Anda di halaman 1dari 23

Sejarah dan Ilmu Sosial

(disusun guna memenuhi nilai mata kuliah Filsafat Sejarah)

Dosen Pengampu :
Drs. Kayan Swastika, M.Si.
Robit Nurul Jamil, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Aulia Rachmanita Putri 200210302006
Siti Khoiriyah 200210302040

Filsafat Sejarah – B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sejarah dan Ilmu Sosial”. Makalah ini penulis kerjakan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Filsafat Sejarah pada Program Studi Pendidikan Sejarah. Penulis akui
dalam penyusunan makalah masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
harapkan mendapat masukan-masukan dari pembaca untuk membangun dan
melengkapi kesempurnaan makalah ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis ucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, terutama kepada Bapak Kayan Swastika,M.Si. dan Bapak Robit
Nurul Jamil, S.Pd.,M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Sejarah di
Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Jember. Penulis berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya.

Sabtu, 28 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB.1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 1
1.3 TUJUAN .................................................................................................. 1
1.4 MANFAAT .............................................................................................. 2
BAB.2 PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
2.1 PENGERTIAN SEJARAH DAN ILMU-ILMU SOSIAL ............................ 3
2.2 HUBUNGAN SEJARAH DAN ILMU-ILMU SOSIAL .............................. 4
2.2.1 Hubungan Sejarah dan Ilmu Politik ........................................................ 7
2.2.2 Hubungan Sejarah dan Geografi ............................................................. 8
2.2.3 Hubungan Sejarah dan Psikologi ............................................................ 9
2.2.4 Hubungan Sejarah dan Antropologi ..................................................... 10
2.2.5 Hubungan Sejarah dan Ekonomi .......................................................... 11
2.2.6 Hubungan Sejarah dan Sosiologi .......................................................... 12
2.3 PERBEDAAN SEJARAH DENGAN ILMU SOSIAL .............................. 13
2.4 PENGGUNAAN ILMU SOSIAL DALAM STUDI SEJARAH ................ 14
2.4 BATAS YANG SAMAR-SAMAR ANTARA PENGKAJIAN SEJARAH
DAN ILMU SOSIAL ........................................................................................ 16
BAB. 3 PENUTUP ............................................................................................... 18
KESIMPULAN ................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii
BAB.1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sejarah dan ilmu social memiliki hubungan timbal balik, keduanya saling
menguntungkan. Dalam sejarah baru yang hadir berkat adanya ilmu-ilmu social,
ilmu-ilmu social sebagai dasar penjelasan sejarah. Sejarah memiliki cara sendiri
dalam menghadapi objeknya, tetapi tetap saja belajar sejarah tidak dapat
dipisahkan dengan belajar ilmu-ilmu social. Dengan adanya ilmu-ilmu social
dapat hadir topic-topik sejarah baru. Perlu diperhatikan bahwa tujuan dari sejarah
dan ilmu-ilmu seosial berbeda. Sejarah bertujuan mempelajari hal-hal unik sekali
terjadi, dan ideografis,; sementara ketertarikan ilmu-ilmu social kepada hal umum,
ajek, nomotetis, dan merupakan pola. Selain tujuan, pendekatan sejarah dan ilmu
social juga berbeda. Pendekatan sejarah meliputi diakronik dan memanjang dalam
waktu, sedangkan ilmu social pendekatan sinkronik danmelebar dalam ruang.
Ilmu-ilmu social menekankan struktur dan sejarah menekankan proses. Penulisan
ini sebagai bekal agar dapat memahami pengertian, hubungan, perbedaan,
penggunaan, dan batas-batas sejarah dan ilmu social.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari disusunnya
Makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Apa pengertian dari Sejarah dan Ilmu Sosial?
2) Bagaimana hubungan Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial lainnya meliputi
ilmu politik, geografi, psikologi, antropologi, ekonomi dan sosiologi?
3) Bagaimana perbedaan Sejarah dengan Ilmu Sosial?
4) Bagaimana Penggunaan Ilmu Sosial dalam Studi Sejarah?
5) Bagiamana batas antara pengkajian ilmu sejarah dan ilmu social?
1.3 TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari disusunnya Makalah
ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui pengertian dari Sejarah dan Ilmu Sosial

1
2) Untuk mengetahui hubungan Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial lainnya
meliputi ilmu politik, geografi, psikologi, antropologi, ekonomi dan
sosiologi
3) Untuk mengetahui perbedaan Sejarah dengan Ilmu Sosial
4) Untuk mengetahui Penggunaan Ilmu Sosial dalam Studi Sejarah
5) Untuk mengetahui batas antara pengkajian ilmu sejarah dan ilmu sosial
1.4 MANFAAT
Berdasarkan tujuan diatas maka manfaat dari disusunnya Makalah ini adalah
sebagai berikut :
1) Bagi Peneliti : Menambah wawasan dan juga pengalaman mengenai
apasaja hubungan sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, hingga
menambah wawasan mengenai perbedaan sejarah dan ilmu sosial dan
pengunaan ilmu sosial dalam studi sejarah.
2) Bagi Pembaca : Menambah pengetahuan mengenai hubungan sejarah
dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti ilmu politik, geografi,
psikologi, antropologi, ekonomi dan sosiologi

