BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1. Folklor
Folklor tak luput dari sorotan para peneliti indonesia. Hal ini menjadi suatu
pertanda naiknya pamor mereka dalam kancah akademis. Kajian mengenai folklor,
sastra lisan, dan mitos sangat menarik untuk diuraikan karena bermanfaat bagi
dasar teori pengkajian sastra lisan di indonesia. Pengkajian teori folklor, sastra
lisan, dan mitos di indonesia dewasa ini masih memanfaatkan teori dari dunia Barat
(Rafiek, 2012:50).
unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya yang oleh orang
modern seringkali disebut takhyul itu terdiri atas pernyataan yang bersifat lisan
ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib. Bentuk-
bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain kepercayaan rakyat
adalah permainan rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-
lain.
Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun
cara membuatnya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi
dua subkelompok, yaitu yang material dan yang bukan material. Bentuk-bentuk
folklor yang tergolong yang material antara lain arsitektur rakyat (bentuk rumah
asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat,
pakaian dan perhiasaan tubuh adat, makan dan minum rakyat dan obat-obatan
tradisional. Sedangkan yang termasuk yang bukan material antara lain gerak isyarat
11
Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika),
mulut secara turun temurun. Ciri-ciri sastra lisan itu adalah; (1) Lahir dari
masyarakat yang polos, belum melek huruf, dan bersifat tradisional; (2)
Menggambarkan budaya milik kolektif tertentu, yang tak jelas siapa penciptanya;
(3) Lebih menekankan aspek khayalan, ada sindirian, jenaka, dan pesan mendidik;
(4) Sering melukiskan tradisi kolektif tertentu. Di samping itu, terdapat juga ciri-
ciri lain seperti; (1) Sastra lisan banyak mengungkapkan kata-kata atau ungkapan-
ungkapan klise; dan (2) Sastra lisan sering bersifat menggurui (Endraswara,
2006:151).
dimanfaatkan yang terkait dengan usaha menangkal efek negatif globalisasi. Sastra
dapat dalam bentuk tulisan dan dapat pula dalam bentuk lisan.
salah satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat. Ragamnya pun sangat
12
banyak dan masing-masing ragam mempunyai variasi yang banyak pula. Isinya
dapat berupa peristiwa yang terjadi atau kebudayaan pemilik sastra tersebut.
di mana sastra itu tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai budaya yang dikandung
dalam sastra lisan adalah nilai-nilai budaya masa lampau yang dituturkan dari
cerminan nilai-nilai budaya pada masa lampau juga merupakan institusi dan kreasi
sosial yang menggunakan bahasa sebagai media (Shipley dalam Armina, 2013:20).
Artinya, sastra lisan adalah bagian khazanah pengungkapan dunia sastra tidak lepas
dari pengaruh nilai-nilai baru yang hidup dan berkembang pada masyarakat.
Banyak sastra tradisi lisan yang tidak lagi dikenal masyarakat, padahal bentuk ini
dipandang secara antropologis yang dibentuk oleh tradisi masyarakat. Ini berarti
masyarakat penciptanya.
Cerita rakyat pada hakikatnya merupakan cerita lisan yang telah lama hidup
adalah bagian dari kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki setiap bangsa. Cerita
rakyat menyebar dan berkembang secara lisan dari satu generasi ke generasi
berikutnya dalam suatu masyarakat. Sebuah cerita rakyat dianggap sebagai hasil
dari sastra rakyat atau masyarakat setempat, karena lahir di kalangan rakyat,
13
menjadi warisan suatu masyarakat, merujuk masa lampau, dan merupakan sebagian
dari kehidupan budaya masyarakat. Senada dengan itu, Fang (2013: 1) menyatakan,
satu bentuk folklor. Folklor itu sendiri adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif
yang tersebar dan diwariskan turun-temurun diantara macam kolektif apa saja
secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun
contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Sejalan dengan
pendapat di atas, Sikharulidze (2012: 91) mengatakan, “Folklore had been orally
yang artinya adalah folklor telah ada sejak masa lampau dan penyebarannya
dilakukan secara turun-temurun. Jadi, dari dua pendapat di atas dapat diketahui
bahwa cerita rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yaitu folklor lisan.
