PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Oleh:
NIM: 054314005
ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
iii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
MOTTO
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRAK
(Indonesia)
Skripsi berjudul “Wacana Kebudayaan Indonesia Pada Masa Pergerakan
Kemerdekaan: Polemik Kebudayaan (1935 – 1939)” ini merupakan suatu telaah Ilmu
Sejarah terhadap pewacanaan kebudayaan yang pernah terjadi di Indonesia. Penulisan
skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis:1) latar belakang
munculnya peristiwa Polemik Kebudayaan, 2) dinamika wacana kebudayaan yang
tersaji dalam peristiwa Polemik Kebudayaan, dan 3) wacana kebudayaan Indonesia
yang muncul setelah Polemik Kebudayaan hingga tahun 1945.
Landasan teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori dialektika
dari G. W. F. Hegel dan teori ruang publik yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas.
Sedangkan metode penelitiannya adalah Studi Pustaka, Analisis Data, dan
Historiografi. Langkah terakhir dari penelitian ini, yakni historiografi, akan disajikan
dengan metode historis kronologis, peristiwa-peristiwa sejarah yang dibahas akan
disusun sesuai dengan urutan waktu terjadinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) munculnya peristiwa Polemik
Kebudayaan dilatarbelakangi oleh munculnya “Cita-cita ke-Indonesiaan”, 2) Polemik
Kebudayaan merupakan perdebatan tentang cara merealisasikan “Cita-cita ke-
Indonesiaan”, dan 3) wacana kebudayaan Indonesia yang muncul setelah Polemik
Kebudayaan adalah konsensus tentang Kebudayaan Nasional Indonesia dalam rangka
pembentukan Undang-Undang Dasar tahun 1945.
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Abstract
(Inggris)
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kasih atas berkat dan bimbingan
tangannya kasih-Nya yang penulis alami selama penulisan dan penyelesaian skripsi
Tersusunya skripsi ini tidak terlepas dari campuran tangan dan bantuan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Atas semua bantuannya
1. Bapak Drs. Silverio R.L. Aji Sampurno M. Hum., selaku Ketua Jurusan Ilmu
Sejarah.
2. Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso, selaku Dosen Pembimbing yang telah
Soewarno, S.H., Bapak Drs. Hb. Hery Santosa M. Hum., Bapak Dr. St.
Sunardi, Romo Dr. FX. Baskara T. Wardaya, SJ., Romo Dr. G. Budi Subanar
SJ., Bapak Dr. Anton Haryono M. Hum., Drs. H. Purwanta M. A., Ibu Dra.
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Aci, Iber, Budi, Odon, Siweng (Boss), Hanu, Somat, I’ut, Ino (Cen), dan Jack.
masih banyak lagi teman yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna karena
terbatasanya data-data yang diperoleh. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati
dan penuh keterbukaan, mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………………………………………….. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………………… vi
ABSTRAK…………………………………………………………………………. vii
ABSTRACY…………………… …………………………………………………………….. viii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………... iv
KATA PENGANTAR…………………………………….. ……………………... ix
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………………………………………...... xi
DAFTAR ISI……… ……………………………………………………………... xii
PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………….... 1
B. Identifikasi Masalah………………………………………………………... 5
C. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 6
D. Hipotesa……. ……………………………………………………………... 7
E. Tujuan Penelitian………………………………………………………….. 7
F. Manfaat Penelitian ………………………………………………………... 7
G. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………... 8
H. Landasan Teori ……………………………………………………………..10
I. Metodologi Penelitian…….. …………………………………………….. 14
J. Sistematika Penulisan ……………………………………………………... 15
xii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
xiii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat itu terjadi perdebatan tertulis di beberapa media cetak, seperti Majalah
Poedjangga Baroe, Majalah Wasita, Surat Kabar Pewarta Deli, dan Harian Soeara
seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, Dr. Raden Mas Ngabehi
Mohammad Amir.
Perdebatan di tahun 1930-an itu diawali oleh sebuah tulisan Sutan Takdir
Indonesia” yang dimuat dalam Majalah Poedjangga Baroe.1 Dalam tulisannya itu,
Takdir membagi sejarah Indonesia ke dalam dua periode, yakni Jaman Prae-
Indonesia: jaman sebelum abad ke-20, jaman yang hanya mengenal sejarah VOC,
sejarah Mataram dan sejarah Banjarmasin. Sementara jaman setelahnya disebut oleh
Takdir sebagai jaman Indonesia: jaman yang dimulai pada abad ke-20.
Indonesia adalah jaman baru, bukan sambungan dari jaman sebelumnya. Oleh sebab
1
Alisjahbana, Sutan Takdir, “Menuju Masyarakat dan Kebudayaan Baru,
Indonesia – Prae-Indoneia”, Poedjangga Baroe, Tahun III, No. 2, Agustus 1935.
Lihat juga, Achdiat Karta Mihardja, Polemik Kebudayaan (Pustaka Jaya, Jakarta
1977) Cetakan ke. 4.
1
2
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
itu, dalam tulisannya, Ia menyatakan bahwa pada saat itu perkataan Indonesia telah
kepulauan Indonesia disebutkan oleh sebagian besar orang sebagai sejarah Indonesia.
Indonesia saat itu adalah berusaha menjadi sebuah bangsa yang mampu dan dapat
mewujudkan cita-cita tersebut, maka bangsa Indonesia harus belajar pada bangsa
Barat”, dengan meniru kebudayaan Barat yang telah maju, maka bangsa Indonesia
Beberapa hari setelah dimuat, tulisan Takdir mendapat tanggapan dari Sanusi
Pane dan Dr. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka. Ketiga intelektual itu pun saling
melibatkan intelektual lain seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu dr.
itu kemudian dikumpulkan oleh Achdiat Karta Mihardja, seorang sastrawan, pada
kalangan pemikir kebudayaan pada saat itu seringkali dipahami sebagai debat antara
2
Achdiat Karta Mihardja. Ibid., hal. 18.
3
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
kubu modernis dan tradisionalis, atau kubu Pro- Barat dan Pro-Timur.3 Selain itu,
Pane, Dr. Raden Mas Ngabehi Peorbatjaraka, dr. Soetomo, Adinegoro, Tjindarboemi,
Ki hadjar Dewantara, dan dr. Mohammad Amir.5 Dengan lain perkataan, peristiwa
yang terjadi pada saat itu adalah penentangan terhadap pemikiran kebudayaan dari
terus-menerus dari tahun 1935 – 1939, melainkan secara bertahap. Ada tiga tahapan
perdebatan, sebagaimana disusun oleh Achdiat Karta Mihardja dalam bukunya. 6 Pada
tahap pertama perdebatan terjadi antara Sutan Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, dan
Dr. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka. Perdebatan berlangsung dalam bulan Agustus
– September 1935 dan dimuat dalam Majalah Poedjangga Baroe dan Harian Soeara
haluan bagi Bangsa Indonesia melangkah ke depan, ke masa yang akan datang.
Perdebatan tahap kedua terjadi antara Sutan Takdir Alisjahbana, dr. Soetomo,
3
Alexander Supartono, “Lekra VS Manikebu: Perdebatan Kebudayaan
Indonesia 1950 – 1965”, (Skripsi Sarjana, STF Driyarkara, Jakarta, 2000), Hlm. 109
– 110.
4
Versus: melawan
5
http://www.psp.ugm.ac.id/publikasi/artikel/101-menuju-politik-kebudayaan-
nasional.html (data diakses dalam bulan April 2011)
6
Achdiat Karta Mihardja, Op.Cit.
4
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Perdebatan berlangsung dalam bulan Oktober 1935 – bulan April 1936. Tulisan dari
para intelektual yang terlibat perdebatan tahap kedua itu dimuat dalam Majalah
Poedjangga Baroe, Harian Soeara Oemoem, Surat Kabar Pewarta Deli, dan Majalah
Wasita. Perdebatan tahap kedua itu membahas tentang persoalan pendidikan bagi
Bangsa Indonesia. Sedangkan perdebatan tahap ketiga terjadi antara Sutan Takdir
Alisjahbana dan dr. Mohammad Amir. Perdebatan berlangsung dalam bulan Juni
1939. Tulisan dari kedua intelektual itu dimuat dalam Majalah Poedjangga Baroe dan
Surat Kabar Pewarta Deli. Perdebatan antara Sutan Takdir Alisjahbana dan dr.
dalam lingkup waktu dan ruang (temporal dan spasial) jalannya sejarah pergerakan
kemerdekaan Indonesia. Periodesasi untuk telaah sejarah ini seringkali dimulai dari
tahun 1908 – 1945, yakni dari berdirinya organisasi Budi Utomo sampai pada
perdebatan di kalangan intelektual dalam tahun 1930-an itu tidak dapat dilepaskan
saat itu.
tersebut, selain menambah daftar panjang peristiwa penting yang mewarnai sejarah
5
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
B. Identifikasi Masalah
Bertolak dari uraian latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa Polemik
Timur. Kedua kebudayaan ini yang akan dijadikan sebagai haluan bagi bangsa
Indonesia untuk melangkah ke depan, menjadi sebuah bangsa yang mampu berdiri
sejajar dan bersaing dengan bangsa-bangsa maju lainnya di dunia. Dengan demikian,
maka perdebatan yang terjadi dalam tahun 1930-an itu dapat dinyatakan sebagai
usaha mencari jalan untuk merealisasikan “cita-cita ke- Indonesiaan”, yakni cita-cita
bahwa di kemudian hari Indonesia adalah sebuah bangsa yang mampu berdiri sejajar
dan bersaing dengan bangsa maju lainnya di dunia. Selain itu, Polemik Kebudayaan
juga dapat dikatakan sebagai sebuah usaha pergerakan kemerdekaan yang terjadi di
ranah kebudayaan Indonesia, sebuah pemikiran tentang cara mencari haluan bagi
jalannya sebuah bangsa Indonesia. Dengan demikian, maka peristiwa ini penting
7
Menurut Moedjanto, pergeseran pergerakan tersebut dilatarbelakangi oleh
krisis pergerakan nasional. Lihat, Moedjanto, Indonesia Abad ke- 20: 1, dari
Pergerakan Nasional sampai Linggajati, (Penerbit Kanisius, Cetakan I, Yogyakarta,
1988), Hlm. 57 – 58.
6
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
untuk diketahui dan dipelajari. Akan tetapi, sampai saat ini peristiwa tersebut belum
mendapatkan banyak penjelasan atau dengan kata lain kurang mendapatkan perhatian
kemunculannya.
bagaimana perdebatan kebudayaan yang terjadi pada saat itu akan mendapatkan
Dasar tahun1945.
C. Rumusan Masalah
D. Hipotesa
sementara atas rumusan masalah yang telah ditetapkan dalam penulisan skripsi ini:
munculnya “cita-cita ke-Indonesiaan” di alam pikiran rakyat Indonesia pada abad ke-
20.
kebudayaan Timur yang akan digunakan sebagai jalan merealisasikan “cita-cita ke-
Indonesiaan”.
E. Tujuan Penelitian
1. Akademis
tahun 1930-an.
8
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2. Teoretis
sebuah wacana tentang kebudayaan melalui sudut pandang Ilmu Sejarah. Selain itu,
tulisan ini juga berusaha memaparkan terjadinya suatu peristiwa sejarah yang
berbasiskan kontinuitas.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
penulisan sejarah semakin marak diusahakan, baik oleh kaum akademis dari berbagai
2. Manfaat Praktis
itu, tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang
strategi kebudayaan Indonesia, demi mencapai keadaaan bangsa Indonesia yang telah
G. Tinjauan Pustaka
Beberapa tulisan dan buku yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka dalam
Pustaka Jaya, Jakarta 1977, cetakan ke-4. Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari
Achdiat Karta Mihardja bertindak sebagai pengumpul, sebab dalam bukunya ini Ia
Kebudayaan Indonesia 1950 – 1965. Skripsi STF Driyarkara. Jakarta 2000. Sesuai
dengan judulnya, skripsi ini membahas tentang perdebatan yang terjadi antara
tahun 1950 – 1965. Sementara “Polemik Kebudayaan” dalam skripsi ini dijelaskan
semangat Sumpah Pemuda dan sebagai peristiwa yang muncul dalam semangat
menyongsong masyarakat baru, Indonesia. Akan tetapi, skripsi ini tidak membahas
Yogyakarta 2006. Buku ini merupakan kumpulan tulisan, atau semacam bunga
rampai dari banyak penulis tentang pemikiran kebudayaan Sutan Takdir Alisjahbana
10
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
terjadinya Polemik Kebudayaan. Buku ini juga tidak menyajikan tentang munculnya
Ketiga tulisan yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka tersebut, baik yang
berupa buku maupun skripsi, semuanya tidak membahas secara khusus bagaimana
situasi dan kondisi wacana tentang kebudayaan yang ada pada masa pergerakan
Indonesiaan” di kalangan rakyat Indonesia pada abad ke- 20. Beberapa hal inilah
H. Landasan Teori
Polemik Kebudayaan ini, terlebih dahulu akan diuraikan beberapa istilah penting
1. Polemik adalah perang pena, perdebatan lewat tulisan (dalam media cetak
8
Dendy Sugono (Pimpinan Redaksi), Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), Hlm. 1198.
11
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
realisasinya tampak pada bentuk karangan yang utuh, seperti novel, buku,
atau artikel pada pidato atau kotbah, d) pertukaran ide secara verbal.10
terjadi di antara beberapa intelektual pribumi Indonesia pada tahun 1930-an. Dalam
9
Aholiab Watloly, Tanggung Jawab Pengetahuan, (Kanisius, Yogyakarta,
2001), Hlm. 24.
