Anda di halaman 1dari 18

RESUME

Psikologi Pembelajaran Matematika Di SD


Memahami Matematika Sebagai Konseptual dan Problem Solving

Dinda Amranisa

18129241

18 AT 01

Dosen Pembimbing:
Melva Zainil ST, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021

1.
A. Matematika Sebagai Konseptual
1. Hakikat Matematika

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (2009: 9), menyatakan bahwa


mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta
didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Lebih lanjut dijelaskan pula
pemberian pendidikan matematika dapat digunakan untuk sarana dalam
pemecahan masalah dan mengomunikasikan ide atau gagasan dengan
menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Ebbutt dan Straker 1995 (Marsigit, 2003 : 2-3), memberikan
pedoman bagi guru agar siswa menyenangi matematika di
sekolahberdasarkan kepada anggapan tentang hakikat matematika dan
hakikat subyek didik beserta implikasinya terhadap pembelajaran
matematika sebagai berikut.
a. Matematika adalah kegiatan penelusuran pola danhubungan
Dalam pembelajaran matematika, guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan penemuan
dan penyelidikan pola-pola dan untuk menentukan hubungan.
Kegiatan dapat dilakukan melalui percobaan untuk menemukan
urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dan sebagainya
serta memberi kesempatan siswa untuk menemukan hubungan
antara pengertian satu dengan yang lainnya.
b. Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi
dan penemuan
Dalam pembelajaran matematika, guru harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir berbeda menggunakan
pola pikir mereka sendiri sehingga menghasilkan penemuan
mereka sendiri. Guru juga meyakinkan siswa bahwa penemuan
mereka bermanfaat walaupun terkadang kurang tepat dan siswa
diberi pengertian untuk selalu menghargai penemuan dan hasil
kerja oranglain.
c. Matematika adalah kegiatan problemsolving
Guru berupaya mengembangkan pembelajaran sehingga
menimbulkan masalah matematika yang harus dipecahkan oleh
siswa dengan menggunakan cara mereka sendiri.

d. Matematika merupakan alatberkomunikasi


Guru harus berusaha menjadikan kegiatan pembelajaran
matematika yang memfasilitasi siswa mengenal dan dapat
menjelaskan sifat-sifat matematika. Guru juga diharapkan dapat
menstimulasi siswa untuk dapat menjadikan matematika sebagai
alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Memperhatikan penjelasan tentang pembelajaran
matematika di atas, dengan mengacu pada pendapat Ebbutt dan
Straker maka dapat diketahui bahwa guru harus mempunyai
pedoman dalam melakukan kegiatan pembelajaran matematika
sehingga diharapkan pembelajaran matematika menyenangkan
bagi siswa, bermanfaat, dan sesuai dengan tingkat
perkembangannya.

