Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH SEBAGAI ILMU DAN SENI

Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Sejarah

Prof. Dr. Hasaruddin, M.Ag

Oleh:
SADDRIANA
NIM:80100220088

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1-3

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 4-14

A. Pengertian Sejarah Sebagai Ilmu ............................................ 4

B. Pengertian Sejarah Sebagai Seni ............................................. 10

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 15-16

Kesimpulan.................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jika kita renungkan secara mendalam bahwa setiap manusia memiliki

masa lalu. Masa lalu yang pantas dikenang, baik itu yang menyenangkan maupun

yang membuat manusia sedih. Setiap detik, menit, jam, hari, bulan, tahun dan

seterusnya telah dilewati manusia dan menjadi bagian dari catatan kehidupannya.

Catatan kehidupan masa lalu inilah yang sering disebut sebagai sejarah.

Dalam perkembangan disiplin ilmu pengetahuan, kata sejarah telah


mengalami pergeseran dan pengaruh yang kuat dari khazanah ilmiah. Seraya pula

dengan konteks arti dan maknanya yang beragam, namun menyimpan berbagai

manfaat dalam membangun kerangka pemikiran dan analisis.1

Sejarah adalah suatu kajian ilmu pengetahuan yang sudah tua usianya.

Dalam perkembangan sejarah, berbagai penamaan atau istilah yang digunakannya

dalam peradaban dunia. Sejarah merupakan kata yang diadopsi dari bahasa Arab

‘’syajaratun’’ yang artinya pohon. Kata sejarah juga seirama dengan kisah,

silsilah, hikayat, tarikh yang sama-sama berasal dari bahasa Arab. Dalam dunia

barat, sejarah disebut histoire (Perancis), historie (Belanda), history (Inggris) yang

berasal dari asal kata istoria (Yunani) yang berarti ilmu.2 Pengertian sejarah

adalah catatan berbagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau (even in the

past) atau dalam pengertian lain, sejarah adalah kisah-kisah dan peristiwa yang

terjadi pada masa lampau umat manusia.3

1
Yuda B. Tangkilisan, ‘’Asal Muasal, Ruang Lingkup, Makna dan Perkembangan
Sejarah’’, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. Vol.1 No.1, Maret 2014, h. 94.
2
Louis Gottscalk, Understending History: A Primer Of Historical Method, dalam
Nugroho Notususanto, Mengerti Sejarah (Jakarta: (Jakarta: UI Press, 1986), h. 27
3
Mansur, Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah (Yogyakarta: Global Pustaka Utama,
2004), h. 1

1
2

Konsep sejarah menurut Sidi Gazalba menyejajarkan sejarah dengan kata

history, yang mencakup 4 pengertian yakni sesuatu yang berlalu (peristiwa,

kejadian), riwayat yang telah berlalu, pengetahuan tentang masa lalu, dan ilmu.

Menurut Nugroho, beliau menuturkan, sejarah sebagai peristiwa, (pada masa

lampau), kisah (tentang peristiwa) dan juga ditambah sejarah sebagai ilmu.4

Ilmu sejarah merupakan kajian ilmu yang memiliki perkembangan yang

cukup pesat, sehingga kini sejarah dapat dijadikan sebuah ilmu terbukti dengan

banyaknya sejarawan yang melakukan penelitian melalui bukti-bukti yang ada di

lapangan. Dari hasil penelitian itulah, mereka mempublikasikan secara umum

temuan-temuannya. Publikasian hasil penelitian inilah yang dinamakan

historiografi yakni menyajikan hasil yang diperoleh dalam bentuk kisah sejarah.5

Sebagai ilmu, sejarah terikat pada prosedur kajian ilmiah yang kemudian

melahirkan penalaran berdasarkan fakta. Konsep fakta inilah yang merupakan

data-data yang telah teruji kebenarannya melalui uji kritik sumber. Walaupun

tahapan-tahapan dalam metode sejarah mampu menjamin kebenaran sumber

tersebut, tetapi dalam penafsiran, sejarawan lebih condong menjadi subjektif dari