10
Dendy Sugono, Op.Cit., Hlm. 1804.
11
Dendy Sugono, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta 2008), Hlm. 553.
12
Ibid., Hlm. 134.
13
Cita-cita, secara umum dapat diartikan sebagai keinginan yang selalu ada di
dalam pikiran. Dendy Sugono, Op.Cit., Hlm. 286.
12
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
adalah bangsa yang mampu berdiri sejajar dan beraing dengan bangsa-bangsa maju
peristiwa Polemik Kebudayaan ini digunakan teori dialektika yang dikemukakan oleh
G. W. F. Hegel.14
dialektik dengan ritme tesis, antitesis, dan sintesis. Dalam dialektik itu, pemikiran
pemikiran yang berharga, baik pada tesis maupun pada antitesis kemudian dirawat
dalam sintesis.
14
Lihat misalnya, Adelbert Snijders, Manusia dan Kebenaran: Sebuah
Filsafat Pengetahuan. (Kanisius, Yogyakarta, 2006), Hlm. 71 – 72.
13
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
sendiri oleh penulis. Pemikiran sintesis dari pertentangan pemikiran itu akan
yakni usaha perumusan Undang-Undang Dasar negara Indonesia pada tahun 1945.
Kebudayaan dalam tahun 1930-an itu, penulisan ini menggunakan konsep “Ruang
diskursus atau perdebatan15 terbuka dapat terjadi apabila tersedia suatu tempat atau
ruang yang dinamakan “Ruang Publik” atau “Public Sphere”. Ruang Publik dapat
berupa berbentuk media masa seperti media cetak. Ruang Publik berupaya
beberapa intelektual pribumi Indonesia itu tidak dapat dilepaskan dari pentingnya
“Ruang Publik”. Dalam peristiwa Polemik Kebudayaan, Ruang Publik yang menjadi
tempat bagi perdebatan pada saat itu adalah media cetak, yakni Majalah Poedjangga
Baroe, Surat Kabar Pewarta Deli, Harian Soeara Oemoem, dan Surat Kabar Pewarta
15
Untuk seterusnya istilah diskursus yang dikemukakan oleh Jurgen
Habermas dalam teorinya, dalam penulisan ini akan diganti dengan istilah
perdebatan.
16
Reza A. A. Watimena, Melampaui Negara Hukum Klasik, (Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, 2007) Cetakan I. Hlm. 126.
14
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Deli. Selain itu, Habermas juga menyatakan bahwa sebuah perdebatan tertentu,
khususnya yang terjadi secara terbuka seperti di media masa, akan mencerminkan
demokrasi apabila terjadi tanpa adanya tekanan dari pihak luar terhadap para aktor
I. Metodologi Penelitian
peristiwa Polemik Kebudayaan ini adalah Studi Pustaka, Analisis Data, dan
ini. Adapun pustaka-pustaka yang dijadikan sebagai rujukan dalam penulisan skripsi
ini adalah buku-buku, artikel-artikel, dan tulisan-tulisan lainnya, baik yang berupa
Koran atau Surat Kabar, maupun jurnal-jurnal penelitian, yang memiliki keterkaitan
dengan topik penulisan ini. Selainitu, sumber-sumber yang dijadikan sebagai data
dalam penulisan skripsi ini juga diperoleh dari situs-situs di internet (website).
terhadap data-data tersebut (analisis data). Proses analisa data ini dilakukan dengan
cara memverifikasi atau mengkritik data-data yang telah ada, sehingga dapat
diketahui memadai atau tidaknya data-data tersebut. Analisis data dilakukan dengan
cara membaca semua data yang telah dikumpulkan, sehingga dapat diketahui apakah
data-data tersebut memiliki keterkaitan atau hubungan dan sesuai dengan topik
bahan historiografi dalam penelitian ini. Penyajian historiografi dalam penulisan ini
dilakukan dengan cara historis kronologis, yaitu penyajiannya akan disusun secara
berurutan sesuai urutan kurun waktu dari munculnya atau terjadinya peristiwa-
J. Sistematika Penulisan
Bab III dalam tulisan ini berisikan tentang dinamika perdebatan kebudayaan
Indonesia pada tahun 1935 – 1939, dengan sub bab sebagai berikut: A. Ruang
17
Langkah-langkah metodologi penelitian sejarah dapat dilihat dalam
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Bentang Budaya, Yogyakarta, 2001), hlm.
91.
16
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
1939; D.1. Pilihan Kebudayaan Barat dan Kebudayaan Timur; D.2. Kebudayaan,
setelah Polemik Kebudayaan hingga tahun 1945, dengan sub bab sebagai berikut: A.
BAB II
DINAMIKA MUNCULNYA CITA-CITA KE-INDONESIAAN
sebuah program yang dikenal dengan sebutan “Etische Politiek” atau “Politik Etis”.18
akibat peperangan besar di Pulau Jawa yang dikenal dengan Perang Diponegoro
(1825 – 1830). Selain itu, Negeri Belanda juga menghadapi perang kemerdekaan
Belgia (1830 – 1839) yang menelan biaya cukup besar. Kedua perang besar yang
dihadapi oleh Negeri Belanda tersebut pada akhirnya memicu permasalahan ekonomi
yang sangat berat. Oleh sebab itu, maka pemerintahan di Negeri Belanda
mengirimkan seorang bernama Van Den Bosch untuk menjadi Gubernur Jenderal di
18
Tentang situasi dan kondisi yang melahirkan “Politik Etis” dapat dilihat
dalam Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan
Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, (Jilid 2; PT Gramedia, Jakarta,
1990), Hlm. 30 – 33, dan, Nasruddin Anshoriy, Bangsa Gagal: Mencari Identitas
Kebangsaan, (LKiS, Yogyakarta, 2008) Hlm. 97 – 106.
17
18
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
pasaran internasional, seperti kopi, teh, tembakau, dan tebu. Dalam pelaksanaannya,
tersebut. Dalam peraturan lain disebutkan juga bahwa kegagalan panen yang
disebabkan oleh bencana alam ditanggung oleh pihak pemerintah, tanah yang
diserahkan kepada pemerintah dibebaskan dari pajak, kelebihan hasil panen yang
telah ditentukan diserahkan kepada petani, jangka waktu untuk mengerjakan lahan
pertanian tidak boleh melebihi waktu untuk menanam padi, dan petani yang tidak
memiliki lahan pertanian diwajibkan bekerja selama 66 hari dalam setahun pada
pemerintah. Kebijakan ini memberikan dampak yang luar biasa bagi Negeri Belanda.
Sekitar tahun 1860-an, kas Negeri Belanda mengalami surplus dan berhasil menutup
segala kerugian perang yang salah-satunya disebabkan oleh Perang Diponegoro (1825
– 1830).
terutama pemindahan penduduk dari Pulau Jawa ke pulau-pulau lain, seperti ke Pulau
Pulau Jawa, akan tetapi penduduk yang dipindahkan itu diperkerjakan sebagai buruh
19
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
di perkebunan pemerintah, dengan upah yang sangat rendah. Oleh sebab itu, maka
pada tahun 1870, kebijakan Tanam Paksa secara berangsur-angsur dihapuskan dan
diganti dengan sistem perekonomian terbuka. Dalam tahun yang sama, Pemerintah
tanah petani dari pihak penguasa dan pemodal asing. Selain itu, Undang-Undang
Agraria juga ditujukan untuk memberi kesempatan pemodal asing agar dapat
Indonesia itu, tidak dapat dilepaskan dari masuknya paham liberalisme ke Negeri
perkembangannya di Eropa pada abad ke-19, berawal dari Revolusi Amerika dan
Pada tahun 1899, C. Th. Van Deventer, seorang ahli hukum yang pernah
tinggal di Indonesia (dari tahun 1880 – 1890), menerbitkan sebuah artikel berjudul
Dalam tulisannya itu, Ia menjelaskan bahwa kekosongan kas Negara Belanda akibat
19
Lihat misalnya Zulfikri Suleman, Demokrasi Untuk Indonesia: Pemikiran
Politik Bung Hatta, (Penerbit Buku Kompas, Jakarta April 2010), Hlm. 99 – 100.
20
Mc. Riclefs, Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004, (Sebelas Maret
University Press bekerjasama dengan Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995) Cetakan
I. Hlm. 230.
20
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Perang Diponegoro dan Perang Kemerdekaan Belgia telah diisi oleh orang
Indonesia.21 Oleh karena itu, menurutnya, “hutang budi” tersebut harus dibayar
hidup pribumi Indonesia juga terdengar dari parlemen Negara Belanda. Dalam sidang
kepada rakyat pribumi Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan wilayah
koloni yang telah mengisi kas Negara Belanda. Oleh sebab itu, Ratu Belanda tersebut
menyatakan bahwa perlunya diadakan program Trias Politika, yakni irigasi, edukasi,
Politika yang disampaikan oleh Ratu Belanda tersebut menimbulkan sikap pro dan
kontra, baik dari kalangan intelektual, politisi, maupun rohaniwan di Negeri Belanda.
21
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional, dari Budi Utomo sampai
Proklamasi 1908 – 1945, (Pustaka Pelajar) Hlm. 16.
22
Lihat, Ibid.
21
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Sikap yang menentang program Trias Politika ini sebagian datang dari Parlemen
Belanda. Sementara yang setuju menganggapnya sebagai kewajiban moral atas negeri
Kehormatan” dan pemikiran Ratu Wilhelmina Helena Pauline Maria tentang “Hutang
menimbulkan banyak pendapat. Selain dianggap sebagai orang yang pertama kalinya
Indonesia, C. Th. Van Deventer juga dianggap sebagai pelopor lahirnya Politik Etis.
golongan masyarakat baru, yakni golongan masyarakat terpelajar atau sering disebut
terdiri dari golongan bangsawan, golongan pedagang, dan golongan rakyat biasa.
Pada dekade pertama abad ke-20, ketika di Indonesia mulai tercipta kaum
kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, maka munculnya
pemikiran untuk melepaskan bangsa Indonesia dari tangan penjajahan tidak dapat
dihindarkan lagi. Intelektual pribumi pun mulai melakukan berbagai cara untuk
pendidikan. Selain kedua bidang tersebut, bidang politik pun diusahakan untuk
dikembangkan, sebab terdapat pemikiran bahwa politik merupakan jalan yang tepat
melepaskan rakyat pribumi Indonesia dari tangan penjajahan itu dapat disebut dengan
terlihat ketika di tahun 1908 berdiri Organisasi Budi Utomo. Organisasi ini
menginginkan kemajuan taraf hidup masyarakat pribumi di Pulau Jawa dan Madura,
terutama dalam bidang pendidikan. Selain itu, oraganisasi ini juga menginginkan
Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922. Melalui
pribumi Indonesia melalui bidang pendidikan. Selain itu, Ki Hadjar Dewantara juga
nasionalis yang diciptakan oleh Perguruan Taman Siswa adalah golongan nasionalis
yang dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda. Dalam sumpah tersebut, para pemuda
mengikatkan diri dengan menyebutkan bahwa semua pemuda yang ada di Indonesia
adalah satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa, yakni Indonesia. Dengan
demikian, maka sumpah tersebut mencerminkan bahwa di Indonesia pada saat itu
telah muncul suatu kesadaran kolektif di kalangan rakyat pribumi Indonesia, menuju
ke arah kesatuan bangsa. Oleh sebab itu, Sumpah Pemuda ini semakin memperkuat
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari terciptanya masyarakat intelektual pada awal
abad ke-20. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat intelektual merupakan faktor
masyarakat Indonesia ke arah yang lebih baik, terlebih lagi ke arah mencapai
Pada awal abad ke-20, setelah diterapkannya Politik Etis, pihak pemerintah
pribumi Indonesia. Akan tetapi perhatian tersebut belum mampu menggapai seluruh
masyarakat pribumi Indonesia. Pendidikan pada saat itu hanya dapat dinikmati oleh
golongan masyarakat yang tergolong mampu dalam segi ekonominya. Faktor utama
ditetapkan oleh pemerintah Belanda. Keadaan seperti ini kemudian berakibat pada
Banyak pemuda Indonesia pun tidak dapat mengenyam bangku pendidikan, baik di
hatinya untuk mencari beasiswa pendidikan. Antara tahun 1906 – 1907, Wahidin
beasiswa pendidikan bagi pemuda pribumi Indonesia yang kurang mampu dalam
“Wahidin mendekati para priyayi yang lebih tua dan lebih tinggi, khususnya
para bupati yang kaya dan berpengaruh, tetapi tidak banyak di antara mereka
itu yang menaruh minat pada usahanya, walaupun juga tidak keberatan
terhadap diperluasnya pendidikan Barat. Di sana-sini terkadang Wahidin
harus menghadapi tantangan keras dari kalangan bupati, yang memandangnya
hendak mengguncang ketenteraman dan ketertiban sistem yang berlaku;
setengahnya lagi berpaling muka semata-mata oleh karena kedudukan rendah
Wahidin sebagai dokter Jawa, yang berpangkat sejajar dengan asisten wedana
senior saja; dan golongan lain pun karena memang tidak senang terhadap
perubahan apapun”.23
beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh Wahidin telah mendapatkan dukungan dari
beberapa petinggi rakyat, salah satunya adalah Pangeran Ario Noto Dirojo24.
Soetomo dan Suraji, dua calon dokter yang pada saat itu berusia sekitar 20-an tahun.
mendirikan organisasi bernama Budi Utomo. Pada tanggal 20 Mei 1908, organisasi
23
Akira Nagazumi, Bangkitnya Nasionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908 –
1918, (Grafiti Pers, Jakarta, 1989), Hlm. 52.
