Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sosialisme menurut Sutan Syahrir adalah suatu ajaran dan gerakan untuk mencari
keadilan didalam kehidupan kemanusiaan (Agung 2013). Sementara itu Ir. Soekarno
mengutarakan pendapatnya mengenai sosialisme yang berarti bukan hanya suatu sistem
masyarakat, sosialisme berarti sebuah tuntutan perjuangan, yakni kemakmuran bersama.

Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa sosialisme mengandung suatu protes. Protes
yang dimaksud yaitu protes mengenai ketimpangan sosial. Sebenarnya gerakan sosialisme
sendiri telah ada sejak lama, akan tetapi istilah sosialisme sendiri baru muncul baru-baru ini.
Gerakan sosialisme muncul sejak manusia menyadari akan adanya lapisan-lapisan sosial
dalam masyarakat dan mereka ingin merombaknya (meniadakannya).

Sementara itu paham marxisme merupakan hasil pemikiran dari Karl Marx yang
tidaklah identik bahkan sama dengan komunisme yang ada dalam dasawarsa sekarang ini di
Rusia, Indonesia, Cina dan Kuba misalnya. Karena, komunisme yang ada merupakan gerakan
dan kekuatan politik yang terorganisir sebagai organisasi kepartaian (Partai Komunis) untuk
mendapatkan kekuasaan. Partai Komunis ada pada oktober 1917 di bawah pimpinan W.I.
Lenin sebagai kekuatan politik dan ideologi internasional. Namun demikian komunis sebagai
kekuatan politik pastilah membutuhkan ideologi sebagai perekat kekuatan. Oleh karena itu
ajaran Karl Marx dijadikan sebagai ideologi Partai Komunis/ajaran komunisme (Marxisme-
Leninisme). Dengan demikian Marxisme dijadikan sebagai komponen ideologi Partai
Komunisme bukan komunisme sebagai kekuatan politik itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Penyebab Munculnya Sosialisme-Marxisme di Eropa?
2. Bagaimana Perkembangan dan Dampak Sosialisme-Marxisme di Eropa?
3. Apakah Penyebab Munculnya Sosialisme-Marxisme di Indonesia?
4. Bagaimana Perkembangan dan Dampak Sosialisme-Marxisme di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami Penyebab Munculnya Sosialisme-Marxisme di Eropa.
2. Mengetahui Perkembangan dan Dampak Sosialisme-Marxisme di Eropa.
3. Memahami Penyebab Munculnya Sosialisme-Marxisme di Indonesia.
1
4. Mengetahui Perkembangan dan Dampak Sosialisme-Marxisme di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Penyebab Munculnya Sosialisme-Marxisme di Eropa

1. Sosialisme

Gerakan sosialisme di Eropa diduga telah sejak lama ada, akan tetapi istilah
sosialisme pertama kali muncul pada 1827 pada majalah perkoprasian oleh Robert Owen.
Sosialisme tidak hanya sebagai bentuk protes terhadap adanya ketimpangan sosial, akan
tetapi lebih dari itu sebagai gerakan politik yang efektif dan terorganisasi muncul setelah
adanya Revolusi Industri Inggris pada abad ke-18. Sosialisme dapat dikatakan sebagai
bentuk gerakan reaksi atas dampak Revolusi Industri Inggris yang telah memunculkan
golongan pengusaha pemilik modal (kapitalis). Munculnya para kapitalis tersebut tidak
dapat dilepaskan dari penemuan teknologi yang secara tidak langsung membuka
pengetahuan baru dibidang industri dan perdagangan. Munculnya kapitalis yang hidup
makmur disisi lain juga memunculkan adanya golongan buruh yang hidup miskin dan
menderita. Hal tersebutlah yang kemudian pada akhirnya menmbulkan kritik terhadap
sistem ekonomi kapitalis berpaham liberalisme.

 Prinsip Sosialisme

a. Dalam bidang agama pengaruh pembentukan gerakan sosialis merupakan yang


paling kuat. Menemukan berbagai hal yang berhubungan dengan doktrin
keagamaan, sosial dan ekonomi serta banyaknya jumlah sekte keagamaan telah
membuktikan betapa adanya berbagai ajaran yang dipegangnya. Hal ini karena
dulu ada gerakan Kristiani Sosialis yang beranggapan bahwa agama itu harus
disosialisasikan dan sosialisme harus dikristianikan.

b. Prinsip idealisme etis dan estetis menjadi sumber sosialisme di Inggris, John
Ruskin dan William Morris mengungkapkan ini bukan suatu program politik dan
atau ekonomi, tetapi merupakan pemberontakan melawan kemelaratan,
kebosanan, dan kemiskinan hidup dibawah kapitalisme industri. Sebagaimana
kedua tokoh itu, Charles Dickens dan Thomas Carlyle serta pengarang lainnya
yang melihat pengaruh peradaban industri terhadap pribadi seseorang sebagai
manusia. Pemberontakan etis dan estetis masa Inggris Victoria merusak rasa
percaya diri yang tumbuh pada masa itu. Sebab keraguan itu, dirinya mendapatka
banyak sosialis positif yang dapat dikembangkan mengenai langkah demi
langkah. Ini bukan merupakan program politik dan ekonomi, melainkan
3
pemberontakan dari kehidupan yang kotor dan keadaan masyarakat yang miskin
akibat kapitalis industri.

c. Prinsip empirisme fabian yang merupakan ciri gerakan sosialis Inggris paling
khas. Masyarakat fabian didirikan pada tahun 1884, mengambil nama seorang
Romawi, yaitu Quintus Fabius Maximus Cunctator, si “penunda’. Moto awal dari
masyarakatnya adalah ‘Engkau harus menunggu saat yang tepat; kalau saat yang
tepat itu tiba engkau harus melakukan serangan yang dahsyat, sebab jika tidak,
penundaan yang engkau lakukan itu sia-sia dan tidak akan membawa hasil.
Tokoh-tokoh dari kalangan ini antara lain George Bernand Shaw, Sydney dan
Beatrice Webb, H.G. Wells dan Graham Walls, mereka bukan berasal dari
kalangan miskin. Dalam hal politik menghendaki suatu perubahan masyarakat
secara konstitusional. Perubahan itu jangan sampai melalui revolusi yang radikal
dengan membalikkan struktur politik dengan cara paksa atau kekerasan. Prinsip
bahwa tidak mungkin ada kemajuan kecuali kepada kelas menengah dan atas,
yang berarti politik sosialis masuk akal dan adil.

d. Liberalisme telah menjadi sumber yang semakin penting bagi sosialisme,


terutama sejak Partai Liberal merosot peranannya dan meningkatnya peran oleh
Partai Buruh. Dalam sosialisme juga ada kecenderungan berorientasi pada negara,
masa dan kolektivitas. Kedua kecenderungan itu masih Sunan Kalijaga menjadi
seorang pribadi dan bukan menjadi seorang anggota dalam daftar nasional.
Namun demikian, dalam 40 tahun terakhir semakin banyak orang Liberal yang
menggabungkan diri dengan Partai Buruh. Hal ini penting terutama setelah partai
liberal terjadi tidak berarti banyak beralih ke partai buruh. Sebab dalam partai
buruhlah, gagasan mereka dapat dikembangkan.

