Anda di halaman 1dari 25

Analisis Warna dalam Kain Tenun Ulap Doyo

Tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kuis besar mata kuliah Teori Warna yang
diampu oleh Bapak Tegar Andito, S.Sn, M.Sn

Ditulis oleh :
Patricia Abigail Wijaya
NIM : 331710019

PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MA CHUNG
2018
Abstraksi

Kain tenun ulap doyo adalah kain khas Suku Dayak Benuaq di Kalimantan. Kain
tersebut berasal dari tumbuhan liar yaitu Doyo (Curliglia latifolia). Pembuatan kain dilakukan
oleh kaum perempuan dari Suku Dayak Benuaq sejak usia muda secara turun temurun. Dalam
pembuatan kain tersebut dulunya semua pewarna yang digunakan alami, tetapi pada masa kini
banyak pengrajin yang menggunakan pewarna buatan untuk mendapat warna yang lebih
bervariasi dan juga atas permintaan pembeli. Dalam makalah ini dibahas proses pembuatan
kain tenun doyo, warna-warna yang dipakai beserta maknanya, motif-motif pada kain, dan
penggunaan kain menurut adat Suku Dayak Benuaq. Selain itu juga akan dijabarkan analisis
hubungan antar warna yang terdapat pada kain. Dari makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang salah satu kebudayaan Indonesia yaitu
kain ulap doyo.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kain ulap doyo adalah kain tenun yang merupakan salah satu dari kekayaan budaya
Pulau Kalimantan. Kain ini berasal dari Suku Dayak Benuaq yang menetap di Desa
Tanjung Isuy, Kalimantan Timur dan sudah ada sejak jaman Kerajaan Kutai ing
Martadipura. Tenun Doyo menjadi sebuah identitas bagi Suku Dayak Benuaq dan menjadi
suatu warisan budaya yang berharga.
Tenun Doyo dibuat oleh para wanita Suku Dayak Benuaq sejak usia muda dan
dipelajari secara turun temurun. Seluruh proses mulai dari pemetikan Doyo hingga hasil
akhirnya dikerjakan oleh kaum wanita dari suku tersebut. Mereka mempelajari cara
pembuatan kain ulap doyo hanya dengan melihat orang lain mengerjakan pembuatannya.
Menurut para wanita Suku Dayak Benuaq, masyarakat dari suku lain yang ingin
mempelajari cara pembuatan kain ulap doyo mengalami banyak kesulitan, tidak seperti
mereka.
Kain tenun ulap doyo berasal dari tumbuhan liar Doyo (Curliglia latifolia) yang
banyak tumbuh di Kampung Mancong dan Tanjung Isuy. Tumbuhan ini memiliki serat
yang kuat dan banyak diambil untuk menjadi bahan baku kain tenun. Serat Doyo dengan
pewarna alami dari tumbuhan. Warna yang umum digunakan pada kain antara lain merah
dan cokelat. Warna merah berasal dari buah Glinggam, kayu Uwar, dan buah Londo.
Sedangkan warna cokelat diperoleh dari kayu Otter.
Kain tenun ulap doyo banyak diproses menjadi baju, topi, dompet, tas dan lainnya.
Kini kain tersebut tidak hanya digunakan oleh masyarakat Suku Dayak Benuaq saja, tetapi
masyarakat luas karena kain ulap doyo sudah mulai diminati pasar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Cara pembuatan kain ulap doyo
2. Warna-warna pada kain ulap doyo
3. Motif-motif pada kain ulap doyo
4. Penggunaan kain ulap doyo
1.3 Tujuan Makalah
Menganalisis hubunagan antar warna pada motif kain ulap doyo

1.4 Manfaat Makalah


Memperluas wawasan tentang kain ulap doyo dan mengaplikasian pembelajaran teori
warna
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Peralatan Membuat Kain Ulap Doyo

1. Pengampat atau ikat pingggang. Alat ini biasa juga disebut band

2. Apit atau penjepit, yaitu berfungsi untuk menggulung pangkal tenun. Oleh karena itu,
alat ini biasa juga disebut penggulung kain

3. blira atau penumbuk. Alat ini biasa juga disebut parang-parang.

4. buyun atau sisir, berfungsi untuk menyusun benang.

