Anda di halaman 1dari 26

KEBERADAAN SENI DALAM SISTEM DAN STRUKTUR BUDAYA

MASYARAKAT

A. Makna Kebudayaan

Menurut Koentjoroningrat kebudayaan adalah pemberi identitas kepada sebagian warga


dari suatu nasional, merupakan kontinuitas sejarah dari zaman kekayaan bangsa Indonesia di
masa lampau sampai kebudyaan nasional masa kini. Pemikiran tentang kebudayaan nasional ini
memang menimbulkan polemic tetapi bermanfaat untuk pembinaan kebudayaan nasional dan
menunjukkan adanya perhatian dan tanggung jawab warga Negara terhadap cita – cita
bangsanya.

Menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, bahwa Cultural Determinism


berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat itu. Herskovits juga memandang kebudayaan sebagai sesuatu
yang super-organic karena kebudayaan yang turun-temurun dari generasi kegenerasi tetap hidup
terus, walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti
disebabkan kemaatian dan kelahiran. Menurut koentjaranigrat, kata kebudayaan berasal dari
bahasa sansekerta buddhyah yang merupakan bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau
akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal sedangkan
kata “budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari
budi” sehingga “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Dalam
disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu artinya sama saja.25 Adapun istilah
culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan berasal dari
kata latin colore. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani.
Culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengelola dan mengubah
alam. Menurut E.B. Tylor, kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata
lain kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola
perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan,
dan bertindak.

Kebudayaan dapat dilihat dalam bentuk aktifitas yang berpola dari manusia dalam
masyarakat. Dikenal juga dengan sistem sosial. Mengingat system ini terdiri dari berbagai
aktifitas manusia yang berhubungan, berinteraksi dan selalu berhubungan dengan manusia lain
seiring berjalannya waktu. Sedikit berbeda dengan system budaya, system social dapat dilihat
dalam kehidupan sehari-hari. Karena system social berupa gagasan atau ide yang telah
diwujudkan kedalam tindakan atau aktifitas manusia setiap hari. Kebudayaan juga dapat
terwujud dalam benda-benda hasil karya manusia. Kebudayaan ini lebih konkrit dari sistem
sosial, atau dengan bahasa lain kebudayaan fisik. Sebagai contoh komputer, handphone, atau
busana yang mempunyai kebragaman model dan lain sebaginya yang semua merupakan karya
dari kreatifitas manusia. Pada kenyataannya, meski ketiga wujud kebudayaan di atas dapat
terurai sendiri-sendiri, dalam kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan yang
lainnya. Kebudayaan dan adat istiadat mengatur dan member arah kepada manusia. Bak pikiran
dan ide maupun tindakan dan hasil karya manusia, dapat menghasilkan kebudayaan yang bersifat
fisik. Demikian pula sebaliknya, hasil karya manusia dapat membentuk suatu iklim kehidupan
tertentu dalam masyarakat. Setiap kebudayaan suatu waktu pasti mengalami perubahan yang
disebabkan karena berberapa factor, salah satu diantaranya adalah perubahan lingkungan yang
dapat menuntut perubahan kebudayaan yang bersifat adaptif. Factor lain, yaitu karena adanya
kebetulan, seperti ketika suatu bangsa telah mengubah cara pandang tentang lingkungannya.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa unsur-unsur kebudayaan ada tujuh. Ketujuh unsur yang
dimaksud adalah sebagai berikut

1) Teknologi (Peralatan dan Perlengkapan Hidup).

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-


cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan.
Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, cara-cara
mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Masyarakat
kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit
mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur
kebudayaan fisik), yaitu:
 Alat-Alat Produktif
 Senjata
 Wadah
 Alat-Alat Menyalakan Api
 Makanan
 Pakaian
 Tempat Berlindung dan Perumahan
 Alat-Alat Transportasi

2) Sistem Mata Pencaharian (Sistem Ekonomi)

Pembahasan para ilmuwan tentang sistem mata pencaharian biasanya terfokus pada
masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

 Berburu dan Meramu


 Beternak
 Bercocok tanam di lading
 Menangkap ikan

3) Sistem Kekerabatan (Organisasi Sosial).

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer
Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk
menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-
unit kegiatan sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau
hubungan perkawinan; anggotanya terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik,
paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa
macam kelompok kekerabatan; dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar, seperti keluarga
ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal
kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga
unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi
sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk
yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

4) Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling
berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat),
dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang
lain. Melalui bahasa manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata
krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dalam segala bentuk masyarakat.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi
khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan
alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial; sedangkan fungsi bahasa secara khusus
adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra),
mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

5) Kesenian

Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai
corak kesenian, mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
Kesenian adalah karya manusia yang mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga.

Terdapat beberapa pembagian kesenian dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya membagi


seni ke dalam Seni Tari, yang meliputi tari tradisional, tari klasik, tari rakyat (social dance), tari
primitif, tari upacara, tari tertrikal dan tari kreasi baru, tari modern (modern dance/terlepas dari
gerak tari tradisional); Seni Musik yang mencakup musik tradisional (gamelan, rebab, suling
dll), musik modern (gitar, piano, biola dll);. Seni Rupa, meliputi lukis, ukir, patung, pahat; Seni
Peran (Teater) meliputi teater tradisional, teater modern, film. Adalagi pembagian seni dalam
tiga kelompok, yaitu seni rupa, seni pertunjukan, dan seni media rekam. Masih terdapat banyak
pembagian seni yang dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang kesemuanya merupakan
cara pandang seseorang atau sekelompok orang terhadap seni.

