DOSEN :
DR. RAHAYU PERMANA, M.HUM
DISUSUN OLEH :
1 . H e r d a N u r f au z y ( 2 0 2 0 1 5 5 0 0 1 0 3 )
2 . M u a m a r K a d af i ( 2 0 2 0 1 5 5 0 0 1 2 2 )
GEOGRAFI SEJARAH
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PENGETAHUAN
SOSIAL PENDIDIKAN SEJARAH
2020/2021
KATA PENGANTAR
Segala Puji Bagi Allah Telah Memberikan Rahmat Serta Hidayahnya Sehingga Penulis Dapat
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1. Latar Belakang.......................................................................................................1
2. Rumusan Masalah..................................................................................................1
3. Tujuan Makalah.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
1. Kesimpulan ...........................................................................................................4
2. Saran......................................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................5
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Munculnya Ratu Kalinyamat sebagai tokoh sejarah perempuan Jawa telah menunjukkan
kondisi yang menonjol dari tradisi dan gambaran perempuan Jawa secara umum. memainkan
perannya yang tak hanya di lingkup lokal, tetapi juga pada lingkup internasional.Ratu
Kalinyamat atau Ratna Kencana, merupakan tokoh perempuan yang hidup di pesisir utara
Jawa, tepatnya sekitar Jepara. Ratu Kalinyamat telah memimpin Jepara pada sekitar abad ke-
16 dan memainkan perannya yang tak hanya di lingkup lokal, tetapi juga pada lingkup
internasional. Sepanjang sejarah maritim di Indonesia, Ratu Kalinyamat telah meninggalkan
jejak tersendiri mengenai keterlibatan perempuan Jawa yang menjaga kedaulatan maritim
Nusantara. Selama 30 tahun kepemimpinannya, Ratu Kalinyamat telah berhasil membawa
Jepara pada puncak kejayaannya
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah diantaranya sebagai
berikut.
1. Bagaimana Kondisi Pada Abad Ke-16 Di Wilayah Tsb
2. Menjelaskan tentang kehidupan diwilayah pati,kudus , tuban , gresik dan surabaya pada
zaman tsb
3. Perubahan apa saja yg terjadi untuk saat ini diwilayah tsb
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
BAB II
PEMBAHASAN
JEPARA PADA ABAD KE-16
Munculnya Ratu Kalinyamat sebagai tokoh sejarah perempuan Jawa telah menunjukkan kondisi
yang menonjol dari tradisi dan gambaran perempuan Jawa secara umum. memainkan perannya
yang tak hanya di lingkup lokal, tetapi juga pada lingkup internasional.
Ratu Kalinyamat atau Ratna Kencana, merupakan tokoh perempuan yang hidup di pesisir utara
Jawa, tepatnya sekitar Jepara. Ratu Kalinyamat telah memimpin Jepara pada sekitar abad ke-16
dan memainkan perannya yang tak hanya di lingkup lokal, tetapi juga pada lingkup internasional.
Sepanjang sejarah maritim di Indonesia, Ratu Kalinyamat telah meninggalkan jejak tersendiri
mengenai keterlibatan perempuan Jawa yang menjaga kedaulatan maritim Nusantara. Selama 30
tahun kepemimpinannya, Ratu Kalinyamat telah berhasil membawa Jepara pada puncak
kejayaannya.
Ratu Kalinyamat dengan armada lautnya, telah dua kali menyerang Portugis di Malaka. Selama
masa kekuasaannya, Jepara semakin berkembang pesat menjadi bandar pelabuhan terbesar di
pantai Utara Jawa serta memiliki armada laut yang besar dan kuat.
Pada penyerangan pertama, Ratu Kalinyamat dan armadanya berhasil mengepung Malaka
selama tiga bulan. Penyerangan ini dilakukan untuk menarik mundur Portugis dari Malaka pada
tahun 1551 dan 1574. Namun, pada penyerangan kedua, Ratu Kalinyamat gagal dan
menuntutnya menarik kembali pasukannya ke Jawa.
