MATA AJAR
METODE SEJARAH
Oleh :
Drs. R. Wisnubroto, M.Pd.
Drs. Muhammad Wasith Albar, M.Hum
0
Bahan Ajar :
Editor :
Andi Syamsu Rijal
Helena Listyanintyas
1
KATA PENGANTAR
2
Kami menyadari bahwa bahan ajar ini masih ada
kekurangan dan kelemahannya, baik pada isi, bahasa maupun
penyajiannya. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan
adanya tanggapan berupa kritik dan saran guna penyempurnaan
bahan ajar ini. Semoga bahan ajar ini bermanfaat khususnya
bagi peserta bimtek.
3
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................
DAFTAR ISI .............................................................
BAB I. PENDAHULUAN ............................................
BAB II. METODE SEJARAH......................................
A. Heuristik ......................................................
B. Kritik ............................................................
C. Interpertasi ...................................................
D. Historiografi...................................................
E. Hubungan Sejarah dan Kekuatan-kekuatan
bagi Ilmu-ilmu Sosial......................................
BAB III. SUMBER-SUMBER PENULISAN SEJARAH....
A. Penelitian Sumber Sejarah.................................
B. Penelusuran Sumber-Sumber Sejarah...............
C. Sumber Primer dan Sekunder...........................
D. Beberapa Jenis Sumber Penulisan Sejarah.......
E. Beberapa Tempat Mencari Sumber ..................
Tambahan/Pelengkap.......................................
BAB III. PENUTUP ...................................................
A. Rangkuman......................................................
B. Pertanyaan.......................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
sudah memiliki pengetahuan mendasar mengenai metode
sejarah yang akan membantunya dalam proses penulisan
sejarah. Bahan ajar ini pada bagian pertama membahas
mengenai Metode Sejarah dengan uraiannya yang mendasar agar
dapat dipahami peserta workshop. Bagian kedua membahas
Sumber-Sumber Sejarah yang berhubungan erat dengan Metode
Sejarah. Peserta workshop penulisan sejarah diharapkan dapat
memahami dua bagian penting ini sebelum memulai satu
penulisan sejarah yang baku.
6
BAB II
METODE SEJARAH
A. Heruristik
7
Sejarawan bekerja berdasarkan berbagai dokumen
yang ada. Begitulah kalimat pembuka dalam buku klasik
Introduction to the Study of History yang di tulis oleh CH. V
Langlois dan CH. Seignobos pada tahun 1898. Ini artinya
penulisan sejarah berangkat dari keterangan-keterangan
yang di berikan oleh dokumen kemudian di intepretasikan
berdasarkan teori dan atau oleh penulis sejarah itu sendiri.
Tahap pengumpulan sumber ini menjadi penting
mengingat apabila seorang sejarawan atau penulis sejarah
tidak bisa mengumpulkan atau menemukan sumber
sejarah yang diperlukan akan berdampak kepada hasil
penelitian sejarah yang kurang lengkap, kurang informatif
atau masih jauh dari kebenaran.
Seperti seorang detektif yang bekerja dalam sebuah
kasus pembunuhan, apabila data atau dokumen terkait
pembunuhan tidak ada atau tidak cukup maka akan terasa
sulit memecahkan persoalan itu. Untuk itu kemudian
pengumpulan data menjadi penting dan sudah menjadi
keharusan seorang penulis sejarah atau sejarawan untuk
mau bekerja keras mengumpukan sumber dokumen itu.
Dalam pengertiannya, sumber sejarah memiliki
pengertian yang luas. Artinya sebagai sebuah informasi
yang dibutuhkan untuk penulisan sejarah, sumber sejarah
tidak melulu terkait tentang dokumen tertulis seperti;
notulensi rapat, surat keputusan dll. Sumber-sumber
sejarah yang berkaitan dengan dokumen tertulis biasanya
banyak ditemukan di Arsip Pemerintahan baik daerah
maupun pusat, perpustakaan-perpustakaan, pengadilan-
8
pengadilan dan apabila kemudian dokumen yang dicari
bersifat pribadi yang tidak terdapat di dalam koleksi resmi,
maka bisa di cari di perpustakan pribadi, dokumen-
dokumen perusahaan, gereja hingga koleksi kolektor-
kolektor kuno.
Kemudian juga ada sumber lisan. Sumber lisan pun di
bagi menjadi dua. Yang pertama sejarah lisan yang
merupakan usaha untuk merekam kenangan yang di
sampaikan oleh pengkisah sebagai pengetahuan atau
informasi tangan pertama. Sedangkan pengertian tradisi
lisan biasanya kisah yang mencangkup semua aspek
kehidupan dari suatu masyarakat di masa lampau yang di
tuturkan atau di ceritakan dari generasi ke generasi
selanjutnya.
Di dalam kisahnya biasanya terkandung hal-hal yang
sangat irasional sesuatu yang sulit di terima di dalam akal.
Akan tetapi menurut L. Gottschalk, tradisi lisan seringkali
membantu hanya pada level pengetahuan sejarahnya saja
sedangkan untuk sejarawan itu sendiri hampir bisa di
pastikan hanya sedikit bahan yang bisa dipakai untuk kerja
penulisan bahkan sering tidak sama sekali
Meskipun sumber lisan sangat penting dan dapat
dengan mudah membantu penulis sejarah merangkai
sebuah peristiwa, namun patut dicatat bahwa terdapat pula
beberapa kelemahan yang melingkupi keabsahan informasi
dari model ini. Misalnya informasi yang diceritakan oleh
pelaku sejarah tidaklah lepas dari unsur-unsur
9
subjektifitas atau malah kepentingan tertentu dari sang
pengkisah.
Kemudian sukar mempertahankan keasliannya,
mengingat sering ada penambahan atau pengurangan pada
isi cerita. Juga yang menjadi pertimbangan adalah usia dan
kondisi pengkisah turut mempengaruhi informasi yang
didapat. Sehingga akan sulit di pahami jika penulis sejarah
atau sejarawan hanya mengandalkan informasi dari sumber
lisan.
Sejarah lisan yang akan digunakan haruslah
mematuhi terlebih dahulu kerangka konseptual dan
analisis dalam berinteraksi dengan pengkisah. Hal ini
didapat dari pengayaan materi sejarah yang menjadi
konsen penelitian sang penulis sejarah atau sejarawan itu
sendiri.
Yang perlu diperhatikan selanjutnya dalam
melakukan wawancara terhadap narasumber. Menelusuri
dengan baik latar belakang serta pengetahuan (memori)
sang narasumber seperti mempertimbangkan usia
pengkisah pada saat terjadinya pristiwa dan usia pada saat
penggalian informasi atau wawancara.
Selain itu juga penulis harus memperhatikan kaidah-
kaidah atau etika dalam sejarah lisan. Pertama penulis
harus menjelaskan kepada narasumber terkait setiap
langkah dalam proses yang akan berlangsung. Kedua
penulis harus harus menuliskan informasi yang masuk
secermat-cermatnya dan yang ketiga penulis harus
10
menjelaskan tentang tujuan atau penggunaan hasil
wawancara.
Ada kalanya penulis sejarah menutup rapat-rapat
informan yang dipilihnya sebagai narasumber jika yang
bersangkutan tidak ingin namanya disebutkan sebagai
narasumber dari penelitian dan atau para narasumber
hanya baru mau di publikasikan namanya jika sudah
meninggal.
Jika mengunakan penjelasan G.J Reiner kita akan
mendapatkan pemahaman bahwa sumber sejarah
berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi tiga bagian.
Yang pertama adalah sumber Immaterial (abstrak) seperti
adat, norma, etika, tradisi, legenda dan sebagainya.
