Anda di halaman 1dari 46

PENGANTAR ILMU SEJARAH

MODUL
WORKSHOP PENINGKATAN KAPASITAS
TENAGA BIDANG KESEJARAHAN BAGI PENULIS SEJARAH

Oleh :
Kresno Brahmantyo

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN
DIREKTORAT SEJARAH
JAKARTA, 2017

0
KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah
Nya sehingga kami selaku penyelenggara Workshop bagi Penulis
Sejarah dapat menyelesaikan bahan ajar ini dengan baik.

Sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kebudayaan, bahwa
untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
Kebudayaan perlu dilakukan upaya pengembangan Sumber
Daya Manusia Kebudayaan.

Salah satu peningkatan kompetensi yang dilakukan oleh


Direktorat Sejarah adalah Workshop Peningkatan Kapasitas
Tenaga Bidang Kesejarahan bagi Penulis Sejarah, utamanya bagi
penulis sejarah yang tidak berlatarbelakang pendidikan sejarah
akan tetapi mempunyai minat untuk menulis sejarah

Bahan ajar ini sangat penting, sebagai acuan dalam proses


belajar mengajar pada kegiatan workshop dengan harapan agar
peserta workshop dapat mempelajari teknis penulisan sejarah
yang baku khususnya dalam menggali sejarah bangsanya,
karena dengan memahami sejarah bangsa maka tumbuhlah jiwa
patriotisme dan tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai
dengan kompetensi yang diharapkan.

1
Kami menyadari bahwa bahan ajar ini masih ada kekurangan
dan kelemahannya, baik pada isi, bahasa maupun penyajiannya.
Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan adanya tanggapan
berupa masukan dan saran guna penyempurnaan bahan ajar
ini. Semoga bahan ajar ini bermanfaat khususnya bagi peserta
workshop.

Jakarta, Januari 2017


Direktur Sejarah

Dra. Triana Wulandari, M.Si


NIP. 196212131988032002

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................ ...


DAFTAR ISI .......................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................
BAB II. ARTI, MAKNA SEJARAH DAN PENERAPANNYA
A. Pengertian Sejarah ..................................................
B. Guna Sejarah ..........................................................
C. Sejarah Sebagai Ilmu dan Seni .................................
D. Sejarah Publik dan Profesi Sejarah ..........................
E. Jenis dan Profesi dalam Sejarah Publik ...................
F. Latihan ....................................................................
BAB III. PENUTUP ..............................................................
A. Rangkuman ...................................................... .......
B. Kunci Jawaban .........................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................
LAMPIRAN

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Fungsi Tenaga Kesejarahan, Subdit Tenaga


Kesejarahan, Direktorat Sejarah ..........................

Gambar 2. Salah satu kegiatan komunitas sejarah


di Semarang .........................................................

Gambar 3. Contoh Media Digital Laman Facebook Sejarah


milik Hoesein Rushdy ..........................................

Gambar 4. Contoh Media Digital Akun Twitter tentang


Sejarah Indonesia..................................................

4
PETUNJUK PENGGUNAAN BAHAN AJAR

A. PENJELASAN BAGI PESERTA BIMBINGAN TEKNIS


Bahan Ajar ini digunakan sebagai pedoman dalam
melaksanakan kegiatan Bimbingan Teknis Penulisan Sejarah
bagi peminat sejarah, komunitas dan penggiat sejarah serta
masyarakt yang tidak mempunyai latar belakang sejarah.
Diharapkan setelah membaca dan mengikuti Bimbingan Teknis
ini para peserta dapat menulis kisah (sejarah) dengan baik dan
benar, sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada dalam ilmu
sejarah.

Dalam kegiatan ini para peserta akan didampingi oleh


narasumber/ pengajar yang akan menyampaikan materi yang
berkaitan pengantar ilmu sejarah. Peserta diharapkan dapat
memahami ilmu sejarah melalui bahan ajar ini dan paparan
yang disampaikan nara sumber. Bahan ajar ini merupakan
bagian awal pengenalan akan studi sejarah, yangg kemudian
dilanjutkan dengan pengetahuan tentang Metode Sejarah dan
Penulisan Sejarah.

B. PERAN NARASUMBER
Kegiatan ini akan melibatkan narasumber/pengajar dari
pusat maupun daerah yang akan menyampaikan pokok
permasalahan dalam melakukan penulisan sejarah. Mereka juga
akan mendampingi para peserta dalam latihan membuat
proposal, mencari sumber dan melakukan penulisan kisah
(sejarah). Melalui Bimbingan Teknis ini para peserta diharapkan
dapat membuat satu tulisan “kecil” tentang topik kesejarahan,
dan mempresentasikannya untuk mendapatkan masukan baik
dari sesama peserta maupun narasumber. Nara sumber mata
ajar Pengantar Ilmu Sejarah akan memaparkan pengetahuan
dasar mengenai ilmu sejarah, dengan pembekalan lanjutan pada

5
materi berikutnya untuk membekali peserta dalam
menghasilkan satu penulisan sejarah.

6
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Sejarah merupakan salah satu ilmu pengetahuan tertua
yang menjadi pendamping kehidupan manusia, karena semua
umat manusia memiliki sejarahnya sendiri. Sejarah
mengajarkan kepada umat manusia untuk belajar dari masa
lampau untuk masa kini dan masa depan. Maksudnya adalah
dengan belajar sejarah, manusia dapat menentukan langkah
selanjutnya dalam kehidupannya, degan tidak mengulangi
kesalahan yang sama atau sebaliknya dapat memotivasi untuk
menjadi lebih baik dalam langkah selanjutnya di masa depan.
Memahami hubungan antara masa lampau dengan masa kini
merupakan hal yang sangat mendasar untuk mengerti jati diri
kita sebagai manusia. Itu sebabnya, mengapa Sejarah menjadi
penting, bukan saja ‘bermanfaat‘.
Sejarah sebagai satu kosa kata berasal dari Bahasa Arab,
syajarah atau pohon; syajarah an nasab: pohon silsilah,
sedangkan kata sejarah dalam Bahasa Arab sendiri disebut
tarikh (‫ ) ت اري خ‬yang dalam Bahasa Indonesia artinya adalah
waktu. Sedangkan dalam Bahasa Jerman disebut geschicht :
sesuatu yang telah terjadi, Belanda, geschiedenis: yang sudah
terjadi; Yunani, historia : orang yang mencari ilmu dan Inggris,
history : masa lampau. Sedangkan sebagai satu konsep
keilmuan sejarah adalah sebuah kumpulan fakta berkenaan
dengan kejadian masa lampau. Fakta tersebut diseleksi oleh
sejarwan untuk ditemukan vaiditasnya dan menurut perspektif
masing-masing sejarawan. Sejarawan kemudian merangkai
fakta yang ditemukan dari satu peristiwa masa lampau menjadi
satu kisah sejarah.

7
2. DESKRIPSI SINGKAT
Bahan ajar ini membahas satu bagian penting dalam
Bimbingan Teknis Penulisan Sejarah, yakni Pengantar Ilmu
Sejarah. Peserta bimbingan teknis adalah mereka yang tidak
memiliki latar belakang pengetahuan ilmu sejarah, sehingga
dengan demikian bahan ajar ini dapat dijadikan acuan pemula
bagi para peserta. Bahan ajar ini merupakan bagian pertama
dari lima modul mata ajar yang dipersiapkan untuk Bimbingan
Teknis Penulisan Sejarah.

3. HASIL BELAJAR
Peserta diharapkan memperoleh pengetahuan bidang
kesejarahan dan memahami ilmu sejarah secara umum. Peserta
dapat memahami apa arti sejarah, guna sejarah, sejarah sebagai
ilmu dan seni dan profesi sejarah menurut perspektif sejarah
publik.

4. INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan:
1. mampu memahami dan menguasai pengetahuan dasar
ilmu sejarah
2. mampu menjabarkan guna sejarah dalam kehidupan
keseharian
3. mampu membedakan antara mitos dengan kisah sejarah
yang berdasarkan fakta
4. mampu membedakan antara sejarah akademik dengan
sejarah publik
5. mampu mengidentifikasikan profesinya dalam kerangka
profesi sejarah publik (sejarawan publik)
6. mampu mengindentifikasi jenis-jenis profesi dalam
kategori sejarah publik

8
5. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK
Dalam bahan ajar ini dibahas materi sebagai berikut:
1. Pengertian Sejarah
2. Guna Sejarah
3. Sejarah Sebagai Ilmu dan Seni
4. Sejarah Publik dan Profesi Sejarah

6. MANFAAT BAHAN AJAR BAGI PESERTA


Bahan ajar ini diahaapkan dapat memberikan pengetahuan
dasar ilmu sejarah, yang menjadi pengantar untuk menguasai
pengetahuan tingkat lanjutan yakin: Metode Sejarah, Sejarah
Lokal dan Penulisan Sejarah.