2
BAB.2 PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN SEJARAH DAN ILMU-ILMU SOSIAL
Sejarah secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai peristiwa yang terjadi
pada masa lampau. Sejarah disebut sajaratun dalam bahasa Arab yang artinya
pohon dan keturunan. Muhammad Yamin bersuara bahwa sejarah ialah ilmu
pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat
dibuktikan kebenarannya. Selain Muhammad Yamin Moh. Hatta juga berpendapat
bahwa sejarah tidak hanya membuahkan kejadian masa lalu sebagai patokan,
tetapi pemahaman masa lampau yang mengandung berbagai dinamika, mungkin
berisi problematik pelajaran bagi manusia berikutnya. (Devianty, 2019). Sejarah
adalah rekonstruksi masa lalu. Jangan dibayangkan bahwa membangun kembali
masa lalu itu untuk kepentingan masa lalu sendiri; itu antikuarianisme dan bukan
sejarah. Juga jangan dibayangkan masa lalu yang jauh. Kata seorang sejarawan
Amerika, sejarah itu ibarat orang naik kereta menghadap ke belakang. Ia dapat
melihat ke belakang, kesamping kanan dan iri. Satu-satunya kendala ialah ia tidak
bisa melihat masa depan. (Kuntowijoyo, 2013).
Menurut MacKenzie (dalam Mukminan, 2015) lmu social dapat diartikan
sebagai semua bidang ilmu mengenai manusia dalam konteks sosialnya atau
sebagai anggota masyarakat (social sciences are all the academic disciplines
which deal with men in their social context). Setiap ilmu yang mempelajari dan
mengkaji aspek kehidupan manusia di masyarakat merupakan bagian dari ilmu
sosial. Aspek kehidupan manusia meliputi interaksi sosial, budaya, kebutuhan
materi, pendidikan, norma dan peraturan, sikap dan reaksi kejiwaan, geografi, dan
sebagainya. Aspek-aspek ini kemudian menghasilkan ilmu-ilmu sosial (IIS)
seperti Sosiologi, Antropologi, Ilmu Ekonomi, Ilmu Pendidikan, Ilmu Hukum,
Psikologi Sosial, Geografi, Sejarah, dan lain sebagainya. Manusia merupakan
obyek material dari ilmu social, terutama tingkah laku manusia dalam kelompok.
Obyek formal dari ilmu sosial adalah tinjauan dari aspek mana dan dalam rangka
kepentingan apa tingkah laku manusia tersebut dipelajari. Berdasarkan fakta
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu social pada dasarnya ialah
gabungan atau kumpulan dari ilmu tentang tingkah laku manusia. Misalnya

3
tingkah laku manusia dalam aspek ruang (space), aspek kelangkaan (scarcity),
aspek waktu budaya (time), aspek kekuatan (power), aspek kejiwaan (psycho),
aspek budaya (culture), aspek kemasyararakatan (society), akan menghasilkan
disiplin-disiplin geografi, ekonomi, sejarah, politik, psikologi, antropologi,
sosiologi, dan lain sebagainya.

2.2 HUBUNGAN SEJARAH DAN ILMU-ILMU SOSIAL


Dapat dikatakan bahwa antara ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya
memiliki keterkaitan yang sangat erat. Berbagai ilmu sosial memiliki pengaruh
yang besar dalam membantu penelaahan sejarah. Lalu hal inipun juga berlaku
sebaliknya, tujuan historis tak jarang digunakan untuk memperkaya penelaah
ilmu-ilmu sosial lain terutama dalam menjelaskan perkembangan ilmu-ilmu
tersebut dari waktu ke waktu. Maka hubungan itulah yang kini tidak bisa
dipisahkan diantara ilmu lain dengan ilmu sejarah, terutama saat menjelaskan
perkembangan ilmu-ilmu tersebut dari waktu ke waktu.
Meskipun sejarah memiliki sifat terbuka dalam penerimaan pendekatan
teoritis ilmu sosial guna memperkaya bentuk penelitian masa lalu, namun tidak
ada efek negatif dari terbukanya portal komunikasi interdisipliner itu. Menurut
Ankersmith, dalam kegiatan penelitiannya, batas-batas antara sejarah dan ilmu-
ilmu sosial, pengkajian sosio-ekonomis misalnya sering terlihat samar-samar.
Seorang sosiolog bisa saja melakukan penelitian historis, walaupun tetap saja
melakukan penelitian historis, walaupun tetap saja terdapet perbedaan formal
antara pengkajian sejarah dan sosial. Para sosiolog dalam kerjanya akan
merumuskan konsep-konsep umum dan generalisasi empiris. Pihak lain,
sejarahwan merumuskan yang singular, atau telaah akan peristiwa yang sekali
terjadi. Kondisi demikian dapat disimpulkan bahwa tapal batas antara pengkajian
sejarah dan ilmu-ilmu sosial, melainkan sejarah termasuk dalam lintang dari ilmu-
ilmu sosial itu sendiri. Ilmu-ilmu sosial memiliki komponen historis meskipun
tidak dalam bentuk teori namun sedikitnya dalam praktik-praktik tetapi
pengkajian sejarah tidak memiliki cukup ruang untuk menyimpan komponen
sosial-ekonomis (Ankersmith, 1987 : 225)

