Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD

“Penjelasan dan contoh Pembelajaran Komunikasi, Koneksi, dan


Representasi”

Dosen Pengampu: Awal Nur Kholifatur Rosyidah, M.Pd.

Disusun Oleh:

KELAS V1 D PAGI

KELOMPOK 3

1. Rizky Fitri (E1E017121)


2. Via Febbyola (E1E017138)
3. Wahyu Lailatul Hikmah (E1E017140)
4. Wanda Nur Izzati (E1E017142)
5. Yusuf Fadhil Alkarim (E1E017152)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Berkat rahmatnya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tepat pada
waktunya yang berjudul “Penjelasan dan contoh Pembelajaran Komunikasi, Koneksi, dan
Representasi” untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Matematika SD yang di
bimbing oleh Ibu Awal Nur Kholifatur Rosyidah., M.Pd.
Makalah ini berisi tentang “Penjelasan dan contoh Pembelajaran Komunikasi,
Koneksi, dan Representasi”. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dan turut serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga dapat berguna bagi seluruh
pembaca khususnya kami.

Senin, 2 Maret 2020

PENYUSUN

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4
a. Latar belakang 4
b. Rumusan masalah 5
c. Tujuan 5

BAB II PEMBAHASAN 6
a. Komunikasi 6
b. Koneksi 9
c. Representasi 12

BAB III PENUTUP 14


a. Kesimpulan 14
b. Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan alat untuk memberikan cara berpikir, menyusun
pemikiran yang jelas, tepat, dan teliti. Hudojo (2005) menyatakan, matematika sebagai
suatu obyek abstrak, tentu saja sangat sulit dapat dicerna anak-anak Sekolah Dasar (SD)
yang mereka oleh Piaget, diklasifikasikan masih dalam tahap operasi konkret. Siswa SD
belum mampu untuk berpikir formal maka dalam pembelajaran matematika sangat
diharapkan bagi para pendidik mengaitkan proses belajar mengajar di SD dengan benda
konkret.
Siswa Sekolah Dasar (SD) berada pada umur yang berkisar antara usia 7 hingga
12 tahun, pada tahap ini siswa masih berpikir pada fase operasional konkret.
Kemampuan yang tampak dalam fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang
bersifat konkret (Heruman, 2008). Siswa SD masih terikat dengan objek yang ditangkap
dengan pancaindra, sehingga sangat diharapkan dalam pembelajaran matematika yang
bersifat abstrak, peserta didik lebih banyak menggunakan media sebagai alat bantu, dan
penggunaan alat peraga.
Matematika adalah ilmu tentang sesuatu yang memiliki pola keteraturan dan
urutan yang logis. Menemukan dan mengungkap keteraturan atau urutan ini kemudian
memberikan arti merupakan makna dari mengerjakan matematika. Dalam persamaan
matematika ada logika dibalik hasil-hasil sederhana yakni pola dan urutan. Pola tidak
hanya terdapat pada bilangan dan persamaan, tetapi juga berada pada setiap sesuatu
disekeliling kita. Dunia penuh dengan pola dan urutan: di alam, dalam seni, dalam
bangunan, dalam musik, perdagangan, sains, farmasi, industri manufaktur, sosiologi dan
lain-lain. Matematika menyelidiki pola ini, memberi arti, dan menggunakannya dalam
berbagia cara yang menarik, untuk memperbaiki dan memperluas kehidupan kita. Dunia
pendidikan membantu peserta didiknya dalam proses penyelidikan pola dan aturan.
Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran
yang mengutamakan pengertian darpada hafalan. Dalam belajar bermakna aturan-aturan,
sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-
aturan, sifat-sifat, dan dalili-dalil ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara

4
induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.    Konsep-
konsep matematika tidak dapat diajarkan melalui definisi, tetapi melalui contoh-contoh
yang relevan. Guru hendaknya dapat membantu pemahaman suatu konsep dengan
pemberian contoh-contoh yang dapat diterima kebenarannya secara intuitif. Artinya
siswa dapat menerima kebenaran itu dengan pemikiran yang sejalan dengan pengalaman
yang sudah dimilikinya. Pembelajaran suatu konsep perlu memperhatikan proses
terbentuknya konsep tersebut. Dalam pembelajaran bermakna siswa mempelajari
matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep kemudian berlatih menerapkan
dan memanipulasi konsep-konsep tersebut pada situasi baru. Dengan pembelajaran
seperti ini, siswa terhindar dari verbalisme.
Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada
pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu
pertanyaan dianggap benar jika didasarkan kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya
yang telah diterima kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan
dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya generalisai suatu konsep harus
secara deduktif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu komunikasi dalam pembelajaran matematika SD ?
2. Apa itu koneksi dalam pembelajaran matematika SD ?
3. Apa itu representasi dalam pembelajaran matematika SD ?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang komunikasi dalam pembelajaran matematika SD
2. Mengetahui tentang koneksi dalam pembelajaran matematika SD
3. Mengetahui tentang representasi dalam pembelajaran matematika SD