9
BAB II
MATERI POKOK

A. PENGERTIAN SEJARAH

Para sejarawan kerap kali ditanya: apa manfaatnya belajar


sejarah dan apa relevansinya dengan masa kini? Apa untungnya
mempelajari peristiwa yang telah terjadi jauh di masa lampau?
Jawabannya adalah bahwa kita tidak dapat melepaskan diri dari
Sejarah. Sejarah mempelajari masa lampau dan warisan masa
lampau pada saat ini. Adalah waktu yang menghubungkan
masa lampau dengan masa kini dan bagaimana kearifan yang
kita dapatkan saat ini adalah hasil dari mempelajari masa
lampau.
Seluruh umat manusia adalah sejarah yang hidup,
contohnya: masyarakat dengan bahasanya yang merupakan
warisan turun temurun dari masa lampau. Manusia
menggunakan teknologi untuk mempermudah hidupnya melalui
penemuan-penemuan yang terus berkembang dan semakin
maju sesuai tuntutan zamannya, dan semua itu berakar dari
masa lampau.1

“So understanding the linkages between the past and present is


absolutely basic for a good understanding of the condition of being
human. That, in a nutshell, is why History matters. It is not just ‘useful‘,
it is essential.“

“Memahami hubungan antara masa lampau dengan masa kini


merupakan hal yang sangat mendasar untuk mengerti jati diri kiita
sebagai manusia. Itu sebabnya, mengapa Sejarah menjadi penting.
Bukan saja ‘bermanfaat‘ tapi juga sangat penting.“ 2

1Penelope J. Corfield. “All people are living histories – whuch is why History matters.“
http://www.history.ac.uk/makinghistory/resources/articles/why_history_matters.html
2 Ibid.

10
Berdasarkan etimologi bahasa sejarah berasal dari bahasa
Arab, “syajarah” (‫شجرة‬ sajaratun) atau pohon; syajarah an
nasab: pohon silsilah, sedangkan kata sejarah dalam Bahasa
Arab sendiri disebut tarikh (‫) ت اري خ‬ yang dalam Bahasa
Indonesia artinya adalah waktu. Sedangkan dalam Bahasa
Jerman disebut geschicht : sesuatu yang telah terjadi, Belanda,
geschiedenis: yang sudah terjadi; Yunani, historia : orang yang
mencari ilmu dan Inggris, history : masa lampau.
Lalu secara terminologi apa itu sejarah? Sehingga dianggap
penting dalam kehidupan manusia. Menurut E.H. Carr, seorang
sejarawan Inggris terkemuka, sejarah adalah sebuah kumpulan
fakta yang ada. Fakta tersebut diseleksi oleh sejarwan untuk
ditemukan vaiditasnya dan menurut perspektif masing-masing
sejarawan.3

Kuntowijoyo4 sejarawan Indonesia membagi karakteristik


sejarah dalam dua bagian yaitu Pengertian Sejarah Secara
Negatif dan Pengertian Sejarah Secara Positif sebagai berikut:

a. Pengertian Sejarah Secara Negatif:


 Sejarah itu bukan Mitos
Mythos berasal dari bahasa Yunani yang artinya dongeng.
Baik mythos maupun sejarah sama-sama menceriterakan masa
lalu, namun ada perbedaan diantara keduanya. Mitos
menceriterakan masa lalu dengan waktu yang tidak jelas, dan
kejadiannya yang dikisahkan tidak masuk akal orang masa kini.
Contoh: Mitos dari Jawa: ada mitos tentang raja
Dewatacengkar, pemakan manusia, yang dikalahkan oleh
Ajisaka. Kedatangan Ajisaka di Jawa oleh Sultan Agung

3
Lihat E,H. Carr, Apa Itu Sejarah. Jakarta: Komunitas Bambu, 2014, merupakan literatur
klasik mengenai pengantar ilmu sejarah, buku setebal 256 halaman ini menjadi referensi
penting dalam perdebatan topik-topik sejarah seperti apakah sejarah masuk dalam
kategori sains, unsur apa saja yang terdapat dalam sejarah, apakah sejarawan dapat
memberikan penilaian moral terhadap sejarah yang ditulisnya serta kritik pada teori-teori
sejarah.

4Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995), hlm.
1-35

11
dijadikan patokan untuk menentukan kalender Mitos dari
Sumatera: menceriterakan raja Iskandar Zulkarnain turun dari
Bukit Seguntang, yang kemudian menurunkan raja-raja. Mitos
dari Sulawesi: menceriterakan turunnya To Manurung yang
kemudian juga menurunkan raja-raja. Mitos-mitops semacam
itu banyak tersebar di Nusantara.
Mitos biasanya diawali dengan “Kata yang empunya
ceritera” atau kata “Sahibul Hikayat.” Dalam mitos tidak ada
penjelasan kapan peristiwa itu terjadi, sementara dalam sejarah
semua peristiwa secara tepat diceriterakan kapan terjadinya.
Dalam Babad Tanah jawa disebutkan bahwa raja-raja
Mataram di satu pihak adalah keturunan Nabi, tetapi dilain
pihak merupakan keturunan tokoh wayang. Demikian pula
ceritera Dayang Sumbi yang bersumpah akan mengawini siapa
saja yang sanggup mengantarkan jarum yang terjatuh.Akhirnya
Dayang Sumbi harus mengawini seekor anjing yang yang
berhasil membawakan jarum kepadanya. Mitos bersama dengan
nyanyian mantra, syair, dan pepatah termasuk dalam tradisi
lisan/ Tradisi lisan dapat menjadi sumber sejarah, asal ada
sumber sejarah lain.

 Sejarah itu bukan sastra


Sejarah berbeda dengan sastra setidaknya dalam empat hal
yaitu (1) cara kerja; (2) kebenaran; (3) hasil secara keseluruhan,
(4) kesimpulan. Dalam hal ini sastrawan punya kebebasan yang
demikian besarnya untuk membangun dunianya sendiri, karena
sastrawan berangkat dari imajinasi yang lahir dari kehidupan
sebagaimana dimengerti oleh pengarangnya. Sementara
sejarawan harus berusaha memberikan informasi selengkap-
lengkapnya, setuntas-tuntasnya dan sejelas-jelasnya. Sejarawan
juga memerlukan imajinasi dalam menuliskan karyanya, namun
imajinadinya dibatasi oleh fakta yang ditemukan.

 Sejarah itu bukan Ilmu Alam


Dalam Ilmu Alam, hukum-hukum berlaku secara tetap
tidak pandang orang, tempat, dan suasana. Dalam Ilmu Alam 2

12
x 2 = 4. Dalam bidang sejarah, hukum tersebut tidak berlaku.
Karena meskipun fakta-fakta yang digunakan sama, namun
ketika fakta-fakta tersebut dirangkai menjadi suatu kisah
sejarah, maka akan ditemukan dua kisah yang berbeda. Hal ini
terjadi karena menyangkut proses penafsiran

b. Pengertian Sejarah Secara Positif :


 Sejarah adalah ilmu tentang manusia
Sejarah bercerita tentang manusia, namun cerita tentang
manusia yang dituturkannya itu bukan ceritera tentang masa
lalu manusia secara keseluruhan. Manusia yang berupa fosil
menjadi obyek penelitian antopologi ragawi. Demikian pula
benda-benda, meskipun itu hasil perbuatan manusia juga,
tetapi lebih menjadi pekerjaan arkeologi.
Mengenai hal ini Kuntowijoyo5 menyatakan bahwa ada
kesepakatan yang tidak tertulis antara arkeologi dan sejarah di
Indonesia yang hingga kini masih berlaku, yaitu Sejarah akan
mengkaji peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah tahun 1500.
Sejarah hanya mengurusi manusia masa kini, namun manusia
masa kini juga merupakan obyek bersama-sama beberapa ilmu
sosial lainnya seperti sosiologi, ilmu politik, dan antropologi.

 Sejarah adalah ilmu tentang waktu


Sosiologi membicarakan masyarakat, diantaranya pelapisan
masyarakat. Ilmu politik membicarakan masyarakat terutama
aspek kekuasaan, sementara antropologi membicarakan
masyarakat, diantaranya soal kebudayaan. Sejarah mengkaji
manusia dari segi waktu. Jadi sejarah adalah ilmu tentang
waktu.
Ada empat hal yang dapat dikaji dalam waktu yaitu
perkembangan, kesinambungan, pengulangan, dan perubahan.
Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak
dari satu bentuk ke bentuk lain. Biasanya masyarakat akan
berkembang dari bentuk yang sederhana kebentuk yang lebih

