Anda di halaman 1dari 43

Pendidikan Kebudayaan Daerah

BAB I
HAKIKAT KEBUDAYAAN

Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa diharapkan memahami hakikat
kebudayaan yang meliputi asal usul kebudayaan, mengapa manusia tidak dapat lepas dari
kebudayaan, cirri-ciri kebudayaan serta manfaat kebudayaan.

A. Pendahuluan

Manusia adalah makhluk yang berakal, dengan akalnya itu ia menghasilkan berbagai
alat dan cara untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Budaya merupakan ciptaan
manusia, tetapi budaya menguasai kehidupan manusia karena itu kebudayaan disebut
superorganik. Manusia yang berada di suatu tempat dan menghasilkan kebudayaan disebut
masyarakat. Kebudayaan merupakan upaya manusia dalam mengolah atau memanfaatkan
alam agar ia dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya.

Gambar 1.1 Salah satu cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan.

B. Pengertian Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga
sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 1


Pendidikan Kebudayaan Daerah

struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-
benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

C. Ciri-Ciri Kebudayaan

Ciri-ciri kebudayaan adalah sebagai berikut.


1. Diciptakan oleh manusia melalui perasaan (rasa), kemauan (karsa) dan hasil (karya).
2. Dibutuhkan oleh manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan.
3. Diperoleh manusia melalui belajar.
4. Diwariskan dari generasi ke generasi secara non-genetis.
5. Dimiliki dan diakui oleh masyarakat.
6. Dinamis (berubah-ubah).
7. Dapat berupa gagasan (ide),tindakan (perilaku) dan hasil karya yang berbentuk
material (kebendaan)

D. Jenis-Jenis Kebudayaan

1. Mentifect : kebudayaan yang bersifat abstrak atau tidak nampak yaitu berupa aspek
mental yang melandasi perilaku dan hasil kebendaan manusia,termasuk didalamnya
ide,gagasanpemikiran,kepercayaan,ideologi,sikap dan pandangan-pandangan manusia
tentang alam semesta.
2. Sosiofact : kebudayaan yang menempatkan manusia sebagai anggota masyarakat,
seperti sistem nilai,sistem moral,sistem norma dan adat-istiadat.
3. Artifact : kebudayaan material atau kebendaan seperti rumah, pakaian, perkakas
rumah tangga,peralatan bekerja,dan sebagainya.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 2


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Gambar 1.2. Artifact


E. Wujud Budaya

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas,
dan artefak.
1. Gagasan(Wujuddanideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak;
tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala
atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat
tersebut.
2. Aktivitas(tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem
sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak(karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan,
dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak
bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

F. Unsur-Unsur Budaya

Unsur-unsur budaya membedakan kebudayaan satu daerah dengan daerah yang lain.
Unsur-unsur budaya meliputi, IPTEK, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem bahasa,
sistem kesenian, sistem kepercayaan, dan sistem politik.

1. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia
tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku
bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu,
dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and
error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
a. pengetahuan tentang alam
b. pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
c. pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku
sesama manusia
d. pengetahuan tentang ruang dan waktu

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 3


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Teknologi adalah semua cara dan alat yang dipergunakan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai,
serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara
manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa
keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup
dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga
sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
a. alat-alat produktif
b. senjata
c. wadah
d. alat-alat menyalakan api
e. makanan
f. pakaian
g. tempat berlindung dan perumahan
h. alat-alat transportasi

2. Sistem ekonomi : berhubungan dengan alokasi produksi,tenaga kerja dan distribusi.

3. Sistem sosial
Terdapat pengaturan tentang perkawinan,tempat tinggal,sistem kekerabatan
keluarga,jaringan sosial antar individu berdasarkan perkawinan (affinity) dan
keturunan darah (consanguinity). Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang
dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan
bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia
membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat
mereka capai sendiri.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat
dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang
bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga
yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan
terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek
dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok
kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga
ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga
mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga
bilateral, dan keluarga unilateral.

4. Sistem politik
Jalan, cara dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu.

5. Sistem kepercayaan
Kesadaran akan keterbatasan yang ada pada manusia, kesadaran akan adanya
kekuatan supranatural melahirkan sistem kepercayaan. Ada kalanya pengetahuan,
pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dalam menguasai dan
mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul
keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga
mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu,

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 4


Pendidikan Kebudayaan Daerah

baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan
dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan
kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin
religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting
dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi
dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut: ... sebuah institusi dengan
keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan
menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang
harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.