4
Perkembangan penelitian sejarah sejak Perang Dunia II menunjukkan
kecenderungan yang kuat terhadap pendekatan ilmu sosial dalam penelitian
sejarah. Pandangan Ankersmith tentang ini didasarkan pada ide-ide berikut:
1. Pertama, narasi deskriptif cerita tidak lagi memadai untuk menjelaskan
berbagai masalah dan fenomena kompleks dalam peristiwa sejarah.
2. Kedua, pendekatan multidimensi berdasarkan penggunaan konsep dan
teori ilmu sosial paling tepat untuk memahami fenomena atau masalah
yang kompleks ini.
3. Ketiga, dengan bantuan teori-teori ilmu sosial yang menunjukkan
hubungan antara berbagai faktor (inflasi, pendapatan nasional,
pengangguran, dll), gambaran masa lalu dapat dijelaskan secara rinci
secara kuantitatif dan kualitatif.
4. Keempat, teori ilmu sosial biasanya berkaitan dengan struktur umum
realitas sosio-historis. Oleh karena itu, teori-teori ini dapat digunakan
untuk menganalisis berbagai perubahan. Jika teori-teori sosial kredibel dan
kredibel, mereka juga dapat digunakan untuk mengandalkan studi sejarah
dan ilmu-ilmu sosial di mana studi telah terbukti valid.
5. Kelima, ilmu sejarah tidak terbatas pada kajian tentang hal-hal yang
berguna tentang “apa”, “siapa”, “kapan”, “di mana”, “bagaimana”, tetapi
berbagai struktur sosial ( Sosiologi), juga menjelaskan pola perilaku.
(Antropologi) dll. Kajian dengan pendekatan ini akan menghasilkan karya
sosiologis antropologis dan historis (Ankersmith, 1987: 245247).
Penggunaan ilmu-ilmu sosial sangat penting, tetapi beberapa orang menentang
atau tidak setuju dengan ide ini. Keberatan Ankersmith didasarkan pada empat
gagasan:
1. Pertama, sumber-sumber sejarah seringkali tidak lengkap dan karenanya
tidak memberikan pedoman penerapan teori ilmu sosial.
2. Kedua, pendekatan sosio-historis seringkali ditantang untuk menggerogoti
kekayaan sejarah, karena hanya tertarik pada aspek-aspek tertentu dari
masa lalu yang dapat digali dengan bantuan ilmu-ilmu sosial. Oleh karena
itu, masa lalu tidak dapat sepenuhnya dijelaskan.

5
3. Ketiga, penelitian tradisional memberikan pandangan sekilas ke masa lalu
daripada pendekatan sosio-ekonomi yang hanya menyajikan statistik.
Dalam konteks ini, pendekatan Hermean sebenarnya lebih berhasil
menggambarkan wajah masa lalu. 4th
4. Keempat pendekatan ilmu sosial ke masa lalu hanya dapat digunakan jika
Anda dapat mempercayainya. Validitas teori sosial sering diakui. Hal ini
sering didasarkan pada pandangan hidup, ideologi politik atau modernitas
saat ini (Ankersmith 1987: 247249).
Di sini, sejarah dianggap sebagai bagian dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki
hubungan atau hubungan yang sangat erat dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Dan
kembangkan apa yang dimaksud dengan konsep rekonsiliasi, atau proses
menyatukan ilmu-ilmu sosial interdisipliner. Proses ini berpendapat bahwa ilmu-
ilmu sosial dapat memberikan teori dan konsep sebagai alat analisis yang relevan
untuk menganalisis sejarah. Alat analisis dalam ilmu-ilmu sosial dipinjam karena
kurangnya teori dan sejarah tradisional mereka. Tetapi konsep sejarah sebagai
suatu sistem menjelaskan ilmu-ilmu sosial. Rekonsiliasi antara ilmu-ilmu sosial
dan sejarah terutama terlihat dalam metodologi yang berubah.
Sederhananya, kita dapat menyimpulkan bahwa sejarah dan ilmu-ilmu
sosial lainnya dapat secara sistematis saling mendekati untuk menyelidiki dan
memecahkan masalah-masalah tertentu. Tergantung pada beberapa mata pelajaran
dan tema, tetapi penggunaan konsep ilmu sosial menimbulkan banyak pertanyaan
dalam penelitian. Seiring waktu, Anda dapat menjawab dengan bantuan berbagai
disiplin ilmu. Disimpulkan bahwa hubungan antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial
lainnya saling berkaitan, saling melengkapi dan saling membutuhkan. Sejarah di
sini membutuhkan konsep dan teori yang ada dalam ilmu-ilmu sosial lainnya
sebagai bagian dari pendekatan interdisipliner agar dapat memahami fakta sejarah
secara utuh. Hal yang sama berlaku untuk ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu-ilmu
sosial lainnya membutuhkan analisis sejarah untuk memahami fenomena masa
lalu untuk menggeneralisasikannya ke masa kini. Selain itu, beberapa ilmu sosial
disajikan di persimpangan penelitian sejarah. Kami akan membahas enam bidang:
ilmu politik, geografi, psikologi, antropologi, ekonomi, dan sosiologi.