5Kuntowijoyo, ibid

13
kompleks. Dalam perkembangan tersebut, terjadi tanpa ada
pengaruh dari luar yang menyebabkan pergeseran. Contoh :
perkembangan demokrasi di Amerika. Masyarakat Amerika
mula-mula terbentuk di kota-kota kecil di New England pada
awal abad ke-17. Di kota-kota kecil itulah timbul dewan-dewan
kota, tempat orang berkumpul. Dari kota-kota kecil itulah
tumbuh kota-kota propinsi, kemudian tumbuh menjadi kota-
kota besar, dan dari kota-kota besar muncul kota metropolitan
dan seterusnya. Dalam hal ini pertumbuhan demokrasi
mengikuti perkembangan kota
Kesinambungan terjadi jika suatu masyarakat baru hanya
melakukan adopsi lembaga-lembaga lama. Contoh: kolonialisme
pada awalnya adalah kelanjutan dari patrimonialisme.
Kebijakan kolonial hanya mrengadopsi kebiasaan lama, Dalam
menarik upeti raja taklukan, Belanda meniru raja-raja pribumi,
Demikian pula dalam hal sewa tanah, Belanda mendapatkan
tenaga kerja, hal tersebut juga telah diberlakukan oleh raja-raja
pribumi kepada rakyatnya.
Pengulangan terjadi jika peristiwa yang pernah terjadi pada
masa lampau terjadi lagi pada saat ini. Misalnya: munculnya
pemodal kuat. Sepanjang abad ke-19 pada masa pemerintahan
kolonial, kaum pemodal besar itu telah menyengsarakan
penduduk dan menimbulkan banyak protes sosial. Sekarang,
kaum pemodal besar itu muncul lagi, dan banyak
memimbulkan protes.
Perubahan terjadi jika masuyarakat mengalami pergeseran,
sama dengan perkembangan. Akan tetapi, asumsinya adalah
adanya perkembangan besar-besaran dan dalam waktu yang
relatif singkat. Perubahan biasanya terjadi karena pengaruh
dari luar. Gerakan Paderi di Sumatera Barat yang menentang
kaum adat, seringkali dianggap sebagai hasil pengaruh Gerakan
Wahabi di Arab yang ditularkan melalui para haji yang sepulang
dari Mekah tidak puas cengan kekuasaan kaum adat. Demikian
pula gerakan nasionalisme di Indonesia seringkali dianggap
sebagai kepanjangan dari gerakan Romantik Eropa, gerakan
Pan-Islamisme di Timur Tengah, gerakan Turki Muda, dan
gerakan Sun Yat Sen. Sementara di Indonesia sendiri gerakan
14
nasional itu lebih merupakan kebangkitan kaum intelektual.
Agar setiap waktu dapat dipahami, maka dibuatlah
pembabakan waktu atau periodesasi dalam sejarah. Hal ini
dimaksudkan agar setiap babak waktu itu menjadi jelas ciri-
cirinya sehingga dapat lebih mudah dimengerti. Sejarah Eropa
misalnya, dapat dibagi dalam tiga periode yaitu zaman klasik,
zaman Pertengahan, dan zaman Modern. Demikian pula halnya
dengan sejarah Indonesia, biasanya dibagi dalam empat periode,
yaitu prasejarah, zaman kuno, zaman islam, dan zaman
modern. Periodesasi itu dibuat berdasarkan jenis sejarah yang
akan ditulis. Periodesasi Sejarah Politik akan berbeda dengan
periodesasi Sejarah Intelektual.

 Sejarah adalah ilmu tentang sesuatu yang mempunyai


makna sosial
Tidak semuanya penting untuk perkembangan dan
perubahan masyarakat. Kedatangan para haji mungkin
peristiwa biasa, akan tetapio kedatangan para haji tertentu
menjadi penting katena pada tahun 1888 merekalah yang
mengobarkan pemberontakan petani di Banten.Kepergian
Pakubuwana X ke tempat peristirahatan mungkin tidak penting,
tetapi ketika Pakubuwana X pergi ke daerah-daerah pada tahun
1910-an dapat menjadi penting bagi pemerintah kolonial,
karena dianggap menggugah nasionalisme Jawa.

 Sejarah adalah ilmu tentang sesuatu yang tertentu,


satu-satunya, dan terinci
Sejarah adalah ilmu tentang sesuatu yang tertentu, dalam
hal ini sejarah sejarah dimaknai berbeda dengan filsafat dan
ilmu lainnya. Ketika sejarah akan berbicara tentang mobilitas
sosial (perpindahan dari tingkatan ke tingkatan lain) harus
serba jelas kapan dan dimananya. Maka judul pembicaraan:
Mobilitas Sosial di Boston pada abad ke-19, sementara sosiologi
dapat membicarakan mobilitas sosial pada masayarakt industri
pada umumnya.
Sejarah adalah ilmu mengenai satu-satunya, unik karena

15
sejarah harus menulis peristiwa, tempat, dan waktu yang hanya
sekali terjadi. Misalnya, sejarah itu harus menulis tentang
Pemberontakan Komunis di Indonesia tahun 1965.
Pemberontakan komunis di Indonesia tahun 1965 itu hanya
terjadi satu kali dan tidak terulang di tempat lain.
Sejarah harus terinci, maksudnya, sejarah harus
menyajikan yang kecil-kecil, tidak terbatas pada hal-hal yang
besar. Ketika akan berbicara tentang bangsawan istana di
Yogyakarta pada abad ke-19, maka hal-hal yang sekecil-kecilnya
harus ditulis misalnya tentang pendidikannya, perkawinan dan
sebagainya dari bangsawan tersebut.

B. GUNA SEJARAH

Apakah sejarah itu ada gunanya? Jika sejarah tidak ada


gunanya, maka orang tidak akan belajar sejarah. Kenyataan
bahwa sejarah terus ditulis orang, di semua peradaban dan di
sepanjang waktu, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa
sejarah itu perlu. Guna sejarah dapat dibagi dalam dua bagian
yaitu Guna Intrinsik dan guna ekstrinsik. Secara intrinsik,
sejarah itu berguna sebagai pengetahuan. Sementara guna
ekstrinsik dalam hal ini diartikan sebagai sumbangan sejarah
untuk masyarakat.

 Guna Intrinsik
Setidaknya ada empat guna sejarah secara intrinsik yaitu
(1) sejarah sebagai ilmu, (2) sejarah sebagai cara mengetahui
masa lampau, (3) sejarah sebagai pernyataan pendapat, (4)
sejarah sebagai profesi.

Sejarah sebagai Ilmu:


Sejarah sebagai ilmu dapat berkembang dengan berbagai
cara: (a) perkembangan dalam filsafat, (b) perkembangan dalam
teori sejarah, (c) perkembanagn dalam ilmu-ilmu lain, (d)
Perkembangan dalam metode sejarah. Perkembangan dalam
sejarah selalu berarti bahwa sejarah selalu responsif terhadap
kebutuhan masyarakat akan informasi.
16
(a) Perkembangan dalam filsafat ditunjukkan ketika filsafat
sejarah zaman Pertengahan didominasi oleh filsafat sejarah
Kristen, maka penulisan sejarah yang menonjolkan peran
orang-orang suci juga nampak. Riwayat penyebaran Kristen
di Irlandia oleh Saint Patrick pada abad ke-5 masih
diperingati sampai sekarang.

(b) Perkembangan dalam teori sejarah ditunjukkan ketika dalam


Seminar Sejarah I di Yogyakarta pada tahun 1957,
dicanangkan perlunya nasionalisme dalam penulisan sejarah
Indonesia (Indonesia-centrisme) untuk menggantikan “sejarah
dari atas geladak” yang menunjukkan peran para penjajah
Belanda (Neerlando-Centrisme). Tantangan itu mendapat
jawaban ketika pada tahun 1962, John Smail menulis
tentang mungkinnya kita menulis sejarah Indonesia yang
otonom yang pelakunya adalah orang Indonesia sendiri.
Misalnya, penulisan sejarah Aceh, ketika apa yang dituliskan
adalah pertentangan antara ulebalang dan ulama, maka kita
akan mendapatkan sejarah Indonesia yang otonom. Orang-
orang asing yang ada hanya berperan sebagai pembantu
pihak yang sedang bertikai.

(c) Perkembangan dalam ilmu-ilmu lain juga berpengaruh pada


perkembangan sejarah. Ketika sosiologi menjadikan kota
sebagai bahan kajian, maka sejarah muncul dengan sejarah
Kota. Demikian juga ketika psikologi Freudian digantikan
oleh psikologi Neo Freudian dalam sejarah muncul
psikohistori, sejarah menguraikan kejiwaan dari tokoh-tokoh
sejarah.

(d) Perkembangan dalam metode juga sangat berpengaruh.


Ketika dalam sejarah muncul metode kuantitaif, maka di
Amerika dan Eropa muncul sejarah Kuantitaif, karena di
tempat-tempat itu sumbersejarah lama sangat
memungkinkan untuk dikuantifikasikan. Demikian pula
kegiatan penerbitan sumber. Penerbitan Arsip Nasional

17
tentang Sarekat Islam Lokal telah mendorong banyak
penelitian.

Sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau


Bersama dengan mitos, sejarah adalah cara untuk
mengetahui masa lampau. Bangsa yang belum mengenal tulisan
mengandalkan mitos, dan yang sudah mengenal tulisan pada
umumnya mengandalkan sejarah. Menurut Kuntowijoyo,
setidaknya ada dua sikap terhadap sejarah setelah orang
mengetahui masa lampaunya, yaitu melestarikannya atau
menolaknya.
Melestarikan masa lampau, karena menganggap masa
lampau itu penuh makna. Para pengumpul benda-benda kuno
yang melestarikan masa lampau untuk masa lampau itu disebut
antikuarian. Termasuk antikuarianisme adalah mereka yang
mengambil air dari bersihan kereta milik keraton di Yogyakarta.
Untuk kepentingan politik dan pariwisata beberapa daerah
menghidupkan kembali upacara-upacara lama.
Menolak masa lampau, dilakukan untuk beberapa
kepentingan, salah satu diantaranya adalah kepentingan politik.
Setelah proklamasi 1945 ada daerah yang berusaha menolak
kehadiran kerajaan, diantaranya adalah Surakarta dan
Mangkunegaran. Di Surakarta timbul gerakan pemuda untuk
meruntuhkan kerajaan. Meskipun gerakan itu mendapat
perlawanan dari Pakasa (Pakempalan Kawula Sirakarta) yang
mendukung keberadaan kraton.Gerakan untuk menghapuskan
kerajaan sebenarnya sudah muncul pada abad ke-19 dalam
upayanya untuk konsolidasi politik.