Maka dari itu sosialisme sebagai bentuk kekuatan politik, sosial dan ekonomi sangat
berpihak kepada tindakan populis dan untuk rakyat. Hal tersebut dapat dilihat dari
pemberian kesempatan kerja, menghapus diskriminasi, memperjuangkan mengenai
persamaan hak, memperjuangkan hak-hak pekerja, kerjasama serta menghapuskan
persaingan dan mengatur mekanisme ekonomi untuk kepentingan seluruh rakyat.

 Tokoh Pelopor Gerakan Sosialisme di Eropa

4
Robertt Owen dianggap sebagai pendiri sosialisme di Inggris sekaligus sebagai
orang pertama yang menggunakan istilah sosialisme. Karena Owen merupakan seorang
pengusaha, maka ia menerapkan paham sosialismenya langsung dalam pabriknya di
New Lanark, Skotlandia. Penerapan paham tersebut diwujudkan dengan pengurangan
jam kerja dari 17 jam menjadi 10 jam perharinya, serta melarang anak dibawah 10
tahun untuk bekerja. Selain itu juga, Owen melakukan upaya dengan memperbaiki upah
buruh, mendirikan sekolah gratis, dan membangun pemukiman di Indiana, AS pada
tahun 1824 bernama New Harmony. Tetapi, ternyata pemukiman tersebut hanya
bertahan sekitar 3 tahun dikarenakan adanya permasalahan keuangan, pengelolaan yang
kurang baik, dan tidak disiplinnya warga pemukiman.

Walaupun kurang berhasil dalam membangun pemukiman, tetapi Owen dapat


dikatakan cukup berhasil dalam pengembangan koperasi. Owen menyokong adanya
gerakan koperasi dibidang produksi dan konsumsi, serta mendukung organisasi serikat
kerja baru yang berkembang di Inggris dan Skotlandia. Atas jasanya tersebut, maka
Owen dikenal sebagai Bapak Koperasi Inggris.

Di Prancis juga terdapat tokoh sosialis yaitu Saint Simon (1760-1825) dan
Fourier (1772-1837). Saint Samon menginginkan alat produksi menjadi milik
masyarakat, tetapi tidak bermaksud untuk menghapuskan sama sekali milik pribadi
selama merupakan hasil kerja sendiri. Sementara itu Fourier berpendapat bahwa suatu
kehidupan yang sehat hanya dapat dicapai dalam kesatuan kecil yang dinamakan
“Phalanx”. Phalanx sendiri merupakan sebuah otonom, swasembada, dan suatu badan
semacam koperasi.

2. Marxisme

Paham Marxisme merupakan hasil pemikiran Karl Marx yang dipengaruhi oleh ide
berbagai tokoh/ filusuf sebelumnya seperti Feuerbach dan Hegel. Kritik Feuerbach
terhadap agama menjadi titik tolak pemikiran Karl Marx. Agama bagi Karl Marx adalah
ciptaan manusia bukan agama yang membuat manusia. Agama adalah prealisasian hakekat
manusia dalam angan-angan dan menjadi bukti bahwa, manusia belum mampu
merealisasikan hakekat dirinya sendiri. Agama menjadi tanda keterasingan manusia dari
dirinya sendiri. Agama adalah keluhan mahluk yang tertekan, perasaan dunia tanpa hati,
sebagaimana ia adalah suatu roh zaman yang tanpa roh, ia adalah candu rakyat.

5
Ajaran Karl Marx yang populer adalah tentang keterasingan (dalam pekerjaan) dan
teori kelas. Keterasingan dalam pekerjaan adalah dasar dari segala keterasingan manusia
karena, menurut Karl Marx pekerjaan adalah tindakan manusia yang paling dasar, dalam
pekerjaan manusia membuat dirinya menjadi nyata. Manusia membuat kegiatan hidupnya
menjadi objek kehendak dan kesadarannya, manusia berhadapan bebas dengan produknya,
manusia bekerja secara bebas dan universal, bebas karena ia dapat bekerja meskipun tidak
merasakan kebutuhan langsung. Kegiatan bebas dan sadar adalah ciri keberadaan manusia.
Dengan demikian pekerjaan menjadi esensi pembeda antara manusia dengan mahluk
apapun dan menunjukan bebas dan universalnya manusia. Dalam pekerjaan sebagai
objektivasi manusia, pekerjaan juga membuktikan manusia sebagai mahluk sosial, yang
memastikan dirinya selalu berhadapan dengan orang lain dengan rasa yang saling
membutuhkan. Sifat sosial manusia dalam pekerjaan membuktikan bahwa, manusia yang
bersangkutan sadar dirinya penuh dengan kekurangan dan membutuhkan orang lain dalam
menyelesaikan pekerjaanya.

Pekerjaan menjadi sarana prealisasian diri manusia, seharusnya pekerjaaan


menggembirakan, pekerjaan harusnya memberikan kepuasan namun yang terjadi malah
kebalikannya kebanyakan orang khususnya bagi para buruh industri dalam system
kapitalis pekerjaan tidak merealisasikan hakekat manusia melaikan mengasingkannya.
Menurut Karl Marx orang bekerja tidak secara bebas dan universal, melaikan keterpaksaan
sebagai syarat untuk bisa hidup. Jadi pekerjaan tidak mengembangkan melainkan
mengasingkan manusia baik dari dirinya sendiri maupun dari orang lain.

Keterasingan manusia dengan alam maupun dengan manusia lainnya akan berakhir,
Karl Marx menyebutnya dengan komunisme karena, semua memiliki segala-segalanya
bersama. Komunisme adalah penghapusan positif hak milik pribadi sebagai keterasingan
diri manusia. Positif karena apa yang telah diciptakan dalam keterasingan tidak ditiadakan,
melainkan dimiliki bersama dan oleh karena itu pemilikan nyata hakikat manusia oleh
manusia dan bagi manusia. Komunisme adalah sebagai humanism utuh dan naturalisme
utuh karena ia adalah pemecahan nyata pertentangan antara manusia dengan alam dan
dengan manusia lainnya, antara kebebasan dan keniscayaan ia adalah pemecah teka-teki
sejarah penghilangan kelas berkuasa dan kelas tertindas.

Pemikaran Karl Marx tersebut menjadi dasar kekuatan ideologi komunisme dan
motivator gerakan sosial kaum buruh di Jerman. Kekuatan pemikiran Karl Marx menjadi
6
inspirasi dan penyemangat perubahan (revolusi) ketidak berdayaan kaum buruh untuk
menentang ketidak adilan dan ketertindasan oleh kaum kapitalis. Hasil pemikiran Karl
Marx dapat dirasakan hingga sekarang, pemikiran yang pada akhirnya menjadi koreksi
kaum kapitalis untuk memperbaiki segala kekurangan dan kelemahannya sehingga, jurang
pemisah antara kaum pemilik modal dan kaum buruh bukanlah jurang yang tajam dan
pembeda yang jelas. Hubungan keduanya merupakan sinergisitas yang saling
membutuhkan, saling bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan yang sama bukan
pemerasan dan penindasan.