6
2.2.1 Hubungan Sejarah dan Ilmu Politik
Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana terbentuk
dan terbaginya sebuah kekuasaan. Atau dengan kata lain ilmu politik merupakan
ilmu yang memahami atau mempelajari mengenai kekuasaan. Beberapa unsur
yang selalu ada didalam proses atau gejala politik ialah kepemimpinan, otoritas,
ideologi, organisadi dan lain sebagainya.
Berdasarkan pernyataan yang berbunyi “ politik adalah sejarah masa kini
dan sejarah adalah politik masa lampau “. Dapat ditegaskan maka sejarah akan
senantiasa identik dengan politik, sejauh keduannya menunjukkan proses yang
mencakup keterlibatan para aktor dalam interaksinya serta peranannya dalam
usahanya memperoleh “apa, kapan serta bagaimana” (Kartodirdjo, 1992 : 148-
149).
Serta catatan sejarah diberbagai tertentu tidak dapat terlepas dari politik,
dan bahkan dapat dikatakan bahwa sejarah pastilah seputar kehidupan politik
suatu peradaban tertentu. Contoh : dominasi aspek politik dalam sejarah berkaitan
dengan penggunaan sumber sejarah :
- Bila sumber yang dikeluarkan berasal dari pemerintah, maka pada
umumnya berupa laporan kegiatan politik dan pemerintah
- Adapula catatan harian seorang raja. Umunya berkaitan dengan
kebijakan politik yang diambilnya dan masalah penguasaan wilayah
juga dominan dalam laporan resmi kerajaan.
Maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, sumber sejarah yang demikian
banyak memberi ruang dan informasi yang berikatan dengan perilaku politik
orang-orang besar. Penggunaan sumber dan konsep ilmu politik dapat
menghasilkan karya sejarah politik dan sejarah pemikiran politik. Dan ilmu politik
akan samar apabila tidak disertai dengan sejarah, dimana sejarah juga akan terlihat
tidak seimbang apabila tidak diiring ilmu politik. Kedua ilmu ini memliki suatu
ikatan yang tidak dapat dipisahkan. Yang mana setiap sejarah pasti diisi atau
diiringi dengan nama nama tokoh tokoh penting atau pemikir terdahulu, dimana
disini ilmu politik mengupas segala budang perkembangan suatu negara, dan hal
ini dikategorikan sebagai sejarah.

7
2.2.2 Hubungan Sejarah dan Geografi
Setiap peristiwa sejarah senantiasa memiliki lingkup temporal serta
spasialnya atau lingkup waktu dan ruang, dan dimana keduanya ini meruapakan
faktor yang membatasi fenomena sejarah tertentu sebagai unit atau kesatuan,
apakah itu perang, riwayat hidup, kerajaan dsb (Kuntowijoyo, 1992: 130). Adapun
terjalinnya sejarah dan geografi sedemikian eratnya sehingga dapat dikatakan
secara kiasan bahwa suatu daerah atau tempat memiliki ciri khas atau
karateristiknya karena bekas bekas peristiwa sejarah yang ada atau terjadi
ditempat itu, terutama juga monumen monumennya.
Geografi juga membantu mendukung proses penelitian sejarah dengan
mempelajari kondisi geografis daerah yang bersangkutan di masa lalu. Kemudian,
dengan menggunakan metode khusus yaitu “the setting of human activities” dan
rincian proses kerja, mengidentifikasi tahapan sejarah dan menyelidiki bagaimana
kondisi lingkungan alam di sana menggerakkan jalan sejarah. Oleh karena itu,
geografi memainkan peran penting di sini dalam bidang sejarah. Hal ini mengacu
pada unsur-unsur sejarah berupa peristiwa sejarah tempat atau ruang di mana
mereka terjadi atau ada. Ilmu sejarah sebagai penelitian manusia harus
memperhitungkan unsur ruang selain waktu. Dengan memperdalam pengetahuan
geografis Anda, cerita dapat menjelajahi latar belakang geografis cerita. Dengan
memeriksa lokasi, lokasi, atau area geografis, Anda dapat melihat bagaimana
orang terkadang memanfaatkan peluang berbeda yang ditawarkan lingkungan
geografis kepada orang-orang. Dan geografi sejarah adalah ilmu yang
mempelajari berbagai mata pelajaran dan masalah. Contoh topik yang dapat
dibahas adalah mempelajari geografi dari masa lalu dan bagaimana tempat atau
wilayah berubah dari waktu ke waktu. Selain itu, geografi historis mempelajari
banyak pola geografis dari waktu ke waktu tentang bagaimana orang berinteraksi
dengan lingkungan untuk menciptakan lanskap budaya.
Sebagai conotohnya yakni alasan masyarakat purba dizaman dahulu
mendirikan peradaban dipinggiran sungai sungai besar. Dan contohnya dipulau
Jawa, hasil kebudayaan zaman praakasara banyak ditemukan disepanjang wilayaj
aliran Sungai Bengawan solo dan peristiwa lainnya.

8
2.2.3 Hubungan Sejarah dan Psikologi
Psikologi merupakan salah satu ilmu yang membantu dalam pengkajian
sejarah. dapat diartikan bahwa psikologi sendiri merupakan ilmu yang
mempelajari tentang sifat serta watak dari seseorang. Atau juga ilmu yang
meneliti menenai alur pemikiran seseorang serta alasan dibalik perilaku dan
tindakan tersebut.
Seseorang yang telah mengalami proses sosialisasi tentu membangun
dirinya sendiri pada suatu struktur perwatakan yang terdiri atas unsur-unsur
mental yang berasal dari proses internalisasi berbagai nilai sosial dan juga norma,
hingga pada akhirnya mengendap sebagai struktur kepribadian. Salah satu dimensi
dari struktur kepribadian merupakan citra yang ditandai dengan ciri-ciri atau sifat-
sifat tertentu. Tipologi psikologis sering menonjol sifat tertentu, seperti sifat
melankolis alias kesedih-kesedihan, lalu sanguinis alias bergairah, flegmatis alias
tidak acuh, serta choleris alias suka marah (Kartodirdjo, 1992 : 142).
Objek kajian psikologi berkaitan dengan mental serta kejiwaan seseorang.
Disini manusia menjadi objek kajian sejarah yang tidak hanya sekedar dijelaskan
mengenai tindakan yang dilakukan apa yang ditimbulkan dari tindakan itu?
Mengapa seseorang melakukan tindakan tersebut? Dengan munculnya berbagai
pertanyaan ini lah yang akan dikatkan dengan kondisi kejiwaan dari yang
bersangkutan. Dan kondisi ini dapat disebabkan dari rangsangan dilingkungannya,
namun dapat pula berasal dari dirinya sendiri. Ketika merekontruksi sejarah,
peristiwa yang melibatkan suatu keputusan akan diteliti menggunakan disiplin
ilmu psikologi. Psikologi akan meneliti kira-kira bagaimanakah kondisi pemikiran
seseorang saat itu sehingga melahirkan suatu keputusan yang menjadi catatan
sejarah. Penggunaan psikologi dalam sejarah akan melahirkan fokus kajian
mentalitas. Sejarah mentalitas sendiri merupakan bidang kajian sejarah yang
mendalami mengenai cara-cara manusia dari periode tertentu berpikir dan
berinteraksi. Adapun makna prsikologi dalam pengkajian sejarah terbagi menjadi
dua yakni : (1) psikologi dapat membantu dalam memahami kelakuan serta
cirikhas atau watak dari suatu kelompok dengan baik, (2) dengan ilmu psikologi