Sejarah sebagai pernyataan pendapat


Banyak penulis sejarah yang menggunakan ilmunya untuk
menyatakan pendapat. Dalam penulisan sejarah Amerika
misalnya, ada dua aliran yang sama-sama menggunakan
sejarah untuk menyatakan pendapatnya. Aliran pertama adalah
Konsensus, dan aliran kedua adalah Konflik.Konsensus.
Disebut konsensus, karena mereka berpendapat bahwa dalam
masyarakat selalu ada konsensus, dan para sejarawan selalu
18
bersikap kompromistis. Sebaliknya disebut konflik, karena
aliran ini menekankan seolah-olah dalam masyarakat selalu
terjadi pertentangan dan menganjurkan supaya orang bersikap
kritis dalam berpikir tentang sejarah.

Sejarah Sebagai Profesi


Tidak semua lulusan sejarah dapat tertampung dalam
profesi kesejarahan. Ada lulusan yang jadi karyawan di suatu
perusahaan otomotif, adapula yang bekerja di bidang
petrbankan, atau perusahaan lain, dan tidak sedikit yang jadi
guru di luar ilmunya. Semua tempat itu tentu saja memerlukan
orang dapat menulis sejarah, tetapi kita juga tidak dapat
mengharapkan bahwa semua orang untuk mempunyai
idealisme.

 Guna Ekstrinsik
Secara umum sejarah mempunyai fungsi pendidikan, yaitu
sebagai pendidikan (a) moral, (b) penalaran, (c) politik, (d)
kebijakan, (e) perubahan, (f) masa depan, (g) keindahan, (h) ilmu
bantu. Selain sebagai pendidikan, sejarah juga berfungsi
sebagai (i) latar belakang, (j) rujukan, dan (k) bukti.

Sejarah sebagai pendidikan moral


Sejarah yang diajarkan melalui PMP di sekolah maupun
lewat penataran P-4 pada masyarakat mempunyai maksud agar
supaya Pancasila menjadi tolok ukur benar dan salah, baik dan
buruk, berhak dan tidak, merdeka dan terjajah, cinta dan benci,
dermawan dan pelit, serta berani dan takut dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pendidikan mental seperti berani dan
takut nampaknya dimasukkan dalam pelajaran PMP.
Pergerakan Nasional banyak memberi contoh tentang benar
dan salah, baik dan buruk, cinta dan benci, berhak dan tidak,
serta merdeka dan terjajah. Demikian pula perjuangan selama
revolusi akan mengungkapkan bahwa rakyat di desa ternyata
dermawan pada masa yang sulit dan para pejuang kemerdekaan
telah melakukan perbuatan yang berani. Kuntowijoyo menyebut
semua itu, baik para perintis, orang-orang desa, maupun para
19
prajurit sebagai exemplary center yang sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan.
Sejarah dalam hal ini tidak boleh bersikap hitam-putih
seperti itu. Jika pendidikan moral berbicara benar dan salah,
sementara sastra hanya tergantung pada imajinasi pengarang,
maka sejarah harus berbicara dengan fakta. Tanpa fakta sejarah
tidak boleh bersuara. Indonesia centrisme tidak menjadikan
pahlawan jadi pengkhianat dan pengkhianat jadi pahlawan
tanpa fakta.

Sejarah sebagai pendidikan politik


Setiap pemerintah selalu melakukan pendidikan
kewarganegaraan untuk warganegaranya. Pada zaman Jepang,
dengan maksud untuk memobilisasikan penduduk, bahkan
para penghulu yang sehari-harinya hanya mengurus soal nikah,
talak, dan rujuk diharuskan untuk mengikuti latihan. Baru
pertama kali itulah para penghulu yang kebanyakan terdiri dari
para kyai, mendapat pendidikan politik secara resmi.
Pada masa pemerintahan Soekarno, ada indoktrinasi.
Indoktrinasi itu dilakukan melalui organisasi dan sekolah.
Tujuan dari pendidikan politik itu adalah dukungan atas politik
kekuasaan dengan mendorong perbuatan-perbuatan
revolusioner dan menyingkirkan kaum kontra revolusi.
Pada masa pemerintahan Suharto, kita mengenal
penataran-penataran, tetapi dengan tujuan lain, yaitu untuk
pembangunan. Tentu saja tujuan, intensitas, dan materi
berbeda-beda, tetapi itu semua dapat dimasukkan dalam
pendidikan politik. Pendidikan semacam itu seharusnya dapat
digunakan untuk mengenalkan ideologi negara serta hak dan
kewajiban warga negara.
Pendidikan politik juga dilakukan oleh ormas-ormas,
melalui training. Dengan demikian kepada setiap kader
diperlukan pengetahuan sejarah organisasinya, sehingga
mereka dapat mengetahui sepak terjang, cita-cita dan tokoh-
tokoh atau pendahulu dalam organisasi itu. Bahan-bahan
mengenai itu kebanyakan tertulis, sehingga dapat ditulis
sejarah pendidikan politik di Indonesia.
20
Sejarah sebagai pendidikan kebijakan
Untuk menentukan suatu kebijakan dibutuhkan
pandangan tentang lingkungan alam, masyarakat, dan sejarah.
Untuk lingkungan alam dapat dipenuhi oleh ilmu-ilmu
lingkungan dan masyarakat oleh ekonomi, sosiologi, antropologi
dan politik, sedangkan pandangan berdasarkan waktu hanya
dapat dipenuhi oleh sejarah. Kita tidak akan bisa
membayangkan bagaimana perundangan dan peraturan
pemerintahan dibuat tanpa mengetahui latar belakang sejarah.
Misalnya, orang akan membuat peraturan tentang otonomi
daerah. Untuk itu kita harus mengetahui bagaimana kebijakan
serupa di masa lalu.

Sejarah sebagai pendidikan perubahan.


Pendidikan perubahan diperlukan oleh politisi, ormas-
ormas, pengusaha, bahkan pribadi-pribadi. Kaum politisi yang
tidak dapat mengantisipasi gelagat perubahan akan ketinggalan.
Untuk dapat melestarikan kepemimpinan, perlu diketahui
perubahan apa yang sedang dialami oleh para pengikutnya.
Dalam hal ini sosiologi dan antropologi dapat membantu
orang/masyarakat. Sejarah dalam hal ini dapat banyak
membantu karena salah satu definisinya adalah ilmu tentang
waktu. Misalnya, ketika kita menjadi politisi yang mengurusi
kota, maka kita perlu mencatat bahwa perubahan itu
disebabkan oleh dampak kemajuan. Dengan melihat masalalu
kota lain yang lebih besar, maka kita juga akan dapat
mengetahui apa yang sedang terjadi.
Ormas-ormas juga perlu mengenalkan anggotanya tentang
perlunya pengelolaan perubahan dengan maksud agar
anggotanya terhindar dari konservatisme atau radikalisme. Dua
kecenderungan yang dapat merusak organisasi. Maju
mundurnya suatu perusahaan atau keberanian dan ketakutan
suatu perusahaan untuk berekspansi sangat tergantung pada
pimpinannya dalam mengantisipasi perubahan.
Sementara untuk pribadi-pribadi, bisa dilakukan dengan
21
membaca biografi dan otobiografi tokoh-tokoh dalam dunia
usahanya, yang sebagian besar akan mengulas perubahan, yang
dapat dijadikan inspirasi untuk melangkah.

Sejarah sebagai pendidikan masa depan


Sebagai negara yang mengalami industrialisasi belakangan,
Indonesia mempunyai keuntungan, karena dapat belajar dari
negara industrialisasi dan negara pasca industrialisasi. Dari
negara yang telah mengalami pasca industrialisasi yang ditandai
dengan banyaknyajaminan sosial dan menghilangnya
proletariat. Indonesia dapat belajar dalam pengelolaan
masyarakat.
Dengan banyak membaca sejarah mereka, kita tidak saja
dapat menyerap teknologinya yang maju akan tetapi juga dapat
mempelajari organisasi sosialnya. Dari Jepang misalnya, kita
dapat mempelajari bagaimana mempunyai industri besar tanpa
mematikan industri kecil. Sementara dari Malaysia kita bisa
mempelajari bagaimana dalam waktu singkat mereka daoat
mengangkat ekonomi bumiputera.

Sejarah sebagai pendidikan keindahan


Ketika kita mlihat diorama dalam museum atau pada saat
mengunjungi monumen perjuangan, maka kita akan
membayangkan bagaimana sulitnya suatu pertempuran
melawan peluru dengan bambu runcing. Bagaimana perasaan
kalian ketika membaca buku tentang Perang Diponegoro,
Perang Paderi dan Perang Aceh?. Sejarah akan mengajarkan itu.
Kita hanya diminta untuk membuka hati dan perasaan.
Pengalaman estetik akan datang melalui mwanata waktu
kita candi, istana, tarian, monumen, dan kota. Waktu kita
mendengarkan gamelan, juyga akan terbayang para bangsawan.
Demikian pula keindahan dapat terangsang lewat bacaan.
Kita dapat dengan mudah melihat masa lalu Eropa yang
jauh melalui museum-museum yang dengan mudah dapat kita
temukan. Untuk hal-hal seperti ini, Indonesia masih ketinggalan
dalam pendidikan untuk mencintai tanah air lewat keindahan
sejarah. Bahkan kita melihat adanya vandalisme terhadap
22
bangunan bersejarah. Bersama sejarah, kita belajar jatuh cinta.

