Anda di halaman 1dari 23

MATERI:

PENYUSUNAN INSTRUMEN DAN TEKNIK PENSKORAN

A. Komponen Penyusun Tes

1. Tujuan tes

Tujuan tes yang penting adalah untuk : (a) mengetahui tingkat kemampuan siswa, (b)
mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa, (c) mendiagnosis kesulitan belajar siswa,
(d) mengetahui hasil pengajaran, (e) mengetahui hasil belajar, (f) mengetahui pencapaian
kurikulum, (g) mendorong siswa belajar, (h) mendorong guru agar mengajar yang lebih baik.
Sering kali tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki keefektifan
yang sama untuk semua tujuan.
Ditinjau dari tujuannya, ada 4 macam tes yang banyak digunakan di lembaga
pendidikan, yaitu : (a) tes penempatan, (b) tes diagnostik, (c) tes formatif, dan (d) tes sumatif.
Sistem pengujian berbasis kemampuan dasar pada umumnya menggunakan tes diagnostik,
formatif, dan sumatif.
Tes penempatan dilaksanakan pada awal pelajaran, digunakan untuk mengetahui
tingkat kemampuan yang dimiliki siswa. Untuk mempelajari suatu mata pelajaran dibutuhkan
pengetahuan pendukung. Pengetahuan pendukung ini diketahui dengan menelaah hasil tes
penempatan. Apakah seorang siswa perlu matrikulasi, tambahan pelajaran atau tidak.
Ditentukan dari hasil tes ini.
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa,
termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes ini dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa
sebagaian besar siswa gagal dalam mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran
tertentu. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum
dipahami dan yang telah dipahami. Oleh karena itu, tes ini berisi materi yang dirasa sulit oleh
siswa, namun tingkat kesulitan tes ini cenderung rendah.
Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan
pelaksanaan proses pembelajaran. Masukan ini berguna untuk memperbaiki strategi
mengajar. Tes ini dilakukan secara periodik sepanjang semester. Materi tes dipilih
berdasarkan tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atau subpokok materi. Jadi tes ini
sebenarnya bukan untuk menentukan keberhasilan belajar semata, tetapi untuk mengetahui
keberhasilan proses pembelajaran.

1
Tes sumatif diberikan di akhir suatu pelajaran atau akhir semester. Hasilnya untuk
menentukan keberhasilan belajar siswa. Tingkat keberhasilan ini dinyatakan dengan skor atau

nilai, pemberian sertifikat , dan sejenisnya. Tingkat kesukuran soal pada tes sumatif
bervariasi, sedangkan materinya harus mewakili bahan yang telah diajarkan.

2. Langkah Pengembangan Tes

Ada sembilan langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajar
yaitu : (a) menyusun spesifikasi tes, (b) menulis soal tes, (c) menelaah soal tes, (d) melakukan
uji coba tes, (e) menganalisis butir soal.], (f) memperbaiki tes, (g) merakit tes, (h)
melaksanakan tes, (i) menafsirkan hasil tes. Khusus mengenai uji coba tes, dalam penyusunan
tes untuk mengukur prestasi hasil pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru dikelas
seperti ulangan harian, ulangan umum, dan ulangan kenaikan kelas tidak harus dilakukan
secara tersendiri. Pembakuan tes dilakukan setelah diujikan dengan menggunakan metode
konsistensi internal.
Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes, yaitu
berisi uraian yang menunjukkan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes.
Spesifikasi yang jelas akan mempermudah dalam menulis soal, dan siapa saja yang menulis
soal akan menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama. Penyusunan spesifikasi tes
mencakup kegiatan berikut ini : (a) menentukan tujuan tes, (b) menyusun kisi-kisi tea, (c)
memilih bentuk tes, dan (d) menentukan panjang tes.
a. Kisi-kisi Tes

Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-
kisi ini merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis soal akan
menghasilkan soal dan tingkat kesulitannya relatif sama. Matriks kisi-kisi soal terdiri dari
dua jalur, yaitu kolom dan baris. Kolom menyatakan tujuan pelajaran, materi pokok dan
subpokoknya, uraian materi, dan indikator, sedangkan baris menyatakan tujuan yang akan
diukur atau diujikan (lihat lampiran 1).
Ada tiga langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes dalam sistem pengujian
berbasis kemampuan dasar, yaitu:
1. Menulis tujuan umum pelajaran,

2. Membuat daftar materi pembelajaran/materi pokok dan submateri pembelajaran yang


akan diujikan,
3. Menentukan indikator,

2
4. Menentukan jumlah soal materi pembelajaran/materi pokok dan submateri
pembelajaran.