6) Sistem Kepercayaan (Religi, Agama)

Sistem kepercayaan sering kali diartikan sebagai agama. Ada kalanya sistem kepercayaan
diartikan sebagai keyakinan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang
mengendalikan manusia dan sebagai salah satu bagian jagad raya. Pengetahuan, pemahaman, dan
daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat
terbatas, sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia
tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Agama dan sistem kepercayaan seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama


(bahasa Inggris: Religion, yang berasal dari bahasa Latin religare, berarti "menambatkan"),
adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of
Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut.

“….sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk
beribadah dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap
yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.”

Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau
"5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem
pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi.

7) Sistem Pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang
benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Mereka memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang
bersifat empiris (trial and error). Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi.

 Pengetahuan Tentang Alam


 Pengetahuan Tentang Tumbuh-Tumbuhan dan Hewan di Sekitarnya
 Pengetahuan Tentang Tubuh Manusia,
 Pengetahuan Tentang Sifat dan Tingkah Laku Manusia
 Pengetahuan Tentang Ruang dan Waktu

B. Sistem Budaya

System budaya adalah bagian dari kebudayaan, yang diartikan pula adat – istiadat
mencakup system nilai budaya, system norma – norma menurut pranata – pranata yang ada di
dalam masyarakat yang bersangkutan termasuk norma agama. Menurut Keesing (dalam Saifudin
2005) Sistem budaya merupakan komponen-komponen dari suatu kebudayaan, komponen
tersebut adalah :

 Kebudayaan sebagai sistem adaptif yang fungsi utamanya adalah penyesuaian diri
masyarakat terhadap lingkungannya.
 Kebudayaan sebagai sistem kognitif yang tersusun dari apapun yang diketahui dalam
berpikir menurut cara tertentu yang berlaku bagi warga kebudayaan.
 Kebudayaan sebagai sistem struktur dari sismbol-simbol yang dimiliki analogi dengan
struktur pemikiran manusia.
 Kebudayaan sebagai sistem simbol yang terdiri simbol-simbol dan makna-makna yang
dimiliki bersama, yang dapat diidentifikasi, dan bersifat publik.

Kebudayaan sebagai sistem adaptif mempunyai fungsi sebagai sarana untuk


menyesuaikan diri terhadap lingkungan baik lingkungan alam maupun sosial. Sebagai salah satu
contoh pertanian subsistensi dengan cara peladangan berpindah merupakan strategi adaptasi
terhadap lingkungan perbukitan yang hanya mengandalkan air dari hujan. Sehingga padi yang
dikembangkan berbeda dari pada sawah. Di dalam kebudayaan industri menerapkan aturan-
aturan standar mutu adalah strategi adaptasi terhadap pasar global.

Kebudayaan sebagai sistem kognitif adalah segala sesuatu proses yang terjadi di dalam
otak manusia. Cara berpikir masyarakat tradisional, misalnya, lebih banyak mengandalkan
analogi-analogi sedangkan cara berpikir ilmiah yang memerlukan bukti-bukti untuk mendukung
pernyataannya.
Kebudayaan sebagai sistem struktur dari simbol-simbol yang dimiliki memiliki anlogi
dengan struktur pemikiran manusia. Di dalam kesenian, membuat rumah, dalam menulis cerita
komposisi yang terlahir merupakan model dari pemikiran manusia. Misalnya penempatan kanan
kiri, utara-selatan, barat-timur, hitam-putih, siang-malam merupakan salah satu model berpikir
manusia secara oposisi biner. Karena dalam berpikir manusia ikut serta bagaimana kita tahu
kanan kalau kita tidak mengetahui kiri sebelumnya. Bagaimana kita tahu malam kalau
sebelumnya kita tidak mengalami siang. Pembagian kategori yang bertentangan ini merupakan
ekspresi model berpikir yang kita sadari.

Kebudayaan sebagai sistem simbol dan makna-makna yang dimiliki bersama. Simbol
merupakan hubungan antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi. Bagi orang Indonesia
bendera merah putih (penanda) dan makna yang bisa kita baca (petanda) adalah berani dan suci.
Mungkin bagi kebudayaan lain merah putih belum tentu mempunyai makna yang sama dengan
kita. Dalam menyampaikan suatu konsepsi peranan simbol-simbol sangat penting, simbol dapat
berupa kata, angka, gerak tubuh yang bermakna. Bagaikan suatu kalimat, suatu simbol bisa
langsung dibaca maknanya, tetapi adakalanya suatu simbol tidak berdiri sendiri sehingga
maknanya bisa dibaca ketika ia muncul bersama dengan simbol-simbol lain.

C. Unsur Budaya

Unsur merupakan bagian terkecil dari suatu benda. Unsur kebudayaan adalah bagian
terkecil dari kebudayaan. Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen
atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut.

Unsur – unsur dan fungsi system budaya:

1. Melville J. Herkovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok yaitu:


 Alat – alat teknologi
 System ekonomi
 Keluarga
 Kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai salah seorang polepor teori fungsional
dalam antropologi, mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
 System norma social memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
 Organisasi ekonomi
 Alat – alat dan lembaga – lembaga atau petugas – petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
 Organisasi kekuatan (politik)

Unsur-unsur di atas tersebut, lazim disebut cultural universals. Istilah ini menunjukkan
bahwa unsur-unsur tersebut bersifat universal, yaitu dapat dijumpai pada setiap kebudayaan.
Setiap masyarakat terdapat pola-pola perilaku atau patterns of behavior. Pola-pola perilaku
merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh
semua anggota masyarakat tersebut. Setiap tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti
pola-pola perilaku masyarakta tadi, pola-pola perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan masyarakatnya. Pola-pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan
cara bertindak seseorang anggota masyarakat yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh
orang lain. Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan khususnya apabila
seseorang berhubungan dengan orang-orang lain, dinamakan social organization. Kebiasaan
tidak perlu dilakukan seseorang di dalam hubungannya dengan orang lain. Kebudayaan juga
sebagai manifestasi dari ide, gagasan, norma dan nilai. Dalam bahsa sederhana, kebudayaan idea
tau gagasan disebut dengan adat atau adat istiadat. Kebudayaan ini bersifat abstrak, tidak bisa
dilihat, hanya ada dalam pikiran manusia. Para ahli sering menyebut dengan sistem budaya atau
cultural system. Karena gagasan yang satu dengan yang lain selalu berkaitan menjadi sistem
budaya

