Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan.

Matematika merupakan alat dan sarana berpikir yang diperlukan oleh berbagai

bidang ilmu dan matematika juga dapat meningkatkan ketelitian. Selain itu

matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan mulai dari

Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Mengingat begitu pentingnya peran

matematika, maka pemerintah melalui Dinas Pendidikan Nasional melakukan

berbagai usaha perbaikan dalam sistem pengajaran matematika, seperti:

penyempurnaan kurikulum, peningkatan kualitas guru matematika serta

melengkapi sarana dan prasarana.

Upaya peningkatan mutu pendidikan matematika ini tentunya tidak

terlepas dari pembelajaran di sekolah dan guru sebagai pelaksana pendidikan.

Oleh karena itu, guru harus bertanggung jawab dalam memotivasi, membina

dan mengembangkan bakat serta kemampuan siswa demi meningkatkan hasil

belajar.

Meskipun berbagai usaha telah dilakukan dalam peningkatan mutu

pendidikan khususnya matematika, namun kenyataan hasil belajar matematika

siswa masih rendah di SMP Negeri 5 Gunung Talang. Hal ini dapat dilihat

dari nilai ketuntasan ujian semester I siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Gunung

Talang seperti pada Tabel 1.

1
2

Tabel 1. Nilai Ketuntasan Ujian Semester I Matematika Siswa Kelas VIII


SMPN 5 Gunung Talang Tahun Pelajaran 2011/2012
Banyak Siswa Persentase Ketuntasan
Nilai
No Kelas Tuntas Tidak Tuntas Tidak tuntas
rata-rata
tuntas (%) (%)
1 VIII.A 14 12 53,85 46.15 68,30
2 VIII.B 14 11 56 44 68,48
3 VIII.C 13 12 52 48 68,96
4 VIII.D 14 11 56 44 68,32
Sumber : Tata Usaha SMP Negeri 5 Gunung Talang

Dari Tabel 1, terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa belum mencapai

Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 70, dengan demikian dapat

dikatakan bahwa nilai yang diperoleh siswa belum memuaskan.

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan pada tanggal 18 Agustus

2011 di SMP Negeri 5 Gunung Talang, guru memulai pelajaran dengan

meminta siswa membaca Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam beberapa menit.

Pada saat diberi kesempatan membaca oleh guru ada siswa yang

menggunakan dengan sebaik mungkin dan ada juga yang tidak. Kemudian

guru menerangkan pelajaran, setelah itu guru memberikan beberapa contoh

soal dan latihan. Sewaktu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bertanya, sedikit sekali siswa yang mau bertanya. Banyak siswa terlihat tidak

percaya diri untuk bertanya sehingga mereka menemukan kesulitan disaat

mengerjakan soal yang diberikan oleh guru.

Tanggal 18 Agustus 2011 penulis melakukan wawancara dengan guru

bidang studi matematika Ibu Hisda Sulfi Desnita, diperoleh berbagai informasi

mengenai pembelajaran matematika siswa. Beliau mengatakan bahvwa selain

masih banyak diantara siswa yang takut dan malu bertanya ada juga diantara

mereka yang kurang motivasi dalam belajar. Hal ini mengakibatkan masih
3

banyak siswa yang mengikuti remedial setelah mengikuti Ulangan Harian

(UH). Untuk mengatasi hal tersebut, guru sebagai pengendali utama dalam

pembelajaran harus bisa menerapkan suatu strategi yang membuat siswa

terlibat aktif dalam pembelajaran. Salah satu strategi bisa meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa adalah strategi belajar aktif tipe hollywood

squares.

Strategi belajar aktif tipe hollywood squares berperan dalam

membantu siswa untuk bertanya sehingga siswa yang malas untuk bertanya

dan tidak percaya diri untuk menyampaikan pertanyaan secara langsung dapat

mengatasi masalahnya. Pada hollywood squares ini siswa tidak perlu bertanya

secara langsung pada guru, tetapi cukup dengan menuliskan pertanyaan pada

kertas kecil.

Dalam pembelajaran yang menggunakan strategi belajar aktif tipe

hollywood squares membutuhkan suatu bentuk teks bacaan. Kebanyakan buku

teks memberikan penjelasan yang sedetil-detilnya atas suatu konsep sehingga

cenderung membuat siswa menghafal rumus atau contoh tanpa adanya

pemahaman. Untuk itu diperlukan suatu perangkat pembelajaran yang

dirancang guna membantu guru dalam memfasilitasi proses pembelajaran

yang lebih mengaktifkan siswa. Salah satu perangkat pembelajaran yang dapat

dikembangkan adalah LKS yang dirancang sendiri oleh guru. LKS dalam

proses pembelajaran bertujuan untuk mengecek tingkat pemahaman siswa

terhadap materi yang disajikan.


4

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis bermaksud melakukan

penelitian dengan judul Penerapan Strategi Belajar Aktif Tipe Hollywood

Squares disertai LKS terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

VIII SMP Negeri 5 Gunung Talang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka

penulis mengidentifikasi permasalahan pokok yaitu.

1. Siswa malas untuk bertanya dan tidak percaya diri untuk menyampaikan

pertanyaan secara langsung.

2. Motivasi belajar matematika siswa masih sangat kurang.

3. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang

akan diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada.

1. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi pembelajaran aktif

tipe hollywood squres disertai LKS diterapkan pada materi lingkaran.

2. Hasil belajar yang diteliti adalah hasil belajar dalam aspek kognitif

diperoleh berdasarkan tes yang diberikan di akhir pokok bahasan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah maka perumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu: “apakah hasil belajar matematika siswa yang

menggunakan strategi belajar aktif tipe hollywood squares lebih baik daripada
5

hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada kelas

VIII SMP Negeri 5 Gunung Talang?”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika

siswa dengan menggunakan strategi belajar aktif tipe hollywood squares lebih

baik daripada pembelajaran konvensional pada kelas VIII SMP Negeri 5

Gunung Talang.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi.

1. Penulis: sebagai tambahan pengetahuan dalam usaha peningkatan dan

pengembangan diri untuk menjadi guru matematika nantinya.

2. Guru: sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam melaksanakan

proses belajar mengajar guna untuk meningkatkan hasil belajar

matematika siswa.

3. Siswa: agar lebih efektif dan kreatif dalam mengembangkan potensi yang

dimiliki dan supaya hasil belajar lebih meningkat.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika sangat memerlukan peranan aktif dan

kreatifitas dari siswa. Untuk itu, guru harus menumbuhkan minat dan

keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika. Menurut Suherman

(2003:8) mengatakan “pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional

antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka

perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa

yang bersangkutan”. Demikian juga Suherman (2003:62) mengatakan

bahwa: “dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran

matematika adalah pembentukan sifat yaitu pola berpikir kritis dan kreatif.

Siswa harus dibiasakan diberi kesempatan bertanya dan berpendapat,

sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna”.

