Kelompok 3
Sebagai insan manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan, termasuk
dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari dosen maupun pembaca yang bersifat membangun sebagai bekal kami
membuat makalah-makalah lainnya.
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................ 2
Daftar Isi...................................................................................................... 3
Bab 1 Pendahuluan ......................................................................................
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 7
1.3 Tujuan Pembahasan .............................................................................. 7
Bab 2 Pembahasan ......................................................................................
2.1 Sejarah Lokal dalam narasai Sejarah Nasional ..................................... 9
2.2 Hubungan antara Sejarah Lokal dan Sejarah Nasional ......................... 13
Bab 3 Penutup .............................................................................................
Kesimpulan ................................................................................................. 27
Daftar Pustaka ............................................................................................. 29
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
Storey, William Kelleher. Menulis Sejarah: Panduan Untuk Mahasiswa (Edisi Kedua).
2011. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 30-31
4
sejarah yang bersifat nasional sentris juga memberikan dampak yang kurang
bagus terhadap keberadaan sejarah lokal.
Jika prinsip sejarah sebagai sesuatu yang unik diterapkan, maka dapat
dikatakan bahwa semua sejarah sebenarnya adalah sejarah lokal.2 Sejarah
nasional dalam hal ke-Indonesiaan dianggap sebagai representasi politis dari
sejarah lokal. Tak dapat dipungkiri jika keberadaan sejarah lokal merupakan
cikal bakal dari sejarah nasional. Hal ini secara tidak langsung telah membuat
kedudukan sejarah lokal menjadi dikesampingkan dalam penulisan sejarah
nasional (Indonesia). Kedudukan sejarah lokal begitu penting dalam sejarah
nasional karena hal ini tak dapat dilepaskan dari letak geografis dimana
peristiwa sejarah tersebut terjadi. Berbagai tema yang termasuk dalam kajian
sejarah lokal ternyata memberikan peran yang sangat penting dalam sejarah
nasional. Keberadaan atau sumbangsih sejarah lokal tersebut sayangnya
masih kurang mendapat tempat di dalam panggung sejarah yang mayoritas
diduduki oleh sejarah yang sifatnya besar saja (bersifat general).
2
Sri, Margana. Sejarah Indonesia: Perspektif lokal dan Global (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2010), hlm. 496.
5
Dalam perkembangan historiografi Indonesia, perspektif sejarah nasional
secara sadar ataupun tidak ternyata mengkerdilkan arti sejarah lokal. 3 Sejarah
lokal yang merujuk pada pada satu komunitas atau unit administrasi tertentu
seperti perdesaan atau perkotaan maupun suatu ikatan sosio-kultural dalam
sebuah masyarakat seakan-akan tak mendapat tempat dalam panggung
sejarah nasional. Karena itulah sejarah lokal harus mempunyai otonomi
dalam sejarah nasional.4 Dengan adanya otonomi tersebut maka diharapkan
dapat memberikan sesuatu yang penting bagi sejarah nasional serta
pemahaman masyarakat mengenai sejarah.
3
Ibid, hlm.197
4
Taufik, Abdullah. Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1985), hlm. 24.
5
Sofia Rangkuti-Hasibuan, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia: Teori dan Konsep,
(Jakarta: Dian Rakyat, 2002), hlm.133
6
mengingat negara kita sangat kaya akan lokalitas di daerah masing-masing
yang bisa dijadikan tema untuk pembahasan sejarah lokal.
Menurut latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana peran sejarah lokal dalam perkembangan di dalam
sejarah nasional.
2. Mengetahui bagaimana hubungan (relasi) antara sejarah lokal dengan
sejarah nasional.
7
BAB II
PEMBAHASAN
6
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama,1992), hlm. 75
8
Perkembangan sejarah lokal mendapat perhatian yang serius di dalam
penulisan sejarah Indonesia ditandai dengan diadakannya Seminar Sejarah
Lokal Pertama yang diselenggarakan pada tahun 1982.7 Seminar sejarah lokal
yang diadakan di Indonesia ini berbeda dengan seminar sejarah nasional di
dalam pelaksanannya yang diorganisasikan berdasarkan periode. Yang
menjadi fokus dari seminar sejarah lokal adalah peristiwa yang terjadi di
lingkup lokal meliputi problem sosial pada pedesaan, perekonomian pedesaan
dan lain sebagainya. Kemudian dilaksanakan seminar sejarah lokal yang
kedua yaitu pada tahun 1984.8 Hal ini tak dapat dilepaskan dari keinginan
untuk memfungsikan sejarah lokal di dalam pembangunan. Mengingat begitu
pentingnya sejarah lokal di dalam tingkat nasional, maka sejarah lokal di
Indonesia harus terus dikembangkan agar menjadi sebuah historiografi yang
dapat melengkapi keberadaan historiografi nasional.