5. telonk atau bambu, berfungsi sebagai pembuka benang

6. parasai merua atau bambu tipis selebar 2 cm, berfungsi untuk memisahkan benang

7. gigi, berfungsi mengatur benang lungsi


8. duat atau bambu, berfungsi sebagai pengait benang lungsi

9. daag, berfungsi untuk memasang rangkaian benang tenun

10. tukar atau tangga pijatan kaki, berfungsi sebagai pengencang benang tenun

11. tukar tekuat atau sekoci dari kayu, berfungsi sebagai tempat benang yang akan ditenun
pada benang lungsi (Achmad, et al., 1994/1995:27-28).

2.2 Proses Pembuatan Kain Ulap Doyo

2.2.1 Pengolahan Bahan Baku

Proses pembuatan kain tenun ulap doyo dimulai dari pemetikan daun tumbuhan Doyo.
Dalam sekali pemetikan biasanya diambil 60-100 daun Doyo. Daun yang dipilih adalah
daun yang muda dari varietas doyo temoyo atau pentih. Setelah itu daun-daun tersebut
direndam di dalam air untuk menghancurkan dagingnya. Serat diambil dengan cara dikerik
dengan pisau searah dengan tulang daunnya, pengerikan dilakukan di dalam air. Setelah
proses pengerikan selesai, serat tersebut dibawa pulang ke rumah untuk dijemur dengan
cara digantung hingga benar-benar kering dan siap untuk ditenun (Achmad, et al.,
1994/1995:17-22).

2.2.2 Proses Penenunan

1. Moyong doyo (memintal)

Dalam proses pemintalan, serat-serat doyo dibelah menjadi 2 sampai 3 mm dengan


menggunakan pisau. Setelah itu, serat-serat yang dibelah tersebut kemudian dipilin hingga
menjadi benang.

2. Ngukui (menyambung benang)

Proses penyambungan benang ini dapat dikatakan tergolong mudah, namun


memerlukan kesabaran. Benang-benang doyo yang telah dipintal disambung dengan satu
demi satu dengan cara disimpul rapat hingga sepanjang 100 sampai 200 meter.

3. Muntal lawai (menggulung benang)

Setelah proses penyambungan selesai, benang-benang tersebut digulung seperti bola


sebesar kepalan tangan yang disebut muntal lawai. Benang dengan ukuran panjang 200
meter biasanya mencapai sepuluh gulungan.
4. Ngorak uta (menyusun corak)

Dalam penyusunan corak dibutuhkan sebuah alat yang disebut ngorak uta. Alat ini
digunakan untuk menyusun dan mengencangkan benang-benang hingga rapi. Itulah
sebabnya proses penyusunan corak ini disebut juga ngorak uta. Proses penyusunan corak
ini memerlukan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 2 sampai 3 minggu agar susunan
benang-benang tersebut dapat lebih rapi.

5. Telegat (mengikat)

Proses pengikatan ini disebut juga telegat karena menggunakan alat yang
bernama telegat. Alat ini berfungsi untuk mengikat dan melipat benang yang tidak kencang
menjadi dua.

5. Nyarau (pewarnaan)

Setelah pengikatan selesai, benang-benang dilepas dari telegat untuk selanjutnya


diwarnai. Jika sebuah kain tenun akan diberi beberapa warna, maka warna pertama yang
harus dituangkan pada benang adalah warna yang paling rendah intensitasnya, seperti warna
kuning, hijau, merah, dan hitam. Jika permukan kain tenun tidak terlalu lebar, maka proses
pewarnaan cukup dilakukan dengan dicolet pada benang yang masih terpasang di telegat.
Kecuali pada proses pewarnaan hitam, benang harus dilepas dari telegat untuk dicelupkan
pada bahan pewarna karena warna hitam merupakan warna dasar yang memerlukan bidang
yang luas. Proses pewarnaan biasanya memakan waktu selama satu malam (Achmad, et al.,
1994/1995:17-22).

2.2.3 Proses Pewarnaan

Benang-benang yang sudah jadi kemudian diberi warna, dominan warna yang
digunakan adalah merah, hitam, dan coklat. Pewarna yang digunakan diambil dari tumbuh-
tumbuhan. Warna merah berasal dari buah Glinggam, kayu Uwar, dan batu Lado Warna
coklat berasal dari kayu uwar. Warna hitam berasal dari hasil pembakaran damar serat daun
Kebuau yang sudah tua. Warna hijau berasal dari daun tumbuhan putri malu. Warna kuning
berasal dari umbi kunyit. Pada bidang yang berwarna terang, muncul titik-titik hitam yang
dihasilkan dari pengikatan sebelum dicelup bahan pewarna. Titik-titik hitam inilah yang
menjadi salah satu ciri khas kain tenun doyo karena hampir tak ditemui pada tenun ikat
manapun di daerah lain.