Dari kedua pendapat di atas bahwa belajar merupakan suatu proses

dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru yang menghasilkan

perubahan tingkah laku yang bersifat tetap, misalnya setelah belajar

matematika siswa mampu mendemontrasikan pengetahuan dan

keterampilan matematikanya sebelumnya tidak dapat melakukannya.

Proses pembelajaran terjadi ketika ada interaksi antara guru dengan

siswa, sehingga antara keduanya terjadi hubungan timbal balik.

Sebagaimana yang dikemukan oleh Suherman (2003:127).

6
7

Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat


mengangkat pemahaman siswa, bagaimana memecahkan
permasalahan dan perluasan serta pendalaman dalam
berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu.

Keberhasilan dan kegagalan dalam proses belajar akan tergambar

pada tingkah laku siswa yang melaksanakan belajar. Apabila terjadi

perubahan tingkah laku siswa dari tidak tahu menjadi tahu, baik dalam

aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan maka dapat dikatakan

siswa melakukan proses belajar. Menurut Slameto (1991:78) “Secara

psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku

seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya”. Sedangkan teori Gagne dalam Suherman

(2003:33) menyatakan bahwa:

Dalam belajar matematika ada dua objek yang diperoleh


siswa yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek
tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif
terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar.
Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan,
konsep dan aturan.

Seorang guru harus bisa menciptakan suatu kondisi belajar bagi

siswa, seperti yang diungkapkan Djamarah dan Zain (1995:45) “Mengajar

pada hakikatnya juga suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi

lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan

dan mendorong anak didik melakukan proses belajar”. Jadi mengajar

merupakan suatu proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk

membelajarkan siswa, yang pada akhirnya menghasilkan perubahan

tingkah laku pada diri siswa. Pada pembelajaran matematika guru


8

sebaiknya mengoptimalkan kreatifitas siswa sebagai pembelajar.

Suherman (2003 : 300) mengemukakan :

Guru semestinya memandang kelas sebagai tempat dimana


masalah-masalah yang menarik di-eksplore oleh siswa
dengan menggunakan idea-idea matematika. Dengan
berlandaskan kepada prinsip pembelajaran matematika yang
tidak sekedar learning to know, melainkan juga harus
meliputi learning to do, learning to be, hingga learning to
live together.

Siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran agar

dapat menemukan pengetahuan dan fungsi guru lebih pada sebagai

fasilitator dan dinamisator. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Suherman (2003:299) bahwa “dalam pembelajaran matematika siswa

mendapatkan porsi lebih banyak dibandingkan dengan guru, bahkan

mereka harus dominan dalam kegiatan belajar mengajar’’. James dan

James dalam Suherman (2003:16) mengatakan “matematika adalah ilmu

tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep

yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak

yang tebagi tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri”

Pembelajaran matematika hendaklah diusahakan sedemikian rupa

sehingga siswa terlibat aktif dalam proses belajar, dan tidak hanya

menerima atau pasif dalam pembelajaran, tetapi diajak berpartisipasi aktif

membangun pengetahuan secara mandiri. Keterlibatan siswa secara

mandiri dituntut dalam pembelajaran sehingga siswa lebih aktif dalam

pembelajaran matematika.
9

Dalam proses pembelajaran perlu dilakukan pembinaan terhadap

siswa, agar siswa dapat mengerti bagaimana yang disebut belajar dalam

matematika. Nikson dalam Muliyardi (2003: 3) mengatakan bahwa:

Pembelajaran matematika adalah upaya untuk


membantu siswa mengkonstruksikan konsep-konsep
atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan
sendiri melalui proses internalisasi sehingga prinsip
atau konsep itu terbangun kembali.

Dalam pembelajaran matematika, sangat diperlukan sekali peranan

aktif siswa. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang

tinggi dalam mengaitkan simbol-simbol dan mengaplikasikan konsep-

konsep yang ada ke dalam situasi nyata. Untuk itu guru harus

menumbuhkan minat dan keaktifan siswa dalam pembelajaran

matematika.

2. Strategi Belajar Aktif

Seorang siswa akan dapat dengan cepat dan mudah memahami dan

menerapkan konsep-konsep matematika jika ia melakukan aktivitas dalam

belajarnya. Jadi dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk berperan

aktif karena dalam pembelajaran siswa berperan sebagai subjek sekaligus

objek. Silberman (2004:27) menyatakan bahwa:

Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti


pelajaran tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan
pertanyaan, dan tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali,
barangkali nilai yang akan diperoleh). Ketika kegiatan belajar
bersifat aktif, siswa akan mengupayakan tentang sesuatu. Dia
menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan,
membutuhkan informasi untuk memecahkan masalah, atau
mencari cara untuk mengerjakan tugas.
10

Strategi belajar aktif merupakan kegiatan untuk mengaktifkan

siswa dalam proses pembelajaran melalui kegiatan yang dilakukan selama

proses pembelajaran. Menurut Silberman (2004:9) “Belajar memerlukan

keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri, penjelasan dan pemeragaan

semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng”. Aktivitas

siswa sama maknanya dengan perbuatan, yang menghendaki gerakan

fungsi otak individu yang belajar. Aktivitas tersebut menghasilkan

perubahan tingkah laku berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Aktivitas siswa mutlak diperlukan dalam proses belajar mengajar untuk

memperoleh pengetahuan karena esensi dari pengetahuan adalah kegiatan,

aktivitas baik secara fisik maupun mental.

3. Strategi belajar Aktif Tipe Hollywood Squares

Strategi belajar aktif tipe Hollywood Squares ini membantu siswa

mengingat kembali materi yang telah dipelajari, menguji kemampuan dan

pengetahuan siswa serta dapat berbagi dengan siswa lain. Dengan

menggunakan strategi ini guru dapat mengukur atau menilai tingkat

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman siswa. Diharapkan siswa akan

lebih memahami materi yang telah dipelajarinya. Hal ini sejalan dengan

yang dikemukakan oleh Silberman (2004:249) yaitu:

Salah satu cara yang pasti untuk membuat pembelajaran tetap


melekat dalam pikiran adalah dengan mengalokasikan waktu
untuk meninjau kembali apa yang telah dipelajari. Materi
yang telah dibahas oleh siswa cenderung lima kali lebih
melekat di dalam pikiran ketimbang materi yang tidak. Itu
karena pembahasan kembali memungkinkan siswa untuk
memikirkan kembali informasi tersebut dan menemukan cara
untuk menyimpannya dalam otak.
11

Langkah-langkah strategi belajar aktif tipe Hollywood Squares

yang dikemukakan oleh Silberman (2004:267) adalah:

a. Perintahkan tiap siswa untuk menuliskan dua atau tiga


pertanyaan yang terkait dengan mata pelajaran.
Pertanyaannya bisa dalam format pilihan ganda, benar/ salah,
atau isian.
b. Kumpulkan pertanyaan. Jika anda menghendaki, tambahkan
beberapa pertanyaan dari anda sendiri.
c. Simulasikan format tayangan permainan tic-tac-toe yang
digunakan dalam Hollywood Squares. Tatalah tiga kursi di
depan kelas. Perintahkan tiga siswa untuk duduk di lantai di
depan kursi, tiga lagi berdiri di belakangnya.
d. Berikan kepada sembilan “selebriti” itu sebuah kartu dengan
tanpa X tercetak di satu sisi dan di sisi lain untuk ditempel ke
tubuh mereka bila pertanyaannya berhasil dijawab.
e. Perintahkan dua siswa untuk bertugas selaku kontestan.
Kontestan memilih anggota dari celebrity Square untuk
menjawab pertanyaan permainan.
f. Ajukan pertanyaan kontestan secara bergiliran. Kontestan
menjawab dengan “setuju” atau “tidak setuju” kepada
tanggapan panel manakala mereka berusaha membentuk tic-
tac-toe.
g. Siswa lain yang tidak terlibat dalam permainan diberi kartu
yang menyatakan “setuju” di satu sisi dan “tidak setuju” di
sisi lain untuk diberikan kepada kontestan untuk membantu
mereka dalam membuat Keputusan.