2. Hakikat Pemahaman Konseptual


Novitasari (2016) menyatakan faktanya salah satu penyebab
kegagalan dalam pembelajaran matematika adalah siswa tidak paham
konsep-konsep matematika atau siswa salah dalam memahami konsep-
konsep matematika.Kesalahan konsep suatu pengetahuan saat
disampaikan di salah satu jenjang pendidikan, bisa berakibat kesalahan
pengertian dasar hingga ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal
ini terjadi karena matematika adalah materi pembelajaran yang saling
berkaitan satu sama lain.
Selain itu berawal dari pemahaman konsep matematika siswa
mampu menghadapi variasi bentuk persoalan dari matematika yang
sedang dihadapi dikarenakan siswa sudah mampu memahami konsep
dari materi itu sendiri.Pentingnya pemahaman konsep merupakan
modal dasar atas perolehan hasil belajar yang memuaskan dievaluasi
akhir nantinya.Dengan belajar konsep, peserta didik dapat memahami
dan membedakan kata, simbol, dan tanda dalam matematika
(Suprijono, 2013).
Novitasari (2016) menyatakan konsep dapat membantu
mengidentifikasi objek-objek yang ada di lingkungan sektar dengan
cara mengenali ciri-ciri masing-masing objek. Terdapat beberapa
keuntungan melalui belajar konsep menurut Agus Suprijono, yaitu
mengurangi beban berat memori karena kemampuan manusia dalam
mengkategorisasikan berbagai objek terbatas, merupakan unsur-unsur
pembangun berpikir, merupakan dasar proses mental yang lebih tinggi,
serta diperlukan dalam memecahkan masalah.
Widjajanti (dalam Hutajulu, 2019) menyatakan pemahaman
konseptual merupakan pemahaman terhadap konsep-konsep
matematika, siswa dapat mempelajari ide yang baru dengan
mengaitkan ide tersebut dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau
pengetahuan prasyaratnya. Indikator signifikan dari pemahaman
konseptual adalah kemampuan untuk menyajikan situasi atematika
dengan cara yang berbeda dan mengetahui bagaimana representasi
yang berbeda dapat bermanfaat untuk berbagai tujuan. Tingkat
pemahaman konseptual siswa berkaitan dengan kekayaan dan luasnya
koneksi yang dapat mereka buat.
Pemahaman konseptual merupakan komponen penting dari
pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi suatu masalah.Hal ini
sejalan dengan pendapat Bransford, Brown dan Cocking menyatakan
bahwa pemahaman konseptual adalah komponen terpenting dari
kecakapan.Kecakapan yang diharapkan dalam pembelajaran
matematika meliputi pemahaman konseptual, pengetahuan prosedural,
strategi kompetensi, penalaran dan komunikasi serta menghargai
kegunaan matematika. Hal ini juga sependapat dengan Bahr (2010:
152) yang menyebutkan bahwa pemahaman konseptual dan
pengetahuan prosedural sama pentingnya dalam membangun
kecakapan matematika. Belajar dengan pemahaman juga membuat
pembelajaran berikutnya menjadi lebih mudah.
Pemahaman konsep merupakan bagian yang paling penting
dalam pembelajaran matematika seperti yang dinyatakan Zulkardi
(2003: 7) bahwa mata pelajaran matematika menekankan pada
konsep.Artinya dalam mempelajari matematika peserta didik harus
memahami konsep matematika terlebih dahulu agar dapat
menyelesaikan soal-soal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran
tersebut di dunia nyata.Konsep-konsep dalam matematika
terorganisasikan secara sistematis, logis dan hirarkis dari yang paling
sederhana ke yang paling kompleks.Pemahaman terhadap konsep-
konsep matematika merupakan dasar untuk belajar matematika secara
bermakna.
Skemp (dalam Jihad, 2008) membedakan pemahaman konsep
matematika menjadi dua jenis, yaitu pemahaman instrumental dan
pemahaman relasional
a. Pemahaman Instrumental merupakan kemampuan pemahaman di
mana siswa hanya tahu atau hapal suatu rumus dan dapat
menggunakannya dalam menyelesaikan soal secara algoritmik saja.
Pada tahap ini, siswa juga belum atau tidak bisa menerapkan rumus
tersebut pada keadaan baru yang berkaitan.
b. Pemahaman Relasional merupakan kemampuan pemahaman di
mana siswa tidak hanya sekedar tahu atau hapal suatu rumus, tetapi
dia juga dapat menerapkan rumus tersebut untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang terkait pada situasi yang lain.
Menurut Duffin & Simpson (dalam Kusumawati, 2008:230)
pemahaman konsep sebagai kemampuan siswa untuk:
1) Menjelaskan konsep, dapat diartikan siswa mampu untuk
mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan
kepadanya.
Contoh: pada saat siswa belajar geometri pokok bahasan Bangun
Ruang Sisi Lengkung (BRSL) maka siswa mampu menyatakan
ulang definisi dari tabung, unsur-unsur Tabung, definisi kerucut
dan unsur-unsur Kerucut., definisi bola. Jika siswa diberi
pertanyaan “ Sebutkan ciri khas dari BRLS?”, maka siswa dapat
menjawab pertanyaan tersebut dengan benar.
2) Menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda.
Contoh: dalam kehidupan sehari-hari jika seorang siswa berniat
untuk memberi temannya hadiah ULTAH berupa celengan kaleng
yang telah dilapisi suatu bahan kain, kalengnya telah tersedia di
rumah tetapi bahan kainnya harus dibeli. Siswa tersebut harus
memikirkan berapa meter bahan kain yang harus dibelinya? Berapa
uang yang harus dimiliki untuk membeli bahan kain? Untuk
memikirkan berapa bahan kain yang harus dibelinya berarti siswa
tersebut telah mengetahui konsep luas permukaan kaleng yang akan
dilapisinya dan konsep aritmatika social.
3) Mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep, dapat
diartikan bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya
siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah
dengan benar.