pada objektif. Untuk menjembatani masa lampau dan masa kini, seorang

sejarawan harus memiliki jiwa seni, bukan hanya berkaitan dengan pencarian

sumber alternatif, tetapi juga harus dibangun daya imajinasi sehingga membantu

dalam menafsirkan sumber sejarah serta penyajian karya sejarahnya dapat

menarik minat pembaca.6

4
Yuda B. Tangkilisan, ‘’Asal Muasal, Ruang Lingkup, Makna dan Perkembangan
Sejarah’’, h. 94.
5
Louis Gottscalk, Understending History: A Primer Of Historical Method, dalam
Nugroho Notususanto, Mengerti Sejarah (Jakarta: (Jakarta: UI Press, 1986), h. 27
6
Ahmad Maksum, ‘’Interpretasi Sejarah Sebagai Peristiwa dan Masalah Pendidikan’’ Ar-
Turats, Vol. 9 No.2 Desember 2015, h. 6 http://journaliainpontianak.or.id/indels.php/atturats
/article/dwonload/312/264 (Diakses 31 Maret 2021).
3

Oleh karena itu, karya-karya sejarah tidak boleh diabaikan dalam

mengungkapkan realitas masa lampau saja tetapi perlu adanya nila-nilai estetik

dalam membangun karya tersebut. Banyak historiografi yang diciptakan para

sejarawan profesional tetapi hanya menjadi konsumsi sejarawan lainnya, tanpa

menarik minat masyarakat umum. Hal tersebut terjadi dikarenakan dalam

penyajian karya sejarah, sejarawan hanya berfokus pada penyajian data yang

bersifat kronologis, sehingga karya yang dihasilkannya pun monoton.

Historiografi juga memerlukan ilmu seni dalam merangkai dan mengimajinasikan

data sejarah sehingga membuat pembacanya larut ke masa lalu.

Dalam kajian ini, sejarah dikatakan sebagai ilmu dan seni. Pada makalah

ini, pemateri mengkaji sejarah sebagai ilmu dan seni, baik dari segi pengertian,

ciri-cirinya serta sumbangan ilmu dan seni terhadap sejarah.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah terkait makalah ini adalah:

1. Bagaimana sejarah sebagai ilmu yang mencakup pengertian, ciri-ciri

dan sumbangan ilmu terhadap sejarah?

2. Bagaimana sejarah sebagai seni yang mencakup pengertian, ciri-ciri

dan sumbangan seni terhadap sejarah?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini membahas mengenai apa saja yang akan dicapai dari

penulisan ini, dan biasanya hal yang dicapai tersebut adalah dari rumusan

masalah. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui sejarah sebagai ilmu, baik pengertian, ciri-ciri dan

sumbangan ilmu terhadap sejarah

b. Untuk mengetahui sejarah sebagai seni, baik pengertian, ciri-ciri dan

sumbangan seni terhadap sejarah


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Sebagai Ilmu

1. Pengertian Sejarah Ilmu

Dalam perkembangannya, sejarah memiliki beberapa fungsi diantaranya,

sejarah sebagai peristiwa, sejarah sebagai kisah, sejarah sebagai seni serta sejarah