9
pun dapat membantu sejahrawan dalam menjelaskan kelakuan atau watak dari
individu-individu dimasa lalu.
2.2.4 Hubungan Sejarah dan Antropologi
Antropologi ialah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari
mengenai budaya masyarakat. Disini antropologi hampir sama dengan sosiologi
akan tetapi antropologi lebih memfokuskan pada perbedaan atau perbandingan
budaya antara masyarakat. Antropologi mempelajari mengenai bagaimana sebuah
kebudayaan itu berkembang lalu membandingkannya dengan budaya lain bahkan
dengan waktu yang berbeda. Maka salah satu fokus kajian dari antropologi ini
yakni mengenai kebudayaan. Lalu titik temu antara antropologi budaya dan
sejarah sangatlah jelas yakni keduanya mempelajari serta mendalami mengenai
manusia.
Hubungan antara antropologi dengan sejarah terlihat ketika sejarahwan
menggunakan konsep yang ada di antropologi, misalnya simbol, sistem
kepercayaan, folklore, tradisi besar, enkulturasu, tradisi kecil, inkulturasi dan
primitif. Sejarahwan dapat merekontruksinya dalam wkatu dan ruang yang jelas
unsur-unsur itu untuk mengetahui perkembangan umat manusia. Hasil
rekontruksinya yang memandu antara sejarah dan antropologi menghasilkan karya
sejarah kebudayaan.
Terdapat kesamaan diantara antropologi dan sejarah, yakni persamaan nya
terletak pada penempatan manusia sebagai subyek dan objek kajiannya. Selain itu,
antropologi juga mengkaji objek yang juga merupakan produk historis yakni :
• Artifact sebagai benda fisik adalah konkret dan meruapakan hasil buatan.
Artifact menunjuk kepada proses pembuatan yang terlah terjadi dimasa
silam
• Sebagai analogi socifact menunjuk kepada kejadian sosial (interaksi
antaraktor, proses aktivitas kolektif) yang telah mengkristalkisasi sebagai
pranata, lembaga, organisasi dsb. Jelaslah bahwa untuk memahami
struktur dan karateristik socifact perlulah dilacak asal usulnya, peoses
pembuatannya sampai wujud sekarang

10
• Baik benda maupun lembaga masyarakat atau ide dan pikiran manusia
(mentifact) hanya sepenuhnya dapat dipahami dengan melacak
perkembangannya atau genesis dimasa lampau.
Maka dapat ditarik kesimpulan sejarah memiliki kaitan yang sangat erat dan
penting dengan antropologi karena ilmu sejarah menyumbang fakta serta data
masa lampau suatu daerah, sehingga kita dapat mengetahui sejarah dan
perkembangan suatu suku bangsa atau kebudayaan yang akan dijadikan sebagai
obyek kajian atau penelitian antropologi.
2.2.5 Hubungan Sejarah dan Ekonomi
Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai pemanfaatan
sumber daya yang untuk memenuhi keinginan manusia yang bersifat tak terbatas.
Maka ilmu ekonomi ini merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana cara
manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka dari pemanfaatan sumber daya.
Perkembangan ekonomi dunia selalu mengalami perkembangan dari masa
ke masa. Dizaman purba yang kita ketahui mereka berburu dan meramu lalu
bercocok tanan hinga sekarang adanya sistem ekonomi dunia yang begitu
kompleks.
Isu-isu terpenting dalam perekonomian dunia adalah:
• Proses pembangunan ekonomi dari sistem pertanian ke sistem industri,
termasuk organisasi pertanian, struktur perdagangan, lembaga keuangan,
kebijakan perdagangan, pemikiran ekonomi
• Pertumbuhan akumulasi modal meliputi peran pertanian, pertumbuhan
penduduk dan perdagangan internasional.
• Masalah proses industrialisasi dan perubahan sosialnya
• Sejarah ekonomi berkaitan erat dengan isu-isu ekonomi seperti kenaikan
harga, booming produksi pertanian, dan ekspansi perdagangan.
• Sejarah ekonomi kuantitatif. Ini termasuk, antara lain, Produk Nasional
Bruto (GNP).
Perlu diingat bahwa berbagai topik di atas memerlukan metodologi yang
memerlukan kerangka konseptual yang lebih luas dan tidak terbatas pada konsep
ekonomi atau pendekatan berbasis teori. Oleh karena itu, jelas bahwa

