SKRIPSI
Oleh:
NIM : 111314013
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sebagaiungkapankasih, skripsiinisayapersembahkankepada:
Anastasia DasilahS.Pd.
Lea PuriDaniatiS.Pd.
3. Sahabat- sahabatsaya,
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
KEBIJAKANORDE BARU
TERHADAP ETNIS TIONGHOA
Oleh:
Daud Ade Nurcahyo
Universitas Sanata Dharma
2016
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
NEW ORDER POLICY
AGAINST CHINESE ETHNIC
By:
Daud Ade Nurcahyo
Sanata Dharma University
2016
This study aims to describe and analyze three key issues, namely (1) The
background of theemergence of the New Order policies against the Chinese ethnic
a group in Indonesia; (2) The implementation of the New Order policies against
theChinese; (3) The impact of the New Order policies against the Chinese.
The research method used was factual historic usius steps as follows:
selection of topics, heuristics (the collection of sources), verification (the source
criticism), interpretation and historiography (the history writing). The approaches
used wasa sociological approach and political approach. Model was used to report
the study descriptive analysis writing.
The results of this study indicated that (1) the background of New Order
policies of the Chinese ethnic could be traced from the colonial period up to the
outbreak of the 1965events, (2) the implementation of the policies issued by the
New Order government covered several fields, including the social and cultural
fields, economic field and political field which highly disaduantagedChinese, (3)
the impact of the policies issued by the New Order in the socio-cultural field was
making the Chinese societylose their identity; the impact in the economy made
Chinese ethnic economically exclusive. As a resuet the Chinese community
becomeapolitical. Therefore with the reformation, the Chinese ethnicgroup appean
to gain new political role.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kebijakan Pemerintah Orde Baru Terhadap Etnis Tionghoa”. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas
Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu
Pendidikan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, dukungan dan peran serta pihak-pihak yang telah memberi bantuan
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
S.Pd. dan Lea Puri Daniati, S.Pd. yang telah memberikan dukungan
menyelesaikan skripsi
10. Kekasih saya, Chatarina Adventi Rose Susanta yang telah memberikan
ini.
skripsi ini.
12. Teman- teman geng TIPIS, Tea, Dimas, Wawan, Galang, dan Bernad
skripsi ini.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 79
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan masalah yang
Sewaktu Orde Baru berjaya, selama itu pula Etnis Tionghoa banyak
1
Leo Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, Jakarta: Temprint,1988. hlm.63
2
Majalah Tempo, Etnis Tionghoa di Zaman yang Berubah, Jakarta: edisi 16-22 Agustus
2004.hlm.16
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
etnis Tionghoa. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah Orde Baru melanjutkan
Antar golongan) yang ditunjukkan kepada media agar tidak memberikan hal-hal
etnis Tionghoa. Malahan yang terjadi sebaliknya, selama Orde Baru terjadi
sentimen anti Tionghoa yang menimbulkan kekerasan seperti yang terjadi pada
Sikap anti Tionghoa sering dipertanyakan dengan asumsi bahwa sikap anti
Tionghoa merupakan produk dari proses interaksi sosial dengan etnis lainnya
Latar belakang sejarah di bidang ekonomi warga etnis Tionghoa telah melahirkan
mitos kekuatan ekonomi mereka. Terdapat pemukul ratataan bahwa WNI etnis
Tionghoa adalah kaya dan memperoleh akses pada kekuasaan tertinggi dalam
membawa sikap anti Tionghoa yang dihasilkan atau direkayasa melalui kebijakan
negara sebagai alat peredam yang dipakai oleh penguasa untuk mempertahankan
pendatang asing lainnya. Hal ini disebabkan banyak hal, diantaranya berasal dari
pengerusakan. Bila dirunut jauh ke masa lalu sentimen yang menimpa etnis
Tionghoa berpangkal pada politik devide et impera atau politik pecah belah yang
etnis Tionghoa berbaur dengan pribumi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
Tionghoa.
Indonesia semakin dikebiri oleh negara, bahkan oleh masyarakat pribumi. Etnis
negara. Stereotip5 yang tumbuh dan berkembang terlebih sejak masa Orde Baru,
tidak terlepas dari kebijakan negara. Negara dalam hal ini pemerintah, merupakan
suatu institusi yang selalu membuat isu-isu rasial demi mempertahankan status
segregasi6 sosial terhadap Etnis Tionghoa. Langsung atau tidak langsung negara
kekuasaannya.
5
Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok
dimana orang tersebut dapat dikategorikan atau dapat juga berupa prasangka positif dan juga
negative, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif.
6
Segregasi adalah pemisahan kelompok rasa atau etnis secara paksa. Segregasi merupakan bentuk
pelembagaan diskriminasi yang diterapkan dalam struktur sosial. .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Perumusan Masalah
sebagai berikut:
Tionghoa?
C. Tujuan Penulisan
masalah yang berkaitan dengan kebijakan pemerintahan Orde Baru terhadap etnis
etnis Tionghoa.
Tionghoa.
D. Manfaat Penulisan
2. Bagi Penulis
3. Bagi Pembaca
E. Tinjauan Pustaka
antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjelaskan tiga hal pokok. Pertama, peresepsi tentang bangsa Indonesia dan
Misalnya, peresepsi kaum nasionalis sekuler mengenai etnis Tionghoa pada masa
politik pada waktu itu, terwujud dalam kebijakan pemerintah Indonesia terhadap
Tionghoa lokal dari tahun 1949 sampai 1975, serta dampaknya bagi kebijakan
Tionghoa melalui kajian studi komparatif di Asia Tenggara yakni di Indonesia dan
7
Leo Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, Jakarta: Temprint 1988
8
Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa, Jakarta: LP3ES.1999
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan kata lain, kecinaan dianggap „asing‟ dan „berbahaya‟ bagi pembentukan
Buku karangan Charles A. Coppel ini berisi tentang latar belakang sejarah
pemerintahan. Selain itu kehidupan etnis Tionghoa pada masa Orde Lama dan
pergantian agama dan pergantian nama masyarakat etnis Tionghoa pada masa
Orde Baru. Hal ini terjadi karena pemerintah ingin melaksanakan pembaruan dan
Buku karangan Wahyu Efendi ini berisi tentang permasalahan surat bukti
untuk dimiliki ketika seorang anak dari orang tua warga Negara Indonesia etnis
9
Charles A.Coppel, Tionghoa Indonesia Dalam Krisis, Jakarta: Sinar Harapan, 1993
10
Wahyu Efendi, Tionghoa dalam cengkraman SBKRI, Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tionghoa beranjak 18 tahun atau sudah menikah, biarpun orang tua atau kakek
nenek buyutnya sudah menjadi warga Negara Indonesia dan mempunyai bukti
menjadi orangtua, dia pun harus mengurus SBKRI anaknya, begitu seterusnya
1998”11
Buku ini merupakan hasil seminar “Setelah Air Mata Kering” Sebagaimana
jelas dari judul tersebut, sesudah Tragedi Mei berlalu 10 tahun, dan sesudah air
mata banyak orang disiksa. Sumbangan gagasan dalam buku ini dapat menambah
tahun terakhir telah ikut mengalami “reformasi”. Dari buku ini tampak bahwa
kelompok etnis Tionghoa tidak tinggal diam, tetapi telah berpikir dan berbuat
banyak.
F. Landasan Teori
Skripsi ini berjudul Kebijakan Orde Baru terhadap Etnis Tionghoa. Untuk
11
Wibowo I dan Thung Ju Lan, Setelah Air Mata Kering:Masyarakat Tionghoa Pasca-Peristiwa
Mei 1998, Jakarta: Kompas, 2010
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
1. Kebijakan
kata dasar bijak, yang berarti pandai, mahir, selalu menggunakan akal budi. Kata
dasar bijak ini diberi imbuhan ke – an menjadi kebijakan yang berarti kepandaian,
kemahiran.12
Kebijakan dalam arti sempit dapat diartikan sebagai keputusan atau tindakan
dari suatu organisasi atau institusi. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai suatu
arah tindakan yang diusulkan pada seseorang, golongan atau pemerintah dan
mencapai suatu sasaran.14 Kebijakan dapat juga dikatakan sebagai suatu kumpulan
keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik dalam
usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mecapai tujuan-tujuan itu. Pada
tindakan , dengan pengertian bahwa keputusan adalah unsur yang lebih penting.
keputusan menunjukkan dengan jelas apa yang terkandung dari pikiran pembuat
12
Sutan Mohammad Zain, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1994,
hlm 131.
13
Soenarko, Public Policy,Surabaya, Ailangga University Pres: 2000, hlm 32
14
Dhlan Nasution, Politik Internasional : Konsep dan Teori, Jakarta: Erlangga, 1989, hlm 9.
15
Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1982, hlm 12.