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi (communication)
Menurut Prayitno dkk. (2013) komunikasi matematis adalah suatu cara siswa
untuk menyatakan dan menafsirkan gagasan-gagasan matematika secara lisan
maupun tertulis , baik dalam bentuk gambar, tabel, diagram, rumus, ataupun
demonstrasi. Pengertian yang lebih luas tentang komunikasi matematik dikemukakan
oleh Romberg dan Chair (dalam Qohar, 2011), yaitu: menghubungkan benda nyata,
gambar, dan diagram ke dalam idea matematika: menjelaskan idea, situasi dan relasi
matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar,
menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika,
mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, membaca dengan
pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat konjektur, menyusun
argument, merumuskan definisi dan generalisasi, menjelaskan dan membuat
pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Menurut Broody (dalam Kadir, 2008), ada dua alasan penting mengapa
komukasi menjadi salah satu fokus dalam pembelajaran matematika. Pertama,
matematika pada dasarnya adalah sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri.
Matematika tidak hanya merupakan alat berpikir yang membantu kita untuk
menemukan pola, memcahkan masalah dan menarik kesimpulan, tetapi juga sebuah
alat untuk mengomunikasikan pikiran kita tentang berbagai ide dengan jelas, tepat dan
ringkas. Bahkan, matematika dianggap sebagai bahasa universal dengan symbol-
simbol dan struktur yang unik. Semua orang di dunia ini dapat menggunakannya
untuk mengkomunikasikan informasi matematika meskipun bahasa asli mereka
berbeda. Kedua, belajar dan mengajar matematika merupakan aktivitas sosial yang
melibatkan paling sedikit dua pihak, yaitu guru dan murid. Dalam proses belajar dan
mengajar, sangat penting mengemukakan pemikiran dan gagasan itu kepada orang
lain melalui bahasa. Pada dasarnya pertukaran pengalaman dan ide ini merupakan
proses mengajar dan belajar. Tentu saja, berkomunikasi dengan teman sebaya sangat

6
penting untuk pengembangan keterampilan berkomunikasi sehingga dapat belajar
berfikir seperti seorang matematikawan dan berhasil menyelesaikan masalah yang
benar-benar baru.

Dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) disebutkan


bahwa ‘’communication is an essential part of mathematics and mathematics
education (NCTM,2000)’’ yang artinya adalah komunikasi sebagai salah satu bagian
penting dalam matematika dan pendidikan matematika. Melalui proses komunikasi,
siswa dapat saling bertukar pikiran dan sekaligus mengklarifikasi pemahaman dan
pengetahuan yang mereka peroleh dalam pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


kemampuan komunikasi matematis terdiri atas, komunikasi lisan seperti: diskusi dan
menjelaskan. Komunikasi tulisan seperti: mengungkapkan ide matematika melalui
gambar/grafik, tabel, persamaan, ataupun dengan bahasa siswa sendiri.

Selanjutnya, NCTM dalam Principles and Standard for School Mathematics,


merumuskan standar komunikasi untuk menjamin kegiatan pembelajaran matematika
yang mampu mengembangkan kemampuan siswa, yaitu:

1. Menyusun dan memadukan pemikiran matematika melalui komunikasi.


2. Mengkomunikasikan pemikiran matematika secara logis dan sistematis kepada
sesama siswa, guru, maupun orang lain.
3. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dan strategi matematik orang lain.
4. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide matematis secara
tepat.

Kadir (2008) menjelaskan bahwa untuk mengungkapkan kemampuan siswa


dalam berbagai spek komunikasi, dapat dilakukan dengan melihat kemampuan siswa
dalam mendiskusikan masalah dan membuat ekspresi matematika secara tertulis baik
gambar, model matematika, maupun symbol atau bahasa sendiri. Lebih lanjut Kadir
(2008) mengungkapkan bahwa pengukuran kemampuan komunikasi matematis siswa
dilakukan dengan memberikan skor terhadap kemampuan siswa dalam memberikan
jawaban soal dengan menggambar (drawing), membuat ekspresi matematik
(mathematical expression), dan menuliskan jawaban dengan bahasa sendiri (written
texts).