sebagai ilmu. Sejarah memiliki peranan penting dalam perkembangan suatu

negara atau daerah. Banyak negara atau daerah yang besar dikarenakan suatu

daerah tersebut menghargai sejarah masa lalunya.7

Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan juga ikut

berkembang salah satunya sejarah, dimana sejarah sebagai ilmu yang dibahas dan

dibuktikan keabsahan atau kebenarannya. Hal ini sesuai dengan yang

diungkapkan Shuderman, bahwa ilmu sejarah berusaha mencari hukum-hukum

yang mengendalikan manusia dan kehidupannya serta juga mencari penyebab

timbulnya perubahan-perubahan dalam kehidupan manusia. Sejarah sebagai

cabang ilmu pengetahuan yang dibahas dan dibuktikan kebenarannya secara

ilmiah. Seperti yang dikemukakan oleh K. Person, bahwa ‘’The field of science is

unlimmited, its materials is endless. The unity of science consist alone in its

method not in its materials’’ (Lapangan yang diteliti oleh ilmu tidak terbatas,

bahan-bahan yang diteliti adalah juga tidak ada habisnya. Kesatuan ilmu hanya

berkat metodenya, bukan mengenai bahan-bahan yang diselidikinya).8

7
Abd Rahmad Hamid dan Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah,
(Yogyakarta: Ombak, 2011), h. 35
8
Ismaun, Ilmu Sejarah Dalam PIPS : Pengertian dan Konsep Sejarah, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2009), h. 21

4
5

Sejarah sebagai ilmu adalah suatu susunan pengetahuan (a body of

knowledge) tentang peristiwa dan cerita yang terjadi di dalam masyarakat pada

masa lampau yang disusun secara sistematis dan menggunakan metode yang

didasarkan atas asas-asas, prosedur, dan metode serta teknik ilmiah yang diakui

oleh pakar sejarah.9

Menurut C.E. Berry, sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan tidak lebih

dan tidak kurang. Adapun menurut York Powell, sejarah bukan hanya sekedar

suatu cerita indah, instruktif, dan mengasyikkan tetapi juga sebagai ilmu

pengetahuan. Oleh karena itu sejarah harus dibuktikan secara keilmuan dengan

metode-metode dan berbagai standar ilmiah yang telah diuji sehingga dapat

dipercaya sebagai suatu fakta sejarah. Sejarah dianggap sebagai ilmu sebab

sejarah memiliki syarat-syarat dikatakannya sebuah ilmu, yakni adanya metode,

tersusun secara sistematis, menggunakan pemikiran yang rasional, serta kebenaran

yang bersifat objektif.10 Sejarah harus menulis apa-apa yang sesungguhnya terjadi

sehingga sejarah menjadi objektif. Sejarah melihat manusia tertentu yang

mempunyai tempat dan waktu tertentu serta terlibat dalam kejadian tertentu,

sejarah tidak hanya melihat manusia dari gambaran dan angan-angan. 11

Syarat-syarat pokok sejarah dikatakan sebagai ilmu memiliki kriteria

yaitu:

a. Objek yang definitif

b. Adanya formulasi kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan

kebenarannya

c. Metode yang efisien

9
Ismaun, Ilmu Sejarah Dalam PIPS : Pengertian dan Konsep Sejarah, h. 21.
10
Wardaya, Cakrawala Sejarah Untuk SMA/Ma Kelas X, (Jakarta: PT. Widya Duta
Grafika, 2009), h. 5
11
Ersis Warmansyah Abbas, Memahami Sejarah (Sebuah Tanggung Jawab),
(Banjarmasin: Antra Ewa Book Companiy, 1996), h. 321
6

d. Menggunakan sistem penyusunan tertentu12

Sejarah sebagai ilmu memiliki objek, tujuan dan metode. Sebagai ilmu

sejarah bersifat empiris dan tetap berupaya menjaga objektifitasnya sekalipun

tidak dapat sepenuhnya menghilangkan subjektifitas.13

2. Ciri-ciri Sejarah Sebagai Ilmu

Menurut Kuntowijoyo, ciri-ciri atau karakteristik sejarah sebagai ilmu

adalah :

a. Sejarah Itu Empiris

Sebagai ilmu, sejarah termasuk ilmu empiris. Kata empiris berasal dari

kata Yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sejarah sangat bergantung pada

