Anda di halaman 1dari 10

Bab1

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Tradisi Lisan

Tradisi lisan merupakan cakupan ekspresi warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan turun
temurun secara lisan (dari mulut ke mulut). Pada dasarnya tradisi lisan dalam Bahasa Indonesia
berasal dari bahasa inggris yaitu oral tradition. Setiap daerah memiliki corak tradisi lisan yang
berbeda. Setiap ruang etnis dan budaya memiliki budaya dan adat yang berbeda-beda yang akhirnya
memberikan corak-corak terhadap kekayaan tradisi lisan di Indonesia. Tradisi lisan di Indonesia
memiliki banyak klasifikasi mulai dari tradisi lisan murni, tradisi sebagian lisan atau tradisi bukan
lisan. Tradisi lisan memiliki bentuk yang bervariasi di setiap daerah dan memiliki pesan dan
maknanya sendiri. Pertunjukan tradisi lisan merupakan mata rantai yang sangat penting pada
hubungan mengenai asal usul, otentisitas, asal muasal pengarang dan tempat serta waktu penulisan
yang harus dinyatakan pada setiap tahap. Hanya pertunjukan yang membuat sebuah tradisi lisan dapat
dimengerti dan pada saat yang bersamaan sebuah pertunjukan merupakan sumber dari teks yang
sedang berlangsung.1 Menurut Clark Wissler dalam Danandjaja, kebudayaan pada umumnya
memiliki unsur-unsur yang disebut culture universal yang kemudian diperinci lagi menjadi aktivitas-
aktivitas kebudayaan (cultural activities), kompleks unsur-unsur (trait complexes), unsur-unsur
(traits), unsur-unsur kecil (items). 2 Seorang ahli folklor dari AS, Jan Harold Brunvand menyatakan
bahwa folklor dibagi menjadi tiga pengelompokan berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan, (2) folklor
sebagian lisan, dan folklor bukan lisan.3 Tradisi lisan (oral tradition) mencakup segala hal yang
berhubungan dengan sastra, bahasa, sejarah, biografi, dan berbagai pengetahuan serta jenis
kesenian lain yang disampaikan dari mulut kemulut. Jadi, tradisi lisan tidak hanya mencakup ceritera
rakyat, tekateki, peribahasa, nyanyian rakyat, mitologi, dan legenda sebagaimana umumnya diduga
orang, tetapi juga berkaitan dengan sistem kognitif kebudayaan, seperti: sejarah, hukum, dan
pengobatan. Tradisi lisan merupakan wacana yang diucapkan atau disampaikan secara turun-
temurun meliputi yang lisan dan yang beraksara dan diartikan juga sebagai sistem wacana yang
bukan beraksara
Bab2

D.Hasil Kebudayaan Pada Masyarakat Tingkat Lanjut: Tradisi Lisan

1. Tradisi, Tradisi Lisan, dan Folklor


Kata tradisi berasal dari bahasa Latin tradition, yang berarti menyampaikan atau meneruskan.
Dari kata ini muncul kata bahasa Inggris-nya tradition, dengan pengertian yang sama. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata tradisi diartikan sebagai hal yang disampaikan atau yang diteruskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Itu bisa berupa pesan atau kesaksian, yang disampaikan melalui
ucapan, dongeng, nyanyian, pantun, cerita rakyat, nasihat, dan balada. Tradisi juga dipahami sebagai
suatu adat kebiasaan yang dipertahankan turun-temurun dan masih dihayati oleh masyarakat
pendukungnya.

oleh karna itu Menurut Kuntowijoyo, tradisi lisan merupakan salah satu sumber sejarah;
sebab dalam tradisi lisan terekam masa lampau manusia yang belum mengenal tulisan entah terkait
dengan kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, nilai-nilai, atau pengalaman sehari-hari mereka.

Tradisi lisan terangkum dalam apa yang disebut folklor. Jejak sejarah masyarakat praaksara
dalam bentuk dongeng, legenda, mitos, musik, upacara, pepatah, lelucon, takhayul, lagu rakyat,

Folklore berasal dari kata folk dan lore. Menurut seorang ahli folklore Amerika, Alan
Dundes berpendapat folk adalah kelompok orang-orang yang mempunyai ciri-ciri pengenal
kebudayaan yang dapat membedakan dari kelompok lain, lore adalah tradisi dari folk. Ia diwariskan
turun-temurun melalui cara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan perbuatan (Hutomo,
1991:6). Danandjaja dalam Hutomo (1991:5) folklore adalah sebagai kebudayaan suatu kolektif, yang
tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, adapun ciri ciri folklore sebagai berikut

 Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan.