Pembentukan kelompok dalam tipe hollywood squares berdasarkan

pada kemampuan akademik. Dalam suatu kelompok terdiri atas empat

orang yang terdiri dari kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan

kemampuan rendah. Langkah-langkah pembentukan kelompok

berdasarkan kemampuan akademik menurut Lie (2002:41) yaitu:

a. Siswa diurutkan dari tingkat kemampuan tinggi sampai


tingkat kemampuan rendah.
b. Pembentukan kelompok I dilakukan dengan mengambil satu
orang siswa berkemampuan tinggi, satu orang
berkemampuan rendah, dan dua orang berkemampuan
sedang.
12

c. Pembentukan kelompok II dan seterusnya dilakukan dengan


mengambil siswa dari urutan berkemampuan tinggi sampai
berkemampuan rendah, dua orang siswa berkemampuan
sedang begitu seterusnya.

Jadi dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berkemapuan tinggi,

rendah dan sedang. Sehingga dalam diskusi kelompok dan mengerjakan

tugas mereka yang bekemampuan tinggi bisa membantu siswa yang

berkemampuan rendah dan sedang.

4. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud pada penelitian ini

adalah pengajaran yang lazim dipergunakan guru matematika di sekolah

selama ini. Guru menyampaikan materi pelajaran didominasi dengan

ceramah atau berpola teacher centered (terpusat pada guru) dan rumus-

rumus matematika disampaikan dengan penekanan pada penyampaian

informasi secara klasikal dan diiringi dengan penerapan algoritma serta

pemberian tugas. Sejalan dengan pendapat di atas, Djaafar (2001:86)

menyatakan “Ciri lain dari pendekatan ini peserta didik sekaligus

mengerjakan dua kegiatan, yaitu mendengarkan dan mencatat”. Jadi guru

menjelaskan suatu konsep materi pelajaran yang diikuti dengan pemberian

contoh-contoh.

Pembelajaran konvensional merupakan kegiatan yang kurang aktif.

Dalam pembelajaran ini guru menyampaikan materi, memberikan

beberapa contoh soal, siswa lalu mencatat apa yang dijelaskan guru di

papan tulis, mengerjakan soal-soal latihan, selanjutnya membahas latihan


13

secara bersama-sama dan pada akhir pembelajaran guru memberikan

beberapa soal kepada siswa sebagai pekerjaan rumah.

Ada beberapa kelebihan sebagai alasan mengapa Pembelajaran

konvensional sering digunakan. Pembelajan ini murah dan mudah untuk

dilakukan, dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi

pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya

oleh guru dalam waktu yang singkat. Selain itu pembelajaran ini dapat

memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Guru dapat

mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan

tanggung jawab guru. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah

dapat diatur menjadi lebih sederhana. Kelemahan dari Pembelajaran

konvensional ini diantaranya materi yang dapat dikuasai siswa sebagai

hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. Ceramah

yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya

verbalisme.

5. Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah satu bentuk program yang

berlandaskan atas tugas harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat

untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan. LKS dalam proses

pembelajaran bertujuan untuk mengecek tingkat pemahaman siswa

terhadap materi yang disajikan dan diberi bimbingan terhadap yang

mengalami kesulitan dalam mengerjakannya. Tujuan dan manfaat

penggunaan LKS menurut Mitri (2007:20) adalah:


14

a. Mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran.


b. Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.
c. Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan
keterampilan proses.
d. Membantu guru dalam menyusun rencana pembelajaran.
e. Sebagai pedoman bagi guru dan siswa dalam melaksanakan
proses pembelajaran.
f. Membantu siswa dalam memperoleh catatan tentang materi
yang dipelajari.
g. Membantu siswa untuk memperoleh informasi tentang
konsep yang dipelajari.

Menurut Tim Revisi Bahan PKG Matematika dalam Febrika (2009:25):

LKS adalah lembar kertas yang mengandung petunjuk kerja


siswa mengisikan hasil kerjanya, sehingga mendapatkam
kesimpulan hasil kerjanya.
Jadi, LKS merupakan suatu unit program pembelajaran yang berisikan

materi pelajaran dan disajikan dalam bentuk tugas, soal dan pertanyaan.

Pertanyaan tugas serta soal-soal tersebut dibuat dan disusun sebaik-

baiknya oleh guru sehingga dengan cara itu siswa dapat menemukan

konsep-konsep yang terkandung dalam materi pembelajaran.

Karena LKS memuat instruksi yang harus diikuti siswa sehingga

LKS hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga siswa dapat dengan

mudah memahaminya. Langkah-langkah penyusunan LKS yang

dikemukakan oleh Wijaya dalam Husnul (2007: 16) adalah sebagai

berikut:

1. Merumuskan tujuan pengajaran yang akan dicapai


dengan menggunakan LKS.
2. Penyusunan alat evaluasi yang akan digunakan untuk
menguji keberhasilan siswa dalam belajar.
3. Menyusun bahan pelajaran secara logis dan sistematis
yang relevan dengan tujuan.
4. Melukis LKS berdasarkan urutan kegiatan yang akan
dilakukan murid untuk mencapai tujuan.
15

5. Mencoba dan merivisi LKS yang akan dirancang.

Menurut Soekamto dalam Febrika (2009: 25) komponen-

komponen yang perlu diperhatikan dalam penyusunan LKS yaitu:

a. Materi dan contoh soal


Materi harus disusun sedemikian rupa agar dapat
menunjang tercapainya kompetensi dasar.
b. Petunjuk penyelesaian
Di dalam LKS harus ada petunjuk penyelesaian
soal-soal yang ada. Petunjuk penyelesaian ini
diharapkan dapat memudahkan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal yang ada dalam LKS.
c. Soal yang akan dikerjakan
Soal-soal latihan merupakan inti dalam LKS.

Jadi dalam penyusunan LKS, guru harus memperhatikan berbagai

komponen agar LKS yang dibuat sistematis dan dapat dipahami siswa.

6. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh setelah melakukan

kegiatan belajar, baik dalam bentuk prestasi maupun perubahan tingkah

laku dan sikap. Menurut Hamalik (2007: 159) mengatakan bahwa “hasil

belajar menunjukkan pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu

merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa

Seseorang dapat dinyatakan berhasil dalam belajar apabila ia

berhasil dalam penilaian. Penilaian juga merupakan suatu alat untuk

mengetahui suatu proses dan hasil belajar siswa. Sudjana (2002: 22)

mengatakan bahwa ”proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan siswa

dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya”.
16

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil

belajar adalah dengan tes hasil belajar. Slameto (2003: 30) dalam evaluasi

pendidikan menjelaskan bahwa “Tes hasil belajar adalah sekelompok

pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh

siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa yang

hasilnya berupa data kuantitatif”. Dari definisi di atas dapat diartikan

bahwa tujuan tes hasil belajar adalah untuk mendapatkan informasi tentang

kemampuan siswa menyerap materi pelajaran yang disajikan guru dalam

kegiatan pembelajaran, hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil

belajar yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes akhir yang diberikan.

Selanjutnya Bloom dalam Arikunto (2008 :117) secara garis besar

membagi hasil belajar atas tiga kategori yaitu:

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar


intelektual.
2. Ranah afektif, berkenaan
dengan sikap.
3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan keterampilan
dan kemampuan bertindak.

Hasil belajar matematika yang dimaksud disini adalah hasil belajar yang

diperoleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran dengan strategi

aktif tipe Hollywood Squares. Hasil belajar yang diteliti pada penelitian

ini adalah aspek kognitif.

B. Penelitian Relevan
17

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

adalah.

1. Nengla Harinanda yang berjudul Perbandingan Hasil Belajar

Matematika Menggunakan Strategi Belajar Aktif Tipe Hollywood

Squares model Team Assisted Individualization (TAI) dengan Tipe

Hollywood Squares pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Kubung. Hasil

penelitiannya adalah hasil belajar matematika siswa yang

menggunakan strategi belajar aktif tipe Hollywood Squares model

TAI lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang

menggunakan strategi belajar aktif tipe Hollywood Squares pada kelas

VIII SMP Negeri 1 Kubung. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian ini diterapkan strategi

pembelajaran aktif Tipe hollywood squares yang disertai dengan LKS.

2. Liya Tsaniya Farah Adibah yang berjudul Peningkatan Motivasi

Belajar Matematika dengan Pembelajaran Aktif Tipe Hollywood

Squares Review pada Siswa Kelas VIII SMP N I Lasem Tahun

Ajaran 2010/2011. Hasil penelitiannya adalah motivasi belajar

matematika dapat ditingkatkan dengan pembelajaran aktif tipe

Hollywood Squares Review. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian ini diterapkan strategi

pembelajaran aktif Tipe hollywood squares yang disertai dengan LKS

sedangkan penelitian sebelumnya hanya peningakatan motivasi.


18

3. Kamelia Sari Dewi yang berjudul Penerapan Strategi Belajar Aktif

Tipe Hollywood Squares dalam Pembelajaran Matematika Kelas VIII

SMP N 1 2 X Enam Lingkung. Hasil penelitiannya adalah hasil

belajar matematika siswa dengan pembelajaran aktif tipe hollywood

squares lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa dengan

pembelajaran biasa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya yaitu pada penelitian ini diterapkan strategi pembelajaran

aktif Tipe hollywood squares yang disertai dengan LKS.

C. Kerangka Pemikiran

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa

dan kurang berkembangnya aktivitas dalam proses pembelajaran adalah

belum termotivasinya siswa dalam belajar. Hal ini terjadi karena siswa

malas bertanya pada guru dan temannya. Kerena tidak percaya diri untuk

bertanya mengenai materi yang tidak dipahami dan merasa malu bertanya.

Akibatnya proses pembelajaran tidak berjalan dengan optimal. Usaha yang

dapat dilakukan guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa adalah

dengan menciptakan strategi pembelajaran yang dapat melibatkan siswa

secara aktif.

Salah satu strategi yang dapat mengaktifkan siswa adalah strategi

belajar aktif tipe Hollywood Squares. Melalui strategi Hollywood Squares

diharapkan setiap siswa dapat mengingat pelajaran lebih lama, terutama

bagi siswa yang pasif dan malas bertanya. Dengan Hollywood Squares

siswa dapat bertanya langsung pada guru dan menuliskan pertanyaan pada
19

kertas kecil sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan juga meningkatkan

hasil belajar siswa.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Siswa

Kelas dengan Pembelajaran Kelas dengan Pembelajaran


Aktif Tipe Hollywood Konvensional
Squares

Tes Akhir Tes Akhir

Hasil Belajar Hasil Belajar

Bandingkan

Gambar 1. Kerangka Konseptual

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika

siswa yang menggunakan strategi belajar aktif tipe hollywood squares

lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan

pembelajaran konvensional pada kelas VIII SMP Negeri 5 Gunung

Talang.
20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen.

Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu tindakan yang dikenakan pada

subjek selidik. Dalam penelitan eksperimen, siswa dibedakan menjadi dua

kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok

eksperimen merupakan kelompok siswa yang diberi perlakuan berupa

penggunaan strategi belajar aktif tipe hollywood squares dalam pembelajaran,

sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Randomized

Control Group Only Design, rancangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rancangan Penelitian


Perlakuan Tes Akhir
Eksperimen T1 X1
Kontrol T2 X2
Sumber: dimodifikasi dari Suryabrata (2008:104)
Keterangan:
T1 :Pembelajaran dengan strategi aktif tipe hollywood squares.
T2 :Pembelajaran konvensional
X1 :Tes akhir berdasarkan materi pelajaran yang diberikan pada kelas
eksperimen selama penelitian.
X2 :Tes akhir berdasarkan materi pelajaran yang diberikan pada kelas kontrol
selama penelitian.

20
21

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP

Negeri 5 Gunung Talang pada tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari

4 kelas yaitu kelas VIIIA sampai kelas VIIID. Jumlah siswa masing-masing

kelas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perincian Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Gunung Talang
No Kelas Jumlah
1 VIIIA 26
2 VIIIB 25
3 VIIIC 25
4 VIIID 25
Jumlah 101
Sumber : Tata Usaha SMPN 5 Gunung Talang

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Mengingat jumlah populasi yang sangat besar maka

dilakukan pengambilan yang mewakili populasi. Agar sampel dapat

mewakili dan menggambarkan sifat serta karakteristik dari populasi, maka

perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Mengumpulkan nilai ujian semester 1 matematika siswa kelas VIII

SMP Negeri 5 Gunung Talang pada tahun pelajaran 2011/2012.