D. Faktor-faktor Kebudayaan

Faktor adalah hal-hal yang menyebabkan/mempengaruhi terjadinya sesuatu. Faktor


kebudayaan adalah hal-hal yang menyebabkan terjadinya kebudayaan, baik itu perubahan ke
arah baik maupun kejadian yang mengarah sebaliknya. Terdapat beberapa faktor kebudayaan,
antara lain.

a. Interaksi Manusia dengan Alam

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan alam. Manusia


memanfaatkan alam untuk mencapai kehidupan yang diinginkan. Dalam hal itu dijumpai
permasalahan-permasalahan yang perlu dipecahkan dalam rangka mencapai kehidupan yang
lebih baik sebagai tujuan hidup manusia itu sendiri. Hasil pemikiran pemcahan permasalahan
itulah yang disebut kebudayaan, mulai dari ide pemecahan, tindakan pemecahan, dan hasil dari
pemecahan permasalahan tersebut.

b. Evolusi

Evolusi berarti perubahan pada sifat-sifat suatu populasi organisme dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama,
yaitu variasi, reproduksi, seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang
diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi.
Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru
dapat diperoleh dari perubahan gen dengan mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antara
spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan
oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi
ketika perbedaan-perbedaan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.

Evolusi mempengaruhi setiap aspek dari bentuk dan perilaku organisme. Yang paling
terlihat adalah adaptasi perilaku dan fisik yang diakibatkan oleh seleksi alam. Adaptasi-adaptasi
ini meningkatkan kebugaran dengan membantu aktivitas seperti menemukan makanan,
menghindari predator, dan menarik lawan jenis. Organisme juga dapat merespon terhadap seleksi
dengan berkooperasi satu sama lainnya, biasanya dengan saling membantu dalam simbiosis.
Dalam jangka waktu yang lama, evolusi menghasilkan spesies yang baru melalui pemisahan
populasi leluhur organisme menjadi kelompok baru yang tidak akan bercampur kawin.

c. Degenerasi
Degenerasi berarti kemunduran atau kemerosotan generasi (tidak sebaik generasi
sebelumnya). Degenerasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya penggunaan obat bius di
kalangan anak-anak muda dapat mengakibatkan atau kemunduran, perubahan menjadi sesuatu
yang rusak.

Kemunduran atau rusaknya suatu generasi ini dapat mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan. Dalam kebudayaan degenerasi mengakibatkan nilai-nilai yang telah dibangun dalam
taraf tertentu tidak dapat diterima generasi yang bersangkutan. Akibatnya terjadi pencarian nilai
baru yang sesuai dengan masyarakat tersebut.

d. Biome

Biome atau Ekosistem adalah komunitas organisme yang saling tergantung bersama
dengan komponen anorganik dari lingkungan mereka, termasuk air, tanah, dan udara. Bumi
adalah ekosistem terbesar, dibagi menjadi biomes atau daerah yang luas dengan iklim dan
vegetasi yang serupa. Suatu ekosistem yang besar, membentang dari kawasan geografis yang
luas, dicirikan oleh beberapa bentuk kehidupan yang dominan. Ada dua jenis dasar biome: darat,
atau berbasis darat (dari mana terdapat enam), dan perairan. Kedua jenis ini dibagi lebih jauh ke
laut dan air tawar biomes.

Dalam biome atau ekosistem, jumlah dari semua makhluk hidup disebut sebagai
komunitas biologis. Kadang-kadang istilah biota, yang mengacu pada semua flora dan fauna
(tanaman dan hewan) di suatu daerah, digunakan sebagai gantinya. Dengan demikian,
masyarakat biologis adalah konsep yang lebih besar, karena itu termasuk mikroorganisme, yang
vital bagi fungsi jaringan makanan. Makanan, yang dapat dianggap sebagai suatu jaringan saling
berhubungan rantai makanan adalah cara energi yang ditransfer melalui komunitas biologis.
Tanpa mikroorganisme yang dikenal sebagai dekomposer, kunci hubungan dalam jaringan
makanan akan hilang.

e. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial atau lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan segala benda, daya
dan keadaan serta makhluk hidup, termasuk manusia dan perilaku yang mempengaruhi
kelangsungan kehidupan dan kesejateraan manusia serta makhluk-makhluk lainnya.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah bisa hidup seorang diri. Dimanapun dan
bilamana pun manusia senantiasa memerlukan kerjasama dengan orang lain. Manusia
membentuk kelompok sosial diantara sesama dalam upayanya mempertahankan hidup dan
mengembangkan kehidupan. Dalam suatu kehidupan sosial, manusia juga memerlukan
organisasi, yaitu suatu jaringan interaksi social antar sesama untuk menjamin ketertiban sosial,
seperti keluarga, kelompok masyarakat dan lain-lain. Lingkungan sosial merupakan tempat
berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara anggota atau kelompok masyarakat
beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan
lingkungan alam dan lingkungan buatan.

