Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER

NAMA : Avip Andreansyah

NPM : 2013033039

KELAS : A (GANJIL)

MATA KULIAH : SEJARAH LISAN DAN TRADISI LISAN

DOSEN PENGAMPU : Drs. Ali Imron, M.Hum dan Nur Indah Lestari, S.Pd., M.P.d

SOAL!

1. Analisis perkembangan penggunaan sejarah lisan dalam historiografi Indonesia. Sejak


kapan uraikan perkembangan waktunya dan sejauhmana sejarah lisan digunakan sebagai
sumber penulisan sejarah Indonesia! (Skor 10)
2. Apa esensi perbedaan dari sejarah lisan dan tradisi lisan? (Skor 20)
3. Mengapa foklore menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi kehidupan masyarakat
Indonesia dan berikan contoh pengimplementasian foklore sebagian lisan dalam
kehidupan sehari-hari? (Skor 20)
4. Carilah dua jurnal nasional terakreditasi SINTA tentang foklore kemudian buatlah resensi
jurnal tersebut minimal 2 lembar !
5. Analisis artikel dibawah ini!
Kebiasaan menggunakan produk asing sebenarnya diawali kekalahan kita secara
ideologis. Mindset kita yang beranggapan bahwa produk asing lebih unggul dan
lebih bermanfaat sebenarnya tidak seutuhnya benar. Buktinya banyak produk
lokal yang sebenarnya tidak kalah berkualitas, tetapi karena pertimbangan gensi
dan prestis kita sering mengesampingkan produk dalam negeri. Paham seperti ini
merupakan ciri keterjajahan secara hegemonis. Kerelaan kita menggunakan
produk asing dibanding produk sendiri adalah sebuah penjajahan idelogis
yangoleh Antonio Gramsci disebutsebagai hegemoni budaya. Bangsa kita telah
dihegemoni oleh bangsa barat dalam segala hal. Penjajahan ideologis atau
hegemoni itu dilakukan dengan produk budaya; musik, mode pakaian, teknologi,
bahkan makanan. Gaya pakaian yang menghiasi tubuh generasi muda kita lebih
banyak meniru barat. Corak musik bahkan yang paling sederhana adalah model
makanan juga meniru gaya barat. Model makanan cepat saji saat ini telah
menjamur di negeri ini. Demikian halnya dengan minuman, rokok, dan lain
sebagainya. Teknologi pun turut menggerus kehidupan kita berbangsa yang mana
produk impor lebih dianggap berkualitas dibandingkan produk dalam negeri, bisa
jadi kelak kita akan menjadi tamu dinegeri sendiri dan akhirnya menjadi asing di
tanah sendiri.

Berdasarkan artikel diatas jelaskan fenomena budaya seperti apa yang terjadi ditengah
masyarakat Indonesia saat ini? Mengapa hal ini bisa terjadi? (Skor 25)

Jawaban !
1. perkembangan historiografi Indonesia sejak tahun 1970an dan 1980an bermula. Tema-
tema bergeser dari sejarah orang-orang besar, tradisi besar ke sejarah orang-orang kecil
atau rakyat biasa. Tema-tema lain seperti sejarah intelektual Islam dan perubahan sosial
oleh Taufik Abdullah di Sumatera Barat tahun 1930an, juga menandai diversifikasi
historiografi Indonesia di era tahun 1970an. Pengikutnya kalau boleh dikatakan demikian,
sebagian besar juga telah melakukan berbagai studi perkembangan intelektual Islam di
berbagai daerah. Disertasi Azumardi Azra mengenai jaringan tokoh-tokoh gerakan
modernis Islam di Sumatera Barat dengan dunia Arab, dan gerakan modernis Islam di
Palembang oleh Jeroen Peter (Belanda) misalnya cukup memberikan pengayaan
mengenai tema sejarah intelektual Islam Indonesia.
Sejauh mana perkembangan historiografi sejarah lisan di Indonesia? Di Indonesia sendiri,
proyek sejarah lisan baru dikembangkan di bawah koordinasi Arsip Nasional pada tahun
1970an. Ada usaha-usaha untuk melebarkan sayap sejarah lisan ke daerah-daerah, akan
tetapi sejauhmana usaha-usaha itu dicapai, kurang diketahui. Sayangnya, penulis tidak
memiliki informasi yang memadai sejak tahun 1988, ketika tidak lagi berkecimpung
dalam proyek sejarah lisan ARNAS-RI, untuk mengetahui seberapa jauh pemilihan tema
dan pendekatan-pendekatan metodologis terhadap sejarah lisan.

