OLEH:
KELOMPOK 7
SEKSI:
18 AT 01
Menurut Rosalina, dkk (2015: 46) Rendang adalah masakan tradisional khas
Minang Sumatera Barat. Rendang merupakan masakan favorit hampir setiap orang
yang datang ke rumah makan Padang. Rendang terbuat dari daging sapi yang dimasak
bersama kuah santan dan bumbu-bumbu khas Padang lainnya.
Menurut Aisyah (2017: 36) Rendang dikenal sebagai kuliner khas masyarakat
Minangkabau yang sampai sekarang masih disebut sebagai makanan terlezat di dunia.
Seluruh masyarakat Minangkabau mulai dari Sumatera Barat sampai ke Negeri
Sembilan pandai mengolah masakan rendang.
Rendang itu dibuat dengan sengaja dimasak sampai matang sehingga berwarna
coklat kehitaman agar tidak cepat basi, karena dahulu itu orang Minang suka
berpergian menempuh perjalanan selama beberapa hari dan bahkan ada yang sampai
seminggu lamanya dapat dijadikan bekal sambal dalam perjalanan.
Bumbu yang digunakan untuk memasak rendang ini antara daerah darek dan
rantau Minangkabau tidak jauh berbeda dalam mengolahnya, diantaranya
lengkuas/laos, jahe, kemiri, bawang putih, bawang merah, cabe giling halus, serai,
daun jeruk purut, daun kunyit, dan salam serta garam secukupnya. Semua bumbu
tersebut digiling halus kecuali daun-daunan dan serai yang hanya dimemarkan saja,
lalu diaduk ke dalam santan yang dimasak dengan api sedang. Setelah santannya
mendidih sampai keluar minyaknya lalu dimasukkan daging yang sudah dipotog-
potong. Kemudian santan dan daging terus diaduk sampai santannya mengering dan
mengeluarkan minyak sampai warnanya sudah kehitaman dan berdedak.
Dalam tradisi Minangkabau, rendang adalah hidangan yang wajib disajikan dalam
setiap perayaan adat, seperti berbagai upacara adat Minangkabau, kenduri, atau
menyambut tamu kehormatan.
3. Pinyaram
Menurut Aisyah (2017: 38) Pinyaram adalah sejenis kue adat yang selalu ada
dalam upacara adat pernikahan dan pesta datuak, dan upacara keagamaan di
Minangkabau tertama di daerah darek ketika menyambut bulan-bulan yang dianggap
baik seperti bulan Maulid Nabi Saw, menyambut bulan puasa Ramadhan, hari raya
Idul Fitri, Idul Adha termasuk hari Isra Mi’raj. Di Padang Pariaman, kue pinyaram ini
juga disajikan dalam upacara khatam Qur’an untuk dihidangkan bersama nasi lamak,
kanji dan pisang dan disusun memanjang dihadapan peserta upacara.
Bahan dasar dari pinyaram ini terbuat dari tepung beras putih, gula (gula pasir
atau gula aren) vanille, garam, garam dan air atau santan dan minyak goreng. Cara
membuatnya dengan memasukkan tepung beras putih, gula yang sudah dingin
(apabila dengan gula aren) ke dalam suatu wadah, lalu diaduk sampai rata dan
ditambah air atau santan jika masih terasa keras dan diaduk sampai kental, lalu
dimasukkan gula dan vanilla. Setelah itu baru digoreng dengan minyak yang sudah
panas sampai berwarna kekuning-kuningan baru diangkat untuk disajikan.
Warnanya ada yang kehitaman dan ada yang putih atau kekuningan, sesuai
dengan selera pembuatnya. Warna itu dihasilkan dari bahan gulanya, yang agak
kehitaman itu dari gula aren, merah, dan warna kuning itu dari campuran air kunyik
atau gula agak kekuningan, dan yang putih itu dari gula pasir yang putih.
4. Dendeng
Dendeng merupakan salah satu hasil produk olahan daging kering secara
tradisional atau konvensional, yang merupakan hasil suatu proses kombinasi curing
dan pengeringan, dengan memotong dalam bentuk lembaran tipis, kemudian
ditambahkan garam sendawa, gula dan garam dapur (NaCl) serta bumbu berupa
rempah–rempah misalnya ketumbar, bawang putih, bawang merah, laos dan jahe
(Bintoro et al., 2008). Proses pembuatan dendeng merupakan kombinasi dari proses
curing dan pengeringan. Proses curing yaitu proses pembumbuan dengan tujuan
mengawetkan, memperbaiki warna, rasa aroma dan tekstur dari daging. Proses curing
ada dua cara yaitu, cara kering dan cara basah. Proses curing cara kering dilakukan
dengan membalur bahan dendeng dengan bahan curing yang telah dihaluskan,
sedangkan cara basah dilakukan dengan cara merendam bahan–bahan dendeng
dengan bahan–bahan curing yang telah dihaluskan dan dibuat larutan (Fachruddin,
1997).
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi air dalam bahan sampai batas
tertentu dengan cara menguapkan air dalam bahan menggunakan energi panas. Pada
proses pengeringan juga terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan zat gizi.
Berkurangnya kadar air pada dendeng mengakibatkan konsentrasi protein meningkat.
Kadar air maksimal dendeng sesuai dengan syarat mutu dendeng yaitu 12 % ( SNI 01
– 2908, 1992 ).