Beberapa contoh itu kemudian bisa kita tarik
kesimpulannya menjadi sesuatu dari masa lalu yang di
yakini masih hidup hingga hari ini di dalam masyarakat.
Yang kedua sumber material (empirik) seperti artefak,
prasasti, dolmen, menhir dan sebagainya yang itu
menggambarkan bukti berupa benda nyata yang
merupakan hasil dari kegiatan manusia di masa lalu.
Selanjutnya yang ketiga atau yang terakhir adalah sumber
tertulis yaitu bukti-bukti dari setiap kegiatan manusia dan
lebih mengarah kepada sumber berupa dokumen atau
arsip, catatan harian, notulensi dll.
Sumber sejarah memiliki dua katagori yang harus
diperhatikan. Yang pertama adalah Sumber Primer dan
yang kedua adalah Sumber Sekunder. Sumber-sumber bisa
dikatakan primer apabila itu dikeluarkan oleh orang yang
11
manjadi saksi atas sebuah peristiwa atau pelaku utama
dalam sebuah peristiwa. Bisa juga kemudian cirinya
sesuatu yang dibuat pada tahun yang sama pada saat
peristiwa itu terjadi seperti dokumen teks proklamasi,
undang-undang dsb.
Untuk yang disebutkan kedua yakni Sumber
Sekunder biasanya mengacu kepada penjelasan
sesudahnya. Maksudnya intepretasi setelahnya seperti hasil
riset semacam disertasi, thesis dan hasil penelitian. Sumber
sekunder sesuatu yang tidak berkaitan secara langsung
atau tidak dibuat serta berasal pada saat pristiwa itu terjadi
namun masih berhubungan. Seringkali penulis sejarah
pemula atau mahasiswa sejarah kebingungan terkait
membedakan mana sumber primer dan mana sumber
sekunder. Misalnya tidak semua data-data yang berasal
atau dibuat pada tahun yang sama dengan pristiwa yang
kita pilih sebagai objek penelitian bisa digunakan sebagai
sumber primer atau malah sebagai sumber sejarah.
B. Kritik.
12
cara melakukan kritik eksternal dan kritik internal. Kritik
eksternal atau kritik luar digunakan untuk menilai
otentisitas sumber sejarah. Sedangkan kritik intern atau
kritik dalam yaitu untuk menilai kredibilitas sumber
dengan mempersoalkan isinya, kemampuan
pembuatannya, tanggung jawab dan moralnya.
a. Kritik Eksternal
Sjamsuddin mengemukakan bahwa kritik eksternal
ialah harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa
kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau
pada waktu ini (authenticity) dan kesaksian yang telah
diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan
(uncorrupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan
atau penghilangan-penghilangan yang substansial
(integrity). Fungsi dari kritik eksternal adalah memeriksa
sumber sejarah atas dasar menegakkan sedapat
mungkin otensitas dan integritas dari sumber itu. Hal
yang perlu diperhatikan dalam kritik eksternal :
1) Otentisitas
Menurut Jacquez dan Henry mengemukakan bahwa
sumber asli artinya sumber yang tidak dipalsu,
sedangkan sumber otentik ialah sumber yang
melaporkan dengan benar mengenai sesuatu subjek yang
tampaknya benar. Mengidentifikasi penulis adalah
langkah pertama dalam menegakkan otentisitas. Kadang-
kadang penulis tidak dapat ditandai, tetapi tidak berarti
13
bahwa sumber-sumber hasil suatu pemalsuan,
dokumen-dokumen yang anonim (tidak ada nama
penulis atau pengarang) dapat disebut otentik. Menurut
Lucey mengemukakan semakin banyak diketahui
tentang asal-usul dari suatu catatan atau peninggalan,
menjadi semakin mudah untuk menegakkan kredibilitas.
(keandalan) dari catatan atau peninggalan itu.
Kredibilitas terletak pada kompetensi (competence) dan
kebenaran (veracity) dari saksi mata (witness), dan
pengetahuan ini acapkali diperoleh dari suatu penelitian
mengenai asal-usul sumber itu
Masalah otentisitas Gottschalk juga mengemukakan
bahwa sumber tertulis/dokumen sering terjadi
pemalsuan sehingga para sejarawan harus sangat cermat
dalam melakukan kritik. Beberapa faktor terjadinya
pemalsuan dokumen yaitu digunakan untuk mendukung
klaim yang palsu dan untuk mendukung propaganda
politik.
14
a) Kriteria fisik.
Kadang-kadang dokumen gagal pada tes
pertama, yaitu kriteria fisik. misalnya, kertas-
kertas lebar dan tinta umumnya digunakan
dalam penulisan pada abad ke-17 atau ke-18
(VOC) ternyata ditulis pada kertas kuarto dan
tinta dari abad ke 20
b) Garis asal-usul dari dokumen atau sumber
Jika tidak jelas maka perlu diragukan karena
sampai kepada kita melalui suatu garis pemilik-
pemilik yang tidak dikenal.
c) Tulisan tangan
Tulisan tangan dapat membuktikan kepalsuan
suatu dokumen. Suatu perbandingan perlu
dilakukan diantara dokumen-dokumen yang
dianggap penulis dikenal otentik dan dokumen
yang sedang diperiksa yang kemudian terbukti
palsu.
d) Isi dari sumber
Dari isi (content) suatu dokumen atau sumber
dapat ditemukan, misalnya, anakronisme,
kesalahan-kesalahan yang dianggap penulis
sebenarnya tidak melakukannya, atau
pandangan-pandangan yang dinyatakan
bertentangan dengan pandangan-pandangan
yang sudah dikenal dari penulis sesungguhnya.
15
3) Integritas
Menurut Lucey mengemukakan Integritas adalah satu
aspek dari otentisitas dan suatu aspek yang sangat
penting, suatu sumber mempunyai otentisitas yang tetap
jika kesaksian yang asli tetap terpelihara tanpa korupsi
atau ubahan-ubahan meskipun ditransmisikan dari
masa ke masa. Jika ini semua benar-benar diketahui
maka dapat dikatakan bahwa fakta dari kesaksian (fact
of testimony) telah ditegakkan bagi sejarawan. Untuk
mencegah adanya kekeliruan menyalin atau dalam
verifikasi perlu dilakukan kolas (collation) yaitu
membandingkan manuskrip asli dengan salinan.
Caranya ialah seorang membaca naskah asli dan
sejarawan mengikuti naskah salinan.
4) Penyuntingan
Dokumen-doukumen yang disunting (edit) secara
sembarangan dan tidak kompeten dapat merusak
banyak sumber sejarah. Aturan-aturan mengedit
sebenarnya sederhana meskipun sangat ketat.
Dokumen-dokumen harus diedit sebagaimana aslinya.
Kalau ada perubahan-perubahan yang dibuat
penyunting harus memberitahukan kepada pembacanya
atau pemakainya
16
b. Kritik Internal
Berbeda dengan kritik eksternal yang lebih
menitikberatkan pada uji fisik suatu sumber sejarah, kritik
internal ingin menguji lebih jauh lagi mengenai isi sumber
tersebut dengan mempertanyakan apakah isi informasi yang
terkandung dari sumber sejarah tersebut benar dan dapat
dipercaya, kredibel, dan reliable.
17
1) Arti kesaksian yang sebenarnya
Sejarawan harus menetapkan arti sebenarnya (real sense)
dari kesaksian itu; apa yang sebenarnya ingin dikatakan
oleh saksi atau penulis. Karena bahasa tidak statis dan
selalu berubah, menentukan arti sebenarnya kadang-
kadang menimbulkan suatu masalah yang serius.
Sejarawan harus mempunyai retorik dan hermeneutis
untuk mengetahui bahasa dalam mana sumber atau
dokumen ditulis. Bahasa dari suatu bangsa berubah dari
satu generasi ke generasi lain. Jadi kata-kata dan
ungkapan-ungkapan, dapat mempunyai pengertian-
pengertian yang berbeda.
