Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Pewarisan Sejarah Melalui Pembelajaran

”Disusun dalam memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Sejarah
Eropa (AKBK1206)”

Dosen Pengampu:
Dr. Mohammad Zaenal Arifin Anis, M.Hum.
Mansyur, S.Pd.,M.Hum.

Disusun Oleh:

Kelompok II

Muhammad Alian Noor (2010111310005)


Parid Wajdi Almujtaba (2010111210011)
Rahmatullah (2010111110006 )
Kelas : A1
Mata Kuliah: Sejarah Eropa

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN


PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU


PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah
Eropa.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Dr. Mohammad Zaenal
Arifin Anis, M.Hum. dan Mansyur, S.Pd.,M.Hum. yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
penulis tekuni.
Makalah ini dapat terselesaikan tidak lepas karena bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak yang tulus dan sabar memberikan sumbangan baik berupa ide, materi
pembahasan dan juga bantuan lainnya yang tidak dapat dijelaskan satu persatu.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan mengenai


”Pewarisan Sejarah Lokal Melalui Pembelajaran” yang penulis sajikan berdasarkan dari
sumber informasi artikel karya ilmiah dari Dr. Mohammad Zaenal Arifin Anis, M.Hum.
yang berjudul Sejarah Bukan Warisan Melainkan Pembelajaran yang diterbitkan pada
tahun 2015 yang memiliki 12 halaman dan referensi lainya. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengampu penulis meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah penulis di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.

ii
DAFTAR ISI

Hal.
KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
2.1 Pembelajaran Sejarah Secara Umum ........................................................ 3
2.2 Sejarah Sebagai Ilmu ................................................................................ 3
2.3 Model-model Pembelajaran Sejarah ......................................................... 5
2.4 Berpikir Historis ....................................................................................... 7
BAB III................................................................................................................ 10
PENUTUP........................................................................................................ 10
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 10
3.2 Saran ....................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tujuan pendidikan adalah merupakan salah satu komponen yang sangat
penting dalam keseluruhan sistem pendidikan karena akan memberikan arah
dalam proses kegiatan pendidikan, sehingga penyelenggaraan pendidikan
diharapkan dapat membekali para pendidik dengan sebagai pengetahuan,
kecakapan, dan keterampilan serta motivasi ingin maju untuk dapat berpartisipasi
secara aktif dalam pelaksanaan proses pembelajaran sebagai salah satu upaya
untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan disekolah dengan cara melalui
perbaikan proses belajar mengajar.
Sebagai sarana pendidikan, pengajaran sejarah termasuk pengajaran
normatif, karena tujuan dan sarannya lebih ditujukan pada segi-segi normatif yaitu
segi nilai dan makna yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri melalui
pengajaran sejarah, peserta didik mampu mengembangkan kompetensi untuk
berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang
dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan
perubahan masyarakat serta keragaman sosial dalam rangka menemukan dan
menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia.
Pengajaran sejarah juga bertujuan agar peserta didik menyadari adanya
keragaman pengalaman hidup pada masing-masing masyarakat dan adanya cara
pandang yang berbeda terhadap masa lampau untuk memahami masa kini dan
membangun pengetahuan serta pemahaman untuk menghadapi masa yang akan
datang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan di bahas di
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu pembelajaran sejarah ?
2. Apa saja model-model pembelajaran sejarah ?
3. Apa maksud dari berpikir historis ?

1
2

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar para pembaca dapat memahami pengertian Sejarah dan pembelajaran
sejarah lokal
2. Agar dapat mengetahui Model-model Pembelajaran Sejarah
3. Agar dapat menambah bahan bacaan para pembaca
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Sejarah Secara Umum