3. Matematika sebagai Konseptual


Agar dapat membantu anak dalam meningkatkan pemahaman
konsep belajar matematika, guru perlu mengenal berbagai kesalahan
umum yang dilakukan oleh anak dalam menyelesaikan tugas-tugas
dalam bidang studi matematika.Lerner dalam Jarnita (2015:3)
menjelaskan beberapa kesulitan pemahaman konsep tersebut sebagai
berikut.
1. Kekurangpahaman tentang simbol
Anak-anak umumnya tidak terlalu banyak mengalami kesulitan jika
kepada mereka disajikan soal-soal seperti 4+3=….., atau 8 -
5=……, akan tetapi akan merasa kesulitan jika dihadapkan pada
soal- soal seperti 4 +……=7; 8 =...+ 5; …..+ 3 = 6; atau …. - 4 = 7
atau 8 -... = 5. Kesulitan semacam ini, umumnya karena anak tidak
memahami simbol- simbol seperti sama dengan (=), tidak sama
dengan (≠), tambah (+), kurang (-), dan sebagainya. Maka agar
anak dapat menyelesaikan persoalan matematika, mereka harus
lebih dahulu memahami simbol-simbol tersebut.
2. Nilai tempat
Ada anak yang belum memahami nilai tempat seperti satuan,
puluhan, ratusan dan seterusnya. Ketidakpahaman tentang nilai
tempat akan semakin mempersulit anak jika kepada mereka
dihadapkan lambang bilangan basis bukan sepuluh. Oleh karena
itu, banyak yang menyarankan agar pelajaran matematika di SD
lebih menekankan pada aritmatika atau berhitung yang dapat
digunakan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Ketidakpahaman terhadap nilai tempat banyak diperlihatkan oleh
anak-anak seperti berikut:

Anak yang mengalami kekeliruan semacam itu dapat juga karena


lupa cara menghitung persoalan pengurangan atau penjumlahan
tersusun ke bawah, sehingga kepada anak tidak hanya cukup diajak
memahami nilai tempat, tetapi juga diberikan latihan yang cukup.
3. Penggunaan proses yang keliru
Kekeliruan dalam penggunaan proses perhitungan dapat dilihat
pada contoh berikut ini:
a. Mempertukarkan simbol-simbol

b. Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperdulikan nilai


tempat.

c. Semua digit ditambahkan bersama (algoritma yang keliru dan


tidak memperhatikan nilai tempat).

d. Digit ditambahkan dari kiri ke kanan dan tidak memperhatikan


nilai tempat.

e. Dalam menjumlahkan puluhan digabung dengan satuan


f. Bilangan yang besar dikurangi bilangan yang kecil tanpa
memperhatikan nilai tempat.

g. Bilangan yang telah dipinjam nilainya tetap.

4. Perhitungan
Ada anak yang belum mengenal dengan baik konsep perkalian,
tetapi mencoba menghafal perkalian tersebut.Hal ini dapat
menimbulkan kekeliruan jika hafalannya salah. Kesalahan tersebut
umumnya tampak sebagai berikut:

Daftar perkalian mungkin dapat membantu memperbaiki


kekeliruan anak, jika anak telah memahami konsep perkalian.
5. Tulisan yang tidak dapat dibaca
Ada anak yang tidak dapat membaca tulisannya sendiri, karena
bentuk-bentuk hurufnya tidak tepat atau tidak lurus mengikuti
garis.Akibatnya, anak banyak mengalami kekeliruan karena tidak
mampu membaca tulisannya sendiri.