2) Kredibilitas kesaksian
Menurut Lucey mengemukakan kredibilitas kesaksian
berasal dari kompetensi dan kebenaran saksi, dan dua
kualifikasi ini tentu saja tidak dapat diterima begitu saja.
Harus diketahui bagaimana kemampuan saksi untuk
mengamati teruji benar atau tepat, bagaimana jaminan
bagi kejujurannya, bagaimana kesaksiannya itu
dibandingkan dengan saksi-saksi dengan
memperhitungkan kemungkinan kesalahan-kesalahan
yang dibuat oleh saksi lain. Umumnya yang menjadi
sumber kesalahan ialah pengamatan yang keliru, ingatan
yang salah, prasangka, dan ketidakmampuan dalam
mengutarakan dengan jelas pikirannya.
18
Kredibiltas dari catatan-catatan tertulis dapat
ditemukan didalam hakikat dan tujuan dari sumber-
sumber tersebut, karena masing-masing mempunyai
kriteria tersendiri untuk dinilai. Meskipun semuanya
adalah sumber sejarah, tetapi tidak semua mempunyai
tujuan pertama untuk menampilkan kebenaran sejarah.
kredibilitas kesaksian dipengaruhi pula oleh kualifikasi
dari saksi seperti usia, watak, pendidikan dan
kedudukan, sejarawan tidak dapat mengharapkan
kesaksian yang sama mengenai masalah tersebut dari
seorang petani, pencuri, politikus, wanita, guru besar,
dan lainnya.
Dalam membandingkan satu sumber dengan sumber
lainnya untuk kredibilitas, terdapat tiga kemungkinan
yaitu, Sumber-sumber lain dapat cocok dengan sumber
A, sumber yang dibandingkan (concurring sources),
Sumber-sumber lain berbeda dengan sumber A
(dissenting sources), dan Sumber-sumber lain itu “diam”
saja. Artinya tidak menyebutkan apa-apa (silent sources).
Masing-masing masalah yang dikemukakan di atas akan
dibahas dibawah ini :
19
(dependent) kepada sumber asli. Persesuaian
kesakian dari saksi-saksi yang bebas berdiri sendiri
dan dapat dipercaya yang dapat menegakan
kredibilitas suatu sumber tertentu, jadi saksi-saksi
itu harus independent
20
C. Interpretasi
21
Dalam proses penulisan sejarah, juga dikenal istilah
interpretasi. Interpretasi merupakan bagian dari metode
penelitian sejarah. Metode ialah suatu cara untuk
berbuat sesuatu, suatu prosedur untuk mengerjakan
sesuatu. Dapat juga diartikan keteraturan dalam
berbuat, atau suatu sistem yang teratur. Jadi metode
ada hubungannya dengan suatu prosedur, proses atau
teknis yang sistematis dalam penyelidikan suatu
disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek
(bahan-bahan) yang diteliti.
Metode penelitian sejarah adalah metode atau cara
yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya.
Dengan kata lain, metode penelitian sejarah adalah
instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah
(history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah
(history as written). Dalam ruang lingkup Ilmu Sejarah,
metode penelitian itu disebut metode sejarah.
Metode sejarah digunakan sebagai metode penelitian,
pada prinsipnya bertujuan untuk menjawab enam
pertanyaan (5W dan 1H) yang merupakan elemen dasar
penulisan sejarah, yaitu what, when, where, who, why,
dan how. Pertanyaan-pertanyaan itu konkretnya
adalah: Apa (peristiwa apa) yang terjadi? Kapan
terjadinya? Di mana terjadinya? Siapa yang terlibat
dalam peristiwa itu? Mengapa peristiwa itu terjadi?
Bagaimana proses terjadinya peristiwa itu?
22
Pada proses penulisan sejarah sebagai kisah,
pertanyaan-pertanyaan dasar itu dikembangkan sesuai
dengan permasalahan yang perlu diungkap dan
dibahas. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itulah
yang harus menjadi sasaran penelitian sejarah, karena
penulisan sejarah dituntut untuk menghasilkan
eksplanasi (kejelasan) mengenai signifikansi (arti
penting) dan makna peristiwa.
Dalam metode sejarah ada beberapa tahapan
kegiatan yaitu heuristik, kritik, dan historiografi. Tahap
kegiatan yang terakhir disebut adalah kegiatan
penulisan sejarah (penulisan hasil penelitian sejarah),
bukan kegiatan penelitian sejarah. Dalam tahap
terakhir ini juga terjadi proses interpretasi, eksplanasi,
dan penyajian.
Dalam penulisan sejarah, digunakan secara
bersamaan tiga bentuk teknik dasar tulis menulis yaitu
deskripsi, narasi dan analisis. Ketika sejarawan menulis
ada dua dorongan utama yang menggerakkannya yakni
mencipta ulang (recreate) dan menafsirkan (interpret).
Dorongan pertama menuntut deskripsi dan narasi,
sedangkan dorongan kedua menuntut analisis.
Sejarawan yang berorientasi pada sumber-sumber
sejarah saja akan menggunakan porsi deskripsi dan
narasi yang lebih banyak. Sedangkan sejarawan yang
berorientasi pada problem atau masalah, selain
menggunakan deskripsi dan narasi, akan lebih
23
mengutamakan analisis. Akan tetapi apapun cara yang
dipergunakan, semuanya akan bermuara pada sintesis.
Sehubungan dengan teknik deskripsi, narasi dan
analisis diatas, sebenarnya sebagian besar para
sejarawan dalam karya-karya mereka itu “bercerita”.
Akan tetapi sejarah yang diceritakan para sejarawan
itu, menurut ahli filsafat Athur C. Danto adalah “cerita-
cerita yang sebenarnya”. Mereka berusaha sebaik-
baiknya untuk menceritakan cerita-cerita sebenarnya
menurut topik-topik atau masalah-masalah yang
mereka pilih. Hanya saja teknik deskripsi-narasi ini
seringkali dikaitkan dengan bentuk atau model sejarah
lama (old history), sedangkan teknik analisis dikaitkan
dengan bentuk atau model sejarah baru (new history).
24
Penafsiran sejarah berdasarkan teori penggerak
sejarah yang dianut sejarawan. Berbagai teori itu
kadang bertentangan satu sama lain sehingga
muncul subjektivitas
4) Konflik-konflik filsafat yang mendasar
Konflik-konflik filsafat yang mendasar diperlukan
dalam menangani kasus yang ada kaitannya dengan
kepercayaan moral. Secara teoritis seseorang yang
menganut filsafat hidup tertentu, paham,
kepercayaan, atau agama tertentu akan menulis
sejarah berdasarkan pandangannya itu.
25
dengan kebenaran, perlu dikonsultasikan dengan
fakta-fakta lainnya, atau dengan teori yang
mendukung fakta tersebut.
Kadang-kadang sebuah sumber mengandung
beberapa kemungkinan, misal seseorang menemukan
daftar pengurus suatu ormas, dari kelompok
sosialnya tertera di situ ada petani, pedagang, PNS,
orang swasta, guru, tukang, mandor. Dari data ini
dapat disimpulkan bahwa ormas itu terbuka untuk
umum.
26
revolusi. Jadi revolusi adalah hasil interpretasi
setelah data itu dikelompokkan menjadi satu.
27
membantu kebenaran keluar dari persembunyiannya.
Subjektivisme adalah kesewenangan subjek dalam
mengadakan seleksi, interpretasi, dalam menyusun
periodesasi, namun kesewenangan tersebut tidak
bertumpu pada dasar yang dapat dipertanggungjawabkan,
sedangkan subjektivitas sangat erat hubungannya dengan
kejujuran hati dan kejujuran intelektual.