Secara umum, belajar dikatakan sebagai proses interaksi antara diri manusia
dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori.
Belajar adalah perubahan tingkah laku. Orang yang tadinya tidak tahu setelah belajar
menjadi tahu. Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya kondisi
lingkungan yang lebih kondusif. Hal ini berkaitan dengan mengajar. Mengajar diartikan
sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya
proses belajar. Sistem lingkungan belajar ini sendiri terdiri atau dipengaruhi oleh
berbagai komponen yang masing-masing akan saling mempengaruhi. Seseorang akan
berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Inilah
prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran. Keinginan atau
dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan motivasi.
Motivasi diterapkan dalam berbagai kegiatan, tidak terkecuali dalam belajar.
Betapa pentingnya motivasi dalam belajar, karena keberadaannya sangat berarti bagi
perbuatan belajar. Selain itu motivasi merupakan pengaruh untuk perbuatan belajar
kepada tujuan yang jelas yang diharapkan dapat dicapai. Begitu pula halnya bila dilihat
dalam proes belajar mengajar sejarah. Banyak siswa yang merasa bahwa pelajaran
sejarah adalah pelajaran yang kurang penting dan sangat membosankan, jika terjadi
kebosanan pada siswa juga akan berpengaruh pada motivasinya untuk belajar maka hal
selain itu juga berdampak pada tinggi rendahnya prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran sejarah.
Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi dalam mempelajari sejarah akan
melakukan kegiatan lebih cepat dibandingkan dengan siswa yang kurang termotivasi
dalam mempelajari sejarah. Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi dalam
mempelajari sejarah maka prestasi yang diraih juga akan lebih baik.

2.2 Sejarah Sebagai Ilmu


Sejarah merupakan ilmu tertua dan tentunya sejarah sudah memiliki ciri-ciri
sebagai ilmu. Namun sejarah sebagai suatu disiplin ilmu dalam istilah modern lahir
pada abad ke-19 bersamaan dengan gerakan spesialisasi ilmu-ilmu sosial. Gerakan
spesialisasi mendorong sejarah menandaskan jati dirinya seperti halnya dengan

3
4

sosiologi, antropologi, dan psikologi, sehingga cakupan sejarah ini lebih sempit
daripada cakupan ilmu sejarah sebelumnya. Arsitek sejarah dalam pengertian “modern”
adalah Otto van Ranke.1 Berbeda dengan tradisi sebelumnya yang menggunakan kronik
maka sejarah modern menekankan penggunaan arsip dalam penulisan sejarah. Sejarah
modern lahir dan berkembang dengan sponsor negara modern yang membutuhkan
legitimasi dari sejarah, dan sebaliknya sejarah menggunakan arsip-arsip yang
dihasilkan oleh lembaga negara modern. Lahirnya sejarah modern bukan tanpa kritik,
karena ternyata sejarah modern cenderung sebagai sejarah politik, yang menekankan
peranan orang-orang besar.
Ciri-ciri sejarah sebagai ilmu dalam pengertian modern tidak dapat dilepaskan
dari latar belakang Eropa pada era modern. Pada masa itu ada pertentangan antara
aliran filsafat positivisme dan filsafat hermeneutika. Era modern yang ditandai oleh
berkembangnya rasionalisme mendorong tumbuhnya aliran filsafat Positivisme, yang
beranggapan bahwa suatu ilmu harus didasarkan pada prosedur pokok:
observasi/experimen – formulasi konsep-konsep – verifikasi. Metoda dasar yang
dikembangkan disini adalah metode nomotetis, yaitu suatu metoda yang bertujuan
untuk merumuskan hukum-hukum yang berlaku umum (general laws) atau disebut juga
membuat generalisasi. Generalisasi ini dimaksudkan untuk menerangkan (erklaeren)
gejala-gejala yang diamati. Di pihak lain, pada abad ke-19 di Eropa berkembang pula
kelompok hermeneutika yang menolak keharusan metoda yang ditawarkan oleh kaum
Positivis. Mereka menekankan metoda ideografis dalam kegiatan kelimuannya, yaitu
usaha untuk mencapai gambaran-gambaran khusus dari gejala alam, terutama yang
menyangkut kehidupan manusia. Metoda ideografis ini bermaksud menjelaskan gejala-
gejala yang diamati secara mendetail agar dapat mengerti (verstehen) secara lengkap.
Sebagai ilmu sejarah termasuk ilmu-ilmu empiris (bahasa Yunani emperia
berarti pengalaman). Pengalaman itu direkam dalam dokumen. Dokumen-dokumen
itulah yang diteliti sejarahwan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta itulah yang
diinterpretasi. Dari interpretasi atas fakta-fakta barulah muncul tulisan sejarah.