Lingkungan alam hayati dan lingkungan alam non hayati merupakan bagian-bagian dari
1ingkungan al am yang berujud fisik . Lingkungan alam buatan adalah lingkungan yang dikelola
manusia untuk kepentingannyca. Manusia membentuk linglkungan dengan mengubah sumber-
sumber alam (hayati dan non hayati ) untuk kenikmatan hidup manusia. Dengan menggunakan
ketrampilan dan teknologi canggih/tepat guna dapat mengubah 1ingkungan fisik. Dalam
lingkungan buatan, manusia menjadi subyek. Contoh lingkungan buatan yaitu manusia
mengubah padang pasir menjadi daerah pertanian dengan sistem irigasi dan mekanisasi pertanian
yang baik. Dalam lingkungan alam, manusia sebagai obyek, masih hidup meramu, dengan hanya
mengumpulkan buah, daun dari alam sekitar sebagai bahan makanan. Lingkungan sosial meliputi
manusia sebagai subyek maupun obyek, sebagai perorangan dalam kaitan dengan orang lain,
dimana fungsi dan peranan manusia ditentukan oleh pranata-pranata dan nilai-nilai sosial, seperti
perkawinan, organisasi, adat, tradisi dan lain-lain.

E. Struktur Kebudayaan

Struktur biasanya diartikan sebagai susunan, membahas tentang terbentuknya suatu


bangunan. Dalam kebudayaan, pembahasan struktur selalu dikaitkan dengan ujud kebudayaan.
Ujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu kebudayaan yang berupa gagasan, aktivitas, dan
artefak atau hasil karya.

1. Gagasan (Wujud ideal)


Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba
atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga
masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan maka
lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis
warga masyarakat tersebut.

2. Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan
manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan didokumentasikan.

3. Artefak (hasil karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan
tersebut di atas.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak
bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh wujud kebudayaan ideal
mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

Selain pembagian tersebut terdapat kalsifikasi lain. Klasifikasi ini membagi kebudayaan
dalam kebudayan materiil dan kebudayaan non material. :

a) Kebudayaan Material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret.
Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu
penggalian arkeologi, seperti mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion
olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

b) Kebudayaan Non material

Kebudayaan non material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi
ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional. Menurut
Bakker (1984) kebudayaan sebagai penciptaan dan perkembangan nilai meliputi segala apa yang
ada dalam alam fisik, personal dan social yang disempurnakan untuk ralisasi tenaga manusia dan
masyarakat. Jelaslah bahwa usaha membudayakan selalu dapat dilanjutkan lebih sempurna lagi
dan tak tak akan terbentur pada suatu batas terakhir. Tetapi jelas pula bahwa bukan jumlah
kuantitatif atau mutu kualitatif nilai – nilai tersendiri mengandung kemajuan kebudayaan. Yang
menentukan hasil penciptaan dan perkembangan nilai tersebut meliputi kebudayaan subyektif
dan okebudyaan obyektif.

F. Keberadaan Seni dalam masyarakat

Daerah Watublapi terletak di desa Kajowair kecamatan Hewokloang Kabupaten Sikka di


Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mata pencaharian utama masyarakatnya adalah
bertani. Daerah ini memiliki satu kebudayaan unik dan menarik yang tidak dimiliki oleh daerah
lain di Kabupaten Sikka, yakniwarisan budaya Sako Seng. Aktivitas Sako Seng merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh para orangtua dan muda-mudi kampung dalam mencangkul lahan
pertanian secara bergotong-royong, dengan diiringi instrumen musik tempurung kelapa (Korak),
sebilah kayu (Ai) dan giring-giring (Reng) sebagai pengiringnya. Keseluruhan aktivitas sako
seng secara fundamental mempertegas ikatan persaudaraan dan kesatuan di antara masyarakat
dan keharmonisan relasi manusia dengan ritme alam. Sako seng, menjadi ciri khas masyarakat
Watublapi dalam tata kelola hidup bersama. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagaimana telah disinggung diatas, keunikan dan ke-menarikan yang merupakan ciri
khas tradisi Sako Seng mulai mengalami kemerosotan dalam pelestariannya. Tradisi semangat
gotong-royong dan etos kerja yang telah lama tumbuh dan berkembang, tergerus oleh dominasi
budaya asing yang mengandalkan proses instan dalam tata kelola hidup bersama. Tali perekat
persaudaraan yang disimbolkan melalui tradisi Sako Seng mulai dilupakan oleh generasi muda
saat ini. Bagaimana tidak, masuknya budaya mesin bajak yang memberikan tawaran “Angin
Segar” direspon baik oleh sebagian besar masyarakat. Mereka rela membayar harga tinggi
terhadap teknologi mesin karena dianggap lebih cepat, tepat, hemat waktu dan tenaga, serta lebih
instan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran cara memaknai hidup, terutama ketika
sejumlah besar masyarakat mulai menggantungkan hidupnya pada teknologi mesin tersebut.
Suasana kekeluargaan dan gotong royong yang sebelumnya diikat oleh atraksi musik Sako Seng
nyaris tidak tampak lagi.

Keberadaaan sebuah seni pertunjukan sangat bergantung kepada masyarakatnya sendiri.


Apabila masyarakat masih membutuhkan kehadirannya maka kesenian tersebut akan dibina dan
ditumbuh-kembangkan, tetapi sebaliknya apabila masyarakat tidak membutuhkan lagi maka
kesenian itu akan memudar bahkan menghilang (Suherni, 2005:166). Ungkapan Suherni relevan
dengan dinamika perkembangan kesenian masyarakat Watublapi dewasa ini. Faktanya, sebagian
besar masyarakat Watublapi masih membutuhkan kehadiran tradisi musik Sako Seng. Eksistensi
karya musik Sako Seng nyaris terancam punah. Dalam hal ini Mama Karo cukup berjasa dalam
menyelamatkan warisan budayaan leluhur yang hampir dilupakan tesebut. Ide-idenya yang
kreatif cukup merangsang lahirnya semangat baru dalam menggali dan mengembangkan warisan
budaya yang telah lama tekubur oleh kemodernnan zaman.