16
Ibid,hlm 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
2. Orde Baru
Orde Baru adalah bangunan sistem politik kekuasaan yang tidak terlepas
dari sosok Soeharto yang berperan sebagai arsitek. Sepanjang sejarahnya Orde
Baru memiliki dua pola kekuasaan. Pola pertama terbentuk pada masa
konsolidasi awal Orde Baru. Pada masa ini Presiden belum muncul sebagai
Darat atau militer. Pola kedua segera terbentuk setelah Golongan Karya (Golkar)
memenangkan dua kali pemilu, sehingga penguasa Orde Baru memiliki legitimasi
politik yang konkrit dan kokoh. Pada pola kedua, Presiden perlahan namun pasti
mencuat sebagai kekuatan politik yang mandiri, dan akhirnya menjadi sentral
kekuasaan.17
libertarian yang sebenarnya adalah langgam transisi sambil mencari format baru
penemuan format baru politik Indonesia pada tahun 1969/1971, Indonesia mulai
jalannya pembangunan.18
musuhnya. Orde Baru sangat berhasil dalam membuat dan menyebarkan cerita
17
Saefulah Fatah, Penghianatan Demokrasi Ala Orde Baru:Masalah dan Masa Demokrasi
Terpimpin Konstitusional, Bandung: Rosdakarya, 2000. hlm 46.
18
Moh Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2006, hlm 196.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
versi mereka bagi sebagian besar orang Indonesia tentang “kudeta” 30 September
cendikiawan, seniman, dan pejabat yang dipekerjakan oleh rezim diarahkan untuk
menghasilkan laporan dan kisah tentang kudeta sesuai dengan versi Soeharto.
PKI‟. 19
stabilitas politik dan sosial yang dilakukan secara keras sehingga dirasakan
sebagai pemerintahan yang posesif dan represif. Siapa yang berani mengkritik
Orde Baru dianggap musuh Panscasila atau pro-komunis dan G-30S, sehingga
harus disingkirkan dari kehidupan umum. Pada waktu itu, Soeharto sebagai
ABRI, Bepeka, BPKP, pengadilan, Pres, dan media masa lainnya. Pengawasan
waktu negara Indonesia pada pertengahan tahun 1997 diserang oleh krisis moneter
19
Ibid., hlm 262.
20
Selo Soemarjan, Pengawasan Sosial Orde Baru dan Reformasi, Jakarta: Obor, 2011, hlm 639.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dianggap sebagai pembangkang negara dan berbahaya bagi negara. Di sini tampak
tidak ada satu pun kekuatan yang dapat mengontrol kebijakan Soeharto. Untuk itu
3. Etnis Tionghoa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah etnis berarti kelompok sosial
dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan
berikut:
dan dapat diterima oleh kelompok lain, dan dapat dibedakan dari kelomok
populasi lain.
menujukkan pada suatu kelompok tertentu dimana karena kesamaan ras, agama,
asal usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai
21
Barth, Kelompok Etnis dan Batasannya, Jakarta: UI Press, 1988, hlm 9-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
budaya yang terpusat pada kesamaan norma, nilai, kepercayaan, simbol dan
yang dimiliki secara bersama yang telah berkembang dalam konteks historis,
sosial dan politis tertentu yang mendorong rasa memiliki, yang paling tidak
dalam penelitian ini etnis merupakan sebuah komunitas atau kelompok yang
memiliki kesamaan asal, yang kemudian terpusat pada kesamaan norma, nilai,
kata Cina yang merupakan sumber dari Tionghoa. Cina adalah sebuah negara
yang terletak di sebelah barat Korea, sebelah utara Vietnam dan sebelah selatan
Rusia. Asal mula penggunaan kata Cina diperkirakan terjadi pada Dinasti Chin ,
dimana kaisar pada saat itu adalah Chin Si Ong, seorang kaisar yang berhasil
membangun tembok besar. Pada masa itu, orang di daratan China seringkali
menyebut diri mereka orang Tang (Tang-jin), ketika Dinasti Han berkuasa,
mereka menyebut diri mereka orang Han (Han-jin). Demikian pula ketika bangsa
Chin berkuasa mereka menyebut diri mereka bangsa Chin. Dalam dialek Hok-
kian, ucapan Chin seringkali ada ujungnya, dan biasanya diucapkan dengan
akhiran “a” atau”ah”, yang oleh orang-orang ini kemudian dihafalkan menjadi
22
Baker, Cultural Studies,Yogyakarta: Kresai Wacana, 2005, hlm 201.
23
Mahar,Chellen,dkk,”Posisi Teoritis Dasar Dalam :Richard Harker Cheleen Mahar dan Cris
Wilkes,Yogyakarta: Jalansutra, 2009, hlm 32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
yang dibuat oleh orang keturunan China di Indonesia, yang berasal dari kata
Zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua berasal dari kata Zhonggua dan
sudah ditemukan pada naskah sejarah klasik dari abad 6 SM, penyebutan untuk
kekaisaran Dinasti Zhou. Pada masa itu, Dinasti Zhou merasa sebagai pusat
dipakai juga untuk menamai ibu kota pusat kekaisaran yang membedakannya
dengan penamaan kota di bawah kekuasaan pangeran yang berinduk pada kaisar.
republik yang didirikan Dr. Sun Yat Sen pada tahun 1911, yakni Zhonghua
Minguo. Selanjutnya hal yang sama juga terjadi pada tahun 1949, ketika
Istilah ini kemudian menjadi populer setelah Dr. Sun Yat Sen pada tahun
Manchu (Ching) Da Qing Di Guo. Negara baru tersebut kemudian diberi nama
Chung Hwa Ming Guo (Zhonghua Minguo) yang memiliki arti harfiah Negara
harapan baru adanya perbaikan pada masyarakat umum. Tersirat juga di sana
persaingan primordial bahwa etnis Han terlepas dari dominasi etnis Manchu. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
ini sangat jelas terlihat ketika mereka yang merasa memiliki orientasi baru segera
memotong rambut panjang, suatu adat yang dipaksakan oleh pemerintah Manchu
Dengan adanya istilah baru ini tersirat semangat membangun kembali harga diri
masyarakat.
20. Penggunaan istilah Tionghoa sangat erat kemudian dengan penggunaan istilah
istilah Tionghoa. Istilah lama Tjina (Cina) mulai dianggap sebagai istilah yang
berkaitan dengan status rendah dan menjadi target gerakan nasionalis Tionghoa.
Dalam konteks tersebut, orang Tionghoa di Hindia Belanda akan merasa dihina
apabila dipanggil dengan sebutan Tjina dan mereka ingin disebut dengan
Tionghoa saja.
24
Kusteja,2011:http://web.budaya-Tionghoa.net/home/625-istilah-tiongoa-Tionghoa-chinachinese-
dan-cina)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dimana istilah Tjina diganti dengan istilah Tionghoa. Tahun yang sama Gubernur
Jendral Hindia Belanda juga memakai istilah Tionghoa sebagai istilah resmi.
Istilah Tionghoa dan Tiongkok juga mulai masuk pada pres pribumi. Pres
dan “Hindia Oland” diganti dengan sebutan Indonesia. Sebutan Indonesia mulai
dipergunakan pres peranakan pada tahun 1927 tepatnya 3 Febuari 1927 pada
Koran Sin Po, akan tetapi istilah ini baru popular pada tahun 1930-an.
tidak saja bagi kalangan Tionghoa sendiri tetapi juga kalangan pres.25
Jadi yang dimaksud dengan etnis Tionghoa adalah kelompok sosial dalam
sistem sosial yang terpusat pada kesamaan norma, nilai, kepercayaan, simbol dan
praktek budaya yang berasal dari Cina yang telah lama terintegrasi ke dalam
bangsa Indonesia, dan telah menjadi bagian integral dari negara Indonesia.
25
Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa, Jakarta: LP3ES, 2002, hlm 100-106.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
1. Metode Penelitian
tema dipilih. Sumber sejarah adalah bahan penulisan sejarah yang mengandung
bukti baik lisan maupun tertulis. Menulis sejarah tidak mungkin dapat dilakukan
1. Studi Pustaka
mencari dan membaca buku- buku dan literatur yang relevan dengan tema
penelitian.
2. Wawancara
26
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010,hlm. 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
yang akan diwawancarai. Hal ini dilakukan dengan maksud supaya penulis
yang semu. Dalam penelitian ini yang dijadikan informan adalah tokoh tokoh
Yang dimaksud dengan kritik adalah kerja intelektual dan rasional yang mengikuti
untuk membedakan apa yang benar, apa yang tidak benar atau palsu, apa yang
mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil. Supaya memperoleh sumber
(skeptis), percaya begitu saja, menggunakan akal sehat, dan melakukan tebakan
inteligen. Jadi, fungsi dari kritik sumber adalah supaya karya sejarah merupakan
produk dari suatu proses ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan hasil
ini meliputi verifikasi sumber, yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan
(akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah ada dua jenis kritik sumber, yaitu
27
Ibid., hlm 35
28
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2012, hlm103.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
c. Interprestasi
cerita sejarah. Sebenarnya interprestasi atau tafsir sangat individual, artinya siapa
berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Perbedaan interprestasi terjadi
karena perbedaan latar belakang, pengaruh, motivasi, pola pikir, Jadi interpretasi
dengan menguraikan. Dari data yang bervariasi dapat dianalisis setelah ditarik
d. Penulisan (Historiografi)
29
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu,2010, hlm 55.