Walaupun demikian, pada masa kekuasaan Ratu Kalinyamat, kota pelabuhan Jepara merupakan
salah satu kota atau kerajaan maritim di Pantai Utara Jawa yang sangat kuat. Sehingga
masyarakat Jepara pada masa itu telah tampil dalam panggung sejarah Nusantara sebagai
masyarakat bahari. Dalam hal ini, mereka memenuhi kebutuhan hidupnya yang diperoleh dari
kegiatan memanfaatkan sumber daya lautnya.
Ratu Kalinyamat selama masa kepemimpinannya tidak memfokuskan pada eksploitasi tanah
pertanian yang menjadi wilayah kekuasaannya. Ia lebih mengutamakan pada aktivitas pelayaran
dan perdagangan dengan daerah di luarnya atau seberang.
Selain itu, Ratu Kalinyamat juga menerapkan sistem commenda (kontrak pinjaman alat
bayar/uang untuk perdagangan) dalam melakukan hubungan dagang dan pelayaran. Sistem
commenda mengatur raja atau penguasa yang ada di wilayah pesisir melalui wakil-wakilnya di
Malaka, untuk menanamkan modal pada kapal dari dalam maupun luar negeri yang akan
berlayar untuk melaksanakan perdagangan dengan wilayah lain.
Keberanian Ratu Kalinyamat juga diakui oleh bangsa Portugis, Diego de Couto, dalam bukunya
“Da Asia” yang menyebutnya sebagai Rainha de Japara, senhora paderosa e rica (Ratu Jepara,
seorang perempuan kaya dan sangat berkuasa) dan sumber lainnya juga menyebutnya sebagai De
Kraine Dame (seorang perempuan yang pemberani).
Sepeninggal Ratu Kalinyamat dan ditundukkannya kekuasaan Jepara ke tangan Sultan Pajang
bukan berarti pelabuhan Jepara dan aktivitas perdagangannya berhenti. Pelaut Belanda yang
pertama kali datang ke Jepara menggambarkan Jepara masih berfungsi sebagai pelabuhan ekspor
yang menjadi bagian terpenting kerajaan Mataram.
Luas wilayah Kabupaten Tuban 183.994.561 Ha, dan wilayah laut seluas 22.068 km2. Letak
astronomi Kabupaten Tuban pada koordinat 111o 30′ – 112o 35 BT dan 6o 40′ – 7o 18′ LS.
Panjang wilayah pantai 65 km. Ketinggian daratan di Kabupaten Tuban bekisar antara 0 – 500
mdpl. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tuban beriklim kering dengan kondisi bervariasi dari
agak kering sampai sangat kering yang berada di 19 kecamatan, sedangkan yang beriklim agak
basah berada pada 1 kecamatan. Kabupaten Tuban berada pada jalur pantura dan pada deretan
pegunungan Kapur Utara. Pegunungan Kapur Utara di Tuban terbentang dari Kecamatan
Jatirogo sampai Kecamatan Widang, dan dari Kecamatan Merakurak sampai Kecamatan Soko.
Sedangkan wilayah laut, terbentang antara 5 Kecamatan, yakni Kecamatan Bancar, Kecamatan
Tambakboyo, Kecamatan Jenu, Kecamatan Tuban dan Kecamatan Palang. Kabupaten Tuban
berada pada ujung Utara dan bagian Barat Jawa Timur yang berada langsung di Perbatasan Jawa
Timur dan Jawa Tengah atau antara Kabupaten Tuban dan Kabupaten Rembang.Tuban memiliki
titik terendah, yakni 0 m dpl yang berada di Jalur Pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada
di Kecamatan Grabagan. Tuban juga dilalui oleh Sungai Bengawan Solo yang mengalir dari Solo
menuju gresik
Gresik sudah dikenal sejak abad ke-11 ketika tumbuh menjadi pusat perdagangan tidak saja antar
pulau, tetapi sudah meluas keberbagai negara.Sebagai kota Bandar,gresik banyak dikunjungi
pedagang Cina, Arab, Gujarat, Kalkuta, Siam, Bengali, Campa dan lain-lain. Gresik mulai tampil
menonjol dalam peraturan sejarah sejak berkembangnya agama islam di tanah jawa. Pembawa
dan penyebar agama islam tersebut tidak lain adalah Syech Maulana Malik Ibrahim yang
bersama-sama Fatimah Binti Maimun masuk ke Gresik pada awal abad ke-11.