Pengembangan kreativitas ini dilihat dari perbedaan latar tempat, fungsi pementasan, dan
komposisi kekaryaannya. Atraksi kesenian Sako Seng yang dahulu ada dan terjadi di area
perladangan, kini hadir dalam arena panggung kesenian bergengsi. Sebelumnya atraksi kesenian
Sako Seng hanya berfungi sebagai penyemangat dalam bekerja, kini beralih fungsi sebagai
hiburan. Sako Seng yang pada era sebelumnya monoton dengan suara tempurung (Korak) dan
gerak ayunan cangkul, kini dihibridasi oleh komposisi suara Korak dan suara Gong Waning
(Gong dan Gendang)_artinya seperangakat alat musik yang terdiri dari 6 buah gong dan 2 buah
waning (gendang), serta sebilah bambu berukuran kira-kira 1 meter panjangnya, yang dimainkan
dengan cara dipukul/ditabuh (Yohanse Carlos, 2010), serta gerakan tangan para penari. Kesenian
Sako Seng yang dipelopori oleh Ibu Karo atau dengan sapaan akrab Mama Karo ini, berhasil
dipentaskan di panggung kesenian pertama kali pada bulan Oktober tahun 2012 di Kupang,
dalam acara pelantikan Gubernur. Mama Karo adalah seorang ibu rumah tangga yang dalam
kesehariannya berkecimpung di dunia tani. Bersama kelompok sanggar musik Bliran Sina
membawakan atraksi kesenian Sako Seng-nya, iaberhasil menghipnotis penonton dengan
instrumen musik khas Korak, Ai, dan properti tari Cangkul yang hampir punah dikalangan
masyarakat dewasa ini. Kini atraksi kesenian Sako Seng menjadi aset budaya yang tumbuh dan
berkembang bahkan menjadi simbol identitas masyarakat Watublapi. Bersama kelompoknya,
mereka membangun sanggar seni tari dan musik yang diberi nama sanggar Bliran Sina. Dengan
hadirnya sanggar ini mereka merekrut anggota, baik pria maupun wanita dari usia yang muda
hingga usia tua. Sanggar Bliran Sina berhasil mengharumkan nama baik masyarakat spesifikasi
masyarakat Watublapi dan Indonesia pada umumnya.

Mereka berhasil mementaskan atraksi karya musik Sako Seng ini dalam berbagai even di
provinsi NTT, bahkan hingga kini sanggar Bliran Sina berhasil melanglang buana ke tingkat
internasional. Salah satu negara yang pernah dikunjungi adalah negara Australia, yakni pada
tanggal 15 Mei 2009, dalam even Kolaborasi Musik antara Band Lilia dari masyarakat Aborigin
dengan grup sanggar Bliran Sina Watublapi. Tidak dapat dipungkiri bahwa atraksi kesenian
musik Sako Seng kini mengalami perkembangan yang sangat pesat.
HUBUNGAN DIFUSI DAN AKULTURASI BUDAYA DENGAN SENI

DIFUSI

A. Pengertian Difusi

Proses difusi (diffusion) adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan ke seluruh


dunia. Difusi merupakan salah satu objek ilmu penelitian antropologi, terutama sub-ilmu
antropologi diakronik. Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur
kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama sebagai proses di
mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu kebudayaan, dan harus diterima oleh
individu-individu dari kebudayaan lain.

W.A. Haviland menyatakan bahwa difusi adalah penyebaran kebiasaan atau adat istiadat
dari kebudayaan satu kepada kebudayaan lain. Proses difusi berlangsung menggunakan teknik
meniru atau imitasi. Meniru lebih mudah daripada menciptakan sendiri, terutama tentang hal-hal
yang baru.

Menurut Koentjaraningrat, difusi adalah proses pembiakan dan gerak penyebaran atau
migrasi yang disertai dengan proses penyesuaian atau adaptasi fisik dan sosial budaya dari
makhluk manusia dalam jangka waktu beratus-ratus ribu tahun lamanya sejak zaman purba.

B. Difusi sebagai Bentuk Dinamika Budaya

Pada hakikatnya tidak ada kebudayaan yang statis, karena manusia selalu bergerak.
Gerak manusia itu terjadi karena hubungan dengan manusia lainnya, ataupun oleh karena
terjadinya hubungan antar kelompok-kelompok manusia di dalam masyarakat kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri.

Menurut Smith dan Ferry, “Penyebaran atau difusi kebudayaan telah terjadi sejak zaman
dahulu yang berpangkal di mesir kini bergerak ke laut tengah, afrika, india, indonesia, polinesia
dan amerika ( heliolithic theory).”
Hall dan Whyte menyatakan bahwa, “Hubungan antara dua budaya dijembatani oleh
perilaku- perilaku komunikasi antara administrator yang mewakili suatu budaya dan orang

-orang yang mewakili budaya lain.” Artinya, hubungan yang terjadi di antara dua budaya
tersebut, dihubungkan oleh perilaku komunikasi antara yang mewakili suatu budaya, dengan
orang yang mewakili budaya yang lain.

Dapat disimpulkan bahwa difusi kebudayaan ialah tersebarnya suatu kebudayaan atau
masuknya unsur budaya masyarakat ke dalam masyarakat lain melalui interaksi sosial. Bentuk
konkret dari interaksi itu adalah komunikasi

C. Bentuk-bentuk Difusi

Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi karena
dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain di
dunia. Hal ini terutama terjadi pada jaman prehistori, puluhan ribu tahun yang lalu, saat manusia
yang hidup berburu pindah dari suatu tempat ke tempat lain yang jauh sekali, saat itulah unsur
kebudayaan yang mereka punya juga ikut berpindah.

Penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak hanya terjadi ketika ada perpindahan dari
suatu kelompok manusia dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga dapat terjadi karena adanya
individu-individu tertentu yang membawa unsur kebudayaan itu hingga jauh sekali. Individu-
individu yang dimaksud adalah golongan pedagang, pelaut, serta golongan para ahli agama. 5
Bentuk difusi yang lain lagi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi ketika
individu-individu dari kelompok tertentu bertemu dengan individu-individu dari kelompok
tetangga. Pertemuan-pertemuan antara kelompok-kelompok itu dapat berlangsung dengan 3 cara,
yaitu :

1) Hubungan symbiotic

Hubungan symbiotic adalah hubungan di mana bentuk dari kebudayaan itu masing-
masing hampir tidak berubah. Contohnya adalah di daerah pedalaman negara Kongo, Togo, dan
Kamerun di Afrika Tengah dan Barat; ketika berlangsung kegiatan barter hasil berburu dan hasil
hutan antara suku Afrika dan suku Negrito. Pada waktu itu, hubungan mereka terbatas hanya
pada barter barang-barang itu saja, kebudayaan masing-masing suku tidak berubah.

2) Penetration pacifique (pemasukan secara damai)

Salah satu bentuk penetration pacifique adalah hubungan perdagangan. Hubungan


perdagangan ini mempunyai akibat yang lebih jauh dibanding hubungan symbiotic. Unsur-unsur
kebudayaan asing yang dibawa oleh pedagang masuk ke kebudayaan penemrima dengan tidak
disengaja dan tanpa paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing oleh para penyiar agama
itu juga dilakukan secara damai, tetapi hal itu dilakukan dengan sengaja, dan kadang-kadang
dengan paksa.

3) Penetration violante (pemasukan secara kekerasan/tidak damai)

Pemasukan secara tidak damai ini terjadi pada hubungan yang disebabkan karena
peperangan atau penaklukan. Penaklukan merupakan titik awal dari proses masuknya
kebudayaan asing ke suatu tempat. Proses selanjutnya adalah penjajahan, di sinilah proses
pemasukan unsur kebudayaan asing mulai berjalan.

Ada juga difusi yang disebut stimulus diffusion. Stimulus diffusion adalah proses difusi
yang terjadi melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret suku-suku bangsa. Konsep
stimulus diffusion juga kadang dipergunakan ketika ada suatu unsur kebudayaan yang dibawa ke
dalam kebudayaan lain, di mana unsur itu mendorong (menstimulasi) terjadinya unsur-unsur
kebudayaan yang dianggap 6 sebagai kebudayaan yang baru oleh warga penerima, walaupun
gagasan awalnya berasal dari kebudayaan asing tersebut.

4) Proses difusi

Proses difusi terbagi dua macam, yaitu:

c) Difusi langsung, jika unsur-unsur kebudayaan tersebut langsung menyebar dari suatu lingkup
kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan penerima.
d) Difusi tak langsung terjadi apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi singgah dan
berkembang dulu di suatu tempat untuk kemudian baru masuk ke lingkup kebudayaan
penerima.
Difusi tak langsung dapat juga menimbulkan suatu bentuk difusi berangkai, jika unsur-
unsur kebudayaan yang telah diterima oleh suatu lingkup kebudayaan kemudian menyebar lagi
pada lingkup-lingkup kebudayaan lainnya secara berkesinambungan.

D. Contoh-contoh difusi

Musik Zapin didominasi oleh permainan rebana, petikan gambus, pukulan gong dan
alunan serunai. Kesenian ini dapat kita jumpai di Riau, Palembang, Deli, Aceh, Singapura hingga
Malaysia. Asal usul musik zapin berasal dari tanah Jazirah Arab lalu kemudian berkembang ke
penjuru dunia. Zapin awalnya hanya merupakan hiburan untuk para raja-raja di istana yang
dibawa oleh para pedagang-pedagang di awal abad ke-16. Kemudian ketika dibukanya terusan
Suez terjadi arus migrasi, orang Arab dan Mesir mulai memasuki Hindia Belanda pada tahun
1870 hingga tahun 1880 mereka membawa alat musik Gambus dan bermain musik Arab.
Kemudian kesenian ini bercampur dengan musik Tradisional dengan menambahkan Syair,
Gurindam dan memakai alat musik Tradisional lokal seperti Gong, Serunai dan lainnya.
Seiring berkembangnya zaman dikarenakan orang Arab yang menyebar ke daerah
migrasi, para seniman di masing-masing daerah pun mulai memperkaya musik ini dengan
menambahkan tarian, hingga sekarang dapat kita kenal dengan Tari Zapin. Dalam
perkembangannya tarian Zapin ini hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun seiring
berkembangnya penari perempuan pun ikut serta ditampilkan, dan kadang juga ditarikan secara
berpasangan

AKULTURASI

A. Pengertian Akulturasi

Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila suatu
kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat
laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri. Secara singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan
atau lebih sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.

Istilah akulturasi berasal dari bahasa Latin “acculturate” yang berarti “tumbuh dan
berkembang bersama”. Secara umum, pengertian akulturasi (acculturation) adalah perpaduan
budaya yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli dalam
budaya tersebut. Misalnya, proses percampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan
berlangsung dalam waktu yang lama sehingga bisa saling memengaruhi.

Sedangkan, menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila
kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda.
Syarat terjadinya proses akulturasi adalah adanya persenyawaan (affinity) yaitu penerimaan
kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya keseragaman (homogenity) seperti nilai baru
yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya.

B. Masalah yang Timbul dalam Akulturasi

Dalam meneliti akulturasi, ada lima golongan masalah mengenai akulturasi, yaitu:

1. masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu


proses akulturasi dalam suatu masyarakat.
2. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan asing apa yang mudah diterima, dan unsur-
unsur kebudayaan asing apa yang sukar diterima oleh masyarakat penerima.
3. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau diubah, dan
unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh unsur-unsur kebudayaan
asing.
4. masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima, dan individu-
individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur kebudayaan asing.
5. masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang timbul sebagai
akibat akulturasi.
C. Hal-hal Penting Mengenai Akulturasi

Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan oleh para peneliti yang akan meneliti akulturasi
adalah :

1. keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan.