D. Historiografi
28
berdasarkan data yang diperoleh. Dalam tahap historiografi
seorang peneliti dituntut untuk memiliki kemampuan
berfikir secara kronologis agar deskripsi peristiwa yang
disajikan memiliki keterseimbangan satu sama lain.
Dalam menulis sejarah seorang penulis sejarah
menulis apa yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan,
dirasakan dan dialami oleh seseorang atau narasumbernya.
Tak hanya itu saja tapi seorang penulis sejarah juga harus
memperhatikan hal yang penting yang akan diungkapkan
seperti apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana sesuatu
yang telah terjadi. Jika salah satu dari itu tidak
diperhatikan penulis sejarah maka sejarah yang akan
dibahas akan sulit diungkapkan. Selain ada yang harus
diperhatikan bagi penulis sejarah ada juga yang harus
dihindari, antara lain:
29
b. Kepercayaan berlebihan pada narasumber.
Tidak diperbolehkannya Penulis Sejarah percaya
sepenuhnya pada narasumber, karena tidak
selamanya narasumber mengungkapkan fakta yang
sebenarnya terjadi. Narasumber tersebut bisa
menambahkan atau mengurangi cerita kejadian
yang telah terjadi bahkan berbohong. Penulis
Sejarah harus memiliki banyak narasumber, supaya
mengetahui siapa yang benar dan yang salah.
Biasanya narasumber akan lebih berpihak yang
disenangi saja. Penulis Sejarah pun juga diwajibkan
untuk mendapatkan narasumber yang netral supaya
tidak berpihak.
30
e. Ketidaktahuan Penulis Sejarah dalam mencocokkan
keadaan dengan kejadian yang sebenarnya.
Biasanya ini terjadi karena Penulis Sejarah telah
merasa puas telah menguraikan peristiwa yang telah
dilihat saja, dan secara tidak sengaja Penulis Sejarah
tersebut menguraikan berita yang salah karena ia
hanya melihat saja dan menyimpulkan sendiri apa
yang telah terjadi.
31
Fakta sejarah sebagai kebutuhan dasar historiografi
harus diolah lebih dulu oleh peneliti sejarah dari data-data
sejarah. Dalam hal ini E.H. Carr dalam bukunya Apa Itu
Sejarah mengungkapkan bahwa fakta sejarah tidak
mungkin dapat objektif karena fakta sejarah itu diberi arti
oleh peneliti sejarah. Maka dalam historiografi
subjektivitas tidak dapat dielakkan. Bukan hanya itu,
penyusunan periodesasi sejarah yang masuk dalam proses
interpretasi juga tak dapat menghindar dari subjektivitas.
Pendapat Nugroho Notosusanto dalam artikelnya
hakikat subjektivitas objektivitas sejarah yang dimuat di
kompas, 23 september 1974 mengungkapkan “dalam
tahap analitis daripada metode sejarah ada kemungkinan
bahwa kita dapat menjumpai objektivitas sejarah, yakni
dengan adanya sumber-sumber yang keras yang punya
eksistensi diluar pikiran manusia. Tetapi dalam tahap
sintesis, khususnya dalam kegiatan yang disebut
interpretasi, seorang sejarawan adalah subjektif”. Memang
fakta membutuhkan interpretasi yang melibatkan pribadi
sejarawan, hingga seorang Benedetto Croce berteori
“semua sejarah adalah masa kini.” Yaitu sesuai dengan
alam pikiran dan zaman pengarang hidup.
32
BAB III
SUMBER-SUMBER PENULISAN SEJARAH
33
penulisan sejarah bukan terletak pada kategorosasi jenis-
jenisnya, tetapi sumber sejarah sangatlah terbatas dan tidak
lengkapnya sumber rekaman sejarah itu sendiri (baik tertulis
maupun lisan).
34
masa lalu. Contoh-contoh sumber tertulis antara lain prasasti,
buku harian, surat, naskah, konstitusi, lembaran negara dan
lain-lainnya. Begitu pula sumber tertulis dari berbagai daerah di
nusantara, antara lain Babad, Serat, Silsilah, Hikayat, Tambo,
Wawacan, Carita, Lontara, Kronik, dan Kidung.
Gambar 1.
Contoh sumber sejarah tertulis Nusantara
35
Sumber sejarah tidak tertulis melingkupi artefak, benda-
benda, dan sumber lisan (oral sources). Artefak adalah berupa
benda-benda kebudayaan warisan masa lalu, seperti gerabah,
tembikar, keramik, lukisan-lukisan masa pra-sejarah yang
terdapat di gua-gua, keranda, manik-manik dan alat-alat
seremonial lainnya.
Gambar 2.
Contoh sumber sejarah tidak tertulis
36
peristiwa yang mereka alami tersebut. Untuk penelitian sejarah
ekonomi yang tidak bisa lepas dengan persoalan data kuantitatif,
persoalannya terletak bahwa para pelaku sejarah umumnya
lemah dalam mengingat data kuantitatif tersebut. Selanjutnya,
bagaimana kedudukan sumber-sumber tidak tertulis tersebut
untuk penulisan sejarah? Sumber tidak tertulis yang
dimaksudkan di sini adalah sumber lisan. Metode yang dipakai
adalah mewancarai seorang pelaku/saksi mata sebuah peristiwa
sejarah. Kedudukan sumber lisan ini tetap sangat penting dalam
penulisan sejarah karena rekaman masa lalu tidak semuanya
bisa terekam dalam bentuk dokumen. Hanya saja secara
metodologis niscaya berbeda antara sumber tidak tertulis dengan
sumber tertulis, misalnya memakai sumber penulisan sejarah
yang berupa dokumen. Untuk menggunakan sumber tidak
tertulis (lisan) dengan cara mewancarai seorang saksi mata
sejarah, setidaknya mengenal beberapa metode, diantaranya
teknik wawancara tertutup, silang dan terbuka.
Menurut Pranoto, sejarawan (penulis sejarah) pada tahap
mengerjakan historiografi, setidaknya-tidaknya harus
memerhatikan dan memiliki kemampuan, antara lain:
37
3. Menggunakan dan memahami perspektif multi-dimensional
dengan ilmu-ilmu sosial lainnya
4. Perspektif yang luas dan mampu menggali berbagai makna
yang tersurat dan tersirat (eksplisit dan implisit)
5. Secara metodologis mampu membedakan antara penulis
sejarah profesional dan amatir/umum
6. Meningkatkan pendidikan dan rajin menambah pengalaman
dengan tujuan menjadikan profesi Penulis Sejarah menuju
kesempurnaan
7. Senantiasa menjunjung tinggi etika akademik, etika profesi
dan menghindari terjadinya plagiarisme atau auto-plagiarisme
8. Menghargai dedikasi dan memegang integritas yang tinggi
pada profesi Penulis Sejarah
9. Lapang dada dalam menerima kritik secara terbuka untuk
perbaikan tulisannya
38
Permasalahan sumber primer akan menjadi lebih rumit ketika
muncul pertanyaan, apakah sumber primer itu sama dengan
sumber asli? Menurut Gottschalk, sumber primer tidak harus
asli secara hukum. Namun sumber asli (dokumen) tersebut
merupakan versi tulisan yang pertama. Frase asli senantiasa
memiliki banyak pengertian. Setidak-tidaknya memiliki 5 makna,
yaitu memiliki gagasan yang segar dan kreatif; bukan sebuah
dokumen terjemahan; dalam tahapan yang paling awal dan
belum diolah; merupakan dokumen yang tidak diubah; memiliki
informasi yang paling awal. Kelima pengertian ini mungkin saja
berhimpitan namun tidak sinonim dengan pengertian sumber
primer. Kesimpulannya, sumber primer maupun sumber
sekunder sangat penting untuk merekonstruksi (deskripsi)
sejarah karena keduanya mengandung unsur-unsur primer.