2. Sejarah lisan berbeda dengan tradisi lisan, dalam tradisi lisan tidak termasuk kesaksian
mata yang merupakan data lisan. Tradisi lisan dengan demikian terbatas di dalam
kebudayaan lisan dari masyarakat yang belum mengenal tulisan. Sama seperti dokumen
dalam masyarakat yang sudah mengenal tulisan. Berbeda halnya dengan tradisi lisan,
sejarah lisan tidak didapatkan tetapi dicari dengan kesengajaan. Sejarah lisan mempunyai
banyak kegunaan. Sejarah lisan sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan
dapat pula sebagai bahan dokumenter. Selain sebagai metode, sejarah lisan dapat
dipergunakan sebagai sumber sejarah. Kegiatan penyediaan sumber berbeda dengan
sejarah lisan sebagai metode dalam hal bahwa yang pertama kegiatan dilakukan secara
terpisah dari penulisan, sedangkan dalam hal yang kedua pemakai sejarah lisan ialah
pewawancara sendiri.
3. Karena Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan di setiap daerahnya, dan kita
ketahui bahwa folklore merupakan suatu rangkaian praktik yang menjadi sarana
penyebaran berbagai tradisi budaya. Oleh karena itu folklore menjadi bagian yang tidak
terpisahkan bagi kehidupan masyarakat di Indonesia karena bisa dibilang folklore
merupakan suatu cara dalam memperkenalkan, mempertahankan, dan menyebarkan
kebudayaan yang ada di setiap daerah Indonesia. Dan contoh pengimplementasian
folklore sebagian lisan seperti sebuah tahayul yang dipercayai oleh beberapa kalangan
masyarakat serta terdapat upacara adat yang masih dilaksanakan oleh masyarakat suku
lampung yaitu begawi
4. a jurnal: FUNGSI MITOS DALAM KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
MASYARAKAT PENDUKUNGNYA (The Function of Myth in Social Cultural Life of
Its Supporting Community)
penulis : Sri Iswidayanti

Jenis jurnal : HARMONIA : Journal Of Arts Research and Education

Mitos dalam kontelcs mito logi-mitologi lama mempunyaii pengertian suatu bentukan
dari masyarakat yang berorientasi dari masa lalu atau dari bentukan sejarah yang bersifat
statis, kekal. Mitos dalam pengertian lama identik dengan sejarah / historis, bentukan
masyarakat pada masa nya. Di sisi lain mitos (Roland Barthes) diartikan sebagai tuturan
mitologis bukan saja berbentuk tuturan oral, tetapi tuturan yang dapat berbentuk tulisan,
fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, pertunjukan, iklan, lukisan, pada dasarnya
adalah semua yang mempunyai modus representasi dan mempunyai arti (meaning) yang
belum tentu bisa ditangkap secara langsung, misal untuk menangkap arti atau meaning
sebuah lukisan diperlukan inter pertasi. Tuturan mitologis dibuat untuk komunikasi dan
mem punyai suatu proses signifikasi sehingga dapat diterima oleh akal. Dalam hal ini
mitos tidak dapat dikatakan hanya sebagai suatu