7
Pugalee (Qohar. 2013), menyarankan bahwa untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi siswa dalam belajar matematika siswa harus didorong untuk menjawab
pertanyaan disertai dengan alasan yang relevan, dan mengomentari pernyataan
matematika yang diungkapkan siswa, sehingga siswa menjadi memahami konsep-
konsep matematika dan argumennya bermakna.

Menurut Ansari (2012) untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis


siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan pemberian soal uraian
yang bisa mengungkapkan kemampuan komunikasi matematis. Beberapa soal uraian
yang dapat digunakan antara lain, soal uraian eksploratif, transfer, elaboratife, dan
aplikatif.

 Implementasi Komunikasi dalam pembelajaran MTK:

Berikut diberikan contoh soal cerita untuk mengukur kemampuan komunikasi


matematis pada aspek menulis, menggambar, dan ekspresi matematika.

Soal:

1. Ibu membuat kue blackforest. Kue tersebut akan dibagikan sama rata untuk Ibu,
Ayah, Tika, dan Sandi.
a. Gambarkanlah masing-masing bagian yang didapatkan Ibu, Ayah, Tika, dan
Sandi!
b. Tuliskanlah pecahan yang di dapat masing-masing orang!
c. Jelaskan bagaimana kamu memperolehnya!

Jawaban :

1. a. Gambar masing-masing bagian yang didapatkan.

8
Ibu : Ayah : Tina : Sandi :

b. Pecahan yang didapat masing-masing orang

1/4 1/4 1/4 1/4

c.Cara memperoleh ¼ yaitu:

Mula- mula ibu membuat kue blackforest dan kue tersebut akan dibagi sama
rata untuk Ibu, Ayah, Tina, dan Sandi yaitu sebanyak 4 orang. Satu kue diabagi
menjadi 4 sama rata. Jadi satu kue tersebut menjadi 4 bagian. Jadi, nanti tiap-tiap
orang akan mendapatkan 1 bagian dari 4 potong atau ¼ . jika dijumlahkan, semuanya
jadi ¼ + ¼ + ¼ + ¼ = 1. Nah, dari sini setiap orang mendapat ¼ artinya satu orang
mendapat 1 bagian dari 4 bagian kue.

Pertanyaan dari soal ini mengukur aspek-aspek ekspresi matematika dan menulis yang
merupakan indikator dalam kemampuan komunikasi matematis. Sehingga soal ini
bisa digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis.

Keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal tersebut dengan membuat


model matematikanya, akan menggambarkan aspek ekspresi matematika.
Kemampuan siswa dalam mengerjakan soal dengan cara dan bahasanya sendiri adalah
gamabaran dari aspek menulis.
Selain itu, untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis di antaranya:
(1) model pembelajaran problem posing (PP) dengan pendekatan PMR karena melalui
model pembelajaran PP dengan pendekatan pendidikan matematika realistic (PMR)
siswa dituntut lebih efektif untuk membuat soal dan tentunya berdiskusi dengan

9
teman kelompoknya. (2) model pembelajaran problem solving dengan pendekatan
PMR siswa dituntut lebih aktif berdiskusi dengan temen kelompoknya dalam
pemecahan masalah sehingga kemampuan komunikasi siswa akan berkembang jika
model ini diterapkan. (3) pendekatan PMR dapat mengembangkan kemampuan
komunikasi matematis karena selain siswa harus berinteraksi dengan teman
kelompoknya siswa juga harus mampu memodelkan masalah matematika artinya
membawa masalah matematika tingkat konkrit ke pengetahuan matematika tingkat
formal. (4) pembelajaran kooperatif tipe think talk write (TTW) dengan pendekatan
open ended juga bisa diterapkan untuk meningkatkan atau mengembangkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. (5) reciprocal teaching, melalui
dimungkinkan kemampuan komunikasi matematis siswa akan meningkat karena
siswa yang pandai akan membantu dan mengajarkan siswa yang kurang pandai akan
lebih optimal kemampuan komunikasi matematisnya jika diberikan model reciprocal
teaching karena mereka tidak malu dan tidak segan untuk bertanya kepada yang
pandai.