11
kompleksitas sistem ekonomi saja memerlukan pendekatan dari ilmu-ilmu sosial
seperti sosiologi, antropologi, geografi, politik, dan sejarah.
Maka dapat dikatakan bahwa ilmu ekonomi dapat membantu menjelaskan
peristiwa saat manusia berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya di masa silam.
Contohnya : bagaimana mata pencaharian manusia pada masa silam seperti
berbuuru dan meramu, lalu bertani, berternak lalu berdagang. Ada pula kegiatan
perdaganggan mereka yang awalnya dari sistem barter kemudian menggunakan
mata uang yang dianggap sebagai pembayaran yang sah.
Dengan berkembangnya sistem ekonomi dimasyarakat maka
diperlukannya disiplin ilmu lain untuk melengkapi dan saling membantu. Salah
satunya tentu saja ilmu sejarah. saat ilmu sejarah dipadupadankan dengan ilmu
sejarah akan terbentuknya sejarah ekonomi, yang mana dalam kajiannya akan
mempelajari bagaimana peristiwa ekonomi berlangsung pada suatu masa dan
bagaimana perkembangannya.
2.2.6 Hubungan Sejarah dan Sosiologi
Diketahui bahwa Sosiologi merupakan suau cabang ilmu sosial yang
mempelajari dan memaknai mengenai perilaku sosial yang dilakukan dan terjadi
pada individu dengan individu, kemudian individu dengan kelompok, serta
kelompok dengan kelompok. Di sosiologi pun mempelajari mengenai bagaimana
seseorang terpengaruh oleh seseorang yang lain.
Diera sekarang berkembang mengenai disiplin ilmu Sociological History,
merujuk pada analisis sejarah yang menggunakan pendekatan sosiologis. Konsep
ini justru banyak digunakan oleh para sosiolog untuk menyusun tulisan tentang
fenomena sosial yang terjadi. Dapat dijelaskan juga bahwasanya sosiologi sangat
membutuhkan analisis sejarah, tertuama digunakan untuk menganalisis perubahan
sosial. Bagaimana pun juga fakta yang ada saat ini ialah hasil dari proses yang
terjadi dimasa lalu.
Rekontruksi peristiwa yang menggunakan pendekatan sosiologi
didalamnya akan terungkap segi-segi sosial dari peristiwa itu. Hasil
rekontruksinya dapat dikategorikan sebagai sejarah sosial. Sebab
pembahasannnya mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial,

12
konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial dan
sebagainya/
Penggunaan sosiologi dalam melakukan rekontruksi sejarah bertujuan
untuk memahami arti subyektif yang berasal dari perilaku sosial, bukan semata-
mata menyelidiki arti obyektifnya. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pengkajian sejarah lebih mengarah pada pencarian arti dari tindakan individual
berkenaan dengan peristiwa-peristiwa kolektif. Karena itu, dalam karya-karya
historiografi sejarah sosial banyak diidentikan dengan sejarah gerakan sosial.
Contoh nya gerakan kegamaan, gerakan petani, gerakan protes, gerakan
kebangsaan serta gerakan aliran ideologi ataupun politik.
Tidak sulit untuk menemukan apa keterkaitan diantara sejarah dan
sosiologi ini. sejak beberapa dekade terakhir ini, tak sedikit hasil hasil penelitian
sosilogi yang memfokuskan studinya pada gejala gejala sosiall yang terjadi
dimasa lampau.
2.3 PERBEDAAN SEJARAH DENGAN ILMU SOSIAL
Perlu diketahui bahwasanya sejarah dan ilmu-ilmu sosial memang memiliki
hubungan yang amat erat. Namun, mengenai keterkaitan diantara keduanya perlu
digaris bawahi bahwasanya ada pun aspek-aspek yang membedakan keduanya
yakni sebagai berikut :
• Sejarah adalah studi tentang manusia dan masyarakat di masa lalu atau
studi tentang masa lalu (past), dan ilmu-ilmu sosial lainnya adalah studi
tentang manusia dan masyarakat saat ini atau studi tentang masa kini
(present).
• Sejarah terikat waktu dan tempat (time and place), tetapi ilmu-ilmu sosial
lainnya tidak terikat waktu dan tempat (time and place). Karena studi
sejarah perlu dilakukan di tempat per tempat, peristiwa yang berkaitan
dengan orang dan masyarakat perlu dilakukan di tempat tertentu. Namun
bagi ilmu-ilmu sosial, bukan berarti tidak memperhatikan masa lalu atau
tempat tertentu, tetapi tidak sering diabaikan karena peristiwa bisa terjadi
kapan saja, di mana saja.