30
Ibid., hlm 56.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
penelitiannya atau penemuannya itu dalam suatu penulisan utuh yang disebut
1. Pendekatan Penelitian
Sejarah sebagai ilmu sosial tidak bisa berdiri tanpa bantuan ilmu sosial yang
lain. Maka dari itu sejarah meminjam ilmu sosial yang lain maka penelitian
sejarah akan lebih jelas. Pendekatan menjadi sangat penting, sebab dari
a. Pendekatan sosial
melihat teori- teori sosial yang sesuai dengan konsep kebijakan Orde Baru
b. Pendekatan politik
31
Helius Sjamsuddin,op.cit.,hlm 103-104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
H. Sistematika Penulisan
penulisan.
Bab II Menyajikan uraian tentang latar belakang kebijakan Orde Baru terhadap
Etnis Tionghoa
Bab III Menyajikan uraian tentang pelaksanan dari kebijakan Orde Baru terhadap
Etnis Tionghoa.
Bab IV Menyajikan uraian tentang dampak dari kebijakan Orde Baru terhadap
Etnis Tionghoa
BAB II
tahun 1950 pada dasarnya mewarisi kebijakan yang ditinggalkan oleh pemerintah
warga Tionghoa yang menduduki jabatan sebagai menteri, misalnya Lie Kiat
Teng sebagai Menteri Kesehatan dan Oey Tjoe Tat sebagai menteri pada Kabinet
100 menteri.
demikian segregasi tetap terjadi karena dalam kenyataannya tidak ada interaksi
yang efektif antara warga etnis Tionghoa dengan warga etnis lainnya. Akibatnya
sebuah program ekonomi yang disebut program Benteng, yang intinya ingin
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Sistem ini diberlakukan untuk melindungi para importir nasional agar dapat
bersaing dengan orang asing yang masih beroperasi di Indonesia. Tujuan dari
politik sebagai pemicu segregasi sosial yang akan mengarah pada munculnya
sentimen anti Tionghoa. Tetapi target ini tidak tercapai dan hanya dimanfaatkan
oleh sekelompok elit politik untuk menumpuk kekayaan pribadi atau menghimpun
kerjasama model ini pihak Indonesia asli yang tidak berpengalaman menjual izin
dan lisensi kepada pedagang warga etnis Tionghoa. Dengan cara ini orang
sementara mitra Indonesia asli hampir tidak mendapatkan pengalaman bisnis yang
sejumlah insiden. Peraturan ini membatasi secara tegas peran dan hak ekonomi
32
Justian Suhandinata, WNI Keturunan Cina dalam Stabilitas Ekonomi dan politik Indonesia,
Jakarta: Gramedia, 2009, hlm.312.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
kepada WNA Cina, dalam praktiknya pembedaan dengan mereka yang peranakan
leluhur Tiongkok.33
Tasikmalaya, Garut, dan Sukabumi. Selain itu kerusuhan juga terjadi di Solo,
kemakmuran, etnis Tionghoa terkena imbas dari situasi politik-ekonomi saat itu,
Rasa frustasi dengan mudah dapat diarahkan dengan mencari target kemarahan
yang termanifestasikan dalam kerusuhan anti Tionghoa, dan ini adalah bagian dari
kanan.34
dan sosial di Indonesia. Konflik yang timbul merupakan usaha yang dilakukan
33
J.A.C.Mackie,”Anti Chinese Outbreak in Indonesia1959-1968”,dalam The Chinese in
Indonesia:Five Essays, Melbourne: Thomas Nelson, 1976, hlm.82-85.
34
Ririn Darini, “ Kebijakan Negara Dan Sentimen Anti Cina Perspektif Historis”, Jurnal hlm 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Pembunuhan masal yang timbul setelah kudeta berdarah, lebih ditujukan kepada
peristiwa tersebut etnis Tionghoa juga turut menjadi korban. Pembunuhan orang
Tionghoa lebih bersifat sporadis dan kurang sistematis, karena hanya sebagai
orang Indonesia yang dianggap mendukung PKI. Pada umumnya kekerasan yang
menimpa etnis Tionghoa setelah kudeta lebih banyak berupa pengrusakan harta
kali terjadi di Makassar, pada tanggal 10 November 1965. Dalam aksi ini
27
peristiwa yang terjadi di Makasar, peristiwa yang terjadi di Medan lebih brutal
dan menyebabkan korban jiwa di kalangan etnis Tionghoa. Hal ini disebabkan
temui di jalan. 37
prasangka ini seperti aktivitas Baperki38 suatu organisasi etnis Tionghoa yang
bahwa Baperki merupakan antek PKI dan Republik Rakyat Cina (RRC). Baperki
Indonesia. Selain itu, dalam susunan Dewan Revolusi terdapat nama Siauw Giok
Tjhan. Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia beranggapan bahwa etnis Tionghoa
37
Ibid,hlm.128
38
Pada tahun 1954 organisasi yang dinamakan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan
Indonesia (Baperki) didirikan oleh beberapa tokoh peranakan Tionghoa. Masalah yang dihadapi
para tokoh Baperki yang dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan pada masa itu bukan lagi identitas ke-
Tionghoa-an yang mereka hadapi adalah diskriminasi rasial di berbagai bidang. Baperki
berkembang sebagai sebuah organisasi massa yang mengutamakan perjuangan politik dalam
mencapai tujuan ekonomi, sosial, kebudayaan dan pendidikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Anggapan ini diperkuat dengan dugaan yang belum terbukti, bahwa baperki
terhadap etnis Tionghoa semakin besar karena adanya provokasi yang dilakukan
oleh RRC melalui siaran radio Peking, terhadap revolusi Indonesia dan sikap
lagi mengarah kepada RRC yang dianggap sebagai musuh rakyat Indonesia yang
sambutan tertulis Menteri Luar Negeri Adam Malik, yang menyerukan kepada
Indonesia. Senada dengan aksi demonstrasi di Medan, dalam rapat umum ini juga
mengutuk tindakan RRC yang mencampuri urusan dalam negeri Indonesia dan
RRC. Para demonstran juga menuntut untuk memulangkan orang Tionghoa asing
29
kesetiaan tersebut akan menjadi tidak ada artinya jika mereka masih
itu diharapkan orang Tionghoa Indonesia, merubah cara hidup mereka yang
masyarakat.40
RI untuk menyediaan kapal bagi Tionghoa yang ingin kembali ke Cina. Hal ini
Tionghoa asing di Indonesia. Jawaban terhadap tuntutan ini ialah pada prinsipnya
39
Setiono Benny G, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta: Elkasa, 2005, hlm.958.
40
Coppel, op., cit.,hlm.17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
kapal Kuang Hua oleh pemerintah RRC, pada akhir September 1966.
1966. Hal tersebut mengakibatkan 15. 000 orang Tionghoa meninggalkan tempat
menuntut kepada kepala daerah istimewa Yogyakarta, Sri Paku Alam, untuk
dan program Angkatan Darat karena perubahan politik yang terjadi semenjak
41
Ibid.,hlm.139.
42
Coppel,op. cit.,hlm. 171. Dalam seminar tersebut hadir pula para ekonom UI seperti Dr.Widjaja
Nitisastro, Emil Salim, Subroto, dan Sadli Sarbini, yang membahas permasalahan ekonom di
Indonesia dan memberikan solusinya. Selain itu,hadir pula K.Sindhunata dan dr.Lie Tek Tjeng,
membahas mengenai permasalahan Tionghoa. Dalam pembahasan mengenai permasalah
Tionghoa Indonesia,Dr.Lie Tek Tjeng berpendapat harus ditarik garis jelas untuk memisahkan
antara etnis Tionghoa Indonesia dengan etnis Tionghoa asing. Hal ini dikarenakan kesulitan untuk
membedakan keduanya, menyebabkan peraturan pemerintah yang ditunjukkan kepada warga
negara asing, terkadang berimbas kepada warga negara Indoneisa keturunan Tionghoa dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
keputusan yang berbeda jauh dengan tema yang diangkat. Dalam seminar
Rakyat Cina dan warga negaranya. Keputusan mengenai hasil seminar ini sebagai
berikut:
negara Cina beserta negaranya, yang dianggap sebagai pendukung PKI serta
Tionghoa Indonesia, memiliki makna menghina dan merendahkan, suatu hal yang
tidak pernah diakui secara eksplisit selama ini.44 Hal ini pun diakui oleh Muchtar
Lubis seorang penulis terkenal dan mantan pemimpin redaksi Indonesia Raya,
32
dibatasi pada warga negara RRT saja, akan tetapi juga akan berdampak pada
warga negara Indonesia keturunan Tionghoa.45 Menurut Dr. Lie Tek Tjeng,
tidak tepat sasaran. Hal ini dikarenakan penyebutan kata Cina juga akan ditujukan
kekuasaan. Jika ada kelompok etnis yang menentang kekuasaan akan segera
ditindas. Meski berada dalam kontrol kekuasaan, kebijakan politik Orde Baru
terhadap satu kelompok etnis dengan lainnya tidak seragam, diperlukan berbeda-
45
Leo Suryadinata,Negara dan…,op.cit.,hlm.109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
kekuasaan Orde Baru orang Tionghoa, terutama kalangan pemilik modal, merapat
taipan, dan konglomerat bekerjasama dengan petinggi- petinggi militer yang saat
besar. Orang Tionghoa menjadi masyarakat apolitis dan menjauhkan diri dari
kehidupan sosial politik. Pada saat yang sama penguasa Orde Baru selalu
politik. Dengan demikian jika terjadi gejolak politik, apalagi yang berkaitan
yang ditujukan kepada etnis Tionghoa dengan pribumi yang menyangkut SARA.
