Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
DISUSUN OLEH:
FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Serang, 11 Oktober
2020
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kesimpulan .......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini secara umum kata bistory diartikan sebagai masa lampau umat
manusia. (Gottschalk, 1985: 33) Sjamsuddin mencatat beberapa definisi
sejarah yang dikemukakan oleh ilmuwan, (Sjamsuddin, 2007: 7) yaitu:
1
Kartika Sari, M.Hum, Sejarah Peradaban Islam, (Bangka Belitung: Shiddiq Press, 2015), hlm 1-2
1
Ilmu Sejarah dalam arti luas akan memberikan beberapa pengertian
dasar mengenai makna atau arti sejarah itu sendiri. Sejarah sebagai suatu
realita peristiwa, kejadian yang berkaitan dengan prilaku dan pengalaman
hidup manusia dimasa lampau yaitu adalah suatu realita yang obyektif,
artinya peristiwa yang benar-benar terjadi apa adanya. Ketika suatu
peristiwa yang terjadi masuk ke dalam wilayah penelitian, sejarawan untuk
diterjema’ahkan atau direkonstruksi maka , realitas peristiwa tersebut tidak
memiliki arti yang untuh lagi melainkan suatu “ Fakta” yang makna atau
artinya bergantung pada interpretasi-interpretasi peneliti, dan ketika itu
pula berubah menjadi fakta yang subyektif.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan sejarah ?
2. Apa yang dimaksud dengan ilmu sejarah ?
3. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan islam ?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui apa itu Sejarah
2. Untuk mengetahui apa itu ilmu sejarah
3. Untuk mengetahui apa itu kebudayaan islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN SEJARAH
A. ETIMOLOGI SEJARAH
Secara etimologi (cabang ilmu bahasa untuk menyelidiki asal-usul kata serta
perubahan dalam bentuk dan makna), kata “sejarah” berasal dari bahasa Arab
yakni sajaratun, artinya adalah “pohon” Sedangkan diarab sendiri, kata untuk
merujuk “sejarah” lebih familiar dengan istilah farikh yang dalam bahasa
indonesia dapat diartikan “waktu” atau “penanggalan”.
Merujuk dari istilah Arab yang pertama yakni sajaratun, maka pemaknaan
“sejarah” dalam bahasa indonesia dapat dianologikan dengan silsilah, asal-usul,
atau riwayat. Silsilah, dalam keluarga misalnya, jika dibuat skema akan
menyerupai pohon yang bercabang-cabang, dan itu selaras dengan arti sajaratun,
yaitu “pohon”.
Demikian pula dengan istilah Arab yang kedua, yaitu tarikh, yang berarti “waktu”
atau “penanggalan”. Sejarah dalam makna indonesia selalu berhubungan dengan
waktu di masa yang telah lampau. Dan, waktu tentu saja sangat lekat dengan
penanggalan atau kalender. Penanggalan berasal dari kata dasar “tanggal” yang
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “bilangan yang
menyatakan hari yang ke berapa dalam bulan “ atau “perhitungan hari bulan”.
Dengan kata lain, tarikh atau penanggalan atau kalender dapat diartikan sebagai
cara atau metode untuk menandai berjalannya waktu. Terdapat beberapa jenis
tarikh atau penanggalan yang dipakai sebagai acuan oleh bangsa-bangsa diseluruh
penjuru bumi, sebut saja penanggalan Masehi yang menjadi rujukan umum
peradaban dunia, atau penanggalan Hijriah (Islam), Saka (Hindu), dan lain-lain.