Tema yang ditawarkan oleh sejarah lokal pun juga sangat variatif.
Berbagai macam sudut pandang dapat dijadikan tema, mulai dari pemilihan
topik dari sebuah wilayah yang dijadikan obyek penelitian. Seminar sejarah
lokal kedua yang diadakan pada 1984 tersebut ternyata telah mengundang
banyak makalah mengenai sejarah lokal luar jawa. Sehingga segala tulisan
sejarah yang membahas tentang jawa sentris sudah tidak banyak ditulis oleh
sejarawan. Keuntungan lainnya yang di dapat dari seminar sejarah lokal yaitu
banyak ilmuwan sosial diluar disiplin ilmu sejarah yang tertarik untuk ikut
andil di dalam penelitian sejarah. Berbagai historiografi lokal banyak
disajikan oleh ahli geografi, linguistik, antropologi, dan banyak lagi.
7
Kuntowidjoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Anggota IKAPI,2003), hlm. 8.
8
Ibid.
9
yang digunakan dalam penulisan sejarah ini. Di dalam sejarah lokal, sumber
yang banyak digunakan oleh sejarawan di dalam merekonstruksi masa lalu
kebanyakan dengan menggunakan metode lisan. Tradisi lisan yang
berkembang di dalam masyarakat menjadikan hal ini sebagai salah satu alat
yang digunakan sejarawan untuk menceritakan masa lalu sebuah desa. Di
samping tradisi lisan, sejarawan dapat memanfaatkan berbagai sumber tertulis
seperti babad, hikayat,dan sumber lokal lainnya.
9
Ibid, hlm. 497 .
10
Republik Indonesia. Dalam buku-buku sejarah kebanyakan mengulas
mengenai bagaimana jalan serta proses yang terjadi di dalam peristiwa
tersebut. Namun disisi lain terdapat hal penting yang luput dari pembahasan
sejarawan, misalnya mengenai sejarah tempat yang menyebabkan tercetusnya
Proklamasi, yaitu Rengasdengklok. Dalam skala lokal, Rengasdengklok
menjadi sangat penting karena dari aspek budaya tempat ini menjadi latar
belakang dari peristiwa besar yang sangat berpengaruh terhadap alur sejarah
bangsa Indonesia sendiri. Masih belum banyak sejarawan yang mengulas
tentang sejarah Rengasdengklok dari lingkup kehidupan lokalitasnya. Hal ini
menunjukkan bahwa minat sejarawan terhadap minat menulis sejarah masih
berada dalam kiblat sejarah nasional. Sebagaimana dengan sejarah nasional,
sejarah lokal pun dapat menjadi sebuah kajian yang penting jika
diintegrasikan kedalam sejarah nasional. Dengan adanya hubungan yang
terjalin antara sejarah lokal dan nasional tersebut akhirnya timbul sebuah
generalisasi sejarah.
11
Meskipun keberadaan sejarah lokal dianggap sebagai sumber sekunder,
namun hal ini bisa digunakan sebagai pembanding dan pelengkap fakta
sejarah.11
11
Dalam “Sejarah Lokal: Pengertian, konteks, dan pengajaran” diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/197101011999031WAWAN_DARM
AWAN/Peng_sej_Lokal.pdf ( 9 september 2015 pukul 12:00)
12
2.2 Hubungan (Relasi ) Antara Sejarah Lokal dan Sejarah Nasional
13
Periode dinamika perkembangan ilmu sejarah di Indonesia ketika
memasuki tahun 1950-an disebut oleh Taufik Abdullah sebagai periode
pencarian makna. Hal ini dapat dilihat ketika dilaksanakannya Seminar
Sejarah Nasional pertama pada tahun 1957.15 Seminar pertama tersebut
membawa dampak dengan munculnya kesadaran perlunya penulisan sejarah
nasional. Kesadaran untuk memulai menulis terkait segala hal yang berbau
sejarah menjadi sangat keren pada saat itu. Fenomena serta keadaan politik
yang selalu bergejolak, menjadi salah satu landasan dalam menulis sejarah.
Karena pada dasarnya, sejarah tidak akan pernah berjauhan dengan politik.
15
Taufik Abdullah, Ilmu Sosial dan Tantangan Zaman, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2006), hlm.137
16
ibid, hlm. 138
14
tersendiri bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengambil
keputusan.