Cerita rakyat biasanya diturunkan secara lisan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dalam cerita rakyat tersimpan kearifan lokal dan aset budaya
masyarakat, sehingga kearifan lokal yang ada dalam cerita rakyat tersebut dapat
tentang hal di atas juga dikemukakan oleh Bronner (2007: 56) yang menyatakan,
“The history of folklore studies reveals that folklorists in many different countries
have often been inspired by the desire to preserve their national heritage ”, yang
mereka.
14
generasi berikutnya dalam masyarakat tertentu. Tradisi lisan dalam cerita rakyat
merupakan bagian dari folklor, yaitu folklor lisan. Menilik dari pengertian tersebut,
jika dicermati pendapat itu benar adanya, karena semua tradisi lisan dalam cerita
rakyat memang merupakan bagian dari folklor. Lebih lanjut Ingemark (2007: 281)
departure, it is also possible to approach the social reality and mentality of the
period from a slightly different angle, which is why we choose to emphasise these
aspects in the present course”, yang artinya ialah dari tradisi mulut ke mulut, kita
bisa melihat kenyataan sosial dan mentalitas dari sebuah periode. Karena dari
tradisi lisan yang ada di dalam cerita rakyat dapat terungkap berbagai kreativitas
Cerita rakyat merupakan salah satu bagian folklor lisan yang dijumpai di
Indonesia. Pada mulanya, cerita rakyat hanya disampaikan secara lisan berupa bagian-
lainnya yang berupa pertunjukan. Cerita rakyat biasanya hidup atau pernah hidup
dalam suatu masyarakat. Cerita tersebut tersebar, berkembang, dan diturunkan secara
lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Cerita rakyat juga merupakan bagian
dari sastra daerah, yaitu sastra yang biasanya diungkapkan dengan bahasa daerah.
Misalnya, cerita rakyat dari daerah Jawa Tengah biasanya diceritakan dengan
menggunakan bahasa Jawa, begitu pula dengan cerita dari Bali, Papua, maupun Padang
pasti juga diceritakan dengan bahasa daerahnya masing-masing. Cerita rakyat tersebut
tentunya sangat digemari warga masyarakat karena dapat dijadikan sebagai suri
teladan, pelipur lara, bahkan bersifat jenaka. Oleh karena itu, cerita rakyat biasanya
Cerita rakyat disebarkan dari satu orang ke orang yang lain secara turun
temurun dan paling sedikit dua generasi. Cerita rakyat sangat digemari warga
masyarakat karena dapat dijadikan sebagai suri teladan, pelipur lara, bahkan
bersifat jenaka. Oleh karena itu, cerita rakyat biasanya mengandung ajaran budi
pekerti dan hiburan bagi masyarakat. Namun di era modernisasi ini, sudah banyak
Dalam sebuah cerita rakyat tentunya memiliki ciri pengenal. Ciri pengenal
tersebut akan memudahkan kita untuk membedakan cerita rakyat dengan hal
lainnya. Selain itu juga akan mempermudah kita dalam mengetahui sesuatu yang
sepuluh ciri pengenal utama yang membedakan cerita rakyat dari yang lainnya. Di
bawah ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai kesembilan ciri pengenal
tersebut.
1) Disebarkan secara lisan, artinya dari mulut ke mulut, dari satu orang ke
orang yang lain, dan secara alamiah tanpa paksaan. Nilai-nilai tradisi amat
kebiasaan.
wilayah.
16
rakyat yang telah dibukukan, sehingga bagi yang kurang paham seolah-olah
4) Cenderung memiliki formula atau rumus yang tetap, namun ada pula yang
bersifat lentur.
sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes spasial, dan proyeksi keinginan
terpendam.
logika umum.
7) Menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan karena
8) Umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali terlihat agak kasar.