Konflik sering terjadi di bidang ekonomi, etnis Tionghoa yang berada dalam
oleh etnis Tionghoa berupa perdagangan besar maupun kecil, grosir maupun
eceran. Kegiatan perdagangan tersebut antara lain, membuka toko mebel, toko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
barang kebutuhan pokok, toko bahan bangunan dan jenis toko lainnya. Sikap anti
politik etnis Tionghoa yang dibentuk oleh rezim Orde Baru membuat etnis
pada awalnya dilandasi kerja sama antara penjual yakni etnis Tionghoa dengan
masyarakat pribumi sebagai pembeli menjadi sebuah rasa curiga dan benci
orang Tionghoa yang lahir di Hindia Belanda merupakan warga negaranya. Selain
orang Tionghoa, di mana pun mereka dilahirkan merupakan warga negara Cina.
Oleh karena itu, etnis Tionghoa pada masa tersebut memiliki dua
kewarganegaraan.
tahun 1946, menerapkan Jus Soli (berdasarkan daerah kelahiran) dan sistem pasif.
dari orang asli yang lahir dan telah menetap di Indonesia selama 5 tahun berturut-
turut, serta mereka yang telah berumur 2 tahun. Kemudian orang-orang asing,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dalam hal ini adalah etnis Tionghoa, dapat menjadi warga negara Indonesia, jika
terhadap paham komunis di Cina yang dapat disalurkan melalui warga negara
di Cina daratan. Cina sendiri menyambut baik pendekatan yang dilakukan oleh
yang mencurigainya. Selain itu, perjanjian dwi kewarganegaraan juga lahir karena
presepsi orang Indonesia tentang Tionghoa lokal, yang dianggap tidak dapat
berasimilasi.
36
harus menolak kewarganegaraan Cina atau Indonesia dalam jangka waktu yang
kontra di kalangan partai - partai politik. PNI dan PKI yang mendukung
kegiatan yang ilegal. Oleh sebab itu, pengakuan etnis Tionghoa sebagai warga
mengenai kewarganegaraan ini baru bisa dijalankan pada tanggal 20 Januari 1960,
Kondisi hubungan diplomasi yang semakin kritis dan adanya tuntutan dari
48
Isi dari Perjanjian Dwi Kewarganegaran: 1. Orang Tionghoa asing yang telah memilih
kewarganegaran Cina,sebelum ditandatanganinya perjanjian tersebut, tidak mempunyai hak untuk
memilih lagi; 2. Orang Tiongoa yang memiliki kewarganegaraan ganda,akan diberi waktu 2 tahun
untuk memilih. Jika ia bertindak pasif,maka ia menjadi warga negara RRC; 3. Anak-anak yang
akan memilih kewarganegaraan saat berusia 18 tahun, untuk sementara akan dianggap
berkewarganegaraan seperti ayahnya. Suryadinata,Dilema Minoritas…,op.cit,hlm.125
49
Leo Suryadinata, Dilema Minoritas….,op.cit.,hlm.124-125.
50
Setiono,op.cit.,hlm 981
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
pandangan yang sama dengan partai oposisi di jaman Soekarno, saat mereka
anak-anak tersebut mencapai umur 18 tahun, tanpa penyaringan secara ketat dari
penduduk Indonesia yang tidak dinikmati oleh golongan lainnya. Hal tersebut
permasalahan baru. Dalam artikel yang ditulis oleh Titi Sumbung secara
status kewarganegaran yang kabur. Hal ini dikarenakan bagi anak-anak dari
orang tua yang telah memilih kewarganegaraan Cina, diharuskan untuk memilih
kewarganegaraan apa yang ia pilih saat ia telah mencapai usia umur 18 tahun.
51
Leo Suryadinata, Dilema Minoritas….,op.cit.,hlm.129.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
tersebut juga menyebutkan bagi anak-anak yang orang tuanya telah memilih
Indonesia.53
52
Sumbung ,loc.cit
53
Leo Suryadinata, Dilema Minoritas…,op.cit.,hlm.129.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
itu dimulailah penerapan kebijakan yang melarang segala hal yang berbau
bidang politik. Mereka bahkan enggan berbicara tentang hal-hal yang terjadi pada
yang berkiblat (komunis) ke Tiongkok selama Orde Baru.55 Sejak awal berdirinya
rezim Soeharto, ada keyakinan umum bahwa keturunan Tionghoa tidak memiliki
mendukung politik kaum kiri karena RRT adalah negara komunis. Terjadi
identifikasi yang esensialis dan umum antara etnis Tionghoa dan komunisme.
Stigma sebagai Tionghoa dan keadaan sebagai Tionghoa karena telah terlibat
selanjutnya.
54
Nurani soyomukti,”Soekarno & cina”,Yogyakarta: Garasi,2002.hlm.304.
55
Chang - Yau hoon,Inentitas Tionghoa Pasca Soeharto: Budaya,Politik dan media, Jakarta:
Yayasan Nabil dan LP3ES, 2012, hlm.176.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Pengakuan terhadap identitas kultural sebagai hak yang perlu dimiliki oleh
orang keturunan Tionghoa belum diterima secara penuh sebagai bagian dari
anggota bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya istilah baku bagi
satu bagian dari „masalah Tionghoa‟ yang belum terselesaikan. Pada masyarakat
kebijakan pemerintah yang tidak jelas dalam menangani persoalan berbasis kultur,
Tionghoa hanya dapat dicapai melalui pengingkaran terhadap cirri - ciri kultur
56
Turnomo Rahardja, Kebijakan Pemerintah Tentang Etnis Cina, dalam Dialogue, JIAKP: l2,
No.2, Mei 2005, hlm.784
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
penyeragaman.
hubungan yang dijalin oleh etnis Tionghoa dengan Republik Rakyat Tiongkok.
kelompok etnis Tionghoa. Penting untuk dicatat bahwa yang disebut “bangsa
ketionghoaan mereka jika mereka ingin menjadi “orang Indonesia tulen”. Namun,
identitas pribumi Indonesia yang harus diikuti oleh kelompok etnis Tionghoa itu
Kebijakan asimilasi yang diterapkan pada masa Orde Baru didasarkan pada
Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa”. Makna semboyan Bhineka Tunggal Ika berarti
memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya satu, satu bangsa dan negara Republik
57
Semboyan Tan Hana Dharma Mangrwa ini dianut dan dipercaya oleh Presiden Soeharto pada
waktu itu karena Presiden Soeharto sendiri adalah seorang militer. Semboyan Tan Hana dharma
Mangrwa juga diterapkan di biang militer, sesuai dengan maknanya yaitu tidak ada keragu-raguan,
tidak ada kebenaran yang bermuka dua serta senantiasa berpegang dan berlandasan pada
kebenaran yang satu, karena di dalam militer sendiri kesetiaan dan kepercayaan hanya ada satu
yaitu kepercayaan kepada pemimpin. Semboyan Tan Hana Dharma Mangrwa ini diterapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
yaitu tidak ada kebenaran yang bermuka dua, sesungguhnya memiliki pengertian
agar hendaknya setiap insan manusia senantiasa berpegang dan berlandasan pada
kebenaran satu.58
kesatuan antara minoritas dan mayoritas. Golongan minoritas tidak bisa hanya
menuju ke suatu masyarakat yang adil dan makmur, tetapi harus juga memenuhi
dan melaksanakan cita-cita negara Indonesia yaitu arah kesatuan. Menuju ke arah
kesatuan ini hanya dapat dicapai dengan jalan asimilasi, sehingga ekslusiisme dari
pada masa pemerintahan Orde Baru yaitu Instruksi Prsiden No.14/1967. Isi
kepada orang-orang keturunan Tionghoa karena mereka memiliki kesetiaan yang mendua yaitu
kesetiaanya kepada Indonesia, dan juga kepada negerinya Tiongkok. Dengan diterapkannya
semboyan ini, maka diharapkan orang-orang keturunan Tionghoa hanya mempunyai kesetiaan
yang satu yaitu kesetiaan kepada negara Republik Indonesia.