17
Atmakusumah Astraatmadja, “Internet dan media Pers Masa Depan: Pesaing Mematikan
atau Pembebas Manusia?” dalam Indonesia Abab XXI di Tengah Kepungan Perubahan Global,
(Jakarta: Kompas Media Nusantara), 2000, hlm. 826
18
Asvi Warman Adam, “Pers Indonrsia Selepas Orde Baru” dalam Indonesia Abab XXI di
Tengah Kepungan Perubahan Global, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2000), hlm. 833
15
Dalam formulir permohonan izin tersebut, pihak pers harus
menandatangani pernyataan tentang 19 hal yang wajib dilakukan;19
1)Mematuhi pedoman-pedoman yang telah dan/atau akan dikeluarkan oleh
Peperti dan lain-lain instansi pemerintah yang berwenang mengenai
penerbitan; 2) Wajib menjadi pendukung dan pembela Manifesto Politik RI
secara keseluruhan; 3) Program pemerintah; 4) Dekrit Presiden 1959; 5)
Undang-Undang Dasar 1945; 6) Pancasila; 7) Sosialisme Indonesia; 8)
Demokrasi Terpimpin; 9) Ekonomi Terpimpin; 10) Kepribadian nasional
Indonesia; 11) Martabat Negara Republik Indonesia; 12) Wajib menjadi alat
untuk memberantas imperialisme dan kolonialisme, liberalisme,
federalisme/separatisme; 13) Wajib menjadi pembela/pendukung dan alat
pelaksana dari politik bebas dan aktif negara Republik Indonesia tiak menjadi
pembela/pendukung dan alat dari perang dingin antarblok negara asing; 14)
Wajib menjadi alat untuk memupuk kepercayaan rakyat Indonesia terhadap
Pancasila; 15) Manifesto Politik RI; 16) Wajib membantu usaha
penyelenggaraan ketertiban dan keamanan umum serta ketenangan politik;
17) Tidak akan memuat tulisan-tulisan atau lukisan-lukisan/gambar-gambar
yang bersifat sensasional dan merugikan akhlak; 18) Yang mengandung
penghinaan terhadap kepala negara atau kepala pemerintahan dari negara
asing yang bersahabat dengan negara Republik Indonesia, dan terakhir; 19)
Yang mengandung pembelaan terhadap organisasi yang dibubarkan atau
dilarang berdasarkan Penetapan Presiden nomor 7 tahun 1959 dan Peraturan
Presiden nomor 13 tahun 1960.
Koran Harian Rakyat yang menjadi corong PKI bisa terbit tangal 2
Oktober 1965. Hal ini yang dijadikan pemerintah Orde Baru sebagai bukti
keterlibatan partai tersebut dalam G30S. Di dalam buku putih yang disunting
oleh Kolonel Alex Dinut dicantumkan isi Harian Rakyat yang terdiri dari
Pojok (‘Gerakan 30 September sudah menindak Dewan Djendral. Simpati
dan dukungan rakyat di pihak Gerakan 30 September’). Tajuk surat kabar itu
19
Asvi Warman Adam, op.cit, hlm.833-834
16
antara lain menyatakan “Tetapi bagaimanapun juga persoalan tersebut adalah
persoalan intern Angkatan Darat. Tetapi kita rakyat yang sadar akan politik
dan tugas-tugas revolusi meyakini akan benarnya tindakan yang dilakukan
oleh Gerakan 30 September untuk menyelamatkan revolusi rakyat”.20
Sejarah lokal memiliki relasi yang sangat kuat dengan sejarah nasional.
Sejarah lokal biasanya berusia lebih lama daripada sejarah nasional. Namun
20
ibid , hlm.836
17
pelestarian sejarah lokal yang tidak segencar sejarah nasional, membuatnya
menjadi sejarah asing di negerinya sendiri. Hanya sebagian orang saja yang
mengetahui adanya sejarah lokal daerah tertentu. Maka, keberadaan sejarah
lokal seharusnya dapat berjalan bersama dengan sejarah nasional. Semangat
nasionalisme pada masa Orde Baru telah menjadi bukti bahwa sejarah
nasional sangat dijunjung tinggi keeksistensiannya daripada sejarah lokal.
21
Ibid, hlm147
18
rekonstruksi pengarang, maka mau tak mau memuat sifat-sifatnya, gaya
bahasanya, struktur pemikiranya, pandanganya, dan lain sebagainya.22
Ahli lain mengatakan bahwa sejarah lokal adalah bidang sejarah yang
bersifat geografis yangmendasarkan kepada unit kecil seperti daerah,
kampung, komunitas atau kelompok masyarakattertentu (Abdullah, 1994:
52). suatu peristiwa yang terjadi di daerah yang merupakan imbasatau latar
22
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, ( yogyakarta ;
Ombak, 2014 ).hlm.16-17
23
Loc.cit,hlm.84
19
terjadinya peristiwa nasional.Sebaliknya, Wasino (2009: 2) mengatakan
bahwa sejarah lokal adalah sejarah yang posisinyakewilayahannya di bawah
sejarah nasional. Sejarah baru muncul setelah adanya kesadaranadanya
sejarah nasional.