(Lampiran 1 Halaman 46)

b. Melakukan uji homogenitas variansi populasi dengan menggunakan

Uji Barlett. Menurut Sudjana (2005:263) dengan langkah-langkah

sebagai berikut:
22

1) Menghitung variansi gabungan dari semua populasi dengan

rumus :

Σ (n i −1 ) S 2
2 i
S =
Σ( ni−1 )

2) Menghitung harga satuan B dengan rumus :

B=( LogS ) ∑ (n i−1 )


2

2
3) Untuk Uji Bartlett digunakan uji Chi-Kuadrat ( χ )

χ =( ln10 ){B−∑ (n1 −1) LogS1 }


2 2

Keterangan :
ni = Jumlah anggota kelompok i
2
Si = Variansi kelompok i
S2 = Variansi gabungan dari semua sampel
B = Bartlett
χ = Chi-Kuadrat
Kemudian harga χ2hitung dibandingkan dengan χ2tabel dengan

peluang (1- α ) dan dk = (k-1). Kriteria pengujian


H 0 diterima

jika χ2hitung < χ2tabel, dengan kata lain populasi homogen. Dari hasil

perhitungan didapat bahwa χ2hitung =1,059 sedangkan χ2tabel =7,81

berarti populasi memiliki variansi yang homogen dengan α = 0,05

(Lampiran 2 Halaman 47-48). Setelah diketahui data homogen

barulah dilakukan pengambilan sampel secara teknik random

sampling. Sampel yang terambil yaitu kelas VIIID sebagai kelas

eksperimen dan kelas VIIIC sebagai kelas kontrol.


23

C. Variabel dan Data Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah.

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan yang diberikan

pada sampel penelitian yaitu penerapan pembelajaran strategi belajar

aktif tipe hollywood squares dan pembelajaran konvensional.

b. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika

siswa yang diperoleh berdasarkan tes yang diberikan pada akhir

penelitian.

2. Data Penelitian

a. Jenis Data

Jenis data pada penelitian ini adalah.

1) Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data hasil belajar

matematika siswa berupa skor yang diperoleh melalui tes akhir

setelah penelitian dilaksanakan.

2) Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah nilai ujian semester 1

matematika siswa kelas VIII sebelum penelian dilakukan yang

diperoleh dari tata usaha SMPN 5 Gunung Talang, dan jumlah

siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Gunung Talang.


24

b. Sumber Data

1) Data primer bersumber dari sampel setelah proses pembelajaran.

2) Data sekunder bersumber dari guru matematika kelas VIII dan tata

usaha SMP Negeri 5 Gunung Talang.

D. Prosedur Penelitian
Secara umum pelaksanaan penelitian dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu.
1. Tahap Persiapan

a. Menetapkan jadwal penelitian dari 15 Februari sampai 15 maret 2012

b. Mengurus izin penelitian.

c. Mempersiapkan silabus dari materi yang diajarkan (Lampiran 3

Halaman 49)

d. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai pedoman

dalam proses pembelajaran (Lampiran 4 Halaman 50-57)

e. Membuat LKS (Lampiran 5 Halaman 58-61)

f. Memvalidasi RPP dan LKS kepada ibu Dra. Rosmiyati.M.,Pd dan

bapak Drs. Yasrizal.,M.Si selaku dosen matematika, serta kepada ibu

Zulyutri.,S.s selaku guru bahasa indonesia (Lampiran 6 dan 7

Halaman 62-79)

g. Menentukan siswa sebagai selebrity squares dari data nilai Ujian

Semester I kelas VIII SMP Negeri 5 Gunung Talang tahun pelajaran

2011/2012.
25

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pelaksanaan di kelas eksperimen

1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan membagikan

LKS yang berisi kegiatan pembelajaran, contoh soal yang berguna

untuk menunjang penguasaan siswa.

2) Guru menyampaikan pokok-pokok materi pelajaran.

3) Siswa mendiskusikan LKS tersebut dengan teman sekelompoknya.

Pertanyaan yang timbul dari masing-masing siswa dibuat pada

sebuah kertas oleh siswa itu sendiri yang nantinya akan

didiskusikan pada hollywood squares.

4) Guru meminta masing-masing siswa untuk menuliskan minimal

satu pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan pada

hari itu. Jika diperlukan, guru juga memberikan pertanyaan.

5) Guru mengumumkan siswa yang menjadi celebrity squares dan

kontestan.

6) Guru meminta siswa sebagai celebrity squares menempati

posisinya masing-masing

7) Kontestan memilih anggota dari celebrity squares untuk menjawab

pertanyaan permainan.

8) Seandainya celebrity squres yang ditunjuk oleh kontestan tidak

dapat menjawab pertanyaan maka pertanyaan dilempar ke celebrity

lain sehingga semua celebrity mendapat giliran. Jika jawaban benar

maka diberi sebuah kartu dengan tanda X untuk ditempelkan ke


26

tubuh mereka dan penyelesaiannya langsung ditulis siswa di papan

tulis

9) Siswa lain yang tidak terlibat diberi kartu yang menyatakan setuju

dan tidak setuju untuk membantu kontestan membuat keputusan

serta mencari penyelesaian soal di tempat duduk masing-masing

yang nantinya jawaban tersebut dikumpul setelah kesembilan

celebrity mendapat giliran menjawab pertanyaan.

10) Soal yang tidak dijawab dengan benar oleh celebrity didiskusikan

bersama guru setelah hollywood squares berakhir.

11) Jika semua celebrity mendapat giliran menjawab pertanyaan maka

dirotasi lagi dengan mengajukan pertanyaan baru kepada celebrity

yang belum mendapat pertanyaan.

b. Pelaksanaan pada kelas kontrol

1) Guru membagikan lembar kerja yang berisi kegiatan pembelajaran,

contoh soal dan latihan yang berguna untuk menunjang penguasaan

siswa.

2) Guru menjelaskan materi dan tanya jawab dengan siswa mengenai

materi yang diberikan serta memberikan contoh soal.

3) Guru meminta siswa mengerjakan latihan yang ada di tempat

duduknya masing-masing.

4) Guru berkeliling memperhatikan apa yang dikerjakan siswa.


27

5) Setelah siswa selesai mengerjakan latihan, guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan latihan tersebut di

depan kelas

6) Jika ada siswa yang menjawab salah maka guru meluruskannya

kembali.

7) Guru mengerjakan soal-soal yang belum dipahami siswa.

3. Tahap Penyelesaian

Pada tahap ini, dilaksanakan tes hasil belajar. Pelaksanaannya

dilakukan setelah materi pokok berakhir dengan soal yang sama untuk

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data dalam penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Catatan Lapangan

Mengumpulkan catatan mengenai kegiatan proses belajar mengajar

guru dan siswa. Catatan lapangan merupakan catatan tertulis mengenai apa

yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka

mengumpulkan data. Selain itu catatan penelitian merupakan buku jurnal

harian yang ditulis peneliti secara bebas, buku ini mencatat seluruh

kegiatan pembelajaran serta sikap siswa dari awal sampai akhir

pembelajaran.
28

2. Tes hasil belajar


Tes yang diberikan adalah tes yang berbentuk uraian. Langkah-

langkah yang dilakukan dalam menyusun tes sebagai berikut.

a. Menentukan tujuan mengadakan tes, yaitu mengetahui sejauh mana

pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan melihat apakah

strategi yang digunakan berhasil diterapkan.

b. Membuat batasan terhadap materi pelajaran yang akan diuji

c. Membuat kisi-kisi tes yang berpedoman pada tuntutan materi

pembelajaran yang diberikan (Lampiran 9 Halaman 83)

d. Menyusun butir-butir soal menjadi bentuk tes akhir yang akan diujikan

(Lampiran 10 Halaman 84).

e. Memvalidasi soal uji coba kepada Ibu Hisda Sulfidisnita,.M.Pd selaku

guru matematika kelas VIII SMP Negeri 5 Gunung Talang (Lampiran 8

Halaman 80-82)

f. Melakukan uji coba soal pada sekolah yang KKM setara. Uji coba

dilakukan di kelas VIIIA SMP Negeri 3 Gunung Talang yang diikuti

oleh 23 orang siswa

3. Analisis Uji Coba Soal

Setelah uji coba tes dilakukan, maka tindakan selanjutnya adalah

melakukan analisis hasil uji coba tes.

a. Tingkat Kesukaran Soal.

