Anda di halaman 1dari 20

TRADISI MASYARAKAT ZAMAN PRA AKSARA

A. Tradisi Masyarakat Sebelum Mengenal Tulisan


Dilakukan melalui tradisi lisan, dimana pengertian tradisi lisan itu sendiri adalah sebagai
berikut.
Tradisi lisan merupakan tradisi yang terkait dengan kebiasaan/ adat istiadat,
menggunakan bahasa lisan dalam menyampaikan pengalaman sehari-hari dari seseorang
kepada orang lain.
Tradisi lisan dapat juga diartikan sebagai penggungkapan lisan dari satu generasi ke
generasi yang lain,dst.
Menurut Kuntowijoyo,tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa
lampau masyarakat manusia.
Tradisi sejarah masyarakat sebelum menggenal tulisan merupakan tradisi dalam mewariskan
pengalaman masa lalu serta pengalaman hidup sehari-hari yang terkait dengan adat istiadat,
kepercayaan, nilai moral pada generasi mereka sendiri dan generasi yang akan datang melalui
tradisi lisan, peringatan-peringatan berupa bangunan serta alat hidup sehari-hari. Tradisi lisan
mengandung kejadian-kejadian sejarah, nilai-nilai moral, keagamaan, adat istiadat, cerita
khayalan, peribahasa, lagu dan mantra, serta petuah leluhur.
Tradisi lisan ada sejak manusia memiliki kemampuan berkomunikasi meskipun belum
mengenal tulisan tetapi mereka telah mampu merekam pengalaman masa lalunya.
Sebagai contoh tradisi lisan:
Aktivitas bercocok tanam sampai sekarang masih ada karena diwariskan secara
bertahap dan turun temurun dari nenek moyang kita kepada generasi selanjutnya.
Aktivitas membuat gerabah yang mulai dikenal pada masa bercocok tanam yang
semakin berkembang, Bagaimana cara mereka mewariskan keahliannya?
1. Cara Masyarakat Mewariskan Masa Lulunya
Proses pewarisan kebudayaan pada masyarakat yang eblum mengenal tulisan dilakukan
melalui keluarga dan masyarakat atau orang lain disekitarnya.
a. Keluarga
Penggenalan dilakukan dari hal-hal sederhana yang mudah dipahami seperti:
aspek-aspek material (benda buatan manusia yang dapat diraba dan dilihat)
hingga proses pengenalan yang lebih rumit yaitu kebudayaan non material
(kepercayaan, nilai, norma, dan bahasa).
Pewarisan tersebut dilakukan dengan cara sosialisasi adat istiadat/kebiasaan baik secara:
langsung (secara lisan diberitahukan mengenai tradisi dan adat istiadat yang berlaku)
tidak langsung (dengan memberi contoh dalam hal perilaku sehari-hari).
Selain disampaiakan secara lisan, juga dilakukan melalui cerita atau dongeng (sebab
dalam dongeng disisipkan pesan-pesan mengenai nilai-nilai atau sesuatu yang dipandang baik
untuk dilakukan maupun mengenai sesuatu yang dipandang tidak boleh dilakukan.
b. Masyarakat
Masyarakat merupakan sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya, wilayah
identitas, dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang tersetruktur.
Masyarakat mewariskan masa lalunya melalui:
Tradisi dan adat istiadat (nilai,norma yang mengatur perilaku dan hubungan antar
individu dalam kelompok).
Adat istiadat yang berkembang di suatu masyarakat harus dipatuhi oleh anggota masyarakat
di daerah tersebut. Adat istiadat sebagai sarana mewariskan masa lalu terkadang yang
disampaikan tidak sama persis dengan yang terjadi di masa lalu tetapi mengalami berbagai
perubahan sesuai perkembangan zaman. Masa lalu sebagai dasar untuk terus dikembangkan
dan diperbaharui.
Nasihat dari para leluhur, dilestarikan dengan cara menjaga nasihat tersebut melalui
ingatan kolektif anggota masyarakat dan kemudian disampaikan secara lisan turun temurun
dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Peranan orang yang dituakan (pemimpin kelompok yang memiliki kemampuan lebih
dalam menaklukkan alam) dalam masyarakat.
Contoh:
Adanya keyakinan bahwa roh-roh harus dijaga, disembah, dan diberikan apa yang disukainya
dalam bentuk sesaji.
Pemimpin kelompok menyampaikan secar lisan sebuah ajaran yang harus ditaati oleh
anggota kelompoknya.
Membuat suatu peringgatan kepada semua anggota kelompok masyarakat berupa
lukisan serta perkakas sebagai alat bantu hidup serta bangunan tugu atau makam. Semuanya
itu dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya hanya dengan melihatnya.
Contoh:
Benda-benda (kapak lonjong) dan berbagai peninggalan manusia purba dapat
menggambarkan keadaan zaman masyarakat penggunanya.
Kepercayaan terhadap roh-roh serta arwah nenek moyang dapat termasuk sejarah lisan
sebab meninggalkan bukti sejarah berupa benda-benda dan bangunan yang mereka buat.
Seperti:
Menhir (tugu batu), merupakan tugu peringgatan bagi generasi yang akan datang behwa di
tugu tersebut terdapat arwah nenek moyang yang harus disembah.
2. Jejak-jejak Sejarah Masyarakat Indonesia sebelum Mengenal Tulisan
Folklor, Mitologi, Legenda, Upacara, dan Lagu-lagu digolongkan dalam teks lisan sebagai
bagian kebudayaan lisan dan dapat dijadikan sebagai sumber untuk penulisan sejarah
(historiografi) setelah dibandingkan dengan sumber-sumber lain yang sezaman.
Terdapat sejarah di dalamnya yaitu berupa ingatan kolektif yang tersimpan dalam ingatan
manusia yang diwariskan secara turun temurun melalui tradisi lisan.
a. Folklor
Folklor adalah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang tersebar atau diwariskan secara turun
temurun.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan cerita
rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan.
Ciri-ciri folklor:
v Folkor diciptakan, disebarkan, dan diwariskan secara lisan (dari mulut ke mulut) dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
v Folklor bersifat tradisional, tersebar di wilayah (daerah tertentu) dalam bentuk relatif
tetap, disebarkan diantara kelompok tertentu dalam waktu yang cukup lama(paling sedikit 2
generasi).
v Folklor menjadi milik bersama dari kelompok tertentu, karena pencipta pertamanya
sudah tidak diketahui sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa
memilikinya (tidak diketahui penciptanya)
v Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama. Diantaranya sebagai alat
pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendam.
v Folklor terdiri atas banyak versi
v Mengandung pesan moral
v Mempunyai bentuk/berpola
v Bersifat pralogis
v Lugu, polos
Menurut Jan Harold Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, folklor dapat digolongkan
ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu:
1) Folklor Lisan
Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan
diwariskan secara lisan.
Folkor jenis ini terlihat pada:
(a) Bahasa rakyat adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat
dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup
sehari-hari. Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
(b) Ungkapan tradisional adalah kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang
panjang. Peribahasa biasanya mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti, peribahasa,
pepatah.
(c) Pertanyaan tradisional (teka-teki)
Menurut Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu
atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
(d) Puisi rakyat adalah kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu. Fungsinya
sebagai alat kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu permainan, mengganggu
orang lain. Seperti: pantun, syair, sajak.
(e) Cerita prosa rakyat, merupakan suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari
mulut ke mulut) di dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.
(f) Nyanyian rakyat, adalah sebuah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan
melalui nyanyian atau tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir
kebosanan hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat
manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu dari berbagai daerah.
2) Folklor Sebagian Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor
ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah:
(a) Kepercayaan rakyat (takhyul), kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika
karena tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan dan
praktek (kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.
(b) Permainan rakyat, disebarkan melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan
orang dewasa. Contoh: congkak, teplak, galasin, bekel, main tali,dsb.
(c) Teater rakyat
(d) Tari Rakyat
(e) Pesta Rakyat
(f) Upacara Adat yang berkembang di masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama
ataupun kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai
ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan
perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.
3) Folklor Bukan Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara
lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam folklor bukan
lisan:
(a) Arsitektur rakyat (prasasti, bangunan-banguna suci)
Arsitektur merupakan sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.
(b) Kerajinan tangan rakyat
Awalnya dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah
tangga.
(c) Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari masing-masing daerah
(d) Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)
(e) Masakan dan minuman tradisional
b. Mitologi
Mite (myth)
berarti cerita yang memiliki latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita
yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal gaib, dan umumnya
ditokohi oleh dewa atau setengah dewa.
Mitologi
adalah ilmu tentang kesusastraan yang menagndung konsep tentang dongeng suci, kehidupan
para dewa, dan makhluk halus dalam suatu kebudayaan.
Peristiwanya terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan dunia seperti yang kita kenal
sekarang, dan terjadi pada masa lampau yang lama.
Cerita yang dimilki setiap suku bangsa di indonesia biasanya terkait dengan sejarah
kehidupan masyarakat di suatu daerah, seperti awal mula masyarakat menempati suatu
daerah. Kisah tentang terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut,
bentuk khas binatang, bentuk topografi, dan gejala alam serta petualangan para dewa, kisah
percintaan, hubungan kekerabatan, kisah perang mereka, dunia dewata, makanan pokok.
Cerita-cerita yang terkandung dalam mite bukanlah sejarah tetapi didalamnya terdapat unsur-
unsur sejarahnya.
Contoh mite:
Dewi Sri dari Jawa Tengah dan Bali
Nyai Pohaci dari Jawa Barat
Nyai Roro Kidul Laut Selatan dari Yogyakarta
Mado-Mado (lowalangi) dari Nias
Wahadi dari Timor.
Mitos di Indonesia dibagi menjadi 2 macam berdasarkan tempat asalnya, yakni:
1) Asli Indonesia
2) Berasal dari luar negeri terutama dari India, Arab, dan kawasan Laut Tengah.
Mitos dari luar negeri umumnya sudah mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga tidak
terasa lagi keasingannya, karena telah mengalami proses adaptasi.
Sebagai contoh:
Orang jawa telah mengadopsi dewa-dewa serta pahlawan-pahlawan Hindu sebagai dewa dan
pahlawan Jawa. Orang Jawa percaya bahwa mitos yang berasal dari epos Ramayana dan
Mahabarata terjadi di pulau Jawa dan bukan di India.
c. Legenda
Legenda adalah prosa rakyat yang dianggap oleh yang punya cerita sebagai suatu kejadian
yang sungguh-sungguh pernah terjadi.
Legenda bersifat sekuler (keduniawian) terjadi pada masa yang belum begitu lampau
dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang.
Legenda ditokohi oleh manusia, meskipun ada kalanya mempunyai sifat luar biasa,
dan seringkali dibantu mahkluk-mahkluk gaib.
Legenda sering dianggap sebagai sejarah kolektif (folk history). Meskipun dianggap
sebagai sejarah tetapi kisahnya tidak tertulis maka legenda dapat mengalami distorsi
sehingga seringkali dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya.
Untuk menjadikan legenda sebagai sumber sejarah maka harus menghilangkan
bagian-bagian yang menagndung sifat-sifat folklor, seperti bersifat pralogis (tidak
termasuk dalam logika) dan rumus-rumus tradisi.
Legenda diwariskan secara turun temurun, biasanya berisi petuah atau petunjuk
mengenai yang benar dan yang salah. Dalam legenda dimunculkan pula berbagai sifat
dan karakter manusia dalam menjalani kehidupannya yaitu sifat yang baik dan yang
buruk, sifat yang benar dan yang salah untuk selanjutnya dijadikan pedoman bagi
generasi selanjutnya.
Contoh Legenda:
Legenda Sunan Bonang, Tangkuban Perahu (Sangkuriang) dari Jawa Barat, Putmaraga dari
Banjarmasin (Kalimantan), Pinisi (Sawerigading) dari Sulawesi, Hang Tuah dari Aceh.
Jan Harold Brunvard menggolongkan legenda menjadi 4 kelompok, yaitu:
(1) Legenda keagamaan (religious legend)
Termasuk dalam legenda ini adalah legenda orang-orang suci atau saleh (hagiografi).
Hagiografi meskipun sudah tertulis tetapi masih merupakan folklor sebab versi asalnya masih
tetap hidup diantara rakyat sebagai tradisi lisan.
Contoh: Legenda Wali Songo.
(2) Legenda Alam Gaib
Legenda ini berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami
seseorang, berfungsi untuk meneguhkan kebenarantakhyul atau kepercayaan rakyat.
Contoh: kepercayaan terhadap adanya hantu, gendoruwo, sundelbolong, dan tempat-tempat
gaib.
(3) Legenda Setempat
Legenda yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat, dan bentuk topografi, yaitu
bentuk permukaan suatu daerah.
Contoh: terbentuknya Danau Toba.
(4) Legenda Perseorangan
Cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh yang empunya cerita benar-benar
pernah terjadi.
Conto: Legenda Panji yang berasal dari tradisi lisan yang sering berintegrasi dengan dongeng
Ande-ande Lumut dan dongeng Kethek Ogleng
d. Dongeng (folktale)
Dongeng merupakan prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang
mempunyai cerita. Dongeng tidak terikat oleh waktu maupun cerita.
Dongeng adalahcerita pendek kolektif kesusastraan lisan.
Diceritakan untuk hiburan, meskipun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan
pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.
Tokohnya, biasanya binatang (fables), seperti Si Kancil, maupun manusia seperti Bawang
Merah dan Bawang Putih.
Terkadang ada pergeseran sebuah legenda menjadi dongeng.
Contoh :
Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu ke dongeng Sangkuriang dapat terjadi karena kini
cerita Sangkuriang oleh sebagian penduduk Sunda sudah dianggap fiktif.
e. Lagu-lagu Daerah
Lagu adalah syair-syair yang ditembangkan dengan irama yang menarik.
Lagu daerah adalah lagu yang menggunakan bahasa daerah.
Ciri-cirinya:
Terdiri atas kata-kata dan lagu yang keduanya tidak dapat dipisahkan.
Sifatnya mudah berubah-ubah (dapat diolah menjadi nyanyian pop)
Beredar secara lisan diantara kolektif tertentu dan memiliki banyak varian, berbentuk
tradisional.
Bentuknya sangat beraneka ragam, yakni dari yang paling sederhana sampai yang
cukup rumit.
Contoh:
Bungong Jeumpa, Ampar-ampar Pisang, Yamko Rambe Yamko, Butet, Kampung nan Jauh
di Mato.
Fungsi nyanyian rakyat:
1. Kreatif, yaitu untuk menghilangkan kebosanan hidup sehari-hari untuk menghibur diri
dan untuk mengiringi permainan anak-anak.
2. Sebagai pembangkit semangat, yaitu nyanyian untuk bekerja.
Holopis Kuntul Baris (Jawa Timur), rambate Rata(Sulawesi Selatan)
3. Sebagai protes sosial, yaitu proses mengenai ketidakadilan dalam masyarakat atau
negara bahkan dunia.
4. Untuk memelihara sejarah setempat dan klan.
hoho(Nias),untuk memelihara silsilah klan besar orang Nias yang disebut Mado.
Menurut Brunvand, nyanyian rakyat dapat digolongkan dalam 3 jenis:
a. Nyanyian rakyat yang berfungsi
b. Nyanyian rakyat yang bersifat liris
Nyanyian bersifat liris biasanya sebagai pencetusan rasa haru pengarangnya (anonim).
Nyanyian, dibedakan menjadi dua yaitu:
- nyanyian rakyat liris yang sesungguhnya, contoh: Lagu Cinte Manis
- Nyanyian rakyat liris yang bukan sesungguhnya, contoh: Pok Ame-ame dan Oh Mama Saya
Mau Kawin dari Betawi.
c. Nyanyian rakyat yang bersifat kisah
Contohnya:
Balada (sentimental) Pantun Sunda
romantik(tentang cinta)
epos (kepahlawanan) Ramayana
f. Upacara
Upacara merupakan rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan-aturan
tertentu (adat istiadat, agama, dan kepercayaan)
Contoh:
Upacara penguburan, mendirikan rumah, membuat perahu, upacara memulai perburuan, dan
upacara perkabungan, upacara pengukuhan kepala suku, upacara sebelum berperang.
Fungsi Upacara:
1. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-
kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada mereka.
Upacara tersebut juga dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari kemarahan kekuatan-
kekuatan gaib yang seringkali diwujudkan dalam berbagai malapetaka dan bencana alam.
Biasanya terkait dengan legenda yang berkembang di masyarakat tentang asal usul mereka.
2. Sebagai alat legitimasi tentang keberadaan mereka seperti tertuang dalam cerita rakyat.
Contoh:
Upacara Kasodo oleh masyarakat Tengger di Sekitar Gunung Bromo.
Upacara Larung Samudra yaitu melarung makanan ke tengah laut.
Upacara Seren Taun di daerah Kuningan
Upacara Mapang Sri di daerah Parahyangan
Macam-macam upacara:
Upacara Membuat Rumah
Rumah dipandang memilki nilai magis tersendiri yang diyakini memiliki kekuatan dan
melindungi kehidupan manusia. Sehingga, ketika pertama kali mendirikan rumah mereka
menggunakan berbagai macam sesaji yang dipercayai dapat mendukung keselamatan
keluarga atau orang yang mendirikan rumah, seperti di daerah Toraja, Bali, dan Madura.
Upacara kematian/ Penguburan
Muncul ketika adanya kepercayaan bahwa roh orang yang meninggal akan pergi ke suatu
tempat yang tidak jauh dari lingkungan dimana ia pernah tinggal. Contoh: tradisi penguburan
di suku Toraja.
Upacara Perkawinan
Pada suku Minangkabau, menganut garis keturunan matrilineal, sehingga upacara
perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga istri. Berbeda dengan suku Batak dan Bali yang
menganut garis keturunan patrilineal dimana upacara perkawinan dilangsungkan di rumah
keluarga laki-laki.
dikutip dari berbagai sumber