Ciri dendeng yang baik adalah berwarna coklat kehitaman, lembaran daging
relatif tipis, tidak terdapat bercak putih kehijauan yang diakibatkan oleh jamur dan
masih agak terasa basah permukaan dendeng karena dendeng mempunyai kadar air
sekitar 20-40%. Warna kecoklatan yang terjadi pada dendeng disebabkan adanya
penambahan gula merah pada daging, karena pada dendeng terjadi reaksi pencoklatan
yang tidak disebabkan aktivitas enzim (browning non enzymatic), yaitu reaksi antara
amino bebas dari protein dalam daging dengan kelompok karbonil gula pereduksi
(Sudarisman dan Elvina, 1996).
Macam-macam dendeng diantaranya:
a) Dendeng batokok
Nama dendeng yang kering yang gurih ini cukup terkenal dan
familiar di Indonesia. Disebut “Batokok” karena dagingnya harus dipukul
(tokok) terlebih dahulu hingga pipih. Tujuannya agar serat daging terbuka
sehingga bumbu lebih meresap. Ada tiga tahap pembuatan dendeng
batokok. Daging direndam dulu bersama bawang merah, bawang putih,
jeruk nipis, kunyit, lengkuas, jahe, asam jawa dan garam. Lalu, daging
diiris tipis dan dipukul. Terakhir, daging digoreng atau dibakar dengan
minyak kelapa. Bumbu sambalnya menggunakan ulekan cabai hijau, tomat
hijau, bawang merah, dan garam. Bumbu sambal bisa digoreng dulu atau
langsung disiram di atas dendeng.
b) Dendeng lambok
Dinamakan dendeng “lambok” karena teksturnya yang basah. Oleh
karena itu, di luar Minang, dendeng lambok lebih terkenal sebagai
dendeng basah. Proses pembuatannya hampir sama dengan dendeng
batokok, hanya saja daging tidak diiris terlalu tipis. Selain itu, dendeng
lambok hanya digoreng sebentar saja. Tidak harus menunggu daging
hingga kering. Cabai yang digunakan bisa cabai merah atau hijau. Cabai
tersebut diulek bersama tomat, bawang merah, dan garam.
c) Dendeng balado
Dendeng ini adalah jenis yang paling terkenal dan paling sering
ditemui di rumah makan padang. Dendeng “Balado” berarti dendeng
yang “diberi sambal” dalam bahasa Minang. Sambal merah yang
disiramkan di atasnya adalah campuran cabai merah, bawang merah,
garam, dan sedikit jeruk nipis. Dendeng balado bermula dari irisan daging
tipis yang dibumbui ketumbar, lada, dan bawang putih. Setelah dibumbui,
dendeng dijemur beberapa hari. Dendeng kemudian di goreng sehingga
menghasilkan tekstur yang kering dan renyah.
d) Dendeng baracik
“Baracik” adalah bahasa Minang yang berarti diracik. Dendeng
baracik memiliki irisan lebih tebal, namun teksturnya tetap lembut.
Dendeng jenis ini menggunakan daging bagian sandung lamur. Daging
dibumbui dengan campuran ketumbar, lada, dan bawang putih. Setelah itu
daging dijemur, tapi tidak sampai mengering. Kemudian, daging
dilayukan selama dua hari menggunakan uap panas dapur sebelum
digoreng. Sambalnya tidak terlalu pedas karena hanya pakai campuran
cabai hijau, bawang merah, dan tomat hijau. Sambal dendeng baracik juga
terasa asam karena ditambahkan air asam sundai atau jeruk purut.
5. Palai Bada
Palai bada adalah salah satu hidangan yang berasal dari Sumatra Barat. Hidangan
ini menggunakan ikan teri sebagai bahan utamanya, yang oleh penduduk setempat
disebut dengan "ikan bada" atau "maco bada" (dalam bentuk ikan asin). Di luar
Sumatra Barat hidangan ini lazim dikenal sebagai pepes ikan teri karena cara
pembuatan hidangan ini sama seperti hidangan pepes pada umumnya, yaitu ikan teri
dimasak bersama bumbu-bumbu yang dibungkus dalam daun pisang. Berbeda dengan
pepes pada umumnya yang dimasak dengan diungkep atau dikukus, palai bada ini
dibakar agar menghasilkan rasa yang khas setelah proses memasak sebelumnya.
Untuk penyajiannya, bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain ikan teri,
parutan kelapa dan bumbu-bumbu lainnya seperti bawang merah, kemiri, cabai
merah, bawang putih, daun kunyit, kunyit, dan garam. Setelah bahan-bahan tersedia,
semua bahan tersebut dicampur lalu dibungkus dengan daun pisang, kemudian
dibakar di atas bara api. Terkadang pucuk daun kemangi juga ditambahkan layaknya
hidangan pepes pada umumnya agar menambah aroma khas pada palai bada yang
membuatnya semakin nikmat.
Hidangan ini awalnya merupakan hidangan tradisional masyarakat Painan, Pesisir
Selatan dan merupakan hidangan populer yang sederhana di kalangan masyarakat
setempat. Saat ini palai bada banyak ditemukan di beberapa daerah di Sumatra Barat,
utamanya daerah pesisir atau pantai. Di Padang, palai bada dijual bersama olahan
palai atau pepes lainnya serta olahan dari sagu khas yang disebut lompong sagu.
Tidak hanya di pesisir, palai bada juga dijual di wilayah perairan air tawar salah
satunya di wilayah sekitar Danau Maninjau yang juga memiliki hidangan serupa
dengan nama palai rinuak.
DAFTAR RUJUKAN
Harmayani, dkk. 2019. Makanan Tradisional Indonesia Seri 1. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Gardjito, Murdijati, dkk. 2019. Makanan Tradisional Indonesia Seri III. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Rosalina, dkk. 2015. Strategi Pengembangan Makanan Unggulan Minangkabau Berdaya Saing
Global. Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol 10 No 2