20
Perspektif waktu , misal Sejarah Blambanganpada zaman VOC, Sejarah
Madiun pasca Perjanjian Giyanti, dsb.
4. mengenal sejarah lokal seluruh Indonesia secara lebih baik dan bermakna
21
Secara lebih menyeluruh arti penting kajian sejarah lokal ditemukan
oleh sejarawan LB. Lapian yang pokok-pokoknya sebagai berikut: Pertama,
bahwa pengembangan penulisan sejarah yang bersifat Nasional seperti
sekarang ini sering memberi makna bagi orang-orang tertentu, juga kurang
dihayati denganbaik karena kurangnya pengetahuan detail tentang latar
belakang dari peristiwa-peristiwa yanghanya digambarkan dalam konteks
yang sangat umum, atau peristiwa-peristiwa detail itumemang sama sekali
tidak pernah diketahui sehingga ada bagian-Bagiam Sejarah Daerah Kita Kita
Sendiri Yang Luput dari perhatian masyarakat pembaca sejarah.
22
Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Jayapura pada waktu itu bernama
Hollandia bersama Biak , Morotai dan KalimantanTimur sudah diduduki
Tentara Sekutu. Hal- hal seperti ini sering tidak terekam dalam sejarahmakro,
sehingga bisa terjadi masing-masing kelompok masyarakat kita berpikir yang
kurangtepat terhadap perkembangan sejarah di bagian-bagian lain di
Indonesia.yang selanjutnya bisamenumbuhkan Visi-visi sejarah yang kurang
wajar diatara sesama anggota bangsa Indonesia.24
23
Ada yang menggunakan aspek kehidupanpolitik, Ekonomi, serta sosio
budaya, tetapi perlu disadari batas politis bersifat lebih dinamisyaitu
berkembang lebih cepat, yang lebih bersifat statis adalah kategori sosio
culturalDengan Demikian Unit –unit histori itu terwujud dari berbagai
kategori yang menyebabbkanadanya variasi lingkup sejarah dari yang
melebar/meluas sampai dengan yang menyempitterbatas. Lingkup histories
yang meluas itu sering disebut dimensi Makro, atau sejarah makro.
sedangkan lingkup yangmenyempit terbatas disebut dimensi mikro atau
sejarah mikro.25
25
Ibid,hlm.19
26
Sartono Kartodirdjo,Loc.cit,hlm.84
24
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat organisasi gerakan sosial untuk
perubahan sosial: masyarakat terorganisir. Dewasa ini, gerakan sosial (social
movement) menjadi pokok bahasan yang populer bagi para sosiolog di Barat
khususnya di Amerika Serikat tahun 1950an dan 1960an, serta kajian
menegenai berbagai gerakan seperti gerakan mahasiswa tahun 1960an dan
1970an, gerakan lingkungan, gerakan perdamaian dan gerakan solidaritas
maupun gerakan perempuan pada tahun 1970an dan 1980an, kesemuanya
membawa akibat lahirnya bermacam-macam pendekatan dan teori tentang
gerakan sosial. Jenis kajian seperti ini juga berkembang di belahan dunia
lainya. Gerakan sosial yang dipilih untuk dijadikan bahan studi meliputi
beragam gerakan seperti gerakan perjuangan etnis/nasionalis di banyak
negara bagian (bekas) Uni Soviet, gerakan anti-Apharteid di Afrika Selatan,
serta berbagai bentuk gerakan sosial dunia ketiga untuk meningkatkan
kegiatan hidup dan memperjuangkan distribusi sumber daya ekonomi yang
lebih merata. Berbagai studi tersebut juga telah diperkaya pemahaman kita
mengenai gerakan sosial.27
27
Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi, (Yogyakarta; Pustaka
Pelajar,2004), hlm.37
28
Ibid,hlm.37-38
25
sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial, (2) permasalahan
sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial, dan (3) pendekatan
sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial
yang sinkronis.29
29
Loc.Cit.hlm,84
26
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
27
Sejarah lokal sendiri memiliki sumbangsih yang cukup besar kaitanya
dengan kajian-kajian ilmu sosial setidaknya dalam tiga hal : (1) sejarah
sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial, (2) permasalahan
sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial, dan (3) pendekatan
sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial
yang sinkronis.
28
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal :
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/197101011999031-
WAWAN_DARMAWAN/Peng_sej_Lokal.pdf
( 9 september 2015 pukul 12:00)
Buku
29