B. Perkembangan dan Dampak Sosialisme-Marxisme di Eropa

1. Perkembangan Sosialisme-Marxisme di Eropa

Pada akhir abad ke-19 sebagian besar negara Eropa telah menjadi kebangsaan yang
industrialis. Nasionalisme bagi bangsa Barat telah menghasilkan kebangsaan dlam waktu
yang reltif singkat, dengan sistem ekonomi liberal-kapitalis dansistem politik
demokrasinya. Sampai akhir abad ke-19 isu sosialisme ataupun Marxisme dengan partai
atau organisasi buruhnya barulah menjadi kekuatan kritis terhadap masyarakat Eropa,
tetapi belum menjadi kekuatan revolusioner yang bisa merombaknya.

Negara-negara Eropa pada masa itu memang menjadi tempat yang subur bagi
pertumbuhan partai-partai sosialis tetapi bukan untuk partai komunis. Tahun 1883 di
Jerman munucul dua partai buruh, yaitu lebih sosialistis yang dipimpin oleh Ferdinand
Lasalle dan yang lain lebih dekat dengan Marxisme yang dipimpin oleh Wilhelm
Liebknecht. Kedua partai ini baru seratus tahun kemudian (1975) bisa bersatu menjadi
partai Sosial-Demokrat (SPD) Jerman, yang sosialistis dan hampir tidak Marxistis.
Sementara itu, di Inggris pada 1884 muncul gerakan sosialis yang disebut Fabian Society,
yang program-programnya begitu konkret untuk memperbaiki kesejahteraan kaum buru
secara parlementer dan damai. Fabian Society inilah yang kemudian membentuk Partai
Buruh di Inggris tahun1900 dan diperbaharui lagi tahu 1923.

Akhir abad ke-19 organisasi Internasionale II didirikan lagi untuk menghimpun


gerakan-gerakan kaum buruh di seluruh Eropa. Namun Perang Dunia pertama telah
mengoyak organisasi ini karena terjadi perbedaan sikap antara anggotanya, ada yang tetap
mempertahankan dan mementingkan kepentingan nasionalnya ( umumnya penganut
7
sosialisme ) dan kelommpok Marxis yang menghendaki perjuangan buruh melampaui
batas-batas negara kebangsaan atau menjadi internasionalis bahkan buruh itu tidak perlu
mempunyai tanah air.

Sebenarnya sampai awal abad ini Marxsis belum menjadi ancaman bagi Eropa.
Eropa masih dikuasai paham demokrat liberal dan kapitalisme. Sosialisme, fasisme, dan
komunisme memang telah menyertai tapi masih ada di belakng paham lain. Baru setelah
Perang Dunia pertama berkahir, dunia digetarkan oleh keberhasilan Lenin memimpin
revolusi Oktober 1917 di Rusia dan mendirikan negara komunis Uni Soviet. Semenjak itu
gerkan kaum buruh di Eropa terpercah menjadi dua, yaitu yang bersikap moderat dan
bersikap revolusioner. Kelompok moderat akhirnya lebih terwadahi dalam Partau Sosialis/
Partai Buruh, sedangkan kelompok revolusioner membentuk Partai Komunis. Pada saat ini
Partai Komunis yang besar di Eropa Barat ada di Perancis ( berdiri tahun 1920) di Italia
( berdiri tahu 1922) dan Portugal.

Partai-partai komunis pada 1919 dihimpun dalam wadah organisasi internasionale III
(Cominhern) oleh Lenin dengan tugas pokok menyebarluaskan paham komunis serta
mengkoordinasi gerakan kaum buruh revolusiner di seluruh dunia, maka partai-partai
sosialis mendirikan organisasi Internasional Buruh dan Sosialis ( Labor and Socialist
Internationake ) tahun 1923 dengan program memperjuangkan cara kerja yang demokratis
dan pembaruan kesejahteraan buruh secara damai.

Sampai Perang Dunia kedua, partai-partai sosialis berhasil memegang tumpuk


pimpinan di banyak negara di Eropa, khususnya di Negara-negara Skandinavia
( Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark ), bahkan di Swedia tahun 1932 hingga sekarang
Partai Sosialis terus-menerus memerintah. Di Inggris dan Jerman Barat dapat dikatakan
partai-partai konservatif (kanan) dan partai-partai buruh atau sosialis silih berganti
memerintah hingga dewasa ini. Sementara itu, Partai Komunis hingga awal Perang Dunia
kedua aru berhasil mendirikan negara komunis di Uni Soviet.

2. Dampak Marxisme-Sosialisme

Sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua, Uni Soviet di bawah Stalin melakukan
gerakan kilat ke arah Barat an berhasil mengkomuniskan hampir semua negara Eropa
Tengah dan Timur. Eropa secara politis, militer, sosial-ekonomi terpecah menjadi dua,
Blok Barat yang Liberal/demokratis dan Blok Timur yang diktator-komunistis. Perpecahan

8
itu seara fundamental bersumber pada ideologi yang mereka anut yang ternyata
bertentangan satu sama lain. Pertentangan itu memang mengalami pasang surut sejak
Perang Dunia kedua hingga dewasa ini ( akhir tahu 90 semua negara komunis di Eropa
runtuh) dan juga mengambil wujud yang bermacam-macam, serta mewarnai pola hidup,
sistem sosial-politik di masing-masing negara. Belum ada ideologi yang mampu
mengoyak Eropa begitu parah seperti ideologi komunis bahkan kekristenan pun tidak.

Marxisme yang relatif baru dalam khasanah isme-isme memang telah berkembang
lebih pesat daripada ideologi yang lebih tua seperti nasionalisme, demokrasi, liberalisme
atau kapitalisme. Sejak berakhirnya Perang Dunia kedua terjadi pertentangan hebat antara
pendukung Marxisme di satu pihak melawan pendukung demokrasi, liberalisma dan
kapitalisme di pihak lain. Pertentangan dan permusuhan itu begitu hebatnya sehingga
menimbulkan perang baru dalam sejarah umat manusia, yang dikenal dengan nama Perang
Dingin ( cold war ) sebagai istilah damai tidak dan perang pun tidak (hot war ). Inti perang
dingin sendiri dimaknai sebagai suatu hubungan antar dua atau lebih bangsa/negara yang
penuh kebencian dan permusuhan, yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan dan
terutama perbedaan ideologi nanum tidak berkembang menjadi konflik senjata secara
langsung atau ( hot war ) antar mereka.

Perubahan yang segera tampak di Eropa Timur-Tengah adalah sistem politik liberal-
demokratis diganti dengan sistem komunis yang diktatoral, sistem ekonomi liberal diganti
dengan sistem ekonomi etatisme. Sebagai contoh dalam bidang politik yang semula
berlaku sistem multipartai kemudian hanya ada satu partai (monopartai) yaitu partai
Komunis. Dalam bidang ekonomi yang semula liberal menjadi sentralistik, hak milik
pribadi dihapus, peranan swasta dihilangkan, semua menjadi milik negara. Perubahan
dalam berbagai bidang di Eropa Timur memang pada mulanya tampak ada segi positifnya
misalnya dalam bidang ekonomi mengalami pertumbuhan 14% dalam tiga tahun pertama
sejak jadi negara komunis, namunperkembangan ini tidak berjalan lama sebab akhirna
monopoli pemerintah yang duterapkan dalam segala hal membuat semua mekanisme pasar
hilang, produksi terus menurun, distribusi tidak lancar, bahan dasar makin lama makin
langka, gairah ekonomi merosot.