pengalaman manusia. Pengalaman itu direkam dalam bentuk dokumen. Dari

dokumen-dokumen itulah yang akan diteliti oleh para sejarawan untuk

menentukan fakta. Fakta itulah, yang diinterpretasi. Dari interpretasi atas fakta-

fakta barulah muncul tulisan sejarah.14

Jadi meskipun ada perbedaan dengan ilmu alam dan biologi, sejarah itu

sama dengan ilmu alam, dimana keduanya sama-sama berdasar pada hasil

pengalaman, pengamatan dan penyerapan. Dalam ilmu alam percobaan dapat

dilakukan secara berulang, sedangkan sejarah tidak dapat mengulangi

percobaannya. Sejarah tidak dapat diulang kembali, sekali terjadi sudah lenyap

ditelan bumi, sejarah hanya meninggalkan dokumen saja.

Perbedaan ilmu alam dan sejarah dilihat dari cara kerjanya, dimana ilmu

alam memiliki objek yang pasti sedangkan ilmu sejarah menjadikan bukti sebagai

objeknya. Ilmu alam yang mengamati benda-benda tentu saja akan berbeda

12
I.G. Widja, Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan,
(Semarang: Satya Wacana, 1988), h.1-2
13
Taufik Abdullah dan Abdurrahman Saryomiharjo, Ilmu Sejarah dan Historiografi,
(Jakarta: Gramedia, 1985), h.122
14
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, ( Yogyakarta: Bentang Budaya, 1999), h. 46
7

dengan sejarah yang mengamati manusia. Benda-benda itu mati, sedangkan

manusia itu hidup, berfikir dan berkesadaran, sehingga sejarah menghasilkan

generasi yang tidak akan pasti seperti ilmu-ilmu alam

b. Sejarah Memiliki Objek

Kata objek berasal dari bahasa latin objectus, yang berarti yang dihadapan,

sasaran dan tujuan’’. Sejarah sering dituduh sebagai sesuatu yang tidak jelas.

Objek sejarah adalah manusia, sehingga sejarah sering kali dimasukkan dalam

ilmu kemanusiaan.15 Akan tetapi, objek pada sejarah ialah manusia dan

masyarakat yang lebih menekankan pada sudut pandang waktu. Dimana ilmu

sejarah berusaha memahami perilaku manusia di waktu lampau. Waktu yang

dikaji manusia dalam sejarah adalah waktu subjektif, waktu yang dirasakan dan

dialami manusia.

c. Sejarah Itu Mempunyai Teori

Kata teori berasal dari Yunani theoria yang berarti renungan. Sama halnya

dengan ilmu lain, sejarah juga memiliki teori pengetahuan. Teori biasanya berisi

suatu kumpulan tentang kaidah pokok suatu ilmu, maka sejarah juga memberikan

dasar-dasar bagi kaidah ilmu sejarah. Sejarah memiliki teori mengenai kebenaran,

objektivitas, subjektivitas, dan generalisasi. Sejarah sebagai ilmu juga telah

memiliki tradisi.

d. Sejarah Mempunyai Generalisasi

Generalisasi sejarah memiliki pengertian, seperti yang diungkap oleh

Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, generalisasi berasal dari

bahasa Latin generalis yang berarti ‘’umum’’. Sama dengan ilmu lain, sejarah

juga menarik kesimpulan-kesimpulan umum. Hanya saja perlu diingat ilmu-ilmu

lain bersifat nomotetis, sedangkan sejarah itu pada dasarnya bersifat ideologis.

15
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. h. 47
8

Generalisasi dalam hal sejarah disini mempunyai arti koreksi dari

kesimpulan ilmu pengetahuan lain yang kurang akurat. Banyak kejadian atau ilmu

yang belum mempunyai jawaban pasti, akan tetapi setelah menyangkut pautkan

dengan sejarah akhirnya ditemukan jawaban yang pasti

e. Sejarah Mempunyai Metode

Dalam perkembangannya, ternyata sejarah memiliki metode yang

digunakan penelitian-penelitian, seperti yang dipaparkan Bailey bahwa metode

adalah teknik atau alat penelitian yang dipergunakan untuk mengumpulkan data.