1
Robert Eaglestone, Posmodrnisme dan Penolakan Holicaust, Yogyakarta: Jendela, 25.
5

2.3 Model-model Pembelajaran Sejarah


Model secara umum adalah sebuah kata kerja dapat diartikan sebagai
memperagakan. Dalam konteks ini, secara difinitif model dimaknai sebagai sebuah
kerangka konseptual yang dikembangkan dan diaplikasikan untuk melakukan suatu
aktivitas dalam proses pembelajaran. Joyce, Weil dan Calhoun (2011: 7), menyatakan,
bahwa model pembelajaran merupakan gambaran lingkungan pembelajaran, juga
meliputi tatalaku guru ketika model itu diaplikasikan. Secara tersirat model
pembelajaran yang dimaksud oleh Joyce, Weil dan Calhoun model pembelajaran dapat
membantu siswa dalam memperoleh informasi, gagasan, ketrampilan, nilai dan
membantu siswa bagaimana belajar.

Model pembelajaran tidak dapat menggantikan kemampuan dan kualtias guru


dan bukan sebuah data, karena sifatnya imitasi. Eggen, Kauchak, dan Harder (2012:
44) menegaskan, bahwa model pembelajaran hanyalah sebuah alat untuk menolong
guru mengajar lebih efektif, sistimatik, dan efesien. Model pembelajaran digunakan
secara lentur sehingga guru dapat kreatif. Pandangan ini mengisyaratkan, bahwa
model pembelajaran membuat siswa lebih ria dalam proses transmisi pengetahuan.

Menarik dicermati model-model pembelajaran sejarah yang ditawarkan oleh


Garvey and Krug. Model ini bertujuan untuk menumbuhkan imajinasi siswa dalam
memecahkan masalah yang berhubungan dengan 1) imaginative learning dan 2)
picture and mental development.

Model picture study terdiri dari beberapa langkah, yaitu 1) picture wokkcards
for group study, 2) workcards for individual learning, 3) class use of textbook picture,
4) wall displays, 5) filmstripe, slides, 6) making pictures. Pada pelaksanaan model ini
dalam pembelajaran sejarah, harus diperhatikan beberapa hal berikut: 1) memilih
gambar yang sesuai dengan materi sejarah yang dipelajari, 2) memilih gambar yang
tersedia dengan lebih mementingkan relevansi terhadap materi daripada atraktifnya,
3) gambar yang sulit tidak dihindari, tetapi diperlukan untuk studi siswa dengan
bantuan pertanyaan, 4) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menginterpretasi
gambar sesuai dengan kemampuan mereka, 5) dinding pajangan harus jelas,
sederhana dan dapat terlihat, dan 6) dinding pajangan diatur dengan pertanyaan atau
penjelasan yang mengundang pengujian dan komentar siswa.
6

Document study pada dasarnya adalah pembelajaran dengan menggunakan


dokumen sebagai sumber belajar. Menurut Garvey and Krug, document study adalah
a period of revision director to a wall map of the area, a period of individual reading
of the cyclo styled material, then a teacher directed of the documents. Tujuan model
ini adalah to describe to translate and to interpret dengan memberikan kesempatan
kepada siswa learning by doing dan latihan proses berpikir kesejarahan. Menurutnya,
jenis dokumen yang digunakan adalah original historical evidence, photographic
reproductions of original evidence, printed document. Dalam implementasi model ini
hendaknya diperhatikan tentang: 1) selection of the document, 2) preparation of the
document, dan 3) presentation of the document.

Questioning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada


keterampilan bertanya dengan menggunakan pembelajaran berbentuk pemecahan
masalah (problem solving). Teknik bertanya dalam model ini dilakukan dengan cara
closed questions dan open questions. Menurut Gurvey and Krug, berbagai pertanyaan
yang disarankan dalam model ini sebagai berikut: 1) comprehension questions, 2)
interpretation questions, 3) exploration questions, 4) invention questions, 5)
evaluation questions.

