Pengertian ISBD
Ilmu Sosial Dasar adalah pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial, khususnya yang
diwujudkan oleh masyarakat Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian
(fakta,konsep,teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu
sosial seperti: sejarah, ekonomi, geografi sosial, sosiologi, antropologi, psykologi sosial. Ilmu Sosial Dasar
bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri, karena ilmu Sosial Dasar tidak mempunyai objek dan metode
ilmiah tersendiri.
Kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat, yang secara bersama-sama merupakan
masalah sosial tertentu.
Kenyataan-kenyataan sosial tersebut sering ditanggapi secara berbeda oleh para ahli ilmu-ilmu
sosial, karena adanya perbedaan latar belakang disiplin ilmu atau sudut pandangannya. Dalam
ISD kita menggunakan pendekatan interdisiplin/multidisiplin.
Konsep-konsep sosial atau pengertian-pengertian tentang kenyataan-kenyataan sosial yang
dibatasi pada konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukan untuk mempelajari
masalah-masalah sosial yang dibahas dalam Ilmu Pengetahuan sosial. Sebagai contoh dari
konsep dasar semacam itu misalnya konsep “keanekaragaman” dan kosep “Kesatuan sosial”.
Bertolak dari kedua konsep tersebut di atas, maka dapat kita pahami dan sadari bahwa di dalam
masyarakat selalu terdapat :
a. Persamaan dan perbedaan pola pemikiran dan pola tingkah laku, baik secara individual
maupun kelompok/golongan
b. Persamaan dan perbedaan kepentingan. Persamaan dan perbedaan itulah yang menyebabkan
sering timbulnya pertentangan/konflik, kerjasama, dan kesetiakawanan antar individu/golongan
Masalah-masalah sosial yang timbul dalam masyarakat, biasanya terlibat dalam berbagai
kenyataan-kenyataan sosial yang antara satu dengan lainnya saling berkaitan.
Masalah ISBD
PEENGERTIAN KEBUDAYAAN
Menurut Koentjaningrat(1985) kata kebudayaan berasal dari kata sangsekerta
budhayah,yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian
kebudayaaan dapat diartikan sebagai “Hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Sedanghkan kata
“budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi”
sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti”daya dari budi” yang merupakan cipta, karya,
dan rasa. Dengan kebudayaan berarti hasil cipta, karsa, dan rasa.
Para ahli telah menyelidiki berbagai kebudayaan. Hasil pengamatan menghasilkan 2
proposisi tentang munculnya suatu kebudayaan atau peradaban.
Pertama:
Anggapan bahwa adanya hokum pemikiran atau perbuatan manusia (kebudayaan) disebabkan
oleh tindakan besar yang menuju kepada perbuatan yang sama dan penyebabnya sama pula.
Kedua:
Anggapan bahwa tingkat kewbudayaan atau peradaban muncul sebagai akibat taraf
perkembangan dan hasil evaluasi masing-masing proses sejarahnya.
Pengertian Kebudayaan
Pengertian kebudayaan menurut dari beberapa pendapat:
Kebudayaan adalah peradaban yang mengandung pengertian yang luas meliputi pemahaman.
dan perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat (kebiasaan) dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota
masyarakat. (Taylor, 1981)
a. Menurut Koentjoroningrat (1980)
Budaya berasal dari kata BUDHAYAH yang berasal dari kata budhi yang berati budi atau akal.
Kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Kata budaya berati perkembangan
majemuk dari budi dan daya. Jadi kebudayan adalah hasil cipta rasa dan karsa
b. Menurut Sidi Gozaila
Kebudayaan dalah cara berpikir dan cara merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan dari golongan manusia yang membentuk satu kehidupan sosial dalam ruang dan
waktu
c. Menurut Ki Hajar Dewantara
Terdapat 2pengertian mengenai kebudayaan:
1. Kebudayaan adalah buah budi manusia
2. Kebudayaan adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan
jaman (kodrat dan manusia) dalam perjuangan mana terbukti kejayaan hidup manusia
KERANGKA KEBUDAYAAN
Untuk dapat memahami ISBD yang merupakan paduan dari beberapa pengertian, konsep
atau dari segi teori pengetahuan budaya, semuannya merupakan komponen dari susunan suatu
ilmu, yang tidak dapat terlepaskan dari objek materi dan objek formal suatu ilmu.