58
Brigaspad,‟Bineka Tunggal Ika‟……
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Instruksi Presiden Nomer 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat
lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Instruksi Presiden ini bertujuan
tradisi, adat istiadat, dan agamanya, dan mendorong terjadinya asimilasi secara
total.
Organisasi dibubarkan dan sekolah Tionghoa ditutup. Hal itu sejalan dengan
yang paling radikal, sebab kebijakan tersebut telah menghilangkan tiga pilar yang
Tionghoa.59
59
Rahardja T, Menghargai Perbedaan Kultur: Mindfulness Dalam Komunikasi antara etnis,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2005.hlm.787
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
hubungan erat dengan militer. Mereka juga didukung oleh partai pemerintah
Golkar, pada pemilihan 1977. Tak lama kemudian, rezim Soeharto merasa cukup
Konghucu. Lagi pula para jendral merasa bahwa agama Konghucu adalah
tahun 1978, pemerintah mulai menjaga jarak terhadap agama Konghucu. Pada
awal tahun 1979 pemerintah Orde Baru juga menerbitkan sebuah surat keputusan
yang mengatakan bahwa agama Konghucu bukan agama. Berikut ini adalah
Konghucu:
a. Diskriminasi Beribadah
disuruh ditutup.
b. Diskriminasi Pendidikan.
agama dari kelima agama yang ada. Hal tersebut dikarenakan tidak ada
agama Katolik, Kristen atau Buddha. Ada pula yang akhirnya mengambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
c. Diskriminasi Perkawinan.
juga harus memilih perkawinan satu diantara lima agama yaitu Islam,
Katolik, Hindu, Buddha, dan Kristen. Menyikapi pemaksaan ini ada tiga
jalan : pertama, jalan seperti Budi dan Lani (Pasangan penganut agama
oleh umat Konghucu mencatatkan dirinya secara agama lain missal agama
Karena dalam kolom agama tidak ada pilihan agama Konghucu sehingga
e. Diskriminasi Aksara
diintimidasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Tanda Penduduk (KTP) dan akta kelahiran. Kebanyakan dari penganut Konghucu
akhirnya mencatatkan agama lain di akta kelahiran maupun KTP, jika tidak
memilih satu di antara agama yang ada, sama saja dia tidak mendapatkan hak-
catatan sipil, kesulitan mendapatkan akta kelahiran anak dan memperoleh hak
pendidikan bagi si anak. Akan tetapi jika umat Konghucu tersebut mencatatkan
agamanya di kolom KTP tidak sesuai dengan keyakinannya sama saja dengan
mengherankan apabila tidak lama sesudah agama Konghucu tidak diakui sebagai
Orde Baru agama Buddha lebih berciri Indonesia dibandingkan dengan agama
60
Wibowo I dan Tung Ju Lan, Setelah Air Mata Kering:Masyarakat Tionghoa Pasca-Peristiwa
Mei 1998, Jakarta: Kompas, hlm.85.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
yang meskipun sudah beberapa generasi lahir “hingga menutup mata” di tanah
membuat surat perjalanan ke luar negeri, sampai menikah dan meninggal dunia
UU No. Tahun 1946 tentang penduduk dan warga negara didalamnya ditegaskan
suatu bukti kewarga negara Indonesia Tidak Diperlukan untuk orang-orang yang
tentu dan diharapkan tentu menjadi warganegara Indonesia : yaitu untuk orang
Indonesia asli dan untuk orang peranakan. Artinya penduduk etnis Tionghoa
yang sudah menjadi WNI sejak kelahirannya tidak lagi membutuhkan pembuktian
48
semua orang Cina di seluruh dunia, termasuk Indonesia adalah warga negara
Menteri RRT Chou En Lai, dan Menteri luar negeri RI Mr.Soenario pada tahun
1955.
No. JHB 3/31/3 Tahun 1978 kepada semua pengadilan negeri dan semua kepala
peranakan, misalnya golongan Tionghoa, Arab, dan India. Akan tetapi, dalam
menjadi awal dari segala kebijakan diskriminatif yang tidak berkesudahan hingga
saat ini.
49
SBKRI selalu saja menjadi salah satu syarat yang diminta oleh instasi-instasi
terkait, seperti jajaran Departeman Dalam negeri ketika mengurus akta kelahiran,
perkawinan, bahkan surat kematian, serta di beberapa daerah juga dilakukan oleh
tidak lagi digunakan dan diganti dengan Wihara (tempat ibadah umat Buddha).
Selama Orde Baru berjaya mendirikan sebuah perhimpunan tempat ibadah Tri
Dharma yang mencakup tiga agama sekaligus yaitu agama Konghucu, Tao, dan
mengubah kelenteng menjadi Wihara yang lebih mengacu sebagai tempat ibadat
61
Majalah Tempo, Etnis Tionghoa di Zaman yang Berubah, Jakarta: Edisi 16-22 Agustus 2004,
hlm.37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
beberapa kelenteng, arca tokoh dari ajaran Buddha yang dulunya sebagai arca
Dharmakan diri dengan memasukkan arca dari ajaran Buddha. Fisik bangunan
C. Bidang Ekonomi
ekonomi yang sangat buruk bagi periode pemerintahan Orde Baru di Indonesia.
Pada tahun 1965, harga-harga umumnya naik lebih dari 500%. Keadaan paling
parah terjadi pada bulan Januari, Febuari, dan Maret 1966.63 Menghadapi
62
Herwiranto M, Kelenteng:Benteng terakhir dan titik awal perkembangan kebudayaan Tionghoa
di Indonesia, hlm 83
63
Muhaimin Yahya A, Bisnis dan Politik:Kebijakan Ekonomi Indonesia 1950-1980, Jakarta:
LP3ES, 1990. hlm.51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
64
Wirawan Yery, Dinamika Ekonomi Politik Awal Orde Baru: 1996-1968, Jakarta: Skripsi
Program Studi Sejarah Fakultas sastra Universitas Indonesia, hlm 47
65
Ibid, hlm 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
ini kemudian dinamakan sistem Cukong atau Cukongisme yaitu istilah Tionghoa
(Hokkien) yang artinya majikan. Cukong diadopsi dari sistem ekonomi benteng
Ali Baba pada masa Orde Lama. Pada satu hal, kebijakan ekonomi pemerintah
seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang terus membaik dan stabil.
usaha dari ancaman pribumi yang selalu memendam prasangka terhadap mereka.
para elit pribumi yang dekat dengan kekuasaan. Adanya kerjasama itu dijelaskan
berikut ini:
53
diuntungkan oleh „kerja sama‟ semacam ini, yang dikenal waktu itu
sebagai „cukongisme‟66
Kerja sama tersebut menghasilkan sikap atau tindakan saling mengisi antara
tidak segan-sega memberikan sogokan dalam bentuk uang dan sebagainya dengan
jumlah besar. Sebagai jaminannya mereka diberikan perlindungan khusus oleh elit
pribumi yang besar. Mengenai praktek pemberian uang ataupun bantuan diuraikan
berikut ini:
D. Bidang Politik
Tionghoa di Indonesia. Namun pergantian masa Orde lama tidak serta merta
membawa angin segar terhadap hilangnya diskriminasi rasial yang dialami oleh
etnis Tionghoa masih saja berlanjut pada masa Orde Baru. Pada masa
pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa menjadi masalah yang lebih
66
I Wibowo, Retropeksi dan Rekontektualisasi Masalah Cina, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama, 1999, hlm 59.
67
Yusiun Liem, Prasangka Terhadap Etnis Cina : Sebuah Intisari ealuasi 33 Tahun di Bawah
Rejim Soeharto, Jakarta: Djambatan, 2000, hlm. 75.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
kegiatan yang mengarah pada hal yang berbau politik. Hal ini dituangkan dalam
catatan sipil.68 Setelah pergantian dari Orde Lama ke Orde Baru, pemerintah Orde
bergabung dalam ormas yang didominasi oleh pribumi. Hal tersebut dibenarkan
oleh Ang Tjing Kwang bahwa secara kasat mata tidak ada generasi yang lahir
setelah tahun 1965 menjadi pegawai negeri atau pegawai pemerintahan. Pegawai
kalangan pribumi.
