Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kebudayaan

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.

Herskovits dan Bronislaw Malinowski (dalam Sartono Kartodirdjo, 1987)

mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan

oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat

itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai

sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang

kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan

mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan

serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi

segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu

masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, (dalam Koentjaraningrat, 1986)

kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya

terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan

kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota

masyarakat. Koentjaraningrat (1986:180) mendefinisikan kebudayaan adalah

keseluruhan sistim gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.


Definisi menurut koentjaraningrat tersebut menegaskan bahwa

kebudayaan yang ada pada mahluk manusia atau khas insani itu memiliki paling

sedikit tiga dimensi wujud yaitu: (1) komlekside, gagasan, nilai, norma, peraturan,

pikiran manusia dan sebagainya atau dinamakna sistim budaya ”cultural system”

(2) kompleks aktivitas ( tindakan) berpola dari manusia dalam masyarakat atau

dinamakan sistim sosisal (sosial system) (3) benda-benda hasil karya manusia.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai

kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan

meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga

dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan

perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia

sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat

nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,

religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia

dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Selanjutnya Menurut ki Hadjar Dewantara, kebudayaan berarti buah budi

manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap 2 pengaruh yang

kuat yaitu alam dan zaman (kodrat dan masyarakat)1. Menurut Haji Agus Salim

kebudayaan adalah persatuan antara budi dan daya, menjadi makna yang sejiwa

dan tidak lagi terpisah. Budi mengandung makna akal, pikiran, pengertian, paham,

pendapat, ikhtiar, dan perasaan. Dengan demikian kebudayaan merupakan

1
Warsito. Antropologi Budaya.Jakarta, Rineka Cipta, 2012. Hal. 50
himpunan segala daya upaya yang yang dikerjakan dengan menggunakan hasil

budi untuk memperbaiki sesuatu dengan tujuan mencapai kesempurnaan.2

Menurut Sunaryo Kolopaking kebudayaan atau kultur adalah totalitat dari

pada milik dan hasil usaha (prestasi) manusia yang diciptakan oleh kekuatan-

kekuatan jiwanya dan oleh proses saling mempengaruhi antara kekuatan jiwa tadi

dan antara jiwa manusia yang satu dengan yang lain.3

Menurut Kluchon dan Kelly dalam Pelly dan Menanti (1994:23)

berpendapat bahwa kebudayaan pola untuk hidup yang tercipta dalam sejarah,

yang explisit, implisit, rasional, irasional, dan non rasional yang terdapat pada

setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.4

Jika yang pertama dan kedua memperlakukan kebudayaan sebagai kata

kerja maka pada yang di sebut terakhir lebih memperlakukannya sebagai kata

benda. Persamaannya terletak pada konteks untuk hidup bermasyarakat dan

ddalam rangka itu pula wujud kebudayaan tersebut patut mendpat penegasan.

Koentjaraningrat (1980:200-201) menggolongkan wujud kebudayaan atas

tiga, yaitu : (1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, selanjutnya di sebut sistem

budaya, (2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan

berpola dari manusia dan masyarakat atau di sebut sistem sosial, (3) wujud

kebudayaan sebagai benda-benda dari hasil karya atau di sebut kebudayaan fisik.5

2
Ibid
3
ibid
4
Alim S.Niode.Perubahan Nilai-nilai Budaya Dan Pranata Sosial.Jakarta,PT Pustaka Indonesia
Press,2007.Hal.49
5
Ibid, hal.50
Semua wujud kebudayaan di dunia (cultur universal) diisi oleh tujuh buah

unsur universal, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistem mata

pencaharian hidup atau ekonomi, (4) organisasi sosial, (5) sistem pengetahuan, (6)

religi, (7) kesenian. Tata urutan ini di dasarkan atas teori bahwa bahasa

merupakan unsur kebudayaan yang paling dahulu timbul dalam kebudayaan

manusia. Dalam sistem budaya inti (core culture) yang terdiri dari sistem nilai

yang melambangkan kebudayaan sebagai sistem gagasan yang ideologis. Dengan

demikian apabila wujud dan unsur-unsur budaya tadi di kombinasikan kedalam

suatu kerangka analisis, maka pola lingkaran konsentrislah yang lebih cocok.

Empat lingkaran konsentris berturut-turut dari luar kedalam menunjukkan wujud

kebudayaan fisik, sistem sosial, dan nilai budaya. Sedangkan tujuh unsur

kebudayaan berada pada tujuh bagian dari ke empat lingkaran. Artinya, setiap

unsur tersebut masing-masing bisa terdiri dari nilai budaya, sistem budaya, sistem

sosial, dan kebudayaan fisik.