B. Tradisi Sejarah Masyarakat Pada Masa Aksara
Berbeda dengan masyarakat pra-aksara, masyarakat masa aksara mewariskan masa lalunya
dalam berbagai bentuk peninggalan yang lebih beragam, baik itu melalui tutur, tulisan
maupun benda budaya.

1.Cara Masyarakat Masa Aksara Mewariskan Masa Lalunya Melalui
Tutur/Lisan

Salah satu cara yang lazim dipakai oleh masyarakat yang memiliki tradisi lisan dalam
mewariskan masa lalu mereka adalah melalui dongeng. Dongeng itu sendiri disampaikan
dalam beragam bentuk cara, antara lain adalah sebagai berikut:

a.Pertunjukan wayang
Wayang beber
Merupakan bentuk seni pertunjukan tradisional wayang, dimana wayangnya sendiri dilukis
pada gulungan kulit kayu, yang diantaranya menggambarkan ksatria mitis pada jaman
dahulu. Dengan media gulungan kulit kayu itulah dalang menggambarkan kisahnya. Adegan-
adegan yang tergambar pada gulungan itu diuangkapkan dalam penceritaan yang
berkesinambungan.
Wayang beber sebagai seni pertunjukan pertama kali didokumentasikan oleh dua orang Cina
yang bernama Ma Huan dan Fei Xin yang sedang mengunjungi Jawa pada tahun 1416. pada
waktu itu keduanya menyaksikan banyak orang yang berjongkok di depan pencerita sambil
mendengarkan apa yang sang pencerita ucapkan. Pada abad ke-19, Raffles menulis hal yang
sama dalam bukunya, History of Java.
Wayang kulit
Berbeda dengan wayang beber, wayang kulit dalam menggambarkan suatu kisah atau
peristiwa dengan menggunakan tokoh-tokoh tertentu yang disimbulkan. Dalang menggelar
pertunjukan di depan layar lebar dan menghidupkan wayang-wayangnya dengan menirukan
berbagai suara dan bunyi-bunyian. Cerita dalam wayang ini banyak bersumber dari legenda
dan kisah lisan sastra tulis dari India dan Jawa sendiri. Miisalnya cerita tentang Baratayuda,
Ramayana, cerita Karna gugur dan sebagainya.