Selain itu, Sumaryadi dan Wiharsih (tt: 13) menyebutkan bahwa ciri-ciri cerita
berbagai sikap mental, pola pikir, tata nilai, dan mengabadikan hal-hal yang
cetakan atau rekaman. Suatu cerita rakyat akan tetap memiliki identitasnya
3) Cerita rakyat terdiri atas budaya, termasuk cerita, musik, tari, legenda,
mengemukakan bahwa ciri-ciri cerita rakyat ada lima. Kelima ciri tersebut ialah
sebagai berikut.
disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut. Namun, saat ini
berbeda.
suatu kolektif.
18
2) Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan
logika umum.
Danandjaja (1997: 3) juga menambahkan ciri-ciri cerita rakyat seperti yang tertulis
di bawah ini.
mempunyai banyak ciri-ciri. Dikarenakan sebagai bagian dari folklor lisan, maka
penyebarannya dilakukan secara lisan, yaitu dari mulut ke mulut. Oleh sebab itu,
banyak cerita rakyat yang ceritanya dikurangi atau dilebih-lebihkan meskipun tidak
mengurangi esensi cerita. Selain itu, sumber utama yang menceritakan atau
menciptakan cerita rakyat tidak jelas, karena cerita rakyat telah ada sejak jaman
dahulu dan diwariskan secara turun-temurun. Namun saat ini banyak cerita rakyat
yang telah dibukukan, sehingga orang awam yang tidak tahu mengira bahwa
pengarang buku ialah sumber utama atau yang menciptakan cerita rakyat.
19
masyarakat. Selain sebagai media hiburan, cerita rakyat juga berfungsi sebagai
rakyat mempunyai empat fungsi, yakni: (a) sebagai sistem proyeksi, yaitu sebagai
dalam kebudayaan; (c) sebagai alat pendidikan; dan (d) sebagai alat pemaksa dan
pengawas agar norma-norma yang ada di dalam masyarakat akan selalu dipahami
oleh anggota kolektifnya. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Hamidy (2003:
28) bahwa fungsi cerita rakyat adalah sebagai sarana pendidikan, harga diri, dan
sebagai hiburan atau pelipur lara. Berkaitan dengan hal di atas, Atmazaki (2007:
138) menyatakan bahwa fungsi cerita rakyat meliputi: (a) untuk mengekspresikan
gejolak jiwa dan renungannya tentang kehidupan oleh masyarakat terdahulu, (b)
untuk mengukuhkan solidaritas masyarakat, dan (c) digunakan untuk memuji raja,
pemimpin, dan orang atau benda yang dianggap suci, keramat, atau berwibawa oleh
kolektifnya.
bagian dari folklor yang berkembang di masa lalu dan diceritakan secara lisan dari
mendapat beberapa variasi atau tambahan. Hal ini tergantung pada kemahiran
tukang cerita atau pawang cerita. Namun lambat laun, sudah banyak cerita rakyat
yang telah dibukukan. Sehingga, sering dijumpai cerita yang sama namun dalam
versi yang berbeda-beda. Keberadaan cerita rakyat juga memiliki fungsi penuh
Munculnya Kungkum Sinden itu sendiri tentu tidak lepas dari sejarah yang
ada, yang menceritakan tentang kisah Sendang Made bermula dari pernikahan putri
Prabu Darmawangsa yang bernama Dewi Sekarwati dengan seorang pangeran dari
kerajaan Bali yang bernama Airlangga, namun kehidupan mereka tidak tenteram
karena diserang Prabu Wora Wari dari Tulungagung. Kelompok ini kemudian
diselamatkan oleh Prabu Narotama ke gunung Lawu dan berakhir di sebuah kolam
dengan ditemani lima orang wanita dayang-dayang. Sejak saat itu Sendang Made
berfungsi sebagai tempat menyepi atau meditasi Prabu Airlangga dan istrinya,
sambil dijaga banyak wanita dayang-dayang dan pasukan. Ini dilakukan setelah
mendapat serangan dari beberapa kerajaan tetangga. Lokasi kolam masih terjaga
dengan rapi dan alami. Beberapa bangunan di sekitar sendang juga masih terawat
dengan baik. Juga terdapat sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat
peristirahatan Prabu Brawijaya dan bala tentaranya pada zamannya. Ada sisi unik
pengelolaan Sendang Made yang masih dipertahankan sampai sekarang. Yaitu ada
yang ada di kompleks Sendang Made. Pantangan ini tetap berlaku sampai sekarang.
