleh, presentasi ya hanya 19,23% atau 10 siswa

dari 52 siswa. Dari data yang diperoleh, presentasi siswa yang mengerjakan soal

seperti Gambar 1.3 hanya 13,46% atau 7 siswa dari 52 siswa. Adapun siswa tidak

menjawab sama sekali untuk soal Gambar 1.3 hanya 21,15% atau 11 siswa dari

52 siswa.

Berdasarkan hasil minites yang diberikan kepada siswa, bahwa terlihat

sekali pemahaman konsep matematika tergolong rendah. Yang perlu diperhatikan

belajar matematika pada dasarnya merupakan belajar konsep. Oleh karena itu,

kemampuan dan kesiapan guru dalam mengajar memegang peranan penting dalam

pembelajaran. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara pemahaman siswa

tentang suatu konsep dengan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Di

dalam kelas guru hanya terpaku pada metode ceramah dengan menuliskan

definisi, rumus, memberikan contoh soal, dan memberikan tugas atau latihan.

Siswa sekedar menerima dan menghafal pengertian lingkaran, unsur-unsur

lingkaran, rumus lingkaran dan mencari luas dan keliling lingkaran.


Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh siswa hanya bertahan sementara

dan cepat pudar karena pengetahuan tersebut tidak dibangun sendiri oleh siswa.

Masih tergantung pada guru dan tidak berusaha mencari bahan ajar yang lain.

Calon peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa yang tidak bisa sama

sekali menjawab mini tes tersebut. Siswa mengatakan yaitu: Soalnya berbeda

dengan soal yang diberikan kepada guru matematika yang mengajar dikelas VIII

dan soal miss berikan sulit dipahami, siswa belum paham sekali tentang unsur-

unsur lingkaran. Dengan mengubah gambar siswa merasa pusing menjawab,

siswa belum paham sekali untuk mencari luas lingkaran dan mencari keliling

lingkaran.

Berdasarkan keadaan yang telah dijelaskan tersebut menunjukkan bahwa

tampak aktivitas belajar siswa dan pemahaman konsep matematika siswa masih

rendah pada saat proses belajar berlangsung di kelas VIII SMP ADVENT 2

MEDAN. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan aktivitas

dan pemahaman konsep matematika siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan

yaitu menggunakan model pembelajaran. Model pembelajara merupakan suatu

bentuk pembelajaran yang memuat strategi, pendekatan, metode, dan teknik

pembelajaran yang akan digunakan untuk menyajikan materi secara maksimal

dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran telah ditetapkan. Model pembelajaran

yang dapat membuat siswa lebih aktif dengan menerapkan model pembelajaran di

dalam kelas.

Di kelas VIII merupakan proses pembelajaran matematika yang pernah

belajar secara berkelompok yang sebelumnya belum dikatakan baik untuk

meningkatkan aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa yang rendah akan
berdampak pada keamampuan pemahaman konsep matematika siswa. Dengan

menerapkan model pembelajaran yang inovatif dan efektif dalam proses

pembelajaran siswa yang kurang beraktivitas dan kurang jelas dalam memahami

materi dapat bertanya dan berdiskusi dengan anggota kelompoknya untuk

mengemukakan pendapat yang ada dipikiran siswa tersebut. Pada proses

pembelajaran secara garis besar siswa yang berperan aktif dan tidak lagi pasif.

Keberhasilan kegiatan belajar di dalam kelas adanya interaksi dalam

pembelajaran antara guru dan siswa. Siswa yang aktif dalam belajar akan

megingat akan pembelajaran yang dikomunikasikan kepadanya. Oeh karena itu

Tujuan tersebut agar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep maka

diperlukan adanya pembelajaran yang aktif dan kreatif yang dilaksanakan dalam

kegiatan pembelajaran matematika. Dari masalah di atas diperlukan adanya suatu

model pembelajaran yang mampu menempatkan siswa pada posisi yang lebih

aktif, kreatif, mandiri untuk mendorong pengembangan potensi dan kemampuan

yang dimiliki siswa. Salah satu yang dapat dilakukan oleh guru dalam

memperbaiki kualitas pembelajaran matematika dikelas dan mampu

meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematika siswa yaitu

dengan menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition

(AIR).

Adapun alasan-alasan calon peneliti yang kuat ingin memperbaiki

permasalahan berdasarkan latar belakang tersebut yaitu dengan menerapkan

model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) untuk meningkatkan

aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematika siswa. Alasan yang kuat

tersebut ialah pada sebelumnya sudah ada penelitian relevan yang berhasil
menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition (AIR)

berdasarkan isi dari latar belakang masalah tersebut. Beberapa penelitian yang

sudah berhasil diantaranya sebagai berikut:

Penelitian yang dilaksanakan oleh Tania Mengasari Dkk pada tahun 2011

dengan judul penelitian”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan

Pendekatan AIR (Auditory Intellectually Repetition) pada Materi Pokok Fungsi

untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII A SMPN 18

MATARAM Tahun Ajaran 2010/2011”. Pada Jurnal Pijar MIPA,Vol.VII No.1

beliau menyatakan bahwa hasil penilitian menunjukkan aktivitas dan prestasi

belajar siswa mengalami peningkatan. Skor aktivitas siswa untuk setiap

pertemuan dari siklus I,II dan III berturut-turut yaitu 3,5; 6,2; 9,9; 8,0; 11,4; 12,6;

dan pada siklus III aktivitas siswa dikategori sangat tinggi. Nilai rata-rata siswa

pada siklus I,II, dan III berturut-turut yaitu 41,10; 54,42; 58,42. Dari hasil yang

diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif

dengan menerapkan pendekatan AIR (Auditory Intellectually repetition) pada

materi pokok Fungsi dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas

VIII A SMPN 18 Mataram tahun ajaran 2010/2011.