b. Pertunjukan Mak Yong
Mak Yong merupakan seni pertunjukan. Tradisi ini berasal dari Pattani, Thailand bagian
Selatan pada abad ke-16. Di Indonesia, tradisi lisan dalam bentuk pertunjukan Mak Yong ini
berkembang di daerh pesisir barat Sumatra. Pada awalnya fungsi utama Mak Yong ini adalah
sebagai bentuk penghormatan kepada Yang Maha Kuasa. Tetapi dalam perkembangannya
lebih sarat akan hiburan. Banyak dimainkan oleh para nelayan dan pedagang. Kisah-kisah
dalam Mak Yong banyakmengkisahkan tentang realitas hidup masyarakat jaman dulu.
Ceritanya dipertunjukkan dalam bentuk prosa, tanpa naskah. Para pemainnya dapat bebicara
tanpa persiapan khusus, bahkan dapat memperpanjang pertunjukan.

c. Pertunjukan Didong
Didong merupakan bentuk kesenian tradisional orang Gayo di daerah Aceh. Pertunjukan
didong sering berbentuk pertandingan antara dua kelompok yang saling berkelakar sambil
membuat sajak improvisasi yang disebut syair. Syair-syairnya biasanya berisikan tentang
legenda kisah-kisah tertentu dan asal-usul suatu wilayah atau tempat. Pada awalnya Didong
diadakan sebagai bagian dari keramaian untuk merayakan perkawinan, hari-hari libur
penting, dan upacara tradisional lainnya. Dalam perkembangannya kemudian mengalami
pergeseran sebagai cara untuk menghormati dan menghibur tamu.

d. Pertunjukan Tanggomo
Tanggomo merupakan bentuk puitis sastra lisan yang berasal dari Gorontalo, Sulawesi Utara.
Berisikan syair-syair yang didalamnya mengkisahkan tentang hal-hal yang sedang hangat
atau peristiwa menarik setempat. Selain menghibur, Tanggomo juga juga memberi banyak
informasi berupa peristiwa sejarah, mitos, legenda, kisah keagamaan, dan pendidikan.

e. Nyanyian-nyanyian yang berisi kisah-kisah
Melalui nyanyian inilah masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman Kalimantan bagian
Tengah mewariskan sejarah kehidupan masyarakat masa lalu. Misalnya dalam pertunjukan
Takna Lawe.


2. Cara Masyarakat Masa Aksara Mewariskan Masa Lalunya Melalui
Tulisan

Salah satu hasil budaya manusia adalah berupa tulisan. Tradisi tulis di Indonesia memiliki
sejarah yang panjang. Dimulai oleh prasasti yang menggunakan aksara Palllawa dari India,
yang kemudian diikuti oleh aksara baru yang telah dikembangkan untuk menulis pada
berbagai media yang telah dipersiapakan.
Tulisan asli yang berkembang pada masyarakat kepulauan Indonesia pada periode klasik
Indonesia menurut J. L.. A. Brandes (1887) merupakan hasil dari proses interaksi bangsa
Indonesia dengan budaya India. Dikenalnya tulisan oleh masyarakat kepulauan Indonesia
menurut Brandes merupakan barang baru yang dikenal oleh masyarakat, dan tidak masuk
dalam 10 kepandaian asli bangsa Indonesia, sebelum pengaruh India masuk (1887). Adapun
tulisan yang pertama kali dikenal adalah tulisan yang menggunakan aksara Pallawa.
Dengan dikenalnya aksara Pallawa, atau sering juga disebut dengan huruf Pascapallawa,
nenek moyang bangsa Indonesia mampu mendokumentasikan pengalaman dalam
kehidupannya. Terbitnya prasasti-prasasti dari kerajaan-karajaan kuna, penggubahan karya
sastra dengan berbagai judul, serta dokumentasi tertulis lainnya melalui media lontar, kulit
binatang atau kulit katu adalah berkat dikenalnya aksara Pallawa. Bahkan di masa kemudian
aksara Pallava itu kemudian dinasionalisasikan oleh berbagai etnis Indonesia, maka
muncullah antara lain aksara Jawa Kuna, Bali Kuna, Sunda Kuna, Lampung, Batak, dan
Bugis.

a. Melalui Prasasti
Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama,
umumnya adalah batu. Disamping batu media penulisan lainnya adalah kayu, dan logam.
Istilah lain dari prasasti adalah inskripsi (bahasa Latin) atau batu tertulis.
Wilayah kepulauan Indonesia segera memasuki zaman sejarahnya ketika sumber tertulis yang
berupa prasasti awal telah dijumpai di wilayah ini. Prasasti-prasasti pertama itu terdapat di
wilayah Jawa bagian Barat dan Kalimantan Timur. Di Jawa bagian Barat berkembang
kerajaan yang bercorak kebudayaan India pertama kali, yaitu Tarumanagara yang salah satu
rajanya bernama Purnavarman. Sementara itu di Kalimantan Timur juga berkembang sistem
kerajaan yang sama, berkat peninggalan-peninggalan prasasti Yupa yang masih bertahan
hingga kini, diketahui adanya kerajaan kuno di wilayah Kutai, rajanya yang dikenal dalam
prasasti bernama Aswawarmman.
Dari Yupa ketiga peninggalan Kerajaan Kutai misalnya kita mendapat informasi tentang
kondisi kerajaan masa pemerintahan Mulawarman.
...biarlah mereka mendengar tentang hadiahnya (raja Mulawarman) yang luar biasa, ternak,
pohon, keajaiban dan tanah. Karena banyaknya perbuatan baik, tiang pengorbanan ini
didirikan oleh para pendeta