 Bersifat tradisional, artinya terikat dalam bentuk dan aturan yang baku.
 Bersifat anonim, artinya nama penciptanya tidak diketahui.
 Memiliki gaya bahasa yang suka melebih-lebihkan (hiperbola), serta sering menggunakan
kata-kata klise, misalnya jika ingin menggambarkan kecantikan seseorang akan dikatakan
"Wajahnya bersinar seperti bulan purnama".
 Menggunakan kalimat pembuka dengan kata-kata, "menurut empunya cerita" atau menurut
sahibulhikayat", dan menutupnya dengan ... demikianlah mereka hidupberbahagia
selamanya....
 Memiliki fungsi penting dalam kehidupan bersama dalam suatu masyarakat: selain sebagai
hiburan, pendidikan nilai, juga untuk menyampaikan protes sosial dan bahkan untuk
mengungkapkan keinginan yang terpendam.
 Merupakan milik bersama masyarakat pendukungnya.
2. Jenis – Jenis folklor
a. Mitos
Mitos (dari kata bahasa Yunani mythos; Inggris: mithology) adalah cerita prosa rakyat
yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa
lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau oleh penganutnya.
Mitos umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas
binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa dan kisah percintaan mereka, dan
sebagainya.
b. Legenda
Mirip dengan mitos, legenda adalah prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya
cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Bedanya dengan mitos, tokoh dalam legenda
lebih bersifat duniawi. Terdapat beberapa ciri legenda, di antaranya:

Upacara siram pusaka

1) bersifat duniawi, artinya bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang dan terjadi
pada masa yang belum terlampau lama;
2) ditokohi oleh manusia, yang ada kalanya mempunyai sifat
dan kekuatan yang luar biasa, serta sering kali dibantu oleh makhluk-makhluk gaib;
3) milik bersama suatu komunitas tempat legenda tersebut lahir;
4) sering mengalami penyimpangan dari versi sebelumnya (terutama karena tidak ditulis);
5) diwariskan secara turun-temurun;
6) banyak mengandung ajaran tentang kebaikan dan kejahatan
sehingga dapat dijadikan pedoman hidup.
Jan Harold Brunvand menggolongkan legenda menjadi empat kategori, yakni
sebagai berikut.
1) Legenda keagamaan
Legenda keagamaan, yaitu legenda yang berkisah tentang para pemuka agama.
Contoh: legenda Wali Songo. Wali Songo adalah tokoh-tokoh penting dalam penyebaran
agama Islam, terutama di Jawa. Mereka dikisahkan memiliki kemampuan melebihi manusia
biasa (sakti), seperti menyembuhkan orang sakit dan menaklukkan penjahat tanpa
perlawanan.
2) Legenda alam gaib
Sesuai namanya, legenda ini berbentuk kisah yang benar- benar terjadi atau pernah
dialami manusia sehubungan dengan makhluk gaib, hantu, siluman, genderuwo, gejala-gejala
alam gaib, sundel bolong, dan sebagainya. Fungsinya adalah meneguhkan kebenaran dan
kepercayaan terhadap alam gaib yang sering disebut takhayul. Contoh: legenda mandor
Kebun Raya Bogor yang lenyap begitu saja sewaktu bertugas di kebun itu, yang menurut
penduduk setempat karena melangkahi setumpuk batu-bata bekas pintu gerbang Kerajaan
Pajajaran.
3) Legenda perorangan
Legenda perorangan adalah kisah tentang orang-orang tertentu dan dianggap benar-
benar terjadi. Contoh: legenda tentang cerita Panji (Jawa Timur). Panji adalah seorang
pangeran dari Kerajaan Kahuripan yang senang sekali menyamar menjadi orang biasa untuk
mengetahui keadaan rakyatnya.
4) Legenda tempat (lokasi)
Legenda tempat adalah kisah yang berhubungan dengan nama tempat atau bentuk
topografi suatu daerah. Legenda ini berkembang hampir di semua tempat di Indonesia.
Contoh: legenda terjadinya Danau Toba di Sumatra, legenda Gunung Tangkuban Parahu di
Jawa Barat, legenda asal-usul nama Kota Banyuwangi.
C. Dongeng
Dongeng adalah cerita fiktif atau imajinatif yang diceritakan turun-temurun. Di dalam
dongeng mungkin kita akan menemukan manusia bisa terbang atau hewan dapat berbicara.
Umumnya dongeng tidak diketahui pengarangnya (anonim). Dongeng diceritakan terutama
untuk hiburan, walaupun banyak juga dongeng yang mengajarkan tentang baik-buruk (ajaran
moral) dan bahkan sindiran; dengan demikian, selain menghibur, dongeng juga merupakan
sarana sosialisasi nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
D. Nyanyian rakyat
Nyanyian rakyat dan permainan rakyat memiliki banyak variasi, baik jenis, bentuk,
maupun pola. Apapun ragamnya, bernyanyi dan bermain adalah dua hal yang berkaitan erat
dengan kegembiraan, kesenangan, kehangatan, dan keakraban. Menghadirkan kegembiraan
dan keakraban melalui nyanyian rakyat dan permainan tradisional khas orang Sunda menjadi
keniscayaan untuk mewariskan dan melanggengkan tradisi dan budaya adiluhung leluhur
yang mulai luntur diserbu derasnya pengaruh kesenian dan kebudayaan dari luar. Kini,
nyanyian dan permainan rakyat serasa asing bagi sebagian besar "barudak" Sunda. Karena
itu, penting untuk menghadirkan permainan dan nyanyian rakyat dalam pembelajaran di
sekolah, pesta rakyat, lomba seni budaya, dan festival kebudayaan
E. Upacara
Upacara adalah serangkaian tindakan atau ritus yang dilakukan secara formal dan sering kali
memiliki makna atau tujuan tertentu dalam konteks budaya, agama, atau masyarakat tertentu.
Upacara dapat berlangsung dalam berbagai bentuk, dari perayaan agama hingga acara kebudayaan
dan tindakan formal lainnya. Berikut beberapa contoh upacara yang umum dalam berbagai budaya:

1. Pernikahan:Upacara pernikahan adalah salah satu upacara paling umum di seluruh dunia. Ini
adalah ritual di mana dua orang (atau lebih, tergantung pada budaya) mengikat diri dalam ikatan
pernikahan. Upacara ini biasanya melibatkan pertukaran janji, pertukaran cincin, dan serangkaian
tindakan simbolis lainnya.
2. Upacara Kematian:Berbagai budaya memiliki upacara yang berbeda untuk menghormati dan
mengenang orang yang telah meninggal. Ini dapat mencakup pemakaman, kremasi, doa-doa khusus,
dan ritual lain yang melibatkan keluarga dan teman-teman yang berkabung.
3. Upacara Kelahiran: Upacara kelahiran adalah ritual yang merayakan kelahiran seorang anak. Ini
bisa melibatkan doa, tindakan simbolis, atau perayaan komunitas untuk menyambut bayi baru ke
dalam dunia.
4. Upacara Dewasa: Banyak budaya memiliki upacara khusus yang menandai peralihan dari masa
anak-anak ke masa dewasa. Ini dapat mencakup inisiasi, pemotongan rambut, atau tindakan lain yang
menunjukkan bahwa seseorang telah mencapai kedewasaan.
5. Upacara Agama: Hampir setiap agama memiliki berbagai jenis upacara keagamaan, termasuk
ibadah rutin, pemberian sakramen, ritual pemujaan, dan banyak lagi.
6.Upacara Adat: Ini adalah upacara yang berhubungan dengan tradisi dan adat budaya tertentu.
Misalnya, upacara panen, upacara keberuntungan, atau upacara pemulihan tanah.
7. Upacara Peringatan Sejarah: Upacara ini dapat melibatkan peringatan peristiwa sejarah tertentu,
seperti Hari Kemerdekaan, peringatan perang, atau hari-hari kenangan lainnya.
Upacara memiliki peran penting dalam memelihara tradisi budaya, merayakan peristiwa
penting, mengikat masyarakat, dan memberikan makna dalam kehidupan individu dan kelompok.
Mereka juga bisa menjadi cara untuk merayakan nilai-nilai dan keyakinan yang dianut oleh suatu
kelompok atau ko
3. Tradisi Lisan yang Masih Lestari
a.Wayang