Paling tidak, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih materi
pembelajaran dan submateri pembelajaran yang akan diujikan, yaitu:
1. Merupakan konsep dasar,

2. Merupakan materi pembelajaran/materi pokok dan submateri pembelajaran yang


berkelanjutan,
3. Memiliki nilai terapan,

4. Merupakan materi yang dibuat untuk mempelajari bidang lain.

Sumber utama tujuan pelajaran, materi pembelajaran/materi pokok adalah silabus


pelajaran. Pemilihan materi pembelajaran dan submateri pembelajaran yang akan diujikan
berdasarkan pada tingkat kepentingan, yaitu: konsep dasar, materi pembelajaran yang
berkelanjutan, berkaitan dengan mata pelajaran lain, dan mengandung nilai aplikasi tinggi.
Tujuan yang ingin dicapai disertai informasi tentang materi pembelajaran kemudian
diuraikan dalam bentuk indikator.
Penentuan indikator yang dapat diukur digunakan kemampuan dasar sebagai acuan.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pemnyimpangan-penyimpangan dalam memilih
bahan yang diujikan agar memenuhi persyaratan kesahihan isi. Pemilihan materi tes pada
umumnya dilakukan dengan melakukan pemilihan sampel, materi yang banyak dan
komplek dipilih lebih banyak dibanding dengan materi yang mudah dan sederhana.
Selanjutnya, jumlah soal yang digunakan tergantung pada waktu yang tersedia untuk tes
dan materi yang akan diujikan.
Hal yang penting dalam menentukan materi tes adalah keshaihan isi, yaitu seberapa
jauh materi yang diujikan mewakili kemampuan dasar. Ada kemampuan dasar yang
diukur melalui tugas rumah, ada yang melalui ulangan harian. Pada ulangan semester,
materi yang diujikan harus mencakup kemampuan dasar yang belum diujikan dan yang
telah diujikan namun dianggap penting.

b. Pemilihan Bentuk Tes

Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu
yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik
mata pelajaran yang diujikan. Bentuk tes objektif pilihan ganda dan bentuk tes benar salah
sangat tepat digunakan bila jumlah peserta tes banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan
3
materi yang diujikan banyak. Kelebihan tes objektif bentuk pilihan adalah lembar jawaban
dapat diperiksa dengan komputer, sehingga objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun
membuat tes objektif yang baik tidak mudah.

Bentuk tes uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang batasnya jelas,
misalnya mata pelajaran Fisika, Matematika, Kimia, Biologi, dan sebagainya. Soal pada
tes ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat, memasukkan angka
dalam rumus, menghitung hasil, dan menafsirkan hasilnya. Pada tes bentuk uraian objektif
ini, sistem penskoran dapat dibuat dengan jelas dan rinci.

c. Panjang Tes

Panjang tes ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan
memperlihatkan bahan yang diujikan dan tingkat kelelahan peserta tes. Pada umumnya tes
dilakukan selama 90 menit sampai 120 menit. Untuk tes bentuk pilihan ganda dengan
tingkat kesulitan rata-rata sedang tiap butir soal tergantung pada kompleksitas soal. Walau
demikian disarankan menggunakan lebih banyak soal dibanding hanya beberapa soal agar
kesahihan isi tes lebih baik.
Ada tiga hal utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal yang
diujikan, yaitu: bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi,
keandalan yang diinginkan, dan waktu yang tersedia. Bobot skor tiap soal bisa ditentukan
sebelum tes digunakan, yaitu berdasar tingkat kompleksitas atau kesulitannya, yang
komplek atau sulit diberi bobot yang lebih tinggi dibanding dengan yang lebih mudah.
Pemberian bobot dapat pula dilakukan setelah tes digunakan, yaitu dengan
menghitung simpangan baku tiap butir soal. Penentuan bobot didasarkan pada besarnya
simpangan bakunya, seperti butir yang simpangan baku skornya besar diberi bobot besar.
Demikian pula butir yang memiliki simpangan baku kecil diberi bobot kecil.
Jumlah soal yang diperlukan tiap jenis tes untuk suatu satuan waktu tertentu harus
diperhitungkan dengan tepat. Hal ini untuk menjaga agar waktu yang disediakan kurang
atau berlebih. Bagi guru yang berpengalaman dapat menentukan jumlah dengan tepat.
B. Penyusunan Tes Kognitif dan teknik Penskorannya

1. Bentuk Tes kognitif

a. Tes Lisan di Kelas

Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf serap siswa untuk masalah
yang berkaitan dengan kognitif. Pertanyaan lisan yang diajukan ke kelas harus jelas, dan
4
semua siswa harus diberi kesempatan yang sama. Dalam melakukan pertanyaan di kelas
prinsipnya adalah: mengajukan pertanyaan, memberi waktu untuk berpikir, kemudian
menunjuk peserta untuk menjawab pertanyaan. Baik benar atau salah jawaban siswa,
jawaban siswa, jawaban tersebut ditawarkan lagi ke kelas untuk mengaktifkan kelas.

Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah, seperti pengetahuan
dan pemahan.

b. Bentuk Pilihan Ganda

Pedoman utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda (Ebel, 1977)
adalah:
1. Pokok soal harus jelas.

2. Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.

3. Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.

4. Tidak ada petunjuk jawaban benar.

5. Hindari menggunakan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah.

6. Pilihan jawaban angka diurutkan.

7. Semua pilihan jawaban logis.

8. Jangan menggunakan negatif ganda.

9. Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes.

10. Bahasa Indonesia yang digunakan baku.

11. Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.

c. Bentuk Uraian Objektif

Bentuk soal uraian objektif sangat tepat digunakan untuk bidang Matematika dan IPA,
karena kunci jawabannya hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu prosedur atau
langkah-langkah tertentu. Setiap langkah ada skornya. Objektif di sini dalam arti apabila
diperiksa oleh beberapa guru dalam bidang studi tersebut hasil penskorannya akan sama.
Pertanyaan pada bentuk soal ini di antaranya adalah: hitunglah, tafsirkan, buat kesimpulan
dan sebagainya.