objek, konsep, atau ide yang stagnan tetapi sebagai suatu modus signifikasi. Manusia
dalam masyarakat dan lingkungan sebagai pen dukung mitos berada dalam lingkup sosial
budaya. Mereka senantiasa berusaha untuk memahami diri dan kedudukan nya dalam
alam semesta, sebelum mereka menentukan sikap dan tindakan untuk mengembangkan
kehidupannya dalam suatu masyarakat. Dengan seluruh ke mampuan akalnya, manusia
berusaha memahami setiap gejala yang tampak maupun yang tidak tampak. Dampaknya
setiap masyarakat berusaha mengem bangkan cara-cara yang bersifat komunikatif untuk
menjelaskan berbagai perasaan yang mem punyai arti bagi kehidupannya. Kendatipun
manusia sebagai mahluk yang mampu mengguna kan akal dan mempunyai derajat yang
lebih tinggi daripada mahluk lainnya, namun ia tidak mampu menjelaskan semua
fenomena yang ada disekitarnya. Senyampang untuk dapat me nguasai fenomena
tersebut, di perlukan pemahaman terhadap kehidupan dengan cara me ngembangkan
simbol-simbol yang penuh makna. Simbol-simbol tersebut berfungsi untuk men jelaskan
fenomena lingkungan yang mereka hadapi, terutama fenomena yang tidak tampak tetapi
dapat dirasakan kehadiran nya. Secara kasat mata, manusia melambangkan legenda/
dongengdongeng suci, yang dimitoskan untuk memberikan penjelasan terhadap
fenomena yang tidak tampak , sehingga dongeng-dongeng suci itu mengandung pesan,
walaupun pesan tersebut adakalanya sulit diterima akal, karena pada mulanya legenda-
legenda itu terbentuk secara tidak rasional. Di sisi lain masyara kat mempercayai isi atau
me nerima pesan yang terkandung dalam mitos dengan tanpa mempertanyakan secara
kritikal. Bagi masyarakat, mitos berfungsi sebagai pernyataan tentang kenyataan yang
tidak tampak secara kasat mata (jiwo katon).

Link jurnal : https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/view/790/721

a. Jurnal Kedua
Judul Jurnal : Pola pewarisan kesenian tayub
Penulis : Agus cahyono
Jenis Jurnal : HARMONIA : Journal Of Arts Research and Education

Kesenian tayub saat ini masih banyak diselenggarakan di desa-desa, terutama di daerah
Blora, Purwodadi, Jepara, Pati, dan Sragen. Menurut R.M. Soedarsono (1991:33) tari
tayub sampai saat ini masih sangat populer dan bahkan barangkali tidak ada tari Jawa
yang lebih populer dari tayub ini.
Dalam masyarakat yang berbudaya agraris, tari tayub memiliki nilai ritual yang cukup
penting. Tayub merupakan bentuk seni yang berkaitan erat dengan upacara ritual untuk
kesuburan, baik kesuburan yang berupa hasil pertanian (kesuburan sawah, ladang,
sedhekah bumi atau bedhah bumi) maupun kesuburan bagi perkawinan. Dalam

budaya agraris, kesuburan merupakan satu-satunya harapan yang selalu didambakan oleh
para petani. Dalam benak petani tradisional sampai sekarang ini masih tertanam sisa-sisa
kebiasaan masa lampau yang dianggapnya sulit untuk ditinggalkan. Sadar atau tidak
sadar, mereka beranggapan bahwa kesuburan tanah juga perkawinan, yang tidak cukup
hanya dicapai lewat peningkatan sistem penanaman baru, tetapi juga perlu peningkatan
lewat kekuatan-kekuatan yang tidak kasat mata. Kekuatan itu antara lain berupa magi
simpatetis, yang hanya bisa didapatkan dengan perbuatan yang melambangkan terjadinya
pembuahan, yaitu hubungan antara pria dan wanita. Hubungan ini pada masyarakat yang
masih melestarikan budaya purba kadang-kadang dilakukan agak realisitis. Adapun bagi
masyarakat yang sudah agak maju dilakukan secara simbolis. Hubungan secara simbolis
inilah yang rupanya melatarbelakangi kehadiran tayub ritual untuk kesuburan, baik
kesuburan yang berupa pembuahan hasil pertanian, maupun kesuburan bagi perkawinan (
Soedarsono, 1991:35).
Dalam konteks masyarakat, ekspresi seni tayub tersebut di samping merupakan
kebutuhan integratif masyarakat itu, juga sering kali digunakan sebagai perantara,
penyerta, atau pelayan dari kebutuhan spritual masyarakat. Kebutuhan spritual ini dapat
berhubungan dengan kegiatan keagamaan, keyakinan atau kegiatan- kegiatan ritual
(Gilbert, 1992:63). Menurut Soedarsono (1991:41) ciri-ciri ritual dari tayub adalah : (1)
waktu penyelenggaraan terpilih; (2) dilakukan ditempat terpilih; (3) pengibing pertama
bersama tledhek terpilih; (4) tledhek yang tampil harus terpilih; dan (5) diperlukan pula
berbagai sesaji.
Kehadiran suatu upacara di dalam suatu masyarakat merupakan ungkapan tertentu yang
berhubungan dengan bermacam-macam peristiwa yang dipandang penting bagi
masyarakat itu. Penempatan kepentingan di dalam suatu kelompok masyarakat tidak
selalu sama bagi kelompok masyarakat lain. Peristiwa- peristiwa yang dianggap penting
dilaksanakan sebagai suatu upacara dengan rangkaian dan tatanannya. Bentuk ungkapan
yang diketengahkan untuk menyambut atau sehubungan dengan peristiwa penting ini
juga bermacam- macam sesuai dengan kepercayaan dan tradisi yang sudah dijalani secara
turun temurun ( Kusmayati, 2000:1).
Penghormatan terhadap arwah para leluhur, daur kehidupan, keselamatan, hari-hari
penting keagamaan, kesuburan dan bermacam- macam harapan serta tujuan