13
• Sejarah pada dasarnya adalah diakroni yang panjang dalam waktu dan
menyempit dalam ruang, dan ilmu sosial adalah ilmu diakroni yang sempit
dalam waktu dan menyebar dalam ruang. Maksudnya di sini adalah bahwa
sejarah mencoba melihat fenomena sosial secara berurutan berdasarkan
time series. Dan sebaliknya dalam ilmu-ilmu sosial, di mana kita mencoba
melihat fenomena sosial yang hampir sama pada waktu yang berbeda di
tempat yang berbeda seperti yang ditampilkan sebagai cakrawala.
• Ceritanya konkrit bahwa setiap peristiwa sepihak memiliki waktu dan
tempatnya sendiri. Ilmu-ilmu sosial memiliki sifat umum, yaitu untuk
mengkonfirmasi kesamaan fenomena. Misalnya, revolusi dan perang
kemerdekaan di berbagai negara. Penelitian ilmu sosial menyoroti
fenomena yang sama di semua negara. Ini dapat digambarkan sebagai
generalisasi yang diterima secara umum. • Sejarah dikenal sebagai
peristiwa satu kali atau satu kali, berbeda dengan ilmu-ilmu sosial
(eenmaliq itu unik). Ia dapat mengulangi dirinya sendiri (repetisi). • Jika
sejarah penemuan tidak teratur karena keunikan masing-masing peristiwa
sejarah, apakah hasil ilmu sosial terus menerus atau teratur
• Secara historis, hipotesis yang diperoleh tidak dapat diuji atau diuji ulang.
Sebaliknya, hipotesis ilmu sosial dapat dicoba dan diuji ulang.
• Generalisasi sejarah yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk prediksi
karena sejarah tidak dapat menemukan hukum umum. Generalisasi ilmu
sosial yang dihasilkan, di sisi lain, telah menemukan hukum umum dan
dapat digunakan untuk prediksi atau prediksi / prediksi.

2.4 PENGGUNAAN ILMU SOSIAL DALAM STUDI SEJARAH


Ada beberapa variasi penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam sejarah, yaitu
meliputi (1) yang menolak sama sekali, (2) yang menggunakannya secara implisit,
dan (2) yang menggunakannya secara eksplisit. Pastinya ada varian campuran dan
kekaburan batas. Berikut pendapat pihak yang menolak sama sekali penggunaan
ilmu social:

14
a) Dengan menggunakan ilmu social akan menghilangkan jati diri
sejarah sebagai ilmu yang diakui keberadaannya, artinya sejarah
cukup dengan common sense (akal sehat) dan pemanfaatan
dokumen secara kritis. Sejarah dapat menjadi dirinya sendiri tanpa
ilmu-ilmu social. Sejarah harus mendekati objeknya tanpa
penelitian intelektual (memakai semacam grounded research).
Contohnyanya, tanpa menggunakan konsep intelektual dapat
diketahui bahwa ada revolusi antara tahun 1945-1950.
b) Sejarah akan menjadi ilmu yang tertutup secara akademis dan
pribadi jika menggunakan ilmu-ilmu social. Dari sisi akademis,
sejarah bersifat multidisipliner tanpa menggunakan ilmu-ilmu
sosial. Secara pribadi, sejarah akan punya peristilahan teknis, dan
ini tidak menguntungkan. Sebab, orang yang "hanya" berbicara
dengan bahasa sehari-hari akan tersingkir. Begitu banyak orang
berbakat yang tetap menjadi amatir, hanya karena sejarah
menggunakan ilmu-ilmu sosial.
Akan tetapi, mereka yang tidak memakai ilmu-ilmu sosial pun setuju
bahwa pendidikan ilmu-ilmu sosial amat penting karena ilmu-ilmu social akan
mempertajam wawasan sejarawan. Adapun penggunaan ilmu-ilmu sosial
meliputi: konsep, teori, permasalahan, dan pendekatan.
a. Konsep
Konsep yang berasal dari bahasa latin yaitu conceptusyang
memiliki arti ‘gagasan’ atau ‘ide’. Banyak sejarawan menggunakan
konsep ilmu-ilmu sosial.
b. Teori
Kata teori bersal dari bahasa Yunani yaitu theoria yang artinya
“kaidah yang mendasari suatu gejala yang sudah melalui verivkasi”,
hal ini berbeda dengan hipotesis.
c. Permasalahan

15
Banyak permasalahn ilmu-ilmu sosial yang dapat diadopsi menjadi
topik-topik penelitian sejarah, contohnya yaitu gerakan petani, budaya
istana, kebangkitan kelas menengah dan sebagainya.
d. pendekatan.
Segala tulisan sejarah yang melibatkan penelitian suatu gejala
sejarah dengan jangka yang relatif panjang (aspek diakronis) dan yang
melibatkan penelitian aspek ekonomi, masyarakat atau politik (aspek
sinkronik) pastilah menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial.

2.4 BATAS YANG SAMAR-SAMAR ANTARA PENGKAJIAN SEJARAH


DAN ILMU SOSIAL
Masalah tentang pro dan kontra pendekatan interdisipliner hanya akan masuk
akal bila kita berasumsi bahwa terdapat suatu perbedaan pokok antara pengkajian
sejarah dan ilmu-ilmu sosial. Semisal seorang ahli sosiologi mendekati masa
silam, sama saja seperti cara pendekatan sejarawan maka semua masalah
mengenai pro dan kontra kerja sama interdisipliner antara ahli sosiologi dan ahli
sejarah, sama saja dengan persoalan apakah ada guranya para ahli sosiologi kerja
sama atau para ahli kerja sama. Dengan kata lain, pertanyaan mengenai
pendekatan interdisipliner terhadap masa lampau, baru menimbulkan masalah
serius (bila didekati dari sudut filsafat sejarah), bila kita bertitik pangkal pada
asumsi, bahwa memang ada perbedaan antara cara kerja seoran peneliti sejarah
dengan peneliti sosiologi. Misalnya biasanya, perbedaan tersebut menjadi jelas,
bila kita ingat bahwa ilmu-ilmu sosial berusaha mengajukan pernyataan-
pernyataan umum mengenai manusia dan masyarakat, sedangkan pengkajian
sejarah ingin menampilkan dan menerangkan masa silam. Seorang ahli sosiologi
dapat merumuskan suatu pencatatan umum, bahwa jumlah kasus bunuh diri
meningkat, jika rasa solidaritas dalam suatu golongan berkurang (E. Durkheim).
Dapat dikatakan, bahwa dalam praktek penelitian, batas-batas antara
pengkajian sejarah dan pengkajian sosio-ekonomi sering kali agak samar-samar.
Seorang ahli ilmu sosial sering secara de facto melakukan penelitan historis
(kebalikannya tidak sering terjadi), tetapi, dengan demikian, perbedaan formal