Uni Soviet di bawah Stalin sejak masih berlangsungnya Perang Dunia kedua secara
paksa mengkomuniskan daerah atau negara-negara yang didudukinya selama perang, hal
tersebut tentunya telah membuat gusar negara-negara Barat pimpinan USA. Reaksi
9
negara-negara Barat terutama USA adalah berjuang membendung perluasan ideologi/
negara komunis. Politik pembendungan dikenal dengan containment ini dilancarkan oleh
Presiden Harry Truman dengan diumumkannya Truman doktrin yang isinya yaitu
membantu Yunani dan Turki menghadapi pemberontak komunis yang dibantu Uni Soviet,
Program Marshall ( pembangunan kembali Eropa Barat dalam bidang ekonomi dengan
bantuan ekonomi secara besar-besaran oleh USA untuk mencegah Eropa jangan sampai
jatuh ke tangan komunis serta membentu NATO untuk menghadapi ancaman militer dari
negara-negara komunis.

Dalam pandangan Presiden Truman hanya bantuan ekonomi dan militerlah yang
dapat menyelamatkan Eropa dari bahaya komunise. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa keadaan ekonomi yang lemah akan membuat rakyat tertarik pada program komunis
sebagai alternatif pemecah kemiskinan. Tentu tindakan Truman ini mengundang reaksi
keras dari Uni Soviet dan terjadilah konflik USA dan Uni Soviet makin tajam.

C. Penyebab Munculnya Sosialisme-Marxisme di Indonesia

1. Munculnya Sosialisme di Indonesia


Sifat sosialisme sangat menonjol sekali di zaman kapitalisme, ajaran sosialisme
digunakan untuk memberontak dan mengumpulkan kekuatan agar dapat merubuhkan
susunan kekuasaan serta susunan masyarakat yang ada, yakni susunan masyarakat
kapitalis. Menjadi suatu sifat seorang sosialis, untuk memusuhi dan membenci golongan
kaum kapitalis serta yang berkuasa. Keyakinannya adalah perjuangan kelas tanpa belas
kasihan dan segala perhatiannya dipusatkan pada tujuan untuk menggulingkan golongan
kapitalis dan golongan berkuasa dari takhtanya; supaya kaum proletar serta kaum yang
sama sekali tidak memperoleh keadilan dapat mendirikan kekuasaan.
Sosialisme sebagai ajaran keadilan untuk kaum yang tertindas dan kaum terhisap
dibawa kemari oleh kaum sosialis dari Negeri Belanda pada permulaan Abad XX.
Sosialisme di Barat waktu itu masih agak radikal dan revolusioner. Hak pemilihan belum
ada dan kaum buruh sama sekali tidak mempunyai wakilnya dalam pemerintahan.
Keadaan umum buruh di negeri kolonial dan imperialis Belanda waktu itu masih terhina.
Ajaran sosialisme yang demikian sangat sesuai dengan keadaan negeri kita, dimana pada
umunya masyarakatnya lebih melarat dan sengasara serta diperlakukan lebih sewenang-
wenang lagi daripada di negeri Belanda. Sosialisme yang menarik Semaun, Hassan

10
Djajadiningrat serta berbagai jiwa muda lain di waktu itu adalah sosialisme yang berjiwa
Domela Nieuwehuis, Gorter Roland Holst dan Pannekoek; yakni pemberontak, berjiwa
agresif terhadap golongan yang berkuasa dan mampu. Sosialisme ini kemudian setelah
pecah Perang Dunia Kedua lebih tertarik kepada sayap radikal dan revolusioner daripada
gerakan sosialis di Barat, yaitu Gerakan Internasional Ketiga yang dipimpin oleh Lenin,
Trotzky dan Stalin.
Seperti di negara Eropa umumnya, di antara orang Belanda sendiri timbul dua aliran
sosialisme, yang satu memihak Moskow sedangkan yang lain tetap pada Gerakan
Internasional Kedua. ISDV (Serikat Sosial Demokrasi Hindia Belanda) pecah menjadi
dua, yang satu menjelma menjadi Partai Komunis Hindia dan yang lain menjadi ISDP
(Partai Sosial Demokrat Indonesia). Partai Komunis Hindia ini menjadi pendahulu dari
Partai Komunis Indonesia. ISDP yang pada zaman penjajahan masih menamakan diri
sosialis, tidak dapat menarik perhatian orang Indonesia, oleh karena ternyata terlalu
bersifat Kebelandaan atau Kolonial. Sedangkan kaum ISDV seperti Sneevliet, Baars, Van
Munster, yang turut aktif mengusahakan berdirinya organisasi komunis di Indonesia
tadinya adalah memang golongan yang menganut aliran internasional di Eropa, yaitu
golongan Lenin, Gorter, Luxembourg dan lain-lain. Sehingga komunisme di negeri kita
pada waktu itu mengemukakan internasionalisme dan malah menentang dan memusuhi
aliran nasionalisme.
Sesudah hancurnya Partai Komunis Indonesia, cita-cita sosialisme di antara bangsa
dan rakyat kita hanya hidup di dalam kandungan gerakan kebangsaan. Di dalam gerakan
kebangsaan serta kerakyatan yang berdasarkan keindonesiaan tumbuhlah cita-cita
kemerdekaan yang diharapkan akan dapat memungkinkan pembangunan masyarakat baru
untuk bangsa kita dimana tidak ada lagi perbedaan dan pertentangan antara yang kaya dan
miskin, antara yang menindas dan yang tertindas. Suatu pergaulan hidup yang tidak lagi
mengenal kelaparan, kemiskinan, kebodohan, dan kehinaan. Suatu masyarakat yang adil,
aman dan makmur, atas dasar kerjasama seluruh bangsa kita.
Sesudah Proklamasi 17 Agustus 1945, hal ini berubah. Dengan tercapainya tujuan
kita untuk berbangsa dan bernegara sendiri lahirlah persoalan bagaimana mengatur bangsa
dan negara kita. Maka lahirlah pula keharusan untuk memeperjuangkan sosialisme bagi
sekalian orang yang bercita-cita sosialis supaya dijadikan pedoman dalam pembangunan
dan mendirikan negara kita itu, lahirlah Partai Sosialis Indonesia. Pada tahun-tahun
permulaan revolusi kebangsaan kita semua aliran dan cita-cita sosialis merasa perlu
mempersatukan tenaga dan pikiran, supaya secara bersama-sama lebih sanggup untuk