Untuk memudahkan dalam kognitif kebudayaan yang wawasannya begitu luas, maka
dalam kesempatan belajar-mengajar perlu dipahami terlebih dahulu kerangka kebudayaan
meliputi wujud dan isi kebudayaan, unsure kebudayaan, unsure kebudayaan, system kebudayaan,
system social. Kebudayaan fisik, konsep nilai dan orientasi nilai budaya.
UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
J.Herskovits membagi wujud kebudayaan kedalam 4 unsur pokok antara lain
1. Alat-alat teknologi
2. Keluarga
3. Sistem ekonomi
4. Kekuasaan politik
Bronislaw Malinowski membagi kebudayaan menjadi beberapa unsure pokok sebagai berikut:
1. Sistem norma-norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat agar
menguasai alam sekelilingnya.
2. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas dalam pendidikan diantaranya pendidikan
dalam keluarga yang lebih utama.
3. Organisasi ekonomi.
4. Organisasi kekuatan.
Kluckhohn C. Menguraikan mengenai kebudayaan kedalam 7 unsur kebudayaan yang dianggap
sebagai cultural universal sebagai berikut:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia.
2. Sistem mata pencahariannya hidup dan system ekonomi.
3. Sistem kemasyarakatan.
4. Bahasa lisan maupun bahasa tulisan atau bahasa isyarat.
5. Bermacam-macam kesenian.
6. Sistem ilmu pengetahuan.
F. SISTEM KEBUDAYAAN
Secara sederhana system itu adalah sebagai bagian kumpulan dari bagian-bagian yang
bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud atau tujuan menurut objek
operasionalnya. Fungsi system budaya adalah mengatur dan menegaskan tindakan-tindakan serta
tingkah laku manusia.
Kebudayaan subjektif yaitu dipandang dari aspirasi fundamental yang ada pada manusia
yakni terdapat dalam perkembangan kebenaran, kebijakan dan keindahan.Sedangkan kebudayaan
objektif adalah di pandang dari nilai-nilai imanen dalam kebudayaan subjektif harus menyatakan
diri dalam tata lahir sebagai materialisasi dan institusionalisasi, disinilah terbentuk kebudayaan
objektif yang amat luas dan serba guna dari hasil penciptaan dari zaman ke zaman.
Latar belakang ilmu budaya dasar bermula dari kritik yang diberikan oleh sejumlah
cendikiawan mengenai system pendidikan kita yang dinilai sebagai warisan system pendidikan
pemerintahan Belanda pada masa penjajahan. System pendidikan tersebut merupakan kelanjutan
dari politik balas budi yang diajukan oleh Conrad Theodore Van Deventer. Adapun tujuannya
adalah menghasilkan tenaga terampil dalam bidang administrasi, perdagangan, teknik,dan
keahlian lain demi kelancaran usaha mereka dalam mengeksploitasi kekayaan Negara kita.
Sampai sekarang, system pendidikan yang terkotak-kotak telah menghasilkan banyak
tenaga ahli yang berpengalaman dalam disiplin ilmu tertentu. Padahal pendidikan itu seharusnya
lebih ditujukan untuk menciptakan kaum cendikiawan daripada mencetak tenaga yang terampil.
Para lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat berperan sebagai sumber utama bagi
pembangunan Negara secara menyeluruh. Dari mereka diharapkan adanya sumbangan ide bagi
pemecahan masalah social masyarakat yang sangat kompleks dan berkaitan satu dan lain, dan
juga dalam masalah budaya. Sehingga perguruan tinggi Indonesia mampu menghasilkan sarjana
yang tidak asing dengan kehidupan masyarakat serta gejolak perkembangan dan kebutuhannya,
dan juga mengenali dimensi lain di luar disiplin ilmunya. Sebagai ikhtisar untuk tujuan itu, Ilmu
Budaya Dasar diberikan sebagai pelengkap pembentukan sarjana, yang mampu memecahkan
permasalahan yang timbul dalam lingkungan masyarakat.1[2]
Latar belakang diberikannya IBD selain melihat konteks budaya Indonesia, juga sesuai
dengan program pendidikan di Perguruan Tinggi dalam rangka menyempurnakan pembentukan
sarjana. Perguruan tinggi diharapkan dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang mempunyai
seperangkat pengetahuan yang terdiri atas :
Kemampuan akademis yang merupakan kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik
lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berfikir logis, kritis, sistematis, dan
analitis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah
yang dihadapi, serta mampu menawarkan alternatife pemecahannya.