Text book study bertujuan agar peserta didik dapat menemukan keterangan
khusus dari buku teks dan dapat mengingat perbedaan batasan pengertian anatara satu
dengan Iainya, serta dapat mengamati peristiwa berdasarkan informasi atau gambar di
dalam buku. Model ini dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam reference
skills, comprehensions skills, analytical and critical skills. Dan note making skills.
Adapun note making adalah kebiasaan yang dapat menumbuhkan kebiasaan untuk
membaca dan menulis yang kemudian dapat mengembangkan kebiasaan berpikir
analisis, sehingga siswa akhirnya dapat berimajinasi tentang peristiwa sejarah.

Map study dijelaskan oleh Garvey and Krug berfungsi sebagai: I) suatu
ilustrasi atau bantuan visual yang dapat membantu siswa dalam memahami peristiwa
atau topic tertentu, 2) sumber bagi siswa dalam mempelajari sejarah yang
berhubungan dengan peristiwa perang, migrasi, rute perdagangan yang dapat
ditemukan dalam atlas atau interaksi geografi dan sejarah, hubungan antar lingkungan
dan aktivitas kehidupan. Tujuan model ini adalah agar siswa dapat mengembangkan
kemampuan menyelidiki, mencermati, dan menyadari bahwa adanya pertalian yang
7

erat antara faktor geografi dan fakta sejarah yang melibatkan lingkungan dan ekologi
ke dalam hipotesis sejarah.

2.4 Berpikir Historis


Berpikir historis pada dasar adalah aktivitas berpikir seseorang layaknya
sejarawan yang sedang mengkritik sumber berbentuk dokumen. Dalam kata lain
pekerjaan yang bertalian dengan sejarah merupakan berpikir historis, begitulah hemat
Burenheide seperti yang dikutip oleh Alfian (2014: 137). Menarik dicermati
pandangan Wineburg (2006: 43) pada dasarnya mempunyai arti bagaimana
memetakan masa depan dengan mengajarkan masa lalu. Tepatnya berpikir historis
menurut Wineburg diawali dengan tindakan menghubungkaitkan (connecting),
menganalisis (analyzing) dan menerapkan (applying) konsep- konsep sejarah yang
digunakan dalam membat opini tentang konsep sejarah. Menyatakan sesuatu tentang
sejarah yang dilandasi dengan pijakan-pijakan fakta sejarah sudah dapat dikategorikan
berfikir historis. Seixas (2000: 20), menambah unsur-unsur berpikir historis, yaitu:

(1) signifikansi berurusan dengan tokoh, gagasan, peristiwa, lokasi


peristiwa yang dianggap penting dan mengapa penting. Peristiwa itu
menjadi signifikan karena mempunyai hubung kait dengan peristiwa
lainnya dan terutama pada masa sekarang, (2) epistemologi dan bukti
dekat sekali dengan metode sejarah yang mempertanyakan tentang
masa lalu, reliabilitas bukti itu dan bagaimana bisa terjadi perbedaan
interprestasi, (3) kontinuitas dan perubahan pada dasarnya terikat
dalam dimensi waktu dan bersifat relasional. Dimensi waktu tidak
dapat dipisahkan dalam ruang, bahkan ini menjadi ciri ilmu sejarah
dibandingkan dengan ilmu sosial lainnya. Setiap peristiwa, perubahan,
gerakan, proses dan kedinamikaan secara tersirat menyatakan tentang
waktu. Dalam konteks ini, menata rangkaian waktu dan memahami
jiwa waktu menjadi penting, (4) berkembang dan runtuh sangat
bertalian dengan pertanyaan apa dan mengapa, sehingga dapat
membandingkan fenomena sejarah, (5) empati dan keputusan moral
(historical perspective- taking) merupakan bagian memahami
fenomena sejarah, dan (6) agensi sejarah bahwa semua fenomena
8

sejarah selalu digerakan oleh pelaku sejarah, tetapi pertanyaan


siapanya bisa dijawab oleh tokoh tokoh besar bisa juga dari kelompok
sosial, misalnya kaum petani, kaum muda, buruh, guru, teknokrat,
bahkan kaum wanita.