24
Pangeran Ario Noto Dirojo adalah seorang putera dari Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo atau Pakualam V (1878 – 1900).
25
STOVIA adalah sekolah didirikan oleh pemerintah Belanda untuk mendidik
anak-anak pribumi Indonesia menjadi dokter.
26
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
organisasi Budi Utomo adalah untuk mengusahakan perubahan hidup bagi masyrakat
dan bentuk organisasi Budi Utomo. Di satu sisi, sebagian anggotanya menginginkan
Sementara di sisi lain, ada beberapa anggota yang menginginkan agar organisasi Budi
Utomo menjadi organisasi politik. Salah satu penganjur terkuat yang menginginkan
pendidikan Barat merupakan alat yang tepat untuk menghapus sistem hierarki
tradisional yang terdapat dalam masyarakat Jawa. Hal itu dikemukakannya dengan
Dalam kongres pertama organisasi Budi Utomo tersebut, dr. Radjiman juga
jauh, sikap dr. Radjiman sama seperti sikap tradisional para priyayi dalam
menghadapi pengaruh kebudayaan asing.26 Sikap yang ditunjukkan oleh dr. Radjiman
ini menunjukkan bahwa Ia tidak mau bangsanya menjadi seperti bangsa Barat,
dengan tingkat kemajuannya yang pesat bangsa Barat telah melahirkan kolonialisme.
Pada akhir tahun 1908 diumumkan susunan program organisasi Budi Utomo.
Terdapat dua versi tentang program organisasi, yaitu: pertama, berupa laporan tangan
oleh penulis tak dikenal berinisial AK tertanggal 17 Desember 1908, dan dikirim
bersama kliping-kliping surat kabar kepada Menteri Tanah Jajahan; dan kedua,
26
Ibid., Hlm. 76.
28
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
berupa sebuah daftar termasuk di dalam ceramah Eyken bulan Maret 1909.27 Laporan
itu meliputi:28
perempuan.
27
Ibid., Hlm. 87.
28
Ibid.
29
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Utomo turut membantu dalam usaha membentuk Dewan Perwakilan Rakyat bagi
29
Ibid., Hlm. 91.
30
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Hidia-Belanda. Salah satu perwakilan dari organisasi Budi Utomo yang duduk dalam
berdirinya organisasi Budi Utomo ini telah mencerminkan bahwa di Indonesia telah
tercipta suatu kesadaran akan kesejahteraan kehidupan bangsa. Selain itu, berdirinya
terpuruk. Hal ini diperparah lagi dengan semakin gencarnya pihak pemerintah
yang sangat rendah, dengan alasan bahwa tingkat pendidikan masyarakat pribumi
seorang kerabat istana Paku Alam bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Pada
saat itu, Ia sedang berada di negeri Belanda, menjalani masa pengasingan akibat
31
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
pada tahun 1922 Raden Mas Suwardi Suryaningrat mendirikan sebuah perguruan
yang diberikan nama Taman Siswa. Nama lengkap perguruan ini adalah National
sistem pendidikan yang berdasar pada suatu sintesa realistis dari kebudayaan
Indonesia dan kebudayaan Barat yang kelak bias mendidik pemuda Indonesia untuk
berdikari dan mengembangkan dalam diri mereka suatu tanggung jawab untuk
bahwa pendidikan harus bertujuan “konstruksi suatu peradaban dari bawah, mula-
mula dari Jawa, kemudian Indonesia” bukan “tiruan budaya Barat”.33 Dengan
demikian, maka yang diinginkan oleh Raden Mas Suwardi Suryaningrat adalah
30
Indische Partij adalah sebuah organisasi politik yang didirikan oleh E.F.E.
Douwes Dekker, yang kemudian lebih dikenal dengan nama dr. Setiabudi, pada
tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini keanggotaannya terdiri dari campuran
orang indo dan pribumi Indonesia. Organiasi Indische Partij merupakan kelanjutan
dari organisasi bernama Indische Bond yang didirikan pada tahun 1898. Douwes
Dekker selanjutnya melakukan kerjasama dengan Tjipto Mangunkusumo dan Raden
Mas Suwardi Suryaningrat. Ketiga tokoh ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan
“Tiga Serangkai”. Lihat misalnya, Suhartono, Op.Cit., Hlm. 38.
31
Lihat misalnya, H. M. Nasaruddin Anshory, Pendidikan Berwawasan
Kebangsaan Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme, (LKiS, Yogyakarta,
2008), Hlm. 69.
32
G. Mc. T. Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik, Nasionalisme
dan Revolusi di Indonesia, (Sebelas Maret University Press berkerjasama dengan
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995), Cetakan I. Hlm. 133.
33
Bernard H. M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia. PT Gramedia.
Jakarta. Cetakan II, edisi terjemahan. Hal. 427.
32
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Indonesia sendiri, berbeda dari bangsa-bangsa lain, bukan bangsa Barat atau pun
bangsa lainnya. Sistem pendidikan yang diterapkan oleh Raden Mas Suwadi
Dalam kurun waktu yang sama, Raden Mas Suwardi Suryaningrat kemudian
dapat memasuki atau berinteraksi dengan masyarakat pribumi biasa, bukan semata-
Nasaruddin Anshory, sikap-sikap tersebut ada tiga macam:341) ada yang tertarik, lalu
menjadi keluarga Taman Siswa, 2) ada yang tidak cocok, sebagian besar Guru
34
H. M. Nasaruddin Anshory, Op.Cit., Hal. 69.
33
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Siswa tetap berjalan dan semakin dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara menjadi
perguruan Taman Siswa didirikan di Pulau Jawa, maka kebudayaan Jawa akan
yang tegas dari pendirinya, Ki Hadjar Dewantara. Seboyan tegas tersebut terdiri dari
tiga pokok pemikiran, yaitu: tut wuri handayani, ing madya mangunkarsa, dan ing
ngarsa sung tulada.36 Salah satu dari tiga semboyan tegas perguruan Taman Siswa
35
G. Mc. T. Kahin . Op.Cit., Hal. 66.
36
Secara lengkap tentang asas perguruan Taman Siswa diungkapkan oleh Ki
Hadjar Dewantara dalam tulisannya berjudul ”Pangkal-pangkal Roch Taman Siswa”
dalam buku Peringatan 30 Tahun Taman Siswa tahun 1922 – 1952”, Percetakan
Taman Siswa, Yogyakarta 1981. Hal. 354 – 360.
34
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
tersebut, yakni tut wuri handayani, sampai ini masih digunakan sebagai semboyan
tahun 1940 tercatat bahwa telah berdiri 250 sekolah di seluruh Kepulauan
perguruan Taman Siswa tetap dijalankan dan dikembangkan dengan anggaran dari
para pendirinya.
perguruan ini telah berusaha menciptakan sebuah masyarakat Indonesia dengan cirri-
ciri sendiri, yakni Indonesia. Selain itu, perguruan Taman Siswa juga telah
37
Bernard H. M. Vlekke, Op.Cit., Hlm. 428.
38
Akira Nagazumi, Op.Cit., Hlm. 188 – 210. Lihat juga, Suhartono, Op.Cit.,
Hlm. 66.
35
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Dari hal ini kemudian dapat dimengerti bahwa perguruan Taman Siswa ingin
menciptakan bangsa Indonesia, dengan lain perkataan lepas dari tangan penjajahan.
Utomo dan perguruan Taman Siswa, pada decade pertama abad ke-20 juga merasuki
kalangan muda Indonesia. Setelah berdiri organisasi Budi Utomo dan perguruan
Taman Siswa, para pemuda Indonesia pun seperti tidak ingin tertinggal dalam hal
masing.39 Beberapa diantara organisasi pemuda yang didirikan pada saat itu adalah
Jong Bataks Bond (1916), Jong Sumatera (1917), dan Jong Java.
persatuan untuk dapat mendirikan sebuah bangsa yang kuat. Hal ini juga berarti
39
R. Z. Leirissa, at all., Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda,
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1989), Hlm. 2.
36
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
bahwa organisasi-organisasi pemuda pada saat itu telah memikirkan tujuan yang
ingin dicapai oleh segenap pemuda Indonesia adalah satu, yakni Indonesia merdeka.
Pada tahun 1926, para pelajar dan mahasiswa dari berbagai organisasi pemuda
yang ada pada saat itu mulai bergabung dalam satu wadah bersama bernama
tujuan mempererat tali persatuan dari segenap pemuda yang ada di kepulauan
Indonesia. Dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1928, perhimpunan pemuda
tersebut kembali meyelenggarakan kongres yang kedua. Dalam kongres kedua ini
hadir beberapa tokoh politik pada saat itu, seperti Soekarno, Sartono, dan Soenarjo.
1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu,
Tanah Indonesia.
2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa
Indonesia
3. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbahasa yang satu, Bahasa
Indonesia.
40
Lihat misalnya Suhartono, Op.Cit., Hlm. 78.
41
Ibid., Hlm. 79.
37
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Pemudan, juga diperkenalkan lagu kebangsaan, yakni lagu dengan judul “Indonesia
Raya”. Lagu ini diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman. Meskipun pada saat itu
lagu ini tidak dinyanyikan, melainkan diperdengarkan dengan instrument biola, hal
ini sangat mengharukan bagi peserta kongres. Pada saat yang sama juga
dipertunjukkan bendera kebangsaan Indonesia dengan dua warna, yakni merah pada
itu. Kesadaran kolektif tersebut dapat diartikan ke dalam berbagai bidang kehidupan,
menunjukkan bahwa pada saat itu telah muncul “cita-cita ke-Indonesiaan” yakni cita-
BAB III
DINAMIKA PERDEBATAN KEBUDAYAAN INDONESIA
TAHUN 1935 – 1939
Perdebatan yang terjadi secara terbuka dan tertulis di hadapan sekian banyak
sidang pembaca, tidak akan terlaksana tanpa adanya ketersediaan suatu wadah,
tempat, atau ruang yang bernama “Ruang Publik”. Ruang tersebut akan menjadi
tempat yang mempertemukan berbagai kepentingan yang saling berbeda untuk dapat
menjadi tempat perdebatan kebudayaan Indonesia pada tahun 1935 – 1939 adalah
media cetak, yaitu Majalah Poedjangga Baroe, Majalah Wasita Surat Kabar Pewarta
Deli, dan Harian Soeara Oemoem. Selanjutnya akan dibahas secara mendasar
Majalah Poedjangga Baroe didirikan pada bulan Juli 1933 oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Armijn Pane, dan Amir Hamzah. Ketiga intelektual muda ini pada saat
itu berusia berturut-turut Sutan Takdir Alisjahbana 25 tahun, Armijn Pane 25 tahun,
38
39
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
kesusasteraan sudah muncul pada tahun-tahun 1921, 1925, dan 1929, tetapi selalu
gagal.42
kedua rekannya itu, dimaksudkan sebagai reaksi atas terlalu banyaknya sensor yang
dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis para sastrawan pribumi saat itu.
Reaksi keras atas tindakan yang dilakukan oleh Balai Pustaka tersebut
atau tujuan dari karya sastra yang dihasilkan oleh para sastrawan pribumi yang
42
Yudiono. K. S, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Penerbit Grasinsdo,
Jakarta, 2007), Hlm. 78.
43
Mudji Sutrisno, Oase Estetis: Estetika dalam Kata dan Sketsa, (Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, 2006), Hlm. 165.
40
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
kedua ini secara jelas memperlihatkan bahwa Majalah Poedjangga Baroe ingin
membawa dan membuat suatu perubahan besar dalam penulisan karya sastra
Indonesia pada saat itu. Pada saat itu, semangat modernisasi sangat jelas
Indonesia lebih banyak belajar kepada gaya penulisan sastrawan asing, terutama pada
gaya penulisan sastrawan Barat. Pada saat itu, Takdir seringkali memuat tulisan-
Indonesia Zaman Baru; Djiwa Bernyanyi (Poedjangga Baroe, Th. II, no. 3, September
1934), Puisi Indonesia Zaman Baru; Bahasa Baru (Poedjangga Baroe Th. II, no. 5,
November 1934), dan Puisi Indonesia Baru; Irama Baru (Poedjangga Baroe, Th. II,
Dalam tahun yang sama, tahun 1935, bertepatan dengan peristiwa Polemik
44
Ibid.
45
Daftar karya tulis Sutan Takdir Alisjahbana dapat dilihat dalam
alisjahbana.org/karangan_sastera.html
41
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
kebudayaan baru”. Dari semboyan tersebut sangat jelas bahwa Malajah Poedjangga
Poedjangga Baroe tersebut juga diperlihatkan dengan jelas oleh Sutan Takdir
Alisjahbana dalam tulisan yang memicu perdebatan pada saat itu, yakni tulisannya
masyarakat Indonesia untuk belajar pada bangsa Barat, agar bangsa Indonesia mampu
seperti bangsa Barat yang dianggapnya telah maju dalam segi kehidupannya.
sebagai berikut:47
46
Alisjahbana, Sutan Takdir, Op.Cit., Lihat juga, Achdiat Karta Mihardja,
Op.Cit.
47
E. Ulrich Kratz (ed), Sumber Terpilih Sejarah Sastra Indonesia Abad XX.
(Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2000), Hlm. 16f, seperti dikutip oleh
Dhaniel Dakidae, Cendikiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, (PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2003), Hlm. 142 – 143.
42
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
bidang kebudayaan. Majalah ini juga dimaksudkan sebagai tempat bagi para
sastra mereka, dan sekaligus sebagai tempat belajar berbagai jenis karya sastra asing.