Dokumen dalam pengertian yang lebih khusus dapat dibagi
menjadi: dokumen insani dan dokumen pribadi (Gottschalk).
Dokumen insani adalah “suatu pertelaan mengenai pengalaman
individual yang memperhatikan tindakan-tindakan individu
sebagai suatu pelaku insani dan sebagai peserta di dalam
tatanan sosial.” Sedangkan dokumen pribadi, “setiap rekaman
yang mengungkapkan diri, yang secara sengaja atau tidak
sengaja mengandung informasi mengenai struktur, dinamika
dan berfungsinya hidup mental si pengarang.” Kedua pengertian
ini sesungguhnya dipinjam dari ilmu sosial yaitu sosiologi dan
psikologi. Bagi ilmu sejarah kedua pengertian ini dipergunakan
dalam arti yang sama. Mengingat bahwa sebuah sumber sejarah
sesungguhnya berasal dari seluruh rekaman aktivitas manusia
39
dalam melakukan interaksi sosialnya di tengah-tengah
kehidupan masyarakat yang ada.
Sedangkan sumber sekunder adalah sebuah sumber yang
dihasilkan oleh seseorang yang bukan saksi pandangan mata,
seseorang yang tidak hadir ketika peristiwa yang dikisahkannya
sedang berlangsung. Jadi pengkisah sejarah mengetahuinya dari
para pelaku sejarah atau saksi mata. Penggunaan sumber
sekunder dalam proses penulisan sejarah pada umumnya
memilki beberapa tujuan, diantaranya: 1. mencari tema-tema
dan latar belakang peristiwa yang akan dijadikan proyek
penelitian, baik untuk penulisan sejarah lokal maupun nasional.
2. Mencari sumber-sumber referensi/pustaka yang mampu
menunjang penelitian sejarah total dan multi-dimensional. 3.
Mencari beberapa teori/konsep dari ilmu-ilmu sosial (ilmu
bantu). 4. Sebagai langkah awal menelusuri kutipan sumber-
sumber primer dari sebuah peristiwa tertentu. 5. Secara praktis
akan mampu menambah pengetahuan/pengenalan interpretasi
untuk mengetahui semangat zaman (zietgiest) dari peristiwa
sejarah tertentu.
1. Dokumen
Istilah dokumen seringkali dipergunakan oleh sejarawan dalam
dua pengertian, yaitu sebagai bahan tertulis sebagai lawan dari
sumber-sumber kesaksian lisan, artefak, foto, dan peninggalan
arkeologis. Pengertian kedua, merujuk ke sebuah jenis surat-
surat resmi kedinasan atau surat-surat negara. Misalnya,
40
undang-undang, lembaran negara, surat-surat perjanjian,
notulen rapat, kontrak kerja, naskah perundingan-diplomasi,
dan lain-lainnya. Agar tidak terjadi kerancuan pengertian istilah
dokumen sebaiknya sumber dokumen dipergunakan dalam
pengertian yang luas yaitu untuk memaknai berbagai sumber
sejarah baik yang tertulis, lisan, artefak, foto, atau peninggalan
arkeologis lainnya. Dengan demikian istilah dokumen dapat
dipahami sebagai sumber sejarah, baik primer atau tidak; resmi
atau tidak; dan tertulis atau lisan.
2. Artefak
Menurut Kuntowijayo artefak adalah hasil dari sebuah
peristiwa sejarah, biasanya dapat berupa foto-foto, bangunan
atau alat-alat lainnya. Misalkan, kalian ingin menulis sejarah
keluarga maka selain berbagai dokemen yang ada, misalnya
catatan harian dan surat-surat pribadi yang akan digunakan
penulisan sejarah, maka foto juga bisa digunakan untuk
memperkaya penulisannya.
Mengingat karakter foto adalah saksi rekaman waktu
sebagaimana apa adanya dari obyek yang difoto. Fotografernya
pasti hadir dalam peristiwa yang ia ambil gambarnya.
Persoalannya hanya terletak pada kemana sudut kamera
diarahkan dan close-up, tanpa ada cutting dan komposisi yang
dibuat-buat. Salah satu keempat persoalan ini jika ternyata hasil
dari sebuah rekayasa maka interpretasi/pemaknaannya akan
berubah juga karena telah terjadi “provokasi” tertentu terhadap
peristiwa yang ada. Maksudnya sebuah obyek foto dapat
memperkaya, membunyikan, dan sekaligus menyembunyikan
41
semangat zaman terhadap perkembangan sejarah keluarga yang
akan ditulis.
Melalui foto dapat diketahui pula perkembangan model
pakaian, rambut, perabot rumah tangga, tempat-tempat yang
pernah dikunjungi dan berbagai kebendaan lainnya (kendaraan,
dan terkait hobi lainnya) sebagai ikon perubahan status sosial
dari sejarah keluarga. Melalui foto pula mampu menguak
perubahan sosial, selera dan gaya hidup yang terjadi antar
generasi mampu ditemu kenali kembali. Foto anggota keluarga
juga mampu mengurai jalinan interaksi sosial, networking, dan
mobilititas dalam sebuah masyarakat, dimana dari visualisasi
tersebut dapat diketahui bagaimana hubungan antara manusia
itu dibangun, dipelihara dan dilanggengkan.
Mengingat sejarah merupakan rekonstruksi seluruh aktivitas
manusia ketika berinteraksi dengan manusia lainnya yang
terjadi di masa lalu maka jenis foto yang terakhir ini sangat
menentukan seperti apa kualitas sejarah keluarga (family
history), bukan lagi sejenis family/his-story. Misalnya, buku yang
menarasikan sejarah keluarga-keluarga keturunan Tionghoa
sebagai komunitas dan individual.
42
Gambar 3.
Contoh buku sejarah keluarga
43
lokal sebagai makna kontekstualitas dari masyarakat
penyangganya (stakeholder).
44
b. Aneka Dokumen Kesaksian Tertulis
Aneka kesaksian tertulis (dokumen) menurut Gottschalk
dapat diklasifikasikan menjadi delapan, yaitu:
1) Kesaksian Sezaman
Sebuah dokumen yang melingkupi berbagai instruksi
(perintah) untuk disampaikan kepada orang lain yang
terlibat dalam sebuah interaksi transaksional tersebut.
Bentuknya antara lain, surat-surat niaga, buku-buku
catatan, rekaman stenografis, fonografis, hukum, dan
memori pribadi. Misalnya, buku kesaksian dan para pelaku
Gestapu; Kesaksian B.J. Habibie di akhir pemerintahan Orde
Baru; dan kesaksian tragedi Mei 1998.
Gambar 4.
Contoh buku kesaksian sezaman
2) Laporan-laporan Konfidensial
Penulis harus lebih berhati-hati terhadap karakter sumber
ini mengingat umumnya ditulis sesudah peristiwanya terjadi.
Di sisi lain, laporan konfidensial memiliki makna lebih untuk
45
menimbulkan kesan daripada untuk membangun sebuah
ingatan. Juga bersifat kurang intim, walaupun bukan
ditujukan untuk orang banyak. Jenis sumber laporan-
laporan konfidensial, antara lain: berita resmi militer, nota
diplomatik, jurnal perusahaan, buku harian, dan surat-surat
pribadi.
Gambar 5.
Contoh laporan-laporan konfidensial
3) Laporan-laporan Umum
Perbedaan mendasar dengan laporan konfidensial adalah
banyaknya jumlah orang yang diharapkan atau diduga oleh
para penulis/pengarang akan membacanya. Biasanya jenis
sumber laporan-laporan umum ini terdapat di
laporan/berita surat kabar, majalah, memoar, sejarah resmi
atau diotorisasi, biografi dan autobiografi.
