Anda di halaman 1dari 5

Nama : Riska Ayu Nourmawati

NIM : K4417058

Kelas : B

Prodi : FKIP Pendidikan Sejarah 2017 (Semester V)

Filosofi Pendidikan dalam Dokumen K13 yang Memengaruhi


Wujud Evaluasi Pembelajaran

1. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filososfis yang memberikan dasar bagi
pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang
tercantum dalam tujuan pendidikan nasional. Pada dasarnya, tidak ada satu pun filosofi
pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan kurikulum yang
dapat menghasilkan manusia yang berkualitas. Berdasarkan hal tersebut, kurikulum 2013
dikembangkan menggunakan filosofi sebagai berikut:
a) Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa
kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan kurikulum 2013 dikembangkan
berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun
kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lemih
baik di masa depan. Selain itu, mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa
depan selalu menjadi kepedulian kurikulum, hal ini mengandung makna bahwa
kurikulum adalah rancangan pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan generasi
muda bangsa. Meskipun demikian tugas mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi
tugas utama suatu kurikulum. Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa
depan peserta didik, kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang
memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan
tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang
yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.
b) Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi
ini, prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu yang
harus termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses pendidikan
adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan
kecermelangan akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat,
didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan
oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta
kematangan fisik peserta didik. Selain itu, mengembangkan kemampuan berpikir
rasional dan cemerlang dalam akademik. Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan
budaya tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan
dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di masyarakat
sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini.
c) Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan
bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran
disiplin ilmu. Filosofi ini mewajibkan kurikulum memiliki nama mata pelajaran yang
sama dengan nama disiplin ilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
intelektual dan kecemerlangan akademik.
d) Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik
dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi,
sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat
dan bangsa yang lebih baik. Dengan filosofi ini, kurikulum 2013 bermaksud untuik
mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir reflektif
bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan
masyarakat demokratis yang lebih baik.
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan teori pendidikan klasik, yaitu
perenialisme dan esensialisme, teori pendidikan pribadi, yaitu progresif dan romatik: teori
pendidikan interaksional, dan teknologi pendidikan, sehingga sifatnya elektrik.
2. Aliran yang tepat untuk menjelaskan Kurikulum 2013 adalah aliran konstruktivisme.
Konstruktivisme menekankan perkembangan dan konsep dan pengertian yang lebih
mandalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak
aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang
pengetahuannya.Penerapan pendidikan dengan pola konstruktivisme diwujudkan dengan
mengajak siswa secara aktif membangun konsep-konsep kognitif. Guru tidak sekedar
memberi, namun siswa mencari secara aktif, dan mengembangkannya.
a. Ciri-ciri konstruktivisme dalam pembelajaran
 Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
 Siswa membina sendiri pengetahuan
 Proses pembinaan pengetahuan pada siswa melalui proses saling mempengaruhi
antara pembelajaran yang terdahulu dengan pembelajaran yang terbaru
 Membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang sudah ada
 Ketidak-seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama
 Bahan pengajaran dikaitkan dengan pengalaman siswa untuk menarik minat
belajarnya
Pembelajaran konstruktivisme sebaiknya melibatkan guru yang konstruktif pula. Guru
tidak hanya memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi guru membantu siswa membangun
sendiri pengetahuan dalam benaknya, dengan memberikan kesempatan siswa untuk
menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Guru memberikan kepada siswa
anak tangga untuk membawa siswa kepada pemahaman yang lebih tinggi dan siswa harus
memanjat sendirianak tangga tersebut.
b. Guru yang konstruktivisme memiliki ciri- ciri:
 Mendukung dan menerima inisiatif dan otonomi siswa
 Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum
membagi pengertian mereka akan konsep tersebut.
 Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.
 Memberikan pertanyaan terbuka untuk mendorong siswa bertanya.
 Mencari perluasan dari tanggapan siswa.
 Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin bertentangan dengan
hipotesa awal mereka dan kemudian mendorongnya untuk diskusi.
 Memberi waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan dan menciptakan metafora
atau perumpamaan
 Mengembangkan keinginan dari siswa dengan sering menggunakan model lingkaran
belajar atau siklus belajar
3. Evaluasi Pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013 revisi 2017 : dengan
menggunakan Teori Pendekatan Saintifik
Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja
atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajarinya, namun tugas-tugas itu
masih berada dalam jangkauan kemampuannya (zone of proximal development), yaitu
perkembangan kemampuan peserta didik sedikit di atas kemampuan yang sudah
dimilikinya.
Vygotsky lebih lanjut menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada dua tahap: tahap
pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang lain, dan tahap berikutnya dilakukan
secara individual yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Selama proses interaksi
terjadi, baik antara guru-siswa maupun antar siswa, kemampuan seperti saling
menghargai, menguji kebenaran pernyataan pihak lain, bernegosiasi, dan saling
mengadopsi pendapat dapat berkembang (Nur dan Wikandari, 2000:4).
Pendekatan saintifik dalam pembelajaran sebagaimana dikonsepsikan oleh Kemendikbud
(2013) meliputi komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran dan
materi tertentu, pada situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan tersebut tidak selalu
tepat diterapkan secara prosedural, walaupun harus dipastikan akan tetap menerapkan
nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah, dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.
Dalam rangka menerapkan pendekatan saintifik ada tiga strategi pembelajaran yang
memenuhi tuntutan implementasi pembelajaran dengan pendekatan saintifik yakni strategi
discovery learning (pembelajaran melalui penemuan), problem based learning
(pembelajaran berbasis masalah) dan project based learning (pembelajaran berbasis
project). Dalam strategi discovery learning peserta didik mendapat ruang yang luas
mengajukan pertanyaan sesuai kondisi permasalahan dan persepsi masing-masing. Peserta
didik dibiasakan berpikir kritis, menyampaikan keingintahuan dan menarik kesimpulan
dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Strategi Problem Based Learning
(pembelajaran berbasis masalah) dalam strategi ini peserta didik dihadapkan suatu
masalah dan dengan kemampuannya mengeksplorasi diri diharapkan peserta didik mampu
menyusun pengetahuannya sendiri. Strategi Project Based Learning (pembelajaran
berbasis project) dalam strategi ini diberi peluang yang luas melaksanakan pembelajaran
dengan berfikir tingkat tinggi. Peserta didik bukan hanya dimotivasi menemukan masalah,
menyusun pengetahuannya sendiri berdasarkan masalah tetapi telah diberi keleluasaan
untuk menggunakan suatu masalah sebagai pangkal peserta didik untuk membangun
pengetahuan baru. Project Based Learning memang disiapkan untuk peserta didik tidak
ragu dalam menerjunkan diri dalam kehidupan bermasyarakat (Hosnan, 2014: 320).
Selain itu ada juga pembelajaran kolaboratif. Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan
guru dan fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta
didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu
falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka
berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu,
peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan
atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman dan
menyenangkan, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan
tuntutan belajar secara bersama-sama.
Penilaian yang dapat dilakukan dalam evaluasi pembelajaran adalah penilaian otentik.
Guna memperoleh penggambaran yang lebih objektif terhadap pencapaian peserta didik
terhadap berbagai kegiatan tersebut, maka dituntut diterapkannya penilaian otentik.
Penilaian dengan model seperti ini diperkirakan mampu memberikan gambaran mengenai
hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba,
membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian otentik lebih terfokus pada tugas-tugas
kompleks atau kontekstual, yang memberi kemungkinkan bagi peserta didik untuk
menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik. Bahkan penilaian
otentik dipandang relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembelajaran,
khususnya untuk jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Untuk melaksanakan penilaian otentik yang baik harus menguasai jenis-jenis penilaian
otentik, yang antara lain terdiri atas: (1) penilaian kinerja, (2) penilaian proyek, (3)
penilaian portofolio, dan (4) penilaian tertulis.

Anda mungkin juga menyukai