Selain itu, Majalah Poedjangga Baroe juga diterbitkan sebagai sarana pembawa
Alisjahbana, Armijn Pane dan Amir Hamzah mendapatkan sambutan hangat dari
sejumlah pelajar pada saat itu. Beberapa pelajar itu seperti: Adinegoro, Ali Hajsmy,
merusak kasanah bahasa Melayu dengan memasukan bahasa daerah dan bahasa asing.
Pada masa pendudukkan Jepang di Indonesia, yakni pada tahun 1942 – 1945,
pribumi Indonesia. Selain itu, pemerintah Jepang juga mengatakan bahwa majalah
merdeka dapat diterbitkan lagi pada tahun 1949 – 1953 di bawah kendali Sutan
berbeda dari saat pertama kali diterbitkan. Hal ini disebabkan oleh kondisi sosial,
48
Yudiono. K. S, Op.Cit., Hlm. 79.
49
Ibid.
50
Ibid.
44
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Diterbitkan pertama kali di Kota Medan pada tahun 1920, Surat Kabar
Pewarta Deli dipimpin oleh Dja Endar Muda. Surat kabar ini diterbitkan dan dicetak
oleh perusahaan pribumi bernama Sjarikat Tapanuli. Pada tahun 1911, kepemimpinan
redaksi Surat Kabar Pewarta Deli diserahkan kepada Adinegoro (Jamalludin) karena
Dja Endar Muda keluar dan menerbitkan Surat Kabar Bintang Atjeh.
Pada tahun-tahun pertama diterbitkan, Surat Kabar Pewarta Deli lebih banyak
Omega dimuat dalam Surat Kabar Pewarta Deli edisi 18 Desember 1912. Tulisan
tersebut mengkritik soal eksploitasi terhadap para kuli (buruh) yang didatangkan oleh
pemerintah dari Cina, India, dan Pulau Jawa. Para kuli tersebut diperkerjakan di
Pada tahun 1916, Surat Kabar Pewarta Deli memuat kembali sebuah tulisan
Selain memuat tulisan yang judulnya secara terang-terangan mengkritik, surat kabar
ini juga memuat tulisan kritikan yang judulnya bergaya fiksi dan cerita bersambung.
Tulisan yang bergaya fiksi tersebut pernah diterbitkan pada tahun 1912, sebuah
45
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
tulisan berjudul “Kerajaan Mandolnati” dari seorang bernama Flora. Tulisan ini
berisikan kritikan terhadap sistem Tanam Paksa dari pemerintah kolonial Belanda.51
memberitakan tentang persoalan sosial dan ekonomi yang sering dihadapi oleh
politk. Pada saat terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh partai komunis di
tahun 1926 – 1927, surat kabar ini memuat sebuah tulisan yang menyatakan bahwa
Harian Soeara Oemoem diterbitkan pertama kali pada bulan Oktober 1931 di
Jawa. Harian ini diterbitkan oleh Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) di bawah
pimpinan dr. Soetomo. Harian Soeara Oemoem Surabaya ini menyediakan rubrik
Pada awalnya Harian Soeara Oemoem diterbitkan dalam dua rubrik, yakni
rubrik berbahasa Jawa dan rubrik berbahasa Indonesia. Rubrik berbahasa Indonesia
51
Hasballah Tahib (ed), Prof. Chairuddin P. Lubis dalam Pandangan Ulama
dan Cendikiawan, (USU Press, Medan, 2009), Hlm. 29 – 31.
52
P. J. Suwarno, Hamengkubuwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan
Yogyakarta 1942 – 1974, (Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1994), cetakan ke- 1, Hlm.
159.
46
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
diterbitkan untuk kalangan masyarakat yang sudah mengerti dan dapat berbahasa
masyarakat di Pulau Jawa yang belum mengerti dan tidak dapat berbahasa Indonesia.
Kedua rubrik ini terbagi lagi ke dalam beberapa halaman, yakni: rubrik berbahasa
Indonesia sebanyak delapan (8) halaman dan rubrik berbahasa Jawa sebanyak 4
halaman. Harian Soeara Oemoem ini terbit satu kali dalam seminggu, dengan 12
halaman.
pada Harian Soeara Oemoem ini kemudian menimbulkan kekacauan. Pada tanggal 2
September 1933, rubrik berbahasa Jawa memisahkan diri, kemudian berganti nama
Ketika dipimpin oleh Tjindarboemi pada tahun 1931, Haian Soeara Oemoem
mengalami perkembangan yang sangat pesat, dengan pengertian bahwa harian ini
telah dibaca dan menyebar sampai ke luar negeri, khususnya ke Eropa. Pada saat itu
pada saat itu merasa sangat terganggu oleh pemberitaan tersebut, sebab akan merusak
pandangan dunia luar atas kedudukan Belanda di Indonesia. Dalam tahun yang sama,
Tjindarboemi.
47
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Harian Soeara Oemoem dilarang terbit, karena telah memuat tulisan dari
Tjindarboemi.
pertama kalinya pada bulan Oktober 1928, di Yogyakarta. Penerbitan majalah ini
Dari tulisan Ki Hadjar Dewantara tersebut, jelas dapat diketahui bahwa tujuan
penerbitan Majalah Wasita adalah sebagai wadah belajar umum bagi masyarakat
pribumi Indonesia pada saat itu. Pada penerbitan pertamanya, Majalah Wasita dibagi
53
http://jangan-bungkamhendaru.blog.friendster.com/. Data diakses pada
tanggal 13 Juni 2011.
48
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ke dalam beberapa rubrik, yaitu: rubrik pendidikan dan pengajaran, rubrik babad dan
ceritera, rubrik pengetahuan umum, rubrik arsip nasional, dan rubrik kesehatan dan
sport (olah raga). Pembagian majalah ini ke dalam beberapa rubrik dimaksudkan oleh
para redaksinya agar pembaca mudah memilih berita atau informasi sesuai dengan
kebutuhan masing-masing. Selain itu, Majalah Wasita juga diharapkan dapat berguna
sebagai referensi (panduan) pagi para pengajar atau guru-guru di Perguruan Taman
media atau sarana seperti buku, majalah, surat kabar, dan sarana-sarana tulisan
lainnya, tidak akan terlepas dari pengaruh lingkungan, kepercayaan atau keyakinan,
seseorang tersebut tercipta melalui suatu situasi dan kondisi yang menjadi latar
belakang dimana pemikir tersebut berada dan dibesarkan. Hal ini juga berlaku bagi
para aktor atau para intelektual yang terlibat dalam perdebatan di tahun 1930-an,
perdebatan yang lebih dikenal dengan peristiwa Polemik Kebudayaan yang dibahas
Di bawah ini akan diuraikan bagaimana latar belakang dari para aktor atau
para intelektual yang terlibat dalam peristiwa Polemik Kebudayaan, yakni sebagai
berikut:
49
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Februari 1908 dan meninggal pada tanggal 17 Juli 1944. Semasa hidupnya, Sutan
Takdir Alisjahbana dikenal sebagai seorang budayawan, penulis, sastrawan, dan lain
sebagainya. Sutan Takdir Alisjahbana adalah seorang yang berdarah campuran, sebab
ibunya seorang keturunan Sumatera dan ayahnya seorang keturunan Jawa bernama
Bukit Tinggi, Lahat, Muara Enim. Pada saat menempuh pendidikan di Kweekschool,
Jong Sumateranen Bond, cabang Muara Enim dan sekaligus menjadi ketuanya. Di
Kweekschool ini, Sutan Takdir Alisjahbana lulus pada tahun 1925 dan kemudian
diangkat menjadi sekretaris dan wakil ketua Jong Sumateranen Bond cabang
54
Lihat misalnya, Flobertina Aning. S (penyusun), 100 Tokoh Yang Mengubah
Indonesia, (Penerbit Narasi, Yogyakarta, September 2007), cetakan ke- 3, Hlm. 231.
55
Kweekschool adalah sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Hindia-
Belanda. Sekolah ini merupakan salah satu jenjang pendidikan resmi untuk menjadi
guru, dengan bahasa pengatarnya menggunakan bahasa Belanda.
50
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
kembali ke Sumatera dan menjadi guru di Palembang selama setahun. Dalam tahun
yang sama, Ia juga berpartisipasi sebagai penerbit dan redaktur Malajah Mingguan
Hofdacte Cursus (kualifikasi tertinggi pada saat itu untuk menjadi kepala sekolah di
sebuah perguruan).56 Dari tahun 1930 – 1937, Ia menjadi redaktur kepala Majalah
Panji Pustaka dan sekaligus berkerja sebagai freelance journalist untuk Surat Kabar
Pewarta Deli, Medan, dan Harian Soeara Oemoem, Surabaya. Pada tahun 1937, Ia
menyelenggarakan Kongres Bahasa Indonesia. Dalam tahun yang sama, kongres pun
sarjana hukum.
baik dalam bentuk buku, esai, paper, maupun novel. Beberapa diantara karya tulisnya
tersebut yaitu: Tak Putus Dirundung Malang (1929), Aliran Semangat Muda (1929),
Dian Jang Tak Kunjung Padam (1932), Tebaran Mega (1935), dan Layar
Terkembang (1937).
56
Tentang Hofdacte Cursus ini dapat dilihat dalam Slamet Muljana,
Kesadaran Nasionalisme dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan, (Penerbit LKiS,
Yogyakarta, 2008), Hlm. 325.
51
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
hidupnya, Sanusi Pane dikenal sebagai seorang sastrawan dan wartawan. Selain itu,
Indonesia. Ia adalah anak dari Sutan Pangarubaan Pane, seorang yang dikenal sebagai
1925 dan kemudian diangkat menjadi guru. Tatkala sekolah tersebut dipindahkan ke
pada sekolah tersebut.60 Dari sekolahnya itu, Sanusi Pane diberi kesempatan untuk
57
A. G. Pringgodigdo (pimpinan redaksi), Ensiklopedi Umum, (Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, 2008), cetakan ke- 16, Hlm. 783.
58
MULO adalah sekolah dasar yang didirikan oleh Pemerintah Hindia-
Belanda, dan dikenal dengan “pendidikan dasar lebih luas”, dengan bahasa
pengantarnya menggunakan bahasa Belanda. Pada akhir tahun 1930-an, MULO
sudah ada hampir di setiap ibu kota kabupaten di Pulau Jawa.
59
Hogere Kweekschool merupakan sekolah pendidikan guru tingkat atas,
dengan bahasa pengantarnya menggunakan bahasa Belanda.
60
Ibid., Hal. 783.
52
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
mengikuti kuliah etnologi di Sekolah Hakim Tinggi.61 Pada tahun 1929 – 1930,
kebudayaan Hindu, diantaranya seperti: naskah drama Kertajaya (1932) dan naskah
kakawin Mpu Kanwa dan Arjuna Wiwaha yang berbahasa Jawa Kuno pada tahun
1940. Hal inilah yang kemudian menimbulkan pendapat bahwa alam pikiran Sanusi
Pada tahun 1931 – 1933, Sanusi Pane ditunjuk sebagai redaktur Majalah
dan ditunjuk menjadi redaktur Majalah Balai Pustaka64 pada tahun 1941. Selain
61
Ibid.
62
Majalah Timboel diterbitkan pertama kali pada tahun 1930, edisi
pertamanya diterbitkan dalam bahasa Belanda. Namun, setelah Sutan Takdir
Alisjahbana diangkat menjadi direkturnya pada tahun 1932, Majalah Timboel
menerbitkan edisi berbahasa Indonesia.
63
Surat Kabar Kebangoenan diterbitkan dengan tujuan sebagai propaganda
atas bahaya fasisme Jerman. Lihat misalnya, Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam
Pusaran Politik. Trans Media Pustaka. Jakarta 2008. Hal. 517.
64
Balai Pustaka merupakan Komisi Bacaan Rakyat yang didirikan oleh
Pemerintah Hidia-Belanda pada tanggal 14 September 1908. Balai Pustaka disebut
juga sebagai Ejaan Van Ophuijsen. Balai Pustaka didirikan dengan tujuan untuk
mengembangkan bahasa-bahasa daerah utama di Indonesia, seperti bahasa Jawa,
bahasa Sunda, bahasa Melayu, dan bahasa Madura. Selain itu, Balai Pustaka juga
melakukan penerjemahan karya sastra Eropa, dengan tujuan agar masyarakat pribumi
Indonesia tidak mengetahui atau buta akan informasi yang berkembang di Indonesia.
53
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
berkerja, Sanusi Pane juga banyak membuat karya sastra, diantaranya seperti:
Pancaran Cinta dan Prosa Berirama (1926), Puspa Mega dan Kumpulan Sajak (1927),
drama berbahasa Belanda dengan judul Airlangga (1928) dan Eenzame Caroedalueht
(1929), Madah Kelana dan kumpulan sajak yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada
tahun 1931.
1884 dan meninggal pada tanggal 25 Juni 1964. Semasa hidupnya, Poerbatjaraka
dikenal sebagai seorang budayawan, ilmuwan, dan ahli sastra Jawa Kuno. Ketika
Pakubuwana X.
(HIS), sekolah untuk anak-anak Belanda yang dapat dimasuki oleh anak-anak
HIS, Lesya mempelajari beberapa ilmu pengetahuan, seperti bahasa Melayu, bahasa
Eropa, di Kota Solo. Di sekolahnya ini, Lesya sangat pandai dalam berbahasa
Belanda. Bekal bahasa Belanda dari ELS itulah yang digunakannya untuk memahami
buku-buku mengenai naskah Jawa klasik karya para sarjana Eropa, seperti Kern,
Lesya dalam ilmu sastra Jawa Kuno pada saat itu menarik perhatian Residen
Surakarta. Pada tahun 1910, Ia dikirim oleh Residen Surakarta untuk berkerja di
“Perbatjaraka” oleh Kasunanan Surakarta. Nama Poerba adalah sebuah gelar seperti
yang terdapat pada nama ayahnya, yakni Poerbadipoera. Sementara nama Tjaraka,
dalam aksara Hanacaraka berarti duta atau utusan. Dengan demikian, maka nama
Poerbatjaraka dapat diartikan sebagai seorang utusan dari Kasunanan Surakarta. Pada
saat yang sama, Lesya juga diberikan gelar kebangsawanannya, yakni Raden
Ngabehi.