46
Gambar 6.
Contoh buku biografi
4) Questionnaire Tertulis
Questionnaire tertulis ini beiasanya untuk memperoleh
informasi dan opini tentang sesuatu hal kepada khalayak,
atasan kepada bawahan, guru kepada muridnya, dan lain-
lainnya. Penulis Seajarah harap berhati-hati dalam
menyusun pertanyaannya jika pertanyaannya menyangkut
pengalaman seseorang. Intinya bagaimana bentuknya
questionnaire tertulis harus terjadi dan jangan sampai
terhinggapi keburukan-keburukan leading question.
47
pemerintah, undang-undang dan berbagai peraturan; atau
rekaman stenografis dan fonografis.
Gambar 7.
Contoh dokumen kompilasi
6) Pernyataan Opini
Sumber sejarah pernyataan opini yang berupa tajuk
rencana, esei, pidato, brosur, surat kepada redaksi, kontak
pembaca, public opinion poll, dan sebagainya adalah sebagai
sumber sejarah yang bernilai tinggi untuk melihat bentuk
opini, baik bersifat individual maupun publik. Persoalan
apakah dapat dipercaya atau tidak sebagian besar faktanya,
sangat tergantung kepada kredibelitas pengarangnya sebagai
saksi dari opini yang ia kemukakan. Terhadap kemungkinan
bagi mereka yang berpendapat bahwa suatu gagasan dan
nilai-nilai, senantiasa berubah-rubah tergantung suatu
masa periodisasi, relativisme obyektif dan relasionisme
sejarah yang ada dalam dokumen ini, juga layak disikapi
dengan hati-hati.
48
Gambar 8.
Contoh dokumen kompilasi
49
PERINGATAN
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Gambar 9.
Contoh buku fiksi
50
8. Folklore, Nama Tempat dan Pepatah/peribahasa
Dalam menggunakan sumber folklore, Penulis Sejarah
dituntut kehati-hatiannya untuk mampu memilah-milah
mana yang merupakan aspirasi, adat rakyat, takhayul, dan
absurditas lainnya yang merupakan persilangan dari narasi
legenda dengan landasan-landasan autentiknya. Sedangkan
untuk pepatah mampu memberikan corak warna berbagai
pandangan, nilai-nilai, hirarki sistem sosial, lingkungan,
sikap, liririsme, perilaku dan tindakan yang dianut oleh
masyarakat pada periode tertentu. Sebagai contoh kumpulan
folklor dari Indonesia dan beberapa negara lainnya.
Gambar 10.
Contoh buku folklor
51
1. Autobigrafi
Dalam autobiografi setidaknya dikenal 3 jenis autobiografi
yaitu autobiografi komprehensif, autobiografi topikal, dan
autobiografi yang diedisikan.
Gambar 11.
Contoh buku-buku autobiografi
52
Sumber sejarah berupa catatan/buku harian sangat
bersifat pribadi dan relatif jarang diketemukan untuk
penulisan sejarah. Contoh, Catatan/buku harian Jose Rizal,
seorang tokoh pergerakan nasional dari Filipina yang
membuat catatan/buku harian selama masa tahanannya di
penjara. Kedua, Jakarta Diary dari Moehtar Lubis.
Sedangkan memoar, sejenis dokumen pribadi. Hanya saja
substansinya lebih umum bukan persoalan pribadi semata.
Contoh yang sangat terkenal adalah kisah perjalanan Tome
Pires, yaitu Suma Oriental.
Gambar 12.
Contoh catatan/buku harian, dan memoar
53
1. Surat Kabar
Sumber-sumber yang tersaji dalam surat kabar relatif
kurang mendalam secara faktual, mengingat fakta tersaji
lebih menekankan pada kecepatan bagaimana sebuah
informasi dapat diketahui khalayak ramai. Umumnya
berita/informasi yang ada di koran bukanlah sebuah hasil
investigasi yang mendalam tentang sesuatu topik. Kalau toh
terdapat sebuah laporan tertentu dengan mengangkat
sebuah topik, tetap saja fakta yang tersaji umumnya
merupakan opini (sepihak) dan mungkin hasil sebuah
pendapat yang spekulatif.
Gambar 13.
Contoh Surat Kabar
2. Dokumen Pemerintah
Sebuah jenis dokumen yang relatif sulit untuk dipergunakan
jika seorang sejarawan berkeinginan menulis sejarah dengan
pendekatan history from below. Mengingat jenis dokumen ini
kurang memerhatikan dan mengungkap persoalan sosiologis
54
masyarakat umum. Biasanya data yang tersaji bersifat
sepihak, apalagi dokumen-dokumen masa kolonial Belanda.
Gambar 14.
Contoh dokumen pemerintah
3. Cerita Roman
Cerita roman dan novel yang true story dengan menganut
gaya penulisan realisme sangat membantu bagi sejarawan
untuk memahami sistem dan norma sosial yang berlaku di
sebuah masyarakat tertentu. Makna kontekstualitas dari
sebuah peristiwa sejarah juga biasanya dapat kita jumpai dari
beberapa cerita roman yang mengambil setting cerita sejarah.
Contohnya beberapa karya Remy Sylado, Pamudya Ananta
Toer, dan Seno Gumira Aji Darma.
55
Gambar 15.
Contoh novel bertema sejarah
56
pelaku saksi sejarah, para saksi mata dan mereka yang hidup
sezaman dengan peristiwa yang dikisahkannya. Sedangkan
pengertian sumber tradisi lisan adalah sebuah kisah yang
disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut dalam perjalanan
satu generasi (horizontal), dan bisa juga lintas generasi (vertikal).
Jika melihat perkembangan pusat-pusat penelitan sejarah
lisan, dapat dikemukakan sebagai perintis awal adalah Allan
Nevins dari Universitas Colombia (1948). Selanjutnya untuk Asia
Tenggara Pusat Penelitaian Sejarah Lisan di Malaysia (1963);
ISEAS Singapura (1972), Thailand (1977), dan Indonesia (1978).
Gambar 16.
Contoh buku sejarah lisan
57
kejadian atau menjadi saksi atas suatu kejadian atau menjadi
saksi atas suatu kejadian masa lampau, diraikan secara lisan.”
Sedangkan pengertian yang sedikit berbeda dikemukakan oleh A.
B. Lapian (1981) dan A. Gazali Usman (1983), mengatakan
bahwa sejarah lisan di Amerika Serikat dipahami hasil
wawancara mengenai peristiwa sejarah yang dialami oleh tokoh
pengkisah (interviewer) yang direkam melalui rekaman pita (tape
recording atau cam-corder).
Adapun pengertian metode sejarah lisan menurut Willa K.
Baum (1982), sebagai upaya merekam berbagai kenangan yang
disampaikan pengkisah sebagai narasumber tangan pertama. E.
Kosim (1984), sebagai suatu bentuk meode yang khas untuk
mengumpulkan bahan sejarah melalui wawancara. J.R.
Chaniago (1988), sebuah teknik pengumpulan data sejarah
melalui wawancara dari saksi mata dengan merekamnya
terhadap berbagai pengalaman tentang apa saja yang dialami,
dirasakan, dan yang dipikirkannya ketika sebuah peristiwa
sedang terjadi. Adapun persyaratan agar metode sejarah lisan
menghasilkan keluaran yang baik ada 3 hal wajib diperhatikan,
yaitu ada pewawancara, ada pengkisah dari saksi mata, dan ada
alat rekam.
