Anda di halaman 1dari 78

TELAAH KURIKULUM SEKOLAH

MATERI PEMBELAJARAN DAN MISKONSEPSI PADA KELAS VIII


SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Dosen Pengampu : Dr. Endah Budi Rahaju, M.Pd.

Oleh kelompok 7:
Mochamad Fachrul Rozi (18030174050)
Chusnul Fadlilah (18030174064)
Afifa Nur Arofa (19030174087)
Dewi Safina (18030174096)

2018 C
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat serta nikmat yang telah diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul ‘Materi Pembelajaran Dan Miskonsepsi Pada Kelas VIII Sekolah Menengah
Pertama.’ yang isinya mencakup tentang materi pembelajaran dan miskonsepsi
apa saja yang dapat terjadi pada pembelajaran matematika kelas VIII sekolah
Menengah Pertama, untuk memenuhi tugas mata kuliah Telaah Kurikulum
Sekolah yang diampu oleh ibu Dr. Endah Budi Rahaju, M.Pd.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Endah Budi
Rahaju, M.Pd. yang telah membantu menyusun makalah ini, juga dengan teman-
teman yang bersedia membantu mencari informasi serta kepada orang tua yang
senantiasa mendoakan penulis.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun karena


penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, semoga
makalah ini bermanfaat untuk penulis dan terutama pembaca.

Surabaya, 16 November
2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..........................................................................1
C. Tujuan............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
1.1 Materi pembelajaran KD 3.1 dan 4.1................................................. 3
1.2 Miskonsepsi pada KD 3.1 dan 4.1.......................................................7
2.1 Materi Pembeljaran KD 3.2 dan 4.2.................................................. 8
2.2 Miskonsepsi pada KD 3.2 dan 4.2.......................................................10
3.1 Materi pembelajaran KD 3.3 dan 4.3.................................................11
3.2 Miskonsepsi pada KD 3.3 dan 4.3.......................................................15
4.1 Materi pembelajaran KD 3.4 dan 4.4.................................................16
4.2 Miskonsepsi pada KD 3.4 dan 4.4.......................................................21
5.1 Materi pembelajaran KD 3.5 dan 4.5.................................................21
5.2 Miskonsepsi KD 3.5 dan 4.5................................................................25
6.1 Materi pembelajaran KD 3.6 dan 4.6.................................................26
6.2 Miskonsepsi pada KD 3.6 dan 4.6.......................................................32
7.1 Materi pembelajaran KD 3.7 dan 4.7.................................................33
8.1 Miskonsepsi pada KD 3.7, 3.8 dan 4.7, 4.8.........................................43
9.1 Materi pembelajaran KD 3.9 dan 4.9.................................................44
9.2 Miskonsepsi pada KD 3.9 dan 4.9.......................................................57
10.1...........................................Materi Pembelajaran KD 3.10 dan 4.10
...........................................................................................................59
10.2..................................................Miskonsepsi pada KD 3.10 dan 4.10
...........................................................................................................64
11.1............................................Materi pembelajaran KD 3.11 dan 4.11
...........................................................................................................65
11.2.......................................................Miskonsepsi pada KD 3.11 dan 4.11
...................................................................................................................67

BAB III PENUTUP....................................................................................70

A. Kesimpulan.....................................................................................70
B. Saran...............................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................71

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu pembelajaran kepada individu agar memiliki
pemahaman terhadap sesuatu dan membuatnya menjadi manusia yang kritis
dalam berpikir. Dengan pendidikan manusia menjadi mengetahui aturan-
aturan yang baik maupun buruk untuk dirinya sehingga ia dapat bertahan
hidup. Dalam dunia pendidikan, dalam hal ini yang dimaksud adalah
sekolah, terdapat istilah kurikulum yang digunakan oleh lembaga pendidikan
sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Kurikulum merupakan
hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan
karena dengan kurikulum maka tujuan pendidikan dapat tercapai karena
dengan berpedoman pada kurikulum maka kegiatan guru dan siswa dapat
dilaksanakan secara teratur dan terencana.
Dalam kurikulum terdapat kompetensi dasar yang akan digunakan
guru sebagai pedoman materi yang akan diajarkan kepada siswanya. Setiap
materi yang diajarkan terdapat sub-sub materi yang harus dikuasai siswa.
Dalam makalah ini, akan dijelaskan mengenai penjabaran materi yang
terdapat pada kompetensi dasar kelas VIII dan miskonsepsi yang
kemungkinan terjadi pada tiap kompetensi dasarnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.1 dan
4.1
2. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.2 dan
4.2
3. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.3 dan
4.3
4. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.4 dan
4.4
5. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.5 dan
4.5
6. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.6 dan
4.6
7. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.7 dan
4.7
8. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.8 dan
4.8
9. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.9 dan
4.9
10. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.10
dan 4.10
11. Bagaimana materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd 3.11
dan 4.11

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.1 dan 4.1
2. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.2 dan 4.2
3. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.3 dan 4.3
4. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.4 dan 4.4
5. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.5 dan 4.5
6. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.6 dan 4.6
7. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.7 dan 4.7
8. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.8 dan 4.8
9. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.9 dan 4.9
10. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.10 dan 4.10
11. Untuk mengetahui materi pembelajaran dan miskonsepsi pada kd
3.11 dan 4.11
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Materi pembelajaran KD 3.1 dan 4.1

Pola Bilangan ialah suatu rangkaian bilangan yang berupa


tertib ataupun suatu bilangan yang tersusun dari sebagian bilangan
lain yang setelah itu membentuk sesuatu pola tertentu. Pola
bilangan pula dapat dimaksud bagaikan sesuatu lapisan bilangan
yang mempunyai wujud tertib ataupun sesuatu bilangan yang
tersusun dari sebagian bilangan lain yang membentuk sesuatu pola.
Semacam pada dadu, yang dimana tiap bagiannya mempunyai titik
bulat yang disebut dengan noktah ataupun titik di tiap sisinya.
Jenis- jenis Pola Bilangan
Pola Bilangan itu sendiri memiliki bermacam berbagai tipe ataupun
macamnya. Berikut uraian tiap- tiap jenis pola bilangan serta rumusnya:

a. Pola Bilangan Ganjil


Penafsiran pola bilangan ganjil merupakan pola bilangan
yang tercipta dari bilangan-bilangan ganjil. Sebaliknya
penafsiran bilangan ganjil merupakan sesuatu bilangan asli
yang tidak habis dipecah 2 maupun kelipatannya.
Pola bilangan ganjil merupakan 1 ,3 ,5 , 7 , … , … ,

Rumus Pola Bilangan ganjil

1 ,3 ,5 , 7 , … , n, hingga rumus pola bilangan ganjil ke n


merupakan:

U n =2n−1

Contoh Soal Pola Bilangan Ganjil

1 ,3 ,5 , 7 , … ,. Berapakah pola bilangan ganjil ke 13?

Jawab:

U 13=2 n−1
U 13=2(13)−1

U 13=26−1

U 13=25

b. Pola Bilangan Genap

Pola bilangan genap merupakan pola bilangan yang tercipta dari


bilangan- bilangan genap. Bilangan genap merupakan bilangan
asli yang habis dipecah 2 ataupun kelipatannya.

Pola bilangan genap merupakan 2 , 4 , 6 , 8 , …

Rumus Pola Bilangan Genap

2 , 4 , 6 , 8 , … . , n hingga rumus pola bilangan genap ke n


merupakan:

U n =2n

Contoh Soal Pola Bilangan Genap

2 , 4 , 6 , 8 , …,…, . Berapakah pola bilangan genap ke 14?

Jawab:

U n =2n

U 14=2(14)

U n =28

c. Pola Bilangan Persegi

Pola bilangan persegi merupakan sesuatu barisan bilangan yang


membentuk sesuatu pola persegi. Pola bilangan persegi
merupakan 1 , 4 , 9 , 16 , 25 , …

Rumus Pola Bilangan Persegi

1 , 4 , 9 , 16 , 25 ,36 , … , n hingga rumus buat mencari pola


bilangan persegi ke- n merupakan:

U n =n2

Contoh Pola Bilangan Persegi

Dari sesuatu barisan bilangan 1 , 4 , 9 , 16 , 25 ,36 , … ,…, .


Berapakah pola bilangan ke 14 dalam pola bilangan persegi?
Jawab:

U n =n2

U 14=14 ×14

U 14=196

d. Pola Bilangan PersegiPanjang

Pola bilangan persegipanjang merupakan sesuatu barisan


bilangan yang membentuk pola persegipanjang. Pola persegi
panjang merupakan 2 , 6 ,12 , 20 , 30 ,…

Rumus Pola Bilangan Persegi Panjang

2 , 6 ,12 , 20 , 30 ,… n , hingga rumus pola bilangan


persegipanjang ke- n merupakan:

U n =n(n+1)

Contoh Soal Pola Bilangan Persegipanjang

Dari sesuatu barisan bilangan 2 , 6 ,12 , 20 , 30 ,… , . Berapakah


pola bilangan persegipanjang ke 13?

Jawab:

U n =n(n+1)

U 13=13( 13+1)

U 13=13( 14)

U 13=182

e. Pola Bilangan Segitiga

Pola bilangan segitiga merupakan sesuatu barisan bilangan


yang membentuk suatu pola bilangan segitiga. Pola bilangan
segitiga merupakan 1 ,3 ,6 , 10 , 15 ,…

Rumus Pola Bilangan Segitiga

1 ,3 ,6 , 10 , 15 ,21 , 28 ,36 ,… , ke n. Hingga rumus pola bilangan


segitiga ke n merupakan:

1
U n = n(n+1)
2

Contoh Soal Pola Bilangan Segitiga


Dari sesuatu barisan bilangan 1 ,3 ,6 , 10 , 15 ,21 , 28 ,36 ,… ,ke
12. Berapakah pola bilangan segitiga ke 12?

Jawab:

1
U n = n(n+1)
2

1
U 12= ×12(12+1)
2

U 12=6 (13)

U 12=78

f. Pola Bilangan Fibonacci

Pola bilangan fibonacci merupakan sesuatu bilangan yang tiap


sukunya ialah jumlah dari 2 suku di depannya. Pola bilangan
Fibonacci merupakan 1 ,1 , 2 ,3 , 5 , 8 , 13 ,21 , 34 , … …

Perlu dikenal, 2 diperoleh dari hasil 1+1, 3 diperoleh dari hasil


2+1 ,5 diperoleh dari hasil3+2serta seterusnya.

Rumus mencari suku ke- n pola bilangan fibonacci merupakan


U n =U n−1+ U n−2

g. Pola Bilangan Segitiga Pascal

Bilangan pascal ditemukan oleh orang Prancis bernama Blaise


Pascal, sehingga dinamakan bilangan pascal. Bilangan pascal
merupakan bilangan yang tercipta dari suatu ketentuan geometri
yang berisi lapisan koefisien binomial yang wujudnya
menyamai segitiga.