2.2 Pergeseran Masyarakat Dan Kebudayaan

Semua konsep yang kita perlukan untuk menganalisa proses-proses

pergeran masyarakat dan kebudayaan, termasuk lapangan penelitian antropologi

dan sosiologi yang disebut dinamika sosial. Konsep yang terpenting ada yang

mengenai proses belajar kebudayaan sendiri, yakni internalisasi, sosialisasi dan

enkulturasi. Selain itu ada proses perkembangan kebudayaan umat

manusia(evolusi kebudayaan) dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederahana

hingga yang makin lama makin kompleks. Proses lainnya adalah proses

pengenalan unsur-unsur kebudayaan asing yang disebut proses akulturasi dan


asimilasi. Ada proses pembaruan(inovasi) yang berkaitan erat dengan penemuan

baru(discovery) dan invention.

1.2.1 Proses Belajar Kebudayaan Sendiri

Proses internalisasi, adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup

individu, yaitu mulai saaat ia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Sepanjang

hayatnya seorang individu terus belajar untuk mengolah segala perasaan, hasrat,

nafsu dan emosi yang membentuk kepribadiannya. Perasaan pertama yang

diaktifkan dalam kepribadian saat bayi dilahirkan adalah rasa puas dan tak puas,

yang menyebabkan ia menangis.

Proses sosialisasi, semua pola tindakan individu-individu yang menempati

berbagai kedudukan dalam masyarakatnya yang dikumpai seseorang dalam

kehidupannya sehari-hari sejak ia dilahirkan. Para individu dalam masyarakat

yang berbeda-beda juga mengalami proses sosialisasi yang berbeda-beda, karena

proses itu banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan serta lingkungan sosial

yang bersangkutan. Penelitian dilapangan telah dapat menghasilkan pengumpulan

bahan mengenai adat istiadat pengasuhan anak, kebiasaan-kebiasaan dalam

kehidupan seksual, dan riwayat hidup yang rinci dari sejumlah individu.individu-

individu yang mengalami berbagai hambatan dalam proses internalisasi,

sosialisasi atau enkulturasinya, sehingga individu seperti itu mengalami

kesukaran dalam menyesuaikan kepribadiannya dengan lingkungan sosial

sekitarnya.

1.2.2 Proses Evolusi Sosial


Proses Mikroskopik dan Makroskopik Dalam Evolusi Sosial. Proses

evolusi dapat dianalisa secara mendetail(makroskopik) tetapi dapat dilihat secara

keseluruhan, dengan hanya memperhatikan perubahan-perubahan besar yang telah

terjadi(makroskopik). Proses evolusi sosial budaya secara makroskopik yang

terjadi dalam suatu jangka waktu yang panjang, dalam antropologi disebut

”Proses-proses pemberi arah”, atau directional proses.

Proses-proses berulang dalam evolusi sosial budaya. Dalam antropologi,

perhatian terhadap proses-proses berulang dalam evolusi sosial budaya baru

timbul sekitar tahun 1920 bersama dengan perhatian terhadap individu dalam

masyarakat.

Dalam meneliti masalah ketegangan antara adat istiadat yang berlaku

dengan kebutuhan yang dirasakan oleh beberapa individu dalam suatu

masyarakat, perlu diperhatikan dua konsep yang berbeda, yaitu (1) kebudayaan

sebagai kompleks dari komsep norma-norma, pandangan-pandangan, dan

sebagainya, yang bersifat abstrak (yaitu sistem budaya), dan (2) kebudayaan

sebagai serangkaian tindakan yang konkrit, dimana para individu saling

berinteraksi (yaitu sistem sosial). Kedua sistem tersebut sering saling

bertentangan, dan dengan mempelajari konflik-konfliks yang ada dalam setiap

masyarakat itulah dapat diperoleh pengertian mengenai dinamika masyarakat pada

umumnya.

1.2.3 Proses Difusi

Penyebaran manusia. Ilmu paleoantropologi memperkirakan bahwa

makhluk manusia yang pertama hidup didaerah sabana beriklim tropis di Afrika
Timur. Manusia sekarang telah menduduki hampir seluruh muka bumi dengan

berbagai jenis lingkungan iklim yang berbeda-beda. Hal itu hanya mungkin terjadi

dengan proses pengembangbiakan, migrasi, serta adaptasi fisik dan sosial budaya,

yang berlangsung beratus ratus ribu tahun lamanya.