Bahan mengenai keadaan masyarakat penerima sebenarnya merupakan bahan tentang


sejarah dari masyarakat yang bersangkutan. Apabila ada sumber-sumber tertulis, maka bahan itu
dapat dikumpulkan dengan menggunakan metode yang biasa dipakai oleh para ahli sejarah. Bila
sumber tertulis tidak ada, peneliti harus mengumpulkan bahan tentang keadaan masyarakat
penerima yang kembali sejauh mungkin dalam ruang waktu, misalnya dengan proses wawancara.
Dengan demikian, seorang peneliti dapat mengetahui keadaan kebudayaan masyarakat penerima
sebelum proses akulturasi mulai berjalan. Saat inilah yang disebut “titik permulaan dari proses
akulturasi” atau base line of acculturation.

2. Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.

Individu-individu ini disebut juga agents of acculturation. Pekerjaan dan latar belakang
dari agents of acculturation inilah yang akan menentukan corak kebudayaan dan unsur-unsur apa
saja yang akan masuk ke dalam suatu daerah. Hal ini terjadi karena dalam suatu masyarakat,
apalagi jika masyarakat itu adalah masyarakat yang luas dan kompleks, warga hanya mengetahui
sebagian kecil dari kebudayaannya saja, biasanya yang berkaitan dengan profesi dan latar
belakang warga tersebut.

3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke dalam
kebudayaan penerima.

Hal ini penting untuk mengetahui gambaran yang jelas dari suatu proses akulturasi.
Contohnya adalah apabila kita ingin mengetahui proses yang harus dilalui oleh kebudayaan pusat
untuk masuk ke dalam kebudayaan daerah, maka saluran-salurannya adalah melalui sistem
propaganda dari partai-partai politik, pendidikan sekolah, garis hirarki pegawai pemerintah, dan
lain-lain.
4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan
asing tadi

Kadang, unsur-unsur kebudayaan asing yang diterima tiap golongan-golongan dalam


masyarakat berbeda-beda. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagian-bagian mana dari
masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.

5. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing, Terbagi menjadi 2
reaksi umum, yaitu reaksi “kolot” dan reaksi “progresif”.

Reaksi “kolot” adalah reaksi menolak unsur-unsur kebudayaan asing, yang pada akhirnya
akan menyebabkan pengunduran diri pihaknya dari kenyataan kehidupan masyarakat, kembali ke
kehidupan mereka yang sudah kuno. Reaksi “progresif” adalah reaksi yang berlawanan
dengan”kolot”, reaksi yang menerima unsur-unsur kebudayaan asing.

D. Proses Akulturasi

Salah satu proses terbentuknya akulturasi adalah kontak budaya. Macam – macam kontak
budaya yaitu:

1. Kontak sosial

Kontak sosial bisa terjadi pada individu atau kelompok masyarakat. Tentunya budaya
baru tersebut merupakan budaya yang bisa di manfaatkan dan mempermudah dalam melakukan
sesuatu atau berupa material. Budaya seperti ini akan cepat terserap.

2. Kontak dalam dua situasi

Kontak budaya dalam dua kondisi berarti kondisi yang aman atau bersahabat, dan kondisi
yang mencekam atau sedang bermusuhan. Sebagai contoh ketika indonesia sedang di jajah oleh
belanda. Kemudian beberapa budaya dari belanda masuk ke budaya indonesia yang kemudian
bercampur dan m=sekarang budaya tersebut telah menjadi budaya baru yang masih mempunyai
khas indonesia.
3. Kontak budaya antara kelompok yang menguasai dan di kuasai

Kelompok penguasa yang mempunyai teknologi bahasa dan budaya merupakan


kelompok yang mudah untuk menyebarkan budayanya. Budaya tersebut kemudian akan di
gabungkan oleh kelompok yang di kuasainya dan lahirlah kebudayaan baru.

E. Contoh Akulturasi Budaya

Daerah Watublapi terletak di desa Kajowair kecamatan Hewokloang Kabupaten Sikka di


Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mata pencaharian utama masyarakatnya adalah
bertani. Daerah ini memiliki satu kebudayaan unik dan menarik yang tidak dimiliki oleh daerah
lain di Kabupaten Sikka, yakni warisan budaya Sako Seng. Aktivitas Sako Seng merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh para orangtua dan muda-mudi kampung dalam mencangkul lahan
pertanian secara bergotong-royong, dengan diiringi instrumen musik tempurung kelapa (Korak),
sebilah kayu (Ai) dan giring-giring (Reng) sebagai pengiringnya. Keseluruhan aktivitas sako
seng secara fundamental mempertegas ikatan persaudaraan dan kesatuan di antara masyarakat
dan keharmonisan relasi manusia dengan ritme alam. Sako seng, menjadi ciri khas masyarakat
Watublapi dalam tata kelola hidup bersama.