B. Matematika sebagai Problem Solving


1. Hakikat Matematika
Matematika merupakan cabang ilmu yang mempelajari hal-hal
yang bersifat abstrak, menekankan proses deduktif yang memerlukan
penalaran logis dan aksiomatik yang mungkin diawali dari proses induktif,
yang meliputi penyusunan konjektur, model matematika, analogi dan atau
generalisasi berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah data. Karakteristik
lain dari matematika adalah merupakan ilmu terstruktur dan sistematis.
Dalam arti bagian-bagian matematika tersusun secara hierarkis  dan
terjalin dalam hubungan fungsional yang erat dan sifat keteraturan yang
indah, yang akan membantu menghasilkan model matematis yang
diperlukan dalam pemecahan masalah di berbagai cabang ilmu
pengetahuan dan masalah kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ada
ungkapan “mathematics as a human activity”, yang maksudnya dalam
kegiatan hidupnya setiap orang akan terlibat dalam matematika, baik
dalam bentuk sederhana dan bersifat rutin, dan mungkin dalam bentuknya
yang sangat kompleks. (Sumarmo, 2006)
Walaupun matematika sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari,
penyelesaian terhadap soal aplikasi matematika masih sering sulit
dilakukan. Padahal  jika merujuk pada kurikulum standar yang telah
dikembangkan oleh NCTM (National Council Of Teachers Mathematics,
USA), maka kompetensi yang dikembangkan dalam pelajaran matematika
meliputi kemamuan dalam materi matematika dan kemampuan doing
math. Kemampuan dalam materi matematika disesuaikan dengan materi
atau topik yang dibahas di kelas sesuai dengan jenjang kelas atau
sekolahnya, Sedangkan kemampuan doing math meliputi matematika
sebagau pemecahan masalah (mathematic as problem solving),
matematika sebagai komunikasi (mathematics as communication),
matematika sebagai penalaran (mathematics as reasoning) dan koneksi-
koneksi matematika (mathematical connections).
Menurut teori belajar Gagne (Suherman, 2001), tahapan yang
paling tinggi dalam pembelajaran adalah pemecahan masalah.Dalam
pemecahan masalah, siswa dituntut untuk berhadapan dengan masalah-
masalah nonrutin dan diharuskan mampu menyusun langkah-langkah
dalam menyelesaikan masalah tersebut.  Suatu soal dikatakan masalah
apabila soal tersebut menantang pikiran (Challenging) dan soal tersebut
tidak otomatis ditemukan cara penyelesainnya.  Atau dalam pembelajaran,
suatu masalah adalah suatu tugas yang mana seseorang berhadapan dengan
sesuatu yang memerlukan suatu penyelesaian sementara dia tidak memiliki
cara untuk menemukan solusinya.

2. Hakikat Masalah
Masalah sebenarnya sudah menjadi hal yang tidak terpisahkan
dalam kehidupan manusia.Masalah dipandang sebagai suatu tantangan,
seperti yang dinyatakan oleh Davis dan Simmt (2003: 140) bahwa the
problems as constrasted with the disorganized situation. Masalah tidak
dapat dipandang sebagai hal yang hanya membebani manusiasaja, akan
tetapi justru harus dipandang sebagai sarana untuk memunculkan
penemuanpenemuan baru. Lahirnya penemuan-penemuan dari para ahli
yang kini dinikmati manusia karena adanya suatu masalah (Dewiyani,
2008).
Masalah juga terjadi karena adanya kesenjangan situasi saat ini
dengan situasi mendatang, atau keadaan saat ini dengan tujuan yang
diinginkan. Suatu kesenjangan akan menjadi suatu masalah jika seseorang
tidak mempunyai aturan tertentu yang dapat dipergunakan untuk
mengatasi kesenjangan tersebut. Jika seseorang menemukan aturan
tertentu untuk mengatasi kesenjangan yang dihadapi, maka orang tersebut
dikatakan sudah dapat menyelesaikan masalah, atau sudah mendapatkan
pemecahan masalah (Suharnan, 2005: 283).
Menurut Suharnan (2005) Jika siswa menghadapi suatu soal
matematika, maka ada beberapa hal yang mungkin terjadi pada siswa,
yaitu:
1) Siswa langsung mengetahui atau mempunyai gambaran tentang
penyelesaiannya tetapi tidak berkeinginan (berminat) untuk
menyelesaikan soal itu,
2) Siswa mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya dan
berkeinginan untuk menyelesaikannya,
3) Siswa tidak mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya akan tetapi
berkeinginan untuk menyelesaikan soal itu, dan
4) Siswa tidak mempunyai gambaran tentang penyelesaiannya dan tidak
berkeinginan untuk menyelesaikan soal itu.

Apabila siswa berada pada kemungkinan nomor 3, maka dikatakan


bahwa soal itu adalah masalah bagi siswa. Jadi, agar suatu soal merupakan
masalah bagi siswa diperlukan dua syarat, yaitu:

1) Siswa tidak mengetahui gambaran tentang jawaban soal itu,


2) Siswa berkeinginan atau berkemauan untuk menyelesaikan soal
tersebut.