11
mendorong pelaksanaan revolusi yang sempurna. Akan tetapi pada waktu tahun-tahun
permulaan dari revolusi itu tampak bahwa di antara kaum yang menamakan dirinya
sosialis itu muncul berbagai aliran. Kaum komunis secepatnya menggabungkan dirinya
kembali menjadi satu partai, dan setelah menjalin hubungan kembali dengan gerakan
komunis di dunia luar maka dengan sendirinya mereka menyesuaikan diri dengan
pandangan, keyakinan, pendirian serta sikap politik yang berkuasa di dalam gerakan
komunis internasional itu. Maka kembalilah kaum komunis berkiblat ke Moskow dan
berpedoman kepada pemimpin utama mereka Stalin.
Yang tidak dapat menuruti ajaran komunisme memisahkan diri dan mendirikan
partai sendiri, yaitu Partai Sosialis Indonesia. Yang lain segera menyetujui penggabungan
dengan Partai Komunis Indonesia, yang akhrinya baru dapat dilakasanakan dengan resmi
beberapa tahun sesudah itu. Riwayat sosialisme yang meleburkan diri dengan dengan
komunisme kominform itu akhirnya tidak lain dari riwayat komunisme formal yang
berpusat di Moskow. Mereka berpegang pada ajaran Lenin dan Stalin tentang perjuangan
kaum buruh dunia. Pada pokoknya isi ajaran itu adalah bahwa selamanya harus
mempersiapkan diri untuk merebut kekuasaan dalam negara dengan aksi massa,
pemberontakan. Juga menjalankan diktator proletariat dan menggunakan daerah-daerah
kekuasaan sebagai basis perlawanan militer dan gerilya untuk merobohkan pemerintahan
yang ditentang, seperti telah diperlihatkan oleh kaum komunis di Tiongkok di bawah
pimpinan Mao Zedong dan Jenderal Zhu De.
Contoh ini kemudian diikuti oleh kaum komunis di Burma dan rupanya contoh itu
pula mengilhami pemimpin-pemimpin pemeberontakan Madiun di negeri kita pada tahun
1948. Pandangan dan ajaran yang demikian tentu memandang sebagian dari bangsa kita
sebagai musuh yang mesti dihancurkan dan dilumpuhkan dengan menggunakan
kekerasan. Dan mereka pula yang menjadi tujuan untuk ditundukkan dan dikuasai dengan
jalan diktator. Mereka yang tidak sepaham oleh kaum komunis dituduh sebagai kaum yang
sudah memihak pada penjajah atau kaum imperialis, sedangkan golongan yang
dianggapnya dapat dipergunakan untuk cita-cita perjuangan komunisnya menurut resep
Stalin atau Mao Zedong disebut kaum revousioner atau progresif.
Sosialisme yang diajarkan oleh partai kita berlainan sama sekali dengan ajaran
komunis kominform itu. Kita sebaliknya, mendasarkan sosialisme untuk Indonesia yang
sudah mempunyai negara dan pemerintah sendiri bertujuan pada rakyat dan bangsa dengan
tidak perlu menganggap musuh dan memerangi sebagian besar rakyat kita. Kita harus
meyakinkan rakyat bahwa susunan negara dan masyarakat kita memberikan kemungkinan

12
dan kesempatan yang sepenuh-penuhnya untuk sosialisme agar berkembang dan diterima
masyarakat sebagai pedoman untuk menyusun kehidupan dan masyarakat baru yang lebih
adil dan makmur. Kita tidak melihat adanya golongan-golongan di antara bangsa kita yang
memperlakukan sebagian bangsa kita sebagai budak untuk ditindas dan dihisap.
Sosialisme kita didasarkan pada kerakyatan, dalam arti kepercayaan bahwa rakyat dan
bangsa kita umumnya memang akan menerima dengan keyakinannya sendiri segala
kebijakan yang jelas tampak jika dibandingkan dengan sistem kapitalisme, apalagi sebagai
buruh mereka pernah mengalami perlakuan dari majikan asing itu.
Sedangkan pemerintah yang dapat kita gantikan sendiri setiap hari tidak dapat kita
tuduh sebagai “tukang pukul” atau “pejaga malam” kapal asing itu. Kebenaran pandangan
serta pendirian kita ini terbukti dan ternyata dari sejarah sosialisme di negeri kita sejak
berdirinya Partai Sosialis Indonesia. Meskipun partai kita tidak sedikit menemui
perlawanan terutama dari pihak kaum komunis, malah juga oleh golongan-golongan yang
tetap menyatakan kecurigaannya terhadap sosialisme yang dianggap tidak baik itu.
Sosialisme di negeri kita ini pasti dapat dianjurkan dengan cara terarur dan meyakinkan
tanpa perlu merancangkan pemaksaan dan kekerasan terhadap golongan-golongan bangsa
kita sendiri. Dalam hal inilah terdapat persamaan anatara sosialisme di Eropa Barat dengan
sosialisme di negeri kita, dan di Burma, walaupun keadaan masyarakat kita berlainan sama
sekali. Yaitu dalam menghadapi soal kekuasaan untuk melaksanakan cita-cita sosialisme
bagi masyarakat masing-masing, sosialisme kita bersifat kemanusiaan umum dan tidak
ditujukan hanya untuk satu golongan, golongan proletar atau golongan buruh.
2. Munculnya Marxisme di Indonesia
Sejumlah pemimpin di Indonesia telah bersentuhan dengan sebuah partai sosialis
yang berkembang di Belanda. Partai ini tertarik pada persoalan rakyat Indonesia serta
menentang perluasan kekuasaan Belanda dengan cara kekerasan di Hindia Belanda. Partai
tersebut adalah Partai Pekerja Sosial Demokrasi atau SDAP (Sociaal Democratische
Arbeiders Partij) yang didirikan di Amsterdam pada 1894. Sejak awal berdirinya, partai
ini mengkampanyekan peningkatan standar hidup rakyat Indonesia agar benar-benar
mandiri. Pada awal Maret 1901, SDAP ikut memeperjuangkan ketentuan-ketentuan
tentang kesejahteraan dan kebijakan politik etis nasional. Di parlemen, wakil-wakil dari
partai ini berhasil memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia. Informasi tentang
aktivitas SDAP sampai ke pemimpin Indonesia melalui percetakan-percetakan Belanda
dan lebih sering melalui hubungan dengan para sosialis Belanda yang tinggal di Indonesia
yang beberapa di antaranya adalah anggoa SDAP.