Penelitian selanjutnya yang dilaksanakan oleh Arini Viola Burhan Dkk

pada tahun 2014 dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran AIR pada

Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 18 PADANG”. Pada Jurnal

Pendidikan Matematika Vol.3 No.1 mengungkapkan bahwa kemampuan siswa

dalam pemahaman matematika menggunakan model pembelajaran AIR lebih baik

dari pada kemampuan siswa dalam pemahaman matematis menggunakan

pembelajaran konvensional yaitu 𝛼 = 0.05 atau The research showed the


student’s ability in mathematical understanding using AIR model learning better

than the student’s ability in mathematical understanding using conventional

learning in α = 0.05.

Selanjutnya penelitian relevan yang dilaksanakan oleh Putu Sinta Ari

Utami (2016) yang berjudul “Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Siswa

Kelas VII 4 SMP LABORATORIUM UNDIKSHA SINGARAJA melalui

Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition (AIR)” beliau

mengungkapkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan

optimal terjadi pada siklus III dengan rata – rata skor mencapai 80,10, daya serap

80,10% dan ketuntasan belajar 77,41%. Pelaksanaan yang optimal terjadi pada

siklus III dikarenakan diawal pembelajaran dilakukan pengklarifikasian jawaban

siswa oleh guru terkait apersepsi, selama proses pembelajaran guru berusaha

secara maksimal memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan kembali

konsep dengan bahasa sendiri dan memberikan contoh atau bukan contoh supaya

mampu memahami konsep yang diperoleh dengan memberikan motivasi,

pendekatan secara langsung, menunjuk siswa secara acak dan memberikan

penghargaan yang lebih kepada kelompok siswa yang unggul diakhir pelajaran.

Selain itu, tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran auditory

intellectually repetition ditinjau dari rata – rata skor tanggapan siswa sebesar

65,06 berada dalam kategori sangat positif karena siswa tertarik dengan adanya

diskusi dan pengulangan.

Berdasarkan paparan sebelumnya dimana model pembelajaran Auditory

Intellectualy Repetition (AIR) mampu memperbaiki hasil belajar, maka calon

peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “ PENERAPAN


MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALY REPETITION

(AIR) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DIKELAS VIII SMP

ADVENT 2 MEDAN T.A 2017/2018”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Guru menggunakan metode ceramah pada proses pembelajaran matematika

berlangsung di kelas.

2. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru

3. Persiapan siswa untuk menerima materi pelajaran kurang

4. Rendahnya aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung

5. Jika guru bertanya siswa tidak merespon dikarenakan siswa tidak mengerti

6. Ketika guru memberikan tugas atau latihan, siswa mengerjakan tugas mata

pelajaran yang lain.

7. Kurangnya motivasi guru pada saat proses pembelajaran berlangsung

8. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematika siswa

C. Batasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas,

maka diperlukan batasan masalah agar pembahasan lebih terpokus dan terarah.

Dalam hal ini masalah yang dibahas adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar

siswa dan pemahaman konsep matematis siswa dengan menerapkan model


pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) pada materi Kesebangunan

dan Kekongruenan di kelas VIII SMP ADVENT 2 MEDAN.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah diatas maka

rumusan masalah yaitu:

1. Apakah model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas VIII SMP ADVENT 2

MEDAN Tahun Pelajaran 2017/2018 ?

2. Apakah model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dapat

meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa di kelas VIII SMP

ADVENT 2 MEDAN Tahun Pelajaran 2017/2018 ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas VIII SMP ADVENT 2

MEDAN Tahun Pelajaran 2017/2018 dengan menerapkan model

pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR).

2. Meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa di kelas VIII SMP

ADVENT 2 MEDAN Tahun Pelajaran 2017/2018 dengan menerapkan model

pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR).

F. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian yang

diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut.


1. Bagi Guru Bidang Studi

- Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi guru agar

kemudian dapat menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectually

Repetition (AIR) untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman konsep

matematika.

- Dengan menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectually

Repetition (AIR). Dapat membantu guru dalam memperbaiki cara mengajar

di dalam kelas pada saat Kegiatan Belajar Mengajar berlangsung.

2. Bagi siswa

- Meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep matematis siswa

dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model

pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR).

- Membantu siswa berperan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran

matematika.

- Membantu siswa mengembangkan kemampuan pemahaman konsep

matematika

3. Bagi peneliti

- Untuk menambah wawasan peneliti tentang model pembelajaran Auditory

Inteelectually Repetition (AIR) yang nantinya diharapkan membantu

sebagai bahan refrensi dalam mengajar.

- Dapat menerapkan model pembelajaran Auditory Intellectully Repetition

(AIR) didalam kelas.

- Sebagai proses mempersiapkan diri untuk menjadi guru profesional

Anda mungkin juga menyukai