Berpikir sejarah menurut Brophy dan Alleman (1996: 123) mengatakan,“The thinking
skills standards focus on five graups of historical thinking skills, choronological
thinking, historical comprehension, historical analysis and interpretation, historical
comprehension, historical capabilities, historical issues-analysis and decision
making.” Berpikir historis juga dikemukakan oleh Hasan (2010: 3), yang berujar,
bahwa berpikir historis bertalian dengan ketrampilan intelektual dan ketrampilan
habitual. Dalam konteks ini, guru selalu melakukan aplikasi, analisis, evaluasi, dan
kreatif dalam merancang pembelajaran sejarah dengan menularkan kepada siswa.
Sejarah dalam konteks pendidikan sejarah merupakan mata pelajaran yang mampu
membangun beragam keterampilan baik bersifat kognitif maupun efektif.

Membangun berpikir sejarah diperlukan pertalian antara teori-teori yang ada dalam
ilmu sejarah dengan landasan filosofis dan teori dalam pendidikan sejarah. Hakekat
sejarah sebagai ilmu berurusan dengan waktu dan ruang dalam upayanya memahami
beragam aktivitas manusia. Dalam konteks waktu, yang harus dikembangkan
bagaimana pembelajaran sejarah memiliki konteks waktu dalam pendidikan. Konsep
waktu dalam sejarah tidak hanya membincangkan masa lalu, tetapi masa kini dan
meneropong masa depan, atau dikenal dengan sejarah visioner. Dalam konteks ini
sangat terlihat hakekat dari sejarahnya, yaitu kesinambungan dan perubahan. Bahasa
lainnya adalah adalah masa lalu menentukan masa sekarang, dan masa sekarang
menentukan masa yang akan datang.

Narasi di atas tentang berpikir historis mengisyaratkan suatu arti tentang bagaimana
memetakan masa depan dengan mengajarkan masa lalu. Hemat Wineburg (2006: 17)
berpikir historis mengharuskan kita mempertemukan dua pandangan yang saling
beroposisi: pertama, cara berpikir yang digunakan selama ini adalah warisan yang
tidak dapat disingkirkan dan kedua, jika tidak berupaya menyingkirkan warisan itu
maka gunakan presentism yang membuat pikiran kita buntu, yang melihat masa lalu
dengan kacamata sekarang. Pandangan Wineburg mengisyaratkan, tidak tepat
9

anggapan yang menyatakan, bahwa sejarah adalah persoalan masa lalu yang tidak
penting untuk dikaji. Bahkan Dewey seperti yang dikutip dalam Ileris (20009: 110),
menyatakan, bahwa sejarah bukannya tidak penting, namun tidak semestinya
ditransfer sebagai sekumpulan pengetahuan yang statis melainkan sebagai bagian dari
penelitian atas tantangan kotemporer.

Narasi di atas jika didialogkan pendapat dari Wineburg, Saixas, Brophy dan Alleman,
dan Abdullah maka sintesisnya adalah berpikir historis dapat menyadarkan siswa dan
kita akan perbedaan-perbedaan yang melaluinya kita belajar tentang toleransi dan
kebebasan. Hal ini mungkin yang belum pernah diajarkan di sekolah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pembelajaran sejarah selalu dibingkai dalam cara berpikir historis sehingga


akan terlihat dialog antara masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang.
Memudahkan pembelajaran sejarah maka dianjurkan menggunakan model-model
dalam proses belajar mengajar sejarah sehingga memudahkan para pengajar sejarah
dalam membelajarkan sejarah kepada peserta didik.

3.2 Saran
Sikap positif siswa dalam proses belajar mengajar berpengaruh pada motivasi
dan hasil belajar siswa, dan motivasi siswa akan berpengaruh pada hasil belajar siswa.
Hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah mencakup kecakapan akademik,
kesadaran sejarah, dan nasionalisme.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anis, M. Z. A. (2015). Sejarah Bukan Warisan Melainkan Pembelajaran.Banjarmasin.,


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat

Anis, M. Z. A. (2016). Sejarah, Kesadaran Sejarah dan Pupusnya Identitas Nasional.


Banjarmasin., Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung
Mangkurat

11

Anda mungkin juga menyukai