Tingkat Kesukaran (TK) soal merupakan peluang untuk

menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang

besarnya dinyatakan dalam bentuk indeks. Pengujian tingkat kesukaran


29

soal dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh

Depdiknas (2008:10) yaitu :

jumlah skor siswa pada suatu soal


Mean=
jumlah siswa yang mengikuti tes

Mean
TK=
Skor Maksimum

Keterangan:
Skor Maksimum (SM) adalah Skor tertinggi yang telah ditetapkan
pada nomor butir soal (pada penskoran)

Tabel 4. Proporsi Tingkat Kesukaran Soal


Proporsi Kualifikasi Soal Kriteria
0,00 ≤ TK <0,30 Sukar 10-15 %
0,30 ≤ TK<0,70 Sedang 70-80 %
0,70 ≤ TK < 1,00 Mudah 10-15 %
Sumber : Depdiknas, 2008.

Dari hasil perhitungan tingkat kesukaran soal tes uji coba diperoleh

bahwa soal nomor 1 termasuk dalam kategori mudah, dan soal nomor

2, 3, 4, 5 termasuk dalam kategori sedang. Hasil perhitungan lebih

lengkap dapat dilihat pada Lampiran 15 Halaman 92.

b. Daya Pembeda Soal

Daya Pembeda (DP) soal adalah kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara siswa yang pandai (menguasai materi yang

ditanyakan), dan siswa kurang pandai (belum menguasai materi yang

ditanyakan). Untuk mencari indeks daya pembeda biasanya dinyatakan

dalam bentuk proporsi dimana semakin tinggi indeks daya pembeda

soal berarti semakin mampu soal bersangkutan membedakan siswa

yang pandai dengan yang kurang pandai.


30

Rumus untuk mengetahui daya pembeda soal dikemukakan

oleh Depdiknas (2008:13) yaitu:

Meankelompok atas−Mean kelompok bawah


DP=
Skor maksimum soal

Tabel 5. Kriteria Indeks Daya Pembeda


Indeks Daya Pembeda Kriteria
0,40 ≤ DP < 1,00 Soal diterima/baik
0,30 ≤ DP < 0,39 Soal diterima tapi perlu diperbaiki
0,20 ≤ DP < 0,29 Soal diperbaiki
0,00 ≤ DP < 0,19 Soal tidak dipakai / dibuang
Sumber : Depdiknas, 2008.

Soal yang dipakai adalah soal dengan kriteria Daya Pembeda 0,20 –
1,00. Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh bahwa semua soal
diterima. Proses perhitungan daya pembeda dapat dilihat pada
Lampiran 14 halaman 90.
c. Reliabilitas Tes

Suatu tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi jika tes

tersebut dapat memberikan hasil yang tetap walaupun waktunya

berbeda. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataan

maka berapa kalipun diambil, tetap sama hasilnya. Untuk menghitung

reliabilitas tes digunakan rumus Reabilitas yang dikemukakan oleh

Arikunto (2008:109) yaitu :

( )
2
n Σσ 1
r 11 = 1− 2
n−1
σ 1
dimana :
( Σx )2
2
Σx −
2 k
σ 1=
k
31

Keterangan :
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya soal
2
Σσ 1 = Jumlah varians butir
2
σ 1 = Varians total
Σx = Jumlah skor tiap butir soal
2
Σx = Jumlah kuadrat skor butir soal

Tabel 6. Kriteria Reliabilitas Tes


Koefisien Reliabilitas Kriteria
r11 = 1 Sempurna
0,80 < r11 < 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r11 < 0,80 Tinggi
0,40 < r11 < 0,60 Sedang
0,20 < r11 < 0,40 Rendah
0,00 < r11 < 0,20 Sangat rendah
Sumber: Suharsimi (2002:109)

Hasil perhitungan reabilitas tes uji coba soal adalah 0,925. Hal ini

menunjukkan bahwa tes memiliki reabilitas sangat tinggi. Perhitungan

lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17 halaman 96.

F. Teknik Analisis Data

1. Uji Persyaratan Analisis

a. Uji Normalitas

Uji normalitas masing-masing kelas apakah berdistribusi normal

atau tidak, digunakan uji Lilliefors yang dikemukakan oleh Sudjana

(2005:466) dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Data X 1 , X 2 , X 3 .. . X n diperoleh dan disusun dari data yang terkecil

sampai yang terbesar.


32

b. Mencari skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

X i− X
Zi=
S

Keterangan :
X = Skor Rata-rata
S = Simpangan baku
Xi = Skor dari tiap soal

c. Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, dihitung peluang

F( Z i )=Ρ ( z≤z i )

d. Menghitung jumlah proporsi

BanyaknyaZ 1 , Z 2 , Z 3 , .. . , yang≤Z i
S (Z i )=
n

e. Hitung selisih F( z i )−S( z i ) , kemudian tentukan harga mutlaknya

f. Ambil harga mutlak yang paling besar diantara harga mutlak selisih

tersebut diberi simbol


L0 .

L0 =maks|F ( Z i )−S (Z i )|

Dari hasil perhitungan di dapat Fhitung < Ftabel jadi sampel

mempunyai variansi yang sama.

g. Bandingkan nilai
L0 yang diperoleh dengan nilai L0 yang terdapat

dalam tabel. Untuk taraf nyata α = 0,05, kriteria adalah hipotesis Ho

diterima yaitu populasi berdistribusi normal jika


L0 <Ltabel .
33

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua kelas

sampel mempunyai variansi homogen atau tidak. Untuk mengujinya


2 2 2 2
dilakukan uji- f . Dalam hal ini akan diuji H 0 : S1 =S2 dan H 1 : S 1 < S 2

dimana
S 1 dan S 2 adalah simpangan baku dari masing-masing

kelompok. dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana

(2005:249) :
2
S1
F=
S 22

Keterangan :
2
S 1 = Variansi hasil belajar tertinggi
2
S 2 = Variansi hasil belajar terendah
F = Perbedaan antara variansi tertinggi dengan variansi terendah

Hipotesis diterima jika Fhitung < Ftabel α (n1 – 1, n2 – 1), dengan α = 0,05.