Sejak lahir dan berkembangnya kota Gresik selain berawal dari masuknya agama islam yang
kemudian menyebar ke seluruh pulau jawa,tidak terlepas dari nama Nyai Ageng Pinatih, dari
janda kaya raya yang juga seorang syahbandar, inilah nantinya akan kita temukan nama
seseorang yang kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya kota gresik. Dia adalah seorang
bayi asal Blambangan (Kanbupaten Banyuwangi) yang dibuang ke laut oleh orang tuanya, dan
ditemukan oleh para pelaut anak buah Nyai Ageng Pinatih yang kemudian diberi nama Jaka
Samudra. Setelah perjaka bergelar raden paku yang kemudian menjadi penguasa pemerintah
yang berpusat di Giri Kedato,dari tempat inilah beliau kemudian dikenal dengan panggilan
Sunan Giri.
Kalau Syeh Maulana Malik Ibrahim pada jamannya dianggap sebagai para penguasa, tiang para
raja dan menteri, maka sunan giri disamping kedudukannya sebagai seorang sunan atau wali
(Penyebar Agama Islam) juga dianggap sebagai Sultan / Prabu (Penguasa Pemerintahan) Sunan
Giri dikelanal menjadi salah satu tokoh wali songo ini,juga dikenal dengan prabu Satmoto atau
Sultan Ainul Yaqin.Tahun dimana beliau dinobatkan sebagai pengusaha pemerintahan(1487 M)
akhirnya dijadikan sebagai hari lahirnya kota Gresik. Beliau memerintah gresik selama 30 tahun
dan dilanjutkan oleh keturunanya sampai kurang lebih 200 tahun
Menjabat sebagai bupati yang pertama adalah Kyai Ngabehi Tumenggung Poesponegoro pada
tahun 1617 saka, yang jasadnya dimakamkan di komplek makam Poesponegoro di jalan
pahlawan gresik, satu komplek dengan makam Syech Maulana Malik Ibrahim.
Kota Gresik terkenal sebagai kota wali, hal ini ditandai dengan penggalian sejarah yang
berkenaan dengan peranan dan keberadaan para wali yang makamnya di Kabupaten Gresik yaitu,
Sunan Giri dan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Di samping itu, Kota Gresik juga bisa disebut
dengan Kota Santri, karena keberadaan pondok-pondok pesantren dan sekolah yang bernuansa
Islami, yaitu Madrasah Ibtida’iyah, Tsanawiyah, dan Aliyah hingga Perguruan Tinggi yang
cukup banyak di kota ini. Hasil Kerajinan yang bernuansa Islam juga dihasilkan oleh masyarakat
Kota Gresik, misalnya kopyah, sarung, mukenah, sorban dan lain-lain.
Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Surabaya. Memasuki dilaksanakannya PP Nomer 38
Tahun 1974. Seluruh kegiatan pemerintahan mulai berangsur-angsur dipindahkan ke gresik dan
namanya kemudian berganti dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik dengan pusat kegiatan
di Kota Gresik.
SURABAYA
Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, seperti
yang tercantum dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M. Dalam prasasti tersebut terungkap
bahwa Surabaya (Churabhaya) masih berupa desa di tepi sungai Brantas dan juga sebagai salah
satu tempat penyeberangan penting sepanjang daerah aliran sungai Brantas. Surabaya juga
tercantum dalam pujasastra Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca yang
bercerita tentang perjalanan pesiar Raja Hayam Wuruk pada tahun 1365 M dalam pupuh XVII
(bait ke-5, baris terakhir).
Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 M (Prasasti
Trowulan) dan 1365 M (Nagarakretagama), para ahli menduga bahwa wilayah Surabaya sudah
ada sebelum tahun-tahun tersebut. Menurut pendapat budayawan Surabaya berkebangsaan
Jerman Von Faber, wilayah Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai
tempat permukiman baru bagi para prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan
Kemuruhan pada tahun 1270 M. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa Surabaya dahulu
merupakan sebuah daerah yang bernama Ujung Galuh.