1. Warna Merah

Bahan pewarna merah untuk tenun Doyo terdiri dari tiga macam, batu alam atau batu
Lado, biji buah Glinggam, dan kulit batang pohon Uwar. Batu alam yang diperoleh dari
Sungai Lawa Bentian Besar di daerah Tanjung Isuy ini hanya merupakan alat untuk
memberi warna merah pada tenun. Caranya adalah batu ini digosokkan pada piring putih
dengan sedikit campuran air, kemudian dicoletkan pada benang tenun. Untuk penggunaan
biji buah Glinggam (annatto bixa orellana), diambil yang sudah agak tua. Caranya adalah
beberapa biji buah Glinggam yang telah dicampur dengan air diremas di dalam mangkuk
hingga mengeluarkan cairan berwarna merah kental. Setelah itu, cairan berwarna merah
tersebut dioleskan atau dicoletkan pada benang tenun. Jika menggunakan kulit batang
pohon Uwar caranya adalah kulit pohon dikupas dan dipotong-potong, kemudian ditumbuk
hingga air getahnya keluar, dan selanjutnya direndam selama satu malam hingga airnya
menjadi merah tua. Setelah itu, serat daun doyo direndam dalam air getah kulit luar selama
beberapa jam hingga serat.berwarna merah.
2. Warna Coklat

Warna coklat diperoleh dari akar kayu oter dengan cara diambil getahnya dan
kemudian dioleskan pada benang tenun (Achmad, et.al., 1994/1995: 22-23). Pada masa kini,
para perajin banyak yang menggunakan bahan sepuhan kue sebagai bahan pewarna dan cat
warna rhodamine (I.C.I.) untuk pencelupan benang tenun. Tetapi cat warna yang juga biasa
digunakan sebagai bahan pewarna makanan ini memiliki daya tahan yang sangat rendah
terhadap air.
3. Warna Hitam

Warna hitam diperoleh dari asap hasil pembakaran Damar yang dicampur dengan
cairan pekat. Selain pembakaran damar, bahan pewarna hitam juga dapat diperoleh dari
daun pohon Kebuau yang sudah tua. Serat daun Kebuau tersebut direbus bersama dengan
serat daun Doyo sehingga serat tersebut menjadi berwarna hitam.

4. Warna Hijau

Warna hijau dapat diperoleh dari daun putri malu (aminosa pudica) dengan cara daun
terlebih dahulu dilumatkan, kemudian direbus hingga berwarna hijau kental, dan kemudian
dioleskan pada benang tenun.
5. Warna Kuning

Warna kuning diambil dari umbi kunyit (curcuma longa) dengan cara diparut dan
diberi air sedikit, kemudian diperas hingga mengeluarkan cairan berwarna kuning kental,
dan selanjutnya dioleskan pada benang tenun.

Warna biru tidak bisa didapatkan secara natural. Hal ini dikarenakan cuaca Kutai
Barat yang panas dan tanah yang kurang subur sehingga tanaman indigo tidak bisa tumbuh.

Ada beberapa alternatif bahan pewarna agar mendapat warna yang lebih terang atau
gelap, yaitu:
1. Tawas: memberikan warna lebih muda
2. Kapur: memberikan warna sedikit lebih muda
3. Tunjung: memberikan warna lebih gelap

2.3 Makna Warna

Pada jaman dahulu Suku Dayak hanya mengenal lima warna yang disebut dengan 5 Ba,
yaitu; Bahenda, Bahandang, Bahijau, Baputi, Babilem ,berikut penjelasan warna-warna
tersebut beserta artinya:

Bahenda
Bahenda adalah warna kuning, menurut Suku Dayak mengandung makna kebesaran Hatalla
(Tuhan) dan tidak ada yang bisa melebihi kekuasaannya, melambangkan kekayaan (emas),
keluhuran, dan keagungan

Bahandang

Bahandang adalah warna merah, artinya sesuatu yang abadi yang tidak pernah luntur atau
berubah. Diilhami oleh batu merah.

Bahijau

Bahijau adalah warna hijau, memiliki makna kesuburan, dan rejeki yang limpah ruah,
kehidupan, perdamaian dan pembangunan. Diilhami oleh warna tanaman yang ada di
lingkungan mereka.

Baputi

Baputi adalah warna putih, memiliki makna kesucian, kemurnian, kesederhanaan.