2. Uji Hipotesis

Setelah data berdistribusi normal dan mempunyai variansi

homogen maka dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan

adalah uji kesamaan dua rata-rata (uji satu pihak). Pasangan hipotesis

yang akan diuji dalam penelitian ini adalah.


34

a. Hipotesis Penelitian

H 0 : Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan strategi

belajar aktif tipe hollywood square sama dengan hasil belajar

matematika yang diajar menggunakan pembelajaran

konvensional.

H 1 : Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan strategi

belajar aktif tipe hollywood squares lebih baik daripada hasil

belajar matematika yang menggunakan pembelajaran

konvensional.

b. Hipotesis Statistik

H 0 : μ1 =μ2

H 1 : μ1 > μ2

Keterangan :
µ1 = Rata-rata hasil belajar kelas eksperimen
µ2 = Rata-rata hasil belajar kelas kontrol

Rumus untuk menguji kebenaran hipotesis digunakan uji kesamaan dua

rata-rata (Uji- t ) seperti yang dikemukakan Sudjana (2005:239) :

X 1 −X 2


t=


2 2
1 1 (n 1 −1 )S1 +(n2 −1 )S2
S + S=
n1 n2 dengan n1 +n2 −2
35

Dimana :
X1 = Nilai rata-rata kelompok eksperimen
X2 = Nilai rata-rata kelompok kontrol
n1 = Jumlah siswa kelompok eksperimen
n2 = Jumlah siswa kelompok kontrol
S 21 = Variansi hasil belajar kelas eksperimen
2
S2 = Variansi hasil belajar kelas kontrol
S = Simpangan baku kedua kelompok data

Kriteria pengujian:

H 0 jika t <t H 0 ditolak.


Terima 1−α dengan dk =n1 +n2 −2 selain itu

Dalam arti hasil belajar matematika siswa dengan strategi belajar

aktif tipe hollywood squares lebih baik dari pada hasil belajar

matematika menggunakan pembelajaran konvensional dengan taraf

nyata α = 0,05.
36

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Data yang didapat setelah penelitian berakhir adalah hasil belajar

siswa yang didapatkan pada tes akhir. Peserta tes pada kedua kelompok

kelas sampel terdiri dari 48 orang siswa dengan perincian 24 siswa dari

kelas eksperimen yaitu kelas VIIID dan 24 siswa dari kelas kontrol yaitu

kelas VIIIC. Data hasil belajar matematika tersebut kemudian di analisis.

Dari hasil analisis didapat nilai rata-rata dan simpangan baku seperti

terlihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Data Akhir Hasil Belajar Kelas Sampel


Kelas Sampel N x S Xmax Xmin
Eksperimen 24 81,208 15,008 100 45
Kontrol 24 68,292 357,207 100 28

Dari Tabel terlihat bahwa rata-rata hasil belajar kelas eksperimen 81,208

dan kelas kontrol 68,292. Sedangkan simpangan baku kelas eksperimen

15,008 dan kelas kontrol 18,89. Setelah nilai rata-rata dan simpangan baku

di dapat, kemudian dilakukan analisis data secara statistik yaitu uji

normalitas, uji homogenitas dan uji kesamaan dua rata-rata (uji- t ).

36
37

B. Analisis Data Hasil Belajar Matematika Siswa

1. Pengujian Persyaratan Analisis

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data tes hasil belajar matematika kelas

eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan uji

Lilliefors pada taraf taraf nyata 0,05. Setelah dilakukan analisis

data, hasil dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa


Kelas
Nilai L
Eksperimen Kontrol
Lhitung 0,1056 0,0581
Ltabel 0,1764 0,1764

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa untuk kedua kelas sample

diperoleh L0 < Ltabel artinya data tes hasil belajar matematika pada

kedua kelas sampel berdistribusi normal. (Perhitungan secara

lengkap dapat dilihat pada Lampiran 21 dan 22 Halaman 105-108).

b. Uji Homogenitas Variansi

Uji homogenitas data hasil belajar matematika kelas sampel

dilakukan dengan uji-F. Tujuannya untuk melihat apakah kedua

kelas sampel memiliki variansi yang homogen pada taraf nyata

0,05. Hasil perhitungan uji homogenitas data hasil belajar

matematika siswa dapat dilihat pada Tabel 9.


38

Tabel 9. Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Siswa


Kelas Variansi Fhitung Ftabel
Eksperimen 225,248
1,59 2,01
Kontrol 357,207

2. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan uji persyaratan analisis untuk kedua kelas

sampel diperoleh bahwa data hasil belajar matematika berdistribusi

normal dan mempunyai variansi yang homogen, maka dilakukan

uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan taraf

nyata 0,05. Hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung = 2,916

sedangkan ttabel = 1,677 sehingga thitung > ttabel . Maka hipotesis

diterima, dalam arti hasil belajar matematika siswa yang

menggunakan strategi aktif tipe hollywood squares lebih baik dari

hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran


39

konvensional. Hasil perhitungan uji tes akhir selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 24 Halaman 110.

C. Pembahasan

Hasil yang penulis peroleh sesuai dengan landasan teori yang

dikemukakan sebelumnya, dimana pembelajaran menggunakan Strategi

belajar Aktif Tipe Hollywood Squares yang disertai LKS merupakan

suatu teknik instruksional dari belajar aktif yang termasuk dalam bagian

strategi pengulangan sehingga membantu siswa mengingat kembali materi

yang telah dipelajari, menguji kemampuan dan pengetahuan siswa serta

dapat berbagi dengan siswa lain. Sehingga dengan menerapkan strategi

belajar aktif tipe hollywood squares yang disertai LKS, hasil belajar

matematika siswa akan lebih baik daripada menggunakan pembelajaran

konvensional.

Berdasarkan pemantauan penulis selama pembelajaran

berlangsung. Pada awalnya siswa cenderung ribut terutama pada saat

pembentukan kelompok diskusi, kelompok celebrity squares dan

kontestan. Sedangkan pada pertemuan selanjutnya siswa sudah mulai

tenang dan sudah duduk dikelompoknya masing-masing meskipun masih

ada beberapa siswa yang masih ribut saat pembentukan celebrity squares

dan kontestan. Sebaliknya aktivitas positif mengalami peningkatan seperti,

memperhatikan permainan yang dilakukan celebrity squares dan kontestan


40

pada setiap pertemuan. Pada awal permainan siswa kurang memperhatikan

permainan yang dilakukan celebrity squares karena strategi ini masih

terasa asing bagi siswa sehingga siswa belum paham dengan

pelaksanaannya. Tetapi pada pertemuan selanjutnya siswa sudah mulai

terbiasa dan sudah mulai paham dengan pelaksanaannya. Begitu juga pada

saat guru menyajikan materi dan diskusi kelompok pada setiap pertemuan

selalu mengalami peningkatan. Pada awalnya siswa cenderung sibuk

dengan urusan masing-masing, sehingga tidak memperhatikan guru

menyajikan materi dan tidak ada interaksi dengan teman sekelompoknya.

Namun pada pertemuan selanjutnya siswa mulai memperhatikan guru

menyajikan materi dan mulai berinteraksi dengan teman sekelompoknya

karena mereka akan merasa kesulitan pada saat menyelesaikan latihan

yang ada pada LKS.

