Oleh :
Dosen Pembimbing:
Melva Zainil ST, M.Pd
2. Menurut Suherman
Pandangan terhadap pembelajaran matematika di sekolah menurut Suherman (dalam
Surya, 2013:78) yaitu sebagai berikut:
a. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap) Materi pembelajaran diajarkan
secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari hal konkrit ke abstrak, hal yang
sederhana ke kompleks, atau konsep mudah ke konsep yang lebih sukar.
b. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral Setiap mempelajari konsep
baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya.
Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari.
Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan
memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika (Spiral melebar dan
menaik)
c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif Matematik adalah
deduktif, matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian harus
dapat dipilihkan pendekatan yang cocok dengan kondisi siswa. Dalam
pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih
campur dengan deduktif.
d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
3. Menurut Sumarmo
Sumarmo (dalam Surya, 2013:79-80) menyatakan untuk dapat melaksanakan
kegiatan-kegiatan di atas, selain guru matematika harus menguasai matematika dengan
baik, guru juga harus mempunyai pandangan terhadap pembelajaran matematika yang
lebih menekankan kepada:
a. Pengertian kelas sebagai komunitas matematika daripada hanya sebagai
sekumpulan individu
b. Pengertian logika dan kejadian matematika sebagai verifikasi daripada guru
sebagai penguasa tunggal dalam memperolehjawaban benar
c. Pandangan terhadap penalaran matematika daripada sekadar mengingat prosedur
atau algoritma saja
d. Penyusunan konjectur, penemuan dan pemecahan masalah daripada penemuan
jawaban secara mekanik, dan
e. Mencari hubungan antara ide-ide matematika dan penerapannya daripada
matematika sebagai sekumpulan konsep yang saling terpisah
Konsepsi seorang guru terhadap matematika dipandang sebagai keyakinan secara sadar yang tertanam dalam
lubuk hati mengenai konsep-konsep, makna, aturan-aturan, gambaran mental dan preferensi dalam disiplin ilmu
matematika Sedangkan hal-hal yang dipertimbangkan seorang guru untuk mencapai tujuan yang diinginkannya
melalui program matematika, perannya dalam pembelajaran, peranan siswa, perkiraan aktivititas di dalam kelas,
pendekatan dan penekanan pembelajaran yang diinginkan, prosedur matematika yang legitimate dan hasil yang
dapat diterima dalam pembelajaran merupakan konsepsi guru tentang pengajaran matematika. (Endang Mulyana,
2002:3).
Untuk mengetahui gambaran pandangan guru terhadap matematika, Goffree menyajikan suatu model melalui cara
buku pelajaran dikembangkan dan bagaimana guru menggunakan buku tersebut. Menurutnya buku dikelompokkan
ke dalam empat model yaitu; (a) mekanistik, (b) strukturalis, (c) empirisis, dan (d) realitistik atau terapan. Tiap-tiap
metode pengembangan buku pelajaran menggambarkan pandangan terhadap matematika. Kemudian Goffree
mengkaji silang dengan tiga cara guru menggunakan buku tersebut di dalam kelas yaitu: (1) Menggunakan buku
sebagai alat pelajaran, mengikuti urutan buku tersebut dan menyajikan materi mengikuti apa yang disarankan dalam
buku. (2) Menggunakan buku sebagai sebagai suatu pedoman, menyediakan pokok-pokok materi yang konstruktif,
diikuti dengan diskusi tentang konsep/prinsip/prosedur berdasarkan pengalaman guru. (3) Guru mengembangkan
kurikulum atas pandangan konstruktif dengan mengutamakan pengembangan pendekatan materi dan pendekatan
paedagogi
Cara lain untuk mengetahui konsepsi guru terhadap matematika adalah dengan mengobservasi pembelajaran yang
dilakukannya. Adapun aspek-aspek utama adalah sebagai berikut: (1) menyajikan konsep, (2) menyajikan aturan, (3)
menyajikan prosedur, (4) jenis pertanyaan yang diajukan, (5) menguji kebenaran jawaban, (6) membantu kesulitan
siswa (Mulyana, 2002:21 ).
Untuk berhasilnya pengajaran matematika, pertimbanganpertimbangan tentang bagaimana
anak belajar merupakan langkah awal yang harus diperhatikan. Dalam upaya untuk melakukan
hal tersebut, diperlukan beberapa prinsip dasar seperti yang akan dibahas di bawah ini. Prinsip-
prinsip tersebut merupakan implikasi dari teori belajar yang telah dikemukakan sebelumnya.
Pada dasarnya sikap terhadap matematika adalah perasaan emosional positif atau negatif
terhadap matematika (Zan, 2013). Sikap individu terhadap matematika merupakan cara yang
kompleks tentang perasaan yang berhubungan dengan matematika, keyakinan matematika,
meliputi sikap positif dan negatif, dan bagaimana siswa bertingkah laku terhadap matematika
(Hart, 2013). Selanjutnya, Hannula (2013) menyatakan bahwa sikap sebagai sifat emosional
terhadap matematika. Definisi tersebut mempunyai empat komponen yang meliputi:
Sikap terhadap matematika perlu diperhatikan karena menentukan cara siswa dalam
mengevaluasi dan merespon pelajaran matematika berdasarkan organisasi dari faktor kognitif,
afektif, dan konatif. Siswa usia 11-13 tahun mungkin akan mengembangkan sikap terhadap
matematika yang negatif seiring dengan semakin abstraknya materi matematika yang dipelajari
(Aiken, 1986 dalam Cheung, 1988).
Secara kognitif, mereka menilai matematika sebagai pelajaran yang cukup susah untuk
dipahami. Secara afektif, mereka memiliki ketakutan-ketakutan terhadap matematika. Mereka
umumnya merasa takut tidak mampu menyelesaikan soal-soal matematika dan takut mendapat
nilai matematika yang jelek. Ketakutan tersebut memunculkan predisposisi perilaku yang kurang
baik, seperti bermain dengan teman dan tidak memperhatikan guru saat mengikuti kelas
matematika. Akan tetapi, mereka juga memiliki sikap yang positif terhadap matematika, yaitu
menilai matematika sebagai pelajaran yang berguna untuk menghadapi ujian, masa depan, dan
kehidupan sehari-hari. Siswa dalam tahap perkembangan kognitif ini perlu mendapat arahan
untuk mengembangkan kognisi, afeksi, dan predisposisi perilaku mengenai matematika yang
positif agar kemampuan berpikir logisnya dapat berkembang secara maksimal.
Siswa umumnya memiliki sikap terhadap matematika yang positif ketika pertama masuk
sekolah tetapi lama kelamaan sikap tersebut akan berkurang dan menjadi negatif saat memasuki
jenjang sekolah yang lebih tinggi.
DAFTAR RUJUKAN
Primasiwi, Yunika. 2012. Hubungan Antara Sikap Siswa terhadap Matematika dengan Prestasi
Belajar Matematika di Kalangan para Siswa Kelas X A semester I SMA BOPKRI 2
Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma
Surya, E. (2013). Analisis Pemetaan dan Pengembangan Model Pembelajaran Matematika SMA
di Kabupaten Tapteng dan Kota Sibolga Sumatera Utara. Jurnal Paradikma, 6(1), 75-88.