F1A023068
A. Pendahuluan
Judul : Sosiologi Suatu Pengantar
Penulis : Soerjono Soekanto
Penerbit : PT RajaGrafindo Persada, Jl. Pelepah Hijau IV TN.I. No. 14-15
Kelapa Gading Permai, Jakarta 1999
Edisi : Edisi revisi keempat, Cetakan ke- 48
Desain Cover : Dea Advertising
Deskripsi Fisik : XV, 518 hlm., : 23 cm.
Bibliografi : hlm. 503
Indeks : hlm. 515
ISBN : 979-421-009-9
Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A. adalah seorang Guru besar Sosiologi Hukum
di Universitas Indonesia pada tahun 1983. Ia berhasil meraih gelar sarjana hukum di
Universitas Indonesia (1965), Master of Arts di University of California, Berkeley (1970) dan
gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia (1977). Dalam perjalanan karirnya,
Soerjono pernah menjadi Kepala Bagian Kurikulum Lembaga Pertahanan Nasional 1 pada
periode 1965-1969. Selain itu, Ia tercatat sebagai salah satu anggota pendiri dari World
Association of Lawyers2. Berkat kemahirannya dalam dunia pendidikan, Soerjono pun
diangkat menjadi Southeast Asian Specialist dari Ohio University. Ia juga berpengalaman
menjadi Pembantu Dekan Bidang Administrasi pendidikan Fakultas ilmu-ilmu sosial,
Universitas Indonesia (1970-1973), dan juga menjadi pembantu Dekan bidang Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia sejak tahun 1978. Pada
dedikasinya di dalam dunia penelitian, Ia mendapatkan beberapa sertifikat dari Universitas
Indonesia dan Academy of American and International Law terkait pembuatan metode
penelitian ilmu-ilmu sosial.
Kegemarannya dalam menulis menghasilkan beragam karya yang menyita perhatian
dunia pendidikan sosial. “Sosiologi Suatu Pengantar” merupakan salah satu buku pedoman
mahasiswa studi sosiologi dan hukum, dan para civitas akademika. Buku tersebut telah
mengalami hampir 12 kali cetak ulang dengan tujuan untuk menyempurnakan teori-teori
B. Ringkasan
Penulis mencantumkan sepuluh bab terkait dengan pengenalan pada setiap persoalan
sosiologi. Pada bab pertama, penulis menjelaskan tentang permulaan berdirinya sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan dasar. Bab kedua membahas proses berinteraksi manusia melalui
cara mereka berkomunikasi. Bab ketiga menekankan pada pembagian kelompok sosial yang
dilihat dari masyarakat pedesaan dan perkotaan. Bab keempat memuat pembentukan hasil
kebudayaan dengan kehidupan bermasyarakat. Bab kelima berisi tentang suatu pranata sosial
yang tumbuh menjadi lembaga pengendalian tindakan masyarakat. Bab keenam membahas
tentang sistem lapisan masyarakat (stratifikasi sosial) secara vertikal dan horizontal. Bab
ketujuh terkait dengan permasalahan untuk mempertahankan kekuasaan yang menjangkit
para lembaga resmi dan tidak resmi serta sifat-sifat seorang pemimpin sebagai suatu sandaran
kepemimpinan yang efektif. Kemudian pada bab kedelapan membahas tentang perubahan
yang terjadi pada lingkup modernisasi kehidupan masyarakat dan alur perubahan secara
disorganisasi, dan transformasi. Bab kesembilan memberikan beberapa pandangan dari para
tokoh sosiologi terkait pengaruh perkembangan penelitian bagi pembangunan suatu negara.
Dan pada bab terakhir menjelaskan tentang cara-cara melatih public speaking dengan
sosiologi komunikasi yang berdampak pada sistem sosial budaya.
Menilik lebih lanjut pada bab 4 terkait kebudayaan dan masyarakat, penulis
menghadirkan kebudayaan sebagai bagian dari proses pembentukan masyarakat. Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat3. Karya mencakup bentuk konkret kebudayaan seperti kesenian, teknologi, dan
benda material yang dapat diamati. Melalui rasa, nilai-nilai dasar menjadi landasan bertindak
3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar., halaman 189
dan berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Sementara itu, cipta melibatkan
pengembangan ilmu murni dan teori-teori pengetahuan sebagai bentuk dari
pengimplementasian secara praktis yang berasal dari pemikiran manusia. Hal ini
membuktikan bahwa segala sesuatu yang tengah diilhami dalam masyarakat tertentu
ditentukan melalui dari hasil kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Pada setiap
induk kebudayaan, biasanya bermunculan cabang-cabang kebudayaan khusus (sub-culture).