Entah apa maksud dan tujuannya. Sebagian orang berpendapat larangan tersebut
diberlakukan semata-mata untuk menjaga nilai historis Sendang Made yang sempat
terdapat makam Dewi Pandansari yang konon masih ada keturunan dari Prabu
sejumlah golongan orang. Pada hari-hari tertentu mereka membawa sesajen, bunga
21
dan kemenyan untuk ditaruh ke dalam makam. Maka dengan adanya sejarah
tersebut, tentunya dapat memberikan fungsi hiburan yang berupa tontonan Ludruk
yang sampai sekarang dapat kita lihat. Selain fungsi hiburan, Ludruk juga
kaitannya dengan persepsi dan deskripsi struktur. Struktur sebagai kesatuan organis
pada dasarnya disusun atas tiga ide dasar, yaitu ide kemenyeluruhan (the idea of
(the idea of self regulation). Pendekatan struktural amat berhasil untuk mengupas
karya sastra atas dasar strukturnya. Namun, pendekatan ini baru merupakan kerja
pendahuluan, karena karya sastra merupakan bagian atau mata rantai sejarah sastra
diartikan sebagai susunan penegasan, dan gambaran dari semua bahan dan bagian
(Burham Nurgiyantoro, 2002: 36). Selain itu struktur karya sastra juga mengacu
pada pengertian hubungan antar unsur (instrinsik) yang bersifat timbal balik, saling
22
utuh.
hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan
fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Menurutnya tanpa dilakukan
analisis struktural , kebulatan makna instrinsik yang hanya dapat digali dari karya
itu sendiri tidak akan tertangkap. Untuk itu, analisis yang menjadi prioritas pertama
pada tahab awal adalah analisis struktur terhadap karya sastra. . Ditambahkan oleh
Zainuddin Fananie (2001: 76) bahwa sebuah karya sastra baru bisa disebut bernilai
strukturnya, seperti tema, karakter, plot, setting, dan bahasa merupakan satu
plot, tokoh, latar, amanat, dan lain-lain. (Burhan Nurgiantoro, 2002: 37). Pada
sebuah kebulatan.
23
dilakukan agar setiap penelitian bersifat internal dan tidak mengabaikan elemen
yang ada. Dengan demikian, jika menganalisis karya sastra, dalam hal ini cerita
menjadi objek utama. Hal tersebut merupakan ciri khas analisis struktural karena
dengan pendekatan ini karya sastra dapat dikupas secara detail sesuai dengan fungsi
sebuah unsur dalam cerita rakyat yang bersangkutan. Lebih lanjut dapat dilihat,
dipahami, dan dinilai kualitas karya sastra atas dasar tempat dan fungsi setiap unsur
yang ada.
pada menyatunya antarunsur yang ada untuk memperoleh makna secara total. Jadi
kajian struktural sebagai titik tolak pengkajian karya sastra akan dihasilkan
karya sastra (unsur instrinsik) seperti tema, karakter, tokoh, plot, setting, dan
amanat yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuannya adalah menyatunya
Struktur formal karya sastra adalah struktur yang terefleksi dalam suatu
teks. Karena itu, struktur formal karya sastra dapat disebut sebagai elemen atau
unsur-unsur yang membentuk karya sastra. Hal ini dapat diartikan bahwa kodrat
24
setiap unsur dalam sistem struktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam
Cerita rakyat sebagai bagian dari karya sastra juga memiliki unsur-unsur
yang jalin menjalin sehingga mendukung secara keseluruhan cerita yang ada. Di
dalam cerita rakyat juga terdapat unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur-unsur
intrinsik yang dibahas meliputi : tema, penokohan, alur cerita, latar (setting), dan
amanat.
