Disusun Oleh:
2019
i
KATA PENGANTAR
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Tri
Yuniyanto, M. Hum selaku pengampu dosen mata kuliah sejarah lokal dan teman-
teman yang banyak memberikan masukan dan informasi demi pemenuhan tugas
ini. Saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan tugas
ini karena penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangannya. Semoga tugas
makalah kelompok ini dapat memberi manfaat bagi pembacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari sejarah lokal
2. Bagi Mahasiswa
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah lokal dikatakan sebagai suatu peristiwa yang hanya terjadi dalam
lokasi yang kecil, baik pada desa atau kota-kota tertentu. Sejarah lokal adalah
sebuah studi tentang kehidupan masyarakat atau khususnya komunitas dari suatu
lingkungan sekitar (neighnorhood) tertentu dalam dinamika perkembangannya
pada berbagai aspek kehidupan manusia. Dapat diambil sebuah intisari, bahwa
yang menjadi pokok perhatian adalah ruang ligkup geografis/ tempat/ unit spasial
yang terbatas meliputi suatu lokalitas tertentu beserta kehidupan masyarakat.
Lingkungan tersebut adalah suatu unit kesadaran historis dalam artian bahwa
daerah atau wilayah tertentu dan pada bagiannya merupakan pusat terjadinya
sejarah. Setiap daerah etniskultural memiliki kesatuan historis serta konsep
tentang kelampuan yang khas.
3
2.2 Konsep Sejarah Lokal
Konsensus dalam pemakaian istilah Sejarah Nasional Indonesia sebagai
sejarah wilayah Republik Indonesia dan Sejarah Daerah sebagai wilayah provinsi
ditempuh agar lebih mempermudah untuk menamakan suatu karya sejarah. Kedua
istilah tersebut memang mengandung unsur anakronisme karena Indonesia atau
Nasional Indonesia merupakan suatu fenomena baru dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Sejarah Nasional atau Sejarah Nasional Indonesia (SNI)
kedudukannya secara ilmiah apabila membahas sejak pertengahan awal abad ke-
20, yaitu sejarah yang mencakup zaman dari seluruh wilayah Republik Indonesia
(Abdullah, 1985: 12-13).
4
istilah itu ambigu. Untuk menjembatani kekacauan konsensus terhadap unsur
ruang atau spatial dalam sejarah lokal, maka ada tiga konsep yang meliputi: (1)
unit administratif politis; (2) unit kesatuan etniskultural; dan (3) daerah
administratif politis bisa merupakan kumpulan etniskultural, perlu
dipertimbangkan.
Konsep yang kedua adalah unit kesatuan etniskultural yang memang bisa
diberlakukan dengan mudah di daerah Banyumas karena pada masa lampau
mempunyai identitas masing-masing sebagai kesatuan etniskultural, misalnya
5
Negara Daerah Paguhan, Kerajaan Pasirluhur, dan Selarong. Ruang Banyumas
secara legendaris dinyatakan dalam Babad Banyumas versi Mertadiredjan dan
Babad Pasir dengan ungkapan Tugu Mengangkang, Sindara-Sumbing sebagai
batas timur dan Undhug-undhug Krawang sebagai batas barat (Priyadi, 2012: 4).
Ruang Banyumas yang begitu luas karena belum ada data yang mantap
mengenai pembagian wilayah sehingga kadang-kadang para penulis historiografi
tradisional menciptakan ruang yang semaunya untuk kepentingan legitimasi
orang-orang lokal. Ada pula konsep ruang Banyumas dengan penyebutan
sepanjang Kali Lanang yang merupakan Sungai Serayu sebagai simbol
kebanyumasan, yang wilayahnya meliputi karesidenan Banyumas. Sepanjang
Sungai Serayu atau DAS Serayu merupakan ruang yang rasional untuk menyebut
Banyumas masa lampau.
6
Pada penulisan sejarah kontemporer, di kabupaten seperti Cilacap tersebut
terdapat sejarah etnis-etnis, baik Jawa maupun Sunda. Kabupaten Cilacap sendiri
secara administratif politik baru hadir pada dua pertiga abad ke-19. Sedangkan
pada masa sebelumnya memang ada Kabupaten Majenang ketika pembentukan
Karesidenan Banyumas. Kabupatan Majenang dihapuskan tahun 1832 dan Raden
Tumenggung Prawiranegara dibuang ke Padang. Majenang digabungkan dengan
Kabupaten Ajibarang.