Sejarah sebagai ilmu bantu


Kita tidak dapat membayangkan pendidikan para calon
diplomat tanpa pengetahuan yang cukup tentang sejarah negara
yang akan dituju. Kuntowijoyo menyebut Sejarah sebagai ilmu
antar bidang yang paripurna, the ultimate interdisciplinarian,
akan dapat memenuhi tugas itu dengan baik.Seseorang yang
belajar antroplogi atau sosiologi yang tidak belajar sejarah akan
terheran-heran mengapa begitu banyak Tionghoa kaya di
Indonesia. Demikian pula mengapa kebanyakan keturunan Arab
kalau bukan profestiional pasti jadi pedagang. Semua kenyataan
sosial yang ada hanya bisa dipelajari lewat kedatangan mereka
di Indonesia
Di Indonesia banyak orang Tionghoa yang menjadi kader
dan pimpinan orsospol. Bagaimana sampai hanya tiga orsospol
peserta pemilu di Indonesia, padahal ada empat besar yang
keluar sebagai pemenang pemilu 1955. Semua itu menunjukkan
bahwa belajar sejarah itu penting bagi ilmu politik. Belajar
sejarah juga penting bagi ilmu-ilmu lain. Ilmu kehutanan
misalnya, untuk dapat mengelola hutan dengan baik, kita harus
tahu bagaimana pengelolaan hutan masa lalu, disamping
belajar konsep-konsep baru seperti hutan sosial. Untuk
perencanaan kota, bukan hanya bentuk kota lama yang perlu
diketahui tetapi bagaimana parit-parit dibangun, dan
bagaimana selokan di bawah tanah dibuat. Untuk kedokteran
masyarakat, penanggulangan epidemi di masa lalu penting
untuk diketahui.
Sejarah dapat mengantarkan orang secara baik karena
sejarah memberikan bantuan untuk berbagai macam disiplin
ilmu.

Sejarah sebagai latar belakang


Seorang kader LSM tidak akan trampil menangani
permasalahan yang ada kalau tidak mengetahui latar belakang
sosial, gerakannya, dan LSM-nya. Mereka juga dituntut untuk
tahu latar belakang lingkungan kerjanya. Seseorang yang akan
23
memperkenalkan padi bibit unggul perlu tahu apa yang sudah
ditanam orang.
Sejarah juga perlu untuk seni. Kebangkitan novel sejarah
pada abad -19 tidak akan dapat terjadi tanpa kemajuan dalam
penulisan sejarah. Di Indonesia, Abdul Muis tidak mungkin
menulis novel tentang Robert, anak Surapati, tanpa mengetahui
sejarah Untung Surapati. YB Manguynwijaya tidak akan dapat
menulis tentang Roro Mendut dan Lusi Lindri tanpa membaca
sejarah Mataram. Bahkan serial Api di Bukit Menoreh dari S.H.
Mintardja tak terpikirkan tanpa sejarah Mataram
Teguh Karya pun tidak bisa membuat film November 1828
tanpa membaca sejarah Pangeran Diponegoro. Demikian juga
Eros Djarot tidak akan bisa membuat film Tjut Nyak Dhien
tanpa membaca sejarah Aceh. Orang juga tidak akan sanggup
membuat diorama tanpa belajar sejarah. Tokoh, peristiwa,
sejartah dapat menjadi latar belakang kesenian.

Sejarah sebagai rujukan


Sultan Hamengku Buwana IX semasa hidupnya selalu
menyebut nama Sultan Agung dan Pangeran Diponegoro sebagai
pemberi semangat dan inspirasi. Kedua tokoh tersebut terkenal
sebagai tokoh yang menentang Belanda. Semerntara presiden
Clinton sering mengingatkan orang pada Kennedy, karena
kedua orang itu mirip, keduanya sama-sama muda dan dari
Partai Demokrat.
Penyebaran keluarga berencana di Indonesia dapat ditiru
oleh negara-negara yang mempunyai kebudayaan sama, seperti
Bangladesh, untuk mengetahui bagaimana mendekati para
ulama.

Sejarah Sebagai bukti


Sejarah selalu dipakai untuk pembenaran suatu
perbuatan. Jepang dan Cina selalu berbeda pendapat mengenai
pendudukan Jepang. Di satu pihak Jepang selalu mengatakan
bahwa pendudukan itu baik, namun sebaliknya Cina
berpendapat bahwa pendudukan itu buruk. Celakanya kedua-
duanya memakai sejarah sebagai bukti. Yang tidak banyak
24
menimbulkan perbedaan antara Jepang dengan bekas
jajahannya adalah penggunaan wanita penghibur oleh para
serdadu Jepang pada PD II.
Pemerintah Orde Baru menggunakan bukti-bukti sejarah
atas keberhasilan pembangunan untuk tetap memelihara
stabilitas nasional dan mempertahankan Pancasila. Demikian
pula, sebagai bukti adanya pemberontakan PKI, film G.3).S/PKI
diputar setiap tahun. Kecenderungan untuk mencari hari jadi
suatu daerah juga dilakukan untuk menjadi bukti keberadaan
daerah itu.

C. SEJARAH SEBAGAI ILMU DAN SENI

1. Sejarah Sebagai Ilmu

Sebagai ilmu sejarah itu termasuk ke dalam ilmu-ilmu


yang empiris (bhs Yunani: emperia = pengalaman). Sejarah
sangat tergantung pada pengalaman manusia. Pengalaman itu
direkam dalam dokumen. Dokumen-dokumen itulah yang diteliti
sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta itulah yang
diinterpretasi. Dari interpretasi atas fakta-fakta itulah muncul
tulisan sejarah.
Sejarah itu sama dengan ilmu-ilmu alam, karena sama-
sama berdasarkan pada pengalaman, pengamatan, dan
penyerapan. Namun diantara keduanya terdapat perbedaan yang
mendasar, yaitu jika dalam ilmu-ilmu alam percobaan itu dapat
dilakukan berulang-ulang, maka dalam ilmu sejarah, percobaan
itu tidak dapat diulang. Peristiwa Revolusi Indonesia hanya
terjadi sekali, perbedaan lain antara ilmu sejarah dan ilmu-ilmu
alam terletak pada obyek penelitian. Obyek penelitian ilmu
sejarah adalah manusia. Manusia itu berpikir dan berkesadaran.
Sementara obyek ilmu-ilmu alam adalah benda-benda tertentu.
Benda itu mati dan tidak dapat berpikir.
Dengan demikian dapat dimengerti kalau ilmu-ilmu alam
menghasilkan hukum alam yang berlaku umum dan pasti.
Contoh, besi dipanaskan dalam temperatur tertentu akan
memuai. Sementara ilmu sejarah menghasilkan generalisasi
25
yang tidak sepasti ilmu-ilmu alam.

Sejarah itu Mempunyai Obyek


Seperti telah disebutkan, bahwa obyek dari ilmu sejarah
adalah manusia. Oleh karena itu sejarah biasanya dimasukkan
dalam ilmu kemanusiaan. Meskipun sama-sama membicarakan
manusia, kajian sejarah berbeda dengan atropologi. Obyek
sejarah adalah waktu. Waktu manusia. Ini berarti bahwa soial
asal-usul selalu menjadi bahasan utama. Nasuknya Islam di
Indonesia apakah terjadi pada abad ke-8 atau abad ke-13,
seharusnya tidak menjadi persoalan bagi sejarawan, asalkan
penjelasannya dapat diterima. Demikian pula halnya dengan
hari lahirnya Pancasila, apakah jatuh pada saat Sukarno
berpidato atau diumumkannya UUD’45 bukan urusan sejarawan
untuk menetapkan. Urusan sejarawan hanyalah penjelasannya,
sementara urusan peringatan itu sepenuhnya adalah keputusan
politik.

Sejarah itu Mempunyai Teori


Seperti halnya ilmu lainnya, sejarah juga mempunyai teori
pengetahuan (seringkali disebut filsafat sejarah kritis). Teori
pada umumnya berisi satu kumpulan tentang kaidah pokok
suatu ilmu. Dalam filsafat disebut epistemologi (bahasa Yunani:
episteme yang berarti pengetahuan, dan logos yang berarti
wacana) Ilmu-ilmu sosial menjadikan masyarakat sebagai obyek
penelitiannya, sementara obyek penelitian sejarah adalah
manusia dalam waktu.
Sejarah itu mempunyai tradisi yang panjang, jauh lebih
panjang dari ilmu-ilmu sosial. Di dalam setiap tradisi itu
terdapat teori sejarah. Teori sejarah diajarkan ses uai dengan
keperluan peradaban. Di universitas-universita Amerika Serikat,
yang berorientasi pragmatis, tidak diajarkan teori sejarah yang
bersifat filosofis, Sebaliknya, di Negeri Belanda yang mempunyai
tradisi kontinental, diajarkan teori sejarah yang bersifat filosofis.

Sejarah itu Mempunyai Generalisasi


Sama dengan ilmu lainnya, sejarah juga menarik
26
kesimpulan-kesimpulan umum. Bedanya, ilmu-ilmu lain itu
bersifat nomotatis, sementara sejarah pada dasarnya bertsifat
idiografis. Jika sosiologi atau ilmu lainnya dituntut untuk
menarik kesimpulan-kesimpulan umum yang berlaku dimana-
mana dan dapat dianggap sebagai kebenaran umum.
Generalisasi sejarah seringkali merupakan koreksi atas
kesimpulan-kersimpulan ilmu lain. Revolusi Indonesia bukanlah
pekerjaan kaum eksremis seperti yang dipropagandakan oleh
Belanda. Revolsusi Indonesia adalah revolusi pemuda. Demikian
pula generalisasi kaum marxis yang melihat semua revolusi
sebagai perjuangan kelas tidak terbukti, karena revolusi
Indonesia digerakkan oleh ide-ide nasionalisme

Sejarah itu Mempunyai Metode6


Untuk penelitian, sejarah mempunyai metode tersendiri.
Metode sejarah mengharuskan orang untuk berhati-hati. Dengan
metode sejarah, sejarawan tidak boleh menarik kesimpulan
bahwaSang saka Merah putih telah berkibar di Indonesia 6000
tahun. Demikian juga bahwa Indonesia telah dijajah Belanda
selama 350 tahun, hal-hal tersebut ternyata tidak sesuai dengan
kenyataan sejarah.