B. Koneksi (Connection)
Koneksi matematis memberikan gambaran tentang bagaimana sifat materi
matematika yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran. Pertanyaan ini muncul
karena topik-topik dalam matematika banyak memiliki keterkaitan dan juga banyak
memiliki relevansi dan manfaat dengan bidang lain, baik dengan mata pelajaran lain
maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam
pembelajaran matematika perlu adanya penekanan kepada materi yang mengarah
kepada adanya keterkaitan baik dengan matematika sendiri maupun dengan bidang
lain. Matematika terdiri atas beberapa cabang dan tiap cabang tidak bersifat tertutup
yang masing-masing berdiri sendiri namun merupakan suatu keseluruhan yang padu.
Melalui koneksi matematis diupayakan agar bagian-bagian itu saling berhubungan
sehingga siswa tidak memandang sempit terhadap matematika.
Koneksi matematis berasal dari bahasa Inggris yakni mathematical
connection. Istilah ini dipopulerkan oleh NCTM dan dijadikan sebagai salah satu
standar kurikulum. Menurut NCTM (1989: 84) tujuan koneksi matematis di sekolah
adalah “... To help student broaden their perspective, to view mathematics as an
integrated whole rather than as an isolated set of topics, and to knowledge its
relevance and usefulness both in and out of school”.

10
Dari pernyataan ini, terdapat tiga tujuan kehadiran koneksi dalam matematika di
sekolah yaitu memperluas wawasan pengetahuan siswa, memandang matematika
sebagai suatu keseluruhan yang padu bukan sebagai materi yang berdiri sendiri dan
mengenal relevansi dan manfaat matematika baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) matematika yakni mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan
matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Dari uraian di atas diketahui bahwa kemampuan koneksi matematis
merupakan suatu kemampuan yang perlu dimiliki oleh siswa. Menurut Sumarmo
(2003), ada beberapa indikator dari kemampuan koneksi matematis yang dapat
dikembangkan yaitu : (1) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan
prosedur, (2) Memahami hubungan antar topik matematika, (3) Menggunakan
matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari, (4) Memahami
representasi ekuivalen konsep atau prosedur yang sama, (5) Mencari koneksi antar
topik matematika, dan antara topik matematika dengan topik yang lain.
Kusumah (2008:19) mengungkapkan bahwa koneksi matematis dapat
diartikan sebagai keterkaitan antara konsep-konsep matematika secara internal yaitu
berhubungan dengan matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara eksternal,
yaitu matematika dengan bidang lain, baik bidang studi lain maupun dengan
kehidupan sehari-hari. Melalui peningkatan kemampuan koneksi matematis,
kemampuan berpikir dan wawasan siswa terhadap matematika dapat menjadi semakin
luas dan kokoh. Topik-topik dalam matematika memiliki keterkaitan satu sama lain
dan juga memiliki relevansi dan manfaat baik dengan bidang lain maupun dengan
kehidupan sehari-hari. Keterkaitan tersebut merupakan koneksi matematis.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam pembelajaran matematika perlu adanya
penekanan terhadap koneksi, baik dengan matematika itu sendiri, dengan pelajaran
lain maupun dengan kehidupan sehari-hari.
NCTM (Yaniawati, 2001:24) membagi koneksi matematis menjadi tiga
macam, yaitu: (1) koneksi antar topik matematika, (2) koneksi dengan disiplin ilmu
yang lain, dan (3) koneksi dalam kehidupan sehari-hari. Pembagian ini senada dengan
pendapat Mikovch dan Monroe (1994) yang menyatakan tiga koneksi matematis yaitu