13
Tetapi, marxisme diperkenalkan secara resmi ke Indonesia pada 1914 bersamaan
dengan berdirinya ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) atau Serikat Sosial
Demokrasi Hindia Belanda, yang menancapkan akar pertamanya kuat-kuat di tanah
Indonesia. Serikat ini merupakan organisasi sosialis pertama yang berdiri di Asia
Tenggara. Para pendirinya adalah sekelompok orang Belanda yang dipimpin oleh
Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet yang datang ke Jawa pada 1913. Ia
bergabung dengan Vereniging van Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP) atau Perhimpunan
Buruh Kereta Api dan Trem. Dengan pimpinan Sneevliet, VSTP yang merupakan
organisasi buruh terbesar pertama di Indonesia menjadi radikal. Pada 1914, Sneevliet
(yang juga anggota SDAP) bersama J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersama
mendirikan partai sosialis pertama di Hindia Belanda. Melalui majalah Het Vrije Woord,
paham sosialisme mulai disebarkan. Tetapi ternyata orang-orang Indonesia menganggap
itu sebagai organisasi bangsa asing.
Untuk mendapat pengikut di kalangan bumiputra, Sneevliet mengembangkan suatu
metode infiltrasi baru, yaitu teknik dengan keanggotaan dua partai. ISDV mengusahakan
hubungan dengan Sarekat Islam (SI) yang pada waktu itu berkembang pesat sebagai
pergerakan bangsa Indonesia. Berkat hubungan itu, Sneevliet dan Baars berhasil beropini
dengan leluasa dalam sidang-sidangnya tentang perburuhan dan pemerintahan. Banyak
anggota ISDV menyelundup ke dalam tubuh SI, begitupun sebaliknya. Bahkan orang-
orang seperti Samaoen, Dharsono, Alimin Prawirodirdjo, dan Tan Malaka menjadi tokoh
sekaligus pimpinan kedua organisasi yang berlainan paham itu.
ISDV menjadi lebih radikal setelah berdirinya Soviet Rusia pada 1917. Pada waktu
yang bersamaan, angggota-anggota pengurus dari Belanda berangsur-angsur
meninggalkan organisasi ini karena dibuang oleh Pemerintah Belanda. Karena itu, pada
1919, Samaoen dan Dharsono diangkat menjadi pimpinan ISDV menggantikan Snevliet.
Semaoen dan Dharsono berhasil mempengaruhi SI untuk bergeser ke arah kiri. Kongres SI
ketiga pada 29 Oktober 1918 di Surabaya memutuskan menentang pemerintah selama
tindakannya melindungi kapitalisme, pegawai pemerintah dianggap sebagai alat
penyokong kepentingan kapitalis. Dalam kongres itu ditetapkan tuntutan peraturan sosial
kaum buruh, seperti upah minmum, maksimal kerja, dan lain-lain, untuk mencegah
penindasan dan perbuatan sewenang-wenang. Pada 1918, SDAP di negeri Belanda
berubah menjadi Partai Komunis Belanda dan menimbulkan niat yang sama di kalangan
ISDV.

14
Akan tetapi, segera terlihat bahwa persatuan itu tidak dapat bertahan karena masing-
masing organisasi memegang teguh ideologinya sendiri. Selain itu, timbul perpecahan
antara golongan kanan (Tjokroaminoto) dengan golongan kiri (Semaoen dan Dharsono).
Juga dalam bidang perburuhan timbul pertentangan antara Semaoen (PKI) dan
Soerjopranoto (SI).
Pemimpin PKI dituduh mendahulukan kepentingan revolusi dunia ketimbang
kepentingan Indonesia oleh para pemimpin SI yang antikomunis, sedangkan PKI menuduh
SI mengabdikan diri pada Pan-Islamisme dan bukan pada penderitaan yang dihadapi
rakyat Indonesia. Tetapi sebenarnya yang menjadi permasalahan dalam perdebatan ini
adalah perjuangan kekuasaaan dalam gerakan itu. SI sulit secara kedudukan karena
sebagai organisasi Indonesia utama ia menghadapi beban akibat kecurigaan dan tindakan
pembalasan pemerintah. Dengan menyempitnya kemungkinan partisipasi politik dan
kekalahan terus-menerus serikat buruh, para pemimpin SI mulai mencari dasar kegiatan
yang akan menjamin tetapnya kesetiaan rakyat serta menghindari konfrontasi dengan
pemerintah.
Perpecahan PKI dan SI sangat memperlemah perjuangan kemerdekaan. Yang
tertinggal di SI terbagi dalam cabang ‘putih’ dan ‘merah’, dengan kelompok SI ‘merah’
patuh pada PKI dan mengubah nama menjadi Sarekat Rakyat (SR) serta menjadikannya
organisasi massa yang utama. Penjelasan sebagian besar pengikut SI yang tertarik pada
PKI adalah karena PKI merupakan satu tantangan yang bersifat militan terhadap Belanda
dan rakyat tidak akan lagi tertarik apabila tidak ada aksi. SI lebih banyak “asap daripada
api” karena perkumpulan ini lebih banyak bersifat pawai ketimbang gerakan revolusioner
dan memang akan lenyap seperti gerakan ratu adil di masa-masa lampau. Perkembangan
SI kemudian dievaluasi dalam Kongres PKI pada 4 Maret 1923 di Bandung, yang dihadiri
oleh 16 cabang SI ‘merah’ dan perkumpulan sekerja komunis. Perpecahan SI perlu
dievaluasi karena SI dibentuk dari kepentingan kaum modal bangsa Indonesia dan SI
banyak membocorkan uang yang didapat dari rakyat. Haji Misbach hadir dalam kongres
itu dan memberikan uraian dengan menunjukkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan
tentang relevansi Islam dengan komunisme serta mengkritik pimpinan-pimpinan SI ‘putih’
yang munafik, yang menjadikan Islam sebagai selimut untuk memperkaya diri sendiri.
Sejak itu, Haji Misbach dikenal sebagai dai komunis yang selalu berpropaganda tentang
komunisme dan Islam.
Setahun kemudian, Tjokroaminoto menulis buku Islam dan Sosialisme (1924).
Tulian Tjokroaminoto bertujuan untuk “membuat perhitungan” dengan ideologi

15
sosialisme. Ia menyatakan bahwa seorang Islam dengan sendirinya adalah sosialis.
Baginya, sosialisme sebagai cita-cita kemasyarakatan sejalan dengan Islam sepanjang
bertujuan untuk memperbaiki nasib golongan manusia miskin yang terhitung banyak,
yakni agar mereka bisa mendapatkan nasib yang sesuai dengan derajat manusia. Namun,
dia menyadari bahwa sosialisme bukan hanya sel-sel ekonomi, tetapi juga mengandung
ajaran filsafat tertentu. Dan ia mempertanyakan, mengapa orang harus berupaya
memusatkan perhatiannya pada ideologi yang sebetulnya datang dari Eropa, sedangkan
pengetahuan tentang Islam dari anggota dan pimpinan SI sendiri ternyata kurang.