Sedangkan metodologi adalah falsafah tentang proses penelitian yang didalamnya

mencakup asumsi-asumsi, nilai-nilai, standar atau kriteria yang digunakan untuk

menafsirkan data dan mencari kesimpulan. Jadi dengan adanya metode yang

digunakan dalam sejarah akan mempermudah sejarawan untuk mengumpulkan

data suatu kejadian.

Adapun metode penelitian sejarah sebagai berikut:

1) Heuristik: tahap mencari, mengumpulkan, menghimpun sumber-sumber,

jejak-jejak sejarah yang relevan dan diperlukan untuk dijadikan informasi

2) Kritik Sumber: pada tahap ini dimaksud sebagai pengujian informasi, yaitu

proses menguji sumber-sumber informasi, baik itu naskah, dokumen,

pidato, sidik jari, foto, pengamatan atau apapun yang dijadikan sebagai

sumber sejarah. Kritik sumber dimaksudkan untuk menentukan otentisitas

dan kredibilitas dari bahan-bahan sumber tersebut.

3) Interpretasi atau penafsiran: suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali

sumber-sumber yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap

sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis

4) Historiografi : proses penyusunan fakta-fakta sejarah dari berbagai sumber

yang talah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah


9

melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar

bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi

juga pembaca.

3. Sumbangan Ilmu Terhadap Sejarah

a. Ilmu Memberi Konsep

Karena sejarah pada umumnya memakai bahasa sehari-hari, ia

memerlukan sumbangan berupa konsep. Kalau kita mendengar ungkapan yang

berbunyi ‘’petani itu memberi pisang pada gerilyawan’’, kata ‘’petani’’ adalah

tanda (sign) yang menunjukkan petani konkret, yang sehari-hari dapat kita lihat di

sawah dengan baju dan celana hitam, cangkul dan topi lancip, yang sedang

berkeringat. Akan tetapi, kata ‘’petani’’ pada ‘’pemberontakan petani pada abad

ke-19 dipimpin oleh ulama’’ menunjuk pada petani pada umumnya, yakni petani

yang abstrak. Dengan kata lain, ‘’petani’’ pada ungkapan itu adalah konsep, suatu

observational concept. Disebut ‘’observational’’ karena petani dapat diamati.

Lain halnya dengan intelectual concept seperti liberalisme, cita-cita kemajuan,

nasionalisme, romantik, dan demokrasi. Disebut ‘’intelectual’’ karena hanya

dapat dimengerti, dipikirkan. Dalam konsep fisika, konsep-konsep seperti

‘’neuron, proton, relativitas’’ termasuk konsep intelektual.16

b. Ilmu Memberi Sifat Sinkronis

Sejarah pada dasarnya ialah ilmu diakronis, yang memanjang dalam

waktu, tetapi dalam ruang yang sempit. Ketika sejarah bersentuhan dengan ilmu

sosial, sejarah sebagai ilmu juga sinkronis. Artinya, selain memanjang dalam

waktu, sejarah lalu melebar dalam ruang. Jadi dengan sumbangan ilmu, sejarah

ilmu diakronis adalah juga ilmu sinkronis. Maka lengkaplah sejarah.

16
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. h. 51
10

Misalnya sejarah politik, biasanya sejarah akan merekontruksi masa

lampau dengan melihat pada perkembangan partai-partai politik. Akan tetapi,

sekarang sejarah dapat juga berbicara tentang hubungan partai dengan sistem

status dan kelas yang diambil dari sosiologi. Juga sejarah politik dapat saja

menghubungkan perkembangan partai dengan masyarakat desa dan masyarakat

kota.