Di dalam segitiga pascal, bilangan yang ada pada satu baris


yang sama dijumlahkan menciptakan bilangan yang terdapat di
baris bawahnya. Jadi, penafsiran pola bilangan pascal
merupakan sesuatu pola yang tersusun dari sebagian angka
bersumber pada rumus

Pola bilangan pascal merupakan 1 ,2 , 4 , 8 ,16 , 24 ,32 , 64 , … ..

Rumus pola bilangan pascal: 2n−1

Contoh soal pola bilangan pascal:

tentukan suku ke 12 pola bilangan pascal:

jawab:
U n =2n−1

U 12=212−1

U 12=211

U 12=2048

h. Pola Bilangan Pangkat Tiga

Pola bilangan pangkat 3 merupakan pola bilangan dimana


bilangan setelahnya ialah hasil dari pangkat 3 dari bilangan
tadinya. Contoh pola bilangan pangkat 3 merupakan
2 , 8 ,512 , 134217728 ,… . .

Penjelasan: 8 diperoleh dari hasil 2 pangkat 3, 512 diperoleh


dari hasil 8 pangkat 3, serta seterusnya.

Rumus umum pola bilangan pangkat tiga :

U n =U n−13

i. Pola Bilangan Aritmatika :

Pola bilangan aritmatika merupakan pola bilangan dimana


bilangan saat sebelum serta sesudahnya mempunyai selisih
yang sama. Contoh pola bilangan aritmatika merupakan
2 ,5 ,8 , 11, 14 , 17 , … .

Suku awal dalam bilangan aritmatika diucap dengan (a) ataupun


U 1, sebaliknya suku kedua merupakan U 2 serta seterusnya.

Selisih dalam barisan aritmatika diucap dengan beda serta


dilambangkan dengan b.

Sebab bilangan saat sebelum serta sesudahnya mempunyai


selisih yang sama, hingga
b=U 2 – U 1=U 3 – U 2=U 4 – U 3=U 5 – U 4=U 6 – U 5=… ,

Rumus mencari suku ke- n merupakan U n =a+(n−1) b

n
Rumus mencari jumlah n suku awal merupakan Sn= (a+ Un)
2
n
ataupun Sn= (2 a+(n−1) b)
2

1.2 Miskonsepsi pada KD 3.1 dan 4.1


a. Menentukan persamaan dari konfigurasi objek.
Kebanyakan siswa merasa kebingungan saat
merepresentasikan suatu pola dalam bentuk
matematikannya. Solusi untuk permasalahan ini
adalah dengan memberikan soal utuk siswa yang
berkaitan dengan gambar-gambar pola, sehingga siswa
dapat merepresentasikan gambar pola tersebut ke
bentuk matematikanya.

b. Siswa menganggap bahwa sebuah barisan dengan


deret adalah sama.

Kebanyakan siswa berpikir bahwa sebuah barisan


dengan deret meruapakan sama. Akan tetapi
sebernarnya kedua hal tersebut berbeda. Perbedaan
barisan dan deret bilangan adalah pada bentuknya.
Suatu barisan bilangan merupakan kumpulan beberapa
bilangan yang disusun menurut suatu aturan. Contoh :
Barisan bilangan asli genap maka berisi 2,4,6,8,10, ...
Berbeda dengan deret, deret berisikan operasi
penjumlahan dari barisan yang ada. Contoh : 2 + 4 + 6
+ 8 + 10 + ....

c. Kesulitan menggeneralisasikan rumus barisan.

Kebanyakan siswa akan kesulitan pada saat


menggeneralkan rumus pola barisan yang ada.
Sehingga pada saat diminta untuk menghitung suku
yang tidak diketahui pada polanya, mereka akan
mengurutkan pola barisan tersebut hingga
mendapatkan suku tersebut.

d. Siswa beranggapan bahwa sebuah pola barisan selalu


naik

Kebanyakan siswa beranggapan bahwa sebuah pola


barisan selalu memiliki pola yang naik, padahal
terdapat pola barisan yang turun. Hal ini dikarenakan
kebanyakan guru mencontohkan sebuah pola
barisannya menggunakan himpunan bilangan asli,
sedangkan pada pola barisan kita dapat membuat pola
barisan dari himpunan bilangan bulat maupun
pecahan.

2.1 Materi Pembelajaran KD 3.2 dan 4.2

Istilah Cartesius adalah latinisasi untuk Descartes. Istilah ini


digunakan untuk mengenang ahli matematika sekaligus flsuf asal
negara Prancis yaitu Descartes, yang berperan besar dalam
menggabungkan aljabar dan geometri. Ia memperkenalkan ide baru
untuk menggambarkan posisi titik atau objek pada sebuah
permukaan dengan menggunakan dua sumbu yang bertegak lurus
antarsatu dengan yang lain. Koordinat Kartesius digunakan untuk
menentukan objek titik-titik pada suatu bidang dengan
menggunakan dua bilangan yang biasa disebut dengan koordinat x
dan koordinat y dari titik-titik tersebut. untuk mendefnisikan
koordinat diperlukan dua garis berarah tegak lurus satu sama lain
(sumbu-X dan sumbu-Y), dan panjang unit yang dibuat tanda-tanda
pada kedua sumbu tersebut.

Dari Gambar 2.2 dapat ditulis posisi titik-titik, sebagai berikut:

Titik A berjarak 3 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 6 satuan dari


sumbu-X.

Titik B berjarak 4 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 4 satuan dari


sumbu-X.

Titik C berjarak 4 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 3 satuan dari


sumbu-X.

Titik D berjarak 6 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 5 satuan dari


sumbu-X.

Titik E berjarak 5 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 5 satuan dari


sumbu-X.

Titik F berjarak 3 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 3 satuan dari


sumbu-X.

Titik G berjarak 2 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 6 satuan dari


sumbu-X.

Titik H berjarak 6 satuan dari sumbu-Y dan berjarak 5 satuan dari


sumbu-X

Posisi titik pada koordinat Kartesius ditulis dalam pasangan


berurut (x, y). Bilangan x menyatakan jarak titik itu dari sumbu-Y
dan bilangan y menyatakan jarak titik itu dari sumbu-X. Sumbu-X
dan sumbu-Y membagi bidang koordinat Kartesius menjadi 4
kuadran, yaitu

Kuadran I : koordinat-x positif dan koordinat-y positif

Kuadran II : koordinat-x negatif dan koordinat-y positif

Kuadran III : koordinat-x negatif dan koordinat-y negatif

Kuadran IV : koordinat-x positif dan koordinat-y negatif.

Posisi garis terhadap Sumbu-X dan sumbu-Y


2.2 Miskonsepsi pada KD 3.2 dan 4.2

Siswa mengalami kesulitan dalam menentukan posisi titik.


Biasanya siswa akan mengalami kekeliuran dalam menentukan
posisi titik pada bidang cartesius yaitu tertukarnya koordinat-x
dengan koordinat-y. misalkan terdapat sebuah titik A yang
berada pada koordinat-x :3 dan koordinat-y:-5 yang seharusnya
titik A berkoordinat di (3,-5). Siswa menulisnya (-5,3).

3.1 Materi pembelajaran KD 3.3 dan 4.3

A. Materi Esensial Relasi


Relasi antara dua himpunan, misalnya himpunan A dan himpunan
B adalah suatu aturan yang memasangkan anggota-anggota
himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B.
Relasi antara dua himpunan dapat dinyatakan dengan 3 cara yaitu :
1) Diagram panah
Yaitu relasi antara himpunan A dan himpunan B dinyatakan
oleh arah panah.
2) Himpunan pasangan berurutan
Yaitu relasi antara dua himpunan, misalnya himpunan A dan
himpunan B yang dinyatakan dengan pasangan berurutan (x,
y) dengan x € A dan y € B.
3) Diagram cartesius
Yaitu apabila relasi dua himpunan, anggota-anggota himpunan A
sebagai himpunan pertama ditempatkan pada sumbu mendatar dan
anggota-anggota himpunan B pada sumbu tegak. Setiap anggota
himpunan A yang berpasangan dengan anggota himpunan B diberi
noktah.
Contoh relasi, relasi menyukai warna yang mana cara membacanya dari
himpunan pertama “anggota A menyukai anggota B”

B. Cara Pembelajaran
Agar lebih memahami relasi dan bentuk penyajiannya, kita dapat
memberikan contoh soal berikut penyelesaian berupa penyajian relasi
sambil menjelaskan pada siswa lagi bagaimana perbedaan ketiga cara
penyajian relasi tersebut, berikut adalah contohnya.
Soal 1
Diketahui himpunan-himpunan bilangan A = {3, 4, 5, 6, 7} dan B = {4, 5,
6}. Buatlah diagram panah, himpunan pasangan berurutan dan diagram
kartesius dari himpunan A ke himpunan B yang menunjukkan relasi ‘satu
kurangnya dari’ !
Sebelum membuat penyjian relasi, maka kita akan tentukan dulu anggota
himpunan yang berpasangan dengan anggota himpunan B.
3 ∈A dipasangkan dengan 4 ∈B karena 4 = 3 + 1
4 ∈A dipasangkan dengan 5 ∈B karena 5 = 4 + 1
5 ∈A dipasangkan dengan 6 ∈B karena 6 = 5 + 1

Diagram panah

Himpunan pasangan berurutan : {(3, 4), (4, 5), (5, 6)} dengan
memberikan penjelasan bahwa yang sebagai absis adalah himpunan
pertama dan sebagai ordinat himpunan kedua. Memberikan noncontoh
dari himpunan pasangan berurutan agar siswa bisa membedakan mana
himpunan pasangan berurutan yang benar dan tidak.
Soal 2
Diketahui himpunan A={4, 5, 6, 7} dan himpunan B={0, 1, 2, 3, 4,
5}. Jika relasi himpunan A ke himpunan B adalah “lebih dari”.
Gambarkan diagram kartesiusnya
Sebelumnya kita menjelaskan bahwa harus mendata anggota yang
berpasangan dulu yaitu: 4 dengan 0, 1, 2 3; 5 dengan 0, 1, 2, 3, 4; 6
dengan 0, 1, 2, 3, 4, 5; 7 dengan 0, 1, 2, 3, 4, 5
Diagram kartesius : disajikan dengan menarik titik-titik (anggota
himpunan A dan B yang berpasangan) ke arah vertikal dan
horizontal lalu memberinya noktah pada titik-titik pertemuannya.

Kita sebagai guru juga dapat memberikan contoh lagi pada siswa.

C. Materi Esensial Fungsi/Pemetaan


Fungsi atau pemetaan adalah relasi khusus yang memasangkan setiap
anggota satu himpunan dengan tepat satu anggota satu himpunan yang
lain.
Fungsi atau pemetaan dapat disajikan dengan 5 cara yaitu diagram panah,
himpunan pasangan berurutan, grafik, tabel dan diagram persamaan
fungsi.
Di bawah ini merupakan contoh fungsi/pemetaan yang disajikan dengan
diagram panah.