Di luar itu, masih ada jenis jenis tarikh lainnya meskipun bersifat lokal atau tidak
menjadi acuan umum dan hanya digunakan oleh komunitas adat atau suku-suku
tertentu.2
2
Antoni Dwi Laksono, Apa Itu Sejarah: Pengertian, Ruang Lingkup, Metode Dan Penelitian, (Kalimantan
Barat: Derwati Press, 2018), hlm 3-9
3
Selain berasal dari bahasa Arab yaitu sajaratun dan tarikh, pengertian sejarah dari
sisi estimologi juga dapat dimaknai dari bahasa lokal, salah satunya adalah bahasa
Jawa. Menurut bahasa Jawa, sejarah berasal dari kata babad yang berarti
“riwayat”. Istilah babad juga biasa digunakan dalam konteks suku-suku lainnya di
Indonesia, seperti Sunda, Bali, Sasak, Madura, Melayu, Bugis, Dayak, Batak, dan
lainnya, yang pada intinya merujuk kepada arti peristiwa yang telah lalu, juga bisa
dipadankan dengan istilah tambo, hikayat, dan seterusnya.
Sejarah dalam artian merupakan sebuah kajian ilmu pengetahuan lebih luas dan
mendalam dari sekedar peristiwa. Kata sejarah memiliki pandanan dengan kata
bistory dalam bahasa inggris. Kata bistory berasal dari bahasa yunani bistory yang
berarti: inquiry (penyelidikan), interview (wawancara), interogasi dari seorang
saksi mata, dan juga laporan mengenai hasil-hasil tindakan dari seorang saksi,
hakim, dan orang yang tahu. Dengan demikian, dalam teks teks yunani kuno
istilah bistoria mempunyai tiga arti: (1) penelitian (researcb) dan laporan tentang
penelitian itu; (2) suatu cerita puitis; dan (3) suatu deskripsi yang persis
Akar dari istilah-istilah tersebut adalah dari Yunani Kuno, yaitu historia yang
berarti “ilmu” atau “orang pandai”. Perluasan makna historia pada akhirnya
menjadi “ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui penyelidikan atau
penelitian yang mendalam.”
Meskipun begitu, bukan berarti pemaknaan istilah sejarah dari bahasa Yunani
yang berbeda tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan history dan lain
lainnya itu. Istilah history masuk ke dalam bahasa inggris dengan makna awalnya
yaitu “hubungan kejadian atau cerita”, kemudian meluas menjadi “cerita’ atau
“kisah” secara umum (history)
Sejak akhir abad ke-15 Masehi. Pemakaian kata history dalam bahasa inggris
mulai mengerucut lebih spesifik, yakni “catatan peristiwa masa lalu”. Hingga
akhirnya, seorang filsuf, negarawan, sekaligus penulis asal inggris bernama
Francis Bacon (lahir 22 Januari 1561) menggunakan istilah history dengan
pemaknaan yang mengacu kepada arti historia dalam bahasa Yunani Kuno yaitu
“ilmu”
Pada perjalanan abad ke-16 Masehi, Bacon kala itu menulis mengenai “Sejarah
Alam” atau Natural History. Untuk pertama kalinya dalam riwayat tata bahasa
Inggris, Bacon memaknai history seturut dengan arti historia, yang diartikannya
dengan makna “pengetahuan atau ilmu tentang objek yang ditentukan oleh ruang
dan waktu”.