16
antara pengkajian sejarah dan ilmu-ilmu sosial tidak dihapuskan. Para peneliti
ilmu sosial merumus-kan konsep-konsep umum, generalisasi-generalisasi empiris,
atau teori-teori empiris, sedangkan seorang peneliti sejarah merumuskan yang
singular, yang hanya satu kali terjadi. ini dapat kita simpulkan begini tapal batas
antara pengkajian sejarah dan ilmu-ilmu sosial, tidak terbentang antara sejarah dan
ilmu-ilmu sosial, melainkan merupakan garis lintang dalam ilmu-ilmu sosial itu
sendiri. Ilmu-ilmu sosial tidak mengandung suatu teori, namun setidaknya dalam
praktek-tetapi pengkajian sejarah tidak secara mutlak berisi suatu komponen
sosial-ekonomi, (Ankersmit, 1984).

17
BAB. 3 PENUTUP
KESIMPULAN
Sejarah sering dikategorikan ke dalam ilmu-ilmu humaniora dan sosial
daripada ilmu-ilmu alam. Sejarah adalah ilmu yang menuliskan pikiran
pelakunya, sehingga sejarah mencoba menuliskan apa yang unik atau ideografis.
Tidak ada hukum absolut dalam sejarah, tetapi ada kebenaran relatif. Dan sejarah
modern berkaitan erat dengan ilmu-ilmu sosial. Keduanya saling membutuhkan
dan saling mengenal. Ilmu sejarah diperluas secara sinkronis atau temporal dan
menyempit secara spasial. Ilmu-ilmu sosial, di sisi lain, secara spasial
disinkronkan atau diperpanjang, tetapi waktunya terbatas. Sejarah menyampaikan
fenomena tunggal (yang terjadi hanya sekali dalam konteks ruang-waktu dan
terikat), tetapi ketika ilmu sosial menarik hukum umum. Oleh karena itu, ketika
sejarah dan ilmu sosial bersentuhan, sejarah menjadi ilmu tentang tense dan
kronologi, berkembang dalam ruang dan waktu. Oleh karena itu, sejarah dapat
menjadi ilmu yang komprehensif. Sejarah dan ilmu-ilmu sosial saling melengkapi
karena dapat menghilangkan berbagai bentuk pembagian (pembatasan).
Sejarawan berpeluang terjebak dalam sinkronisitas dan angina pektoris, dan
sosiolog berpeluang terjebak dalam sinkronisitas dan angina pektoris. Selain itu,
telah terjadi proses rekonsiliasi antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial, terutama sejak
berakhirnya Perang Dunia II. Hal ini disebabkan oleh kepuasan jawaban ilmiah
yang semakin kompleks dan, kedua, dapat berfungsi sebagai pisau analitis yang
mampu memperkirakan atau mengekstraksi fakta, elemen, pola, dll. Oleh karena
itu, ketika melakukan kajian sejarah dengan pendekatan ilmu sosial, muncul
istilah generalisasi.
Generalisasi adalah kesimpulan umum Dalam ilmu sejarah, peristiwa
sejarah tidak dapat diulang, sehingga generalisasi kurang berpengaruh. Peristiwa
sejarah dengan latar belakang yang berbeda adalah unik. Namun, generalisasi ini
justru menunjukkan koherensi (keteraturan) dan berlaku universal, seperti dalam
sosiologi. Ilmu sejarah bersifat tidak teratur, terbatas, dan tidak universal (aspek
sinkron). Memang, tren dan aspek struktural dari pendekatan ilmu sosial

18
membantu meningkatkan analisis sejarah. Satu peristiwa mirip dengan yang lain.
Tapi itu tidak benar-benar sama, dan sejarah berulang lagi. Namun, generalisasi
tertutup dalam sejarah menonjol dalam peristiwa sejarah dan merupakan pola
kolektif manusia (tren ilmu sosial dan aspek struktural) yang mungkin menjadi
bahan analisis oleh sejarawan. Generalisasi membutuhkan penalaran yang baik.
Semakin baik penalaran sejarawan, semakin tajam analisisnya. Oleh karena itu,
generalisasi sejarah bukanlah generalisasi peristiwa, melainkan pola serupa dari
peristiwa sejarah.

19
DAFTAR PUSTAKA
Ankersmit, F. R, 1984. Refleksi tentang Sejarah, Pendapat-Pendapat Modern
tentang Filsafat Sejarah. PT. Gramedia, Jakarta

Devianty, R, 2019. Pengantar Ilmu Sosial. Universitas Islam Sumatera Utara


Medan

Kartodirdjo,S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.


Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kuntowijoyo, 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana

Mukminan, 2015. Dasar-Dasar Ilmu Sosial (Bagian I). Universitas Negeri


Yogyakarta.

Sjamsudin, H. (2012). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak

Pramono,D. Hubungan Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial Lain. Jurusan Pendidikan


Ilmu Pengetahuan Sosial. Universitas Negeri Semarang

Fernandez,J,L. 2018. Story Makes History , Theori Makes Story : Develpoing


Rusen’s Historik In Logical and Semiotic Direction. Wesleyan University.

20

Anda mungkin juga menyukai