Penyebaran unsur-unsur kebudayaan. Bersama dengan penyebaran dan

migrasi kelompok-kelompok manusia, turut tersebar pula berbagai unsur

kebudayaan. Sejarah dari proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang

disebut proses difusi itu merupakan salah satu objek penelitian ilmu antropologi,

terutama sub ilmu antropologi diakronik. Proses difusi dari unsur-unsur

kebudayaan antara lain diakibatkan oleh migrasi bangsa-bangsa yang berpindah

dari suatu tempat ketempat lajn dimuka bumi.

Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga terjadi tanpa ada

perpindahan kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa, tetapi karena

unsur-unsur kebudayaan itu memang sengaja dibawa oleh individu-individu

tertentu, seperti para pedagang dan pelaut.

Bentuk difusi yang terutama mendapat perhatian antropologi adalah

penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan

antara individu-individu dari berbagai kelompok yang berbeda.

1.2.4 Akulturasi Dan Asimilasi

Akulturasi. Proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan

suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan

asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam

kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.


Kalau masalah-masalah mengenai akulturasi kita ringkas, akan tampak 5

golongan masalah, yaitu :

1. Masalah tentang metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan

melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat.

2. Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah dan tidak mudah

diterima oleh suatu masyarakat.

3. Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan yang mudah dan tidak mudah

diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing.

4. Masalah mengenai jenis-jenis individu yang tidak menemui kesukaran dan

cepat diterima unsur kebudayaan asing, dan jenis-jenis individu yang sukar

dan lamban dalam menerimanya.

5. Masalah mengenai ketegangan-ketegangan serta krisis-krisis sosial yang

muncul akibat akulturasi.

Dalam meneliti jalannya suatu proses akulturasi, seorang peneliti

sebaiknya memperhatikan beberapa hal, yaitu :

1. Keadaan sebelum proses akulturasi dimulai.

2. Para individu pembawa unsur-unsur kebudayaan asing.

3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsusr-unsur kebudayaan asing untuk

masuk ke dalam kebudayaan penerima.

4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh.

5. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.

Asimilasi. Adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan

manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul
secara intensif, sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-

golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.

Dari berbagai proses asimilasi pernah diteliti, diketehui bahwa pergaulan

intensif saja belum tentu mengakibatkan terjadinya suatu proses asimilasi, tanpa

adanya toleransi dan simpati antara kedua golongan.

1.2.5 Pembaruan (Inovasi)

Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber

alam, energi, dan modal serta penataan kembali dari tenaga kerja dan penggunaan

teknologi baru, sehingga terbentuk suatu sistem produksi dari produk-produk

baru. Suatu proses inovasi tentu berkaitan penemuan baru dalam teknologi, yang

biasanya merupakan suatu proses sosial yang melalui tahap discovery dan

invension.

Pendorong penemuan baru. Faktor-faktor yang menjadi pendorong bagi

seorang individu untuk memulai serta mengembangkan penemuan baru adalah (1)

kesadaran akan kekurangan dalam kebudayaan; (2) mutu dari keahlian dalam

suatu kebudayaan; (3) sistem perangsang bagi kegiatan mencipta. Penemuan baru

sering kali terjadi saat ada suatu krisis masyarakat, dan suatu krisis terjadi karena

banyak orang merasa tidak puas karena mereka melihat kekurangan-kekurangan

yang ada di sekelilingnya. Dengan demikian proses inovasi itu merupakan suatu

proses evolulusi juga. Bedanya ialah bahwa dalam proses inovasi para individu

berperan secara aktif, sedangkan dalam proses evolusi para individu itu pasif,

bahkan seringkali negatif.(Koentjaraningrat, 1986)


2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebudayaan

Kebudayaan sebagai hasil budidaya manusia atau hasil cipta, rasa, dan

karsa manusia dalam perkembangannya di pengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-

faktor tersebut adalah:

1. Faktor Ras

Ada terdapat ras yang superior, ras superior ialah ras yang mampu

menciptakan kebudayaan. Ras yang imperior ialah ras yang hanya mampu

mempergunakan hasil budaya. Di dalam kenyataannya pengaruh ras terhadap

perkembangan kebudayaan bukan semata-mata karena kecakapan ras-ras tersebut,

melainkan karena adanya kecakapan dari individu yang termasuk kedalam suatu

golongan ras tesebut. Bila di dalam suatu waktu ada individu di dalam golongan

suatu ras yang cakap dan mampu menghasilkan kebudayaan , maka golongan ras

itu akan tampak berkembang secara pesat kebudayaannya. Dan apabila pada suatu

waktu ras atau tidak belum terdapat di antara anggota-anggotanya yang mampu

mengahasilkan kebudayaan, maka akan tampak bahwa perkembangan kebudayaan

dari ras atau bangsa tersebut akan lamban.