D. Perkembangan dan Dampak Sosialisme-Marxisme di Indonesia


1. Perkembangan Sosialis-Marxis di Indonesia Pasca Proklamasi
Sebelum rezim Orde Baru (Orba) berkuasa, 23 Mei adalah hari yang istimewa buat
sebagian rakyat Indonesia. 23 Mei dirayakan dengan meriah, tidak saja secara politik tapi
juga kultural. Pada hari itu, tepatnya di tahun 1920, Partai Komunis Indonesia (PKI), resmi
berdiri. PKI adalah partai politik pertama yang menggunakan nama Indonesia secara
resmi.
Sejak saat itu PKI terlibat aktif dalam perjuangan nasional melawan kolonialisme
Belanda. Pada 1926-1927, partai ini memimpin pemberontakan rakyat melawan
penjajahan yang ditindas dengan kejam. Menurut sejarawan Abdurrachman
Surjomihardjo, pemberontakan 1926 merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah
pergerakan kemerdekaan. Para kader dan pemimpinnya bersama sejumlah kaum nasionalis
dan Islam sebanyak 1.300 orang, dibuang ke Digul, Papua, yang ketika itu merupakan
sarang penyakit malaria. Sejak itu PKI melakukan gerakan di bawah tanah dalam
perjuangan pembebasan nasional yang berpuncak pada Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 oleh Sukarno-Hatta.
Sejumlah tokoh muda anggota PKI bawah tanah atau yang kemudian bergabung
dengan PKI, seperti Amir Sjarifuddin [berada di penjara Jepang], Wikana, Widarta,
Sudisman, DN Aidit, MH Lukman, Trimurti, Sidik Kertapati, dan Sumarsono mengambil
bagian aktif bersama pemuda lain dalam menyongsong dan melanjutkan perjuangan
kemerdekaan. Wikana [bersama Chaerul Saleh cs] bahkan merupakan salah satu aktor
penting “penculikan” Bung Karno dan Bung Hatta yang dibawa ke Rengasdengklok pada
subuh 16 Agustus 1945, untuk memaksa mereka menyatakan kemerdekaan Indonesia
tanpa restu Jepang.
Jalan hidup PKI pasca kemerdekaan, naik turun sangat tajam. Pada 1948, oleh
sejarah resmi orde baru, partai ini dituduh melakukan pemberontakan terhadap
pemerintahan yang sah, yang mengakibatkan dieksekusinya para pemimpin tertingginya
16
tanpa proses hukum oleh militer Indonesia. Pasca peristiwa Madiun itu, PKI praktis
lumpuh. Menariknya, dalam pemilihan umum pertama yang damai dan demokratis pada
1955, PKI muncul sebagai salah satu dari empat partai besar sesudah PNI, Masyumi dan
NU. Bahkan dalam pemilu daerah pada 1957, PKI keluar sebagai partai terbesar di Jawa.
Para analis dan pimpinan PKI sendiri meyakini, jika pemilu diadakan lagi kemungkinan
besar partai ini akan keluar sebagai partai terbesar secara nasional. Dengan demikian
menjadi sangat aneh dan sulit dimengerti jika beberapa pimpinan PKI melibatkan diri
(seperti dikatakan Sudisman) atau bahkan mendalangi peristiwa G30S yang terjadi pada 1
Oktober 1965. Aneh dan sulit dimengerti karena arus politik yang relatif damai berpihak
kepadanya.
Sebelum tragedi 1965, PKI menyatakan dalam konstitusinya untuk berjuang dengan
cara-cara damai dan parlementer. Setelah mereka mengalami hantaman palu godam rezim
militer Jenderal Suharto hingga organisasinya hancur lebur, sejumlah pimpinannya yang
masih hidup pada akhir 1965 dan permulaan 1966 mengeluarkan dokumen kritik-otokritik
(KOK) yang mengecam pimpinan lama. Tak pelak sebagian penyusun dokumen ikut
berperan penting dalam pimpinan lama yang dikecamnya. Pimpinan baru menyatakan
hendak mencapai tujuannya dengan perjuangan bersenjata. Hal ini berakhir dengan
peristiwa Blitar Selatan 1968 yang menghancurkan sisa-sisa organisasi PKI.
Selama kekuasaan rezim Orba, partai ini disebut sebagai golongan setan, bukan
golongan manusia. Propaganda rezim begitu hebat, sistematis, dengan mengerahkan
seluruh piranti yang dikuasainya, termasuk mengerahkan para pakar untuk menyebarkan
dongengan sebagai kenyataan. Pendeknya, partai ini adalah organisasi tempat
berkumpulnya makhluk jahat yang sejahat-jahatnya. Sampai-sampai pada suatu hari di
jaman Orba Suharto, Romo Magnis Suseno SJ terperangah ketika berhadapan dengan
seorang umatnya yang lugu di pelosok Jawa yang bertanya: “Apa orang PKI, orang
komunis itu masih manusia?”
Kata “PKI” itu sendiri telah menjelma setan. Rezim Orba sukses mengindoktrinasi
orang-orang terdidik sekalipun untuk percaya bahwa memang PKI adalah iblis yang
terkutuk. “PKI” tidak lagi merujuk pada sebuah referensi, yaitu partai yang pernah ada
dalam sejarah negeri ini dan yang punya kompleksitas luar biasa, yang perjuangannya
dalam pembebasan nasional tak kalah dengan kelompok lain, yang pimpinan dan
anggotanya rela berkorban tanpa pamrih demi kemerdekaan dari tindasan kolonialisme
Belanda. Kata “PKI” telah menjelma kekuatan itu sendiri, yang menakutkan dan membuat
benci,” tulis sastrawan dan wartawan Ayu Utami. Sebagai ditulis Hermawan Sulistio, “Di

17
bawah rezim ini, siswa-siswa dipaksa mempelajari sejarah 1965-1966 dengan satu
perspektif, bahwa penggal sejarah tersebut merupakan titik balik dari jaman gelap Orde
Lama menuju jaman yang lebih baik di bawah Orde Baru. Semua warganegara dipaksa
menyadari bahwa bekas anggota atau simpatisan PKI, atau siapa pun yang terkait dengan
partai itu, adalah orang jahat”.
Di masa Orba Suharto sampai dewasa ini, jika terjadi kerusuhan, keributan dan
berbagai tindak kekerasan orang spontan merujuknya pada PKI atau komunis. Jika orang
menghadapi tindakan kasar atau tindak lain yang tidak disukainya, maka orang sering
mengatainya dengan “pekai lu!” Para buruh di Tangerang (2003) yang diharuskan kerja
lembur oleh majikannya selama bulan puasa dengan imbalan tidak sepadan, mengatai
majikannya tersebut di belakang dengan “dasar pekai!” Seorang wartawan menulis bahwa
di Mataram, Lombok, orang yang berselisih sering saling mengumpat dengan “pekai kau!”
Bahkan di banyak tempat lain, suami istri yang sedang cekcok seru pun mengeluarkan
kata-kata, “dasar pekai!”
Dengan demikian rezim Orba telah berhasil melepaskan kata PKI dari pengertian
sebagai partai politik yang teratur diakui oleh undang-undang, dengan program jelas,
pernah melakukan pendidikan politik kepada rakyat banyak, pernah malang melintang di
negeri ini dari jaman penjajahan Belanda sampai masa kemerdekaan selama 45 tahun
dengan jutaan anggota, simpatisan dan pemilih. Sebuah partai, yang menurut sejarawan
DR Baskara T Wardaya SJ, menjadi penanda bahwa gerakan “kiri” pernah menjadi bagian
penting perjuangan dan dinamika bangsa. Gagasan kiri dominan dalam perjuangan
mendirikan republik, selanjutnya dalam mengorganisasi masyarakat, buruh, petani,
perempuan, pemuda, seniman, wartawan, kaum intelektual dsb untuk kepentingan
masyarakat luas
2. Marhaensime Sebagai Marxisme Ala Indonesia
Marhaenisme diadopsi Bung Karno dari nama seorang petani yang ditemuinya saat
melakukan riset di daerah Bandung Selatan tahun 1920-an. Bung Karno menyebut
marhaenisme sebagai “marxisme yang diselenggarakan, dicocokkan, dilaksanakan di
Indonesia, is het in Indonesie toegepaste marxisme (Kursus Pancasila, 1958). Jadi,
marhaenisme adalah marxisme ala Indonesia.
Tentu, sebagian kita bertanya, apa yang coba dicocokkan antara marxisme dan
keadaan Indonesia? Sebagai seorang marxis, Bung Karno jelas memakai analisa kelas.
Dalam marxisme, menurut bacaan dia, selalu ada kelas sosial yang memainkan tugas
sejarah untuk mengubah relasi produksi agar sejalan dengan tuntutan kemajuan tenaga-
tenaga produktif. Di Eropa, tugas sejarah itu berada di pundak kelas proletar.