Ada contoh penelitian yang menarik proyek penulisan sejarah
sosial memakai sumber penulisan sejarah berupa arsip
audiovisual untuk menarasikan kehidupan rakyat kecil di
Indonesia (Nordolt dan Fridus Steijlen). Pendekatan historiografi
semacam ini dikenal sebagai pendekatan history from below.
Pada periode Orde Lama dan Orde Baru, kedudukan rakyat
dalam penulisan sejarah Indonesia senantiasa terpinggirkan.
58
Baginya seakan-akan rakyat kecil dengan kehidupan sehari-
harinya tidak memiliki sumbangsih dalam sistem pemerintahan,
baik dalam jargon revolusi belum selesai maupun dalam slogan
era pembangunan. Jadi dalam perspektif history from below
“tidak saja menyingkirkan eksplorasi lebih lanjut mengenai
sejarah sosial, tetapi juga tidak memberikan ruang kepada
rakyat jelata di Indonesia untuk turut memainkan peran yang
berarti dalam sejarahnya sendiri.” Contoh beberapa buku yang
memuat ulasan mendalam tentang penggunaan sumber fotografi
dan Audiovisual, antara lain:
Gambar 17.
Contoh buku audiovisual
1. Fabel (fable)
59
Kisah tentang berbagai kehidupan binatang, baik yang buas
dan tidak, termasuk kehidupan alam gaib (bukan manusia),
namun si narator senantiasa melakukan indeksial dengan
karakter manusia. Atau bagi narator menceritakan
kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia.
Contohnya, cerita Kelinci dan Kura-kura.
Gambar 18.
Contoh buku cerita fabel
2. Dongeng (tale)
Suatu cerita yang menarasikan seorang tokoh dengan
konstruksi berkaitan waktu dan tempat yang terkadang tidak
menentu. Sedangkan pengertian dongeng menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dongeng dalam pengertian
umum adalah sebuah cerita yang tidak pernah terjadi;
narasinya merupakan ekspresi diri manusia akan sebagai
sarana mencari hiburan, ekspektasi dan sebuah angan-angan;
tidak diketahui nama pengarang maupun penyadurnya; dan
pada umumnya mengungkapkan berbagai keajaiban dan
kesaktian dari diri sang tokoh utama. Misalnya dongeng Aji
Saka yang terkenal di masyarakat.
60
Gambar 19.
Contoh Buku Cerita Dongeng
3. Mitos (myth)
Sebuah narasi yang memiliki kemiripan dengan cerita sejarah,
namun penggambarannya penuh unsur khayali. Mitos
senantiasa bercerita tentang kehidupan para dewa atau
makhluk setengah dewa (manusia) yang dianggap sebagai
sosok pahlawan dan benar-benar terjadi. Akhir sebuah mitos
adalah mitologi yaitu sebuah proses keyakinan bahwa narasi
yang diinformasikan benar adanya. Jadi mitos bukan
persoalan salah dan benarnya sebuah materi cerita, tapi apa
yang dinarasikan harus diyakini dan dipegang secara teguh
oleh para pengikutnya.
61
Gambar 20.
Contoh Buku Cerita Mitos
4. Legenda (legend)
Suatu cerita rakyat yang terkadang memiliki kebenaran
dengan mengandung elemen-elemen historis, mengingat tokoh
sentral lazimnya sangat terkenal dalam sejarah dan diyakini
masyarakat setempat bahwa tokoh pujaannya memiliki
kesaktian dan keajaiban. Ada dua tipe legenda yaitu legenda
murni dan legenda bersifat sejarah. Kedua tipe dalam batas
tertentu dapat digunakan sebagai sumber penulisan sejarah
pada ranah kontribusinya yang mampu memberikan
cakrawala dari sebuah kebudayaan dan peradaban
masyarakat tertentu. Adapula yang memilah legenda lebih
rinci yaitu legenda keagamaan, legenda kegaiban, legenda
perorangan, dan legenda lokal
62
Gambar 21.
Contoh Buku Cerita Legenda
5. Saga
Suatu cerita yang memiliki narasi seorang tokoh pahlawan
dengan nilai-nilai kepahlawanannya, misalnya keberanian dan
kesaktiannya. Biasanya saga mereferen ke berbagai bahan
literasi dan secara faktual umumnya memiliki
kebenaran.Beberapa contoh sage, adalah: Calon Arang, Ciung
Wanara, Airlangga, Panji, Smaradahana, dll.
Gambar 22.
Contoh Buku Cerita Saga
63
E. Beberapa Tempat Mencari Sumber Tambahan/Pelengkap
64
Gedung arsip dan museum (publik dan pribadi)
Laporan surat kabar on-line atau media elekronik lainnya,
misalnya radio, televisi, dan internet
Open acces journal (e-journal dan on-line) dalam bentuk
digital
Pusat dokumentasi baik yang dimiliki oleh individu atau
sebuah yayasan
Komunitas-komunitas atau kelompok perkumpulan dari
profesi tertentu; misalnya musisi, perupa, cineas,
budayawan, pematung, fotografer, komikus dan seterusnya
65
BAB III
PENUTUP
A. Rangkuman
66
disebut sebagai Penulis Sejarah. Menulis sejarah menuntut
sebuah metode historografi dan memiliki langkah-langkah
penelitian yang cukup ketat dengan seluruh tahapannya harus
dikerjakan secara teliti, jeli dan terukur. Hal yang amat rawan
akan menjadi perdebatan panjang adalah pada tahap
interpretasi (penafsiran). Seperti pendapat dari sebuah
interpretasi, “Apakah PKI pada peristiwa G30S itu sebagai
korban atau sebagai pelaku?” Jika sebagai korban maka
penulisan buku sejarah pada periode tersebut tidak layak
memberikan embel-embel pada peristiwa G30S/PKI. Frase PKI
harus dihapus setelah akronim G30S, begitu juga harus berlaku
sebaliknya.
Kerja sejarawan dalam menyusun historiogafi bahkan dapat
dikatakan sama ketatnya dengan kerja seorang dokter ketika
mendiagnosa seorang pasien yang datang pada dirinya. Bedanya
“diagnosa” yang dilakukan oleh sejarawan adalah mengenali dan
mengeksplanasi masa lalu melalui sumber-sumber yang
diketemukannya. Jadi unit/obyek analisisnya berupa dokumen
atau sumber lisan. Ada makna (“penyakit”) apa dibalik sumber-
sumber dokumen yang dipakai untuk merekonstruksi masa
silam tersebut.
Sumber sejarah tertulis seringkali dimaknai sebagai sumber
dokumen (docere) dikalangan para sejarawan. Adapun aneka
dokumen kesaksian sumber tertulis, setidak-tidaknya
melingkupi delapan kategori. Kedelapan kategori tersebut,
diantaranya: 1. Kesaksian sezaman; 2. Laporan-laporan
konfidensial; 3. Laporan-laporan umum; 4. Questionnarie
tertulis; 5. Dokumen pemerintah dan kompilasi; 6. Pernyataan
67
opini; 7. Fiksi, nyanyian, dan puisi; dan 8. Foklore, nama tempat
dan pepatah/peribahasa. Sedangkan hubungan data sosial
secara konseptual terdapat dalam beberapa sumber sejarah yang
meliputi: autobiografi; surat-surat pribadi, catatan/buku harian,
memoar; surat kabar; dokumen pemerintah; dan cerita roman.