Pada tahun 1921, Lesya, yang sudah dikenal dengan nama Poerbatjaraka,
ditugaskan untuk menjadi asisten Profesor Dr. Hazeu, seorang ahli dalam karya sastra
berpromosi untuk mendapatkan gelar doctor di Universitas Leiden. Pada tahun 1926,
65
Swantoro, Dari Buku ke Buku Sambung-Menyambung menjadi Satu.
Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta 2002. Hal. 206.
55
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
kemudian kembali ke Jakarta dan berkerja untuk Museum Gajah. Di museum ini,
menikahi seorang wanita bangsawan yang bergelar Raden Ayu. Dengan demikian,
maka secara lengkap nama Poerbatjaraka adalah Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka.
dr. Soetomo lahir pada tanggal 30 Juli 1888, di Ngepeh, Loceret, Nganjuk,
Jawa Timur, dan meninggal pada tanggal 30 Mei 1938, di Surabaya, Jawa Timur.
Semasa hidupnya, dr. Soetomo dikenal sebagai pendiri organisasi Budi Utomo,
Opleiding Van Inlandsche Artsen (STOVIA), Batavia (Jakarta), pada tahun 1903.
Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1911, dr. Soetomo berkerja sebagai
66
Disertasi Poerbatjaraka ini menceritakan tentang seorang tokoh pendeta,
murid kesayangan Siva yang menyebarkan agama Hindu-Saiva di Nusantara bernama
Agastya, melalui perjalanan laut. Sekitar abad ke-7 – 9, kedudukan Agastya dalam
ritus pemujaan Hinudisme disebutkan telah mencapai puncak kejayaannya. Agastya,
dalam abad-abad tersebut disejajarkan dengan dewa Siva dan Durga. Lihat,
Poerbatjaraka, Agastya di Nusantara. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta 1992. Edisi
terjemahan.
56
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
dokter pemerintah di beberapa daerah di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, seperti di
Semarang, Tuban, Malang, dan Lubuk Pakam (Sumatera Timur). Pada tahun 1917, Ia
menikahi seorang perawat yang berasal dari negeri Belanda. Setelah menikah, dr.
1923.
Belajar Indonesia tersebut pada tahun 1931 berganti nama menjadi Persatuan Bangsa
Indonesia (PBI).68
Semasa hidupnya, selain aktif dalam bidang pendidikan dan kedokteran, dr.
Soetomo juga aktif dalam bidang jurnalisme. Ia pernah berkerja sebagai wartawan
dan mendirikan beberapa media cetak, seperti: Harian Soeara Oemoem, Soeloeh
Indonesia, dan Soeloeh Ra’jat Indonesia. dr. Soetomo juga seringkali membuat karya
tulis berupa artikel yang dimuat dalam surat kabar, di samping membuat berbagai
brosur tentang masalah pendidikan.
B.5. Tjindarboemi
67
Nederlandsche Indische Artsen School (NIAS) merupakan sekolah
kedokteran Hindia-Belanda yang didirikan oleh pemerintah pada tahun 1913, di
Surabaya.
68
Lihat misalnya, Tim Media Pusindo, Pahlawan Indonesia, (Penerbit Media
Pusindo, Puspa Swara Group, Jakarta 2008), cetakan ke-1, Hlm. 51.
57
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
memilih berkerja sebagai wartawan. Pada tahun 1931, Ia menjadi pemimpin redaksi
pada Surat Kabar Soeara Oemoem milik dr. Soetomo. Dalam bulan Januari 1933, Ia
dalam penjara Kalisolok yang terletak di sebelah Utara kota Surabaya, atas perintah
Gubernur Jenderal De Jonge. Selain pernah berkerja sebagai redaktur pada Surat
tahun 1939.
kritikus yang tajam terhdap pemerintah. Hal ini seperti yang ditunjukkannya pada
saat terjadinya pemberontakan kapal Zeven Provincien. selain itu, Ia juga dikenal
Jakarta, dalam usia 62 tahun. Semasa hidupnya, Ia dikenal sebagai seorang sastrawan
Gelar Datoek Maradjo Sutan.69 Djamaluddin Adinegoro merupakan saudara satu ayah
dan lain ibu dengan Muhammad Yamin, seorang sastrawan. Ayah Djamaluddin
Adinegoro bernama Usman Gelar Baginda Chatib dan ibunya bernama Sadaridjah.
memiliki istri bernama Alidas, berasal dari Sulit Air, X Koto Diatas, Solok, Sumatera
Barat.70
Van Indische Artsen (STOVIA). Setelah menamatkan sekolahnya pada tahun 1925,
pada Majalah Tjaja Hindia. Di majalah ini, Ia ditugaskan sebagai pembantu tetap
yang setiap minggunya menuliskan berita tentang masalah-masalah luar negeri. Pada
saat yang sama, Ia juga berkerja sebagai freelance journalist untuk Harian Bintang
Timur.
Sekembalinya di tanah air pada tahun 1931, Ia berkerja untuk Majalah Panji
69
A. G. Pringgodigdo, Op.Cit., Hlm. 281.
70
Ibid.
71
Lihat misalnya, Korrie Layun Rampan, Leksikon Susastra Indonesia,
(Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 2000), Cetakan ke-1, Hlm. 16.
72
A. G. Pringgodigdo, Op.Cit., Hlm. 281.
59
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Adinegoro kemudian memimpin Surat Kabar Soematra Shimboen. Pada tahun 1948,
Soepomo hingga tahun 1950. Pada tahun 1951, Ia kemudian memimpin Yayasan Pers
Biro Indonesia, di samping berkerja pada Kantor Berita Nasional (sekarang LKBN
Antara).
membuat karya tulis, baik berupa buku maupun artikel. Beberapa diantara karya
tulisnya itu adalah Darah Muda (1931), Asmara Jaya (1932), Ilmu Karang-
Kebudayaan (1954), Es Kopyor (1961), Etsuko (1961), Lukisan Rumah Kami (1963),
meninggal pada tanggal 29 April 1959. Nama asli Ki Hadjar Dewantara adalah Raden
Yogyakarta, dimana suatu bentuk adat dan tradisi Jawa sangat dijunjung tinggi oleh
73
Tauchid, Ki Hadjar Dewantara, Pahlawan dan Pelopor Pendidikan,
(Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Yogyakarta, 1968), Hlm. 14.
60
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
macam tradisi Jawa seperti musik tradisional, gamelan, lagu-lagu tradisional, dan
Yogyakarta. Di sekolah guru ini, Ki Hadjar Dewantara belajar selama satu tahun.
School Tot Opleideing Van Indische Artsen (STOVIA), pada tahun 1905. Pada tahun
1908, Ia masuk menjadi angota organisasi Budi Utomo dan diberikan jabatan sebagai
Pada tahun 1910, Ki Hadjar Dewantara keluar dari School Tot Opleiding Van
Indische Artsen (STOVIA) karena tidak naik kelas dan beasiswanya dicabut. Pada
saat yang sama, Ia juga menderita sakit selama empat bulan. Meskipun telah keluar,
74
Ibid.
75
Ibid.
61
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
surat kabar-surat kabar seperti: Sedyo Tomo (bahasa Jawa) di Yogyakarta, Midden
pada tahun 1912.76 Melalui dunia pers itulah Ki Hadjar Dewantara menguraikan
mendirikan Komite Bumi Putera di Bandung. Komite ini bertugas untuk memprotes
perayaan kemerdekaan Belanda dari Inggris yang akan diselenggarakan pada tanggal
was” (Andai aku seorang Belanda). Tulisannya itu memprotes pesta kemerdekaan
negeri Belanda yang penyelenggaraannya akan meminta bantuan biaya kepada rakyat
76
Ibid.
77
Gatut Saksono, Pendidikan yang Memerdekakan Siswa, (Rumah Belajar
YAKIBAS, Yogyakarta, Oktober 2008), cetakan ke-1, Hlm. 47.
62
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Timor Kupang). Selanjutnya, ketiga tokoh itu sepakat untuk minta dipindahkan ke
negeri Belanda.78
digunakan dalam surat kabar di negeri tersebut.79 Selain melakukan kegiatan dalam
pendidikan yang sesuai untuk bangsanya yang sedang dijajah. Ia pun mempelajari
sistem pendidikan yang diterapkan oleh Rabindranath Tagor di India. Setelah kembali
Perguruan Taman Siswa dan sekaligus menjadi gurunya. Padan tahun 1927, Ia
Pada tahun 1945, Indonesia merdeka dari pendudukan Jepang. Dalam tahun
pada tahun 1957, Ia diberikan gelar doctor kehormatan (Doctor Honoris Causa atau
Dr. H. C.) oleh Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Setelah meninggal, Ki Hadjar
melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305, Tahun 1959.
78
Ibid. hal. 18.
79
Ibid.
63
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Belanda. Ia adalah anak dari pasangan suami istri bernama Mohammad Joenoes
Soetan Malako dan Siti Alamah. Ketika kecil, dr. Mohammad Amir dibawa oleh
Batavia, dr. Mohammad Amir disekolahkan di Europesche Lagere School (ELS). dr.
Di sekolah ini, Ia tamat pada tahun 1918, kemudian melanjutkan ke School Tot
Djohan, bergabung ke dalam perkumpulan teosofi yang bernama Dienaren Van Indie
64
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Belanda, setelah tamat dari STOVIA pada tahun 1924. Di negeri Belanda, dr.
Mohammad Amir belajar dalam bidang psikiatri (ilmu penyakit jiwa) di Fakultas
Mohammad Amir kemudian menikah dengan Lien Fournier, seorang keponakan dari
ketua gerakan teosofi. Pada tahun 1934, dr. Mohammad Amir pindah ke Medan dan
berkerja sebagai dokter pemerintah. Pada akhir tahun 1940-an, bersama keluarganya,
Alisjahbana, Sanusi Pane, Dr. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka, dr. Soetomo,
80
Dienaren Van Indie atau Theosophical Society merupakan perkumpulan
teosofi, sekaligus lembaga beasiswa yang didirikan oleh Madame Helena Petrovna
Blavatsky, seorang wanita bangsawan yang berasal dari Rusia, bersama Henry Steel
Olcott, seorang ahli hukum dan penganut kebatinan, di New York, pada tahun 1875.
Di Indonesia, pada tahun 1920-an, perkumpulan ini dibina oleh P. Fournier. Lihat
Mohammad Hatta, Untuk Negeriku, (Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Januari 2011),
Hlm. 199, dan, Herry Nurdi, Kebangkitan Freemason dan Zionis di Indonesia: Di
Balik Kerusakan Agama-Agama, (Penerbit Cakrawala, Jakarta, 2006), Hlm. 146 –
147.
65
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
yang telah disebut pada bagian pendahuluan skripsi ini, tidak berlangsung secara
terus menerus dari tahun 1935 – 1939, melainkan secara bertahap. Tahapan-tahapan
Dalam bulan Agustus itu, Sutan Takdir Alisjahbana membuat sebuah tulisan berjudul
kemudian dimuat dalam Majalah Poedjangga Baroe. Dalam tulisannya itu, pertama-
tama Sutan Takdir Alisjahbana menyatakan bahwa perkataan Indonesia pada saat itu
karena “segala yang terdapat dan terjadi, segala yang pernah terdapat dan terjadi di
lingkungan kepulauan kita ini diberi orang nama Indonesia”. 81 Padahal, menurut
Takdir:
“Perkataan Indonesia seperti yang timbul di kalangan bangsa kita, tiada dapat
kita lepaskan dari perasaan, dari semangat keindonesiaan. Dan semangat
keindonesiaan itu adalah ciptaan abad kedua puluh, ialah kebangunan jiwa
dan tenaga”.82
81
Achdiat Karta Mihardja. Op.Cit., Hlm. 15.
82
Ibid.
66
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
menganggap istilah Indonesia adalah ciptaan abad ke-20. Dengan demikian, maka
jaman sebelumnya bukan bagian dari Indonesia. Berikut ini pernyataan Takdir:
“Sangat perlu dinyatakan dengan tegas, bahwa sejarah Indonesia dalam abad
kedua puluh, ketika lahir suatu generasi yang baru di lingkungan Nusantara
ini, yang dengan insyaf menghendaki suatu jalan yang baru bagi bangsa dan
negerinya. Jaman sebelum itu, jaman sehingga penutup abad kesembilan
belas, ialah jaman prae-Indonesia, jaman jahilliah keindonesiaan, yang hanya
mengenal sejarah Osch Indische Compagnie, sejarah Mataram, sejarah Aceh,
sejarah Banjarmasin dan lain-lain.83
menurut Takdir, jaman Indonesia bukan sambungan yang biasa dari jaman
sebelumnya, sebab kedua jaman tersebut memiliki arti dan makna yang sangat
dalam masyarakat Indonesia seharusnya berakar ke masa yang akan datang, bukan
pada masa sebelum istilah Indonesia muncul, atau secara kasarnya berakar pada
sejarah. Dengan meyakini bahwa bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang
mampu berdiri sejajar dan bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia, Takdir
83
Ibid., Hlm. 16.