18
Tetapi masyarakat Indonesia berbeda. Kendati sudah ada kaum proletarnya, seperti
di perusahaan kereta api, perusahaan pegadaian, pertambangan, dan lain-lain, tetapi
jumlahnya masih sangat kecil. Sementara yang dominan adalah pemilik produksi kecil-
kecilan: pertanian kecil, perdagangan kecil, dan usaha produksi kecil. Kehidupan mereka
sangat sengsara dan melarat.
Kendati sama-sama melarat, namun proletar berbeda dengan marhaen. Proletar
adalah terminologi yang digunakan oleh Marx untuk menjelaskan sebuah kelas yang
dilahirkan oleh perkembangan kapitalisme di Eropa. Marx menyebutnya ‘kelas pekerja
modern’. Proletar ini dicirikan oleh: (1) mereka tidak punya alat produksi; (2) untuk
bertahan hidup, mereka menjual tenaga kerjanya kepada majikan/kapitalis; dan 3) dari
menjual tenaga kerjanya itulah ia mendapatkan upah. Sedangkan Marhaen, kendati
kehidupannya melarat seperti proletar, masih punya alat produksi. Bung Karno
mengatakan bahwa Marhaen sebagai prototipe dari kaum pemilik produksi kecil ini
dicirikan oleh 1) pemilik produksi kecil; mereka tidak menyewa atau mempekerjakan
orang lain (biasanya dikerjakan sendiri bersama anggota keluarga); (2) mereka tidak punya
majikan ataupun buruh upahan; dan (3) hasil produksinya hanya untuk kebutuhan sendiri
dan keluarganya.
Dengan analisa kelas ini, Bung Karno menemukan tenaga utama untuk mendorong
revolusi Indonesia, yaitu kaum marhaen. Dalam perkembangannya, istilah marhaen ini
diperluas cakupannya hingga meliputi seluruh sektor rakyat jelata: unsur kaum miskin
proletar Indonesia (buruh), unsur kaum tani melarat Indonesia, dan unsur kaum melarat
Indonesia lainnya. Namun demikian, ia tidak menampik peran kepeloporan yang
dimainkan oleh proletar. Ia juga percaya bahwa takdir historis penggulingan kapitalisme
berada di tangan proletar. Karena itu, katanya, “Nah, tentara kita adalah benar tentaranya
Marhaen, tentaranya kelas Marhaen, tentara yang banyak mengambil tenaganya kaum tani,
tetapi barisan pelopor kita adalah barisannya kaum buruh, barisannya kaum proletar.”
Satu pertanyaan yang mungkin mendayung di tengah kegelisahan kita adalah:
apakah marhaenisme masih relevan dalam konteks Indonesia saat ini? Saya akan
menjawab: iya. Merujuk kepada data resmi 2015, hampir 70 persen masyarakat Indonesia
bekerja di sektor informal. Kategori sektor informal adalah pedagang kaki lima,
perdagangan kecil, perajin kecil, dan pertanian dalam skala kecil. Ini meliputi keseluruhan
sektor perdagangan mikro (asongan, PKL, calo, dll), Industri pengolahan mikro (industri
rumah tangga, kerajinan, dan lain-lain), dan pertanian mikro (petani menengah, miskin,
dan gurem).

19
Artinya, mayoritas rakyat Indonesia sekarang ini sebetulnya adalah pemilik produksi
kecil. Mereka adalah kaum marhaen. Dan ingat, mereka termasuk sektor sosial yang
paling dikorbankan oleh neoliberalisme, selain kaum buruh dan sektor kaum miskin
lainnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sosialisme bukan hanya berarti suatu sistem masyarakat, sosialisme juga berarti sebuah
tuntutan perjuangan, yakni kemakmuran bersama. Sosialisme adalah bentuk gerakan reaksi
atas dampak Revolusi Industri Inggris yang telah memunculkan golongan pengusaha pemilik
modal (kapitalis). Munculnya kapitalis yang hidup makmur disisi lain juga memunculkan
adanya golongan buruh yang hidup miskin dan menderita. Di Indonesia, sosialisme ditujukan
agar berkembang dan diterima masyarakat sebagai pedoman untuk menyusun kehidupan dan
masyarakat baru yang lebih adil dan makmur.

Sementara itu, paham marxisme merupakan hasil pemikiran dari Karl Marx yang
tidaklah identik bahkan sama dengan komunisme. Kekuatan pemikiran Karl Marx menjadi
inspirasi dan penyemangat perubahan (revolusi) ketidak berdayaan kaum buruh untuk
menentang ketidak adilan dan ketertindasan oleh kaum kapitalis

B. Saran

Dengan mempelajari sejarah pemikiran Sosialisme dan Marxisme kita dapat memahami
seperti apa paham tersebut dan kebermanfaatan dari sejarahnya untuk pembelajaran hari ini,
dan digunakan sebagai bekal di masa depan. Kitapun harus bisa memilah dan memilih hal
negatif dan psitif dari adanya kedua paham tersebut. Jangan sampai pemikiran tersebut
menjadikan kita anarki atau radikal hingga timbulah Komunisme.
20
DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, S. 2013. Sejarah Pemeikiran Barat Dari yang Klasik Sampai yang Modern.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Agung, L. 2013. Sejarah Intelektual. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Ebenstein, W. 2006. Isme-Isme yang Mengguncang Dunia. Yogyakarta: Penerbit NARASI.


Kasenda, Peter. 2014. Sukarno, Marxisme & Lenimisme. Depok : Komunitas Bambu.
Rujikartawai, E. 2015. Komunis; Sejarah Gerakan Sosial dan Ideologi Kekuasaan. Jurnal
Qathruna, 80-82.

Santoso, N. S. 2010. Sejarah Ideologi Dunia; Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Fasisme,


Anarkisme, dan Marxisme, Konservatisme. Yogyakarta: Eye of The Revolution Perss.

Syahrir, Sutan. 1982. Sosialisme Indonesia Pembangunan. Jakarta : LEPPENAS.


Syatori. A. 2017. Jejak Marxisme di Indonesia. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Vol 3.
No. 1

https://indoprogress.com/2016/03/bung-karno-dan-marxisme/ diakses pada 02 April 2019,


pukul 16.52 WIB.

https://www.militanindonesia.org/teori-4/sosialisme/8315-pancasila-bung-karno-isme-dan-
sosialisme.html diakses pada 02 April 2019, pukul 17.03 WIB.

https://indoprogress.com/2010/05/partai-komunis-indonesia-pki/ diakses pada 02 April 2019,


pukul 17.15 WIB.

21
22

Anda mungkin juga menyukai