2. Sejarah Sebagai Seni

Sejarah Memerlukan Intuisi


Dalam memilih topik sejarawan sering tidak mengandalkan
ilmu yang dimiliki. Ia memerlukan ilmu sosial dalam
menentukan sumber apa saja yang harus dicari, demikian pula
dalasm interpretasi data. Seorang sejarawan juga memerlukan
intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan instinktif
selama masa penelitian berlangsung. Apa yang harus dikerjakan
setiap langkah memerlukan kepiawaian sejarah dalam
memutuskan apa yang harus dilakukan. Serinkali terjadi, ketika
harus memilih suatu penjelasan, yang bekerja bukan perangkat
ilmu pengetahuan melainkan intuisi. Dalam hal ini cara kerja
6 Lihat modul Bimbingan Teknis Metode Sejarah, untuk bahasan yang lebih komprehensif.

27
sejarawan sama dengan seniman.
Untuk mendapatkan intuisi, sejarawan harus bekerja keras
dengan data yang ada. Disinilah letak perbedaan intuisi antara
seniman dan sejarawan. Sejarawan harus tetap berpegang teguh
pada data.

Sejarah Memerlukan Imajinasi


Dalam melakukan tugas/pekerjaannya sejarawan harus
dapat membayangkan apa yang sebelumnya terjadi, dan apa
yang terjadi sesudah itu. Ketika akan menulis priyayi pada awal
abad ke-20, sejarawan harus punya bayangan/gambaran
tentang anak cucu kaum bangsawan atau raja yang statusnya
turun karena sebab-sebab alamiah atau politis. Demikian pula
sejarawan harus dapat membayangkan betapa bangga isterinya
bila para priyayi itu dapat menggaet penari tayub. Itu untuk
Sejarah Sosial.
Imajinasi sejarawan juga harus jalan ketika ia ingin
memahami perlawanan Sultan Palembang yang berada di luar
kota pada abad ke-19. Ia dituntut untuk dapat membayangkan
sungai dan hutan yang mungkin jadi tempat yang baik untuk
bersembunyi. Demikian pula untuk menggambarkan Perang
Aceh, sejarawan harus mampu berimajinasi mengenai pantai,
hutan, desa, meunasah, istana, mesjid dan bukit-bukit.
Mungkin ia akan bisa memahami Yeuku Umar melalui
pemahaman imajinernya tentang pantai, perlawanan Tjoet Nyak
Dien melalui hutannya, dan penyebaran cita-cita perang sabil
lewat imajinasinya tentang desa, meunasah, dan mesjid

Sejarah Memerlukan Emosi


Awalnya, menulis sejarah disamakan dengan menulis
sastra. Hal ini dikarenakan sejarah dianggap sebagai cabang
sastra. Ini berarti menulis sejarah harus dengan keterlibatan
emosional. Pembaca kisah tentang pelayaran orang Inggris ke
Amerika atau jatuhnya sejarah Romawi harus dibuat seolah-
olah hadir dan menyaksikan peristiwa itu. Penulisnya harus
berempati (bahasa Yunani: empatbeia berarti perasaan),
menyatukan perasaan dengan obyeknya. Para sejarawan
28
diharapkan dapat menghadirkan obyeknya seolah-olah pembaca
mengalami sendiri peristiwa itu. Untuk sejarah kebudayaan
menghadirkan itu sangat penting.
Akan tetapi dalam penulisan sejarah Revolusi Indonesia,
sejarah perang, dan sejarah pemberontakan belum ada sejarah
semacam itu. Padahal penulisan sejarah dengan emosi, dan
tetap berpegang teguh pada fakta yang ada, sangat penting
untuk pewarisan nilai.

Sejarah Memerlukan Gaya Bahasa


Dalam tulisan sejarah, deskripsi itu seperti melukis yang
naturalistis. Seorang sejarawan dituntut untuk mempunyai
kemampuan unyuk menuliskan secara detil. Untuk sejarah yang
masih mungkin menggunakan metode sejarah lisan, detil itu
dapat diciptakan. Melalui pertanyaan yang diajukan, sumber
sejarah dapat “dipaksa berceritera menurut keinginan
sejarawan. Dengan bertanya sebanyak-banyaknya pada sumber
sejarah, yang merupakan kesaksian orang untuk hal-hal yang
detil, sejarawan dapat terhidar dari kesalahan.

D. SEJARAH PUBLIK DAN PROFESI SEJARAH

Profesi sejarawan yang selama ini dikenal adalah mereka


yang berkecimpung dalam penelitian dan penulisan sejarah
dengan menggunakan metodologi sejarah yang baku yang
diperoleh di perguruan tinggi. Ilmu Sejarah mengalami
perkembangan dengan adanya sejarah terapan (applied history),
yang kemudian dikenal sebagai Sejarah Publik (Public History).
Sejarah publik tumbuh dan berkembang sejak tahun 1970-an di
Amerika Serikat, kemudian menyebar ke Eropa dan Australia
pada 1990-an. Sebagai bagian dari sejarah terapan (applied
history), sejarah publik berada di luar lingkup sejarah akademik.
Sejarah publik yang dikembagkan para sejarawan publik ini
telah membuat batas antara sejarawan akademis (kerap disebut
sejarwan profesional) dan publik, dengan menjadikan sejarah
menjangkau masyarakat atau publik. Sejarah kemudian
menjadi agen perubahan dan berperan dalam menyajikan
29
informasi atau pengetahuan kesejarahan di tengah masyarakat,
atau dengan kata lain membumikan sejarah di ranah publik.
Sejarah publik menjadi sesuatu yang aktif, reaktif dan amat
relevan bagi masyarakat luas yang memungkinkan mereka
terhubung dengan masa lalu, sekarang dan masa depan.7
Akar sejarah publik berada pada bidang pelestarian
benda purbakala, situs atau gedung bersejarah, kemudian yang
berkenaan dengan arsip sebagai dokumen sejarah, sejarah lisan
dan para kurator di museum yang amat erat dengan bidang
kesejarahan. Mereka yang bergerak di bidang ini di negara maju
seperti Amerika dan Kanada sudah menjadi para profesional
yang tahu betul kedudukannya dalam dunia kesejarahan dan
peran mereka di masyarakatnya sejak akhir 1970-an. Beberapa
profesi yang bergerak di bidang ini dan kemudian menjadi luas
dalam kerangka sejarah publik adalah para profesional yang
bekerja di museum, situs atau tempat bersejarah (bahkan rumah
seorang tokoh yang berpengaruh dalam sejarah), taman yang
berkaitan erat dengan kesejarahan, lokasi bekas peperangan,
film dan program televisi dan semua program yang
diselenggarakan pemerintah yang berkenaan dengan pelestarian
sejarah. Sebagaimana kita pahami, sejarah bangsa dan
pelestarian peninggalan sejarah di negara-negara maju sangat
dihormati dan dilindungi. Peninggalan sejarah merupakan
cermin dari perkembangan yang dialami satu bangsa/negara
dari masa ke masa.
Sejarah publik didefinisikan pula sebagai “bentuk dari
praktek ilmu sejarah yang dilakukan oleh sejarawan akademis
yang bekerja untuk lembaga-lambaga publik (masyarakat) atau
para “sejarawan” yang bekerja sebagai tenaga lepas (freelancers).

7 Faye Sayer. Public History. A Practical Guide. London: Bloommsbury Academic, 2015,
buku ini merupakan buku pengantar sejarah publik yang paling komprehensif dengan
memberikan ilustrasi penelitian, studi kasus dan karya dalam sejarah publik. Lihat juga,
James M. Banner Jr. Being a Historian. An Introduction to the Professional World of History.
New York: Cambridge University Press, 2012, pada bab 5 membahas profesi sejarawan di
luar akademik sebagai abagian dari “intelektual publik,” hlm. 121-175. Jerome de Groot.
Consuming History. Historian and heritage in contemporary popular culture. New York:
Routledge, 2009. Paul Ashton & Hilda Kean (Eds.). People and their Pasts. Public History
Today. New York: Palgrave Macmillan, 2009.

30
Sejarawan publik bekerja di bidang pelestarian peninggalan
masa lampau, museum, media, pendidikan, radio dan film dan
media interaktif multimedia dan bidang lain yang berhubungan
erat dengan kesejarahan dan penyebarluasannya kepada publik.
Sejarah publik juga berkaitan dengan bagaimana
memperkenalkan hubungan antara publik sebagai audiens,
praktek kesejarahan dan konteks sosial yang saling
berhubungan. Menurut Ludmilla Jordanova, sejarah publik
pada dasarnya pengetahuan sejarah yang disebarluaskan ke
khalayak ramai dalam berbagai bentuk yang kemudian
membangkitkan kesadaran tentang masa lalu yang (tentu saja)
berbeda dari setiap individu, kelompok atau bahkan satu negara
dengan negara lain.8

Meskipun sejarawan publik (public historian) kadangkala


bisa saja berprofesi sebagai guru, sejarah publik biasanya
diartikan sebagai sejarah di balik dinding kelas tradisional.
Termasuk di dalamnya masyarakat awam yang menikmati
sejarah yang kadang sudah lupa pelajaran sejarah yang pernah
diterima di bangku sekolah, namun dalam perjalanan liburan
mereka misalnya kerap mengunjungi tempat bersejarah, seperti
museum, monumen peringatan atas peristiwa tertentu,
menyaksikan siaran audio visual di televisi, film dokumenter,
keterlibatan dalam kelompok tertentu yang berhubungan dengan
sejarah (historical society), wisata sejarah, melihat arsip atau
koran terbitan lampau.