5
d. Bentuk Uraian Non-objektif

Bentuk tes ini dikatakan non-objektif karena penilaian yang dialkukan cenderung
dipengaruhi subjektivitas dari penilai. Bentuk tes ini menuntut kemampuan siswa untuk
menyampaikan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan atau ide yang telah
dimilikinya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Keunggulan bentuk tes ini dapat
mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari hafalan
sampai evaluasi. Namun demikian, sebaiknya hindarkan pertanyaan yang mengungkap
hafalan seperti dengan pertanyaan yang dimulai dengan kata: apa, siapa, di mana.

Selain itu bentuk ini relatif mudah untuk membuatnya. Kelemahan dari bentuk tes ini
adalah: (1) penskoran sering dipengaruhi oleh subjektivitas penialian, (2) memerlukan
waktu yang lama untuk memeriksa waktu yang lama untuk memeriksa lembar jawaban,
dan (3) cakupan materi yang diujikan sangat terbatas, (4) dan adanya efek bluffing. Untuk
menghindari kelemahan tersebut, cara yang ditempuh adalah: (1) jawaban tiap soal tidak
panjang, sehingga bisa mencakup materi yang banayak, (2) tidak melihat nama peserta
ujian, (3) memeriksa tiap butir secara keseluruhan tanpa istirahat, dan (4) menyiapkan
pedoman penskoran.
Langkah membuat tes ini adalah sebagai berikut:

1. Menulis soal berdasarkan kisi-kisi pada indikator.

2. Mengedit pertanyaan:

a) Apakah pertanyaan mudah dimengerti?

b) Apakah data digunakan benar?

c) Apa tata letak keseluruhan baik?

d) Apakah pemberian bobot skor sudah tepat?

e) Apakah kunci jawaban sudah benar?

f) Apakah waktu untuk mengerjakan tes cukup?


Kaidah penulisan soal bentuk uraian non-objektif:
1) Gunakan kata-kata: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, tafsirkan, hitunglah,
buktikan.
2) Hindari penggunaan pertanyaan: siapa, apa, bila.

3) Menggunakan bahasa Indonesia yang baku.

6
4) Hindari penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda.

5) Buat petunjuk mengerjakan soal.

6) Buat kunci jawaban.

7) Buat pedoman penskoran.

Penskoran bentuk tes ini bisa dilakukan secara analitik atau global. Analitik berarti
penskoran dilakukan bertahap sesuai kunci jawaban, sedang yang global dibaca
secara keseluruhan untuk mengetahui ide pokok dari jawaban soal kemudian diberi
skor.

e. Bentuk Jawaban Singkat

Bentuk jawaban singkat ditandai dengan adanya tempat kosong yang disediakan bagi
pengambil tes untuk menuliskan jawaban sesuai dengan petunjuk. Ada tiga jenis soal

bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis melengkapi atau isian, dan jenis identifikasi atau
asosiasi. Kaidah-kaidah utama penyusunan soal bentuk ini adalah sebagai berikut:
1. Soal harus sesuai indikator.

2. Jawaban yang benar hanya satu.

3. Rumusan kalimat harus komunikatif

4. Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

5. Tidak menggunakan bahasa lokal

f. Bentuk menjodohkan

Soal menjodohkan atau memasangkan terdiri dari suatu premis, suatu daftar
kemungkinan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu
dengan satu kemungkinan jawaban. Biasanya nama, tanggal/tahun, istilah, frase,
pernyataan, bagian dari diagram, dan yang sejenisnya digunakan sebagai premis. Hal-hal
yang sama dapat pula digunakan sebagai alternatif jawaban. Kaidah-kaidah pokok
penulisan soal jenis menjodohkan ini adalah sebagai berikut:
1. Soal harus sesuai dengan indikator.

2. Jumlah alternatif jawaban lebih banyak dari pada premis.

7
3. Jumlah alternatif jawaban harus “nyambung” atau berhubungan secara logis
dengan premisnya.
4. Rumusan kalimat soal harus komunikatif.

5. Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

6. Tidak menggunakan bahasa lokal.

g. Unjuk kerja/performans

Penialain unjuk kerja sering disebut dengan penilaian autentik atau penilaian alternatif
yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menyelesaikan
masalah-masalah di kehidupan nyata. Penilaian unjuk kerja berdasarkan pada analisis
pekerjaan (Nathan & Cascio, 1986). Penilaian ini menggunakan tes yang juga disebut
dengan tes unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran
sehingga kemampuan siswa mencapai pada tingkat yang diinginkan. Tes unjuk kerja lebih
banyak digunakan pada bidang studi yang batasnya jelas, seperti Fisika, Kimia, dan
Biologi.
Bentuk tes ini digunakan untuk mengukur status siswa berdasarkan hasil kerja dari
satu tugas. Pertanyaan pada tes unjuk kerja berdasarkan pada tuntutan dari masyarakat dan
lembaga lain yang terkait dengan pengetahuan yang harus dimiliki siswa. Jadi pertanyaan
butir soal cenderung pada tingkat aplikasi suatu prinsip atau konsep pada situasi yang
baru. Walau urain namun batasnya harus jelas dan ditentukan berdasarkan kebutuhan
masyarakat. Permasalahan yang diujikan sedapat mungkin sama dengan masalah yang ada
di kehidupan nyata. Inilah yang menjadi ciri utama perbedaan antara tes unjuk kerja
dengan bentuk yang konvensial.