84
Ibid., Hlm. 18.
67
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
sebagai berikut:
kemudian ditanggapi oleh Sanusi Pane. Dalam tulisannya yang berjudul “Persatuan
Sanusi Pane menyadari bahwa hubungan antara sejarah dan waktu tidak dapat
pra-Indonesia maupun jaman Indonesia, tetapi yang belum ada adalah natie-nya87
85
Ibid.
86
Pane, Sanusi, “Persatuan Indonesia”. Soeara Oemoem, No. 276, 4
september 1935, dan Achdiat Karta Mihardja, Ibid., Hlm. 22.
87
Istilah yang digunakan oleh Sanusi Pane.
68
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Pane pun menegaskan bahwa bangsa Indonesia tidak perlu belajar pada bangsa Barat.
Sanusi Pane, orang tidak perlu menaklukkan alam, sebab alamnya berbeda dari Barat,
kemudian menyatakan bahwa yang harus dicari pada saat itu adalah garis yang dapat
ditempuh oleh semua bangsa di dunia, baik bangsa Barat maupun bangsa Timur.
Sanusi Pane kemudian mengusulkan tentang garis tersebut, yakni sebagai berikut:
“Barat, seperti sudah kita lihat, mengutamakan jasmani, sehingga lupa akan
jiwa. Akalnya dipakainya menaklukkan alam. Ia bersifat Faust, ahli
pengetahuan (Goethe), yang mengorbankan jiwanya, asal menguasai jasmani.
Timur, mementingkan rohani, sehingga lupa akan jasmani. Akalnya
dipakainya mencari jalan mempersatukan diri dengan alam. Ia bersifat Arjuna
yang bertapa di Indrakila. Haluan yang sempurna ialah menyatukan Faust dan
Arjuna, memesrakan materialisme, intelektualisme, dan individualism dengan
spiritualisme dan kolektifisme”.88
bangsa Barat dan bangsa Indonesia berjalan beriringan atau berdampingan, menuju ke
arah kehidupan yang lebih baik. Dalam tulisannya, Ia juga menegaskan bahwa untuk
Barat dan kebudayaan Indonesia pada masa lampau. Dengan demikian, menurutnya,
keinginan agar bangsa Indonesia di kemudian hari menjadi bangsa yang mampu
88
Achdiat Karta Mihardja, Ibid., Hlm. 26.
69
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Sanusi Pane menyerukan agar bangsa Indonesia kembali kepada kebudayaan Timur.
Tanggapan yang diberikan oleh Sanusi Pane kemudian dijawab oleh Sutan
Kebudayaan Baru”. Dalam tulisannya itu, Takdir menyatakan bahwa jaman pra-
Indonesia dan jaman Indonesia tetap tidak dapat dipersatukan, sebab di antara kedua
jaman tersebut terdapat perbadaan yang sangat besar dalam hal semangat ke-
juga di Filipina, Malaka, dan daerah lainnya di luar Indonesia. sementara mengenai
persoalan bangsa Barat dan bangsa Timur, menurutnya kedua bangsa tersebut sama-
sama mementingkan jasmani dan rohani, akan tetapi bangsa Timur kalah
89
Lihat Sulung Siti Hanum dan Prima Hariyanto, Susastra 7, Jurnal Ilmu
Sastra dan Budaya, (Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia), Hlm. 167.
90
Achdiat Karta Mihardja, Op.Cit., Hlm. 27 – 28.
70
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
“Dari hal soal Timur dan Barat itu saya tidak melihat sebab mengubah
pendapatan saya. Supaya jangan salah tampa saya terangkan lagi, bahwa saya
sama sekali bukan menyebut, bahwa Timur lebih tinggi daripada Barat atau
sebaliknya. Kedua-duanya sama belum hidup dengan cara yang sebaiknya
menurut pikiran saya”.91
Dari catatan Sanusi Pane tersebut, dapat diketahui bahwa Ia menganggap cara
hidup bangsa Barat dan bangsa Indonesia belum sempurna. Oleh sebab itu, Ia
kemudian memberikan sebuah cara agar bangsa Barat dan bangsa Indonesia (Timur)
dapat mencapai kehidupan yang lebih baik adalah dengan mengharmoniskan atau
Perdebatan yang terjadi antara Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane
91
Ibid., Hlm. 28.
71
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
akibat yang akan terjadi apabila terdapat suatu pemujaan yang terlalu tinggi terhadap
kebudayaan Barat dan kebudayaan Timur. Oleh sebab itu, menurutnya, perlu
kebuayaan tersebut.
menjawab tanggapan dari Poerbatjaraka atas tulisannya. Dalam catatannya itu, Takdir
Takdir:
“Saya tidak pernah berkata bangsa kita harus selalu mengejar Barat dari
belakang. Bukan sekali-kali pekerjaan kita, membeo pada Barat. Kita hanya
mesti selekas-lekasnya memperoleh sifat dynamisch Barat yang melahirkan
kebudayaan Barat yang dynamisch. Bangsa kita hanya mungkin mempunyai
harapan untuk masa yang akan datang, apabila segala yang dicapai Barat itu
dalam berabad-abad, dapat kita jadikan kepunyaan kita dalam waktu yang
sependek-pendeknya. Sesudah itu pastilah kita akan mencari jalan sendiri,
bersama-sama atau tidak dengan bangsa lain di muka bumi ini”.93
92
Ibid., Hlm. 28.
93
Ibid.
72
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
mengambil atau meyerap segala bentuk sifat dinamis bangsa Barat agar dapat
bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. selain itu, Ia juga menegaskan bahwa
pekerjaan generasi muda bangsa Indonesia adalah melihat ke depan, mengejar cita-
cita yang diinginkan oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan melihat ke masa lalu, masa
yang lampu atau masa yang telah ditinggalkan. Ia juga menyatakan supaya generasi
muda bangsa Indonesia harus terbebas dari ikatan kebudayaan lama dan mengetahui
Sanusi Pane, dan Poerbatjaraka merupakan perdebatan mengenai haluan yang akan
ditempuh oleh bangsa Indonesia untuk melangkah ke masa depan, agar dapat menjadi
sebuah bangsa yang mampu berdiri di sisi dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain di
dunia. Oleh sebab itu, pemikiran dari masing-masing intelektual yang terlibat pada
saat itu merupakan suatu pilihan jalan yang dapat diambil oleh bangsa Indonesia,
apakah bangsa Indonesia akan meniru kebudayaan Barat atau mempertahankan dan
Pada bulan oktober 1935, tidak lama setelah menutup perdebatan kebudayaan
tahap pertama, tulisan Sutan Takdir Alisjahbana berjudul “Semboyang Yang Tegas”
dimuat dalam Majalah Poedjangga Baroe. Tulisan Takdir ini meruapakan tanggapan
73
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Indonesia. Dalam tulisannya itu, Takdir menyetakan bahwa kongres perguruan yang
berlangsung pada tanggal 8,9, dan 10 Juni di Kota Solo tersebut, cukup berhasil untuk
langkah pendidikan bagi bangsa Indonesia. Berikut ini pernyataan dari Takdir:
“Kehati-hatian yang saya maksud berhubung dengan ini ialah tendens anti-
intelektualisme, anti-individualisme, anti-egoisme, anti-materialisme yang
terdapat dalam pidato sebagian dari pembicara itu, pada yang seorang tentulah
lebih dari yang lain. Tuan Drs. Sigit menunjukkan bahaya anggapan, bahwa
pengetahuan ialah kekuasaan, bahaya anarchisme yang dilahirkan pikiran
liberal, bahaya pendidikan yang individualistisch, bahaya terlampau
mengemukakan haknya individu”.94
pembicara dalam kongres tersebutlah yang seharusnya diserap dan diambil oleh
“Indonesia sekarang perlu akan putra yang tajam pikirannya, individu yang
mempunyai pikiran, pemandangan dan perasaan sendiri, yang tahu
mengemukakan dan mempertahankan kepentingan haknya, yang senantiasa
berdaya upaya memperbaiki kehidupan dan penghidupnya lahir batin. Untuk
mencapai sekaliannya itu maka suara negatief yang terdengar pada Kongres
Permusyawaratan Perguruan Indonesia di Solo itu.
Anti-intelektualisme
Anti-individualisme
Anti-egoisme
Anti-materialisme
Harus ditukar dengan semboyan positief yang gembira berapi-api:
Otak Indonesia harus diasah menyamai otak Barat!
Individu harus dihidupkan sehidup-hidupnya!
Keinsyafan akan kepentingan diri harus disedarkan sesedar-sedarnya!
94
Ibid., Hlm. 38.
74
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Perguruan Indonesia di Kota Solo, kemudian dijawab oleh dr. Soetomo, salah satu
tendens negatif yang disebutkan oleh Takdir terhadap sebagian pembicara dalam
kongres perguruan di Solo, tidak memiliki alasan yang masuk akal. Menurut dr.
Soetomo, semua pembicara dalam kongres perguruan itu mengerti dan mengakui
kehebatan cara pendidikan Barat. Berikut ini jawaban dr. Soetomo atas pernyataan
harus disusun dan dirancang dengan teliti, agar tidak terjadi berbagai kesalahan seprti
pendidikan cara Bangsa Barat. Oleh sebab itu, maka dr. Soetomo tidak menginginkan
dr. Soetomo menyatakan bahwa contoh perguruan yang tepat untuk mendidik bangsa
Indonesia adalah Perguruan Taman Siswa. Berikut ini pernyataan dr. Soetomo
96
Ibid., Hlm. 44 – 45.
97
Ibid., Hlm. 45.
76
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Indonesia di Solo. Menurutnya, bangsa Indonesia harus dididik oleh para kiyai yang
hidupnya sederhana dan para guru kaya batinnya, berjiwa baik dan memiliki jiwa
yang indah. Selain itu, dr. Soetomo juga menyerukan agar anak-anak Bangsa
Tanggapan dari dr. Soetomo selanjutnya dijawab kembali oleh Takdir melalui
tulisan yang berjudul “Sekali lagi Semboyan yang Tegas”. Dalam tulisan itu, Takdir
sekali lagi menyatakan bahwa Bangsa Indonesia harus berlajar pada Bangsa Barat.
98
Ibid., Hlm. 51.
77
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
“Dalam masyarakat kita orang kurang giat mengumpulkan dan memakai harta
dunia. Didiklah bangsa kita mengumpulkan dan memakai harta dunia yang
teruntuk bagi segala umat”.99
Indonesia adalah menjadi bangsa yang dapat berdiri sejajar dan bersaing dengan
Perdebatan yang terjadi antara Takdir dan dr. Soetomo pada saat itu
mengatakan bahwa Takdir selalu mengkritik soal kebudayaan Timur dan tidak
menunjukkan jalan yang harus ditempuh, atau pun bagaimana seharusnya Bangsa
dididik menjadi tiruan Bangsa Barat, sebab tidak mungkin mendidik anak-anak
Indonesia menjadi een tweede De Ruyter, een tweede Coen, dan een tweede Van
Heutz.100
99
Ibid., Hlm. 53.
100
Ibid., Hlm. 58.
78
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
kiyai yang memikirkan jalan hidup yang harus ditempuh mereka. Hal ini sangat
berbeda dari didikan cara Bangsa Barat yang Ia kagumi. Menurut Takdir, didikan
dan materialisme. Berikut ini pernyataan Takdir mengenai didikan cara Bangsa Barat:
Menurut Takdir, hasil didikan cara Bangsa Barat dan cara Pesantren sangat
berbeda. Didikan cara Bangsa Barat menghasilkan para pemimpin yang memiliki
pemikiran luas dan terbuka. Sedangkan didikan cara Pesantren akan menghasilkan
para pemimpin yang patuh kepada kiyai. Dengan demikian, didikan cara Pesantren
tidak akan dapat menciptakan para pemimpin yang bebas berpikir sendiri, tegas
pernyataannya:
101
Ibid., Hlm. 65.
79
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Dari pernyataan tersebut, Takdir meyakini bahwa didikan cara Bangsa Barat
yang telah melahirkan pemimpin-pemimpin Bangsa Indonesia pada saat itu. Hal ini
berbeda dari keyakinan dr. Soetomo yang menyatakan bahwa didikan cara Pesantren
akan lebih baik, sebab didikannya akan menghasilkan persatuan yang teguh di
“Dalam usaha untuk menjajarkan bangsa kita di sisi bangsa-bangsa yang lain
di muka bumi sekarang ini. Pada pikiran saya janganlah kita terlampau
banyak mengambil teladan pada waktu jatuhnya bangsa kita. Mengambil
teladan contoh pada waktu negeri kita jatuh dan tidak berarti, itu pun
perbuatan yang negatief. Kita harus mengambil contoh dan teladan bagaimana
Eropa, Amerika, dan Jepang mencapai derajat yang terkemuka sekarang ini.
Pendirian yang demikian ialah pendirian positief. Ia linea recta menuju
tempat yang dituju. Janganlah kita melihat ke belakang, tetapi hendaklah kita
menuju ke depan”.103
Tulisan dari Takdir kemudian ditanggapi oleh dr. Soetomo. Dalam tulisannya
tidak berubah. Ia tetap meyakini bahwa didikan cara Pesantren akan lebih baik
daripada didikan cara Bangsa Barat. Menurutnya, didikan cara Pesantren akan
melahirkan pemimpin-pemimpin Indonesia yang berjiwa bersih dan berbudi luhur. dr.
102
Ibid.
103
Ibid.