D. Cara Pembelajaran
Berdasarkan definisi fungsi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa suatu
relasi dikatakan sebagai fungsi apabila, misal relasi himpunan A ke
himpunan B maka jika semua anggota himpunan A memiliki pasangan dan
setiap anggota himpunan A memiliki tepat satu pasangan di himpunan satu
yang lain. Kita juga dapat memberikan contoh dan noncontoh dari fungsi.
Dari contoh di atas, (a) merupakan fungsi karena sesuai dengan definisi
fungsi, (b) bukan merupakan

fungsi karena ada anggota himpunan A yang memiliki lebih dari satu
pasang dan (c) bukan merupakan fungsi karena ada anggota himpunan A

yang tidak memiliki pasangan.


Gambar di atas adalah contoh fungsi yaitu relasi ‘bergolongan darah’.
Dalam fungsi, terdapat istilah domain, kodomain dan range. Domain
adalah himpunan pertama atau daerah asal yaitu dalam soal ini adalah
{Nisa, Asep, Made, Cucu, Butet}. Kodomain adalah himpunan kedua
atau daerah lawan, dalam contoh di atas kodomainnya adalah {A, B, O,
AB} serta range atau daerah hasil adalah anggota daerah lawan yang
dipetakan terhadap daerah asal sehinggga berdasarkan contoh di atas
maka range nya adalah {A, B, O}.
Soal 1
Diketahui fungsi f dari P={1, 2, 3, 4, 5} ke Q={1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
10}. Relasi yang didefinisikan adalah ‘setengah kali dari’.
1) Himpunan pasangan berurut
Himpunan pasangan berurut f = {(1, 2), (2, 4), (3, 6), (4, 8), (5, 10)}
2) Diagram panah

3) Grafik

4) Tabel
Dengan memasukkan anggota-anggota yang berpasangan
saja.
5) Diagram persamaan fungsi
Memperhatikan himpunan pasangan berurut,
(1, 2) sama dengan (1, 2×1); (2, 4) sama dengan (2, 2×2);
(3, 6) sama dengan (3, 2×3); (4, 8) sama dengan (4, 2×4);
(5, 10) sama dengan (5, 2×5)
Kalau anggota A kita sebut x dan anggota B kita sebut y
maka . Dari maka kita
dapatkan y=2x. Sehingga dapat ditulis f(x)=2x

E. Materi Esensial Fungsi Korespondensi Satu – satu


Fungsi korespondensi satu-satu adalah fungsi yang memetakan setiap
anggota dari himpunan A ke tepat satu anggota himpunan B dan setiap
anggota himpunan B ke tepat satu anggota A. Ini berarti banyak anggota
himpunan A sama dengan banyak anggota himpunan B. Contoh fungsi

korespondensi satu-satu disajikan dengan diagram panah.


F. Cara Pembelajaran
Dengan memberikan contoh dan noncontoh dari fungsi korespondensi
satu-satu. Gambar sebelah kiri adalah contoh fungsi korespondensi satu-
satu sedangkan yang kanan noncontoh. Gambar kanan merupakan
noncontoh karena terdapat anggota himpunan B yang tidak memiliki
pasangan, gambar kanan bawah merupakan noncontoh karena terdapat
anggota himpunan A yang memiliki lebih dari satu pasang.
3.2 Miskonsepsi pada KD 3.3 dan 4.3

Seringkali siswa tidak dapat membedakan mana yang relasi, fungsi


maupun fungsi korespondensi satu-satu karena guru yang menjelaskan
tidak terlalu jelas dan ditambah lagi ketidakaktifan siswa dalam bertanya
setelah guru menjelaskan. Banyak di antara mereka yang menganggap
bahwa relasi dan fungsi itu sama karena sama-sama memasangkan padahal
mereka sebenarnya berbeda. Solusinya adalah guru menjelaskan dengan
menekankan pada perbedaan antara relasi, fungsi dan fungsi
korespondensi satu-satu meskipun siswa tidak tanya karena mereka yang
tidak bertanya juga belum tentu sudah paham akan materinya.

4.1 Materi pembelajaran KD 3.4 dan 4.4

A. Materi Esensial Grafik Persamaan Garis Lurus


Untuk membuat garis lurus dengan persamaan tertentu, misal y = 2x dapat
dinyatakan dalam persamaan linear dua variabel yaitu 2x – y = 0. Bentuk
umum persamaan y=2x+1 dapat dituliskan sebagai y= mx+c dengan x dan
y variabel, c konstanta dan m adalah koefisien arah atau kemiringan.
B. Cara Pembelajaran
Lengkapi tabel berikut dan gambar grafik persamaan 4x − y = 5.

Alternatif Penyelesaian
Untuk x = −1, kita peroleh 4x − y = 5
4 (−1) − y = 5 substitusi x = −1
−4 – y = 5 sederhanakan
−y = 5 tambahkan kedua
ruas oleh 4
Y =9 kalikan kedua ruas
oleh −1
Untuk y = 0, kita peroleh 4x − y = 5 tulis persamaan
4x − 0 = 5 substitusi y = 0
4x = 5 sederhanakan

bagi
kedua ruas oleh 4 Tabel setelah dilengkapi
adalah
Dari tabel di atas, diperoleh pasangan berurutan (2, 3), (0, −5), (1, −1),

(−1, −9) , dan ( , 0) yang merupakan titik-titik pada koordinat


Kartesius yang membentuk garis lurus. Setiap pasangan berurutan
tersebut adalah selesaian persamaan 4x − y = 5.
Titik-titik selesaian tersebut jika dihubungkan akan membentuk
garis lurus. Gambar garis yang melalui titik-titik adalah sebagai
berikut.

Garis lurus tersebut menunjukkan semua selesaian persamaan 4x


− y = 5. Setiap titik pada garis merupakan selesaian persamaan.

C. Materi Esensial Kemiringan Persamaan Garis Lurus


Persamaan berikut menyatakan pengertian gradien (kemiringan garis)

D. Cara Pembelajaran
Untuk
memahami
lebih jelas tentang
kemiringan
suatu garis
coba amati beberapa
garis lurus berikut.

E. Materi Esensial
Bentuk
Persamaan
Garis Lurus Dengan Kemiringan m Dan Melalui Titik (X1,Y1)
Persamaan garis lurus dengan kemiringan m melalui titik (x1,
y1) adalah y = mx + c atau y – y1 = m(x – x1)
F. Cara Pembelajaran

Misal (2,1) adalah (x1,y1) dan (4,5) adalah (x2,y2)


Perhatikan bahwa kemiringan garis yang bernilai positif, bentuk garisnya
naik (selalu miring ke kanan). Begitupula jika kemiringan garis yang
bernilai negatif bentuk garisnya turun (selalu miring ke kiri).

G. Materi Esensial Sifat – Sifat Persamaan Garis Lurus


Untuk mengetahui sifat-sifat persamaan garis lurus , kembali ke bentuk
umum dari persamaan garis lurus, yaitu y = mx + c

H. Cara Pembelajaran
4.2 Miskonsepsi pada KD 3.4 dan 4.4

Miskonsepsinya adalah belum menguasai bentuk pengoperasian aljabar


dengan baik. Solusinya guru mengajarkan kepada siswa tentang
konsepsinya dengan baik, kemudian melatih siswa dengan soal-soal
berupa latihan mandiri, ulangan dan proyek. Hasil penilaian dikoreksi
bersama dan masing-masing siswa adalah koretor bagi dirinya sendiri agar
mereka dapat mengetahui kesalahannya karena guru membahas
penyelesaian dari soal tersebut.
5.1 Materi Pembelajaran KD 3.5 dan 4.5

Sistem persamaan adalah himpunan persamaan yang saling


berhubungan. Variabel merupakan nilai yang dapat berubah-ubah.
Persamaan linear adalah suatu persamaan yang memiliki variabel dengan
pangkat tertingginya adalah 1 (satu).
Sistem persamaan linear Dua Variabel (SPLDV) merupakan suatu
sistem yang terdiri atas dua persamaan linier yang mempunyai dua
variabel. Dalam sebuah Sistem Persamaan Linear Dua Variable (SPLDV)
biasanya melibatkan dua persamaan dengan dua variabel.
Berikut beberapa contoh persamaan linear dua variabel yaitu
a. y = 2x
b. y = 4x – 3
c. a + 2b = 4
d. 3m + 6n = 9
Menentukan nilai variabel & himpunan penyelesaian pada
persamaan linier dua variabel :
 Untuk mencari nilai x dan y dalam suatu persamaan liniear dua
variabel yaitu dengan memisalkan variabel bernilai elemen bilangan
bulat, dan dapat ditulis dalam bentu tabel
 Misal :
Nilai x dan y yang memenuhi persamaan 4x + 2y = 8 , untuk x, y
elemen bilangan bulat., maka dapat ditulis dalam bentuk table

Setelah itu gambar titik-titik koordinat pada grafik dibawah ini

Jadi himpunan penyelesaian persamaan 4x + 2y = 8 adalah {....


(0,4), (1,2), (2,0), ...}
A. Cara Pembelajaran
a) Misal Tentukan selesaian dari sistem persamaan linear dua variabel
berikut
y = 2x + 5 (1)
y = -4x – 1 (2)
Penyelesaian :
Langkah 1 gambar grafik kedua persamaan
Langkah 2 perkirakan titik potong kedua grafik. Titik potongnya berada di
(-1, 3)
Langkah 3 periksa titik potong. Periksa titik potong dengan cara subtitusi
pada persamaan 1 dan 2 sebagai
berikut
 Persamaan 1 y = 2x + 5
3 = 2 (-1) + 5
3 = 3 (benar)
 Persamaan 2 y = -4x – 1
3 = -4 (-1) – 1
3 = 3 (benar)

Jadi penyelesaian dari sistem


persamaan linier dua variabel diatas adalah (-1, 3)

b) Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan


Subtitusi
2x + y = 3 (1)
x – 3y = 5 (2)
Dari persamaan 2x + y = 3 maka dapat ditentukan nilai x dengan
mengganti (menyubstitusi) bentuk persamaan y sebagai berikut :
Ubah persamaan 2x + y = 3 menjadi y = 3 – 2x
Subtitusikan y = 3 – 2x untuk y ke persamaan x – 3y = 5 sehingga
x – 3y = 5 x – 3 (3 – 2x) = 5
7x – 9 = 5
7x =5+9
7x = 14
x =2
Kemudian subtitusikan nilai x = 2 ke persamaan y = 3 – 2x sehingga di
peroleh
y = 3 – 2 (2)
y =3–4
y = -1
Untuk memeriksa apakah x = 2 dan y = -1 adalah selesaian dari sistem
persamaan linear dua variabel maka harus di periksa
 Jika x = 2 dan y = -1 maka 2x + y = 3 2 (2) + (-1) = 3
3 = 3 ( benar)
 Jika x = 2 dan y = -1 maka x – 3y = 5 2 – 3 (-1) = 5
5 = 5 (benar)
Jadi selesaian dari sistem persamaan linear dua variabel adalah (2, -1)
c) Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan
Eliminasi Misal terdapat sistem persamaan linear dua variabel sebagai
berikut
2x + 4 = 4 ... (1)
2x – y = 0 ... (2)
Maka dapat diselesaikan dengan metode eliminasi sebagai berikut