Babilem

Babilem adalah warna hitam, mengandung makna, roh jahat bisa juga roh baik, kuasa
kegelapan, kesungguhan, bisa juga sebagai penangkis bahaya atau celaka.

Menurut Achmad, et al., penggunaan motif atau ragam hias pada tenun doyo tidak saja
mengandung nilai-nilai estetika yang mengagumkan, tetapi juga mengandung nilai-nilai
fungsional yang bersifat rohaniah (Achmad, et al., 1994/1995:35). Begitu pula penggunaan
warna-warna tertentu pada tenun ini juga memiliki arti simbolik. Misalnya, warna hitam
pada laukng (destar) dan tapeh (sarung atau kain panjang) menandakan bahwa pemeliaten atau
pemakainya memiliki pengetahuan dan kemampuan menolak sihir hitam. Jika pada warna
hitam itu terdapat garis-garis putih, maka hal itu menandakan bahwa pemakainya dapat
mengobati segala bentuk sihir dan berbagai macam penyakit (Mohd. Noor, et al., 1990: 134-
135).

2.4 Motif pada Kain

Berikut ini merupakan beberapa motif kain ulap doyo yang umum digunakan:
1. Motif udo/orang

Menggambarkan orang dari Suku Dayak

2. Motif udoq/patung

Motif ini menceritakan tentang berladang. Udoq berfungsi di ladang untuk menjaga
ladang dari hewan-hewan pengganggu. Selain itu, udoq juga merupakan salah satu budaya
dari suku Dayak yang sangat penting sehingga menginspirasi para perajin untuk
membuatnya menjadi salah satu motif tenun doyo.
3. Motif kinas/ikan

Motif kinas atau ikan, memilik makna sebagai suatu pertanda atau peringatan yang berupa
nasehat dari leluhur kepada generasi penerusnya.

4. Motif limar/perahu

Motif limar atau perahu, merupakan lambing dari kerja sama dalam usaha. Perahu dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Benuaq merupakan alat transportasi yang
digunakan di sungai dan di danau.
5. Motif beleq/kadal

Para pengrajin kain ulap doyo sering mengambil motif dari flora fauna disekitar dan kadal
kemungkinan adalah salah satunya.

2.5 Penggunaan Kain

1. Upacara Adat

Jenis pakaian dari tenun doya yang biasa dikenakan kaum laki-laki dalam upacara adat
adalah kesapung, sapai, dan belet begamai (cancut). Jenis pakaian dari tenun doyo yang
dipakai oleh kaum perempuan adalah sapai atau sape (baju), dan ketau atau tapeh (sarung,
kain) yang biasanya dilengkapi dengan hiasan tambahan (Achmad, et al., 1994/1995:13).
2. Tari-tarian Adat

Jenis tenun doyo yang dikenakan kaum laki-laki adalah kesapung (topi), sapai atau
sape (baju), dan belet begamai. Jenis tenun doyo yang dikenakan para penari perempuan
adalah sapai atau sape, dan ketau atau tapeh (Achmad, et al., 1994/1995:14).

3. Sehari-hari

Jenis pakaian sehari-hari yang biasa dipakai kaum laki-laki adalah sapai
sonaaq (baju), belet betaaq (cancut atau cawat), dan kesapung (topi). Jenis pakaian sehari-hari
untuk kaum perempuan adalah sapai (baju) leher bundar, ketau atau tapeh, dan seraung (tutup
kepala) (Achmad, et al., 1994/1995:14).
BAB III
ANALISIS

3.1 Analisis Teknis Warna

Berikut ini merupakan analisis teknis warna dari warna-warna alami yang umunya digunakan
pada kain tenun ulap doyo:

1. Warna merah

Hue: Merah

Value: Tengah atas

Saturation: Agak kusam. Warna merah agak kecoklatan


2. Warna coklat

Hue: Coklat sedikit merah

Value: Tengah

Saturation: Kusam

3. Warna Hitam

Hue: Tidak ada

Value: Bawah
Saturation: Tidak ada

4. Warna Putih

Hue: Putih tulang

Value: Atas bawah

Saturation: Sedikit kusam. Tidak putih sempurna

5. Warna Hijau

Hue: Hijau

Value: Tengah atas

Saturation: Sedikit kusam. Warna agak pudar


6. Warna Kuning

Hue: Kuning

Value: Tengah

Saturation: Sedikit kusam. Agak kecoklatan

3.2 Analisis hubungan antar warna

Berikut ini merupakan analisis hubungan antar warna yang dgunakan pada kain:

1. Merah-coklat

Hue: Harmonis karena warna merah pada kain agak kecoklatan

Value: Harmonis

2. Merah-hitam:

Hue: Tidak ada

Value: Kontras

3. Merah-putih

Hue: Harmonis. Putih pada kain sedikit kuning

Value: Kontras sedang


4. Merah-hijau

Hue: Kontras ekstrim

Value: Harmonis

5. Merah-kuning:

Hue: Triad komplementer

Value: Kontras lemah

6. Coklat-hitam

Hue: Tidak ada

Value: Kontras sedang

7. Coklat-putih

Hue: Harmonis. Putih pada kain sedikit kuning

Value: Kontras sedang

8. Coklat-hijau

Hue: Kontras ekstrim. Coklat agak kemerahan.

Value: Kontras lemah

9. Coklat-kuning

Hue: Triad komplementer

Value: Harmonis

10. Hitam-putih

Hue: Tidak ada

Value: Kontras kuat


11. Hitam-hijau:

Hue: Tidak ada

Value: Kontras kuat

12. Hitam-kuning

Hue: Tidak ada

Value: Kontras sedang

13. Putih-hijau:

Hue: Tetrad komplementer

Value: Kontras lemah

14. Putih-kuning

Hue: Harmonis

Value: Kontras lemah

15. Hijau-kuning

Hue: Tetrad komplementer

Value: Kontras lemah


BAB IV
KESIMPULAN

Kain tenun ulap doyo merupakan salah satu budaya Indonesia yang berasal dari
Kalimantan. Kain tersebut dibuat dari tumbuhan liar yaitu Doyo. Proses pembuatannya dimulai
dari pemetikan daun Doyo hingga penenunan dan pewarnaan. Warna-warna yang dipakai
untuk kain ulap doyo adalah merah, coklat, hitam, putih, hijau, dan kuning. Masing-masing
warna dulunya dibuat dengan bahan-bahan alam yang berbeda, tetapi seiring dengan
berjalannya waktu para pengrajin mulai menggunakan pewarna sintetis pada kain. Motif pada
kain Doyo bermacam-macam, umumnya berupa flora dan fauna yang berada di Desa Tanjung
Isuy dan memiliki arti tersendiri. Dalam makalah ini, penulis menganalisa teknis warna-warna
yang dipakai pada kain serta hubungan antar warnanya.
DAFTAR PUSTAKA

Qibtiyah, Mariyatul. 2015, Studi Tentang Kain Tenun Ikat Ulap Doyo Khas Kutai
Kartanegara. Diakses tanggal 2 Mei 2018, http://karya-
ilmiah.um.ac.id/index.php/TIBusana/article/view/39622#

Sari, Irma Indah. 2016, BUNGA ANGGREK HITAM SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA
BATIK PADA KAIN TENUN ULAP DOYO, diakses tanggal 2 Mei 2018,
http://digilib.isi.ac.id/1741/

Syabana, Dana Kurnia dkk. 2013, APLIKASI ZAT WARNA ALAM PADA TENUNAN SERAT
DOYO UNTUK PRODUK KERAJINAN, diakses tanggal 2 Mei 2018,
http://ejournal.kemenperin.go.id/dkb/article/view/951/814

Samsuni. 2010, Tenun Doyo: Kain Tradisional Suku Dayak Benuaq, Kalimantan Timur,
diakses tanggal 2 Mei 2018, http://m.melayuonline.com/ind/culture/dig/2595/tenun-doyo-
kain-tradisional-suku-dayak-benuaq-kalimantan-timur

ANTV, TOPIK. 2014, [ANTV] TOPIK Tenun Dayak, Ulap Doyo Tenun Ikat Dari Tanaman,
diakses tanggal 2 Mei 2018, https://www.youtube.com/watch?v=8GFrsBrFgew

Mohd., Noor., et al. 1990. Pakaian adat tradisional daerah Kalimantan Timur. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Proyek Investasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya. Kutai

Usman Achmad, et al. 1994/1995. Tenun doyo daerah Kalimantan Timur. CV. Krisna Agung
bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Wilayah Provinsi
Kalimantan Timur, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Kalimantan Timur. Kutai

Purbasari, Mita., & Rahardja, Anita. 2018, WARNA TENUN DOYO SEBAGAI EXPRESI
MASYARAKATNYA (TANJUNG ISUY - KUTAI BARAT), diakses tanggal 1 Juni 2018,
http://trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id/index.php/dimensi/article/view/2864

Anda mungkin juga menyukai