11
koneksi dalam matematika, koneksi untuk semua kurikulum, dan koneksi dengan
konteks dunia nyata.
Kutz (1991) berpendapat hampir serupa, ia menyatakan koneksi matematis
berkaitan dengan koneksi internal dan koneksi eksternal. Koneksi internal meliputi
koneksi antar topik matematika sedangkan koneksi eksternal meliputi koneksi dengan
mata pelajaran lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan Riedesel
membagi koneksi matematika menjadi lima macam, yaitu: (1) koneksi antar topik
dalam matematika, (2) koneksi antara beberapa macam tipe pengetahuan, (3) koneksi
antara beberapa macam representasi, (4) koneksi dari matematika ke daerah
kurikulum lain, dan (5) koneksi siswa dengan matematika.
Bruner (Ruseffendi, 1991:152) mengemukakan bahwa dalam matematika
setiap konsep itu berkaitan dengan konsep lain. Bagitu pula antara yang lainnya
misalnya antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik, antara
cabang matematika (aljabar dan geometri misalnya). Oleh karena itu, agar siswa
dalam belajar metematika lebih berhasil, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan
untuk melihat kaitan-kaitan itu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa koneksi matematika
tidak hanya mencakup masalah yang berhubungan dengan matematika saja, namun
juga dengan pelajaran lain serta dalam kehidupan sehari-hari. Koneksi matematika
yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi koneksi internal dan koneksi eksternal
sesuai dengan pendapat Kutz. Sedangkan kemampuan koneksi  matematika yang
dimaksud adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan topik matematika yang sedang
dibahas dengan topik matematika lainnya, dengan mata pelajaran lain atau dengan
kehidupan sehari-hari. Kemampuan tersebut secara umum dilihat dari kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal-soal koneksi, baik soal koneksi internal maupun soal
koneksi eksternal.
1.      Koneksi internal (koneksi antar topik matematika)
Banyak di antara topik matematika yang sebenarnya memiliki koneksi satu sama lain
dalam suatu permasalahan matematika.
Contoh soal:    
Diketahui panjang suatu persegi panjang adalah 10 cm dan lebarnya adalah setengah
dari panjangnya. Berapa dm kah keliling persegi panjang tersebut!
Topik-topik yang terkait dengan soal di atas adalah geometri bangun datar yaitu
persegi panjang, satuan pengukuran dan operasi bentuk pecahan.

12
2.      Koneksi eksternal (koneksi topik matematika dengan topik diluar matematika)
Koneksi eksternal terdiri dari koneksi dengan mata pelajaran lain atau koneksi dengan
kehidupan sehari-hari. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu dapat bermanfaat baik
bagi pengembangan disiplin ilmu lain, maupun dalam memecahkan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh soal:    
Ibu pergi ke pasar membeli 3 liter beras dengan harga Rp.2500/liter, gula pasir ½ kg
dengan harga Rp.2000, 3 ikat kangkung dengan harga Rp.1000/ikat. Pergi dan
pulangnya Ibu naik becak dengan ongkos Rp.3000. Berapa seluruh uang yang ibu
keluarkan?
Jawaban :
(3 x 2.500) + 2.000 + (3 x 1.000) + 3.000
= 7.500 + 2.000 + 3.000 + 3.000
=15.500
Jadi seluruh uang yang dikeluarkan ibu adalah Rp. 15.000

Topik matematika tersebut terkait dengan permasalahan sehari-hari dan


disiplin ilmu lain yaitu mata pelajaran IPS dengan topik kegiatan jual beli.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika merupakan
pengaitan matematika dengan pelajaran lain, atau dengan topik lain, yang meliputi:
memahami hubungan antar topik matematika; menggunakan matematika dalam
bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari; menggunakan koneksi antar topik
matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.

C. Representasi (Representation)
Kemampuan representasi merupakan salah satu kemampuan yang penting
untuk dikembangkan dan harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan representasi
merupakan pusat dari studi matematika sehingga siswa dapat membangun dan
memeperdalam konsep pemahaman matematis dan hubungannya dengan membuat,
membandingkan, dan menggunakan representasi yang bermacam-macam.
Representasi juga membantu mengkomunikasikan pemikiran siswa tentang
matematika.

13
Kemampuan representasi adalah salah satu standar proses pembelajaran
matematika yang perlu ditumbuhkan dan dimiliki siswa. Salah satu upaya untuk
meningkatkan kemampuan representasi yaitu dengan menentukan suatu pendekatan
pembelajaran yang mengutamakan keaktifan pada diri siswa sehingga mampu
mengeksplorasi kemampuan berfikir siswa. Ditinjau dari perubahan kurikulum yang
saat ini sedang diberlakukan pendekatan matematika realistik merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan perubahan tersebut. Pendekatan
matematika realistik dikembangkan berdasarkan pandangan Freudenthal yang
berpendapat bahwa matematika merupakan kegiatan manusia yang lebih menekankan
aktivitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan
yang diperlukan sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada siswa.
Dengan menggunakan pendekatan matematika realistik ini diharapkan
kemampuan representasi matematis siswa dapat ditingkatkan karena prinsip utama
pendekatan ini adalah siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar.
Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman
mereka sendiri. Guru tidak lagi memaksakan siswa untuk mengikuti cara berpikir
yang dimilikinya, tetapi harus memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan cara berfikir mereka sesuai dengan potensinya, dan guru hanya
berperan membantu serta mengarahkan cara berfikir siswa untuk memahami konsep
melalui pertanyaan arahan (bukan memberikan secara langsung).