4
Bacon mengejawantahkan sejarah atau history sebagai pengetahuan atau ilmu
untuk mempelajari apa yang berkisar dalam waktu dan tempat dengan
menggunakan ingatan sebagai instrumen esensialnya. Dari sinilah kemudian
istilah history tidak hanya dimaknai sebagai “cerita” saja, melainkan sudah
menjadi lebih spesifik dan terkait dengan “perjalanan waktu” yang melingkupi
berbagai aspek, termasuk peristiwa, peradaban, tempat, juga hampir seluruh lini
kehidupan manusia. Bahkan pada akhirnya, sejarah atau history tidak hanya
membahas tentang manusia saja, melaikan mencakup juga hal-hal di luar itu, atau
tentang makhluk-makhluk hidup lainnya, bahkan benda-benda lain dalam konteks
yang lebih luas3
Pemaknaan yang lebih rinci tentang istilah sejarah, historia, atau history
sebagainya sudah dirumuskan oleh banyak pemikir atau filsufi sejak zaman
Yunani Kuno (sejak abad ke-8 sebelum masehi), meskipun seringkali dikaitkan
atau diperbandingkan dengan bidang atau cabang ilmu lainnya. 4
3
Kartika Sari, M.Hum, Sejarah Peradaban Islam, (Bangka Belitung: Shiddiq Press, 2015), hlm 1-2
4
Antoni Dwi Laksono, Apa Itu Sejarah: Pengertian, Ruang Lingkup, Metode Dan Penelitian, (Kalimantan
Barat: Derwati Press, 2018), hlm 15-21
5
Berikut ini beberapa pemaknaan sejarah menurut para pakar atau ahli
1. Herodotus
Herodotus lahir di Halikaassas (sekarang wilayah Turki) dan hidup pada sekitar
tahun 484 Sebelum Masehi hingga 425 Sebelum Masehi. Ia adalah pemikir dari
masa Yunani Kuno yang dikenal sebagai Bapak Sejarah atau The Father of
History
Menurut Herodotus, sejarah tidak berkembang ke arah depan dengan tujuan yang
pasti, melainkan bergerak seperti garis lingkaran yang tinggi rendahnya
diakibatkan oleh keadaan manusia, ia memaknai sejarah dari analisis tentang
cerita atau perputaran jatuh bangunnya tokoh maupun suatu peradaban
2. Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun, sejarah adalah suatu catatan tentang masyarakat, umat
manusia, atau peradaban dunia, dan tentang perubahan-perubahan yang terjadi
pada watak masyarakat tersebut. Pengertian sejarah ini dikemukakan Ibnu
Khaldun dalam kitab atau buku berjudul Kitaab al-‘lbar Wa Biiwan: al-Mubtada’
Wa al-Khabar fi Ayyaam al’Arab Wa al’Ajam Wa al-Barbar atau yang sering
disebut Kitab Al Ibar yang artinya “Sejarah Ilmu”
Pengertian sejarah dari sisi luar, demikian tutur Ibnu Khaldun, adalah rekaman
perputaran masa dan pergantian kekuasaan yang terjadi pada masa lampau.
Sedangkan pengertian sejarah dari sisi dalam adalah suatu studi dan penalaran
kritis dan usaha cermat untuk mencari kebenaran, istilah mencari kebenaran
menujukkan bahwa sejarah bukan didapat dengan menggunakan fakta-fakta saja.
3. Patrick Gardiner
Pakar asal Britania lainnya. Patrick Lancaster Gardiner, juga punya rumusan
tersendiri mengenai makna sejarah. Sejarah dalam pandangan Gardiner
merupakan suatu ilmu yang mempelajari dan meneliti tentang apa yang telah
diperbuat oleh umat manusia. Maka, mencari penjelasan bagi suatu kejadian
sejarah dapat dilakukan melalui pengumpulan data atau informasi dari berbagai
sumber dan dengan berbagai cara, kemudian mencari penyebabnya dengan
disertai pengujian fakta atau bukti sejarah.
6
Secara lebih ringkas, definisi tentang sejarah setidaknya dapat mencakup hal-hal
sebagai berikut:
B. PERADABAN ISLAM
5
Kartika Sari, M.Hum, Sejarah Peradaban Islam, (Bangka Belitung: Shiddiq Press, 2015), hlm 3-4
7
2. Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan
dan perkembangan peradaban islam, baik dari segi ide, pemikiran,
konsepsi, institusi, dan operasionalisasi sejak zaman Nabi
Muhammad Saw. Sampai sekarang.6
Adapun sebagai pembanding dapat diketahui bahwa suatu peristiwa atau kejadian
yang terjadi dari masa ke masa tentu memiliki kesamaan dank e khususan.
Dengan demikian, hasil proses pembanding antara masa silam, sekarang, dan yang
akan datang di harapkan dapat memberi andil bagi perkembangan peradaban
Islam. (Syukur, 2012 :9).