Konsep ini mempengaruhi bentuk kepribadian seseorang atas faktor kedaerahan, kelas sosial,
agama, profesi dan perbedaan cara hidup di kota dan di desa, Jika kebudayaan khusus
tersebut tetap mempertahankan esensi dari kebudayaan induk, maka disebut sebagai super-
culture. Namun jika kebudayaan khusus ini bertentangan dengan kebudayaan induk, maka
dikenal sebagai counter-culture. Unsur-unsur kebudayaan tercipta akibat dari pola tingkah
laku setiap individu yang diakui oleh masyarakat dan diterapkan secara teratur sehingga
terbentuk nilai atau norma dasar sebagai pedoman untuk bertindak atau yang lazim dikenal
sebagai adat-istiadat (custom). Merujuk pada sebuah karya Antropolog C. Kluckhohn dalam
bukunya yang berjudul “Universal Categories of Culture” Unsur kebudayaan meliputi
peralatan dan perlengkapan hidup manusia, mata pencaharian dan sistem ekonomi, sistem
kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan serta religi yang bersifat universal
(umum)4. Masing-masing dari unsur tersebut terpecah menjadi komponen yang lebih kecil.
Ralph Linton menyebutnya sebagai kegiatan kebudayaan atau cultural activity5. Seperti pada
unsur mata pencaharian, mencakup kegiatan dari bertani, beternak, dan menjadi produsen
barang memiliki bagian yang dapat diuraikan lebih dalam.
Kebudayaan juga mengalami perubahan akibat masuknya kebudayaan asing melalui
proses akulturasi. Proses ini terjadi apabila suatu kelompok manusia bersinggungan dengan
kelompok tertentu dan dihadapkan pada unsur kebudayaan asing yang berbeda, sehingga
unsur tersebut secara perlahan dapat diterima dan dicerna bentukannya tanpa mengorbankan
identitas asli kepribadian dari kebudayaan itu sendiri. Pada umumnya unsur dari kebudayaan
asing yang mudah diterima adalah peralatan dan teknologi terbarukan untuk mempermudah
aktivitas kehidupan. Namun, apabila kebudayaan asing mencampuri suatu kepercayaan, perlu
adanya proses penyesuaian yang memakan waktu lebih lama, atau bahkan tidak diterima
secara konkret. Terkadang, masyarakat dapat mengalami culture shock karena proses
akulturasi yang berjalan terlalu cepat dan belum sepenuhnya terserap dengan baik. culture
shock terjadi apabila masyarakat mengalami disorientasi dan frustasi, di mana muncul
C. Inti Review
Sebagaimana yang dijelaskan bahwa kebudayaan mengakar pada setiap kehidupan
masyarakat. Manusia memiliki pemikiran yang beragam terkait hakikat dari kebudayaan itu
sendiri, sehingga tidak mengherankan bilamana setiap manusia memiliki kebudayaannya
masing-masing yang digunakan untuk keperluan pribadinya atau untuk menandakan
identitasnya. Perubahan yang dialami juga dapat menghilangkan kebudayaan lama meskipun
sekarang ini telah banyak aktivitas untuk melestarikan kebudayaan. kendati demikian,
dibutuhkan persatuan masyarakat untuk berkomitmen penuh pada pengamalan jati diri yang
memusatkan pada suatu norma kebudayaan serta mengkonsumsi hasil kebudayaan lokal dan
mendistribusikannya lebih masif.
Pemahaman yang telah diuraikan oleh penulis didukung oleh lampiran beberapa ahli
antropologi dalam misi untuk memperkuat landasan teori kebudayaan. Keputusan ini adalah
keputusan yang sangat tepat mengingat konsep kebudayaan yang erat kaitannya dengan
bidang antropologi dapat memberikan sudut pandang tidak hanya dari konsep sosiologi
melainkan juga dari konsep ilmu yang berbeda.