Dengan sumbangan ilmu, tema-tema baru yang bersifat sinkronis dapat

ditulis. Misalnya tentang kriminalitas dan sistem sekolah. Sejarah kota adalah

contoh yang sangat jelas ihwal bagaimaana sejarah yang bersifat diakronis telah

diperkaya oleh ilmu yang sinkronis.

B. Sejarah Sebagai Seni

1. Pengertian Sejarah Sebagai Seni

Sejarah sebagai seni merupakan sejarah tentang pengetahuan rasa. Sejarah

memerlukan pemahaman dan pendalaman. Sejarah tidak saja mempelajari segala

sesuatu gerakan dan perubahan yang tampak dipermukaan tetapi juga mempelajari

motivasi yang mendorong terjadinya perubahan.

Seni digolongkan dalam sastra, Herodotus digelari sebagai ‘’bapak

sejarah’’, beliaulah yang telah menulis sejarah dalam bentuk cerita dan sejak saat

itu sejarah dimasukkan dalam ilmu kemanusiaan atau humaniora. Sejarah

dikategorikan sebagai ilmu humaniora terutama karna sejarah memelihara dan

merekam warisan budaya serta menafsirkan makna perkembangan umat

manusia.17

17
Dwi Susanto, Pengantar Ilmu Sejarah (Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan
Ampel Surabaya), h. 10
11

Sejarah sebagai seni dimaksudkan disini ialah suatu kemampuan menulis

yang baik dan menarik mengenai suatu kisah atau peristiwa yang terjadi di masa

lampau. Alasan seni dibutuhkan dalam penulisan karya sejarah dikarenakan:

a. Jika hanya mementingkan data-data, maka akan sangat kaku dalam berkisah

b. Jika terlalu mementingkan aspek seni maka akan menjadi kehilangan fakta

yang seharusnya diungkap

c. Seni dibutuhkan untuk memperindah penuturan atau pengisahan suatu cerita

d. Seperti seni, sejarah juga membutuhkan intuisi imajinasi, emosi dan gaya

bahasa

e. Seorang sejarawan sebaiknya mampu mengkombinasikan antara pengisahan

(yang mementingkan detail dan fakta-fakta) dengan kemampuan

memanfaatkan intuisi dan imajinasinya sehingga dapat menyajikan peristiwa

yang objektif, lancar dan mengalir.

2. Ciri-ciri Sejarah Sebagai Seni

Sejarah sebagai seni memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Sejarah Memerlukan Intuisi

Intuisi merupakan kemampuan untuk mengetahui dan memahami sesuatu

secara langsung mengenai suatu topik yang sedang diteliti.

Dalam melakukan pekerjaan, seorang sejarawan tidak cukup

menggunakan metode dan rasionalitas saja, tetapi sejarawan membutuhkan intuisi

atau ilham. Intuisi diartikan dalam hal ini sejarawan memerlukan insting dan

pemahaman langsung saat penelitian dilakukan. Kemudian dengan intuisi ini, cara

kerja sejarawan akan sama dengan seniman. Akan tetapi dalam hal penulisan

sejarah mereka harus tetap nyata berdasarkan data yang diperoleh di lapangan.
12

Disinilah bedanya sejarawan dengan intuisi pengarang. Mungkin pengarang akan

berjalan-jalan sambil melamun, tetapi sejarawan harus tetap ingat data-datanya.18

b. Sejarah Memerlukan Imajinasi

Imajinasi adalah daya pikiran untuk membayangkan kejadian berdasarkan

kenyataan atau pengalaman seseorang. Imajinasi diperlukan sejarawan untuk

membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang terjadi serta apa

yang akan terjadi. Namun kebenaran objektivitas dan faktual sejarah tetap menjadi

landasan kerja bagi seorang sejarawan.

c. Sejarah Memerlukan Emosi

Emosi merupakan luapan perasaan yang berkembang. Emosi diperlukan

untuk mewariskan nilai-nilai tertentu asalkan penulisan itu tetap setia pada fakta.