Versi lain menyebutkan, Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup-mati antara
Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon, setelah mengalahkan pasukan Kekaisaran
Mongol utusan Kubilai Khan atau yang dikenal dengan pasukan Tartar, Raden Wijaya
mendirikan sebuah keraton di daerah Ujung Galuh dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk
memimpin daerah itu. Lama-lama karena menguasai ilmu buaya, Jayengrono semakin kuat dan
mandiri sehingga mengancam kedaulatan Kerajaan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono,
maka diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu sura. Adu kesaktian dilakukan di pinggir
Kali Mas, di wilayah Peneleh. Perkelahian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan
berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal setelah kehilangan tenaga.
Nama Śūrabhaya sendiri dikukuhkan sebagai nama resmi pada abad ke-14 oleh penguasa Ujung
Galuh, Arya Lêmbu Sora.
Wilayah Surabaya dahulu merupakan gerbang utama untuk memasuki ibu kota Kerajaan
Majapahit dari arah lautan, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi kota Surabaya ditetapkan
yaitu pada tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan
Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap serangan pasukan Mongol. Pasukan Mongol
yang datang dari laut digambarkan sebagai SURA (ikan hiu / berani) dan pasukan Raden Wijaya
yang datang dari darat digambarkan sebagai BAYA (buaya / bahaya), jadi secara harfiah
diartikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu
diperingati sebagai hari jadi Surabaya.
Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu anggota
Walisongo, Sunan Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di wilayah Ampel. Tahun 1530,
Surabaya menjadi bagian dari Kerajaan Demak.
Menyusul runtuhnya Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram,
diserbu Panembahan Senopati tahun 1598, diserang besar-besaran oleh Panembahan Seda ing
Krapyak tahun 1610, dan diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan aliran Sungai Brantas
oleh Sultan Agung akhirnya memaksa Surabaya menyerah. Suatu tulisan VOC tahun 1620
menggambarkan, Surabaya sebagai wilayah yang kaya dan berkuasa. Panjang lingkarannya
sekitar 5 mijlen Belanda (sekitar 37 km), dikelilingi kanal dan diperkuat meriam. Tahun tersebut,
untuk melawan Mataram, tentaranya sebesar 30.000 prajurit[8].
Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut Surabaya, namun akhirnya didepak VOC pada
tahun 1677.Dalam perjanjian antara Pakubuwono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743,
Surabaya diserahkan penguasaannya kepada VOC. Gedung pusat pemerintahan Karesidenan
Surabaya berada di mulut sebelah barat Jembatan Merah. Jembatan inilah yang membatasi
permukiman orang Eropa (Europeesche Wijk) waktu itu, yang ada di sebelah barat jembatan
dengan tempat permukiman orang Tionghoa; Melayu; Arab; dan sebagainya (Vremde
Oosterlingen), yang ada di sebelah timur jembatan tersebut. Hingga tahun 1900-an, pusat kota
Surabaya hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah saja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sepeninggal Ratu Kalinyamat dan ditundukkannya kekuasaan Jepara ke tangan Sultan Pajang
bukan berarti pelabuhan Jepara dan aktivitas perdagangannya berhenti. Pelaut Belanda yang
pertama kali datang ke Jepara menggambarkan Jepara masih berfungsi sebagai pelabuhan
ekspor yang menjadi bagian terpenting kerajaan Mataram
Nama Juwana ada beberapa versi, dari salah satu versi mengatakan berasal dari kata Jiwana,
yang berasal dari kata bahasa Sansekerta, jiwa. Dengan demikian, perkataan Jiwana diduga
adalah nama "Kahuripan" yang disansekertakan. Pendapat lain mengatakan bahwa Juwana
berasal dari kata druju dan wana.
Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup-mati antara Adipati Jayengrono dan
Sawunggaling. Konon, setelah mengalahkan pasukan Kekaisaran Mongol utusan Kubilai
Khan atau yang dikenal dengan pasukan Tartar, Raden Wijaya mendirikan sebuah keraton di
daerah Ujung Galuh dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin daerah itu.
B. Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh
dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu
pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.
DAFTAR PUSTAKA
indonesia.go.id
https://sclm17.blogspot.com/2016/03/juwana.html?m=1
Sejarah, Cerita, Legenda, Mitos, TOKOH, Situs