Namun terdapat sistem persamaan linear yang tidak dapat


dijumlahkan atau dikurangkan secara langsung dari kedua sistem
persamaan linear dua variabel tersebut.
Contoh :
2x + y = 2 ... (1)
x + 5y = 1 ... (2)
Maka dapat diselesaikan dengan cara sebagai berikut :
Untuk menggunakan metode eliminasi, kita dapat mengubah
persamaan pertama sehingga koefisien y sama dengan persamaan
kedua.
2x + y = 2 (dikalikan 5) 10x + 5y = 10
x + 5y = 1 (dikalikan
1) x + 5y = 1
Kemudian kurangkan kedua
persamaan seperti berikut
Subtitusi nilai x = 1 ke salah satu persamaan semula untuk
menentukan nilai y maka x + 5y = 1
1 + 5y = 1
5y =0
y =0
Jadi selesaian dari sistem persamaan liniear dua variabel diatas adalah
(1,0)

5.2 Miskonsepsi KD 3.5 dan 4.5


Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yaitu pada saat siswa melakukan
metode eliminasi dari sistem persamaan linear dua variabel sebagai berikut
:
Siswa diberikan soal tentang sistem persamaan linear dua variabel yang
pada saat dilakukan metode eliminasi bisa langsung di kurangi atau
dijumlahkan karena salah satu koefisien tersebut sudah sama. Contoh :
2x + 4 = 4 ... (1)
2x – y = 0 ... (2)
Dari persamaan diatas maka dapat dilakukan metode eliminasi dengan cara
langsung dikurangkan dari kedua persamaan tersebut, seperti yang telah
dijelaskan diatas sebelumnya. Namun ketika siswa diberikan soal tentang
sistem persamaan linear dua variabel yang berbeda koefisien nya, siswa
menganggap bahwa mengerjakan metode eliminasi tersebut langsung
mengurangkan atau menjumlahkan kedua persamaan tersebut. Contoh
miskonsepsi siswa seperti berikut
2x + y = 2 x + 5y = 1
Tentukan titik potong x dan y dari kedua persamaan tersebut
Maka jawaban siswa adalah sebagai berikut :
Pada
jawaban
siswa,
siswa
melakukan
metode
eliminasi
dengan
langsung
mengurangkan kedua persamaan tersebut tanpa mengkalikan persamaan
tersebut dengan suatu bilangan agara salah satu koefisien dari x atau y itu
sama, setelah itu baru bisa dilakukan metode eliminasi.
Solusi :
Guru menjelaskan kembali tentang konsep metode eliminasi pada sistem
persamaan linear dua variabel dan guru sering memberikan siswa latihan
soal.
6.1 Materi pembelajaran KD 3.6 dan 4.6

SEJARAH MATEMATIKA
Pythagoras (582 SM-496 SM) lahir
di pulau Samos, di daerah Ionia,Yunani
Selatan. Salah satu peninggalan Pythagoras
yang paling terkenal hingga saat ini adalah
teorema Pythagoras. Teorema Pythagoras
menyatakan bahwa kuadrat sisi miring
suatu segitiga siku-siku sama dengan
jumlah kuadrat dari sisi-sisi yang lain.
Yang unik,ternyata rumus ini 1.000 tahun
sebelum masa Phytagoras. Orang-orang
Pythagoras Yunani sudah mengenal
penghitungan "ajaib” (582 SM-496 SM)
ini. Walaupun faktanya isi teorema ini telah banyak diketahui sebelum
lahirnya Pythagoras, namun teorema ini dianggap sebagai temuan
Pythagoras, karena ia yang pertama membuktikan pengamatan ini secara
matematis. Pythagoras menggunakan metode aljabar untuk membuktikan
teorema ini.

A. MEMERIKSA KEBENARAN TEOREMA PYTHAGORAS


MATERI ESENSIAL
Teorema Pythagoras menjelaskan mengenai hubungan antara panjang sisi
pada segitiga siku-siku. Bunyi Teorema Pythagoras yaitu “Pada segitiga siku-siku,
kuadrat sisi terpanjang adalah sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi penyikunya.”
Dengan teorema tersebut, maka hubungan sisi-sisi dalam segitiga siku-siku dapat
ditulis:

BC 2= AC 2 + AB 2
a 2=b2 +c 2

Keterangan:
BC = sisi terpanjang atau hipotenusa
AC dan AB = sisi depan atau sisi samping

CARA PEMBELAJARAN
Untuk mengajarkan teorema Pythagoras, siswa perlu diajak untuk
memeriksa kebenaran dari rumus Pythagoras tersebut, caranya yaitu:
1. Meminta siswa untuk melakukan suatu kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
2. Meminta untuk memeriksa kebenaran dengan Langkah-langkah berikut.

B. MENERAPKAN TEROEMA PYTHAGORAS UNTUK


MENYELESAIKAN MASALAH

MATERI ESENSIAL
Ada suatu masalah kontekstual yang dapat diselesaikan dengan
menggunakan teorema Pythagoras.
CARA PEMBELAJARAN
Melatih siswa dengan memeberikan soal-soal kontekstual yang dapat
diselesaikan dengan menggunakan teorema Pythagoras.
Contoh Permasalahan:

C. MENENTUKAN JENIS SEGITIGA


MATERI ESENSIAL
Ada 3 jenis segitiga yaitu: segitiga lancip, segitiga siku-siku dan
segitiga tumpul.

CARA PEMBELAJARAN
Siswa dapat melakukan langkah-langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
D. MEMERIKSA TRIPEL PYTHAGORAS

MATERI ESENSIAL
Tripel Pythagoras adalah panjang sisi-sisi dari segitiga siku-siku yang
dinyatakan dalam bilangan asli dan memenuhi persamaan pada teorema
Pythagoras.

CARA PEMBELAJARAN
Siswa diminta untuk melakukan kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
E. MENEMUKAN PERBANDINGAN SISI PADA SEGTIGA SIKU-SIKU
SAMA KAKI

MATERI ESENSIAL

Perbandingan sisi pada segtiga siku-siku sama


kaki.

BC :CA : AB=1:1 : √2

CARA PEMBELAJARAN
Siswa diminta untuk melakukan kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
F. MENENTUKAN PERBANDINGAN PANJANG SISI SEGITIGA YANG
BERSUDUT 30 °−60 °−90°

MATERI ESENSIAL

Perbandingan sisi pada segtiga siku-siku sama kaki.

BC : CA : AB=2: √ 3 :1

CARA PEMBELAJARAN
Siswa diminta untuk melakukan kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
6.2 Miskonsepsi pada KD 3.6 dan 4.6

Kesalahan Hitung: Tidak Kesalahan Hitung: Dibagi 2


diakarkanatau dikuadratkan

Kesalahan Hitung: Konsep Kesalahan Hitung: Dikali 2


awal
Kesalahan Hitung
Cara Mengatasinya
Menguatkan konsep siswa terkait teorema Pythagoras dan melatih siswa
untuk lebih teliti dalam menghitung. Selain itu juga perlu mengaris bawahi
bahwa a 2=b2 +c 2 ⇎ a=b+ c

7.1 Materi Pembelajaran KD 3.7 dan 4.7

SEJARAH MATEMATIKA

SEJARAH PI(Π).
Pi (π) merupakan huruf ke enam belas
dari abjat yunani, untuk konstanta matematika
khusus dalam menghitung lingkaran, dan saat
ini dikenal sangat luas. Dikutip dari
livesceince.com. Phi (π) sudah ada sejak
dahulu kala. Simbol phi (π) sudah dikenal
sejak 4000 tahun yang lalu oleh orang-orang
babel kuno tertulis dalam sebuah papan/tablet
yang berumur antara antara 1900-1680 SM. Rhind Papyrus tahun 1650 SM
seorang dari bangsa mesir kuno pada juga menemukan hal yang serupa, dia
menghitung luas lingkaran dengan sebuah rumus dan menciptakan suatu
konstanta pi (π) perkiraan 3,1605.
Archimedes of Syracuse (287-212 SM) salah satu matematikawan
terbesar melakukan perhitungan pertama kali untuk mencari konstanta
lingkaran pi (π). Archimedes of Syracuse menghitung nilai konstanta pi (π)
dengan menggunkan teorema phytagoras untuk menemukan wilayah dua
poligon. Dia memperkiran luas lingkaran sama dengan luas poligon
beraturan yang digambar didalam lingkaran tersebut yang dibatasi oleh
1 10
garis lingkaran. Dia memperkirakan Pi (π) antara 3 dan 3 . William
7 71
Jones tahun 1706, memberikan simbol pi mirip seperti n yaitu (π). Jones
menggunakan 3,14159 sebagai perhitungan untuk Pi(π). Maka luas
lingkaran sama dengan Pi(π) diakli jari-jari lingkaran yang dikuadratkan
(πr2).

A. MENGENAL LINGKARAN
MATERI ESENSIAL
Lingkaran
Lingkaran adalah bentuk ya
ng terdiri dari semua titik
dalam bidang yang berjarak
tertentu dari titik tertentu, pusat;
ekuivalennya adalah kurva yang
dilacak oleh titik yang bergerak dalam bidang sehingga jaraknya
dari titik tertentu adalah konstan. 

 Unsur-unsur lingkaran yang berupa garis dan ciri-cirinya.


1. Busur
Ciri-ciri
 Berupa kurva lengkung
 Berhimpit dengan lingkaran
 Jika kurang dari setengah lingkaran ( sudut pusat<180 ° )
disebut busur minor.
 Jika lebih dari setengah lingkaran ( sudut pusat>180 ° )
disebut busur mayor.
 Busur setengah lingkaran berukuran sudut pusat=180°
 Simbol: ^ AD , ^
ACD , dan ^
RST

Keterangan: Untuk selanjutnya jika tidak disebut mayor atau


minor maka yang dimaksud minor.

2. Jari-jari
Ciri-ciri:
 Berupa ruas garis.
 Menghubungkan titik pada lingkaran dengan titik pusat.
 Simbol: OD
´ , PM
´ , QS
´

3. Diameter
Ciri-ciri:
 Berupa ruas garis.
 Menghubungkan dua titik pada lingkaran.
 Melalui titik pusat
 ´ , JM
Simbol: DB ´ , SU
´

4. Tali busur
Ciri-ciri:
 Berupa ruas garis
 Menghubungkan dua titik pada lingkaran
 Simbol: FE
´ , ŔI , SU
´

5. Apotema
Ciri-ciri:
 Berupa ruas garis.
 Menghubungkan titik pusat dengan satu titik di tali busur
 Tegak lurus dengan tali busur
 Simbol: OG
´ , PQ
´

 Unsur-unsur lingkaran yang berupa luasan dan ciri-cirinya.