Dengan melibatkan emosi, mengajak pembaca seakan-akan hadir dan

menyaksikan sendiri peristiwa tersebut.19 Sejarawan memerlukan emosi atau

empati untuk dekat dengan objek penelitian. Dalam hal ini, seorang sejarawan

harus menghindari emosi yang berlebihan karena sejarah tetap berpegang pada

fakta..

d. Sejarah Memerlukan Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan cara khas dalam menyatakan pemikiran dan

perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Gaya bahasa diperlukan sejarawan guna

menuliskan sebuah peristiwa. Gaya bahasa yang baik adalah yang dapat

menggambarkan detail-detail sejarah secara lugas dan tidak berbeli-belit.

Penulisan gaya bahasa tentu memiliki peranan penting dalam

mengkomunikasikan kisah atau cerita sejarah. Hasil penulisan sejarah tersebut

18
G.J Reiner, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h.
54
19
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, ( Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, 1996) h. 98
13

menarik atau tidaknya cerita sejarah tergantung pada gaya penyampaiannya. Gaya

bahasa yang terbelit-belit dan tidak sistematis merupakan gaya bahasa yang jelek.

Oleh karena itu, sangat diperlukan keahlian dan kemampuan dalam menuliskan

detail sejarah.

3. Sumbangan Seni Terhadap Sejarah

a. Seni Memberi Karakterisasi

Seni sastra dapat menyumbangkan miliknya yang berupa karakterisasi

pada biografi. Sejarawan mungkin tidak terlalu sadar bahwa ia harus

menggambarkan watak orang dalam deskripsi. Sejarah yang berhubungan dengan

peristiwa tidak begitu peduli dengan watak orang

Misalnya, kita kebetulan harus melukiskan tentang yang terlibat dalam

sebuah ekspedisi. Naluri kita sebagai sejarawan akan menyuruh kita untuk

mengungkapkan berbagai peristiwa yang berkaitan dengan pasukan. Itu sudah

betul dan tidak ada kekurangan suatu apa. Namun, harus kita ingat bahwa pasukan

itu terdiri dari orang. Dengan melukiskan tentang watak orang-orang dalam

ekspedisi, dengan kata lain dengan biografi, kolektif, akan lengkaplah sejarah

kita.20

b. Seni Memberi Struktur

Kebanyakan sejarawan tidak menyadari pentingnya struktur atau plot atau

alur dalam tulisannya. Sekalipun alur dalam sastra berbeda dengan alur pada

sejarah, tetapi ada persamaannya. Alur dalam novel dapat dibagi dalam tiga tahap:

pengenalan, krisis, dan solusi. Sejarawan sering tergesa-gesa menulis mengenai

krisis dan solusi tanpa memperkenalkan pendahulunya.

Contoh yang baik tentang kesadaran itu ialah buku Santono Kartodirjo,

Peasant Revolt of Banten in 1888. Buku itu dimulai dengan lukisan tentang

20
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. h. 55
14

Banten sebelum 1888 dan para pemimpin, kemudian diterangkan tentang

pemberontakan dan diakhiri dengan penangkapan-penangkapan. Membaca buku

ilmiah itu seperti membaca sebuah novel.21

Sejarawan mengerkjakan itu dengan naluriah. Setiap kali ia akan

menuliskan sebuah peristiwa, ia selalu mulai dengan melukiskan latar belakang

peristiwa. Sedikit saja sejarawan yang sadar bahwa teknik itu adalah teknik sastra

yang disebut foreshadowing atau pelukisan sebelum sebuah peristiwa.

21
Santo Kartodirdjo, The Peasant’s Revolt of Banten in 1888, dalam Kuntowijoyo,
Pengantar Ilmu Sejarah (( Yogyakarta: Bentang Budaya, 1999), h.56
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:

1. Sejarah dikatakan sebagai ilmu karena sejarah menjadi sumber-sumber

pengetahuan tentang apa yang terjadi di masa lampau. Peristiwa masa

lampau ini disusun secara sistematis menggunakan metode kajian ilmiah.