80
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
“Di dalam kemajuan apa pun juga, di dalam apa pun juga kemajuan baru
tercapai, dapat berjalan terus, dapat meninjau ke depan dengan selamat dan
bahagia, kalau lebih dahulu menengok ke belakang”.104
tersebut, dalam tulisannya, dr. Soetomo juga menyatakan bahwa pedebatannya dan
Sutan Takdir Alisjahbana tidak akan berlanjut lagi. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan pandangan atau levenvisie antara Ia dan Takdir, tegas dr. Soetomo.
berjudul “Kata Penutup, Kepada Tuan dr. Soetomo”. Dalam tulisannya ini, Tadkir
dengan dr. Soetomo. Ia kemudian menyatakan kesalahan yang telah dilakukan oleh
dr. Soetomo selama berdebat. Menurutnya, dr. Soetomo telah mengambil pemikiran
Selanjutnya Takdir menyatakan bahwa keyakinannya tetap pada didikan cara Bangsa
Barat, agar Bangsa Indonesia mampu menjadi bangsa yang maju dan dapat bersaing
Perdebatan yang terjadi antara Sutan Takdir Alisjahbana dan dr. Soetomo,
berjudul “Kritik Atas Kritik”. Dalam tulisannya itu, Adinegoro menyatakan bahwa
104
Ibid., Hlm. 74.
81
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
yang perlu diperhatikan dalam perdebatan antara Takdir dan dr. Soetomo adalah arti
kata cutuur dan civillitatie. Menurutnya, cultuur suatu bangsa tidak dapat
civillitatie Bangsa Barat, sehingga bangsa ini dapat maju seperti Bangsa Barat dan
cultuur-nya tetap Timur. Berikut ini pernyataan Adinegoro mengenai kata cultuur:
“Kultur ialah rapi melekat kepada jiwa bangsa-bangsa dan jiwa bangsa itu
terbukti dalam karakternya, dalam tabiat dan itu tidak dapat diubah-ubah turut
barang tiruan, akan tetapi pengetahuannya, tehkniknya, cara penghidupannya
sudah jelas sekali kelihatan bisa dirubah-rubah, perhatikan sajalah hal keadaan
bangsa kita sekarang yang sudah bisa pula makan dengan sendok, sudah bisa
naik motor, kemudikan motor sendiri, pakai pakaian yang mentereng dan bisa
jalankan perusahaan-perusahaan yang besar-besar, akan tetapi kita tetap
tinggal dalam lingkungan perasaan Timur juga. Intelek Barat, keperluan
secara Barat, hati Timur”.105
Indonesia adalah merubah civillitatie, bukan cultuur-nya. Hal inilah yang diyakini
Melalui tulisannya yang berjudul “Synthese Antara Barat dan Timur, Menjawab
Tuan Adinegoro, Jiwa Dibelakang Techniek Barat, Jiwa Indonesia dan Jiwa Jepang,
Semboyan Lepas dari India”, Takdir menyatakan kepada Adinegoro bahwa setiap
105
Ibid., Hlm. 85.
82
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
“Supaya terang, baik kita kiaskan ini kepada populair. Bangsa Indonesia
sekarang harus memasak nasi. Seoal yang pertama ialah menghidupkan api.
Bagi Bangsa Barat nasi sudah masak, api sudah bernyala-nyala. Soal bagi
Barat ialah bagaimana menjaga, seupaya nasi jangan hangus. Sebaliknya
daripada membesarkan api, soal Barat ialah bagaimana mengurangkan api.
Kalau Bangsa Indonesia sekarang memecahkan otaknya memikirkan
bagaimana mengurangkan api (baca intelektualisme, individualisme, egoisme,
materialisme), maka saya takut nasi Indonesia tiada akan masak-masaknya,
sebab apinya tidak hidup”.106
yang Ia anggap terlalu bersikap anti terhadap didikan cara Bangsa barat. Takdir
selanjutnya menjelaskan tentang ilmu pengetahuan dan tehknik Barat. Berikut ini
pejelasannya:
“Ilmu pengetahuan dan techniek itu sesuatu yang tidak dapat diceraikan dari
jiwa, dari pendirian hidup, dari levenshouding Barat. Barat melepaskan
dirinya dari alam dan dirinya yang terlepas dari alam ini hendak menguasai
alam, hendak memakai alam bagi dirinya. Pendirian yang serupa ini berasal
dari Bangsa Semiet (agama Yahudi, Nasrani, dan Islam). Sebaliknya filsafat
India hendak menyatukan diri, hendak meleburkan diri dalam alam. Orang
yang hendak bersatu, mencari harmonie dengan alam, tidak berdaya upaya
hendak menguasai alam. Selama pendirian hendak menguasai alam belum
menjadi darah daging bangsa kita, selama itu ilmu pengetahuan dan techniek
itu tiada akan subur hidupnya di negeri kita ini”.107
“Hanya satu jalan yang terbuka bagi bangsa kita untuk maju ke depan, yaitu:
lepas dari bedwelming filsafat India yang menimbulkan jiwa yang nerimo.
Bukan harmonie dengan alam, bukan melebur aku dalam jiwa alam harus
106
Ibid., Hlm. 89.
107
Ibid., Hlm. 91.
83
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Adinegoro, ditanggapi oleh dr. Mohammad Amir. Dalam tulisannya yang berjudul
dr. Soetomo Tentang Soal Peradaban dan Kemajuan Bangsa Kita Zaman Depan”, dr.
pendapatnya mengenai jalan mana yang harus ditempuh untuk mendidik anak-anak
Bangsa Indonesia. Selain itu, dr. Mohammad Amir juga menyatakan tentang jalannya
peradaban sebuah bangsa yang selalu menuju kepada dua arah, yakni: Nasional dan
“Bagi mereka yang takut akan momok kebaratan itu sebab boleh jadi
memusnahkan kenasionalan, boleh saya beri pujukkan bahwa perjalanan
peradaban di kebanyakan negeri di dunia sekarang ialah ke dua jurusan, sekali
jalan: ke haluan nasional dan ke haluan internasional. Selama cita-cita
nasional hidup di dunia Timur, perjalanan ke Barat itu tidak akan
berbahaya”.109
Perdebatan tahap kedua ini ditutup oleh tulisan dari Ki Hadjar Dewantara
Soetomo, dan Sns. Pane”. Dalam tulisannya itu, Ki Hadjar Dewantara menyatakan
108
Ibid., Hlm. 96.
109
Ibid., Hlm. 114.
84
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh alam di mana Ia tinggal atau
“Buah perlawanan kita terhadap pergantian adat itu amat bergantung pada
beberapa keadaan, yang boleh diringkas menjadi dua, yaitu Zamandan Alam
atau dengan perkataan yang sering dipakai Tijd en Ruimte. Di dalam
pemandangan ini haruslah kita peringati, bahwa kemauan kemauan kita
manusia itu tidak lain ialah sebagian dari alam. Boleh dibilang beberapa alat
atau mesin kecil daripada mesin alam yang maha besar. Kita bergerak itu
sungguhpun merasa kemauan kita sendiri, akan tetapi dalam hakekatnya gerak
kita bahkan kemauan kita yang subjectief itu, tidak lain ialah sebagian dari
lakunya alam, yang seluruhnya dan bagian-bagiannya berlaku menurut wet-
alam, yang dinamakan wet van oorzak en gevolg, juga bernama Wet-
Karma”.110
yang telah berlangsung antara ketiga intelektual yang disebutkan dalam judul
tulisannya tersebut, bukanlah sebuah perdebatan yang tidak sehat. Perdebatan itu
dapat diketahui bahwa perdebatan yang berlangsung pada saat itu tidak mendapakan
Majalah Poedjangga Baroe dan memicu tanggapan dari dr. Mohammad Amir. Dalam
110
Ibid., Hlm. 116.
111
Ibid., Hlm. 117.
85
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
tulisannya itu, Takdir menyatakan bahwa pendidikan merupakan jalan yang tepat
dapt maju seperti Bangsa Barat. Dengan mengutip Rene Fulop-Muller, seorang
“Dan dalam sinar cita-cita, harapan, mimpi serupa ini maka perkataan
Indonesia mendapat arti yang nyata dan berharga. Indonesia ialah nama
manusia baru, yang dalam keinsyafannya akan kedudukkannya sebagai
makhluk yang terpilih oleh Tuhan, berhak dan wajib menguasai, memakai dan
mengatur alam sekelilingnya dan yang oleh karena kecakapannya berpikir
yang menjadi kelemahannya atas makhluk yang lain dapat menceraikan
dirinya menjadi subject dan object dan dengan jalan demikian senantiasa
dapat menimbang menyelidiki dan mempermulia dirinya dan perbuatannya,
dan oleh karena itu mungkin terjadi kepadanya kemajuan yang tiada habis-
habisnya. Indonesia ialah nama kebudayaan baru yang dilahirkan oleh
manusia baru itu, padu dan bersatu melingkungi seluruh lapangan kehidupan
dan penghidupan manusia dan yang dalam garis-garisnya yang besar
bersamaan dengan kebudayaan internasional sekarang. Indonesia adalah nama
negeri tempat manusia Indonesia dan kebudayaan Indonesia, sebagai suatu
etappe ke arah persekutuan dunia yang menjadi cita-cita segala orang yang
besar-besar dalam segala jaman”.113
112
Ibid., Hlm. 121.
113
Ibid., Hlm. 130.
86
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
yang harus dilakukan oleh Bangsa Indonesia agar dapat menjadi bangsa yang maju di
Barat yang cocok untuk perkembangan Bangsa Indonesia. menurut dr. Mohammad
Mohammad Amir, melalui tulisannya yang berjudul “Jiwa dan Penjelmaan, Isi dan
114
Ibid., Hlm. 134.
87
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Bentuk”. Dalam tulisannya itu, Takdir menyatakan bahwa peradaban Barat dan
peradaban Timur memiliki perbedaan yang sangat besar dalam hal “jiwa bangsa”.
“Malahan hingga abad kedua puluh ini India yang sangat dipuja-puja oleh
sebagian Bangsa Indonesia masih ada 80.000.000 manusia yang ditindas dan
dihinakan sepertinya agak payah dicari bandingannya dalam sejarah
penjajahan Dunia Barat. Lupa pula orang, bahwa tecniek dan ilmu
pengetahuan Barat yang diingini itu tidak dapat sekali-kali diceraikan dengan
filsafat, kesenian, adat-istiadat, pendeknya sikap dan pemandangan hidup
Barat. Dalam semangat Gandhi, Tagore, dan lain-lain tidak akan mungkin
lahir mesin terbang, rumah sakit yang lengkap, bangsa yang rapi teratur,
pertanian yang rationeel. Siapa yang membaca perlawatan dr. Soetomo dari
semula sampai akhir, akan insyaf betapa kecewanya Ia (sebelum Ia pergi ke
Hindustan Ia amat gemar mengutip dari tulisan Vivekananda, Tagore, dan
lain-lain) ketika telah berkenalan dengan India, dimana-mana kekotoran,
keteledoran, sampai-sampai ke dekat kaum terpelajarnya dan pemimpin-
pemimpinnya”.115
perdebatan haluan mana yang harus digunakan oleh Bangsa Indonesia agar dapat
agar bangsanya menjadi bangsa yang dapat berdiri sejajar dan mampu bersaing
115
Ibid., Hlm. 145.
88
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
bangsa-bangsa yang telah maju tersebut dicontohkan dengan Bangsa Eropa, Amerika,
dan Jepang.
kebudayaan Timur yang pilihan tepat sebagai haluan melangkah bagi Bangsa
Menurut kelompok ini, agar dapat menjadi bangsa yang maju, maka Bangsa
Indonesia harus mempelajarinya dari bangsa-bangsa yang telah maju pula susunan
masyarakatnya, yakni Bangsa Eropa, Amerika, atau Jepang. Ketiga bangsa tersebut
dianggap oleh kelompok Takdir sebagai bangsa maju karena masyarakatnya telah
maka ketiga bangsa itu dapat menguasai peradaban dunia. Sifat intelektualisme yang
Barat berani menunjukkan pada dunia bahwa bangsanya adalah bangsa yang mampu.
Selain harus meniru kebudayaan Barat yang telah maju, kelompok yang
diwakili oleh pemikiran Takdir tersebut juga menginginkan agar Bangsa Indonesia
melepaskan diri dari ikatan kebudayaan masa silamnya, sebab Bangsa Indonesia
adalah ciptaan abad ke-20. Dengan demikian, maka Bangsa Indonesia bukan
89
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Indonesia tidak mampu melepaskan diri dari ikatan masa lalunya, maka Bangsa
Indonesia akan tertinggal jauh dari bangsa-bangsa lain di dunia. selain itu, kelompok
Akan tetapi, sebagian kelompok, diwakili oleh pemikiran dari dr. Soetomo,
kebudayaan Timur (kebudayaan Indonesia yang sudah ada). Kelompok ini beralasan
oleh Bangsa Barat. Menurut kelompok dr. Soetomo ini, kebudayaan dan kemajuan
Barat dilahirkan oleh lingkungan alam Benua Barat yang menuntutnya, demikian juga
Timur. Artinya, setiap kebudayaan bangsa dilahirkan oleh tempat di mana sebuah
bangsa tersebut berada. Oleh sebab itu, kelompok ini menganggap bahwa kebudayaan
1930-an tersebut tidak hanya memunculkan dua kelompok pemikiran yang saling
berbeda pendapat. Dalam perdebatan tersebut juga muncul pemikiran mengenai jalan
atau haluan yang dapat diikuti oleh semua bangsa di dunia, agar menjadi bangsa yang
maju. Pemikiran mengenai jalan yang dapat ditempuh oleh semua bangsa di dunia itu
90
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
diwakili oleh pemikiran dari Sanusi Pane. Dalam tulisannya yang berjudul
Barat, dan Arjuna, yang mewakili sifat masyarakat Timur (termasuk Indonesia),
dan kolektivisme.116
Bangsa Indonesia saat itu sedang berusaha melakukan usaha mencapai kemerdekaan
dari tangan penjajahan negeri Belanda. Dengan demikian, maka tidak dapat diktahui
kelompok mana yang menjadi pemenang dalam perdebatan itu, apakah kelompok
bagi Bangsa Indonesia ke depan. Haluan atau jalan yang telah dipikirkan oleh
merdeka, sebab bangsa yang merdeka akan menentukan sendiri jalan mana yang
harus ditempuhnya agar dapat menjadi sebuah bangsa yang mampu berdiri di sisi
116
Lihat bab III, bagian C.1. Perdebatan Tahap I. hlm. 55.