1. Juring
Ciri-ciri
o Berupa daerah di dalam lingkaran
o Dibatasi oleh jari-jari dan satu busur lingkaran
o Jari-jari yang membatasi memuat titik ujung busur
lingkaran.
2. Tembereng
Ciri-ciri:
o Berupa daerah di dalam lingkaran
o Dibatasi oleh tali busur dan busur lingkaran

3. Sudut pusat
Ciri-ciri:
o Terbentuk dari dua sinar garis (kaki sudut)
o Kaki sudut berimpit dengan jari-jari lingkaran
o Titik sudut berimpit dengan titik puast lingkaran
Pada gambar di bawah ini sudut pusat AOB ditulis ∠ AOB atau
α, sudut pusat JPG ditulis ∠ JPG atau β, sudut pusat KQJ ditulis
∠ KQJ atau θ

CARA PEMBELAJARAN
Dilakukan pembelajaran indirect instruction, yaitu diajarkan secara
langsung kepada siswa apa itu lingkaran dan bagaimana unsur-unsur
yang ada pada lingkaran.

B. MENENTUKAN HUBUNGAN ANTARA SUDUT PUSAT


DENGAN SUDUT KELILING
MATERI ESENSIAL
Sudut Pusat merupakan sudut yang dibentuk oleh dua jari-jari dan
berbentuk pada inti lingkaran.
Gambar Sudut Pusat
Sudut Keliling merupakan sudut yang dibentuk oleh dua tali busur
yang berbentuk di satu titik pada keliling lingkaran.

Gambar Sudut Keliling


Hubungan Antara Sudut Pusat dan Sudut Keliling

Pernyataan:

“Jika sudut pusat dan sudut keliling lingkaran menghadap busur yang sama,
Maka besar sudut pusat = 2 kali besar sudut keliling”

CARA PEMBELAJARAN
Siswa diajak melakukan pembuktikan sebagai berikut
Hubungan Antara Sudut Pusat dan Sudut Keliling

Perhatikan pada gambar di atas, bawah sudut AOB adalah sudut


pusat dan sudut ACB merupakan sudut keliling yang menghadap busur
yang sama yaitu busur AB. Kita akan mempelajari hubungan antara sudut
pusat dan sudut keliling yang menghadap busur yang sama.

Lingkaran di samping memiliki jari-jari OA=OB=OC=OD=r

Misal: sudut AOD=x dan sudut DOB= y, maka besar sudut AOB=¿ sudut AOD
+ sudut DOB=x+ y

Perhatikan Segitiga BOC!

Sudut BOC pelurus bagi sudut DOB maka sudut BOC+ sudutDOB=180°,
sehingga sudut BOC=180 ° –sudut DOB=180° – y .

Segitiga BOC adalah segitiga kaki, karena OC dan OB adalah jari-jari lingkaran,
sehingga besar sudut OBC danOCB sama(misal z) .

Sudut OBC+ sudut OCB +sudut BOC =180°

z + z+(180 ° – y)=180°

2 z – y+180 °=180°

2 z=180 ° – 180 ° + y

2 z= y

z=½ y

Sekarang perhatikan segitiga AOC!

Sudut AOC pelurus bagi sudut AOD maka sudut AOC + sudut AOD=180 °,
sehingga sudut AOC=180 ° – sudut AOD=180 ° – x .

Segitiga AOC merupakan segitiga kaki, karena OA dan OC adalah jari-jari


lingkaran, sehingga besar sudut OAC dan OCA sama (misal p).
Sudut OAC+ sudut OCA + sudut AOC=180 °

p+ p+( 180° – x )=180 °

2 p – x+180 °=180 °

2 p=180 ° – 180 °+ x

2 p=x

p=½ x

Dengan demikian,
sudut ACB=sudut OCB +sudut OCA=z+ p=½ y +½ x=½( x+ y)=½ sudut AOB .
Maka besar sudut AOB=2× sudut ACB .

Karena sudut ACB adalah sudut keliling lingkaran dan sudut AOB sudut pusat
lingkaran, maka dapat ditarik kesimpulan, yakni :

“Jika sudut pusat dan sudut keliling lingkaran menghadap busur yang sama,
Maka besar sudut pusat = 2 kali besar sudut keliling”

C. MENENTUKAN PANJANG BUSUR DAN LUAS JURING

MATERI ESENSIAL
Panjang Busur

Rumus:
∠ AOB
AB=
^ × K lingkaran
360 °
Luas Juring

Rumus:
∠ AOB
Luas Juring AOB= × Llingkaran
360 °

CARA PEMBELAJARAN
Siswa diminta untuk mengamati table berikut ini dan kemudian
menyimpulkan hubungan yang ada pada table tersebut hingga
menemukan rumus panjang busur dan luas juring.

Amati Tabel Gambar Panjang Busur dan Luas Juring Berikut ini

D. MENENTUKAN GARIS SINGGUNG PERSEKUTUAN


DALAM DAN LUAR DUA LINGKARAN
MATERI ESENSIAL
Garis Singgung Persekutuan Dalam Dua Lingkaran
Rumus:
FI =ZQ =√ PQ 2−( PF+ FZ)2 ⟺ FI =ZQ=√ PQ2 −(r 1 +r 2 )2
Garis Singgung Persekutuan Luar Dua Lingkaran

Rumus:
EH =SQ=√ PQ 2−(PF+ FZ )2 ⟺ EH =SQ=√ PQ2 −(r 1 −r 2)2
Melukis Garis Singgung Persekutuan Dalam Dua Lingkaran
Melukis Garis Singgung Persekutuan Luar Dua Lingkaran

CARA PEMBELAJARAN
Untuk menentukan rumus garis singgung persekutuan dalam dan luar dua
lingkaran dapat dilakukan dengan mengajak siswa melakukakan kegiatan
pembelajaran dengan LKPD yang menghubungkan dengan pengetahuan
sebelumnya yaitu teorema pythagoras
Untuk melukis garis singgung persekutuan dalam dan luar dua lingkaran dapat
dilakukan pembelajaran indirect instruction, yaitu diajarkan secara langsung
kepada siswa bagaimana langkah-langkah melukis garis singgung persekutuan
dalam dan luar dua lingkaran.

8.1 Miskonsepsi pada KD 3.7, 3.8 dan 4.7, 4.8

Miskonsepsi Pertama

Kesalahan yang dialami siswa yaitu siswa menjumlahkan 2 kali keliling


lingkaran dengan keliling persegi panjang.

Cara mengatasi Miskonsepsi Pertama

Pada permasalahan seperti ini, guru perlu memberikan penekanan kepada


siswa tentang apa yang dimaksud dengan keliling dari suatu bangun datar
itu. Keliling suatu bangun datar adalah jumlah keseluruhan sisi yang
dimiliki oleh suatu bangun datar. Lalu pada permasalahan di atas guru
memberikan penjelasan sisi pada bangun tersebut itu yang mana. Setelah
siswa sudah mengetahui sisi pada bangun di atas maka guru meminta
siswa untuk menghitung kembali keliling bangun di atas sesuai dengan
definisi keliling yang telah dijelaskan oleh guru. Agar siswa lebih
memahami tentang keliling suatu bangun, guru sebaiknya memberi banyak
soal latihan tentang keliling suatu bangun datar.

Miskonsepsi Kedua
Soal: Suatu roda yang berdiameter 63 cm berputar hingga menempuh jarak
sejauh 693 m. Berapa kali roda tersebut berputar untuk menempuh jarak
tersebut?
Berdasarkan jawaban siswa mengalami miskonsepsi pada aspek
merencanakan pemecahan masalah. Siswa mengalami miskonsepsi dalam
mencari banyaknya putaran roda sepeda dikarenakan siswa tidak
memahami satu kali roda berputar sama dengan keliling roda sehingga
mengkontruksi kebermaknaanya sendiri dalam mencari berapa kali roda
sepeda berputar yaitu mengalikan keliling dengan jarak yang ditempuh
oleh roda sepeda. Penyebab miskonsepsi pada aspek ini adalah pemikiran
humanistik siswa.

Cara Mengatasi Miskonsepsi Kedua


Untuk mengatasi miskonsepsi tersebut hendaknya guru menjelaskan
kembali mengenai definisi keliling lingkaran, kemudian mengajak siswa
untuk bernalar terkait putaran roda khususnya menekankan bahwa 1
putaran roda sama dengan keliling sebuah roda tersebut. Dalam
menyelesaikan soal-soal kontekstual apabila siswa kesulitan hendaknya
guru mengajak dan mendorong siswa untuk bernalar dan merangsang daya
kreativitas siswa, guru dapat memberikan bantuan dengan ilustrasi gambar
bila diperlukan, dalam menyelesaikan masalah seperti ini guru hendaknya
juga mengingatkan siswa untuk jeli dan menalar untuk menghubungkan
materi dengan kehidupan sehari-hari.

9.1 Materi pembelajaran KD 3.9 dan 4.9

I. KUBUS
MATERI ESENSIAL
Kubus adalah bangun ruang yang semua sisinya berbentuk persegi
dan semua rusuknya sama panjang.
Bagian-Bagian Kubus:
a) Rusuk yaitu ruas garis yang merupakan perpotongan dua sisi
bidang kubus
b) Titik sudut yaitu pertemuan dua rusuk atau lebih
c) Sisi yaitu bidang yang membatasi kubus
d) Diagonal bidang yaitu ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut
yang saling berhadapan dalam satu sisi
e) Diagonal ruang yaitu ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut
yang saling berhadapan dalam satu ruang
f) Bidang diagonal yaitu diagonal bidang dan dua buah rusuk sejajar yang
membentuk suatu bidang di dalam ruang kubus.

Jaring-Jaring Kubus

Luas permukaan bangun ruang adalah jumlah luas seluruh


permukaan bangun ruang tersebut. Untuk menentukan luas
permukaan bangun ruang, perhatikan bentuk dan banyak sisi
bangun ruang tersebut.