Di negara maju keterlibatan masyarakat dengan sejarah


kadang terjadi dalam konteks sosial yang tidak disadari.
Misalnya dalam satu waktu tertentu pemerintah lokal setempat
akan melakukan renovasi taman, gedung atau situs tertentu
yang mengandung nilai sejarah. Kemudian mereka ikut
melibatkan masyarakat setempat, khususnya penduduk lama
atau para tetua untuk menggali infomasi lebih dalam mengenai

8Ludmilla Jordanova. History in Practice (2nd. Edition). London: Bloomsburry Academic,


2006.

31
tempat tersebut. Hal ini bisa juga melibatkan komunitas
tertentu dalam masyarakat untuk menggali informasi
kesejarahan yang lebih dalam. Atau dalam kadar yang lebih
dalam dan luas bisa melakukan reinterpretasi ulang atas satu
peristiwa sejarah yang pernah terjadi dengan melibatkan
masyarakat dan menggunakan metode sejarah lisan misalnya.
Atau melakukan riset atau studi untuk menyelenggarakan satu
acara wisata sejarah.

Satu sejarah institusi misalnya, ditulis oleh seorang


konsultan sejarah untuk klien bisnisnya dapat digunakan untuk
mengorganisir arsip-arsip di perusahaan korporasi. Peran lain
yang bisa disumbangkan sejarawan kepada publik misalnya
berkenaan dengan isu lingkungan hidup, di satu situs tertentu
misalnya akan dibangun satu bangunan atau situs baru,
sejarawan dilibatkan untuk melakukan riset bagaimana situs
tersebut di masa lampau, atau adakah peninggalan sejarahnya
yang harus dilestarikan? Di sinilah peran sejarawan sebagai
konsultan untuk pelestarian lingkungan atau bangunan
bersejarah.

Di Australia misalnya, jika ada penemuan potensi tambang


baru di wilayah tertentu maka sejarawan diminta pendapatnya
berkenaan dengan tempat itu, apakah tempat tersebut menjadi
wilayah “sakral” penduduk asli Aborijin atau satu wilayah
bebas? Hal seperti ini dapat dikonfimasi dengan melakukan
riset kearsipan perkembangan wilayah, bahkan bila
menungkinkan melakukan wawancara langsung sebagai bagian
dari sejarah lisan kepada tetua penduduk Aborijin setempat.
Satu tempat yang meninggalkan banyak jejak sejarah misalnya
bisa berubah menjadi satu historic town, atau kota bersejarah
kemudian menjadi satu konsumsi turis (historic tours) yang
bermanfaat.

32
E. JENIS DAN PROFESI DALAM SEJARAH PUBLIK

Gambar 1. Peta Fungsi Tenaga Kesejarahan, Subdit Tenaga


Kesejarahan, Direktorat Sejarah

Direktorat Tenaga Kesejarahan, Direktorat Sejarah


mengidentifikasikan profesi di bidang sejarah di Indonesia, yang
termuat dalam ilustrasi peta fungsi di atas. Sementara Faye
Sayer9 dalam bukunya tentang Sejarah Publik, memaparkan
secara rinci jenis profesi dan institusi yang berkaitan dengan
sejarah publik :

9Faye Sayer. Public History. A Practical Guide. New York: Bloomsburry Academic, 2015,
hlm. 88-171-

33
1. Museum, Arsip dan Situs Bersejarah
Museum, arsip dan situs bersejarah bukan hanya
merupakan gudang penyimpanan sejarah, tapi juga
merupakan fasilitas sejarah publik yang aktif, dimana kisah-
kisah masa lampau dikomunikasikan kepada publik. Secara
praktis, museum mengkomunikasikan masa lampau melalui
artifak-artifak sejarah. Sementara itu, Arsip adalah tempat
penyimpanan dokumen atau catatan bersejarah. Situs-situs
bersejarah (heritage centres) mempersembahkan rekreasi dan
reksontruksi sejarah. Dalam kenyataan, pembagian ini
menjadi lebih kompleks, fungsi dan fasilitas yang melekat
menjadi tidak ekslusif, karena adanya ketertkaitan satu
dengan lainnnya. Sebagai contoh, situs-situs bersejarah
memuat display artifak-artifak seperti halnya di museum,
sementara museum juga dapat memuat koleksi arsip yang
dapat dipresentasikan dalam koleksinya, dan arsip
memerlukan satu pengelolaan bahan sehingga dapat
menciptakan satu museum.10 Dengan demikian batasan
fungsi yang mereka emban seringkali kabur.
Museum dan arsip, sebagai aktivitas sejarah publik
menyediakan historiografi sejarah publik dan merupakan titik
awal yang ideal, untuk memahami pertumbuhan dan
perkembangan sejarah publik secara nyata.11 Hal ini yang
akan memberdayakan publik untuk berubah dari konsumen
sejarah yang pasif menjadi lebih aktif dengan ikut
“mengintepretasikan“ masa lampau. Museum menjadi garda
terdepan yang kritis terhadap sejarah publik dan memberikan

10Faye Sayer, Ibid. Untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai penjelasan ini yang
saling terkait, cobalah melihat museum terdekat atau ke Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI), dengan Diorama Perjalanan Kehidupan Bangsa, yang merupakan museum dengan
presentasi utamanya berdasarkan koleksi arsip http://www.anri.go.id/home.
https://sejarah-nusantara.anri.go.id, untuk memperoleh gambaran koleksi diorama lihat
http://www.kompasiana.com/dita.widodo/belajar-asyik-sejarah-perjalanan-bangsa-di-
anri_5529427e6ea834ff2d8b45dc

11 Franco, B., “Public history and memory: a museum perspective,” The Public Historian, 19
(2), 1977, hlm. 66.

34
contoh kunci pendekatan inovatif atas komunikasi sejarah.
Museum dan arsip dapat dikatakan sebagai “gudangnya“
warisan masa lampau satu bangsa, dengan koleksinya yang
merepresentasikan kebudayaan dan indentitas nasionalnya.

2. Guru Sejarah
Profesi guru sejarah adalah salah satu contoh dari
sejarah publik yang paling nyata, sesuai dengan definisinya,
mereka yang bekerja di luar dunia akademik. Guru sejarah
juga merupakan agen perubahan pada generasi muda
khususnya dalam upaya penanaman nilai-nilai luhur satu
bangsa melalui pengajaran sejarah. Perkembangan
pengajaran sejarah juga semakin maju dengan diterapkannya
pendekatan baru dalam pengajaran sejarah, dengan lebih
banyak memberikan praktek lapangan kepada para siswa.
Misalnya dengan melihat langsung artifak, latihan peran serta
(role-playing exercises), dan pemanfaatan multimedia. Semua
paradigma baru ini bertujuan untuk menjadikan belajar dan
mengajar sejarah menjadi lebih ramah (user-friendly), atau
lebih membumi dengan memperkenalkan unsur-unsur
hiburan dan partisipasi.12
Kuntowodjojo membagi pembelajaran sejarah yang
disesuaikandengan jenjang pendidikan yang ditempuh.
Tingkat SD, sejarah dapat diberikan dengan pendekatan
estetis, untuk menanamkan cinta perjuangan, pahlawan,
tanah air dan bangsa. Untuk SLTP, dengan pendekatan etis
dengan menanamkan penegertian bahwa mereka hidup
bersama orang, masyarakat dan kebudayaan lain sehingga
memahami kehidupan dalam masyarakat majemuk. Tingkat
SMU, sejarah diberikan secara kritis dengan mengulas
mengapa suatu peristiwa terjadi, dank e mana arah kejadian-
kejadian masa lampau itu. Sedangkan di tingkat perguruan
tinggi, sejarah diberikan secara akademis. Mahasiswa
mempelajari perubahan dalam masyarakat dengan latar
belakang sejarah dan budaya yang berbeda, mempunyai
12 Sayer, Faye, Op.Cit. hlm. 139.