h. Portofolio

Portofolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang (Popham, 1999), dalam bidang


pendidikan berarti kumpulan dari tugas-tugas siswa. Portofolio cocok digunakan untuk
penilaian dengan skala yang luas (Marzano & Kendall, 1986). Penilaian dengan portofolio
memerlukan kemampuan membaca yang baik. Hal yang penting pada penilaian portofolio
adalah mampu mengukur kemampuan membaca dan menulis yang lebih luas, siswa
menilai kemajuannya sendiri, mewakili sejumlah karya seseorang.
Penilain portofolio pada dasarnya adalah menilai karya-karya individu untuk suatu
mata pelajaran tertentu. Jadi semua tugas yang dikerjakan siswa dikumpulkan, dan di akhir
satu unit program pembelajaran misalnya satu semester. Kemudian dilakukan diskusi
8
antara siswa dan guru untuk menentukan skornya. Prinsip penilaian portofolio adalah
siswa dapat melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya dibahas. Bentuk ujiannya
cenderung bentuk uraian, dan tugas-tugas rumah. Karya yang dinilai meliputi hasil ujian,
tugas mengarang atau mengerjakan soal. Jadi portofolio adalah suatu metode pengukuran
dengan melibatkan siswa untuk menilai kemajuannya dalam bidang studi tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian portofolio adalah
sebagai berikut.
1. Karya yang dikumpulin adalah benar-benar karya yang bersangkutan.

2. Menentukan contoh pekerjaan mana yang harus dikumpulkan.

3. Mengumpulkan dan menyimpan sampel karya.

4. Menentukan kriteria untuk menilai portofolio.

5. Meminta siswa untuk menilai secara terus menerus hasil portofolionya.

6. Merencanakan pertemuan dengan siswa yang dinilai.

7. Dapat melibatkan orang tua dalam menilai portofolio.

Penilaian dengan portofolio memiliki karakteristik tertentu, sehingga penggunaan


juga harus sesuai dengan tujuan dan substansi yang diukur. Mata pelajaran yang
memiliki banyak tugas dan jumlah siswa yang tidak banyak, penilaian dengan cara
portofolio akan lebih cocok.

2. Pedoman Penskoran Tes Kognitif

Pedoman Penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian, agar
subjektifitas korektor dapat diperkecil. Pedoman penskoran ini merupakan petunjuk yang
menjelaskan tentang : batasan atatu kata – kata kunci untuk melakukan penskoran terhadap
soal bentuk uraian, dan kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran pada
soal bentuk uraian bentuk non-objektif.
Pedoman pemberaian skor untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah
perumusan kalimat-kalimat butir soal tersebut.
a. Contoh Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda

Cara penskoran tes bentuk pilihan ada dua, yaitu: pertama tanpa ada koreksi
terhadap jawaban tebakan, dan yang kedua adalah dengan koreksi terhadap jawaban
tebakan
1) Penskoran tanpa koreksi jawaban tebakan adalah satu untuk tiap butir yanga dijawab
9
benar, sehingga jumlah skor yang diproleh siswa adalah banyaknya butir yang dijawab
benar.

B = banyaknya butir yang dijawab benar


N = banyaknya butir soal
Contohnya adalah sebagai berikut: Banyak soal tes ada 40 butir. Banyaknya jawaban
yang benar ada 20. Jadi skor yang dicapai seseorang:

2) Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah sebagai berikut:

B= banyaknya butir soal yang dijawab benar


S = banyaknya butir yang dijawab salah
P = banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N = banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0.

Contoh: Soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap
butir, dan banyaknya 40 butir. Bila banyaknya butir yang dijawab benar ada 20,
yang dijawab salah ada 12, dan tidak dijawab ada 8, maka skor yang diperoleh
adalah:

b. Contoh pedoman Penskoran Sola uraian Objektif:


Kompetensi Dasar Memahami konsep asam dan basa serta kekuatannya dan
kesetimbangan pengionannya dalam larutan
Indikator Pencapaian 3.10.7. Menghitung kekuatan asam dan basa
Kompetensi
Indikator Soal Diberikan nilai konsentrasi dan Kb suatu larutan. Peserta didik
dapat menghitung konsentrasi ion OH-
Soal Hitunglah konsentrasi ion OH- dalam larutan NH4OH 0,1 M
jika diketahui Kb = 1,8 x 10-5 (C3 Penerapan) (skor 10)
Pedoman penskoran : Langkah: Skor
-5
1. Diketahui: Kb = 1,8 x 10 ; konsentrasi basa = 1
0,1 M
2. Ditanya : Konsentrasi ion OH- dalam larutan? 1
Jawab :

10
3. Rumus : ¿] ...................... 1

4. ¿............................
5. ¿ ................................... 2
6. ¿ M ........................................... 2
7. Jadi, konsentrasi ion OH- dalam larutan 2
NH4OH 0,1 adalah sebesar 1,34 M ..............
1
Total Skor 10

c. Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian Non-objektif:

Indikator : Siswa dapat mendeskripsikan alsan warga negara Indonesia bangga


menjadi bangsa Indonesia.
Butir soal : Tuliskan alasan – alasan yang membuat Anda berbangga sebagai
bangsa Indonesia !
Pedoman penskoran