Volume kubus
Gambar diatas menunjukkan bentuk-bentuk kubus dengan ukuran
berbeda. Kubus gambar (a) merupakan kubus satuan. Untuk
membuat kubus satuan seperti gambar (b), diperlukan
2 ×2 ×2=8 kubus satuan, sedangkan untuk membuat kubus pada
gambar (c) diperlukan 3 ×3 ×3=27 kubus satuan. Dengan
demikian, volume kubus dapat ditentukan dengan cara mengalikan
panjang rusuk kubus tersebut sebanyak tiga kali, segingga
diperoleh sebagai berikut.
Volume kubus =

= s×s×s
=
Jadi, volume kubus adalah

CARA PEMBELAJARANNYA
Bagian kubus

a) Gambarlah sebuah persegi, misalkan persegi ABFE yang


berperan sebagai sisi depan. Bidang ABFE disebut sebagai
bidang frontal artinya bidang yang dibuat sesuai dengan bentuk
sebenarnya (seperti gb.a)
b) Langkah selanjutnya, buatlah ruas garis yang sejajar dan sama
panjang dari setiap sudut persegi yang telah dibuat
sebelumnya. Panjang ruas-ruas garis tersebut kurang lebih
setengah dari dari panjang sisi persegi dengan kemiringan
kurang lebih (seperti gb.b) Pada gb.b garis AD digambar
putus-putus yang menunjukkan bahwa ruas garis tersebut
terletak dibelakang persegi ABFE.
c) Kemudian buatlah persegi dengan cara menghubungkan ujung-
ujung ruas garis yang telah dibuat sebelumnya. Beri nama
persegi CDHG. Persegi tersebut berperan sebagai sisi belakang
dari kubus yang akan dibuat.
d) Pada gb.c terlihat bahwa sisi atas, sisi bawah, dan sisi samping
digambarkan berbentuk jajar genjang. Bidang tersebut disebut
bidang ortogonal, artinya bidang yang digambarkan tidak
sesuai dengan sebenarnya.
Jaring-jaring kubus
Guru mengajak siswa untuk melakukan kegiatan berikut.
a) Siapkan sebuah dus yang berbentuk kubus, gunting, dan spidol
b) Beri nama setiap sudutnya, misalnya ABCD.EFGH. Kemudian
irislah beberapa rusuknya mengikuti alur berikut
c) Rebahkan kardus yang telah diiris tadi dan hasilnya seperti
dibawah ini

Luas permukaan kubus


Menentukan luas permukaan kubus dapat dicari dengan luas jaring-
jaring kubus seperti gambar diatas.
Luas Permukaan Kubus
Luas permukaan kubus = luas jaring-jaring kubus
=
=
=
Jadi, luas permukaan kubus adalah
II. BALOK
MATERI ESENSIAL
Balok adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibentuk oleh tiga
pasang persegi atau persegi panjang, dengan paling tidak satu
pasang di antaranya berukuran berbeda.
Unsur-Unsur Balok
a. Sisi balok adalah bidang yang membatasi balok. Balok memiliki 6 sisi
:
sisi bawah (ABCD)
sisi atas (EFGH)
sisi depan (ABFE)
sisi belakang (DCGH)
sisi samping kiri (BCGF)
sisi samping kanan(ADHE).
b. Rusuk adalah garis potongan antar dua sisi bidang balok dan terlihat
seperti kerangka yang menyusun balok. balok memiliki 12 rusuk yaitu
rusuk AB, BC, CD, DA, EF, FG, GH, HE, AE, BF, CG, dan HD.
c. Titik Sudut adalah titik potongan antara dua atau 3 rusuk. Balok
memiliki 8 titik sudut, yaitu titik sudut A, B, C, D, E, F, G, dan H.
d. Diagonal Bidang atau Diagonal Sisi adalah ruas garis yang
menghubungkan dua titik sudut yang berhadapan pada setiap bidang
atau sisi balok. Balok memiliki 12 Diagonal bidang. Perhatikan
gambar diatas, yang merupakan diagonal bidang yaitu AF, BE, BG,
CF, CH, DG, DE, AH, AC, BD, EG, dan HF.
e. Diagonal Ruang adalah garis yang menghubungkan 2 titik sudut yang
saling berhadapkan dalam satu ruang. Balok memiliki 4 diagonal
ruang. Perhatikan gambar diatas, yang merupakan diagonal ruang
yaitu AG , BH , CE , dan DF.

Jaring-Jaring Balok

CARA PEMBELAJARAN
Menggambar Balok

Jaring-Jaring Balok

Luas Permukaan Balok


Luas permukaan balok = luas persegipanjang 1 + luas
persegipanjang 2 + luas persegipanjang 3 + luas persegipanjang 4 +
luas persegipanjang 5 + luas persegipanjang 6
= (p × l) + (p × t) + (l × t) + (p × l) + (l × t) + (p × t)
= (p × l) + (p × l) + (l × t) + (l × t) + (p × t) + (p × t)
= 2 (p × l) + 2(l × t) + 2(p × t)
= 2 ((p × l) + (l × t) + (p × t)
= 2 (pl+ lt + pt)

Volume Balok
Untuk menentukan volume balok dengan menggunakan kubus
satuan. Kubus satuan adalah kubus
yang ukuran rusuk-rusuknya 1 cm. untuk menentukan volume
balok yaitu dengan ada berapa banyak kubus satuan yang dapat
memenuhi balok tersebut.

III. PRISMA
MATERI ESENSIAL
Prisma adalah bangun ruang tertutup yang dibatasi oleh dua sisi
berbentuk segi banyak (segi n) yang sejajar dan kongruen, serta
sisi-sisi lainnya berbentuk persegipanjang.

Jenis-Jenis Prisma

Jenis-jenis prisma ada beberapa macam yang diberi nama sesuai


dengan alas prisma
(a) Prisma Tegak Segiempat
(b) Prisma Tegak Segilima
(c) Prisma Tegak Segitiga

Unsur-Unsur Prisma

Sisi atau Bidang


Terdapat 8 sisi atau bidang yang dimiliki oleh prisma segienam,
yaitu;
1. Sisi ABCDEF (sisi alas),
2. Sisi GHIJKL (sisi atas),
3. Sisi BCIH (sisi depan),
4. Sisi FEKL (sisi belakang),
5. Sisi ABHG (sisi depan kanan),
6. Sisi AFLG (sisi belakang kanan),
7. Sisi CDJI (sisi depan kiri), dan
8. Sisi DEKJ (sisi belakang kiri).
Rusuk
Prisma segienam ABCDEF.GHIJKL memiliki 18 rusuk, 6 di
antaranya adalah rusuk tegak. Rusuk-rusuk tersebut adalah AB,
BC, CD, DE, EF, FA, GH, HI, IJ, JK, KL, LG, dan rusuk-rusuk
tegaknya adalah AG, BH, CI, DJ, EK, FL.
Titik sudut
Prisma segienam ABCDEF.GHIJKL memiliki 12 titik sudut yaitu
A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L Diagonal bidang/sisi
Diagonal sisi prisma adalah ruas garis yang menghubungkan dua
titik sudut yang terletak pada rusuk-rusuk berbeda dan terletak pada
satu bidang sisi.
Pada prisma segi enam ABCDEF. GHIJKL memiliki 16 diagonal
bidang atau diagonal sisi, yaitu: CJ, ID, DK, JE, EL, KF, FG, AL,
AH, BG, BI, CH, IL, HK, BE, FC.
Bidang diagonal
Pada prisma segienam tersebut, terdapat dua buah diagonal bidang
yang sejajar yaitu BI dan FK. Bidang tersebut adalah bidang BFKI
yang merupakan bidang diagonal prisma segienam. Selain itu,
bidang diagonal prisma segienam yaitu CHLE; CJAL; DIGF;
GBDK; HAEJ; HKEB; LICF Diagonal ruang
Diagonal ruang prisma adalah ruas garis yang menghubungkan
sebuah titik sudut pada sisi alas dan sebuah titik sudut sisi atas yang
tidak terletak pada satu bidang sisi.
Pada prisma segi enam juga terdapat diagonal ruang. Untuk prisma
segi enam ABCDEF.GHIJKL memiliki 36 diagonal ruang AI, AJ,
AK, BJ, BK, BL dan seterusnya.

Jaring-Jaring Prisma

CARA PEMBELAJARAN
Langkah-Langkah Menggambar Prisma

a. Gambar bidang alas terlebih hulu, yaitu bidang ABCDEF


(gambar (a)). Garis AF, FE, dan ED digambar dengan garis
putus-putus.
b. Gambar rusuk tegak AG, BH, CI, DJ, EK, dan FL dengan
ukuran yang sama panjang (gambar (b)). Garis EK dan FL
digambar dengan garis putus-putus.
c. Terakhir gambar bidang tutup, yaitu bidang GHIJKL, dengan
cara menghubungkan titik-titik G, H, I, J, K dan L gambar (c).

Jaring-jaring Prisma
Peserta didik mempraktekan secara langsung yaitu membuat jaring-
jaring prisma dari kertas/karton. Guru memberikan ilustrasi proses
terbentuknya prisma dari jaring-jaring prisma dengan
menggunakan aplikasi geogebra.
Langkah-langkah membuat jaring-jaring prisma :
a. Gambar jaring-jaring prisma dengan alas prisma segitiga/
segiempat/segilima pada kertas karton.
b. Guntinglah gambar jaring-jaringnya. (Catatan : sisi-sisi prisma tidak
boleh lepas satu sama lain)
c. Setelah selesai digunting, bagian yang bergaris masing-masing ditekuk
sesuai pola.
d. Hubungkan masing-masing tekukannya maka akan terbentuk prisma.

Luas Permukaan Prisma

Luas Permukaan Prisma


Luas permukaan prisma = (2×luas alas) + (luas bidang-bidang
tegak)

Volume Prisma

Volume Balok

Volume Prisma Segitiga (a)

Nb : merupakan luas alas prisma yang berbentuk


segitiga
Volume prisma = Luas alas prisma x tinggi

IV. LIMAS
MATERI ESENSIAL
Limas adalah bangun ruang yang dibatasi oleh sebuah segibanyak
sebagai alas dan beberapa buah bidang berbentuk segitiga sebagai
bidang tegak yang bertemu pada satu titik puncak.
Jenis- jenis Limas

Jenis limas ada beberapa macam dan diberi nama sesuai dengan
bentuk bidang alasnya. Misalnya, gambar (a) dinamakan limas
segitiga, gambar (b) disebut limas segiempat, sedangkan gambar
(c) dinamakan limas segilima.
Berdasarkan bentuk alas dan sisi-sisi tegaknya limas dapat
dibedakan menjadi limas segi n beraturan dan limas segi n
sebarang.
Unsur-Unsur Limas
Pada limas segi empat T.ABCD disamping memiliki bagian –
bagian sebagai berikut : Titik sudut bangun limas segi lima titik
sudut yaitu A, B, C, D, dan T.
Limas segi empat memiliki 8 rusuk. 4 diantaranya yaitu rusuk tegak
yang meliputi TA, TB, TC, dan TD. Dan memiliki 4 rusuk alas
yaitu AB, BC, CD, dan DA.

Diagonal bidang limas adalah ruas garis yang menghubungkan 2


titik sudut pada rusuk- rusuk alas suatu limas. Pada limas segiempat
E.ABCD berikut memiliki 2 diagonal bidang yaitu AC dan BD.
Bidang diagonal limas
Pada limas E.ABCD di samping memiliki 2 bidang diagonal yaitu
ACE dan BDE.