Saat melakukan penelitian ada beberapa kendala yang dihadapi,

yaitu pada awal pertemuan saat proses pembelajaran berlangsung, tepatnya

pada saat guru membagi siswa pada lima kelompok, siswa cenderung

ribut karena siswa mencari teman sekelompoknya tetapi pada pertemuan

selanjutnya masing- masing siswa langsung duduk pada kelompoknya

masing-masing. Tujuan pembentukan kelompok ini adalah supaya antara

siswa saling bekerjasama dalam pemecahan soal-soal latihan yang ada

pada LKS. Dalam pembentukan celebrity squares dan kontestan, siswa

lain cenderung ribut karena guru terfokus pada celebrity squares dan

kontestan. Pada saat kesembilan celebrity squares menempati posisinya


41

masing-masing, celebrity squares yang duduk di lantai beralaskan koran

awalnya merasa kurang nyaman. Tetapi ketidaknyamanan celebrity

squares berkurang setelah kontestan mengajukan pertanyaan karena

celebrity squares terfokus pada pertanyaan yang diajukan kontestan. Siswa

yang berkemampuan tinggi duduk di lantai yang beralaskan dengan koran

danamakan tic, siswa yang berkemampuan sedang duduk di kursi

dinamakan tac, sedangkan siswa yang bekemampuan rendah berdiri di

belakang kursi dinamakan toe.

Selama proses pembelajaran berlangsung banyak sekali manfaat

yang diperoleh siswa, diantaranya dengan adanya diskusi siswa yang

berkemampuan tinggi bisa membantu siswa yang bekemampuan sedang

dan rendah dalam mempelajari materi pelajaran dan menyelesaikan soal-

soal latihan yang ada dalam LKS, sehingga siswa yang berkemampuan

tinggi dapat menguji kemampuannya. Selain itu, siswa-siswa tersebut akan

semakin dekat dengan teman-temannya dan dengan strategi pengulangan

kembali ini membuat pembelajaran tetap melekat dalam pikiran siswa dan

juga membuat siswa menjadi aktif dalam belajar.

Proses pembelajaran pada kelas kontrol dimulai dengan

menanyakan kesiapan siswa untuk belajar dan menyampaikan tujuan

pembelajaran. Guru membagikan LKS kepada masing-masing siswa lalu

menjelaskan materi pelajaran dengan memberikan beberapa contoh soal.

Guru menyuruh siswa mengerjakan latihan yang ada pada LKS di tempat

duduk masing-masing. guru memperhatikan apa yang dikerjakan siswa,


42

jika ada siswa yang belum mengerti tentang pelajaran dan menanyakan

langsung kepada guru. Setelah siswa selesai mengerjakan latihan, guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan di depan kelas

secara bergantian. Guru menjelaskan soal-soal yang belum dipahami

siswa, kemudian merangkum pembelajaran bersama siswa. Guru

memberikan pekerjaan rumah yang akan dikumpul pada pertemuan

berikutnya.

Setelah dilakukan tes akhir dapat dilihat bahwa nilai ketuntasan

kelas eksperimen dengan kelas kontrol memiliki perbedaan yang cukup

dominan. Hal ini disebabkan karena masih banyak siswa kelas kontrol

yang belum memahami materi pelajaran yang diajarkan sebelumnya. Hasil

belajar matematika siswa pada kelas kontrol tidak memuaskan karena

masih banyak di antara nilai siswa yang belum tuntas atau masih dibawah

KKM, sedangkan pada kelas eksperimen mengalami peningkatan hasil

belajar matematika yang sangat baik karena rata-rata hasil belajarnya

sudah berada di atas KKM.


43

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian dan hasil pengujian yang telah dipaparkan pada

Bab IV diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar kelas eksperimen lebih baik

dari hasil belajar kelas kontrol, dalam arti hasil belajar matematika siswa yang

menggunakan strategi belajar aktif tipe hollywood squares yang disertai

dengan LKS lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang

menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII SMP Negeri

5 Gunung Talang.

B. Saran
44

Sehubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis

memberikan saran sebagai berikut.

1. Untuk guru bidang studi matematika pada umumnya dan guru matematika

SMP Negeri 5 Gunung Talang khususnya dapat menggunakan strategi

belajar Aktif tipe Hollywood Squares yang disertai dengan LKS untuk

meningkatkan hasil belajar dan membuat siswa aktif dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran.

2. Penulis menyarankan agar adanya penelitian lebih lanjut pada materi yang

berbeda dan populasi yang lebih besar.

DAFTAR43
RUJUKAN

Adibah, Liya Tsaniya Farah. 2010. “Peningkatan Motivasi Belajar Matematika


dengan Pembelajaran Aktif Tipe Hollywood Squares Review pada Siswa
Kelas VIII SMP N I Lasem”. UMS : Skripsi.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi.

Depdiknas, 2003. Penyusunan Butir-butir Soal dan Instrumen Penelitian. Jakarta:


Depdiknas.

Depdiknas, 2008. Perangkat Penilaian KTSP Sekolah Menengah Atas. Jakarta :


Depdiknas.

Dewi, Kamelia Sari. 2010. “Penerapan Strategi Belajar Aktif Tipe Hollywood
Squares dalam Pembelajaran Matematika Kelas VIII SMP N 1 2 X Enam
Lingkung”. UBH : Skripsi.
45

Djaafar, Tengku Zahara. 2001. Kontribusi Strategi Pembelajaran Terhadap Hasil


Belajar. Padang: FIP UNP.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Aswan. 1995. Srtrategi Belajar Mengajar.
Banjarmasin: Rhineka Cipta.

Febrika, Melzi. 2009. Perbandingan hasil belajar matematika siswa yang


menggunakan LKS dengan yang tidak Pada pembelajaran kooperatif di
kelas VII SMPN 26 Padang. Padang: Universitas Bung Hatta.

Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Harinanda, Nengla. 2010. “Perbandingan Hasil Belajar Matematika Menggunakan


Strategi Belajar Akfif Tipe Hollywood Squares Model TAI dengan Tipe
Hollywood Squres pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 KUBUNG”.
UMMY : Skripsi.

Husnul, Fitri. 2007. Studi tentang Penerapan Metode Belajar Aktif Tipe Berbagi
Pengetahuan Secara Aktif pada Siswa Kelas X SMA 1 Tilatang Kamang.
Padang: Universitas Bung Hatta.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning : Jakarta : PT Grasindo Anggota Ikapi.

Mitri, Irianti. 2007. Modul Rencana Pembelajaran Dan Lembar Kerja Siswa
Berbasis CTL Untuk Siswa Menengah. Pekanbaru: UNRI.
Muliyardi. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika. Padang: MIPA UNP.

Sudjana, Nana. 2002. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta.

Silberman, Melvin L. 2004. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif.
Bandung : Nusamedia.

Sudjana. 2005. Metoda Statistik. Bandung : Tarsito. Jakarta: Bumi Aksara.

Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.


Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.
46

Anda mungkin juga menyukai