35
gambaran tentang kesinambungan dan perubahan dan
dengan ilmunya dapat melihat perkembangan yang terjadi.13

3. Komunitas Sejarah
Komunitas Sejarah merupakan keterlibatan publik
secara langsung, biasanya ditentukan secara geografis
berhubungan dengan sejarah lokalnya. Kegiatan atau
penelitian yang dilakukan komunitas menfasilitasi publik
untuk secara langsung terlibat dalam proses investegasi
sejarah, interpretasi, presentasi, dan perlindungan (situs
sejarah). Proyek semacam ini biasanya dilakukan
kelompok atau komunitas sejarah yang ada dalam
masyarakat.14 Komunitas Sejarah memakai serangkaian
metode yang berhubungan dengan aktivitas kesejarahan,
seperti riset kearsipan, gedung atau bangunan

bersejarah, survey atas situs tertentu sampai kepada


sejarah lisan, deteksi metal atau logam (untuk
memperkirakan usia satu artifak) serta penggalian situs
arkeologi. Aktivitas beragam ini kemudian berdampak luas
pada bagaimana kegiatan ini kemudian dipresentasikan
kepada publik, melalui penerbitan buku, pembuatan dan
pengelolaan situs web, media digital, musuem komunitas,
jelajah sejarah, pameran, ekskavasi, sampai seminar-
seminar.15

13 Kuntiwidjojo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang, 2005, hlm. 7-8.

14 Sayer, Faye. Op.cit. hlm. 209-210


15
De Groot, J. Consuming History: Historians and Heritage in Contemporary Culture.
London, Routledge, 2009.

36
Gambar 2. Salah satu kegiatan komunitas sejarah
di Semarang

Sumber http://lopensemarang.blogspot.co.id

4. Media (Media History)


Dua dekade belakangan ini, sejarah publik dalam
wujud siaran televisi, radio dan penulisan populer
berkembang dengan pesat.16 Presentasi kesejarahan dalam
bentuk ini dikategorikan dalam sejarah populer.17
Mengkomunikasikan sejarah kepada khalayak luas
membutuhkan kisah sejarah, ide-ide dan riset. Presentasi

16De Groot, J. Consuming History: Historians and Heritage in Contemporary Culture.


London, Routledge, 2009, hlm. 279.

17Lihat Jordanova, L., History in Practice. London: Bloomsbury Academic, 2010; De Groot,
Consuming History; dan lihat juga bahasan khusus mengenai film sejarah karya
Rosentsone, R., Visions of the Past: The Challenge of Film to Our Idea of History. Cambridge,
MA: Harvard University Press, 1995.

37
kisah sejarah akademik menjadi satu format sejarah yang
dapat diakses dengan mudah, seperti, siaran televisi, radio,
dan artikel dalam buku-buku dan majalah sangat jelas
konsumennya yakni publik secara luas. Dengan format
presentasi kesejarahan seperti ini, sudah dapat dipastikan
menjadi satu kegiatan yang melibatkan publik dengan
sejarah.
Tentu saja keberhasilan dalam menterjemahkan
sejarah dalam kebudayaan populer membutuhkan
penguasaan komunikasi dengan bermacam subyeknya,
seperti film, televisi, radio dan buku. Sejarah diadaptasi ke
pasar publik dengan menyuguhkan kisah yang menarik
dengan penggunaan bahasa yang mudah dipahami. Dapat
dibayangkan tayangan sejarah yang dipresentasikan secara
kaku dan lebih menonjolkan sifat akadmiknya akan
membuat penonton bosan dan tidak paham dengan kisah
yang sedang disajikan. Sehingga memang dibutuhkan
keahlian dalam mempresentasikan kisah sejarah ini dalam
satu wujud tayangan yang populer. Sejarawan yang terlibat
di dalamnya harus dapat bertindak sebagai „pendongeng
sejarah“ untuk bisa menyatukan semua informasi
kesejarahan yang mudah dipahami oleh publik.

5. Media Digital
Kemajuan teknologi abad ini adalah internet, yang
telah mengubah komunikasi antar umat manusia menjadi
semakin tanpa batas, waktu dan tempat. Hampir semua
aktivitas manusia menjadi “digital”, mendekatkan yang jauh
tapi juga menjauhkan yang semula dekat (secara fisik).
Hadirnya media sosial dalam komunikasi antar umat
manusia juga berdampak pada bentuk baru presentasi
sejarah kepada publik. Media digital dalam berbagai
bentuknya menjadi representasi baru sejarah populer.
Faye Sayer mengungkapkan bagaimana media digital telah
merambah berbagai sektor kesejarahan, termasuk
didalamnya museum, arsip dan situs sejarah (heritage
centers), juga di pendidikan (sejarah), komunitas sejarah
38
dan sejarah politik.18 Media digital dimanfaatkan di bidang
kesejarahan sebagai bentuk komunikasi dan presentasi
sejarah ke masyarakat luas, dan menciptakan jaringan
informasi kesejarahan digital yang dapat dibagikan pula
kepada penikmat sejarah tradisional.

Gambar 3. Laman Facebook Sejarah milik Hoesein Rushdy

18 Sayer, Fayer. Public History. Practical Guide, hlm. 392-444

39
Gambar 4. Contoh Laman Media Digital Akun Twitter
tentang Sejarah Indonesia

Sejarah publik telah mengubah penggunaan media


digital, termasuk di dalamnya penggunaan jaringan digital
untuk menyediakan akses terbuka terhadap koleksi
museum, dikenal sebagai “cyber-museology”, untuk publik;
bentuk lainnya adalah berkembangnya mekanisme
berkomunikasi jenis baru melalui media sosial, seperti
Facebook dan Twitter dan penggunaan teknologi web yang
memungkin terjadinya partisipasi publik. Tren baru ini
menjadi menarik untuk disimak berkenaan dengan
bagaimana publik berpartisipasi pada isu-isu sejarah yang
disajikan.
Sehingga dapat disimpulkan, digital media dan akses
media sosial akan menjadi media baru yang akan
diperhitungkan dalam penelitian dan presentasi sejarah di
masa datang.

40
F. LATIHAN
1. Jelaskan pengertian sejarah.
2. Apa yang dimaksud guna sejarah, sebutkan dan jelaskan.
3. Jelaskan perbedaan mitos dengan sejarah.
4. Apa yang dimaksud sejarah publik, apa bedanya dengan
sejarah akademik (profesional)? Jelaskan
5. Dengan melihat kategori jenis profesi dalam sejarah publik,
dimana Anda menempatkan diri sebagai sejarawan publik?
(lihat bagan profesi sejarah)

41
BAB III
PENUTUP

A. RANGKUMAN

Ilmu sejarah menjadi bagian penting dalam kehidupan


manusia, baik sebagai pribadi maupun bagian dalam
masyarakat. Manusia memiliki sejarah hidupnya sendiri, dalam
tingkatan yang lebih luas masyarakat juga memiliki sejarahnya
sendiri. Sejarah sebagaimana lazimnya ilmu sosial lainnya juga
memiliki metode. Metode sejarah secara akademik digunakan
untuk mengumpulkan data dan fakta berdasar dokumen atau
kesaksian, sehingga kisah sejarah yang disajikan dapat
dipertaggungjawabkan sebagai satu peristiwa sejarah yang valid.
Hal ini tent amat berbeda dengan kiah yang berupa mitos dalam
masyarakat yang dari segi sumber dan data sulit atau bahkan
tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.

B. KUNCI JAWABAN

1. Pengetahuan tentang masa lampau


2. Guna sejarah terbagi empat (1) sejarah sebagai ilmu, (2)
sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3) sejarah
sebagai pernyataan pendapat, (4) sejarah sebagai profesi.
3. Mitos berupa cerita masa lampau yang tidak didukung
sumber (dari mulut ke mulut, turun menurun); sejarah,
peristiwa masa lampau dengan bukti sejarah berupa
dokumen atau kesaksian.
4. Sejarah publik, adalah sejarah non akademik yang
presentasinya kepada publik atau masyarakat luas.
Sejarawan akademik (professional) adalah sejarawan yang
berkiprah di perguruan tinggi.
5. Jawaban variatif sesuai identifikasi diri dengan profesi
sejarah yang ada.

42
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 2001. Nasionalisme dan Sejarah. Bandung:


Satya Historika.
--------------------, 1979. Sejarah lokal di Indonesia. Jogyakarta:
Gadjah Mada University.
Ashton, Paul & Hilda Kean (Eds.). 2009. People and their Pasts.
Public History Today. New York: Palgrave Macmillan.

Banner, James M. Banner Jr. 2012. Being a Historian. An


Introduction tot he Professional World of History. New York:
Cambridge University Press.
Carr, Edward Hallett. 1961. What is History?. New York: Vintage
Book.
--------------- Apa Itu Sejarah. 2014. Jakarta: Komunitas Bambu.
Cortada, James W. 2012. History Hunting. A Guide for A Fellow
Adventures. New York, M.E. Sharpe.
Cullen, Jim. 2013. Essaying the Past. How to Read, Write, and
Think about History (2nd Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell.
Daniels, Robert. 1972. Studying History: How and
Why.Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
de Groot, Jerome. 2009. Consuming History. Historian and
heritage in contemporary popular culture. New York:
Routledge.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2005. Pedoman
Penulisan Sejarah Lokal (Jakarta: Direktorat Nilai Sejarah.
Gottschalk, Louis. 1975. Terjemahan Nugroho Notosusanto.
Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.
Hamilton, Paula and Linda Shopes (Eds.). 2008. Oral History and
Public Memories. Philladelpia: Temple University Press.
Huen, P. Lim Pui. et.al., (editor), 2000. Sejarah Lisan di Asia
Tenggara: Teori dan Metode Jakarta: LP3ES.
Notosusanto, Nugroho. 1993. Norma-Norma Dasar Penelitian dan
Penulisan Sejarah (Jakarta: Markas Besar Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia Pusat Sejarah dan Tradisi
ABRI.

43
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam
Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
--------------. 2001. Indonesian Historiography. Yogyakarta:
Kanisius.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. edisi ke-2. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
----------------. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
----------------. 2008. Penjelasan Sejarah. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Kyvig, David E and Myron A. 2010. Marty. Nearby History.
Exploring the Past Around You (3rd Ed.). Lanham Maryland,
Altamira.
Sayer, Faye. 2015. Public History. A Practical Guide. London:
Bloommsbury Academic.

44
LAMPIRAN

45

Anda mungkin juga menyukai