Selama 30 tahun masa pemerintahan rezim Orde baru yang otoriter, akibat
peraturan yang berlaku pada waktu itu, orang Tionghoa tidak dapat melakukan
kegiatan apa pun di bidang politik. Terjadinya sebuah sikap apolitik di kalangan
orang Tionghoa walaupun sikap yang sama tampak pada hampir semua kelompok
kehidupan yang masih terbuka bagi mereka. Perlahan- lahan mereka mengubah
diri mereka menjadi economic animal yang pada gilirannya menimbulkan rasa
68
Junus Jahja, Nonpri dimata Pribumi. Jakarta: Yayasan Tunas Bangsa, 1991. hlm 224
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Tionghoa telah membuat diri mereka benar-benar anti politik, sedemikian rupa
sehingga mereka menjahui segala sesuatu yang” berbau politik”. Sikap anti politik
inilah yang kini tertanam dalam-dalam yang sulit sekali untuk diatasi.69
69
Wibowo I, Setelah Air mata Kering „Masyarakat Tionghoa Pasca Peristiwa mei 1998, Jakarta:
Kompas, 2010.hlm. 25-26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
1. Masalah SBKRI
berlakunya SBKRI bagi etnis Tionghoa yang sudah menjadi WNI, SBKRI
sesuai Keppres Nomer 56 tahun 1996 dan Inpres No 4 tahun 1999. Selanjutnya
70
Winara Frans H, “Upaya penghapusan Praktik Diskriminasi, Khasusnya Surat Bukti
Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang kewarganegaraan Republik Indonesia”, Jurnal: hlm 6
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
nama Indonesia. Beberapa yang lain juga enggan untuk mencatatkan pernikahan
di departemen terkait, karena permasalahan birokrasi yang dirasa sulit serta sarat
dengan penarikan uang secara tidak legal. Pengalaman Adong Wijaya, 37 tahun
Lopang Indah, Serang, Banten, ini gagal mengurus akta kelahiran anaknya yang
baru berusia dua bulan. Meskipun melampirkan SBKRI orang tuanya, Adong tak
argumentasi
“Tak ada gunanya reformasi. Saya tetap dipandang sebelah mata, ujar
Adong yang tengah menjadi ketua peringatan 17 Agustus di Wilayah
rukun tetangga tempat tinggalnya.”71
Kini, setelah 35 tahun berselang, SBKRI tetap menjadi momok bagi warga
2 keputusan itu ditulis, „WNI yang telah memiliki KTP, Kartu Keluarga,atau Akta
Tapi aturan tinggal aturan. Praktek lapangan sungguh masih jauh dari
warga etnis Tionghoa akan membuat atau memperpanjang paspor. Perlakuan yang
sama masih diterima saat mereka mengurus kartu tanda penduduk maupun akta
kelahiran.
71
Ibid.hlm 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Tahun 1967 tentang asimilasi atau pembaharuan, dalam hal ini yang dimaksud
diganti dengan identitas budaya setempat. Peraturan ini memang tidak langsung
berdampak bagi umat Konghucu tetapi hanya membatasi aktivitas budaya etnis
tentang agama dan budaya kelompok Tionghoa dan Umat Konghucu pada
khususnya, umat Konghucu memilih untuk menanggapi semua itu dengan jalan
damai. Mereka tidak berani melakukan aksi-aksi untuk menentang karena apabila
59
Dalam urusan hak catatan sipil masyarakat Konghucu juga dihadapkan pada
maupun saat mendaftarkan diri untuk mendapatkan catatan identitas diri atau
KTP. Hal lain yang masih menekan umat Konghucu pada khususnya dan
masyarakat etnis Tionghoa pada umumnya adalah adanya proses asimilasi yang
Umat Konghucu menjadi serba salah, karena jika tidak memilih satu
diantara agama yang ada, sama saja dia tidak mendapatkan hak-haknya sebagai
kesulitan mendapatkan akta kelahiran anak dan memperoleh hak pendidikan bagi
si anak. Namun, jika umat Konghucu mencatatkan agamanya di kolom KTP tidak
sesuai dengan keyakinannya sama saja dia membohongi Tuhannya. Pada akhirnya
keluarlah Keppres RI No.6 Tahun 2000 tentang pencabutan Inpres No. 14 Tahun
1967. Pencabutan Inpres yang dilakukan tidak hanya faktor kedekatan tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Konghucu dengan Gus Dur, tetapi juga karena pemikiran Pluralisme yang Gus
Dur miliki. Peran Gus Dur dalam upaya mengembalikan posisi Konghucu sebagai
agama dan memperjuangkan hak-hak sipilnya sangat berarti bagi umat Konghucu.
Peran Gus Dur dalam melindungi hak-hak minoritas etnis Tionghoa menjadikan
3. Masalah Kelenteng
Ibadah Tri Dharma) akan dimusiumkan oleh pemerintah Orde Baru. Oleh para
tokoh PTITD saat itu lahirlah namanya agama Buddha Tridharma, menginduk
pada agama Buddha dan terdaftar di departemen agama RI sebagai agama Buddha
aliran Tridharma, yakni agama Buddha yang mempelajari ajaran Konghucu dan
menyangka bahwa agama Buddha, agama Konghucu agama TAO adalah identik
atau sama, padahal sebetulnya berbeda, baik dalam ketuhanan, ajaran-ajaran, dan
kitab suci. Ketiga agama ini berdiri sendiri dan memiliki Nabi serta ajaran agama
sendiri-sendiri. Semua karena politik dikala itu. Mungkin banyak orang Tionghoa
bisa menahan tidak melihat, mendengar barongsai, liong, tulisan mandarin, lagu-
lagu mandarin, di tempat - tempat umum, sebagai warisan budaya nenek moyang
61
yakni TITD hanya bersifat administratif belaka, namun hal itu bisa dipahami,
agama adalah hak manusia paling hakiki atau mendasar. Perayan-perayan agama
dan adat istiadat Tionghoa juga melarang kelenteng - kelenteng yang tidak ada
simbol agama Buddha. Hal ini disebabkan pada masa Orde Baru pemerintah
hanya mengakui Konghucu bila masuk dalam Tri Dharma. Peraturan tersebut juga
Yasin yang menggantikan posisi Mayor Jendral Soemitro yang isinya menetapkan
ibadah Tri Dharma. Melihat kondisi yang demikian para pengurus Kelenteng
segera merespon dan tidak mau mengambil jalan secara frontal. Sejak saat itu lah
Kelenteng berubah menjadi tempat ibadah Tri Dharma yakni tempat ibadah bagi
umat agama Konghucu, Buddha dan Tao sehingga Kelenteng masuk dalam
agama Buddha yang diakui oleh pemerintah. Seluruh aktivitas kegiatan Umat
Konghucu tetap mendapat pengawasan yang ketat dari pihak keagamaan. Misal
62
Indonesia pun banyak yang berlindung dalam agama resmi yang ditetapkan
beberapa diantara kaum tua Tionghoa ada yang sengaja menakut-nakuti kaum
antara generasi tua dan generasi muda Tionghoa di Indonesia. Memang unik juga
nasib bangsa Cina perantauan ini, mereka harus terpaksa mengorbankan sebagian
begitu saja. Sisa-sisa kebudayan ini masih tersimpan dan dilakukan semampunya
di dalam kelenteng. Meskipun bagian rusak dan tak terawat, bangunan kelenteng
masih menyimpan berbagai arca, ukiran, lukisan, dan berbagai ornamen. Secara
sangat terbatas dan sembunyi- sembunyi, berbagai arca ritual, kebudayan, dan
63
tempat atau kalangan ditengarai terjadi eforia atau malah latah kebudayan
Tionghoa.72
dilaksanakan di berbagai kota. Kelenteng kembali ramai didatangi oleh lebih umat
puluh tahun lebih dalam belenggu budaya membuat sebagian besar umat
menjadi pemandangan sehari- hari dalam kelenteng, yaitu banyak umat Tionghoa
yang datang ke kelenteng hanya bersembahyang di depan arca para dewa tanpa
mengerti lagi siapa dan apa sebenarnya ajaran para dewa- dewi tersebut.
Pokoknya bersoja, mengucapkan hio dan menuang minyak di altar dewa tersebut,
beres urusan.
hanya tertuju pada arca dewa dewi saja. Isi kelenteng lainnya seolah bukanlah hal
yang patut diperhatikan, atau paling tidak dinikmati keindahanya. Ditambah lagi,
64
umat dan pengurus kelenteng, ukiran atau lukisan yang menyimbolkan ajaran
banyak hal itu dianggap hiasan belaka sehingga kerap tampak tak terawat, kotor
tertutup debu, atau malahan hitam tak terlihat sama sekali terkena asap bertahun-
tahun. Jangankan untuk mengerti simbol apa yang terkandung, bahkan sering kali
mereka juga tidak tahu lagi apa sebenarnya hewan, tumbuhan, atau cerita apa
Memang ada usaha dari beberapa kaum terpelajar Tionghoa untuk memulai
memperhatikan masalah ini. Akan tetapi, memang bukanlah hal yang mudah
untuk menghadapi akibat belenggu budaya yang telah membuat sebagian besar
kaum Tionghoa tua terlanjur apatis dan kaum mudanya tak lagi mengenali
budayanya.
B. Bidang Ekonomi
kolusi, dan nepotisme (KKN). Pada akhirnya, kelompok KKN inilah yang
tersebut seperti Liem Sioe Liong atau Sudono Salim, William Soeryadjaya, Eka
Tjipta, Bob Hasan, dan sebagainya. Sementara itu orang-orang yang berasal dari
elit pribumi diantaranya adalah Ibnu Sutowo, Ali Murtopo, Ali Sadikin, dan
beberapa petinggi militer yang memegang jabatan penting pada masa Orde Baru.