2. Faktor Lingkungan Geografis

Faktor ini biasanya di hubungkan dengan keadaan tanah, iklim, temperatur

/ suhu udara, di mana manusia bertempat tinggal. Menurut teori ini lingkungan

alam sangat mempengaruhi suatu suatu kebudayaan daerah tertentu. Keadaan

alam misalnya di antara daerah tropis, sedang, dan dingin terjadi suatu perbedaan
di dalam berpakaian, membuat rumah, dan lain-lain. Dengan kemajuan teknologi

yang pesat, pengaruh lingkungan geografis terhadap kebudayaan agak berkurang.

3. Faktor Perkembangan Teknologi

Di dalam kehidupan modern sekarang ini, tingkat teknologi merupakan

faktor yang sangat penting yang mempengaruhi kebudayaan. Semakin tinggi

tingkat teknologi manusia, pengaruh lingkungan geografis terhadap

perkembangan kebudayaan semakin berkurang. Semakin tinggi tingkat teknologi

suatu bangsa semakin tinggi pula tingkat kebudayaan, oleh karena itu teknologi

suatu bangsa dapat dengan mudah mengatasi lingkungan alam.

4. Faktor Hubungan Antar Bangsa

Hubungan antar bangsa mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

kebudayaan. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya peristiwa-peristiwa:

a. Penetration Pasifique atau Perembusan Kebudayaan Secara Damai

Ini terjadi karena adanya kaum imigran yang pindah menjadi

penduduk suatu negeri lain. Mereka membawa kebudayaan yang

masuk dan di terima oleh negeri tersebut tanpa menimbulkan

kekacauan / kegoncangan masyarakat penerima.

b. Akulturasi

Akulturasi merupakan proses perkawinan unsur-unsur kebudayaan di

mana unsur-unsur kebudayaan asing yang datang di cerna menjadi

kebudayaan sendiri, atau juga pertemuan dua unsur kebudayaan yang

berbeda di daerah lain.

c. Difusi Kebudayaan
Yaitu penyebaran unsur-unsur kebuadayaan dari suatu tempat ke

tempat yang lain.

d. Culture Creisse

Ialah proses persiangan antara dua unsur kebudayaan yang berbeda.

Hal ini terjadi karena ke dua unsur kebudayaan itu bertemu pada

suatu daerah tertentu di luar daerah kedua kebudayaan tersebut.

6. Faktor Sosial

Susunan suatu masyarakat yang telah di yakini sejak masa yang telah lalu

sulit hilang begtu saja. Sebagaimana evolusi religi yang telah berjalan dalam masa

yang lama. Penghilangan suatu bentuk costum habits membutuhkan keberanian

dari individu-individu sebagai inovator dalam pembangunan.

7. Faktor Prestige

Faktor ini biasanya bersifat individual yang di populerkan di dalam

kehidupan sosial. Konkritisasi dari faktor ini biasanya mempunyai efek negatif

berupa pemaksaan diri ataupun keluarga. Misalnya perayaan dan pesta besar-

besaran. Hal ini secara ekonomis tidak bisa di pertanggungjawabkan.

8. Faktor Mode

Faktor mode bukanlah motif ekonomi. Suatu mode merupakan hasil budaya pada

saat-saat tertentu. Ini lebih bersifat temporer sebagai siklus yang terus-menerus.

Faktor mode ini sedikit lebih banyak berpengaruh terhadap kebudayaan.6

2.4 Konsep Perkawinan Secara Adat

2.4.1 Pengertian Perkawinan

6
Warsito,Antropologi Budaya.Yogyakarta,PT Ombak,2012.hal.56
Perkawinan merupakan suatu hal yang sakral, dan sangat penting serta

mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan masyarakat secara umum.

Tanpa perkawinan tidak mungkin seorang laki-laki dan seorang perempuan dapat

membentuk dan mengatur rumah tangga secara tertib dan teratur. Demikian pula

tanpa adanya pengikat yakni perkawinan, tentulah anak yang dilahirkan tidak akan

memiliki status yang jelas.