Wayang (berasal dari Jawa: ꦮꦪꦁ, translit. wayang, har. 'bayangan') adalah seni
pertunjukkan tradisional asli Indonesia yang berasal dan berkembang pesat di pulau Jawa dan Bali.
UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan
wayang sebagai pertunjukan boneka bayangan tersohor dari Indonesia, sebuah Warisan Mahakarya
Dunia yang Tak Ternilai dalam Seni Bertutur (bahasa Inggris: Masterpiece of Oral and Intangible
Heritage of Humanity) Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan wayang
berasal dari Prasasti Balitung pada Abad ke 10. Pada tahun 903 M, prasasti yang disebut Prasasti
Balitung (Mantyasih) diciptakan oleh Raja Balitung dari Dinasti Sanjaya, dari Kerajaan Medang
Kuno. Mereka menyatakan Si Galigi Mawayang Buat Hyang Macarita Bimma Ya Kumara, yang
artinya 'Galigi mengadakan pertunjukan wayang untuk dewa dengan mengambil kisah Bima Kumara'.
[4]
Tampaknya fitur-fitur tertentu dari teater boneka tradisional telah bertahan sejak saat itu. Galigi
adalah seorang artis keliling yang diminta untuk tampil untuk acara kerajaan yang istimewa. Pada
acara itu ia menampilkan cerita tentang pahlawan Bima dari Mahabharata.

b. Wayang beber

Wayang beber adalah seni pertunjukan wayang yang penyajiannya diwujudkan dalam
bentangan (Jawa: bèbèran, han.: ꦧꦺꦧꦺꦂꦫꦤ꧀) lembaran kertas atau kain bergambar dengan
stilisasi wayang (kulit) disertai narasi oleh seorang dalang. Pertunjukan wayang beber muncul dan
berkembang di Jawa bagian Wengker (sekarang Ponorogo dan Pacitan) pada masa pra-Islam karena
Ponorogo masa itu sudah dapat membuat Daluwang atau kertas Ponoragan, tetapi terus berlanjut
hingga masa kerajaan-kerajaan Islam (seperti Kesultanan Mataram) Catatan asing pertama mengenai
pertunjukan ini dilaporkan oleh Ma Huan dan Fei Xin dalam kitab Ying-Yai-Sheng-Lan.[2] Kitab
tersebut menceritakan kunjungan Cheng Ho ke Jawa pada sekitar tahun 1413–1415 (masa
kerajaan Majapahit dipimpin oleh Wikramawardhana, anak Hayam Wuruk). Mereka menyaksikan
orang-orang berkerumun mendengarkan seseorang bercerita mengenai gambar-gambar yang
ditampilkan pada lembaran kertas yang sebagian tergulung. Pencerita memegang sebilah kayu yang
dipakai untuk menunjuk gambar-gambar yang terdapat pada lembaran tersebut
c. Mak Yong

Mak Yong (Jawi: ‫وڠ‬::‫ق ي‬::‫ )م‬adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang sampai
sekarang masih digemari dan sering dipertunjukkan sebagai dramatari dalam forum internasional. Di
zaman dulu, pertunjukan mak yong diadakan orang desa di pematang sawah selesai panen padi.
Istana kerajaan menjadi pelindung seni tari mak yong sejak paruh kedua abad ke-19 sampai
tahun 1930-an. Jika raja mendengar ada penari yang pandai apalagi cantik sedang bermain di
kampung-kampung, raja langsung memerintahkan penari tersebut untuk menari di dalam lingkungan
istana. Penari yang menari di istana akan ditanggung semua akomodasi serta kebutuhan hidup, dan
bahkan menerima pinjaman tanah sawah milik raja untuk dikerjakan .
d. didong