Walaupun di kedua lokasi tersebut prasasti-prasastinya belum mencantumkan kronologi yang
pasti, tetapi dapat diduga bahwa kerajaan-kerajaan pertama di bumi Nusantara itu
berkembang pada sekitar abad ke-4 M.
Prasasti yang berangka tahun pertama dijumpai di wilayah Jawa bagian tengah, disebut
prasasti Canggal yang berangka tahun 652 Saka atau 732 M. Prasasti itulah yang merupakan
bukti awal bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah menghitung tahun, dan sistem
penghitungan yang dipakai mereka adalah penghitungan tahun Saka dari kebudayaan India.
Sejak saat itu masyarakat Jawa Kuno seterusnya mencantumkan data kronologi untuk
mencatat peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupannya.
Dengan demikian keberadaan prasasti sebagai salah satu peninggalan sejarah memberi
sumbangan penting dalam penelitian kesejarahan, yang memberi banyak informasi pada
orang-orang yang hidup sekarang tentang peristiwa, prestasi dan berbagai hal yang terjadi di
masa lalu yang berguna bagi pengembangan pengetahuan.

b. Melalui Lontar
Disamping media batu dan logam, dikenal juga media tulis yang disebut lontar yang terbuat
dari bambu, daun palem atau daun tal. Lontar adalah daun palem tal atau borassus flabellifer
yang telah dikeringkan yang banyak digunakan selama berabad-abad lamanya sebagai alas
tulis di Jawa, Bali, Lombok. Bahkan di Bali pemanfaatan lontar sebagai alas tulis masih
banyak dipakai oleh masyarakat tradisional. Tulisan ditoreh di kedua sisi daun dengan
menggunakan pisau tajam, lalu hurufnya dihitamkan dengan memakai jelaga. Halaman-
halamannya, yaitu antara lontar yang satu dengan yang lainnya dirangkaikan dengan tali
memalui lubang di tengah dengan dua papan kayu sebagai penutup. Tradisi ini berkembang
di hampir semua wilayah kepulauan Indonesia, utamanya adalah Jawa.

c. Melalui Kulit Kayu atau Pohon dan Kulit Binatang
Disamping menggunakan media batu, logam atau lontar masyarakat masa sejarah Indonesia
membuat catatan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan mereka dengan
menggunakan media kulit kayu atau kulit pohon. Bagian kulit yang dipakai adalah kulit
pohon bagian dalam. Tradisi menulis dengan media kulit pohon ini di kepulauan Indonesia
diantaranya banyak dijumpai di daerah yang sekarang dikenal dengan Batak. Kulit pohon ini
banyak dipakai oleh para peramal Batak untuk menuliskan mantra-mantra tentang sihir atau
ramalan dan pengobatan. Tulisan yang berisi bacaan mantra atau sihir dan pengobatan yang
dimuat dalam kulit pohon itu kemudian mereka susun dalam satu rangkaian naskah buku lipat
yang disebut dengan pustaha.

d.Media tulis lain sebagai sumber pewarisan sejarah
Emas, tembaga dan perak
Emas, tembaga dan perak juga dipakai sebagai alas tulis untuk urusan yang memiliki makna
penting, yang bersifat khusus. Salah satu contohnya adalah penemuan kipas yang terbuat dari
emas masa kebesaran Kerajaan Johor, Riau. Dalam kipas emas tersebut termuat tulisan yang
memberikan informasi tentang prasasti Melayu yang menyatakan asal usul sultan dari Bukit
Siguntang serta keturunanannya dari Iskandar Agung.
Daun nipah
Hampir sama dengan daun palem tetapi lebih tipis. Tulisan ditorehan dengan menggunakan
tinta atau kuas. Jadi tidak menggunakan pisau. Diantara naskah Jawa kuno yang merupakan
peninggalan tradisi tulis abad ke-14, adalah naskah kuno yang tertulis dalam daun nipah yang
sekarang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
Bambu
Bambu dipakai sebagai alas tulis setelah sebelumnya dioles dan dikeringkan. Penggunaan
bambu sebagai alas tulis banyak ditemukan di Sumatra diantara orang-orang Batak, Lampung
dan Rejang. Bambu dibelah menjadi lembaran-lembaran lalu dikeringkan dan dirangkaian
seperti daun palem atau dibiarkan dalam bentuk tabung dan teks atau tulisannya ditoreh
dengan pisau tajam.
Dluwang
Merupakan alas tulis halus dengan penampilan seperti kayu dan terbuat dari kulit pohon
murbei yang dipukuli. Meskipun dekenal sebagai kertas Jawa, sebanarnya dluwang bukanlah
kertas, karena tidak terbuat dari endapan encer. Dluwang kebanyakan digunakan di Jawa
untuk menulis naskah-naskah berbahasa Arab dan Jawa seperti pawukon atau primbon.
Hampir semua pustaka Jawa kuno baik yang ditulis di lontar, maupun media tulis lainnya
ditulis dalam bentuk puisi. Berbagai naskah kuno semakin bekembang pada masyarakat
kepulauan Indonesia, terutama setelah dikenalnya media kertas. Muncul kemudian naskah
kuno dalam bentuk primbon yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu dan Jawi
kuno. Perkembangan terbesar terjadi setelah kedatangan pengaruh agama dan kebudayaan
Islam di nusantara, sekitar abad ke-13.


3. Tradisi Sejarah Masyarakat Masa Aksara Kepulauan Indonesia

Tradisi sejarah masyarakat pada masa setelah ditemukannya tulisan diketahui dan disusun
berdasarkan peninggalan tertulis dan peninggalan alat-alat penunjang kehidupan masyarakat.
Karena masyarakat sudah mengenal tulisan, maka mereka mewariskan dan menggambarkan
tradisi-tradisi sejarah mereka dalam bentuk tulisan, baik itu dalam prasasti, maupun
kesusastraan. Artinya melalui media-media tulisan tersebut kita yag hidup sekarang
mendapatkan pengetahuan dan informasi tentang banyak hal yang berkaitan dengan sejarah
masa lalu.
Pola tradisi masyarakat senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan
berkembangnya tingkat kecerdasan manusia. Berdasar pada pemikiran tersebut, untuk lebih
memudahkan pemahaman tentang tradisi masyarakat Indonesia masa sejarah, perlu dibuat
periodisasi berdasarkan pola-pola umum yang berkembang pada masing-masing periode.