Jawaban boleh bermacam – macam namun pada pokok jawaban tadi dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
Kriteria jawaban Rentang skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam 0-2
Indonesia
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air 0-2
indonesia (pemandangan alamnya, geografisnya, dll).
Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman 0-2
budaya, suku, adat istiadat tetapi dapat bersatu
Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan 0-2
masyarakat Indonesia
Skor maksimum 8

d. Pembobotan soal uraian

Pembobotan adalahpemberian bobot kepada suatu soal dengan cara


membandingkannya dengan soal lain dalam suatu perangkat tes yang sama. Dengan
demikian, pembobotan soal uraian hanya dapat dilakukan dalam menyusun perangkat tes.
Apabila suatu soal uraian berdiri sendiri maka tidak dapat dihitung atau ditetapkan bobotnya.
Bobot setiap soal ujian yang ada dalam suatu perangkat tes ditentukan dengan
mempertimbangkan faktor – faktor yang berkaitan dengan materi dan karakteristik soal itu
sendiri, seperti luas lingkup materi yang hendak dibuat soalnya, esensialitas dan tingkat

11
kedalaman materi yang ditanyakan, dan tingkat kesukaran soal tersebut.
Selain faktor – faktor tersebut, hal yang perlu pula ditimbangkan dalam pembobotan
soal uraian adalah skala penskoran yang hendak digunakan, misalnya skala 10, atau skala
100. Apabila digunakan skala 100 maka jumlah bobot semua soal yang dinyatan dalam
perangkat tes itu harus 100; demikian pula bila skala yang digunakan 10. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan perhitungan skor.
Sebagaimana telah dinyatakan diatas, tiap soal uraian, baik uraian objektif maupun
non objektif mempunyai skor mentah maksimum sendiri. Skor mentah maksimum suatu butir
soal uraian tidak ada hubungannya dengan bobot soal tersebut. Dengan demikian, suatu soal
dengan skor mentah maksimum 6, misalnya, dapat mempunyai bobot yang sama dengan skor
mentah maksimum, dapat pula lebih rendah atau lebih tinggi daripada skor mentah
maksimumnya.
Skor jadi yang diperoleh siswa yang menjawab suatu butir soal uraian ditetapkan
dengan jalan membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor mentah maksimumnya
kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Rumus yang dipakai untuk penghitungan
skor butir soal (SBS) adalah :

SBS = skor butir soal


a = skor mentah yang diperoleh siswa untuk butir soal
b = skor mentah maksimum soal
c = bobot soal

Setelah diperoleh skor setiap soal (SBSS) maka dapat dihitung total skor butir soal
bebagi skor total siswa (STS) untuk serangkaian soal dalam tes yang bersangkutan, dengan
menggunakan rumus :

SBS SBS

Contoh 1, bila STS = Total Bobot Soal dan skala 100


Skor mentah Skor mentah Bobot soal Skor Butir
No.Soal perolehan maksimum Soal

(a) (b) (c) (SBS)


01 60 60 20 20,00
02 40 40 30 30,00

12
03 20 20 30 30,00
04 20 20 20 20,00
Jumlah 140 140 100 100,00(STS)

Contoh 2, bila STS Total Bobot Soal dan skala 100


Skor mentah Skor mentah Bobot soal Skor Butir
No.Soal
perolehan maksimum Soal
(a) (b) (c) (SBS)
01 30 60 20 10,00
02 40 40 30 30,00
03 20 20 30 30,00
04 10 20 20 10,00
Jumlah 100 140 100 80,00(STS)

Dalam penghitungan skor untuk satu butir soal (SBS) dan dalam penghitungan skor
total siswa (STS) untuk suatu perangkat tes, tidak terdapat perbedaan antara soal uraian
objektif dan soal uraian non-objektif.
e. Pembobotan soal Bentuk Campuran

Dalam beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu pelihan dan
uaraian. Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan ganda dan bentuk uraian ditentukan
oleh cakpupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berfikir yang terlibat dalam
mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk pilihan ganda lebih banyak,

sedang tingkat berfikir yang terlibat dalam mengerjakan soal bentuk uraian biasanya lebih
banyak dan lebih tinggi.
Suatu ulangan terdiri dari N1 soal pilihan ganda dan N2 soal uraian. Bobot untuk soal
pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w 2. Jika seseorang siswa
menjawab benar n1 pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka siswa itu mendapat skor :

Misalkan suatu bilangan terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan, dan 4
buah bentuk soal uraian. Soal pilihan ganda bisa dijawab benar 15 dan dijawab salah 4,
sedang bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot pilihan
ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60. Maka skor yang diperoleh dapa dihitung sebagai

13
berikut:
a) Skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan: (16/20) x 100 = 80
b) Skor bentik uraian adalah: (20/40) x 100 = 50
c) Skor akhir adalah: 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62

C. Penyusunan Instrumen Afektif dan Tehnik Penskorannya

1. Penyusunan Instrumen afektif

Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Paling tidak ada dua
komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu pelajaran.
Sikap siswa terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap
siswa tehadap mata pelajaran tertentu positif sehingga akan timbul minat untuk belajar dan
mempelajarinya. Siswa yang memilih minat pada pelajran tertentu bisa diharapkan prestsi
belajarnya akan meningkat, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi
belajarnya. Oleh karena itu, guru memilki tugas untuk membangkitkan minat kemudian
meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajran yang diampunya. Dengan demikian akan
terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai

berikut.

a. Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.

b. Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran dikelas, banyak bertanya, tepat


waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini
selanjutnya ditanyakan pada siswa.

c. Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: Sangat senang,
senang, sama saja, kurang senang, dan tidak senang.
d. Telaah insrumen oleh sejawat.

e. Perbaiki instrumen.

f. Siapkan inventori laporan diri.

g. Skor inventori.

h. Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.