91
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Kebudayaan merupakan sebuah istilah yang memiliki banyak arti dan makna,
rumah, dan lain sebagainya, demi mencapai derajat kehidupan yang lebih tinggi atau
lebih baik. Cara-cara yang ditempuh oleh manusia tersebut, pada akhirnya akan
secara bersamaan di dalam suatu daerah tertentu. Kelompok manusia tersebut, dalam
sebab itu, maka kebudayaan dan kebangsaan tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya
memiliki hubungan yang sangat erat. Dalam peristiwa Polemik Kebudayaan yang
117
Lihat misalnya Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto (ed), Teori-Teori
Kebudayaan, (Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2005), Hlm. 258.
92
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
bagi Bangsa Indonesia. Menurut Daod Joesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia tahun 1978 – 1983, pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan karena
Dalam dunia pendidikan inilah nilai-nilai penting dari suatu kebudayaan akan
bangsa.
Pendidikan bagi Bangsa Indonesia sangat penting, sebab akan berguna untuk
dunia. Oleh sebab itulah pendidikan merupakan jalan utama untuk dapat
abad ke-20.
BAB IV
DINAMIKA PERUMUSAN KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIA
1930-an, yang diaktori oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan lawan-lawannya, “seakan-
akan” telah berhenti pada tahun 1939. Intelektual-intelektual yang terlibat pada saat
itu telah kembali kepada kesibukan mereka masing-masing. Ditambah pula, pada
tahun 1942, Jepang masuk dan menjadi penjajah baru bagi Bangsa Indonesia. Selama
kebudayaan di tahun 1930-an (Harian Soeara Oemoem dan Surat Kabar Pewarta
pemerintah Jepang menganggap media cetak telah dijadikan alat propaganda bagi
perkembangan nasionalisme Indonesia. Hal itu tentu saja akan merugikan dan
Indonesia.
Indonesia kemudian muncul dalam suasana yang sangat resmi, dikemukakan dalam
93
94
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
sebuah Negara pun dibuat. Persiapan tersebut dilakukan oleh Badan Penyelidik Usaha
Indonesia (PPKI) yang dilaksanakan melalui sidang yang berlangsung sekitar tiga
Pulau Jawa mulai mengambil langkah baru ke arah pembentukan suatu pemerintahan
Pada bulan Januari 1944, pemerintah Jepang membentuk suatu badan panitia
dari orang Indonesia dan orang Jepang. Setelah terbentuk, badan panitia itu tidak
berjalan seperti yang diharapkan oleh golongan nasionalis Indonesia, sebab lebih
119
G. Mc. T. Kahin, Op.Cit., Hlm. 152.
95
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
banyak diatur oleh orang-orang Jepang yang menjadi anggotanya. Oleh sebab itu,
maka pada tanggal 1 Maret 1945, pemerintah Jepang membentuk Badan Penyelidik
Inchibangase Iyoso. Selain itu, ditunjuk pula secara langsung oleh pemerintah Jepang
ini, terdiri dari 60 orang, termasuk ketua dan wakilnya, disertai dengan 6 anggota
tambahan.121
dalam rapat besar BPUPKI yang diselenggarakan pada tanggal 11 Juli 1945. Rapat
120
Ibid., Hlm. 152.
121
Secara lengkap daftar keanggotaan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia tersebut dapat dilihat dalam, Saafroedin Bahar,
dkk (Tim Penyunting), Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, (Sekretariat Negara
Republik Indonesia, Jakarta, 1995). Hlm. XXV – XXVI.
96
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Djajadiningrat, Soekiman, dan Tuan Miyano sebagai anggota istimewa. 122 Setelah
15.15 WIB. Dalam rapat dikemukakan perlunya diadakan dan dibentuk suatu panitia
yang lebih khusus untuk merancang Undang-Undang Dasar. Oleh sebab itu,
dibentuklah sebuah panitia dengan sebutan Panitia Kecil dan ditunjuklah Soepomo
sebagai ketuanya.
Panitia Kecil yang dipimpin oleh Soepomo.123 Dalam rapat itu disampaikan bahwa
122
Ibid. hlm. 204.
123
Soepomo lahir di Sukoharjo, 22 Januari 1903. Semasa hidupnya, Soepomo
dikenal sebagai ahli hukum adat di Indonesia. Lihat misalnya J. B. Sudarmanta,
Jejak-Jejak Pahlawan : Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia. (Penerbit PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2007), Hlm. 111 – 114.
124
Ibid. hlm. 232.
97
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Undang-Undang Dasar pada saat itu sangat memahami bahwa Negara Indonesia
kelak adalah sebuah Negara yang terdiri dari banyak suku bangsa. Dengan demikian,
maka suatu keputusan yang tepat adalah mengakui dan berusaha memajukan setiap
Pada tanggal 15 Juli 1945, BPUPKI kembali mengadakan rapat besar, dengan
gedung Sangi-In, mulai dari pukul 10.20 – 21.55 WIB. Dalam rapat itu, panitia
BPUPKI. Panitia Kecil perancang undang-undang yang telah dibentuk oleh Soekarno
pun menyampaikan hasil rancangannya. Soepomo pun menjelaskan pasal demi pasal,
rancangannya, rapat pun memutuskan bahwa rancangan tersebut dapat diterima. Akan
tetapi, sebagian anggota rapat menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar yang telah
125
Ibid. hlm. 279.
98
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
dibuat pada saat itu harus bersifat sementara. Menurut sebagian anggota rapat,
Undang-Udang Dasar harus dapat dirubah mengingat situasi dan kondisi Indonesia di
kemudian hari akan sangat berbeda. Dengan demikian, maka Undang-Undang Dasar
pun akan mengalami perubahan menurut situasi dan kondisi yang sedang berlangsung
di Indonesia.
Undang-Undang Dasar, juga diatur pada bagian ketiga Garis-Garis Besar Soal
Pada bagian ketujuh Garis-Garis Besar Soal Pendidikan dan Pengajaran yang
membahas tentang pelajaran bahasa dan kebudayaan disebutkan bahwa langkah untuk
Dengan mengacu pada rumusan pasal 32 dan 36, serta Garis-Garis Besar Soal
126
Ibid. hlm. 399.
127
Ibid. hlm. 401.
99
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Sekolah Rakyat.
Pengajaran tersebut, dapat diartikan sebagai usaha untuk membentuk suatu Negara
Indonesia merdeka. Selain itu, untuk memajukan kebudayaan Bangsa Indonesia maka
pertama-tama melalui pembelajaran bahasa asing seperti bahasa Arab dan bahasa
Jepang.
rapat besar pada tangaal 18 Agustus. Dalam surat edaran tersebut diagendakan bahwa
rapat akan membahas tentang beberapa hal penting yang menyangkut tata cara
Undang Dasar terdiri dari 16 bab dan 37 pasal. Beberapa ketetapan yang diatur dalam
Dasar. Selain itu, ditetapkan pula peraturan mengenai Aturan Peralihan dan Aturan
Tambahan, yakni suatu ketetapan yang akan mengatur perihal peralihan kekuasaan
mengalami perubahan. Kebudayaan nasional Indonesia diatur dalam bab 13, pasal 32.
tersebut, kemudian diterbitkan dalam surat kabar resmi Negara Indonesia, yaki Berita
Repoeblik Indonesia, pada tanggal 15 Februari 1946. Dalam surat kabar itu dimuat
Undang-Undang Dasar.129
demikian, maka Indonesia telah resmi menjadi sebuah Negara. Bangsa Indonesia
telah berhasil melepaskan diri dari penjajahan Jepang. Sebagai sebuah Negara, maka
Indonesia harus mengatur dan memimpin ke arah mana masyarakatnya akan dibawa
untuk melangkah ke masa depan. Berbagai macam peraturan telah dibuat dan
disepakati, baik peraturan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Dari segi kebudayaan, maka Indonesia adalah sebuah Negara yang terdiri dari
banyak suku bangsa yang akan melahirkan banyak kebudayaan pula. Oleh sebab itu,
129
Ibid. hlm. 124.
102
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
nasional adalah:
yang didalamnya terdapat berbagai macam suku bangsa yang berdomisili di berbagai
pulau, diantaranya seperti di Pualu Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, Pulau
Papua, dan Pulau Sulamwesi, serta Kepulauan Maluku. Dari berbagai macam pulau
tersebut tinggal pula banyak suku bangsa, diantaranya seperti Suku Dayak, Suku
Jawa, dan berbagai macam suku lainnya. Berbagai macam suku bangsa tersebut tentu
akan memiliki berbagai macam kebudayaan pula. Oleh sebab itu, maka rumusan
130
Ibid. hlm. 399.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
yakni keinginan dari sebagian besar kalangan nasionalis bahwa di kemudian hari
bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa
(maju) lainnya di dunia. Cita-cita tersebut diwakili oleh didirikannya Organisasi Budi
Utomo dan Perguruan Taman Siswa, serta terjadinya peristiwa Sumpah Pemuda.
Ketiga peristiwa itu mewakili lahirnya cita-cita tentang suatu bangsa merdeka di
merupakan salah-satu dari banyak peristiwa yang muncul disebabkan oleh keadaan
yang demikian itu. Perdebatan yang terjadi antara Sutan Takdir Alisjahbana, Sanusi
103
104
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
haluan kebudayaan yang akan digunakan oleh Bangsa Indonesia untuk melangkah ke
kebudayaan Timur. Akan tetapi, setelah perdebatan berhenti di tahun 1939, tidak
dapat diketahui kelompok mana yang menjadi pemenang dalam peristiwa itu.
yang terjadi pada saat itu akan mendapatkan sintesanya setelah Bangsa Indonesia
menjadi sebuah Negara merdeka. Sebagai sebuah Negara merdeka, Indonesia akan
menentukan sendiri jalan mana yang harus ditempuh atau haluan apa yang akan
berbunyi:
bahwa haluan yang diambil oleh Negara Indonesia untuk melangkah ke masa depan
ialah pertama-tama mengakui seluruh kebudayaan lama dan asli yang telah terdapat
Indonesia juga diatur dan dijelaskan dalam Garis-Garis Besar Pendidikan dan
Pengajaran.
bahwa bahasa-bahasa asing yang akan menjadi bahasa internasional harus diajarkan
menolak segala macam bentuk kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia, dengan
kemanusiaan Indonesia.
106
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
B. Saran
dilakukan dengan menyentuh bagian hasil dari kebudayaan. Dengan perkataan lain,
penulisan tentang Sejarah Kebudayaan tersebut tertuju pada hasil dari kegiatan
kebudayaan yang berbentuk benda. Oleh sebab itu, jarang ada penulisan tentang
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan ini memiliki berbagai macam kekurangan,
terutama dalam metode penelitian dan sumber-sumber bacaan. Oleh sebab itu, bagi
memperhatikan latar belakang pemikiran dari para pelaku aktor yang memikirkan
Daftar Pustaka
Buku-buku:
Achdiat Karta Mihardja, Polemik Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1977. Cetakan
ke. 4.
Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta: Trans Media Pustaka,
Jakarta, 2008.
Dendy Sugono (Pimpinan Redaksi), Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa,
2008.
Dhaniel Dakidae, Cendikiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Hasballah Tahib (ed), Prof. Chairuddin P. Lubis dalam Pandangan Ulama dan
Cendikiawan, Medan: USU Press, 2009.
Korrie Layun Rampan, Leksikon Susastra Indonesia, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka,
2000, cetakan ke-1.
Kratz, E. Ulrich (ed), Sumber Terpilih Sejarah Sastra Indonesia Abad XX, Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2000.
Moedjanto, Indonesia Abad ke- 20: 1, dari Pergerakan Nasional sampai Linggajati,
Jilid 1, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, Cetakan I, 1988.
Mohammad Hatta, Untuk Negeriku, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Januari 2011.
Mudji Sutrisno, Oase Estetis: Estetika dalam Kata dan Sketsa, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2006.
Riclefs, Mc, Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004, Jakarta: Sebelas Maret
University Press bekerjasama dengan Pustaka Sinar Harapan, 1995, Cetakan I.
Saafroedin Bahar, dkk (Tim Penyunting), Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI,
Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995.
109
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional, dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908
– 1945, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994, cetakan ke-1.
Sulung Siti Hanum dan Prima Hariyanto, Susastra 7, Jurnal Ilmu Sastra dan Budaya,
Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia.
Tim Media Pusindo, Pahlawan Indonesia, Jakarta: Penerbit Media Pusindo, Puspa
Swara Group, 2008, cetakan ke-1.
Majalah:
Sanusi Pane, Persatuan Indonesia, Suaran Umum, No. 276, 4 september 1935.
Skripsi:
Website:
http://www.psp.ugm.ac.id/publikasi/artikel/101-menuju-politik-kebudayaan-
nasional.html
www.alisjahbana.org/karangan.html