Perkawinan adalah upaya yang dilakukan oleh sepasang makhluk hidup

berlawanan jenis untuk memperoleh keturunan demi melestarikan golongannya di

atas muka bumi ini. Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang sakral,sangat

dianjurkan oleh agama, diatur dalam undang-undang pernikahan, dan tentunya

agar seorang manusia yang memang diciptakan berpasang-pasangan itu tidak

hidup sendiri.

Menurut Wantjik perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.7

Perkawinan dalam hal ini dipandang sebagai suatu jalan menuju pintu

perkenalan dan menyampaikan pertolongan antara yang satu dengan yang lain.

Dengan adanya ikatan perkawinan maka hubungan kerja sama yang baik antara

kedua belah pihak diharapkan akan dapat terlaksanan dengan baik.

Ditinjau dari sudut agama Islam, perkawinan adalah salah satu langkah

yang bernilai ibadah. Misalnya dalam ajaran agama Islam disebutkan bahwa

manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang berpasang-pasangan dengan

7
Walgito,Bimbingan Dan Konseling Perkawinan,Yogyakarta:Andi,2002,hal.11
tujuan untuk melanjutkan keturunan dimuka bumi. Untuk itu telah di atur

ketentuan-ketentuan agar manusia melaksanakan perkawinan. Ayat tersebut

berbunyi: „‟Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram dan

dijadikan-Nya diantaramu kasih sayang. Sesungguhnya itu merupakan tanda-

tanda bagi orang-orang yang berpikir .‟‟ (Ar-Rum:21).8

Dalam pelaksanaannya, perkawinan selain untuk memenuhi ketentuan

agama, juga mengikuti nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Setelah

upacara akad nikah yang merupakan ketentuan agama, perkawinan dilanjutkan

dengan upacara adat yang merupakan petuah-petuah secara simbolis dari orangtua

kepada kedua pengantin.

Secara sosiologis perkawinan merupakan sebuah fenomena social yang

mengubah status seseorang dari status perjaka atau gadis yang belum dewasa

menuju sebuah tahap sosial dengan status hukum baru yaitu suami bagi laki-laki

dan istri bagi perempuan.9

Sebuah perkawinan yang benar adalah perkawinan yang selain mampu

memberikan dan meletakkan dasar-dasar kebahagiaan juga memberikan

ketenagan, ketenteraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan kepada setiap

anggota keluarganya.10

8
Yanti Nisfiyanti.Adat Perkawinan Pada Masyarakat Kasepuhan Cicarucub.2008.hal.4
9
Dominikus Rato. Perkawinan dan Waris Adat. 2011, hal.3
10
Ibid, hal.65
Dasar-dasar kebahagiaan, ketenangan, ketenteraman, kedamaian, keadilan,

dan kesejahteraan itu hanya dapat dilakukan jika perkawinan itu berada diatas

dasar hukum yang jelas dan kuat.

Di Indonesia, konsepsi perkawinan dituangkan dalam Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang pada pasal 1 menyatakan bahwa:

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.11

Dari ketentuan pasal tersebut sebuah perkawinan diharapkan berlaku untuk

selamanya, kecuali dapat putus dengan alasan-alasan: kematian, perceraian dan

keputusan pengadilan.

2.3.2 Tujuan Perkawinan

Pada prinsipnya, tujuan perkawinan tersebut dapat dirumuskan

sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam al-Ghazali sebagai berikut:

a. memperoleh keturunan yang sah serta mengembangkan suku-suku

manusia,

b. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat

manusia,

c. Menjaga diri dari perbuatan yang terlarang,

d. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih dan bahagia, dan

e. mengikat aktivitas dalam mencari rizki (nafkah).12

11
Indrati.Pola Pengantin Pesanan (Mail Orderd Bride) Sebagai Salah Satu Bentuk
Spesifik Trafiking di Kalimantan Barat.2007.hal.54
12
Muslihun. Pergeseran Pemaknaan Pisuka/Gantiran Dalam Budaya Merari Sasak-
Lombok.2010.hal.54
Maksudnya adalah perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara

seorang suami isteri. Sedangkan tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga

yang bahagia dan kekal abadi berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan-

tujuan mulia di atas, terutama membentuk keluarga yang dilandasi oleh cinta

kasih dan bahagia tentu haruslah dimulai dengan semangat dan cara yang baik

secara dari awal perkawinan.

Anda mungkin juga menyukai