Kemampuan profesional yang merupakan kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang
bersangkutan. Dengan kemampuan ini, para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.
Kemampuan personal yang merupakan kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini para
tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, tingkah laku
dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai
keagamaan, kemasyarakatan dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan peka
terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarkat Indonesia.
Adapun latar belakang diberikannya mata kuliah IBD dalam konteks budaya, Negara dan
masyarakat Indonesia berkaitan dengan permasalahannya sebgai berikut :
Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan segala
keanekaragaman budaya yang tercermin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yang biasanya
tidak lepas dari ikatan-ikatan primordial, kesukuan dan kedaerahan.
Pembangunan telah membawa perubahan dalam masyarakat yang menimbulkan pergeseran
system nilai budaya dan sikap yang mengubah anggota masyarakat terhadap nilai-nilai budaya.
Pembangunan telah menimbulkan mobilitas social, yang diikuti oleh hubungan interaksi yang
bergeser dalam kelompok masyarakat. Sementara ini, terjadi juga penyesuaian dalam hubungan
antar anggota masyarakat. Dengan demikian, dapat dipahamai bila penggeseran nilai itu
membawa akibat jauh dalam kehidupan berbangsa.
Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi massa dan transportasi, membawa pengaruh
terhadap intensitas kontak budaya antarsuku maupun dengan kebudayaan dari luar. Terjadinya
kontak budaya dengan kebudayaan asing bukan hanya menyebabkan intensitasnya menjadi lebih
besar, tetapi juga penyebarannya berlangsung dengan cepat dan luas jangkauannya. Terjadilah
perubahan orientasi budaya yang kadang-kadang menimbulkan dampak terhadap tata nilai
masyarakat, yang sedang menumbuhkan identitasnya sendiri sebagai bangsa.
1
Tujuan dan ruang lingkup kebudayaan
Tujuan:
Mengembangkan kepribadian, kepekaan dan wawasan pemikiran yang berkenaan dengan
kebudayaan agar daya tangkap, persepsi dan penalaran mengenai lingkungan budaya masyarakat
dapat lebih manusiawi
Tujuan yang diharapkan dapat :
1. Mengusahakan penajaman kepekaan masyarakat terhadap lingkungan budaya
2. Memberi kesempatan kapada masyarakat untuk dapat memperluas pandangan mereka
tentang masalah kemanusiaan dan budaya
3. Mangusahakan agar masyarakat tidak jatuh ke dalam sifat-sifat kedaerahan
4. Menjembatani para masyarakat kita agar lebih mampu berdialog satu sama lain
Ruang lingkup
Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan
budaya yang dapat didekati dengan menggunakan budaya
Hakekat manusia sebagai kesatuan atau universal akan membentuk beraneka ragam
kebudayaan masing-masing sesuai dengan jaman dan tempatnya.
Jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai tentang baik–
buruk, sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indah–jelak. Sesuatu yang estetik berarti
memenuhi unsur keindahan (secara estetik murni maupun secara sempit, baik dala bentuk,
warna, garis, kata, ataupun nada). Budaya yang estetik berarti budaya tersebut memiliki unsur
keindahan.
Apabila nilai etik bersifat relatif universal, dalam arti bisa diterima banyak orang, namun
nilai estetik amat subjektif dan partikular. Sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu indah
bagi orang lain. Misalkan dua orang memandang sebuah lukisan. Orang yang pertama akan
mengakui keindahan yang terkandung dalam lukisan tersebut, namun bisa jadi orang kedua sama
sekali tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.
Oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain. Kita tidak bisa
memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita.
Nilai–nilai estetik lebih bersifat perasaan, bukan pernyataan.
Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsur
keindahan. Manusia sendiri memang suka akan keindahan. Di sinilah manusia berusaha
berestetika dalam berbudaya. Semua kebudayaan pastilah dipandang memiliki nilai–nilai estetik
bagi masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal–hal yang indah dan kesukaannya pada
keindahan diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam budaya.
Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang indah oleh masyarakat
pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. Contohnya, budaya suku–suku
bangsa Indonesia. Tarian suatu suku berikut penari dan pakaiannya mungkin dilihat tidak ada
nilai estetikanya, bahkan dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata–mata dalam berbudaya harus memenuhi
nilai–nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan perlunya manusia (individu
atau masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan manusia lainya.
Keindahan adalah subjektif, tetapi kita dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat adanya
estetika dari budaya lain. Estetika berbudaya yang demikian akan mampu memecah sekat–sekat
kebekuan, ketidak percayaan, kecurigaan, dan rasa inferioritas antar budaya.
Etika Manusia dalam Berbudaya
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika adalah ajaran
tentang baik–buruk, yang diterima umum atau tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan
sebagainya. Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak, atau
kesusilaan. Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah–masaah yang berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk.
Dalam hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri berkaitan
dengan baik–buruk perbuatan manusia.
Namun, etika memiliki makna yang bervariasi. Bertens menyebutkan ada tiga jenis makna
etika sebagai berikut :
a. Etika dalam arti nilai–nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
b. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini adalah kode etik)
c. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk . Disini etika sama
artinya dengan filsafat moral.
Etika sebagai nilai dan norma etik atau moral berhubungan dengan makna etika yang
pertama. Nilai–nilai etik adalah nilai tentang baik buruk kelakuan manusia. Nilai etik
diwujudkan kedalam norma etik, norma moral, norma kesusilaan.
Norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan
pribadi. Pendukung norma etik adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai makhluk
sosial atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Norma ini dapat melengkapi
ketidakseimbangan hidup pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
Norma etik ditujukan kepada umat manusia agar tebetuk kebaikan akhlak pribadi guna
penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat. Membunuh,
berzina, mencuri, dan sebagaiya. Tidak hanya dilarang oleh norma kepercayaan atau keagamaan
saja, tetapi dirasaan juga sebagai bertentangan dengan (norma) kesusilaan dalam setiap hati
nurani manusia. Norma etik hanya membebani manusia dengan kewajiban–kewajiban saja.
Asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak
ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Batinnya sendirilah
yang mengancam perbuatan yang melanggar norma kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada
kekuasaaan diluar dirinya yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran norma etik,
misalnya pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani si pelanggar itu rasa
penyesalan, rasa malu, takut, dan merasa bersalah.
Daerah berlakunya norma etik relatif universal, meskipun tetap dipengaruhi oleh ideologi
masyarakat pendukungya. Perilaku membunuh adalah perilaku yang amoral, asusila atau tidak
etis. Pandangan itu bisa diterima oleh orang dimana saja atau universal. Namun, dalam hal
tertentu, perilaku seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan bukan perilaku
yang amoral. Etika masyarakat Timur mungkin berbeda dengan etika masyarakat barat.
Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berperilaku. Dengan norma etik,
manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan juga mana perilaku yang buruk. Norma
etik menjadi semacam das sollen untuk berperilaku baik. Manusia yang beretika berarti perilaku
manusia itu baik sesuai dengan norma–norma etik.
Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia yang beretika
akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai–nilai etik pula. Etika berbudaya mengandung
tuntutan atau keharusan bahwa budaya yang diciptakan manusia mengandung nilai–nilai etik
yang kurang lebih bersifat universal atau diterima sebagian besar orang. Budaya yang memiliki
nilai–nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahakan mampu
meningktkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Sebaliknya, budaya yang beretika adalah
kebudayaan yang akan merendahkan atau bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.
Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu memenuhi
nilai–nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantung dari paham atau ideologi
yang diyakini masyarakat pendukung kebudayaan . Hal ini dikarenakan berlakunya nilai–nilai
etik bersifat universal, namun amat dipengaruhi oleh ideologi masyarakatnya.
Contohnya, budaya perilaku berduaan dijalan antara sepasang muda mudi, bahkan
bermesraan di hadapan umum. Masyarakat individual menyatakan hal demikian bukanlah
perilaku yang etis, tetapi akan ada sebagian orang atau masyarakat yang berpandangan
hal tersebut merupakan suatu penyimpangan etik.