1. Tema
pengertian tentang makna pokok atau tema itu sendiri. Tema merupakan gagasan
dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam
perbedaan-perbedaan.
Waluyo, 2002: 142). Tema yang sama kadang-kadang ditulis oleh beberapa
pengarang. Ada pengarang yang menjadikan tema tersebut sebagai tema sentral,
tetapi ada juga pengarang yang menjadikannya sebagai subtema atau tema
sampingan saja.
Menurut Burhan Nurgiantoro (2002: 70) tema adalah dasar cerita atau
gagasan dasar umum sebuah karya sastra yang ditentukan pengarang sebelum
adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap atau
tidak.
Tema yang sering ditemukan dalam karya sastra, baik lisan maupun tertulis,
bersifat didaktis. Artinya, tema biasanya berisi pertentangan antara kebaikan dan
kejahatan. Tema-tema seperti itu dituangkan dalam karya sastra dalam bentuk
2. Tokoh
dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Melani Budianta, Ida Sundari Husen,
Manneke Budianta, dan Ibnu Wahyudi, 2002 : 86). Istilah tokoh menunjuk pada
haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar sebagaimana
kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran
dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka ia
haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakan
yang disandangnya.
pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan oleh pengarang
menguntungkan para tokoh cerita itu sendiri dilihat dari segi kewajaran dalam
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang
menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain
Kesederhanaan plot membuat cerita mudah dipahami. Sebaliknya, plot yang tidak
dinamis, serta memiliki hubungan kausalitas (sebab akibat). Plot berfungsi untuk
membaca kearah pemahaman secara rinci. Plot juga berfungsi untuk menyediakan
menjadi enam tahapan yaitu: (1) paparan awal cerita (exposition), (2) mulai ada
problem (inciting moment), (3) penanjakan konflik (rising action), (4) konflik yang
penyelesaian (denouement).
4. Latar (Setting)
terjadinya lakuan dalam karya sastra. Deskripsi latar dapat bersifat fisik, realistis,
Sedangkan menurut Atar Semi (1993: 46), Setting ( latar atau landasan
sini adalah meliputi aspek tempat, waktu dan suasana. Pendapat yang sama
diungkapkan oleh Panuti Sudjiman (1990: 48) yang menyatakan bahwa setting atau
latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya
Menurut Herman J. Waluyo (2002: 198) bahwa latar (setting) cerita selalu
berkaitan dengan waktu dan tempat penceritaan. Misalnya siang dan malam, bulan,
tahun, dan sebagainya. Tempat penvceritaan dapat mengacu pada tempat terjadinya
Latar memberi pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk
ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab.
5. Amanat
eksplisit dan dapat juga secara implisit. Amanat berurusan dengan makna, yaitu
28
sesuatu yang khas, umum, subjektif, sehingga harus dilakukan dengan penafsiran.
ingin memberikan sesuatu yang positip, dan dari amanat tersebut diharapkan
pembaca akan bisa mengambil sesuatu manfaat dari cerita. Suatu amanat dikatakan
luas dan baru bagi manusia dan kemanusiaan. Begitu juga dalam cerita prosa rakyat
terkandung amanat yang dapat dijadikan teladan oleh warga masyarakat yang
melingkupinya.
Dalam karya sastra terdapat cerita rakyat yang mana cerita rakyat memiliki
fungsi dan kegunaan dalam pengajaran sastra. Cerita rakyat dapat dipakai untuk
cerita rakyat dapat ditunjukkan bahwa karya sastra memiliki kedekatan dengan
kehidupan pada masa yang berbeda. Yaitu masa sekarang, dan masa yang akan
datang. Artinya, cerita rakyat sebagai salah satu bagian dari karya sastra perlu
selayaknya. Cerita rakyat dapat dipilih sebagai bahan pengajaran sastra di sekolah.
Jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran
Melalui cerita rakyat yang dipilih sebagai bahan pengajaran sastra di sekolah dapat
29
diketahui tradisi, budaya, perjuangan dan sejarah kehidupan pada masa lampau.