2. Tehnik Penskoran Pengukuran Afektif

Misal dari insrumen untuk mengukur minat siswa yang telah berhasil dibuat ada 10
14
butir. Jika rentangan yang dipakai adlah 1 sampai 5, maka skor terendah seorang siswa
adalah 10, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan
demikian, medianya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. Jika dibagi 4 kategori, maka skala 10
– 20 termasuk tidak berminat, 21 sampai 303 kurang berminat, 31 – 40 berminat, dan skala

41 – 50 sangat berminat.

D.Penyusunan Tes Psikomotorik dan Teknik Penskorannya


1. Penyusunan Tes Psikomotorik
a. Bentuk Tes Psikomotorik
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau
kinerja (performance) yang telah dikuasai siswa. Tes tersebut menurut Lunetta dkk. (1981)
dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi dan untuk kerja.
1) Tes paper and pencil, walaupun bentuk aktivitasnya seperti tes tulis, namun yang
menjadi sasarannya adalah kemampuan siswa dalam menampilkan karya, misal
berupa desaian alat, desain grafis, dan sebagainya.
2) Tes identifikasi : tes ini lebih ditujukan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
mengidentifikasi sesuatu hal, misal menemukan bagian yang rusak atau yang tidak
berfungsi dari suatu alat.
3) Tes simulasi : tes ini dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat
dipakai untuk memperagakan penampilan siswa, sehingga dengan simulasi tetap dapat
dinilai apakah seseorang sudah menguasai keterampilan dengan peralatan tiruan atau
berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat.
4) Tes untuk kerja (work sample): tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya dan
tujuannya untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai/terampil menggunakan
alat tersebut.
Tes penampilan/perbuatan, baik berupa tes identifikasi, tes simulasi, ataupun unjuk
kerja, semuanya dapat diperoleh datanya dengan menggunakan daftar cek (check-list)
ataupun skala penilaian (rating scale). Daftar cek maupun skala penilaian juga dapat
dipakai sebagai “lembar penilaian” atau alat untuk observasi dalam rangka
pengukuran yang bebas
waktunya, dalam arti tidak dilakukan dalam suasana ujian secara formal. Misal
15
dipakai alat observasi saat siswa mengejarkan praktikum dalam upaya memperoleh
data selama siswa melakukan proses pembelajaran praktek laboratorium.
Daftar cek lebih praktis jika digunakan untuk menghadapi subjek dalam jumlah besar
atau jika perbuatan yang dinilai memiliki resiko tinggi, misalnya dalam kegiatan
praktikum laboratorium yang menggunakan peralatan yang mahal, untuk menilai
apakah seseorang sudah mampu menggunakan mikroskop akan lebih tepat
menggunakan daftar cek.
Skala penilaian cocok untukmenghadapi subjek yang sedikit. Perbuatan yang diukur
menggunakan alat berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai
sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5
paling sempurna.

b. Penyusunan butir soal bentuk daftar cek.


Daftar cek berisi seperangkat butir soal yang mencerminkan rangkaian
tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta ujian, yang merupakan indikator-
indikator dari keterampilan yang akan diukur. Oleh karena itu dalam menyusun daftar cek
hendaknya: (1) carilah indikator- indikator penguasaan keterampilan yang diujikan, (2)
susunlah indikator-indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya. Kemudian
dilakukan pengamatan terhadap subjek yang dinilai untuk melihat pemunculan indikator-
indikator yang dimaksud. Jika indikator tersebut muncul, maka diberi tanda V atau ditulis
kata “ya” pada tempat yang telah disediakan.

Misal akan melakukan pengukuran terhadap keterampilan siswa menggunakan termometer


badan. Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan siswa terampil
menggunakan termometer tersebut, misal indikator-indikatornya sebagai berikut:
1) Cara mengeluarkan termometer dari temaptnya.
2) Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3) Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
4) Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5) Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhu tubuhnya.
6) Cara membaca tinggi air raksa dlam pipa kapiler termometer.
Siswa dinyatakan terampil dalam hal tersebut jika ia mampu melakukan urutan
kegiatan berikut dengan benar. Setelah diperoleh indikator-indikator, kemudian
disusun butir soalnya dalam bentuk daftar cek sebagai berikut.
16
Beri tanda V untuk setiap penampilan yang benar dari setiap tindakan yang dilakukan siswa
seperti yang diuraikan di bawah ini!

1) Mengeluarkan termometer dari tempatnyadengan memegang bagian ujung yang tak


berisi air raksa.
2) Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-rendahnya.
3) Memasang termometer pada tubuh pasien (dimulut, diketiak atau dubur) sehingga
bagian yang berisi air raksa kontak dengan tubuh orang yang diukur suhunya.
4) Menunggu beberapa menit termometer tinggal pada orang yang diukur.
5) Mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya dengan memegang
bagian ujung yang tidak berisi air raksa.
6) Membaca tinggi air raksa dlam pipa kapiler termometer dengan posisi mata tegak
lurus.

Jadi karakteristik buti-butirnya mengandung uraian/pernyataan tentang aspek perbuatan


yang sudah pasti, tinggal perbuatan itu muncul atau tidak.

c. penyusunan butir soal bentuk skala penilaian


pada prinsipnya penyusunan skala penilaian tidak berbeda dengan penyusunan daftar cek,
yaitu mencari indikator-indikator yang mencerminkan keterampilan yang akan diukur, yang
berbeda adalah cara penyajiannya. Dalam skala penilaian, setelah diperoleh indikator-
indikator keterampilan selanjutnya ditentukan skala penilaian untuk setiap indikator. Misal,
skala 5 jika suatu indikator dikerjakan sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2 jika tidak
tepat dan 1 sangat tidak tepat. Jadi, pada prinsipnya ada tingkat-tingkat penampilan untuk
setiap indikator keterampilan yang akan diukur.

Contoh:
Untuk mengukur keterampilan siswa menggunakan termometer badan disusun skala
penilaian berikut.

17
Centang angka 5 jika suatu indikator dikerjakan sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2
jika tidak tepat dan 1 sangat tidak tepat untuk setiap tindakan di bawah ini!
N PERNYATAAN SKALA
O PENIALAIN
1 2 3 4 5
1 Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
2 Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3 Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur
suhunya.
4 Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang
diukur suhunya.
5 Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhu
tubuhnya.
6 Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.
7 Dst.....

Dalam hal ini, akan lebih akurat bila ada kriteria dari tiap butir yang rentang mulai dari skala
1 sampai 5. Dengan demikian, penilai yang manapun akan dengan tepat dapat menilai karena
sudah ada kriteria bahwa seseorang beri skala 1 untuk langkah yang menyangkut cara
mengeluarkan termometer diberi tempatnya demikian, dan diberi skala 2 karena demikian
dan seterusnya sampai kapan ia diberi skala 5. Kriteria tiap skala untuk setiap butir/langkah
juga harus sudah dihafal oleh penilai. Jadi jika dilakukan penilaian banyak ada keseragaman
antar penilai.

Teknik Penskoran Tes Psikomotorik


Dari contoh cara pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian, ada 6 butir soal yang
dipakai untuk mengukur kemampuan seseorang siswa. Jika untuk butir 1 siswa yang
bersangkutan memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh skor 4 berarti
benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti juga benar tetapi kurang
sempurna, butir 2 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti
kurang benar, butir 6 juga skor 3 berarti kurang benar, maka total skor yang dicapai siswa
tersebut adalah (5+4+4+3+3+3)
atau = 22. Seorang sisa yang gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil melakukan
dengan sempurna memperoleh skor 30; maka median skornya adalah (6+30)/2 = 18. Jika
dibagi 4 kategori, maka yang memperoleh skor 6 – 12 dinyatakan gagal, skor 13 – 18 berarti
kurang berhasil, skor 19 – 24 dinyatakan berhasil, dan skor 25 sampai 30 dinyatakan sangat
berhasil. Dengan demikian siswa dengan skor 21 dapat dinyatakan sudah berhasil tetapi
belum sempurna/belum sepenuhnya baik. Maka sifat keterampilannya adalah absolut, maka

18
setiap butir harus dicapai dengan sempurna (skala5). Dengan demikian hanya siswa yang
memperoleh skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori sempurna.

E. Penyusunan Soal Ujian Akhir


1. Ujian Akhir
Tentang ujian akhir, menurut penelitian Djemari dkk (2001) sebagian besar responden dari 20
propinsi setuju dilaksanakan ujian akhir, hanya pelaksanaannya berbeda. Mereka yang setuju
dengan ujian akhir nasional menyarankan penyempurnaan dalam hal berikut ini:

a) Kualitas soal ditingkatkan dan dengan memperlihatkan karakteristik daerah.


b) Hasil ujian akhir dimanfaatkan secara optimal sebagai umpan balik untuk
memperbaiki proses pembelajaran.
c) Objektivitas hasilnya ditingkatkan.
d) Keamanan soal ditingkatkan.
e) Biaya ujian ditanggung oleh pemerintah.
f) Materi ujian mencakup keterampilan/praktik untuk mata pelajaran IPA (Fisika,
Kimia, Biologi) dan semua mata pelajaran yang ada di dalam kurikulum nasional.
g) Menambah ujian “listening” pada ujian bahasa Inggris.
h) Untuk ujian bahasa Indonesia diharapkan tetap ada ujian mengarang.
i) Bentuk soal berupa uraian terstruktur diharapkan tetap digunakan kembali.

a. pelaksanaan Ujian Akhir

Sesuai dengan penelitian Djemari (2001), ada beberapa alternatif bentuk ujian akhir,
yaitu ujian akhir nasional, ujian akhir daerah atau ujian akhir sekolah.

a) Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Nasional (UAN)


1. Pusat mengembangkan kemampuan dasar yang berlaku secaranasional
untuk setiap jenjang pendidikan.
2. Pusat bersama-sama dengan daerah (Propinsi) menyusun kisi-kisi dan
perangkat soal.
3. Perangkat soal dikalibrasi oleh pusat, dan pengembangan bank soal yang
dilakukan oleh pusat.
4. Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah, baik pemerintah pusat

19
bersama- sama dengan pemerintah daerah, atau sepenuhnya ditanggung
pemerintah pusat, atau sepenuhnya ditanggung pemerintah daerah.
5. Koreksi dan analisis hasil ujian akhir dilakukan oleh tim yang dibentuk
oleh pemerintah propinsi.
6. Mata pelajaran yang tidak diujiakan dalam ujian akhirnasional diujikan
secara tersendiri dengan koordinasi dengan propinsi. Dalam hal ini
propinsibersama- sama dengan kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan
perangkat soal. Koreksi dan analisis hasil ujian akhir dilakukan oleh tim
yang dibentuk oleh pemerintah propinsi.
7. Kabupaten/kota memanfaatkan hasil dari analisis hasil ujian, baik hasil
ujian akhir nasional naupun hasil ujian untuk mata pelajaran yang tidak
diujikan dalam ujian akhir nasional, untuk membina sekolah di
wilayahnya.
8. Pusat membina propinsi dalam upaya menyediakan tenaga yang
profesional dalam bidang pengujian agar propinsi mampu
mengembangkan bank soal.
b) Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Daerah (UAD) tingkat
Propinsi Tugas dari masing unit adalah sebagai berikut :
1. Pusat mengembangkan komponen dasar yang bersifat nasional untuk
setiap jenjang pendidikan.
2. Pusat melakukan asesman secara nasional dengan menggunakan sample
untuk memantau mutu pendidikan secara makro di setiap daerah.
3. Propinsi bersama-sama dengan kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan
perangkat soal.
4. Perangkat soal dklaribasi dengan mengembangkan bank soal di tiap
propinsi.
5. Pusat membina daerah(propinsi dan kabupaten/kota) untuk
mengembangkan SDM yang profesional baik untuk mengembangkan kisi-
kisi, perangkat soal, maupun untuk mengembangkan bank soal.
6. Soal-soal yang diujikan harussoal-soal yang sudahdiketahui penyamaan
skornya (kalibrasi/equating) sehingga hasilnya tetap dapat dipakai untuk
membandingkan antar wilayah/propinsi.
7. Propinsi menyeleggarahkan ujian akhir.
8. Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah tingkat
20
c) Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Daerah (UAD) tingkat
kabupaten/kota. Tugas masing-masing unit adalah sebagai berikut :
1. Pelaksaan UAD dilakukan secara bertahap sejalan dengan kesiapan daerah.
2. Pusat mengembangkan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk
setiap jenjang pendidikan.
3. Pusat melakukan survei nasional untuk memantau mutu pendidikan secara
makro di seluruh daerah.
4. Kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.
5. Pengembangan bank soal di sekolah
6. Pusat bersama – sama dengan propinsi membina kabupaten/kota untuk
mengembangkan SDM yang profesonal baik untuk mengembangkan kisi-
kisi, perangkat soal, maupun untuk mengembangkan bank soal.
7. Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah kabupaten/kota.

i. Ujian akhir dalam bentuk ujian akhir sekolah (UAS)


Dalam hal ini :

1) Pusat pengembangan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk setiap


jenjang pendidikan.
2) Pusat melakukan survei secara nasional tentang prestasi belajar siswa pada
setahun sebelum kelas berakhir.
3) Sekolah menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.

4) Perangkat soal harus dikalibrasi dengan mengembangkan bank soal di setiap


sekolah.
5) Propinsi bersama-sama kabupaten/kota membina sekolah untuk mengembangkan
SDM yang profesional baik untuk mengembangkan kisi-kisi, perangkat soal
maupun untuk mengembangkan bank soal.
6) Propinsi bersama-sama kabupaten/kota membina sekolah untuk memanfaatkan
hasil-hasil UAS untuk mengembangkan program perbaikan di masing-masing
sekolah.
7) Sekolah menyelenggarakan ujian akhir.

8) Beaya penyelenggaraan unjian ditanggung sepenuhnya oleh sekolah.

21
ii. Jika tanpa diadakan ujian akhir
Dalam hal ini :
1) Pusat pengembangan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk setiap
jenjeng pendidikan.
2) Pusat melakukan survei secara nasional untuk memantau perkembangan mutu
pendidikan secara makro di setiap daerah.
3) Sekolah sepenuhnya bertanggung jawab dalam peningkatan mutu pedidikan di
sekolahny, penyelenggaran program perbaikan berdasarkan data dan informasi
yang dimiliki sekolah, dan sistem seleksi.
4) Pihak kabupaten/kota melakukan pembinaan sekolah di wilayahnya masing-
masing.

iii. Penyiapa soal ujian akhir

Tujuan ujian akhir yang penting di antaranya adalah untuk :

1) Memantau kualitas pendidikan.

2) Mendorong agar sekolah selalu meningkatkan kualitas pembelajaran.

3) Menentukan lelulusan

4) Menentukan program perbaikan yang tepat

5) Memberika informasi ke masyarakat tentan pencapaian prestasi sekolah sebagai


bentuk akuntabilitas sekolah.

Materi ujian akhir sesuai dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi adalah
dengan memilih sejumlah kemampuan dasar yang penting untuk di ujikan. Untuk materi
ujian harus mewakili semua standart kompetensi, sedangkan yang dipilih harus kemampuan
dasar yang penting yaitu yang peringkat peringkat pemahaman, aplikasi, dan analisis sebesar
30%, 50%, dan 20% dengan batas lulus sebesar 75% menguasai materi ujian. Apabila ada
seklah yang tidak menggunakan kemampuan dasar nasional karena keterbatasan kemampuan
dan fasilitas maka mereka bisa memilih kemampuan dasar yang diujikan dan harus
melaporkan ke pusat agar daerah dan pusat dapat mengembangkan penyamaan skor untuk
membandingkan skor antar sekolah.

22
Kisi-kisi soal ujian
No. KI KD Materi Indikator Indikator soal Bentuk Nomor
pencapaian Soal Soal

23

Anda mungkin juga menyukai