a.Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia masa awal sejarah
Periode sejarah Indonesia dimulai dengan munculnya prasasti-prasasti pertama di Indonesia
yang berasal dari akhir abad ke-4 atau awal abad ke-5 M. Sejarah atau ilmu yang mempelajari
catatan tertulis, secara teknis dimulai pada saat tersebut. Sayang sekali selama abad-abad
pertama setelah bangsa Indonesia mulai menulis pada batu, kegiatan ini relatif jarang
dilakukan. Topiknya pun terbatas pada pencatatan peristiwa-peristiwa keagamaan serta doa-
doa. Baru menjelang akhir abad ke-7 dan awal abad ke-8, prasasti di Indonesia mulai
memberi cukup banyak keterangan rinci sehingga tradisi-tradisi masyarakat yang
berkembang pada masa itu dapat diketahui. Diantara bentuk-bentuk tradisi yang masyarakat
kembangkan pada masa sejarah awal Indonesia adalah:

Tradisiperekonomian
Disamping pertanian, bukti linguistik menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah melakukan
aktivitas perniagaan yang tidak hanya sebatas antar wilayah kepulauan nusantara saja tetapi
sudah meluas ke luar negeri. Dicontohkan bahwa orang-orang Indonesia bahkan telah sampai
ke Madagaskar pada awal milinium pertama Masehi. Sejarawan dari Romawi, Plyni
menggambarkan hal ini. Banyak orang-orang yang membawa kayu manis ke Afrika Timur
melewati Samudra Hindia. Dalam perjalanan pulang mereka membawa serta kaca, perunggu,
pakaian, gelang dan kalung. Sumber berita Yunani dan Cina menyatakan bahwa para
pedagang Indonesia adalah pedagang Asia Tenggara yang pertama kali mencapai
Madagaskar. Perniagaan dengan Cina pun sudah berkembang. Barang dagangan Indonesia
seperti cengkih mencapai istana dinasti Han di Cina utara pada sekitar 2000 tahun yang lalu,
mencapai Roma tahun 70 Masehi.
Perdagangan dengan Cina
Perdagangan langsung dengan Cina dimulai antara tahun 250 hingga 400 M. Misi-misi
dagang Cina sering dikirim ke luar negeri untuk mencari barang langka dan berharga untuk
persembahan pada raja. Pada masa dinasti Han (206 SM-220 M) misalnya, duta-duta resmi
kerajaan dikirim ke luar negeri. Pun sebaliknya duta-duta dari Indonesia mulai mengunjungi
Cina, yang kemungkinan besar adalah untuk memastikan agar hak-hak dagang mereka tetap
diakui. Laporan Cina (414 M) merupakan bukti pertama bahwa kapal-kapal berlayar
langsung dari Indonesia ke Cina. Barang dagangan utama adalah mutiara, kulit penyu, dupa
serta minyak wangi yang langka untuk upacara keagamaan seiring dengan makin
berkembangnya aliran Budha Mahayana. Sayangnya kebanyakan barang dagangan Indonesia
seperti rempah-rempah, dupa, pakaian dan bulu burung mudah hancur, sehingga sebagian
besar situs penting Indonesia selama menjalin hubungan dengan Cina tidak diketahui.
Dengan bertambah banyaknya data selama abad ke-8 dan 9 kita mencatat bahwa masyarakat
kepulauan Indonesia terutama yang berada di bagian barat sudah terkait erat dalam suatu
jaringan internasional yang luas, yang dihubungkan oleh ikatan-ikatan keagamaan dan
perdagangan.
Tradisi sosial
Tradisi sosial masyarakat pada masa ini masih merupakan upaya mempertahankan kebiasaan
masyarakat sebelumnya. Para penguasa, bangsawan dan orang-orang kaya berupaya
mempertahankan stratifikasi sosial yang sudah ada. Tujuannya tidak lain agar rakyat biasa
tetap menghormati mereka.
Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Pada masa awal sejarah ini penggunaan alat-alat logam (terutama besi) untuk kegiatan
pertanian semakin menonjol. Tradisi pembuatan gerabah juga semakin meningkat, baik
jumlah, mutu barang, keragaman fungsi, maupun teknologi yang digunakan.
Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi melukis pada dinding-dinding gua sudah jauh ditinggalkan. Masyarakat mulai
mengenal tradisi pahat (seni pahat) dengan bahan dasar utamanya adalah batu, dan perunggu.
Sedangkan yang berkaitan dengan sastra tulis, pada masa ini masyarakat terutama kalangan
bangsawan telah mengenal bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa (pengaruh India). Tradisi
dengan bahasa dan huruf India tersebut baru terbatas pada orang-orang tertentu saja.
Tradisi kepercayaan masyarakat
Berdasarkan sumber prasasti, tradisi kepercayaan masyarakat kepulauan Indonesia masih
bersifat animisme dan dinamisme. Prasasti-prasasti di Jawa biasanya berisikan kutukan
terhadap siapa saja yang menggangu keamanan, dengan memanggil roh penunggu gunung
dan makluk gaib lain. Prasasti Kuti (804 M) berisi upacara pemanggilan terhadap enam jenis
roh. Kepercayaan pada yang gaib biasanya disimbulkan atau dihubungkan dengan lumpang
batu (mirip seperti kebudayaan masyarakat prasejarah).
b. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia masa sejarah klasik awal
Tradisi perekonomian
Pertanian tetap merupakan tradisi perekonomian utama masyarakat, disamping perniagaan
dan pelayaran. Dilihat dari jenis tanamannya, penanaman padi secara intensif sudah
diperkenalkan sejak awal periode sejarah klasik Indonesia. Banyak perkakas batu dan logam
yang ditemukan dibeberapa tempat diduga digunakan untuk kegiatan cocok tanam khususnya
tanaman padi.

Dalam relief-relief candi (seperti pada relief candi Borobudur) kita mendapat banyak
gambaran tentang perkembangan tradisi pertanian masyarakat Indonesia. Dari sumber
prasasti seperti prasasti Tugu (dekat Jakarta) diperoleh keterangan mengenai pengelolaan air
di Indonesia. Prasasti ini berasal dari masa kerajaan Tarumanegara, menggunakan bahasa
Sanskerta dan huruf Pallawa. Isi terjemahannya adalah bahwa raja Purnawarman
memerintahkan penggalian saluran sepanjang 11 km. Aktivitas penggalian saluran air ini
kemungkinan dimaksudkan untuk aktivitas pertanian dan pencegahan banjir. Beberapa
prasasti lainnya yang berasal dari Jawa Timur menyebut sumbangan-sumbangan raja untuk
pembangunan bendungan dan saluran-saluran yang meungkin mempunyai beberapa manfaat
penting yang diantaranya adalah sebagai saluran irigasi.
Disamping adanya sawah irigasi lahan kering juga dimanfaatkan untuk menanam berbagai
jenis tanaman lainnya seperti sayur dan buah. Bukti lebih jelas lagi terdapat pada prasasti
Longan Tambahan yang ditulis pada masa raja Sri Dharmawangsa Wardhana (1023). Di
dalamnya disebutkan tentang tahap-tahap dalam penanaman padi, yaitu amabaki
(membersihkan sawah sebelum dibajak), amaluku (membajak), atanam (menanam), amatun
(menyiangi), ahani (memanen) dan anutu (menumbuk padi).