CARA PEMBELAJARAN
Menentukan luas permukaan limas dapat dicari dengan luas jaring-
jaring limas.
Misal limas segi empat seperti gambar di atas. Luas Permukaan
Limas
= Luas segi empat ABCD + Luas ∆ ABT + Luas ∆ BCT + Luas ∆
CDT + Luas ∆ ADT
= Luas alas + jumlah luas seluruh sisi tegak
luas permukaan limas = luas alas + jumlah luas seluruh sisi tegak
Volume

Perhatikan kubus di bawah!

Dalam Kubus terdapat 6 buah limas yang berukuran sama. Masing


masing limas beralaskan sisi sisi kubus dan memiliki tinggi masing
masing setengah dari rusuk kubus.
Diket :
Rusuk kubus = 2a
Luas alas = 2a × 2a = (2a)2

Tinggi limas = × rusuk kubus = a


6 × Volume Limas = Volume Kubus

Volume Limas = × Volume Kubus


= × 2a × 2a × 2a

= × 2a × (2a)2

= × a × (2a)2

= × Tinggi Limas × Luas Alas

Menggambar Limas
Menggambar limas dapat dilakukan dengan langkah - langkah
berikut :
a. Menggambar bidang alas limas.
b. Menentukan titik O sebagai titik potong diagonal dari bidang
alas, kemudian membuat tinggi limas melalui titik O yang
tegak lurus terhadap bidang alas.
c. Menggambar rusuk – rusuk tegak (melalui titik sudut pada
bidang alas ke titik puncak).

9.2 Miskonsepsi pada KD 3.9 dan 4.9

a. Kubus

Miskonsepsi 1 : Siswa menganggap bahwa rusuk pada bidang


alas bukan merupakan rusuk kubus.
Cara mengatasi : Guru menjelaskan kembali mengenai bagian-
bagian kubus.
Miskonsepsi 2 : Siswa memberikan contoh nyata kubus yang
salah, misalnya siswa menganggap keramik dan jendela adalah
kubus, karena siswa hanya menganggap kubus itu berbentuk
persegi tanpa memperhatikan ciri-ciri kubus yang lain
Cara mengatasi : Guru menjelaskan kembali mengenai ciri-ciri
kubus dan memberikan contoh nyata yang benar mengenai
kubus
Miskonsepsi 3 : Siswa menganggap bahwa sisi samping kubus
berbentuk persegi panjang
Cara mengatasi : Guru memberikan penjelasan bahwa sisi
samping kubus bukan persegi panjang tetapi bidang ortogonal

b. Balok

Siswa diberikan soal mengenai luas permukaan balok. Sebuah


balok memiliki panjang 30cm, lebar 14cm, dan tinggi 10 cm.
Berapakah luas permukaan balok tersebut ?
Jawab :
Luas permukaan balok = p × l
Luas permukaan balok = 30 cm × 14 cm
Luas permukaan balok = 420 cm
Cara Mengatasinya :
Dari soal tersebut di dapat bahwa siswa hanya menggunakan
satu luas dari persegi panjang yang bawah. Cara mengatasi
miskonsepsi tersebut adalah Guru harus menekankan kembali
rumus luas permukaan balok. Siswa juga diminta untuk
mengulang materi yang telah dijelaskan sesampainya di rumah
agar siswa menjadi lebih paham.

c. Prisma

(1) (2) (3) (4)


Manakah yang merupakan bangun ruang prisma?
Jawaban (Peserta didik):
Bangun ruang prisma yaitu nomor 1 dan 3.
Kesalahan yang dilakukan peserta didik yaitu kesalahan
konseptual, dimana peserta didik belum memahami definisi
prisma. Gambar no.2 (balok) juga merupakan bangun ruang
prisma karena memiliki sisi alas dan sisi atas yang sejajar dan
kongruen.
Cara Mengatasinya :
Guru memberikan definisi prisma kepada peserta didik serta
memberikan contoh dan noncontoh mengenai bangun ruang
prisma. Dalam memberikan contoh dan noncontoh, guru juga
memberikan contoh balok / kubus sebagai bangun ruang
prisma kemudian peserta didik diharapkan dapat
mengemukakan pendapatnya terkait hal tersebut, apakah
balok/kubus termasuk prisma atau bukan berdasarkan definisi
prisma yang telah diberikan. Setelah itu, guru menguatkan
kembali bahwa balok/kubus merupakan bangun ruang prisma.

d. Limas

Hitunglah volume limas jika diketahui alasnya berbentuk


persegi dengan panjang sisinya 8 cm dan tinggi limas 12 cm!

Kesalahan konseptual yang dilakukan oleh siswa berupa


kesalahan konsep, yaitu siswa menggunakan luas persegi
panjang untuk menghitung luas alas limas, sedangkan alas
limas berbentuk persegi dan siswa salah menuliskan rumus
volume limas.
Cara mengatasi :
Guru lebih menekankan kembali tentang rumus volume
limas.Guru pun bisa membimbing siswa untuk menemukan
volume limas dengan pendekatan volume kubus. Dengan
menemukan konsep tersebut diharapkan pengetahuan yang
didapat siswa lebih bermakna dan mudah diingat.

10.1 Materi Pembelajaran KD 3.10 dan 4.10

I. Pengumpulan Data
Materi Esensial
Dalam pengumpulan data, khususnya data kuantitatif, kita dapat
menggunakan dua cara atau kategori, yaitu
a) Data cacahan
Data cacahan atau data yang diperoleh dengan cara menghitung
atau mencacah. Misalnya: dalam suatu kelas terdiri dari 20
siswa perempuan dan 15 siswa laki-laki.
b) Data ukuran
Data ukuran atau data kontinu yaitu data yang diperoleh dengan
cara mengukur. Misalnya:nilai ulangan harian matematika dari
lima orang siswayaitu 75, 63, 81, 86, dan 90

Cara Pembelajaran
Kita dapat mendata apa yang akan di data dan bisa dituliskan
dengan menggunakan turus contoh :
Lakukanlah pengumpulan data tentang ukuran nomor sepatu
teman-teman di kelasmu dengan cara mencatat dengan tally atau
turus dibawah ini
N Ukuran nomor Tally Juml
o sepatu atau ah
turus
1 37 III 8
. I
III
2 38 III 9
. I
III
I
3 39 III 10
. I
III
I
4 40 III 3
.
Jumlah 30

II. Mengurutkan Data


Materi Esensial
Mengurutkan data biasanya dilakukan dengan mencatat banyaknya
(frekuensi) nilai data-nilai data yang sama kemudian diurutkan dari
nilai yang terkecil (minimum) ke nilai yang tertinggi (maksimum).

CARA PEMBELAJARAN
Dalam mengurutkan data bisa menggunakan tabel misal
Diberikan data banyaknya butir telur yang terjual dari 44 toko di
PasarGede per harinya adalah
Maka siswa dapat membuat tabel yaitu isikan jumlah masing-
masing banyak telur terjual pada tabel berikut
Jumlah terjual Banyak toko
(frekuensi)
70 6
46 7
50 3
56 5
75 4
71 6
87 3
92 3
63 1
60 2
61 2
69 1
65 1
Selanjutnya urutkan dalam "jumlah terjual" dari nilai kecil ke besar,
sedangkan frekuensi mengikuti
Jumlah terjual Banyak toko
(frekuensi)
46 7
50 3
56 5
60 2
61 2
63 1
65 1
69 1
70 6
71 6
75 4
87 3
92 3
Dari kegiatan di atas dapat ketahui bahwa minimal telur terjual
sebanyak 46 kg/hari dan maksimal terjual sebanyak 92 kg/hari.
Dalam hal ini 46 merupakan nilai minimal atau data terendah dan
92 merupakan nilai maksimal atau data terbesar atau tertinggi.
Dalam statistika, jika ada n buah data dengan urutan X 1 , X2 , X3 , ...
, Xn maka nilai data terkecil disebut statistik minimum dengan Xmin
= X1 dan data terbesar atau tertinggi disebut statistik maksimum
Xmax = Xn

III. Mean (Rata-Rata)


Materi Esensial
Mean adalah rata-rata hitung suatu data. Mean dihitung dengan cara
membagi jumlah nilai data dengan banyaknya data.
Rumus :

Keterangan :

Cara Pembelajaran
Guru memberikan contoh data tunggal
Nilai 4 5 6 7 8 9 10

Frekuensi 4 5 5 8 7 4 2
Untuk menentukan rata-rata maka dilakukan sebagai berikut.

Rata- rata = =6,8


Cara di atas dilakukan dengan mengalikan nilai dengan frekuensi
dan menjumlahkannya, kemudian membaginya dengan jumlah
frekuensi.

IV. Median
Materi Esensial
Median adalah nilai tengah dalam sekumpulan data, setelah data
tersebut diurutkan. Cara menentukan median dari data tunggal yaitu
sebagai berikut. Misalnya X1 , X2 , X3 , ... , Xn adalah data yang
telah diurutkan dari nilai terkecil sampai terbesar sehingga
diperoleh urutan data X1 ≤ X2 ≤ ... ≤ Xn
Untuk banyaknya data ganjil (n ganjil) maka median adalah nilai
data ke Untuk banyaknya data genap maka mediannya adalah

Cara Pembelajaran
Misal Diberikan data 7, 6, 11, 5, 8, 9, 13, 4, 10. Berapakah median
dari data tersebut?
Maka siswa diminta untuk mengurutkan data dari data terkecil ke
data terbesar yaitu : 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13
Kemudian siswa dapat menentukan data tersebut termasuk data
ganjil atau data genap atau data kelompok. Data yang diberikan
termasuk data ganjil maka dapat ditulis Banyaknya data (n) = 9
(ganjil) setelah itu siswa dapat menghitung nilai median nya yaitu
maka = 5. Jadi median dari data diatas terletak pada data
ke-5 yaitu 8.

V. Modus
Materi Esensial
Modus didefinisikan sebagai nilai data yang paling sering atau
paling banyak muncul atau nilai data yang frekuensinya paling
besar yang sering muncul.

Cara Pembelajaran
Misal diberikan sebuah data tunggal yaitu 3, 6, 4, 4, 5, 3, 4, 7, 3, 2.
Tentukan modus dari data tersebut
Maka siswa dapat mengurutkan data dengan urutan data sebagai
berikut
2, 3, 3, 3, 4, 4, 4, 5, 6, 7 maka Nilai data yang banyak muncul
adalah 3 dan 4, jadi modus dari data tersebut adalah 3 dan 4 karena
data 3 dan 4 muncul sebanyak 3 kali.