“Seorang antropolog lain, yaitu E.B Taylor (1871) pernah mencoba memberikan
definisi mengenai kebudayaannya sebagai berikut: kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,hukum,adat istiadat,dan lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat” 7
“Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai salah seorang pelopor teori fungsional
dalam antropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut:
“Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya
apabila seseorang berhubungan dengan orang-orang lain, dinamakan social organization”9
Pada kutipan diatas ini, dicantumkan kata-kata “norma” yang belum disinggungkan
pengertian dari “norma” itu sendiri. Berbeda dengan buku “Mengerti Sosiologi: Memahami
Konsep-Konsep Sosiologi” karangan Dr. M. Amin Nurdin, MA. dan Ahmad Abrori, MSi.
pada bab lima tentang kebudayaan yang menerangkan bahwa ada 4 macam norma, yakni
laws, mores, folkways, taboo. Keempat macam ini dibagi tergantung pada tingkat kompromi
yang diperlukan. Kesemuanya memiliki sanksinya sendiri-sendiri. Sanksi bisa berbentuk
pemberian penghargaan atau bisa juga berbentuk penalty (hukuman) bagi perilaku yang
diharapkan dan yang tidak.10 Selain itu dirumuskan pula beberapa unsur umum kebudayaan,
seperti simbol, bahasa, dan nilai yang membawa pada penjelasan hakikat khusus. Adapun
berbagai macam perspektif sosiologis, seperti fungsionalisme, interaksi simbolik, dan teori
konflik, disajikan untuk memberikan asumsi terhadap konsep kebudayaan. Sayangnya, buku
“Sosiologi Suatu Pengantar” karya Soerjono Soekanto kurang memberikan perspektif
tersebut sebagai landasan konsep sosiologi. Sedangkan pada metode penulisan masih terdapat
beberapa kata ulang yang menambah kesan ambiguitas ketika mengutip dari tokoh tertentu.
Maka dapat disimpulkan bahwa penulis perlu melakukan evaluasi terhadap struktur
penulisannya dan melakukan pembaruan pada konsep kebudayaan dalam bab 4 agar dapat
menghasilkan karya yang kompetitif dan relevan di tengah berbagai konsep kebudayaan lain
yang beredar.
Buku ini mengalami regenerasi dari edisi-edisi sebelumnya dengan melakukan
perombakan pada setiap pembahasan, khususnya pada bab 4 yang membahas tentang
"Kebudayaan." Penulis mengeksplorasi lebih dalam mengenai proses percampuran
kebudayaan dalam masyarakat dan menciptakan pokok bahasan yang sejajar dengan para
tokoh lainnya. Kelebihan buku ini tampaknya terletak pada kemampuannya memberikan
pandangan yang belum terpikirkan sebelumnya, dan dapat dijadikan sebagai bahan referensi
yang layak. Pembahasan terstruktur juga dapat diakui memberikan kontribusi terhadap
D. Kesimpulan
Buku “Sosiologi Suatu Pengantar” karya Soerjono Soekanto memiliki inti bahasan
yang sangat menarik, terlebih pada pembahasan kebudayaan pada bab empat. Kebudayaan
berkembang seiring dengan perkembangan manusia, sehingga kebudayaan tidak akan pernah
ada tanpa kehadiran manusia. Pemahaman pada konsep kebudayaan disusun secara apik dan
penuh dengan pendapat ahli lainnya. Hal ini semakin memberikan banyak pandangan kepada
pembaca serta memudahkan pembaca untuk mengambil topik serupa. Buku ini cocok untuk
dijadikan sebagai pengantar sebelum lebih jauh mengenal sosiologi dan bagi para pendidik
dapat mengambil konsep dari buku “Sosiologi Suatu Pengantar” sebagai suatu terapan karya
lainnya. Maka buku karangan Soerjono Soekanto ini dapat dikatakan memberikan kontribusi
langsung bagi para pemula, masyarakat, dan civitas akademika. Meskipun masih ditemukan
kesalahan pada standar penulisan dan kurangnya bahasan lebih mendalam pada beberapa kata
yang belum pernah dijelaskan secara implisit. Seperti definisi dari norma dan penjabaran
terkait suatu perspektif di bidang sosiologi, tetapi Soerjono selalu memperbaharui bukunya
dengan berbagai cetakan edisi terbaru.