7
kualitas dan kuantitas harus berjalan bersama sehingga dari sekian banyak hasil
diharapkan ada yang berkualitas.
Terjadinya kohesi antardata sejarah lokal, data sejarah lokal sering tidak
dapat ditemukan lagi pada lokal itu sendiri, akan tetapi pada lokal tertentu atau
lain dapat ditemukan datanya. Misal saja data sejarah lokal Kebumen banyak
ditemukan di Banyumas. Di Kebumen sendiri sudah tidak ditemukan lagi karena
data tersebut sudah dibawa ke lokal Banyumas, misalnya Babad Ambal. Sejarah
lokal juga berbentuk interaksi antarsuku dalam masyarakat yang majemuk.
Misalnya, data sejarah lokal Brebes ternyata dapat berkohesi dengan data sejarah
Sunda terutama yang berkaitan dengan negara Daha dan Panjalu atau penguasa
Kerawang yang dipindahkan ke Brebes untuk menjabat sebagai bupati (Priyadi,
2012: 11).
8
2.4 Metodologi Sejarah Lokal
Sejarah lokal sering diwarnai dengan mitos (clouded in myth) yang
mendorong sejarawan larut dalam anggapan. Untuk itu pemahaman mengenai
metodologi dan teori relevan dengan topik yang diteliti menjadi sangat diperlukan
dalam penelitian sejarah lokal. Metodologi adalah ilmu atau kajian tentang
metode (science of methods), menganalisis tentang cara-cara, prinsip atau
prosedur yang akan menuntun dan mengarahkan dalam penyelidikan suatu bidang
ilmu. Metodologi dalam historiografi sejarah meliputi: (1) heuristik; (2) kritik atau
verifikasi; (3) interprestasi atau penafsiran; dan (4) historiografi. Langkah yang
pertama adalah melakukan pengumpulan sumber atau data sejarah dalam bentuk
sumber tertulis (dokumenter), sumber sejarah lisan (untuk data sejarah
kontemporer), folkor (tradisi lisan), benda dan bangunan (artifact). Bahan
dokumenter meliputi otobiografi dan biografi, surat-surat pribadi, catatan atau
buku harian, surat kabar, dokumen pemerintah (arsip).
Data sejarah lisan meliputi pelaku sejarah (orang yang terlibat dalam
peristiwa sejarah) dan penyaksi sejarah (orang yang menyaksikan peristiwa
namun tidak terlibat). Data folkor, termasuk tradisi lisan berguna bagi penelitian
sejarah ketika sumber sejarah lisan sudah berkedudukan sebagai folkor karena
penuturnya bukan lagi pelaku atau penyaksi sehingga penutur folkor dan tradisi
lisan sudah tidak memiliki tanggungjawab terhadap kesaksiannya. Penelitian
sejarah lokal memerlukan data tradisi lisan, ingatan kolektif, dan historiografi
tradisional. Sumber atau data sejarah yang lain adalah benda-benda peninggalan
masa lampau dan bangunan sejarah.
9
Kritik data sejarah menghasilkan tiga buah fakta, yaitu mentifact, sosifact,
dan artifact. Mentifact mencakup ide, gagasan, nilai yang melandasi kelahiran
sosifact dan artifact. Tiga buah fakta tersebut harus ditafsirkan oleh sejarawan.
Penafsiran dilakukan dengan dua langkah, yaitu analisis dan sintesis. Analisis
yang ditempuh bisa dalam bentuk determinisme rasial, penafsiran geografis,
interpretasi ekonomi, penafsiran orang besar, penafsiran spiritual atau idelistik,
penafsiran ilmu dan teknologi, penafsiran sosiologis, penafsiran psikologis, dan
sebagainya. Setelah dianalisis maka melalui prosedur sintesis.
10
melibatkan ilmu-ilmu di sekitar sejarah yang mampu memberikan bantuan dalam
bentuk data, metode, dan pendekatan.