Konsep Representasi Matematika


Konsep representasi merupakan salah satu konsep psikologis yang sering
digunakan dalam bidang pendidikan matematika untuk menjelaskan beberapa
fenomena penting tentang cara berfikir anak-anak.
Indikator kemampuan representasi matematis diantaranya:
1. Menggunakan representasi (verbal, simbolik dan visual) untuk memodelkan dan
menafsirkan fenomena fisik, sosial, dan matematika.
2. Membuat dan menggunakan representasi (verbal, simbolik dan visual) untuk
mengatur, mengkomunikasikan ide-ide matematika.
3. Memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi (verbal, simbolik dan
visual) matematika untuk memecahkan masalah.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator kemampuan representasi
siswa yang lebih spesifik dan terukur, dengan rincian indikator sebagai berikut:

14
a. Representasi visual, yaitu: membuat representasi visual (gambar) dari sebuah
masalah matematis, mengubah representasi simbolik ke dalam representasi visual
(gambar) dari sebuah masalah matematis.
b. Representasi simbolik (persamaan atau ekspresi matematis), yaitu: membuat
representasi simbolik untuk memperjelas dan menyelesaikan masalah matematis,
mengubah representasi visual (gambar) ke dalam representasi simbolik dari sebuah
masalah matematis.
c. Representasi verbal (kata-kata atau teks tertulis), yaitu: menyusun cerita yang
sesuai dengan representasi yang disajikan.

 Contoh bentuk soal representasi

Salah satu masalah matematika dalam NCTM(2000) yang terkait dengan


representasi matematis disajikan dalam contoh berikut:

Apa yang akan terjadi pada luas daerah persegi panjang jika panjang sisinya menjadi
2 kali panjang semula?

Dengan soal diatas akan memungkinkan siswa untuk menggunakan


representasi simbolik, dengan cara sebagai berikut:

Jawaban :

Misalnya persegi panjang semula memiliki panjang a dan lebar b, sehingga diperoleh
luasnya:

L = a x b = ab

Jika panjang sisinya menjadi 2 kali lebih panjang dari panjang semula, maka
diperoleh:

L = 2a x 2b = 4ab

Jadi dapat disimpulkan, luas persegi panjang baru menjadi 4 kali luas persegi
panajng semula.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:29), menetapkan
standar-standar kemampuan matematis seperti pemecahan masalah, penalaran dan
pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi, seharusnya dapat dimiliki oleh
peserta didik. Semua kemampuan tersebut yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa
tidak serta merta dapat terwujud hanya dengan mengandalkan proses pembelajaran
yang selama ini terbiasa ada di sekolah kita, dengan urutan-urutan langkah seperti,
diajarkan teori dan definisi, diberikan contoh-contoh dan diberikan latihan soal tanpa
melibatkan siswa secara aktif di dalam pembelajaran. Proses belajar seperti ini tidak
membuat anak didik berkembang dan memiliki kemampuan bernalar berdasarkan
pemikirannya, tapi justru lebih menerima ilmu secara pasif. Dengan demikian,
langkah-langkah dan proses pembelajaran yang selama ini umumnya dilakukan di
sekolah kurang tepat, karena justru akan membuat anak didik menjadi pribadi yang
pasif.
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa matematika memiliki peranan penting
dalam kehidupan manusia dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
National Council of Teachers of Mathematics menetapkan standar-standar
kemampuan matematis seperti pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian,
komunikasi, koneksi, dan representasi, seharusnya dapat dimiliki oleh peserta didik.

B. Saran
Sebagai calon guru penerapan komunikasi, koneksi, dan representasi sangat
perlu dipergunakan pada mata pelajaran matematika karena penggunaan komunikasi,
koneksi, dan representasi dapat berguna bagi peserta didik untuk pelajaran di sekolah
maupun kehidupan sehari-harinya. Sehingga, guru diharapkan mampu berinovasib
berkreasi dan lain sebaganya dengan komunikasi, koneksi, dan representasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Misel, Suwangsih Erna. 2016. Penerapan Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan
Kemampuan Representasi Matematis Siswa. Universitas Pendidikan Indonesia. Vol. 10.
05/03/2020.
Daut Siagian Muhammad. 2016. Kemampuan Koneksi Matematika Dalam Pembelajaran Matematika.
MES. Vol 2.

17

Anda mungkin juga menyukai