6
Kartika Sari, M.Hum, Sejarah Peradaban Islam, (Bangka Belitung: Shiddiq Press, 2015), hlm 5-6
8
1. Sejarah Peradaban Islam Abad Pertengahan
9
C. ILMU SEJARAH
Ilmu sejara dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa
yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah,
terutama bagi raja-raja yang memerintah. Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang
digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan
sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta
pengetahuan akan cara berfikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri
mempelajari sejarah atau ahli sejara disebut sejarawan.
Namun jika ditelusuri lebih jauh lagi, embrio lahirnya ilmu sejarah bisa
ditarik dalam sejarah historiografi Eropa, yang akan dilihat sebagai gejala
terikat oleh waktu (time bound) dan terikat pula oleh kebudayaan (culture
bound) pada zamannya, walaupun sejarah Mesir jauh lebih tua (4.000
S.M), namun karena orang Mesir tidak menulis ilmu sejarah, realitas
tersebut tidak memperkuat pendapat Mesir sebagai pertama lahirnya ilmu
sejarah.
Secara periodik, ilmu sejarah memang sudah berlangsung sejak lama, dan
terminologi sejarah-pun sudah amat tua, khususnya sejak zaman Yunanni
kuno. Sebab mengenai catatan-catatan masa lalu, khususnya masa lalu
tentang bangsanya sendiri, negaranya sendiri, memang merupakan suatu
aktivitas yang sudah lazim dalam dunia pengetahuan; dan hagiografi
(riwayat hidup dan legenda orang-orang yang dianggap suci) penulisannya
senantiasa didorong oleh mereka yang berkuasa. Tetapi yang membuat
7
Dwi Susanto,M.A. Pengantar Ilmu Sejarah, (Surabaya: 2007)
10
disiplin baru ilmu sejarah itu berbeda, adalah sejak dikembangkannya pada
penekanan wie es eigentlich gewesen (apa yang nyata-nyata terjadi) oleh
Leopold von Ranke (1795-1886) pada abad 19 dengan karyanya A
Critique of Modern Historical Writers. Walaupun sebenarnya munculnya
aliran sejarah kritis ini tidak sendiri karena zaman sebelumnya terdapat
sederetan sejarawan lainnya seperti; Jean Bodin (1530-1596) terkenal
dengan karyanya Method for Easly Understanding History, Jean Mabillon
(1632- 1707) menulis De Re Diplomatica, Berthold Gerg Nibhr (1776-
1831) yang menulis Roman History. Akan tetapi nama Ranke, lebih
setahap lebih dikenal dibanding lainnya. Sebagai penumbuh historiografi
kritis dan modern, Ranke menganjurkan supaya sejarawan menulis apa
yang sebenarnya terjadi (wie es eigentlich gewesen), sebab setiap periode
sejarah itu akan dipengaruhi oleh semangat zamannya (Zeitgeist). Atau
lebih ekstrim lagi penulisan sejarah pada waktu itu kebanyakan dengan
penciptaan kisah-kisah yang dibayangkan atau dilebih-lebihkan sehingga
bersifat retoris, karena kisah-kisah semacam itu hanya menyanjung-
nyanjung pembaca maupun melayani tujuan-tujuan yang mendesak bagi
para penguasa ataupun kelompok-kelompok yang berkuasa lainnya
(Wallerstein, 1997: 23).
Mengenai fungsi dan kegunaan sejarah sejak zaman klasik para penulis
sudah banyak memberikan penegasan bahwa sejarah selalu memiliki use
value bagi kehidupan manusia. Polybius (198-117 sM) mengatakan bahwa
sejarah adalah philosophy teaching by example. Ia juga mengemukakan
bahwa semua orang mempunyai dua cara untuk menjadi baik. Satu,
berasal dari pengalaman dirinya sendiri, dan yang lainnya lagi berasal dari
pengalaman orang lain. Cicero (106-43 sM) yang dikenal sejarawan
sebagai subyek praktis; berfungsi sejarah didaktik (didactic history), ia
membuat beberapa adagium bahwa sejarah adalah cahaya kebenaran, saksi
waktu, guru kehidupan; historia magistra vitae (sejarah adalah guru
kehidupan); atau prima esse historiae legem ne quid falsi dicere audeat, ne
quid veri non audeat (hukum pertama dalam sejarah ialah takut
mengatakan kebohongan, hukum berikutnya tidak takut mengatakan
kebenaran). Kemudian Tacitus (55-120 sM), yang dijuluki sebagai
sejawaran moralis mengemukakan bahwa fungsi tertinggi sejarah adalah
untuk menjamin bahwa perbutan-perbuatan jahat (evil) harus diperlihatkan
untuk dikutuk oleh generasi kemudian (Conkin & Stomberg, 1971: 15).