Proses akulturasi seperti yang dikemukakan oleh Heppy Elrais (2002:20) adalah fakta
yang riil terjadi dalam masyarakat Watublapi dewasa ini. Apalagi dengan munculnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan lahirnya Revolusi Industri yang lebih
mengedepankan dan mengandalkan tenaga mesin, masyarakat seolah merasa bebas dari beban
yang diembannya selama bertahun-tahun. Mereka lebih asyik menikmati kemoderenan zaman,
namun lupa akan warisan leluhur generasi sebelumnya yang sangat berharga itu. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Wahyudiyanto (2005:120) bahwa, ketika generasi sudah tidak lagi
menganggap apaapa yang diwarisi oleh geneasi sebelumnya karena terlampau silau oleh hal-hal
yang bernama modern, maka nasionalisme menjadi goyah, identitas kehilangan unikumnya.
Masyarakat kemudian berlomba lomba mengejar idealitas modern seakan-akan segala yang
dimiliki ketinggalan jauh di belakang. Katakata modern secara metaforik dapat dikatakan sebagai
perwakilan dari budaya mesin, lantaran mesin merupakan ciri utama dari kemoderenan suatu
zaman. Hingga saat ini akulturasi tumbuh dan berkembang dalam budaya agraris masyarakat
Watublapi. Pengkotakan status sosial atau boleh dikatakan diskriminasi dalam masyarakat pun
mulai terjadi. Klasifikasi masyarakat “pro” dan masyarakat “kontra” seakan memberikan ruang
dan ideologi hidup yang semakin menunjukan perbedaan. Akulturasi memunculkan tembok
pemisah yang menjulang tinggi dalam masyarakat. Masyarakat “kontra” dinilai ketinggalan
zaman, sulit menerima kebudayaan luar, menutup diri dan kurang pergaulan. Hidup dalam era
mesin (masyarakat pro), identik dengan hidup enak, tidak kenal susah, selalu berkecukupan,
serba bisa, dan serba jadi (instant). Oleh karena itu, hidup dalam era mesin muncul budaya:
mental enak atau eassy Going, budaya malas, budaya berpangku tangan, kehilangan etos kerja,
egois, dan individualistis, sedangkan dalam era Sako Seng (masyarakat kontra), identik dengan
hidup serba kekurangan, kurang ekonomi, kurang diperhatikan, dan lain sebagainya. Namun
demikian, dalam era Sako Seng lahir budaya: etos kerja yang tinggi, semangat gotong royong,
sosialis, idealis, toleransi dan emansipasi.

Akulturasi budaya mesin pada masyarakat agraris Watublapi meng-akibat-kan lahirnya


diskriminasi tipe masyarakat yang dualisme. Wajah dualisme tersebut adalah masyarakat pro
yang kemudian hidup dan mengalami era mesin, dan masyarakat kontra yang tetap hidup pada
budaya Sako Seng dan tidak mengalami budaya mesin. Masyarakat kontra menjaga dan
mempertahankan, bahkan mengembangkan warisan budaya Sako Seng ke ranah seni yang lebih
tinggi tingkatannya. Hal ini pula yang memunculkan kreativitas seni etnik dalam masyarakat.
Berbicara soal kreativitas, Wahyudiyanto (2005:12) menambahkan bahwa tanpa adanya kreatif
dari para pelaku seni, kelangsungan seni etnik tidak mempunyai nilai etalatif sebagai tuntutan
kehidupannya sendiri. Dengan demikian pengembangan ide-ide kreatif sangatlah penting dalam
pelestarian nilai kearifan lokal masyarakat.

F. Bentuk-bentuk Akulturasi

Menurut para antropolog, percampuran budaya terjadi dalam berbagai bentuk sebagai
berikut:

1) Substitusi
Unsur budaya lama diganti dengan unsur budaya baru yang memberikan nilai lebih bagi
para penggunanya. Contohnya, para petani mengganti alat pembajak sawah oleh mesin pembajak
seperti traktor.

2) Sinkretisme

Unsur-unsur budaya lama yang berfungsi padu dengan unsur-unsur budaya yang baru
sehingga membentuk sistem baru. Perpaduan ini sering terjadi dalam sistem keagamaan,
contohnya agama Trantayana di zaman Singosari yang merupakan perpaduan antara agama
Buddha dan Hindu. Demikian juga pada tradisi keagamaan orang Jawa yang masih
memperlihatkan perpaduan antara agama Hindu dan Islam.

3) Penambahan (Addition)

Unsur budaya lama yang masih berfungsi ditambah unsur baru sehingga memberikan
nilai lebih. Contohnya, di Kota Yogyakarta, penggunaan kendaraan bermotor melengkapi sarana
transportasi tradisional, seperti becak dan andong.

4) Penggantian (Deculturation)

Unsur budaya lama hilang karena diganti oleh unsur baru. Contohnya, delman atau
andong diganti oleh angkot atau angkutan bermotor.

5) Originasi

Masuknya unsur budaya baru yang sebelumnya tidak dikenal menimbulkan perubahan
besar dalam kehidupan masyarakatnya. Contohnya, proyek listrik masuk desa menimbulkan
perubahan besar dalam ke hidupan masyarakat desa. Energi listrik tidak hanya meng gantikan
lampu teplok dengan lampu listrik, tetapi juga mengubah perilaku masyarakat desa akibat
masuknya berbagai media elektronik, seperti televisi, radio, dan film.

6) Penolakan (Rejection)

Akibat adanya proses perubahan sosial budaya yang begitu cepat menimbulkan dampak
negatif berupa penolakan dari sebagian anggota masyarakat yang tidak siap dan tidak setuju
terhadap proses percampuran tersebut. Salah satu contoh, masih ada sebagian orang yang
menolak berobat ke dokter dan lebih percaya ke dukun.

DAFTAR PUSTAKA

Kojaing Khatarina. 2017. Musik Sako Seng dan Akulturasi: fenomena kebudayaan ditinjau dari
segi dampaknya pada masyarakat Watublapi Flores NTT: Ekpresi Seni: Jurnal Ilmu
Pengetahuan dan Karya Seni. ISI Padang Panjang. 2017. Vol 19

Anggita, Jenny. 2016. Jurnal: Kebudayaan sebagai Sistem Struktur: Suatu Perspektif
Strukturalisme dan Cultural Studies.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Antropologi. PT Rineka Cipta. Jakarta.

William A. Haviland. 1993. Antropologi. Erlangga. Jakarta.

Sutardi, T. 2009. Antropologi, Mengungkap Keragaman Budaya 1 : Untuk Kelas XI Sekolah


Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan Departemen Nasional,
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Erika. 2007. Makalah Kebudayaan: Difusi, Akulturasi dan Asimilasi: Konsep, Contoh dan
Perbedaannya. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai