1. Tujuan tes
Tujuan tes yang penting adalah untuk : (a) mengetahui tingkat kemampuan siswa, (b)
mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa, (c) mendiagnosis kesulitan belajar siswa,
(d) mengetahui hasil pengajaran, (e) mengetahui hasil belajar, (f) mengetahui pencapaian
kurikulum, (g) mendorong siswa belajar, (h) mendorong guru agar mengajar yang lebih baik.
Sering kali tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki keefektifan
yang sama untuk semua tujuan.
Ditinjau dari tujuannya, ada 4 macam tes yang banyak digunakan di lembaga
pendidikan, yaitu : (a) tes penempatan, (b) tes diagnostik, (c) tes formatif, dan (d) tes sumatif.
Sistem pengujian berbasis kemampuan dasar pada umumnya menggunakan tes diagnostik,
formatif, dan sumatif.
Tes penempatan dilaksanakan pada awal pelajaran, digunakan untuk mengetahui
tingkat kemampuan yang dimiliki siswa. Untuk mempelajari suatu mata pelajaran dibutuhkan
pengetahuan pendukung. Pengetahuan pendukung ini diketahui dengan menelaah hasil tes
penempatan. Apakah seorang siswa perlu matrikulasi, tambahan pelajaran atau tidak.
Ditentukan dari hasil tes ini.
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa,
termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes ini dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa
sebagaian besar siswa gagal dalam mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran
tertentu. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum
dipahami dan yang telah dipahami. Oleh karena itu, tes ini berisi materi yang dirasa sulit oleh
siswa, namun tingkat kesulitan tes ini cenderung rendah.
Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan
pelaksanaan proses pembelajaran. Masukan ini berguna untuk memperbaiki strategi
mengajar. Tes ini dilakukan secara periodik sepanjang semester. Materi tes dipilih
berdasarkan tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atau subpokok materi. Jadi tes ini
sebenarnya bukan untuk menentukan keberhasilan belajar semata, tetapi untuk mengetahui
keberhasilan proses pembelajaran.
1
Tes sumatif diberikan di akhir suatu pelajaran atau akhir semester. Hasilnya untuk
menentukan keberhasilan belajar siswa. Tingkat keberhasilan ini dinyatakan dengan skor atau
nilai, pemberian sertifikat , dan sejenisnya. Tingkat kesukuran soal pada tes sumatif
bervariasi, sedangkan materinya harus mewakili bahan yang telah diajarkan.
Ada sembilan langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajar
yaitu : (a) menyusun spesifikasi tes, (b) menulis soal tes, (c) menelaah soal tes, (d) melakukan
uji coba tes, (e) menganalisis butir soal.], (f) memperbaiki tes, (g) merakit tes, (h)
melaksanakan tes, (i) menafsirkan hasil tes. Khusus mengenai uji coba tes, dalam penyusunan
tes untuk mengukur prestasi hasil pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru dikelas
seperti ulangan harian, ulangan umum, dan ulangan kenaikan kelas tidak harus dilakukan
secara tersendiri. Pembakuan tes dilakukan setelah diujikan dengan menggunakan metode
konsistensi internal.
Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes, yaitu
berisi uraian yang menunjukkan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes.
Spesifikasi yang jelas akan mempermudah dalam menulis soal, dan siapa saja yang menulis
soal akan menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama. Penyusunan spesifikasi tes
mencakup kegiatan berikut ini : (a) menentukan tujuan tes, (b) menyusun kisi-kisi tea, (c)
memilih bentuk tes, dan (d) menentukan panjang tes.
a. Kisi-kisi Tes
Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-
kisi ini merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis soal akan
menghasilkan soal dan tingkat kesulitannya relatif sama. Matriks kisi-kisi soal terdiri dari
dua jalur, yaitu kolom dan baris. Kolom menyatakan tujuan pelajaran, materi pokok dan
subpokoknya, uraian materi, dan indikator, sedangkan baris menyatakan tujuan yang akan
diukur atau diujikan (lihat lampiran 1).
Ada tiga langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes dalam sistem pengujian
berbasis kemampuan dasar, yaitu:
1. Menulis tujuan umum pelajaran,
2
4. Menentukan jumlah soal materi pembelajaran/materi pokok dan submateri
pembelajaran.
Paling tidak, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih materi
pembelajaran dan submateri pembelajaran yang akan diujikan, yaitu:
1. Merupakan konsep dasar,
Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu
yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik
mata pelajaran yang diujikan. Bentuk tes objektif pilihan ganda dan bentuk tes benar salah
sangat tepat digunakan bila jumlah peserta tes banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan
3
materi yang diujikan banyak. Kelebihan tes objektif bentuk pilihan adalah lembar jawaban
dapat diperiksa dengan komputer, sehingga objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun
membuat tes objektif yang baik tidak mudah.
Bentuk tes uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang batasnya jelas,
misalnya mata pelajaran Fisika, Matematika, Kimia, Biologi, dan sebagainya. Soal pada
tes ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat, memasukkan angka
dalam rumus, menghitung hasil, dan menafsirkan hasilnya. Pada tes bentuk uraian objektif
ini, sistem penskoran dapat dibuat dengan jelas dan rinci.
c. Panjang Tes
Panjang tes ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan
memperlihatkan bahan yang diujikan dan tingkat kelelahan peserta tes. Pada umumnya tes
dilakukan selama 90 menit sampai 120 menit. Untuk tes bentuk pilihan ganda dengan
tingkat kesulitan rata-rata sedang tiap butir soal tergantung pada kompleksitas soal. Walau
demikian disarankan menggunakan lebih banyak soal dibanding hanya beberapa soal agar
kesahihan isi tes lebih baik.
Ada tiga hal utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal yang
diujikan, yaitu: bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi,
keandalan yang diinginkan, dan waktu yang tersedia. Bobot skor tiap soal bisa ditentukan
sebelum tes digunakan, yaitu berdasar tingkat kompleksitas atau kesulitannya, yang
komplek atau sulit diberi bobot yang lebih tinggi dibanding dengan yang lebih mudah.
Pemberian bobot dapat pula dilakukan setelah tes digunakan, yaitu dengan
menghitung simpangan baku tiap butir soal. Penentuan bobot didasarkan pada besarnya
simpangan bakunya, seperti butir yang simpangan baku skornya besar diberi bobot besar.
Demikian pula butir yang memiliki simpangan baku kecil diberi bobot kecil.
Jumlah soal yang diperlukan tiap jenis tes untuk suatu satuan waktu tertentu harus
diperhitungkan dengan tepat. Hal ini untuk menjaga agar waktu yang disediakan kurang
atau berlebih. Bagi guru yang berpengalaman dapat menentukan jumlah dengan tepat.
B. Penyusunan Tes Kognitif dan teknik Penskorannya
Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf serap siswa untuk masalah
yang berkaitan dengan kognitif. Pertanyaan lisan yang diajukan ke kelas harus jelas, dan
4
semua siswa harus diberi kesempatan yang sama. Dalam melakukan pertanyaan di kelas
prinsipnya adalah: mengajukan pertanyaan, memberi waktu untuk berpikir, kemudian
menunjuk peserta untuk menjawab pertanyaan. Baik benar atau salah jawaban siswa,
jawaban siswa, jawaban tersebut ditawarkan lagi ke kelas untuk mengaktifkan kelas.
Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah, seperti pengetahuan
dan pemahan.
Pedoman utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda (Ebel, 1977)
adalah:
1. Pokok soal harus jelas.
Bentuk soal uraian objektif sangat tepat digunakan untuk bidang Matematika dan IPA,
karena kunci jawabannya hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu prosedur atau
langkah-langkah tertentu. Setiap langkah ada skornya. Objektif di sini dalam arti apabila
diperiksa oleh beberapa guru dalam bidang studi tersebut hasil penskorannya akan sama.
Pertanyaan pada bentuk soal ini di antaranya adalah: hitunglah, tafsirkan, buat kesimpulan
dan sebagainya.
5
d. Bentuk Uraian Non-objektif
Bentuk tes ini dikatakan non-objektif karena penilaian yang dialkukan cenderung
dipengaruhi subjektivitas dari penilai. Bentuk tes ini menuntut kemampuan siswa untuk
menyampaikan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan atau ide yang telah
dimilikinya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Keunggulan bentuk tes ini dapat
mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari hafalan
sampai evaluasi. Namun demikian, sebaiknya hindarkan pertanyaan yang mengungkap
hafalan seperti dengan pertanyaan yang dimulai dengan kata: apa, siapa, di mana.
Selain itu bentuk ini relatif mudah untuk membuatnya. Kelemahan dari bentuk tes ini
adalah: (1) penskoran sering dipengaruhi oleh subjektivitas penialian, (2) memerlukan
waktu yang lama untuk memeriksa waktu yang lama untuk memeriksa lembar jawaban,
dan (3) cakupan materi yang diujikan sangat terbatas, (4) dan adanya efek bluffing. Untuk
menghindari kelemahan tersebut, cara yang ditempuh adalah: (1) jawaban tiap soal tidak
panjang, sehingga bisa mencakup materi yang banayak, (2) tidak melihat nama peserta
ujian, (3) memeriksa tiap butir secara keseluruhan tanpa istirahat, dan (4) menyiapkan
pedoman penskoran.
Langkah membuat tes ini adalah sebagai berikut:
2. Mengedit pertanyaan:
6
4) Hindari penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda.
Penskoran bentuk tes ini bisa dilakukan secara analitik atau global. Analitik berarti
penskoran dilakukan bertahap sesuai kunci jawaban, sedang yang global dibaca
secara keseluruhan untuk mengetahui ide pokok dari jawaban soal kemudian diberi
skor.
Bentuk jawaban singkat ditandai dengan adanya tempat kosong yang disediakan bagi
pengambil tes untuk menuliskan jawaban sesuai dengan petunjuk. Ada tiga jenis soal
bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis melengkapi atau isian, dan jenis identifikasi atau
asosiasi. Kaidah-kaidah utama penyusunan soal bentuk ini adalah sebagai berikut:
1. Soal harus sesuai indikator.
f. Bentuk menjodohkan
Soal menjodohkan atau memasangkan terdiri dari suatu premis, suatu daftar
kemungkinan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu
dengan satu kemungkinan jawaban. Biasanya nama, tanggal/tahun, istilah, frase,
pernyataan, bagian dari diagram, dan yang sejenisnya digunakan sebagai premis. Hal-hal
yang sama dapat pula digunakan sebagai alternatif jawaban. Kaidah-kaidah pokok
penulisan soal jenis menjodohkan ini adalah sebagai berikut:
1. Soal harus sesuai dengan indikator.
7
3. Jumlah alternatif jawaban harus “nyambung” atau berhubungan secara logis
dengan premisnya.
4. Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
g. Unjuk kerja/performans
Penialain unjuk kerja sering disebut dengan penilaian autentik atau penilaian alternatif
yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menyelesaikan
masalah-masalah di kehidupan nyata. Penilaian unjuk kerja berdasarkan pada analisis
pekerjaan (Nathan & Cascio, 1986). Penilaian ini menggunakan tes yang juga disebut
dengan tes unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran
sehingga kemampuan siswa mencapai pada tingkat yang diinginkan. Tes unjuk kerja lebih
banyak digunakan pada bidang studi yang batasnya jelas, seperti Fisika, Kimia, dan
Biologi.
Bentuk tes ini digunakan untuk mengukur status siswa berdasarkan hasil kerja dari
satu tugas. Pertanyaan pada tes unjuk kerja berdasarkan pada tuntutan dari masyarakat dan
lembaga lain yang terkait dengan pengetahuan yang harus dimiliki siswa. Jadi pertanyaan
butir soal cenderung pada tingkat aplikasi suatu prinsip atau konsep pada situasi yang
baru. Walau urain namun batasnya harus jelas dan ditentukan berdasarkan kebutuhan
masyarakat. Permasalahan yang diujikan sedapat mungkin sama dengan masalah yang ada
di kehidupan nyata. Inilah yang menjadi ciri utama perbedaan antara tes unjuk kerja
dengan bentuk yang konvensial.
h. Portofolio
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian portofolio adalah
sebagai berikut.
1. Karya yang dikumpulin adalah benar-benar karya yang bersangkutan.
Pedoman Penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian, agar
subjektifitas korektor dapat diperkecil. Pedoman penskoran ini merupakan petunjuk yang
menjelaskan tentang : batasan atatu kata – kata kunci untuk melakukan penskoran terhadap
soal bentuk uraian, dan kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran pada
soal bentuk uraian bentuk non-objektif.
Pedoman pemberaian skor untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah
perumusan kalimat-kalimat butir soal tersebut.
a. Contoh Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ada dua, yaitu: pertama tanpa ada koreksi
terhadap jawaban tebakan, dan yang kedua adalah dengan koreksi terhadap jawaban
tebakan
1) Penskoran tanpa koreksi jawaban tebakan adalah satu untuk tiap butir yanga dijawab
9
benar, sehingga jumlah skor yang diproleh siswa adalah banyaknya butir yang dijawab
benar.
Contoh: Soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap
butir, dan banyaknya 40 butir. Bila banyaknya butir yang dijawab benar ada 20,
yang dijawab salah ada 12, dan tidak dijawab ada 8, maka skor yang diperoleh
adalah:
10
3. Rumus : ¿] ...................... 1
4. ¿............................
5. ¿ ................................... 2
6. ¿ M ........................................... 2
7. Jadi, konsentrasi ion OH- dalam larutan 2
NH4OH 0,1 adalah sebesar 1,34 M ..............
1
Total Skor 10
Jawaban boleh bermacam – macam namun pada pokok jawaban tadi dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
Kriteria jawaban Rentang skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam 0-2
Indonesia
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air 0-2
indonesia (pemandangan alamnya, geografisnya, dll).
Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman 0-2
budaya, suku, adat istiadat tetapi dapat bersatu
Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan 0-2
masyarakat Indonesia
Skor maksimum 8
11
kedalaman materi yang ditanyakan, dan tingkat kesukaran soal tersebut.
Selain faktor – faktor tersebut, hal yang perlu pula ditimbangkan dalam pembobotan
soal uraian adalah skala penskoran yang hendak digunakan, misalnya skala 10, atau skala
100. Apabila digunakan skala 100 maka jumlah bobot semua soal yang dinyatan dalam
perangkat tes itu harus 100; demikian pula bila skala yang digunakan 10. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan perhitungan skor.
Sebagaimana telah dinyatakan diatas, tiap soal uraian, baik uraian objektif maupun
non objektif mempunyai skor mentah maksimum sendiri. Skor mentah maksimum suatu butir
soal uraian tidak ada hubungannya dengan bobot soal tersebut. Dengan demikian, suatu soal
dengan skor mentah maksimum 6, misalnya, dapat mempunyai bobot yang sama dengan skor
mentah maksimum, dapat pula lebih rendah atau lebih tinggi daripada skor mentah
maksimumnya.
Skor jadi yang diperoleh siswa yang menjawab suatu butir soal uraian ditetapkan
dengan jalan membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor mentah maksimumnya
kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Rumus yang dipakai untuk penghitungan
skor butir soal (SBS) adalah :
Setelah diperoleh skor setiap soal (SBSS) maka dapat dihitung total skor butir soal
bebagi skor total siswa (STS) untuk serangkaian soal dalam tes yang bersangkutan, dengan
menggunakan rumus :
SBS SBS
12
03 20 20 30 30,00
04 20 20 20 20,00
Jumlah 140 140 100 100,00(STS)
Dalam penghitungan skor untuk satu butir soal (SBS) dan dalam penghitungan skor
total siswa (STS) untuk suatu perangkat tes, tidak terdapat perbedaan antara soal uraian
objektif dan soal uraian non-objektif.
e. Pembobotan soal Bentuk Campuran
Dalam beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu pelihan dan
uaraian. Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan ganda dan bentuk uraian ditentukan
oleh cakpupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berfikir yang terlibat dalam
mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk pilihan ganda lebih banyak,
sedang tingkat berfikir yang terlibat dalam mengerjakan soal bentuk uraian biasanya lebih
banyak dan lebih tinggi.
Suatu ulangan terdiri dari N1 soal pilihan ganda dan N2 soal uraian. Bobot untuk soal
pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w 2. Jika seseorang siswa
menjawab benar n1 pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka siswa itu mendapat skor :
Misalkan suatu bilangan terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan, dan 4
buah bentuk soal uraian. Soal pilihan ganda bisa dijawab benar 15 dan dijawab salah 4,
sedang bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot pilihan
ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60. Maka skor yang diperoleh dapa dihitung sebagai
13
berikut:
a) Skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan: (16/20) x 100 = 80
b) Skor bentik uraian adalah: (20/40) x 100 = 50
c) Skor akhir adalah: 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62
Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Paling tidak ada dua
komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu pelajaran.
Sikap siswa terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap
siswa tehadap mata pelajaran tertentu positif sehingga akan timbul minat untuk belajar dan
mempelajarinya. Siswa yang memilih minat pada pelajran tertentu bisa diharapkan prestsi
belajarnya akan meningkat, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi
belajarnya. Oleh karena itu, guru memilki tugas untuk membangkitkan minat kemudian
meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajran yang diampunya. Dengan demikian akan
terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai
berikut.
a. Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
c. Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: Sangat senang,
senang, sama saja, kurang senang, dan tidak senang.
d. Telaah insrumen oleh sejawat.
e. Perbaiki instrumen.
g. Skor inventori.
Misal dari insrumen untuk mengukur minat siswa yang telah berhasil dibuat ada 10
14
butir. Jika rentangan yang dipakai adlah 1 sampai 5, maka skor terendah seorang siswa
adalah 10, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan
demikian, medianya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. Jika dibagi 4 kategori, maka skala 10
– 20 termasuk tidak berminat, 21 sampai 303 kurang berminat, 31 – 40 berminat, dan skala
41 – 50 sangat berminat.
Contoh:
Untuk mengukur keterampilan siswa menggunakan termometer badan disusun skala
penilaian berikut.
17
Centang angka 5 jika suatu indikator dikerjakan sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2
jika tidak tepat dan 1 sangat tidak tepat untuk setiap tindakan di bawah ini!
N PERNYATAAN SKALA
O PENIALAIN
1 2 3 4 5
1 Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
2 Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3 Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur
suhunya.
4 Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang
diukur suhunya.
5 Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhu
tubuhnya.
6 Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.
7 Dst.....
Dalam hal ini, akan lebih akurat bila ada kriteria dari tiap butir yang rentang mulai dari skala
1 sampai 5. Dengan demikian, penilai yang manapun akan dengan tepat dapat menilai karena
sudah ada kriteria bahwa seseorang beri skala 1 untuk langkah yang menyangkut cara
mengeluarkan termometer diberi tempatnya demikian, dan diberi skala 2 karena demikian
dan seterusnya sampai kapan ia diberi skala 5. Kriteria tiap skala untuk setiap butir/langkah
juga harus sudah dihafal oleh penilai. Jadi jika dilakukan penilaian banyak ada keseragaman
antar penilai.
18
setiap butir harus dicapai dengan sempurna (skala5). Dengan demikian hanya siswa yang
memperoleh skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori sempurna.
Sesuai dengan penelitian Djemari (2001), ada beberapa alternatif bentuk ujian akhir,
yaitu ujian akhir nasional, ujian akhir daerah atau ujian akhir sekolah.
19
bersama- sama dengan pemerintah daerah, atau sepenuhnya ditanggung
pemerintah pusat, atau sepenuhnya ditanggung pemerintah daerah.
5. Koreksi dan analisis hasil ujian akhir dilakukan oleh tim yang dibentuk
oleh pemerintah propinsi.
6. Mata pelajaran yang tidak diujiakan dalam ujian akhirnasional diujikan
secara tersendiri dengan koordinasi dengan propinsi. Dalam hal ini
propinsibersama- sama dengan kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan
perangkat soal. Koreksi dan analisis hasil ujian akhir dilakukan oleh tim
yang dibentuk oleh pemerintah propinsi.
7. Kabupaten/kota memanfaatkan hasil dari analisis hasil ujian, baik hasil
ujian akhir nasional naupun hasil ujian untuk mata pelajaran yang tidak
diujikan dalam ujian akhir nasional, untuk membina sekolah di
wilayahnya.
8. Pusat membina propinsi dalam upaya menyediakan tenaga yang
profesional dalam bidang pengujian agar propinsi mampu
mengembangkan bank soal.
b) Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Daerah (UAD) tingkat
Propinsi Tugas dari masing unit adalah sebagai berikut :
1. Pusat mengembangkan komponen dasar yang bersifat nasional untuk
setiap jenjang pendidikan.
2. Pusat melakukan asesman secara nasional dengan menggunakan sample
untuk memantau mutu pendidikan secara makro di setiap daerah.
3. Propinsi bersama-sama dengan kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan
perangkat soal.
4. Perangkat soal dklaribasi dengan mengembangkan bank soal di tiap
propinsi.
5. Pusat membina daerah(propinsi dan kabupaten/kota) untuk
mengembangkan SDM yang profesional baik untuk mengembangkan kisi-
kisi, perangkat soal, maupun untuk mengembangkan bank soal.
6. Soal-soal yang diujikan harussoal-soal yang sudahdiketahui penyamaan
skornya (kalibrasi/equating) sehingga hasilnya tetap dapat dipakai untuk
membandingkan antar wilayah/propinsi.
7. Propinsi menyeleggarahkan ujian akhir.
8. Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah tingkat
20
c) Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Daerah (UAD) tingkat
kabupaten/kota. Tugas masing-masing unit adalah sebagai berikut :
1. Pelaksaan UAD dilakukan secara bertahap sejalan dengan kesiapan daerah.
2. Pusat mengembangkan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk
setiap jenjang pendidikan.
3. Pusat melakukan survei nasional untuk memantau mutu pendidikan secara
makro di seluruh daerah.
4. Kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.
5. Pengembangan bank soal di sekolah
6. Pusat bersama – sama dengan propinsi membina kabupaten/kota untuk
mengembangkan SDM yang profesonal baik untuk mengembangkan kisi-
kisi, perangkat soal, maupun untuk mengembangkan bank soal.
7. Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah kabupaten/kota.
21
ii. Jika tanpa diadakan ujian akhir
Dalam hal ini :
1) Pusat pengembangan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk setiap
jenjeng pendidikan.
2) Pusat melakukan survei secara nasional untuk memantau perkembangan mutu
pendidikan secara makro di setiap daerah.
3) Sekolah sepenuhnya bertanggung jawab dalam peningkatan mutu pedidikan di
sekolahny, penyelenggaran program perbaikan berdasarkan data dan informasi
yang dimiliki sekolah, dan sistem seleksi.
4) Pihak kabupaten/kota melakukan pembinaan sekolah di wilayahnya masing-
masing.
3) Menentukan lelulusan
Materi ujian akhir sesuai dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi adalah
dengan memilih sejumlah kemampuan dasar yang penting untuk di ujikan. Untuk materi
ujian harus mewakili semua standart kompetensi, sedangkan yang dipilih harus kemampuan
dasar yang penting yaitu yang peringkat peringkat pemahaman, aplikasi, dan analisis sebesar
30%, 50%, dan 20% dengan batas lulus sebesar 75% menguasai materi ujian. Apabila ada
seklah yang tidak menggunakan kemampuan dasar nasional karena keterbatasan kemampuan
dan fasilitas maka mereka bisa memilih kemampuan dasar yang diujikan dan harus
melaporkan ke pusat agar daerah dan pusat dapat mengembangkan penyamaan skor untuk
membandingkan skor antar sekolah.
22
Kisi-kisi soal ujian
No. KI KD Materi Indikator Indikator soal Bentuk Nomor
pencapaian Soal Soal
23