Untuk sumber tidak tertulis (lisan) dapat dicermati dalam
beberapa contoh di bawah ini, diantaranya: fabel (fable); dongeng
(tale); mitos (myth); legenda (legend); dan saga.Dimana sumber-
sumber penulisan sejarah tersebut dapat diketemukan? Setidak-
tidaknya penelusuran sumber penulisan sejarah, baik primer
maupun sekunder dapat diketemukan, diantaranya di tempat-
tempat berikut ini: (kasus Jakarta)
68
Perdagangan, Pertanahan, Perdagangan, atau Tenaga
Kerja
Badan Pusat Statistik, baik pusat maupun daerah
Gedung arsip dan museum (publik dan pribadi)
Laporan surat kabar on-line atau media elekronik
lainnya, misalnya radio, televisi, dan internet
Open acces journal (e-journal dan on-line) dalam
bentuk digital
Pusat dokumentasi baik yang dimiliki oleh individu
atau sebuah yayasan
Komunitas-komunitas atau kelompok perkumpulan
dari profesi tertentu; misalnya musisi, perupa, cineas,
budayawan, pematung, fotografer, komikus dan
seterusnya.
69
B. Pertanyaan
70
16. Seorang Penulis Sejarah profesional harus memiliki
setidak-tidaknya delapan kemampuan. Jelaskan dengan
menyertakan contoh-contohnya!
17. Kendala apa saja yang akan dihadapi seorang Penulis
Sejarah jika metode sejarah lisan yang dipilihnya untuk
mencari sumber penulisan sejarah? Jelaskan!
18. Sebutkan berbagai aneka dokumen kesaksian tertulis.
Berikan contohnya sebuah nyanyian dan folklore dari
daerah sekitar kalian (local genius). Jelaskan!
19. Buatlah sebuah langkah-langkah rencana penelitian
tentang sejarah lokal pada masa kontemporer dimana
kalian berdomisili saat ini dengan menggunakan
berbagai sumber tertulis dan tidak tertulis!
20. Buatlah sebuah inventarisasi tempat-tempat yang bisa
dijadikan mencari sumber sejarah pelengkap/tambahan
di daerah kalian!
71
DAFTAR PUSTAKA
72
Lingkungan Masyarakat,” Makalah Kursus Singkat Sejarah
Lisan, Yogyakarta: Jurusan Sejarah FS UGM
Dienaputra, Reiza D, 2006. Sejarah Lisan, Konsep dan Metode,
Bandung: Pioner Books
EH. Carr. 2014. Apa itu Sejarah. Depok: Komunitas Bambu
Garraghan, S.J., dan Gilbert J.A., 1957. Guide to Historical
Method, London: MacMillan Education Ltd.
Gottschalk, Louis, 2008. Mengerti Sejarah,
terj.,NugrohoNotosusanto, Jakarta: UI Press
Hamid, Abd Rahman & Muhammad Saleh Madjid. 2014.
Pengantar Ilmu Sejarah.Yogyakarta:Ombak
Huen, P. Lim Pui, James H. Morrison dan Kwa Chong Guan (ed.),
2000. Sejarah Lisan di asia Tenggara: Teori dan Metode,
Jakarta: LP3ES
Ismaun. (2005) Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung : Jurusan
Pendidikan Sejarah
Kartodirdjo, sartono, 1991. “Pengalaman Kolektif Sebagai Obyek
Sejarah Lisan,” Lembaran Berita Sejarah Lisan, Nomer 13,
Maret, Jakarta: ARNAS RI
Kartodirdjo, sartono, 1992.Pendekatan Ilmu Sosial dalam
Metodologi Sejarah, Jakara: PT. Gramedia
Kuntowijayo, 2013.PengantarIlmuSejarah, Yogyakarta: Tiara
Wacana
Kuntowijoyo, 1994. Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara wacana
Langlois, CH.V & Seignobos, CH. 2015. Introduction to the Study
of History. Yogyakarta: IndoLiterasi.
73
Lapian, A. B.,1982. “Sumber Primer atau Sekunder Tergantung
pada Konteks Permasalahannya,” Lembaran Berita Sejarah
Lisan, Nomer 9, Oktober, Jakarta: ARNAS RI.
Lapian, A.B., 1981. “Metode Sejarah Lisan (Oral History) dalam
Rangka Penulisan dan inventarisasi Biografi Tokoh-tokoh
Nasional,” Lembaran Berita Sejarah Lisan, Nomer 7,
Februari, Jakarta: ARNAS RI
Latief, Juraid Abdul, 206. Manusia, Filsafat, dan Sejarah,
Jakarta: Bumi Aksara
Lohanda, Mona, 2011. Membaca Sumber Menulis Sejarah,
Yogyakarta: Ombak
Madjied, M. Dien dan Johan Wahyudi, 2014. Imu Sejarah,
Sebuah Pengantar, Jakarta: Prenada Media Group
Nordholt, Henk Schulte dan Fridus Steijlen 2008. “Don’t Forgot
to Remember Me: Arsip Audio Visual Kehidupan Sehari-hari
di Indonesia Abad ke-21,” dalam Henk Schulte Nordholt,
Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari (ed.), 2008.
Perspektif Baru, Penulisan Sejarah Indonesia, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia—KITLV—Pustaka Larasan
Poesporodjo. 1987. Subjektivitas dalam Historiografi. Dibaca dari
Google book
Pranoto, Suhartono W, 2010. TeoridanMetodologi Sejarah,
Yogyakarta: GrahaIlmu
Purwanto, Bambang dan Asvi Warman Adam. 2005. Menggugat
Indonesia. Yogyakarta: Ombak.
Purwanto, Bambang. 2006. Gagalnya Historiografi Indonesia
sentris. Yogyakarta: Ombak.
74
Rowse, A. L., 2014, Apa Guna Sejarah?,terj., Winda Primasari,
Jakarta: Komunitas Bambu
Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta:
Penerbit Ombak
Soedjatmoko, ed., 1995.Historiografi Indonesia: SebuahPengantar,
Jakarta: GramediaPustakaUtama
Sulasman, 2014. Netodologi Penelitian Sejarah: Teori, Metode,
Contoh Aplikasi, Bandung: Pustaka Setia
Sunarti, Sastri, 2013. Kelisanan dan Keberaksaraan, dalam
Surat Kabar Terbitan Awal si Minangkabau, 1859—1940-
an, Jakarta: KPG—EFEO—Fadli Zon Library.
Surjomihardjo, Abdurrachman, 1979. Pembinaan Bangsa dan
Masalah Historiografi, Jakarta: Yayasan Idayu.
Syukur, Abdul, 2006. “Sejarah Lisan Orang Biasa: Sebuah
Pengalaman Penelitian,” Makalah untuk Konferensi
Nasional Sejarah VIII pada tanggal 14-17 Nopember 2006
Jakarta: Hotel Millenium.
Tamburaka, Rustam E., 2002, Pengantar Ilmu Sejarah, Teori
Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan IPTEK, Jakarta:
Rineka Cipta
Thompson, Paul, 2012. Suara Dari Masa Lalu, Teori dan Metode
Sejarah Lisan, terj., Windu W.
Usman, A. Gazali, 1983. “Wawancara sebagai Suatu Metode
dalam Sejarah Lisan (Tinjauan Atas Pengalaman Sendiri),”
Lembaran Berita Sejarah Lisan, Nomer 10, Agustus,
Jakarta: ARNAS RI
75
Willa K. Baum. 1975. Oral History for the Local historical society.
Tenesse; American Association For State and Local History
Nashville.
W. Poespopronjo. 1987. Subyektifitas Dalam Historiografi.
Bandung : Remadja Karya CV
SUMBER INTERNET
- http://kadekbayukusuma.blogspot.co.id/2013/11/v-
behaviorurldefaultvmlo.html
- http://www.pengertianahli.com/2015/04/pengertian-fabel-
dan-contoh-fabel.html
- Alian. Metodologi Sejarah dan Implementasi dalam Penelitian.
[Online]. Tersedia di
Http://Eprints.Unsri.Ac.Id/3680/1/1._Metodologi_Sejarah_Da
n_Implementasin_Dalam_Penelitian.Pdf [Diakses 4 Desember
2015].
76