Metode kajian ilmiah inilah yang digunakan dalam mengungkap

kebenaran sejarah. Adapun ciri-ciri sejarah sebagai ilmu yaitu empiris,

bjek, teori, generalisasi dan metode. Dengan adanya ilmu dapat

memberikan konsep, karena sejarah pada umumnya memakai bahasa

sehari-hari sehingga dengan konsep ini dapat memudahkan sejarawan

dalam memberikan wawasan terkait apa yang diamatinya. Selain konsep,

ilmu juga memberi sifat sinkronik pada sejarah maksudnya mempelajari

sejarah dengan segala aspek pada masa atau waktu tertentu dengan lebih

mendalam.

2. Sejarah sebagai seni dimaksudkan disini yaitu kemampuan menulis yang

baik dan juga menarik mengenai suatu kisah atau peristiwa yang terjadi

pada masa lalu. Oleh karena itu seni dibutuhkan dalam penulisan karya

sejarah agar data-data yang disajikan tidak kaku dan membuat pembaca

untuk tertarik membacanya. Sejarah sebagai seni memilki ciri-ciri sebagai

berikut yaitu intiusi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa. Seni memiliki

sumbangsi terhadap sejarah seperti seni memberi karakterisasi, maksudnya

seorang sejarawan harus mampu membangun karakter yang berhubungan

dengan watak orang yang dideskripsikannya. Seni juga memberi struktur,

dimana seorang sejarawan juga mampu mengatur alur cerita dalam

15
16

tulisannya sehingga strukturnya sesuai dengan peristiwa yang terjadi dan

para pembaca pun mengetahui secara detail kejadian tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Ersis Warmansyah Abbas, Memahami Sejarah (Sebuah TanggungJawab),
Banjarmasin: Antra Ewa Book Companiy, 1996.
Louis Gottscalk, Understending History: A Primer Of Historical Method, dalam
Nugroho Notususanto, Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press, 1986.
Ismaun, Ilmu Sejarah Dalam PIPS : Pengertian dan Konsep Sejarah, Jakarta:
Universitas Terbuka, 2009.
Kartodirdjo, Santo. The Peasant’s Revolt of Banten in 1888, A Case Study of
Social Movements In Indonesia, 1966.
Madjid, Muhammad Saleh dan Abd Rahmad Hamid .Pengantar Ilmu Sejarah,
Yogyakarta: Ombak, 2011.
Mansur, Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, Yogyakarta: Global Pustaka
Utama, 2004.
Reiner, G.J. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1997.
Saryomiharjo, Abdurrahman dan Taufik Abdullah Ilmu Sejarah dan Historiografi,
Jakarta: Gramedia, 1985.
Sjamsuddin, Helius. Metodologi Sejarah, Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, 1996.
Susanto, Dwi. Pengantar Ilmu Sejarah, Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Sunan Ampel Surabaya
Tangkilisan, Yuda B. ‘’Asal Muasal, Ruang Lingkup, Makna dan Perkembangan
Sejarah’’, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. Vol.1 No.1, Maret 2014
Wardaya, Cakrawala Sejarah Untuk SMA/Ma Kelas X, Jakarta: PT. Widya Duta
Grafika, 2009.
Widja,I.G . Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan,
Semarang: Satya Wacana, 1988

JURNAL
Maksum, Ahmad. ‘’Interpretasi Sejarah Sebagai Peristiwa dan Masalah
Pendidikan’’ Ar-Turats, Vol. 9 No.2 Desember 2015, h. 6
http://journaliainpontianak.or.i/indels.php/atturats/article/dwonload/312/26
4Diakses 31 Maret 2021

17

Anda mungkin juga menyukai