Berdasarkan kedua syarat tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu soal


termasuk masalah atau tidak bagi siswa bersifat relatif. Suatu soal
merupakan masalah bagi siswa A belum tentu merupakan masalah bagi
siswa lain yang sekelas dengan siswa A. Soal yang bukan merupakan
masalah biasanya disebut soal rutin atau latihan.Untuk memecahkan atau
menyelesaikan suatu masalah perlu kegiatan mental (berpikir) yang lebih
banyak dan kompleks dari pada kegiatan mental yang dilakukan pada
waktu menyelesaikan soal rutin. Hal ini sejalan dengan Hudoyo dalam
Aries (2016) yang menyatakan bahwa sesuatu disebut masalah bagi
peserta didik jika:

1) Pertanyaan yang dihadapkan kepada peserta didik harus dapat


dimengerti oleh peserta didik tersebut, namun pertanyaan itu harus
merupakan tantangan baginya untuk menjawab, dan
2) Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang
telah diketahui peserta didik.
Dari pengertian di atas terlihat bahwa masalah memang sangat
bergantung kepada individu tertentu dan waktu tertentu. Artinya, suatu
kesenjangan merupakan suatu masalah bagi seseorang, tetapi bukan
merupakan masalah bagi orang lain. Bagi orang tertentu, kesenjangan pada
saat ini merupakan masalah, tetapi di saat yang lain, sudah bukan masalah
lagi, karena orang tersebut sudah segera dapat mengatasinya dengan
belajar dari pengalaman yang lalu.

3. Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika


Peserta didik membutuhkan lingkungan kelas dimana mereka
ditantang untuk memecahkan masalah kehidupan dunia nyata (Maesuri,
2002). Peserta didik dapat mengenal matematika sebagai mata pelajaran
yang tidak terisolasi melainkan dikaitkan dengan disiplin ilmu yang lain
dan semua yang ada si sekelilingnya. Menurut Gagne dalam Mulyasa
(2008: 111), seorang peserta didik dihadapkan pada suatu masalah, maka
pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi
juga belajar sesuatu yang baru.
Dengan melihat pentingnya pemecahan masalah dalam kehidupan
manusia inilah yang mendasari mengapa pemecahan masalah menjadi
sentral dalam pembelajaran matematika di tingkat manapun.Pemecahan
masalah memegang peranan penting terutama agar pembelajaran dapat
berjalan dengan fleksibel (Mulyasa, 2008: 111).Gagne dalam Mulyasa
(2008: 111) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah tipe belajar
yang tingkatnya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe
belajar lainnya. Sedangkan Polya dalam Aries (2016) mendefinisikan
“Solving a problem means finding wau out a difficulty” (pemecahan
masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan),
sedangkan Anderson dalam Aries (2016) menyatakan the problem solving
methods we will describe heuristics (metode pemecahan masalah dapat
menyelesaikan masalah secara menyeluruh).
Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu
menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh
suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku. Karenanya, dapat
terjadi suatu pertanyaan menjadi masalah bagi seorang peserta didik akan
menjadi soal biasa bagi peserta didik yang lain, karena peserta didik
tersebut sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya, atau sudah
mendapatkan pemecahan masalahnya.
Pemecahan masalah tidak terlepas dari pengetahuan seseorang
akan substansi masalah. Misalnya bagaimana pemahamam terhadap inti
masalah, prosedur/langkah apa yang digunakan, dan aturan/rumus mana
yang tepat untuk digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.
Dari pengertian di atas terlihat bahwa dalam pemecahan masalah
dibutuhkan prosedur yang mengacu pada keterampilan mengurutkan
langkah-langkah yang dikenal dengan prosedur pemecahan masalah.
Beberapa prosedur/langkah pemecahan masalah yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam pembelajaran matematika diuraikan sebagai berikut
(Aries,2016):
1) Polya, menjabarkan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu: (a)
understand the problem, (b) make a plan, (c) carry out our plan, dan
(d) look back at the completed solution.
2) Hayes menyatakan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu: (a)
identifying the problem (mengidentifikasi masalah), (b) representation
of the problem (representasi masalah), (c) planning the solution
(merencanakan penyelesaian), (d) execute the plan (merealisasi
rencana), (e) evaluate the plan (mengevaluasi rencana), dan (f)
evaluate the solution (mengevaluasi penyelesaian).
3) Ruseffendi memberikan lima langkah pemecahan masalah, yaitu: (a)
merumuskan permasalahan dengan jelas, (b) menyatakan kembali
persoalannya dalam bentuk yang dapat diselesaikan, (c) menyusun
hipotesis (sementara) dan strategi pemecahannya, (d) melaksanakan
prosedur pemecahan, dan (e) melakukan evaluasi terhadap
penyelesaian.
4) Kerschensteiner memberikan empat langkah pemecahan masalah,
yaitu: (a) analisis kesulitan dan pembatasan ke keliling, (b) perkiraan
pemecahan, (c) pengujian gaya pemecahan, dan (e) usaha penetapan
berulang.
5) Wittig dan Williams mengemukakan langkah-langkah pemecahan
masalah, yaitu: (a) merumuskan permasalahannya, (b) pengolahan dan
penyelesaian, dan (c) mengevaluasi penyelesaian.
6) Eggen dan Kauchak memberikan lima langkah dalam pemecahan
masalah, yaitu: (a) identifikasi masalah, (b) merumuskan masalah, (c)
pemilihan strategi, (d) pelaksanaan strategi, dan (e) evaluasi hasil.
7) John Dewey (Sanjaya, 2008: 217) memberikan 6 langkah system
pembelajaran berbasis masalah yang kemudian dinamakan metode
problem solving, yaitu: merumuskan masalah, menganalisis masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, pengujian hipotesis, dan
merumuskan rekomendasi pemecahan masalah.