Didong adalah sebuah kesenian rakyat Gayo yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra.
Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII. Salah seorang seniman yang peduli pada kesenian ini
adalah Abdul Kadir To`et. Kesenian didong lebih digemari oleh masyarakat Takengon dan Bener
Meriah. Pada awalnya didong digunakan sebagai sarana bagi penyebaran agama Islam melalui
media syair. Para ceh didong (seniman didong) tidak semata-mata menyampaikan tutur kepada
penonton yang dibalut dengan nilai-nilai estetika, melainkan di dalamnya bertujuan agar masyarakat
pendengarnya dapat memaknai hidup sesuai dengan realitas akan kehidupan para Nabi dan tokoh
yang sesuai dengan Islam.

e. Rabab Pariaman
Rabab adalah alat musik gesek tradisional
khas Minangkabau yang terbuat dari tempurung kelapa. Dilihat secara
sekilas, bentuk dari alat musik rabab ini menyerupai bentuk biola. Dalam
penggunaannya, irama yang dihasilkan dari gesekan rabab ini
menghasilkan alunan musik yang khas serta dipadukan dengan suara
pemain rabab. Biasanya, dalam pertunjukan rabab, pemain rabab
memainkan rababnya dengan membawakan kisah dari berbagai cerita nagari atau dikenal dengan
istilah Kaba. Rabab terdiri atas tiga bagian yakni badan, tangkai, dan kepala.

f. tanggomo

Tanggomo adalah sastra lisan bahasa Gorontalo yang diungkap secara berirama, berbentuk
puisi naratif dan tidak terikat oleh baris. Arti kata tanggomo yang ditinjau dari makna katanya ialah
"tampung". Kata ini dalam pembentukan verba menjadi dua jenis kata yang berbeda makna. Bentukan
pertama adalah molanggomo, yang berarti menampung sesuatu dengan tangan yang ditadahkan
terbuka ke atas. Bentukan kedua ialah motanggomo, kata ini mempunyai makna yang lebih dekat
dengan kegiatan bercerita, yaitu "bercerita dengan ragam sastra tanggomo".
Tanggomo berisi peristiwa dan kejadian yang sumber ceritanya berasal dari kejadian atau peristiwa
nyata, dari cerita rakyat, dan dari rekaman pencerita sendiri.Pada jamannya, Tanggomo merupakan
alat untuk menyebarluaskan informasi berdasarkan fakta kepada masyarakat.
Bab3
Simpulan
Tradisi lisan adalah bentuk pewarisan sejarah, pengetahuan, nilai, dan budaya dari satu
generasi ke generasi. tradisi lisan adalah suatu bentuk kekayaan budaya yang memungkinkan
masyarakat untuk mewariskan pengetahuan, nilai, dan sejarah tanpa perlu media tertulis. Meskipun
rentan terhadap perubahan seiring waktu, tradisi lisan tetap menjadi sumber berharga untuk
memahami budaya dan sejarah masyarakat.

Dalam masyarakat tingkat lanjut, tradisi lisan tetap menjadi salah satu cara utama untuk
menyampaikan budaya, pengetahuan, dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Meskipun perkembangan teknologi telah memengaruhi cara tradisi lisan dilestarikan dan disebarkan,
peran pentingnya dalam memelihara warisan budaya dan menjaga identitas budaya tetap tidak
tergantikan.
Daftar Pusaka
sandi, s. (t.thn.). tradisi lissan dalam masyarakat ting kat lanjut. Diambil kembali dari kompas.com:
http:kompas.com

kelvin, r. (t.thn.).

Raihan. (20008, january 3). Tradisi lisan. Diambil kembali dari wikipedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi_lisan

raihan, a. s., W. M., talenta, Rsyda, R. k., & rifal. (t.thn.). Tradisi lisan. Diambil kembali dari wikipedia:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi_lisan

rifki. (t.thn.). tanggomo. Diambil kembali dari kompas: https://www.kompas.com/tanggomo

rival. (t.thn.). upacra. Diambil kembali dari kompas.com: http:www.kompas.com

Rsyda. (t.thn.). wayang. Diambil kembali dari kompas.com: https://www.kompas.com/

talenta. (t.thn.). nyanyian_rakyat. Diambil kembali dari wikipedia:


https://id.wikipedia.org/wiki/nyanyian_rakyat

wildan. (t.thn.). Dongeng. Diambil kembali dari wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/dongeng

Anda mungkin juga menyukai