Singkatnya pada masa Orde Baru, setiap pengusaha yang dekat dengan
kekuasaan bisnisnya akan menjadi berkembang dan besar. Hal ini terjadi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Liem Sioe Liong atau Sudono Salim. Kemampuanya menjalin kedekatan dengan
beberapa perusahaan besar seperti PT. Indocement, bank Central Asia (BCA),
dan para pengusaha Tionghoa yang ikut terlibat di dalamnya, maka mucul kritik-
berikut:
73
Siswono Yudo H, Warga Baru:Kasus cina di Indonesia, Jakarta: Lembaga penelitian Yayasan
Padamu Negri.1985. hlm. 83
74
Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik :Mengungkap fakta Sejarah tersembunyi
Orang Tionghoa di Indonesia, Jakarta: Elkasa,2003. hlm. 1002
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
pada tanggal 15 Januari 1974 yang dikenal dengan Peristiwa Malari (Malapetaka
Lima Belas Januari). Peristiwa ini ditandai dengan penghancuran toko-toko milik
pembatasan dominasi etnis Tionghoa dan juga pihak asing dalam aktivitas
perekonomian di Indonesia.
penanaman modal asing dibatasi. Hal ini untuk menghindari terjadinya aksi
demonstrasi yang mengarah pada etnis Tionghoa. Setelah masa itu pula, muncul
istilah pribumi dan non pribumi. Penggunaan istilah tersebut digunakan sebagai
mengeluarkan kebijakan ekonomi yang baru. Kebijakan ekonomi ini pada intinya
upaya ini, pada tahun 1974 dikeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan
prioritas kepada para pengusaha dan kontraktor kelompok ekonomi lemah (yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Untuk proyek besar, usaha patungan antara pribumi dan non pribumi digalakkan,
akan tetapi pribumi harus memiliki andil 50% dan aktif dalam perusahan
tersebut.75
Melalui Keppres tersebut dan dengan adanya upaya pemerintah dalam hal
pengusaha pribumi seperti Siswono Yudo Husodo, Fahmi Indris, dan Pontjo
Sutowo yang terutama bergerak di sektor konstruksi. Akan tetapi, walapun ada
aturan seperti Keppres no. 14A tahun 1980 ini scara keseluruhan, pengusaha etnis
Tionghoa ternyata lebih banyak tumbuh dan menjadi besar. Hal ini dikarenakan,
peraturan ini hanya membantu sebagian pengusaha pribumi saja, terutama mereka
yang memiliki hubungan dengan kekuasaan atau telah memiliki kerja sama
program pembangunan pemerintah Orde Baru. Hal ini tercermin dalam pidato
75
Suryadinata Leo, Etnis Tionghoa Dan Pembangunan Bangsa, Jakarta: LP3ES, 1999, hal. 94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
C. Bidang Politik
Pada masa pemerintahan Orde Baru, etnis Tionghoa dihadapkan pada suatu
pilihan yang sulit. Mereka banyak yang dituduh terlibat dalam golongan kiri
etnis Tionghoa. Tokoh – tokoh etnis Tionghoa dulunya aktif dalam kegiatan
organisasi seperti di Baperki dan ada juga yang aktif dalam partai politik yang
Kebanyakan dari mereka tidak ingin aktif lagi dalam kegiatan politik dan lebih
etnis tionghoa pola kehidupanya masih esklusif, tidak banyak bergaul dengan
76
I Wibowo,op.cit, hlm 68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
– badan itu justru tidak memecah masalah, karena badan- badan tersebut dijadikan
Politik etnis Tionghoa adalah tipe politik “broker” dimana etnis Tionghoa
bisnisnya. Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan oleh Liem Sioe Liong yang
77
Wawancara dengan Bapak Indra tanggal 3 April 2016
78
Wawancara dengan Bapak Hendra Kurniawan 2 April 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
dituduh terlibat dengan gerakan kiri (PKI) dan dianggap sebagai antek RRT yang
politik yang berkasa pada saat itu. Pada masa awal pemerintahan Soeharto etnis
Tionghoa terlihat pasif dan tidak aktif dalam kegiatan politik. Pemilu 1971 bisa
aspirasinya ke Golongan Karya (Golkar), namun ada juga yang berfiliasi ke pDI
(Partai Demokrasi Indonesia). PDI sebagai partai nasionalis yang lebih pas
partai politik menjadi tiga partai politik ( PPP, Golkar, dan PDI) membuat etnis
mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
menjadikan mereka tidak bisa menduduki jabatan – jabatan penting, baik itu
praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) diperburuk lagi dengan kenyataan
pemerintah Orde Baru, keadaan ini kemudian memicu meletusnya kerusuhan pada
berbagai tindakan untuk melaksanakan aksi rasial anti Tionghoa di daerah antara
Banjarmasin, dan Makasar. Aksi tersebut bukan hanya ditunjukan pada kalangan
pengusaha kecil etnis Tionghoa tetapi juga kepada tempat ibadah seperti halnya
diberlakukan oleh pemerintah Orde Baru sejak tahun 1967, rupanya belum
pribumi secara tuntas. Kerusuhan Mei 1998 membuktikan bahwa tanpa memiliki
tendensi kekuatan politik, posisi orang Tionghoa di Indonesia yang selama ini
79
Beny G Setiono, Tionghoa….,op.cit.,hlm.1005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
kepada para penguasa ternyata keliru. Reaksi atas terjadinya tragedy Mei 1998
telah membuktikannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dari bab II sampai bab IV, maka dapat diambil
terhadap etnis Tionghoa, mulai dari menerapkan politik ras atas nama
hidup dalam masyarakat, misalnya bahwa orang Tionghoa itu hidup secara
eksklusif dan memiliki sikap oportunis. Pada era pemerintah Orde Baru,
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
dalam bahasa Cina, sekolah- sekolah Cina ditutup dan semua anak sekolah
ekonomi kerjasama atau ekonomi Ali- Baba seperti pada era presiden
Sukarno tetapi pada praktek bisnis pada masa Orde Baru dikenal sebagai
penciptaan basis investasi yang luas dan bersifat masal. Dalam hal ini yang
75
melanggengkan kekuasaannya.
akibat cukup fatal yang terjadi pada program pembaruan yang tidak dapat
pembatasan. Asimilasi total lebih bertitik tolak dari apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh. Pembatasan tersebut terbentang dari yang bersifat
peluang, yang sebenarnya tidak lain juga demi kepentingan penguasa, pada
sisi lain secara politik dan kultur mereka tertekan. Dampak kebijakan itu
sosial dan isu SARA dan berpuncak pada tragedi Mei 1998
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman Wahid. 1990. Beri Jalan Tionghoa, Non Pribumi Di Mata Pribumi.
Jakarta: Yayasan Tunas Bangsa.
Chang-Yau hoon. Identitas Tionghoa Pasca Soeharto: Budaya, Politik dan media.
Jakarta: Yayasan Nabil dan LP3ES.
Dhlan Nasution. 1989. Politik Internasional : Konsep dan Teori. Jakarta: Erlanga
Justian Suhandinata. 2009. WNI Keturunan Cina dalam Stabilitas Ekonomi dan
Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Liem Yusiun. 2000. Prasangka Terhadap Etnis Cina: Sebuah Intisari evaluasi 32
Tahun di Bawah Rezim Soeharto. Jakarta: Djambatan
Philipus dan Nurul Aini. 1988. Politik Internasional Kerangka Analitis. Jakarta:
Erlangga Press
Saefulah Fatah. 2000. Penghianatan Demokrasi Ala Orde Baru: Masalah dan
Masa Demokrasi Terpimpin Konstitusional. Bandung: Rosdakarya.
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Selo Soemarjan. 2011. Pengawasan Sosial Orde Baru dan Reformasi. Jakarta:
Obor.
Wibowo I dan Thung Ju Lan. 2010. Setelah Air Mata Kering: Masyarakat
Tionghoa Pasca Peristiwa Mei 1998. Jakarta: Kompas
Sumber Internet :
Kusteja,2011:http://web.budaya-Tionghoa.net/home/625-istilah-tiongoa-
Tionghoa-chinachinese-dan-cina)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Majalah Tempo, Etnis Tionghoa di Zaman yang Berubah, Jakarta: edisi 16-22
Agustus 2004.
Darini Ririn, Kebijakan Negara dan Sentimen Anti Cina Perspektif Historis,
Jurnal,
SILABUS
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
81
82
83
Mengkomunikasikan
Membuat hasil
kajian dalam
bentuk tulisan
mengenai tentang
latar belakang,
serta pelaksanan
dan dampak dari
Kebijakan
Pemerintah Orde
Baru terhadap
Etnis Tionghoa,
melalui bacaan
atau internet
Materi Pokok :
Pertemuan : 1
A. KOMPETENSI INTI
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun,
ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan
pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya,
dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran peserta didik dapat:
86
D. MATERI AJAR
1. Latar belakang Kebijakan Orde Baru Terhadap Etnis Tionghoa
2. Pelaksanaan Kebijakan Orde Baru Terhadap Etnis Tionghoa
3. Dampak Kebijakan Orde Baru Terhadap Etnis Tionghoa
E. METODE PEMBELAJARAN
1. Pendekatan pembelajaran : Saintifik
2. Metode pembelajaran : Ceramah, tanya jawab, diskusi, presentasi
3. Model Pembelajaran : Problem Based Learning
F. SUMBER BELAJAR
Leo Suryadinata. 1988. Dilema Minoritas Tionghoa. Jakarta: Temprint
Hapsari, Ratna, M. Adil. 2013. Sejarah Indonesia untuk SMA Kelas XII.