Sebagai mahluk hidup yang berada di muka bumi ini keberadaan manusia adalah sebagai mahluk
individu dan mahluk sosial, dalam asrti manusia senantiasa tergantung dan atau berinteraksi dengan
sesamanya. Dengan demikian, maka dalam kehidupan lingkungan sosial manusia senantiasa terkait
dengan interaksi antara individu manusia, interaksi antar kelompok, kehidupan sosial manusia dengan
lingkungan hidup dan alam sekitarnya, berbagai proses sosial dan interaksi sosial, dan berbagai hal yang
timbul akibat aktivitas manusia seperti perubahan sosial.
Secara sosial sebenarnya manusia merupakan mahluk individu dan sosial yang mempunyai kesempatan
yang sama dalam berbagai hidup dan kehidupan dalam masyarakat. Artinya setiap individu manusia
memiliki hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dalam menguasai sesuatu, misalnya bersekolah,
melakukan pekerjaan, bertanggung jawab dalam keluarga serta berbagai aktivitas ekonomi, politik dan
bahkan beragama. Namun demikian, kenyataannya setiap individu tidak dapat menguasai atau
mempunyai kesempatan yang sama. AKibatnya, masing-masing individu mempunyai peran dan
kedudukan yang tidak sama atau berbeda. Banyak faktor yang menyebabkan itu bisa terjadi, misalnya
kondisi ekonomi (ada si miskin dan si kaya), sosial (warga biasa dengan pak RT, dll), politik (aktivis partai
dengan rakyat biasa), budaya (jago tari daerah dengan tidak) bahkan individu atau sekelompok manusia
itu sendiri. Dengan kata lain, stratifikasi sosial mulai muncul dan tampak dalam kehidupan masyarakat
tersebut.
Komunikasi adalah proses memberikan tafsiran pada perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan,
gerak-gerik badaniah atau sikap, atau perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut.
Dengan tafsiran pada orang lain, seseorang memberi reaksi berupa tindakan terhadap maksud orang
lain tersebut. Misalnya, jika anda melambaikan tangan dipinggir jalan atau halte bus maka salah satu bus
yang lewat pasti akan berhenti, jadi, komunikasi merupakan proses saling memberi penafsiran terhadap
tindakan atau perilaku orang lain.
Berlangsungnya interaksi sosial didasarkan tas berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti,
identifikasi, simpati, motivasi, dan empati, imitasi adalah proses atau tindakan seseorang untuk meniru
orang lain baik sikap, perbuatan, penampilan, dan gaya hidup. Sugeti adalah rangsangan, pengaruh, atau
stimulus yang diberikan individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi sugesti itu
melaksanakan apa yang disegestikan tanpa sikap kritis dan rasional, identifikasi adalah upaya yang
dilakukan individu untuk menjadi sama (identik) dengan individu yang ditirunya. Proses identifikasi erat
kaitannya dengan imitasi. Simpati adala prose kejiwaan seseorang individu yang merasa tertarik dengan
individu atau kelompok karena sikap, penampilan, atau perbuatannya. Motivasi merupakan dorongan,
rangsangan, pengaruh, atau stimulasi yang diberikan individu kepada individu lain sehingga orang yang
diberi motivasi melaksankannya dengan secara kritis, rasional, dan tanggung jawab. Empati adalah
proses kejiwaan seorang individu untuk larut dalam perasaan orang lain baik suka maupun duka.
Seperti telah dikemukakan diatas, bentuk-bentuk interaksi sosial adalah akomodasi, kerja sama,
persaingan, dan pertikaian. Secara luas, dapat dikatakan ada interaksi sosial yang sifatnya positif, yaitu
mengarah pada kerjasama antrindividu atau antarkelompok. Interaksi sosial yng dimaksud interaksi soial
yang bersifat asosiatif. Adapula interaksi sosial yang mengarah pada bentuk-bentuk pertikaian tau
konflik. Interaksi sosial dimasud disebut dengan interaksi sosial yang bersifat disosiatif. Interaksi sosial
yang bersifat asosiatif, seperti kerja sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Interaksi sosial yang
bersifat disasosiatif mencakup persaingan, kontroversi, dn permusuhan.