Selain itu baginya sejarah sebagai suatu pengajaran bagi masa sekarang
dan suatu peringatan bagi masa yang akan datang (Sjamsuddin, 1999: 13).
11
Beberapa tulisan Soedjatmoko (1976: 9-15; 1985: 48; 1995: 358-369) ia
mengingatkan kita bahwa betapa pentingnya sebagai bangsa Indonesia
untuk memiliki kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah ia artikan sebagai
suatu refleksi kontinu tentang kompleksitas perubahan-perubahan
(kontinuitas dan kemungkinan diskontinuitas) yang ditimbulkan oleh
interaksi dialektis masyarakat yang ingin melepaskan diri dari genggaman
realitas yang ada. Dengan kesadaran sejarah, manusia berusaha
menghargai kerumitan upaya pengungkapan terhadap kejadian-kejadian
yang melingkupinya, menghargai keunikan masing-masing keadaan, dan
bahkan dalam kecenderungan yang dikaji. Kesadaran sejarah membantu
manusia untuk waspada terhadap pemikiran yang terlalu sederhana,
analogi yang terlalu dangkal, serta penerimaan-penerimaan pola hukum
yang terlalu mudah mengarahkannya jalannya sejarah ataupun berada
dalam cengkraman determinisme sejarah. Kesadaran sejarah juga berarti
mengelakkan kecenderungan-kecenderungan menghadapi fenomena-
fenomena yang buta (Soedjatmoko, 1976: 14). Atau utopianisme politik
yang instant utopianism sebagai akibat frustrasi-frustrasi yang tajam,
maupun radikalisme yang mengandung permasalahan fundamental
mengenai sifat hakikat manusia, seperti yang dilukiskan dalam Novel
George Orwel 1984 tentang visi imaginatifnya mengenai ”telos“ atau
tujuan masyarakat (Kartodirdjo, 1990: 270). Karena luasnya tentang
kesadaran sejarah, Soedjatmoko (1976: 15) menyebutnya sebagai orientasi
intelektual yang bersifat kreatif, mawas diri, dan introspeksi yang tiada
henti.
D. KEBUDAYAAN ISLAM
8
http://shirotuna.blogspot.com/2014/10/pengertian-kebudayaan-islam.html
12
tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks[8] Dengan
demikian kebudayaan berkaitan dengan aspek kehidupan manusia yang
menyeluruh baik material maupun non material.
13
berhasil membuat peradaban dan kekuatan politik yang menandingi
kekuatan. Yang saat itu, yaitu Bizantium dan Persia.
Akan tetapi ada perselisihan umat Islam yang terbesar yaitu
masalah kekhalifahan/kepemimpinan setelah Nabi Saw wafat.
Perselisihan ini mengakibatkan pertumpahan darah dalam Islam, yang
sebelumnya belum pernah terjadi. Dapat dipastikan, perselisihan tidak
akan terjadi apabila Nabi Saw masih hidup. Beliau akan selalu
membimbing manusia ke jalan yang lurus.
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
2. http://shirotuna.blogspot.com/2014/10/pengertian-kebudayaan-islam.html
3. Antoni Dwi Laksono, Apa Itu Sejarah: Pengertian, Ruang Lingkup, Metode
Dan Penelitian, (Kalimantan Barat: Derwati Press, 2018)
16
17