Dan hal-hal yang tersurat maupun tersirat dalam cerita rakyat tersebut dapat
ada pada saat ini. Melalui usaha pemahaman budaya dapat ditumbuhkan sikap dan
rasa bangga, percaya diri, dan rasa ikut memiliki pada anak didik. Usaha untuk
menanamkan budaya melalui pengajaran cerita rakyat ini juga dapat digunakan
untuk mengenalkan pribadi-pribadi dan para pemikir pada masa lalu. Anak didik
dapat mencontoh usaha, prinsip, ajaran, dan sikap para tokoh sehingga apa yang
diciptakan dapat hidup dari zaman ke zaman. Secara lebih mendasar dapat
dikatakan bahwa pengajaran sastra, yakni cerita rakyat, memiliki banyak manfaat
sebuah karya sastra temasuk cerita rakyat, secara otomatis anak didik akan selalu
dihadapkan pada empat keterampilan berbahasa ini. Anak didik dapat menyimak
cerita dari guru atau teman-temannya. Mereka juga dapat mengungkapkan kembali
isi ceritanya. Kegiatan membaca cerita rakyat di depan kelas dapat dijadikan usaha
untuk meningkatkan keterampilan membaca. Pada sisi lain mereka juga dapat
Melalui cerita rakyat para siswa dapat menemukan budaya-budaya yang ada pada
positifnya. Anak didik setidaknya juga dapat memahami kemampuan, usaha, dan
Hal-haI yang dilakukan para tokoh cerita yang ada dan peristiwa-peristiwa
yang ada dalam cerita rakyat dapat dijadikan inspirasi untuk membentuk dan
mengembangkan cipta dan rasa. Begitu pula dengan usaha untuk membentuk watak
anak didik. Setiap tokoh dalam cerita rakyat pasti memiliki sifat atau karakter.
Mereka dapat mencontoh atau meneladani sikap, perilaku, dan karakter yang baik
dari para tokoh yang ada dalam cerita rakyat. Dan uraian di atas dapat dikemukakan
bahwa pemilihan cerita sebagai bahan pengajaran sastra sangat tepat. Dalam hal ini
2.1.4. Mitos
a. Pengertian Mitos
Mitos merupakan suatu cerita yang memberikan pedoman atau arahan tertentu
kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat ditularkan, dapat pula diungkapkan
Mitos, menurut kamus istilah sastra adalah mite yang sengaja dikembangkan demi
silsilah raja melayu berasal dari Raja Iskandar Zulkarnain. J. Van Ball (dalam
sistem religi yang di masa lalu atau masa kini telah atau sedang berlaku sebagai
kebenaran keagamaan.
cerita rakyat, sejarah yang berupa mite yang dikembangkan, berhubungan dengan
bahasa yang diucapkan manusia yang diyakini dapat dijadikan sebagai pedoman
hidup dalam hukum sastra lisan yang mengatur perilaku hidup manusia.
dan tujuan manusia, yang akhirnya dengan mitos manusia dapat tahu apa tujuannya
terjadinya asal usul dari mitos yaitu : euhemerisme (penafsiran historis), alegori,
1) Mitos dalam Sejarah, Mitos adalah nenek moyang sejarah. Mitos berupaya
menceritakan
kejadian sejarah di masa lalu. Membedakan mitos dan sejarah hanya pada
3) Mitos dianggap memuat kejadian yang tidak masuk akal, menurut sudut
c. Ciri-ciri Mitos
Mitos kaya dengan peristiwa dan kejadian yang luar biasa, ganjil dan
d. Nilai mitos
dipandang penting oleh seseorang atau suatu masyarakat. Nilai mitos mengarahkan
seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan budayanya. Nilai mitos biasanya
berlangsung lama dan sulit berubah. Nilai mitos juga dapat mempengaruhi sikap
seseorang yang kemudian sikap akan berpengaruh pada perilaku masyarakat (Rara
Sihat, 2011)