VI. Kuartil
Materi Esensial
Quartil adalah data atau nilai yang membagi data menjadi 4 bagian
sama besar. Ada 3 buah data quartil yaitu kuartil atas, kuartil tengah
dan kuartil bawah. Kuartil tengah biasa disebut dengan median.
Untuk mencari kuartil tengah sama seperti median. Untuk mencari
kuartil atas dan bawah menggunakan cara median kembali dengan
data yang tersisa.
Cara Pembelajaran
1. Tentukan dahulu data tersebut termasuk data genap atau ganjil.
2. Urutkan data tersebut dari data yang terkecil sampai data
terbesar.
3. Pertama-tama tentukan dahulu median nya atau kuartil tengah
(Q2) dari data tersebut.
4. Setelah itu baru menentukan Q1 dan Q3
5. Untuk Q1 lihat sisa data awal sebelum median
6. Untuk Q3 lihat sisa data terakhir sesudah median

VII. Simpangan Interkuartil Dan Jangkauan Interkuartil


Materi Esensial
Jangkauan interkuartil (hamparan atau rentang antar kuartil) adalah
selisih antara kuartil atas dan kuartil bawah. Sehingga dapat
dirumuskan sebagai berikut
H = Q3 – Q1
Jangkauan semi kuartil (simpangan kuartil) setengah dari jangkauan
interkuartil. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut.

Cara Pembelajaran
Misalkan guru memberikan data tunggal sebagai berikut Perhatikan
data dibawah ini.
3514279668 7
Tentukan jangkauan interkuartil serta jangkauan semi interkuartil
dari data diatas! Maka siswa dapat menyelesaikan dengan
Urutkan data, sehingga menjadi sebagai berikut.

Berdasarkan data diatas, maka data terbesar = 9, data terkecil = 1,


Q1 = 3, Q2 = 6, Q3 = 7 Maka Jangkauan interkuartil (QR) = Q3 – Q1
=7–3=4

Jangkauan semi interkuartil (Qd) = QR = . 4 = 2


VIII. Bentuk Penyajian Data
Materi Esensial
1) Tabel adalah daftar yang berisi sejumlah informasi berupa kata-kata
dan bilangan, yang tersusun berturut ke bawah dalam kolom dan baris
tertentu.
2) Diagram batang adalah diagram yang menunjukan bilangan atau
kuantitas yang dinyatakan dalam bentuk persegi panjang atau persegi.
3) Diagram garis adalah diagram yang digunakan untuk menyajikan data
yang didapat dari waktu ke waktu secara teratur dengan jarak waktu
tertentu.
4) Diagram lingkaran adalah cara penyajian data menggunakan lingkaran
dengan cara membagi daerah pada lingkaran tersebut
5) Piktogram adalah diagram yang disajikan dalam bentuk
gambar atau lambang. Setiap lambang mewakili bilangan
tertentu.

10.2 Miskonsepsi pada KD 3.10 dan 4.10

1. Rata-rata nilai dari 15 anak adalah 60. Budi mendapat nilai 70 dan
Andi mendapat nilai 84. Jika nilai kedua anak ini digabungkan jadi
satu dengan 15 anak tersebut, hitunglah rata-rata nilai yang baru !

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yaitu dengan jawaban


siswa seperti berikut : Mean = Dari jawaban
siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa kurang
memahami konsep mencari rata-rata gabungan

Solusi : Guru menjelaskan kembali kepada siswa tentang


konsep rata-rata. Setelah itu guru menjelaskan apa itu rata-
rat gabungan, dan guru lebih sering memberikan latihan
kepada siswa agar siswa memahami materi tersebut.

2. Diberikan data sebagai berikut 4, 3, 3, 8, 6, 5, 5, 3, 4 tentukan


mediannya

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yaitu siswa tidak


mengurutkan data terlebih dahulu dari data terkecil ke terbesar
Jawaban siswa yaitu median = nilai tengah
Jumlah data = 9 (data ganjil)
Maka mediannya yaitu data ke-5 yaitu 6
Solusi :
Guru menjelaskan kembali apa itu median dan cara menentukan
median harus diurutkan terlebih dahulu dari data terkecil ke
terbesar. Guru sering memberi latihan kepada siswa.

3. Diberikan data sebagai berikut 2, 6, 7, 3, 4, 3, 2, 6, 7, 4 tentukan


modus dari data tersebut
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa yaitu Modus data tersebut
adalah = 2, 3, 4, 6, 7
Dari jawaban siswa tersebut, siswa mengalami miskonsepsi
terhadap mencari modus suatu data. Siswa mengalami kesulitan
jika di dalam data bisa terjadi "tidak ada modus, modus hanya
satu atau modus lebih dari satu".
Penyelesaiannya yang sebenarnya adalah data tersebut tidak
memiliki modus karena tidak ada suatu nilai yang muncul lebih
sering dari yang lain.
Solusi :
Guru menjelaskan kembali konsep modus dan menekankan
bahwa dalam suatu data bisa tidak memiliki nilai modus, modus
hanya satu, atau modus lebih dari satu dan sering memberikan
latihan kepada siswa.

11.1 Materi pembelajaran KD 3.11 dan 4.11

I. Peluang Empiric
Materi Esensial
Peluang empirik adalah perbandingan antara frekuensi kejadian
terhadap percobaan yang dilakukan.

Keterangan:
n(P) = nilai peluang
f = frekuensi kejadian yang diharapkan
n(S) = frekuensi seluruh percobaan

Cara Pembelajaran
Untuk mengajarkan peluang empirik dapat mengajak siswa
melakukan percobaan sendiri seperti
Mata Turus Kemuncula Banyaknya Nilai
uang n (f) percobaan peluang
(s)
Angka
Gambar
Lalu dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
peluang empirik adalah perbandingan antara frekuensi kejadian
terhadap percobaan yang dilakukan

Dalam mencari ruang sampel dapat dilakukan dengan diagram


pohon ataupun tabel.

Koin 1 / A G
Koin 2

II. Frekuensi Harapan


Materi Esensial
Frekuensi harapan adalah peluang terbesar yang paling mungkin
diperoleh dari suatu kejadian dalam suatu percobaan, dalam
melakukan sebuah percobaan kita menginginkan hasil yang
optimal. Oleh karena itu, diperlukan percobaan berkali-kali dengan
memperbanyak percobaan, harapan untuk memperoleh hasil
optimal kemungkinan besar akan tercapai, dalam matematika kata
harapan sering disebut frekuensi harapan.
Keterangan:

F(A) = frekuensi harapan

P(A) = peluang kejadian

An = banyaknya percobaan

III. Peluang Teoritik

Materi Esensial
Peluang teoritik adalah perbandingan antara frekuensi kejadian yang
diharapkan terhadap frekuensi kejadian yang mungkin (ruang sampel).
Ruang Sample adalah Himpunan dari semua hasil yang
mungkinpada suatu percobaan/kejadian.

n( A)
n(P) 
n (S)

Keterangan:
n(P) = nilai peluang
n(A) = frekuensi kejadian yang diharapkan
n(S) = frekuensi seluruh percobaan

11.2 Miskonsepsi pada KD 3.11 dan 4.11

1. Dalam sebuah kantong terdapat sembilan bola yang diberi nomor 1


sampai dengan 9. Jika diambil sebuah bola secara acak, berapa peluang
terambilnya bola bernomor ganjil?

Cara mengatasi miskonsepsi tersebut adalah:


• Guru menanamkan konsep tentang peluang kepada siswa yang
meliputi ruang sampel, titik sampel, kejadian dan peluang suatu
kejadian, nilai peluang kejadian, dll.
• Dalam pembelajaran peluang melibatkan konteks dalam kehidupan
sehari – hari misal seperti contoh soal di atas dengan menggunakan
bola, ataupun bisa menggunakan dadu, kartu bridge dll.
• Memberikan soal yang bervariasi tingkat kesulitannya agar siswa
terbiasa memahami perintah soal dan menghindari keterbatasan
model soal yang terlalu monoton.

2. Sebuah dadu merah dan sebuah dadu putih dilempar bersamaan sebanyak
180 kali. Maka tentukan banyaknya titik sampel dan jika A merupakan
kejadian munculnya kedua mata dadu lebih dari 4. Tentukan frekuensi
harapannya

• Berdasarkan jawaban tersebut, peserta didik kurang memahami


maksud dari “munculnya kedua mata dadu lebih dari 4”, sehingga
peserta didik beranggapan bahwa angka 4 adalah besarnya angka
tiap-tiap dadu yang keluar. Tetapi yang diminta soal adalah jumlah
dari kedua dadu yang muncul nilainya lebih dari 4, sehingga proses
jawaban menjadi dua kemungkinan.
• Dari gambar diatas terlihat jelas bahwa siswa masih belum
memahami konsep bilangan prima. Karena masih menganggap 27
merupakan bilangan prima. Padahal bilangan 27 habis dibagi dengan
bilangan lain yaitu 3, 9 dan dirinya sendiri. Dari kesalahan konsep
tersebut menyebabkan siswa salah dalam menentukan banyak
kejadian B yang muncul. Yang mana seharusnya peluang kejadian B
adalah
Cara mengatasi miskonsepsi tersebut adalah:
Guru harus memberikan soal dengan yang bervarisi tingkat
kesulitannya. Tujuannya agar siswa terbiasa memahami perintah
soal dan menghindari keterbatasan model soal yang terlalu
monoton. Selain itu guru harus terus mengingatkan siswa akan
konsep-konsep bilangan karena bilangan sangat berhubungan erat
dengan materi peluang kejadian.

3. Dua puluh kartu ditandai dengan nomor 11 sampai dengan 30. Dari
kedua puluh kartu tersebut diambil sebuah kartu secara acak. Jika B
merupakan kejadian munculnya kartu bernomor bilangan prima maka
peluang munculnya kejadian B adalah...

Dari gambar diatas terlihat jelas bahwa siswa masih belum memahami
konsep bilangan prima. Karena masih menganggap 27 merupakan
bilangan prima. Padahal bilangan 27 habis dibagi dengan bilangan lain
yaitu 3, 9 dan dirinya sendiri. Dari kesalahan konsep tersebut
menyebabkan siswa salah dalam menentukan banyak kejadian B yang
muncul. Yang mana seharusnya peluang kejadian B adalah
Cara mengatasi miskonsepsi tersebut adalah:
Tujuannya agar siswa terbiasa memahami perintah soal dan
menghindari keterbatasan model soal yang terlalu monoton. Selain
itu guru harus terus mengingatkan siswa akan konsep-konsep
bilangan karena bilangan sangat berhubungan erat dengan materi
peluang kejadian.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada pembelajaran matematika banyak siswa yang masih bingung


dengan konsep-konsep yang ada, sehingga mereka mengalami suatu
miskonsepsi. Miskonsepsi adalah keslahan siswa untuk memahami
suatu konsep yang ada sehingga mereka tidak menggunakan
konsepnya dengan benar. Oleh karena itu, kita sebagai guru harus
sangat berhati-hati dalam menyampaikan suatu konsep materi
matemtika yang akan diajarkan maupun pada saat diajarkan.

B. Saran
Untuk pembuatan makalah selanjutnya, lebih banyak lagi mencari info
terkait penjelasan isi makalah karena dengan banyaknya sumber informasi
maka akan mendapat banyak informasi yang mungkin saja berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

https://bsd.pendidikan.id/data/2013/kelas_8smp/siswa/Kelas_08_SMP_Matematika_
S1_Siswa_2017.pdf
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/03/pola-bilangan.html

Anda mungkin juga menyukai