Jika, memakai pendekatan sejarah sosial maka suatu sejarah lokal harus
memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan baik ikatan struktural, yaitu
jaringan peranan-peranan sosial yang saling bergantungan terhadap aktor sejarah.
Dalam usahanya untuk mengerti dinamik sosial tertentu seorang ahli sejarah akan
mencoba melihat melalui serangkaian peristiwa yang tidak hanya melihat dari
sudut pandang klausal, sebab-akibat, dengan peristiwa lain namun juga
menerangkan dari sudut pandang sosio-kultural. Inilah yang menjadi titik masalah
metodologis sejarah lokal. Credibilities atau kadar kepercayaan yang bisa
dikenakan kepada corak tulisan seperti ini jadinya lebih banyak ditentukan oleh
penghayatan kultural si pembaca. Tanpa kesesuaian yang total maka kredibilitas
tersebut menjadi lebur atau hampir lebur.
Namun yang perlu diperhatikan bukan terletak pada evident atau benarnya
fakta yang diajukan akan tetapi sikap kita terhadap keperluan penelitian.
Historiografi tradisonal cenderung mengaburkan dua macam realitas sejarah;
realitas yang objektif dan realitas yang riil dalam diri. Kabur di dalam fakta yang
merupakan pengalaman aktual dengan fakta yang hanya berupa penghayatan
kultural kolekif. Historiografi tradisional pada umumnya memperlihatkan “the
myth of concern” berfungsi sebagai kemantapan tata nilai. Keseimbangan dan
kewajaran kosmos adalah tujuan utama. Dengan begini, struktur kekuasaan dan
11
sosial ada bagi kepentingan kosmos yang teratur dan mantap (Abdullah, 1985:
23).
12
kelompok tertentu daripada keunikan yang terdapat di dalam peristiwa masa lalu
tersebut.
Secara garis besar corak studi sejarah lokal yang pernah dilakukan tentang
Indonesia dapat dibedakan atas empat golongan. Keempat corak tersebut antara
lain:
Hasil studi mengenai sejarah lokal masih sangat terbatas, sejarah lokal di
Indonesia mengalami kendala yang sangat serius di dalam hal pengumpulan
sumber. Sumber-sumber yang digunakan dalam sejarah sementara ini hanya
terbatas pada objek dari sejarah lokal tersebut berupa microhistory. Sejarawan
diuji kemampuannya untuk bisa merekonstruksi peristiwa masa lalu dalam
bingkai lokalitas. Sejarah lokal sudah lama berkembang di Indonesia sebelum
perkembangan sejarah nasional. Sejarah lisan atau disebut sebagai sejarah
tradisional umumnya bersifat irrasional atau tidak masuk akal, dikarenakan
banyak bercerita tentang mitos, legenda serta cerita rakyat yang terjadi pada suatu
daerah. Meskipun keberadaan sejarah lokal dianggap sebagai sumber sekunder,
namun dalam hal ini bisa digunakan sebagai pembanding dan pelengkap fakta
sejarah.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejarah lokal berarti sejarah dari suatu tempat atau suatu “locality”
batasannya ditentukan oleh perjanjian yang diajukan oleh penulis sejarah. Batas
geografisnya dapat juga suatu tempat tinggal suku bangsa dan dapat pula suatu
kota atau bahkan desa. Dengan begitu sejarah lokal dengan sederhana dapat
dirumuskan sebagai kisah lampau dari kelompok-kelompok masyarakat yang
berada pada daerah geografis terbatas. Untuk menjembatani kekacauan konsensus
terhadap unsur ruang dan spasial dalam sejarah lokal, maka terdapat tiga konsep
yang perlu diketahui yaitu meliputi: unit administratif politis, unit kesatuan
etniskultural, dan daerah administratif politis yang juga bisa merupakan kumpulan
etniskultural.
3.2 Saran
Perlu digalakan lagi studi mengenai sejarah lokal yang masih banyak
mengalami kendala, serta diperlukan lagi kemampuan sejarawan dalam
melakukan penelitian sehingga mampu menghasilkan karya sejarah lokal sebagai
salah satu sumbangsih di bidang literasi bangsa Indonesia.
14
DAFTAR PUSTAKA
Houben, Vincent J.H. 2002. Keraton dan Kompeni. Yogyakarta: Bentang Budaya
15