Bukti berupa sumber-sumber sastra
Sejarawan sudah meneliti keterangan tentang pertanian yang terdapat dalam naskah klasik.
Memang dalam karya sastra klasik tersebut belum ditemukan keterangan yang menyebutkan
bahwa alat-alat seperti cangkul dan bajak digunakan dalam pengerjaan pertanian. Tetapi
gambaran umum adanya aktivitas pertanian di Indonesia terdapat dalam karya-karya sastra
tersebut.
Kitab Arjunawiwaha dan Sutasoma misalnya memberi pengetahuan rinci tentang tradisi
pertanian masyarakat Indonesia masa sejarah klasik awal. Dalam Arjunawiwaha diceritakan
bahwa ketika Majapahit diperintah oleh Hayam Wuruk (Rajasanagara) pembangunan
bendungan sangat intensifkan. Air bendungan kemudian disalurkan dari bendungan itu ke
sawah-sawah yang diberi pematang. Sawah pertama yang menerima air dinamakan
pasimpangan. Dari sawah-sawah ini air kemudian diteruskan ke sawah lain. Sedang kitab
Sutasoma banyak menceritakan tentang aktivitas para petani yang menyiangi padi di ladang-
ladang mereka.

Bukti-bukti etnografi
Perbandingan etnografi memberi kita pengetahuan mengenai kebiasaan penanaman padi pada
masa kuno. Petani tradisional Jawa misalnya sampai sekarang banyak yang masih
menggunakan teknologi dan cara-cara tradisional. Penghitungan waktu tanam yang baik,
upacara-upacara ritual masa panen seperti sesaji sampai sekarang masih dipakai oleh
masyarakat petani Jawa. Kegiatan yang kemungkinan besar sudah dilakukan oleh petani
jaman sejarah klasik awal.
Sumber berita Cina
Menurut catatan sejarah Cina, pada abad ke-13 atau sebelumnya, beras Jawa sudah diekspor
ke Sumatera dan kemungkinan juga ke bagian lain kepulauan Indonesia. Ini jelas
menunjukkan bahwa aktivitas pertanian (sawah) sudah menjadi mata pencaharian utama
masyarakat.

Transaksi jual beli atau tukar menukar barang sudah dikenal masyarakat periode sejarah.
Sebagian besar penduduk pedesaan mempunyai hubungan ke pasar berkala (pekan) yang
berputar berdasarkan daur lima hari sekali buka. Hingga sekarang tradisi pasar demikian
masih banyak dijumpai di desa-desa Jawa. Berdasar sumber prasasti, barang-barang yang
mereka bawa ke pasar tidak hanya sebatas pada beras saja, tetapi juga kacang-kacangan,
sayuran, buah, ayam dan telur. Tradisi penjaja keliling juga telah dikenal. Untuk mendapat
barang yang diinginkan, dilakukan dengan sistem transaksi menggunakan uang (uang emas
dan perak) dan barter. Peningkatan intensitas perdagangan dalam negeri menuntut adanya
mata uang yang mudah dipergunakan. Menjelang akhir abad ke-8 masyarakat telah mengenal
uang dalam bentuk uang koin atau logam yang terbuat dari emas dan perak dengan ukuran-
ukuran tertentu.

Tradisi sosial
Berdirinya kerajaan-kerajaan kuno telah memunculkan tradisi pemujaan rakyat pada raja,
karena raja dianggap sebagai titisan dewa di dunia. Kesenjangan sosial dan stratifikasi sosial
dalam masyarakat semakin besar dan lebar. Spesialisasi atau pengkhususan pekerjaan
semakin nyata.

Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Tradisi pembuatan alat-alat penunjang aktivitas pertanian makin meningkat. Sementara itu
pembuatan perahu sebagai unsur penting penunjang aktivitas pelayaran dan perniagaan juga
mengalami kemajuan. Masyarakat juga mulai mengenal pembuatan batu bata. Tradisi
pembuatan gerabah dilakukan dengan menggunakan alat pemutar. Tradisi pengerjaan emas
juga semakin modern.

Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi pahat batu dan perunggu semakin berkembang pada periode ini. Para pemahat Jawa
misalnya, mulai menciptakan relief naratif yang membentuk suatu cerita. Contoh relief pada
dinding candi Borobudur. Tradisi pembuatan patung-patung batu dan perunggu juga
berkembang. Pada masa ini epos Mahabharata dan Ramayana dari India telah diterjemahkan
dalam bahasa Jawa Kuno. Demikian juga dengan kitab ajaran Budha yang berbahasa
Sanskerta juga telah diterjemahkan dan disebarluaskan. Teks tertua berisi ajaran Budha yang
ditulis di Indonesia yang dikenal dengan Sang Hyang Kamahayanikan ditulis pada periode
sejarah klasik awal.

Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Pengaruh Hindu dan Budha pada masa ini mulai menyebar khususnya sepanjang jalur
perdagangan (daerah pesisir pantai). Akan tetapi sebagian besar masyarakat di banyak
daerah, kebiasaan keagamaan (kepercayaan) sebelumnya yang berupa animisme dan
dinamisme masih tetap mereka pertahankan.

c. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode sejarah klasik madya
Pada masa klasik madya ini, tradisi sejarah masyarakat kepulauan Indonesia tidak mengalami
banyak perubahan dari tradisi-tradisi sebelumnya. Tradisi pertanian dan perdagangan
mengalami perluasan dan peningkatan. Satu hal yang membedakan adalah bahwa tradisi
masyarakat mulai mendapat pengaruh budaya Islam, yang diantarnya dibawa oleh para
pedagang muslim dari luar. Anasir-anasir budaya Islam terjalin dalam suatu hubungan yang
rumit dengan adat atau tradisi yang sudah ada sehingga melahirkan peristiwa-peristiwa
penting pada jaman klasik madya ini.

Tradisi perekonomian
Budaya pertanian dan perdagangan semakin berkembang pesat. Masalah perpajakan menjadi
semakin rumit, terutama ketika pendatang Cina mulai menetap di Indonesia dan penerapan
mata uang Cina sebagai alat tukar dalam perdagangan semakin dominan.
Tradisi sosial
Tradisi birokrasi semakin berkembang. Kedudukan kaum cendekiawan semakin penting baik
dalam kerajaan maupun dalam kehidupan masyarakat. Campur tangan pemerintah kerajaan
terhadap urusan irigasi dan angkutan darat semakin menonjol.

Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Seiring dengan makin berkembangnya tradisi pembuatan aneka benda dan peralatan dari
logam, tempat-tempat pengecoran logam makin banyak bermunculan. Bahkan kemungkinan
besar tradisi pembuatan alat-alat dan benda dari logam ini telah berkembang menjadi mata
pancaharian penduduk.

Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi seni pahat semakin berkembang seiring dengan makin meningkatnya jiwa seni dan
kepandaian manusia. Model pahatan, ukiran semakin beragam dan rumit. Pada masa ini
berkembang sastra tulis berupa Kakawin. Buku Bharatayuda ditulis pada masa ini oleh Mpu
Sedah dan Mpu Panuluh.

Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Agama Hindu dan Budha semakin mendapat tempat di masyarakat. Kendati belum meluas
pada semua lapisan masyarakat (utamanya masyarakat desa) tradisi penyembahan pada dewa-
dewa dalam kepercayaan dua agama itu mulai menggantikan pemujaan mereka pada roh
nenek moyang dan benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib.

d.Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode sejarah klasik akhir
Tradisi sejarah masyarakat periode klasik akhir ditandai oleh munculnya kerajaan-kerajaan
kesatuan besar di Indonesia yang diatur secara tradisional serta munculnya kekuatan-
kekuatan baru yang akhirnya mempengaruhi tatanan yang sudah ada sebelumnya. Kekuatan-
kekuatan itu antara lain kedatangan budaya Islam dan imperialisme Eropa. Pengungkapan
tradisi masyarakat kepulauan Indonesia pada periode sejarah klasik akhir diantaranya dapat
diketahui dari peninggalan-peninggalan selama periode ini berupa karya sastra.
Pengungkapan sastra memungkinkan kita bisa melihat tradisi masyarakat Indonesia jaman
sejarah klasik akhir dari lebih banyak sisi dari pada sebelumnya.

Tradisi perekonomian
Tradisi pertanian tetap dominan, terutama pada masyarakat pedalaman. Tradisi perdagangan
atau perniagaan mengalami perkembangan yang luar biasa pesat baik itu perdagangan antar
wilayah dan pulau di Indonesia maupun perdagangan dengan luar negeri terutama dengan
India dan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara.

Tradisi sosial
Diantara mayarakat banyak yang berprofesi sebagai penjual jasa untuk mendapatkan uang.
Penduduk pesisir pantai merupakan campuran majemuk dari berbagai suku dari berbagai
wilayah di kepulauan Indonesia dan bangsa-bangsa lain. Heterogenitas ini yang lambat-laun
mengikis tradisi pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat.

Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Tradisi pembuatan alat-alat logam mengalami puncak kemajuan. Teknik produksi massal
mulai dikembangkan. Demikian halnya dengan pembuatan gerabah. Tradisi pembuatan keris
dimulai pada periode klasik akhir ini. Tradisi pembuatan keris ini lebih didasarkan pada
penilaian magis, sehingga keris dianggap sebagai pusaka hidup yang memiliki nilai sakral.

Tradisi seni dan sastra tulis
Pada periode ini tradisi pembuatan patung perunggu dan arca batu semakin surut. Sebaliknya
tradisi terracotta semakin berkembang, karena seni ini dianggap lebih memiliki nilai sosial
yang tinggi. Tradisi sastra tulis juga semakin meluas. Karya-karya sastra yang berkembang
pada masa ini diantaranya adalah Desawarnana (ditulis oleh Mpu Prapanca), Korawasrama
dan Nawaruci.

Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Keyakinan terhadap aliran Sivashidanta (dalam agama Hindu) dan Mahayana (dalam agama
Budha) semakin kuat di Jawa dan Bali. Akan tetapi dalam perkembangan yang terjadi
kemudian kedatangan pengaruh Islam mulai mengikis tradisi kepercayaan masyarakat
tersebut. Ini terutama terjadi pada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai. Sedang
pada masyarakat pedalaman relatif tetap mempertahankan tradisi religi mereka.

e. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode Islam
Masuknya Islam pada satu sisi telah membawa sejumlah besar perubahan sosial. Tetapi sifat-
sifat tradisi budaya yang terbentuk selama masa sebelumnya tidak segera berubah atau
hilang. Bentuk-bentuk tradisi dari kehidupan sosial masyarakat sejak masa prasejarah hingga
Hindu-Budha sekalipun tetap berkembang.

Tradisi perekonomian
Kendati Portugis mendominasi perdagangan di Malaka, tetapi perdagangan antar wilayah
Indonesia dan perdagangan antara pedagang-pedagang nusantara dengan pedagang muslim,
India, tetap berlangsung. Tradisi pasar juga berkembang pada masa Islam.

Tradisi sosial
Tradisi urbanisasi tumbuh dan berkembang pada masa ini. Bahkan menurut data sejarah
tingkat urbanisasi di Indonesia sama seperti yang terjadi di Eropa. Spesialisasi
(pengkhususan) pekerjaan sekali lagi semakin menunjukkan kekompleksitasannya.

Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Masyarakat mulai mengenal jenis senjata api. Kemungkinan diperkenalkan oleh orang-orang
Eropa, atau diekspor dari Eropa. Tetapi ini tidak menghilangkan tradisi pembuatan barang-
barang logam.

Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi seni patung sudah lenyap. Ajaran agama Islam melarang pembuatan patung. Tradisi
pembuatan seni kaligrafi menggantikan itu semua. Sastra Islam yang berisi renungan filosofis
mengenai hubungan antara Tuhan dengan manusia semakin berkembang. Kendati
berorientasi mistik, tetapi ia tidak bersifat heterodoks (mempertahankan konsep dualisme).

Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Dominasi tradisi Islam semakin meluas dan berkembang pada semua lapisan masyarakat di
Indonesia. Dalam perkembangannya, proses penyebarannya telah memunculkan varian-
varian baru yang memasukkan kepercayaan pra-Islam dalam kesatuan antara manusia dan
Tuhan, diantaranya ada yang dalam bentuk aliran kebatinan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, walaupun banyak pengaruh luar masuk ke
Indonesia, evolusi kebudayaan lokal di berbagai daerah Indonesia yang menunjukkan pola
tradisi masyarakat berlangsung mengikuti jalurnya sendiri. Pada akhirnya unsur local genius-
lah yang sangat menentukan bagi terjadinya perubahan pola tradisi masyarakat dalam
berbagai dimensinya (ekonomi, sosial, kepercayaan, dan seterusnya).

Anda mungkin juga menyukai