Jakarta: Erlangga
I Wayan Badrika. 2006 . Sejarah Kelas XII. Jakarta: Erlangga
G. MEDIA PEMBELAJARAN
Alat : Laptop, speaker, LCD.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Bahan : Power point, film tentang kebijakan Orde Baru terhadap etnis
Tionghoa
H. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Alokasi
Kegiatan Deskripsi
waktu
Pendahuluan Guru mengucapkan salam kepada siswa 5‟
Guru mengajak siswa untuk berdoa bersama Menit
Guru mengecek kehadiran siswa
Apersepsi:
Guru menyampaikan pengantar tentang
peristiwa sejarah etnis Tionghoa masa
pemerintah Orde Baru yang diskriminatif
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti Mengamati 70‟
Peserta didik mengamati Film tentang Menit
kebijakan Orde Baru terhadap Etnis Tionghoa
Menanya
Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk bertanya dan
menyampaikan pendapat tentang Materi
Kebijakan Orde Baru terhadap Etnis
Tionghoa
Mengumpulkan informasi
Peserta didik mendiskusikan topik
permasalahan tentang Kebijakan Orde Baru
terhadap Etnis Tionghoa
Mengasosiasi
Peserta didik melakukan kegiatan
mengemukakan pendapat untuk menganalisis
tentang kebijakan Orde Baru terhadap Etnis
Tionghoa
Peserta didik merumuskan nilai-nilai yang
diperoleh dari Kebijakan Orde Baru yang
berdampak khususnya pada Etnis Tionghoa
Mengkomunikasikan
Peserta didik mempresentasikan analisis hasil
diskusi kelompok di depan kelas yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
I. PENILAIAN
A. Sikap Spiritual
a. Teknik Penilaian : Observasi
b. Bentuk Instrumen : Lembar observasi
c. Kisi-kisi:
No. Sikap/nilai Butir Instrumen
1. Bersyukur kepada Tuhan 1
2.
d. Instrumen:
Instrumen 1.
Indikator:
Berdoa sebelum dan
Nama Bersyukur kepada
No. sesudah kegiatan
Peserta didik Tuhan NilaiAkhir
pembelajaran
(1-4)
(1-4)
1.
2.
3.
4.
89
Petunjuk Penyekoran :
Peserta didik memperoleh nilai :
Baik Sekali : apabila memperoleh skor 8
Baik : apabila memperoleh skor 6
Cukup : apabila memperoleh skor 4
Kurang : apabila memperoleh skor 2
B. Sikap Sosial
a. Teknik Penilaian: Non tes (Pengamatan sikap selama proses pembelajaran)
b. Bentuk Instrumen: Lembar penilaian
c. Kisi-kisi:
No. Sikap/nilai Butir Instrumen
1. Menghargai pendapat teman 1
2. Tidak memilih – milih teman 2
3.
d. Instrumen
Indikator
Peserta Menghargai Tidak memilih
No. pendapat – milih teman Jumlah Skor
didik
teman (1-4)
(1-4)
1.
2.
3.
4.
Deskriptor Skor
Tidak menghargai pendapat teman 1
Kurang menghargai pendapat teman 2
Cukup menghargai pendapat teman 3
Sangat menghargai pendapat teman 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Deskriptor Skor
Tidak memilih – milih teman 1
Kurang tidak memilih teman 2
Cukup tidak memilih teman 3
Sangat tidak memilih teman 4
Petunjuk Penyekoran :
Peserta didik memperoleh nilai :
Baik Sekali : apabila memperoleh skor 12
Baik : apabila memperoleh skor 9
Cukup : apabila memperoleh skor 6
Kurang : apabila memperoleh skor 3
d. Instrumen:
Indikator
No. Nama Keaktifan Keseriusan Bertanya MengemukakanPendapat NilaiAkhir
1.
2.
3.
4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Keseriusan
a. skor 1 diperoleh siswa bila siswa tidak serius dalam mengerjakan tugas
b. skor 2 diperoleh siswa bila siswa cukup serius dalam mengerjakan tugas
c. skor 3 diperoleh siswa bila siswa serius dalam mengerjakan tugas
d. skor 4 diperoleh siswa bila siwa sangat serius dalam mengerjakan tugas
Petunjuk Penyekoran:
D. Pengetahuan (Kognitif)
Soal tes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Kunci jawaban
1. Bagaimana latar belakang Kebijakan Orde Baru terhadap Etnis Tionghoa?
Pemerintah Indonesia yang dibentuk setelah penyerahan kedaulatan pada
tahun 1950 pada dasarnya mewarisi kebijakan yang ditinggalkan oleh pemerintah
kolonial. Pemerintah membiarkan warga Tionghoa terus aktif di bidang ekonomi
sambil membatasi keberadaan mereka sebagai pejabat di bidang birokrat.
Pada era Orde Lama masa demokrasi terpimpin, pemerintah juga
mengeluarkan peraturan yang dianggap diskriminatif di bidang ekonomi yaitu PP
No.10/1959 yang isinya melarang orang-orang Tionghoa berdagang di wilayah
pedesaan yang melahirkan sejumlah insiden. Peraturan ini membatasi secara tegas
peran dan hak ekonomi etnis Tionghoa. Mereka hanya diperbolehkan berdagang
sampai tingkat kabupaten dan tidak boleh berdagang di tingkat kecamatan apalagi
di desa-desa. Implikasinya, orang –orang di berbagai daerah dilarang dan dipaksa
untuk meninggalkan permukimannya di pedesaaan. Sekalipun larangan
ditunjukkan kepada WNA Cina,
masal yang timbul setelah kudeta berdarah, lebih ditujukan kepada masyarakat
tersebut etnis Tionghoa juga turut menjadi korban. Pembunuhan orang Tionghoa
lebih bersifat sporadis dan kurang sistematis, karena hanya sebagai bagian dari
93
yang dianggap mendukung PKI. Pada umumnya kekerasan yang menimpa etnis
Tionghoa setelah kudeta lebih banyak berupa pengrusakan harta milik, seperti
tahun 1946, menerapkan Jus Soli (berdasarkan daerah kelahiran) dan sistem pasif.
dari orang asli yang lahir dan telah menetap di Indonesia selama 5 tahun berturut-
turut, serta mereka yang telah berumur 2 tahun. Kemudian orang-orang asing,
dalam hal ini adalah etnis Tionghoa, dapat menjadi warga negara Indonesia, jika
terhadap paham komunis di Cina yang dapat disalurkan melalui warga negara
di Cina daratan. Cina sendiri menyambut baik pendekatan yang dilakukan oleh
80
Suryadinata, Leo, Dilema Minoritas Tionghoa, Jakarta: PT Temprint, hlm.116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
yang mencurigainya. Selain itu, perjanjian dwi kewarganegaraan juga lahir karena
presepsi orang Indonesia tentang Tionghoa lokal, yang dianggap tidak dapat
berasimilasi.
Sewaktu Orde Baru berjaya, selama itu pula Etnis Tionghoa banyak
95
perjalanan ke luar negeri, sampai menikah dan meninggal dunia pun harus
96
diganti dengan Wihara (tempat ibadah umat Budha). Selama Orde Baru
81
Majalah Tempo, Etnis Tionghoa di Zaman yang Berubah, Jakarta: Edisi 16-22 Agustus 2004,
hlm.37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
dominan dalam praktek tersebut seperti Liem Sioe Liong atau Sudono
adalah Ibnu Sutowo, Ali Murtopo, Ali Sadikin, dan beberapa petinggi
Singkatnya pada masa Orde Baru, setiap pengusaha yang dekat dengan
kekuasaan bisnisnya akan menjadi berkembang dan besar. Hal ini terjadi
Bidang Politik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
masyarakat yang tidak homogeny, tetapi multi etnik dan multi budaya
Selain mendirikan partai dan bergabung dengan partai politik yang sudah
profesi hingga sosial budaya bahkan etnis dan agama. Seluruh organisasi
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Pedoman penskoran
Keterangan:
mengikuti remidi
pengayaan
E. Psikomotorik
a. Teknik Penilaian: Tes
b. Bentuk Instrumen: Lembar tugas
c. Kisi-kisi :
Tugas : Peserta didik diberi tugas untuk membuat artikel ilmiah.
d. Instrumen:
Soal : Buatlah artikel ilmiah tentang kasus diskriminasi Orde Baru
terhadap etnis Tionghoa
100
Petunjuk Penyekoran:
Mengetahui,