Dengn demikian, dinamika interaksi sosial yang terjadi dala kehidupan sosial dapt beragam. Dilihat dari
jenisnya ada interaksi antarindividu, interaksi individu dengan kelompok, dan interaksi antar kelompok.
Dilihat dari faktor penyebabnya, ada interaksi yang disebabkan oleh faktor imitasi, sugesti, identifikasi,
simpati, motivsi, dan empati. Ada interaksi yang berbentuk pertentangan. Sedangkan jika dilihat dari
sifat interaksinya, da interaksi yang asosiatif, interaksi disasosiatif.
Interaksi sosial merupakan kunci dri semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tidak mungkin
ada kehidupan bersama. Manusia sebagai mkhluk sosial pastilah melkukan intraksi sosial dalam rngka
hidup bersama.
Setiap yang disebut manusia selalu terdiri dari dua kepentingan, yaitu kepentingan individu yang
termasuk kepentingan keluarga, kelompok atau golongan dan kepentingan masyarakat yang termasuk
kepentingan rakyat . Dalam diri manusia, kedua kepentingan itu satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Apabila salah satu kepentingan tersebut hilang dari diri manusia, akan terdapat satu manusia yang tidak
bisa membedakan suatu kepentingan, jika kepentingan individu yang hilang dia menjadi lupa pada
keluarganya, jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan dari diri manusia banyak timbul masalah
kemasyarakatan contohnya korupsi. Inilah yang menyebabkan kebingungan atau dilema manusia jika
mereka tidak bisa membagi kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
Dilema anatara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat adalah pada pertanyaan mana yang
harus diutamakan, kepentingan manusia selaku individu atau kepentingan masyarakat tempat saya
hidup bersama? Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat ini memunculkan dua
pandangan yang berkembang menjadi paham/aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh suatu
kelompok masyarakat.
1. Pandangan Individualisme
Individualisme berpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang
bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari
manusia yang lain. Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah yang harus
diutamakan. Yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk
merealisasikan dirinya. Paham individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut
juga ideologi individualisme liberal.
Paham individualisme liberal muncul di Eropa Barat (bersama paham sosialisme) pada abad ke 18-19.
Yang dipelopori oleh Jeremy Betham, John Stuart Mill, Thomas Hobben, John Locke, Rousseau, dan
Montesquieu. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut.
Penjaminan hak milik perorangan. Menurut paham ini , pemilikan sepenuhnya berada pada pribadi dan
tidak berlaku hak milik berfungsi sosial,
Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang bersangkutan.
Pemberian kebebasan penuh pada individu
Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masing-masing.
Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbulkan persaingan dan dinamika
kebebasan antar individu. Menurut paham liberalisme, kebebasan antar individu tersebut bisa diatur
melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak
diperlukan dalam rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan
hidup bersama.
2. Pandangan Sosialisme
Paham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blanc, dan Proudhon.
Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah yang diutamakan. Kedudukan individu
hanyalah objek dari masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang.
Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok.
Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan
sejahtera bebas dari penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi. Sosialisme muncul
dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih oleh system
liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan. Untuk meraih hal tersebut, sosialisme
berpandangan bahwa hak-hak individu harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang
lebih luas. Dalam sosialisme yang radikal/ekstem (marxisme/komunisme) cara untuk meraih hal itu
adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi oleh perorangan.
Paham marxisme/komunisme dipelopori oleh Karl Marx (1818-1883).
Paham individualisme liberal dan sosialisme saling bertolak belakang dalam memandang hakikat
manusia. Dalam Declaration of Independent Amerika Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan pada
hakikat manusia sebagai makhluk individu yang bebas merdeka, manusia adalah pribadi yang memiliki
harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam Manifesto Komunisme Karl Marx dan Engels,
orientasinya sangat menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial semata. Menurut paham
ini manusia sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan untuk kepentingan negara.
Dari kedua paham tersebut terdapat kelemahannya masing-masing. Individualisme liberal dapat
menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme,
liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik, tetapi tidak dalam lapangan ekonomi
dan sosial. Sosialisme dalam bentuk yang ekstrem, tidak menghargai manusia sebagai pribadi sehingga
bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis mungkin terjadi kemakmuran, tetapi
kepuasan rohani manusia belum tentu terjamin.