4. Pemecahan Masalah Model Polya


Dari beberapa pendapat tentang langkah-langkah pemecahan
masalah di atas, langkah Polya menjadi acuan dalam pembelajaran
matematika karena beberapa guru/siswa sudah terbiasa menggunakan
prosedur yang mirip dengan prosedur Polya.Dengan langkah-langkah
pemecahan masalah oleh Polya ini, diharapkan peserta didik dapat lebih
runtut dan terstruktur dalam memecahkan masalah matematika. Langkah-
langkah itu dijabarkan sebagai berikut:
1) Memahami masalah (understand the problem), pada tahap ini masalah
harus diyakini benar, dengan cara dibaca berulang-ulang, dan dapat
ditanyakan sendiri beberapa hal, seperti apa yang diketahui, apa yang
tidak diketahui, bagaimana hubungan antara yang diketahui dan apa
yang tidak diketahui, dan lain-lain, untuk meyakinkan diri, bahwa
masalah sudah dipahami dengan baik.
2) Membuat rencana pemecahan masalah (make a plan), mencari
hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak
diketahui, dan memungkinkan untuk dihitung variabel yang tidak
diketahui tersebut. Sangat berguna untuk membuat pertanyaan,
bagaimana hal yang diketahui akan saling dihubungkan untuk
mendapatkan hal yang tidak diketahui.
3) Melaksanakan rencana (carry out our plan), dalam melaksanakan
rencana yang tertuang pada langkah kedua, maka harus diperiksa tiap
langkah dalam rencana dan menuliskannya secara detail untuk
memastikan bahwa tiap langkah sudah benar.
4) Memeriksa kembali jawaban (look back at the completed solution),
pada langkah ini, setiap jawaban ditinjau kembali, apakah sudah
diyakini kebenarannya, dan ditinjau ulang apakah solusi yang
digunakan dievaluasi terhadap kelemahankelemahannya.
DAFTAR RUJUKAN

Davis, Brent dan Simmt, Elaine. 2003. Understanding Learning Systems:

Mathematics Education and Complexity Science. Journal of Research in

Mathematics Education.Vol 34, No 2, hal 137-167.

Hutajulu, Masda dkk.2019. Analisis Kesalahan Siswa SMK Dalam


Menyelesaikan Soal Kecakapan Matematis Pada Materi Bangun
Ruang.Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 8 Nomor 3.

Jarmita, Nida. 2015. KESULITAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS


SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS
AWAL SEKOLAH DASAR.Jurnal Pionir. Vol.1, No.1 (1-16).

Jihad, Asep.(2008). Pengembangan Kurikulum Matematika. Yogyakarta: Multi


Presindo.

Kusumawati, Nila. 2008. Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran


Matematika.Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika. (229-235)
(online)

Mulyasa, E.. 2008. Menyenangkan Menjadi Guru Profesional: Menciptakan

Pembelajaran Kreatif dan . Bandung: Remaja Rosdakarya.


Novitasari, Dian. 2016. “Pengaruh Penggunaan Multimedia Interaktif Terhadap
Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa”. Jurnal Pendidikan
Matematika & Matematika.Volume 2 Nomer 2.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Edisi revisi. Surabaya: Srikandi.

Suherman, Erman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung : JICA-UPI

Suprijono, Agus. (2013). Cooperative Learning. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Zulkardi. (2003). Pendidikan Matematika di Indonesia : Beberapa Permasalahan


dan Upaya Penyelesaiannya. Palembang: Unsri.

Anda mungkin juga menyukai