diselenggarakan di dalam suatu upacara sebagaimana diajarkan oleh para orang tua,
generasi ke generasi berikutnya dengan beberapa perkembangan yang mengikutinya
sebagai konsekuensi perkembangaan pola pikir manusia.
Bukan hanya wujud yang ditrasmisikan, namun di dalamnya tercakup pula nilai-nilai dan
norma- norma yang berlaku serta dianut oleh warga masyarakat pendukungnya. Norma-
norma serta nilai-nilai kehidupan yang dturunkan oleh para orang tua selalu diupayakan
untuk dijunjung tinggi.
Pewarisan atau transmisi nilai budaya adalah hal yang ditradisikan secara turun menurun,
walaupun sering kali sulit dirunut pangkal mulanya. Nilai, kepercayaan, dan keyakinan
yang ditradisikan itu, kiranya telah menjadi pula semacam kebutuhan atau kelengkapan
dari masyarakat yang bersangkutan. Demikian pula halnya dengan kesenian tayub,
sehingga manakala ada suatu kegiatan yang ditradisikan itu tidak dilaksanakan, maka
terasa oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai suatu hal atau peristiwa yang
senantiasa dipertanyakan. Upacara yang diselenggarakan bertalian dengan peristiwa yang
dipandang khusus dan memiliki arti penting dilangsungkan pula oleh warga masyarakat
Kabupaten Blora.
Kabupaten Blora, sejak lama telah dikenal sebagai daerah tayub yang memiliki tledhek
yang sangat berpotensi. Kesenian tayub ini telah menjadi identitas, trade mark,
kebanggaan, dan sumber ekonomi komunitas tledhek dari generasi ke generasi
berikutnya. Potensi kesenian tradisional rakyat ini hingga sekarang, kendati tetap tidak
luput dari masalah, tantangan, atau hambatan hingga kini secara tradisional masih tetap
bertahan. Hal yang demikian menimbulkan pertanyaan mengapa seni pertunjukan tayub
dalam kehidupan masyarakat Blora masih mampu bertahan

Link jurnal : https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/viewFile/746/680

5. Berdasarkan artikel tersebut bisa dilihat bahwasannya Indonesia saat ini telah mengalami
hegemoni budaya sebagai salah satu dampak dari modernisasi dan globalisasi , yang
menyebabkan masyarakat lokal lebih menyukai produk atau budaya yang berasal dari
luar. Sebagai salah satu contoh nyata saat ini banyak sekali masyarakat di Indonesia
lebih suka trend orang barat seperti dalam hal berpakain terbuka hampir semua mengikuti
trend orng luar/barat,masyarakat Indonesia juga terpengaruh budaya budaya barat.
Kurangnya kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya lokal juga menjadi salah satu
penyebabnya.

Anda mungkin juga menyukai