6. Sistem bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk
saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan
(bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada
lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri
dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah
membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan
fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan
fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan
sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk
mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa merupakan kebutuhan
manusia untuk sarana berpikir dan berinteraksi sosial. Bahasa berisi simbol-simbol
atau lambang untuk mengkomunikasikan ide gagasan atau pemikiran.

7. Sistem kesenian
Pranata yang dipergunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam
jiwa manusia. Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga.
Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai
corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang
kompleks.

G. Kebudayaan di antara masyarakat

Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-
kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan
kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan,
pandangan politik dan gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan
kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung
pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa
banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan
komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
a. Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan
sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 5


Pendidikan Kebudayaan Daerah

b. Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di
Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan
kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam
masyarakat asli.
c. Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan
asli tanpa campur tangan pemerintah.
d. Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok
minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara
damai dengan kebudayaan induk.

H. Kebudayaan menurut Wilayah

Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan
kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan
informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.
1. Afrika.
Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti
kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh
kebudayaan Arab dan Islam.
2. Amerika
Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika;
orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama
Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.
3. Asia
Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu,
beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan
lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea,
dan Vietnam. Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak mempengaruhi
kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga
turut mempengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.
4. Australia
Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan
Amerika. Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan dan disesuaikan
dengan lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli
benua Australia, Aborigin.
5. Eropa
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah
dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan
ini telah diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna
bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh
kebudayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan
Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak
mengalami kemunduran beberapa tahun ini.
6. Timur Tengah dan Afrika Utara
Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat
dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang
berkembang di daerah ini.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 6


Pendidikan Kebudayaan Daerah

BAB II
KEBUDAYAAN DAERAH DAN KEBUDAYAAN NASIONAL

Tujuan Pembelajaran

A. Kebudayaan Daerah

Kebudayaan daerah diartikan sebagai kebudayaan yang khas yang terdapat pada
wilayah tersebut. Kebudayaan daerah di Indonesia sangatlah beragam. Menurut
Koentjaraningrat kebudayaan daerah sama dengan konsep suku bangsa. Suatu kebudayaan
tidak terlepas dari pola kegiatan masyarakat. Keragaman budaya daerah bergantung pada
faktor geografis. Semakin besar wilayahnya, maka makin komplek perbedaan kebudayaan
satu dengan yang lain. Jika kita melihat dari ujung pulau Sumatera sampai ke pulau Irian
tercatat sekitar 300 suku bangsa dengan bahasa, adat-istiadat, dan agama yang berbeda.

B. Konsep Kebudayaan Daerah


\
Konsep Suku Bangsa / Kebudayaan Daerah. Tiap kebudayaan yang hidup dalam
suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai kota, sebagai
kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak khas
yang terutama terlihat orang luar yang bukan warga masyarakat bersangkutan. Sebaliknya,
terhadap kebudayaan tetangganya, ia dapat melihat corak khasnya, terutama unsur-unsur
yang berbeda menyolok dengan kebudayaannya sendiri. Pola khas tersebut berupa wujud
sistem sosial dan sistem kebendaan. Pola khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena
kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa berupa suatu unsur kebudayaan
fisik dengan bentuk yang khusus yang tidak terdapat pada kebudayaan lain.
Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan perbedaan-perbedaan kebudayaan,
yang tercermin pada pola dan gaya hidup masing-masing. Menurut Clifford Geertz, di
Indonesia terdapat 300 suku bangsa dan menggunakan kurang lebih 250 bahasa daerah. Akan
tetapi apabila ditelusuri, maka sesungguhnya berasal dari rumpun bahasa Melayu
Austronesia.

Gambar 2. 1. Clifford geertz

Kriteria yang menentukan batas-batas dari masyarakat suku bangsa yang menjadi
pokok dan lokasi nyata suatu uraian tentang kebudayaan daerah atau suku bangsa (etnografi)
adalah sebagai berikut:
a. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 7


Pendidikan Kebudayaan Daerah

b. Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh identitas penduduk sendiri.


c. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh wilayah geografis (wilayah secara
fisik)
d. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologis.
e. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mempunyai pengalaman sejarah
yang sama.
f. Kesatuan penduduk yang interaksi di antara mereka sangat dalam.
g. Kesatuan masyarakat dengan sistem sosial yang seragam.

Perbedaan-perbedaan ini menimbulkan berbagai kebudayaan daerah yang berlainan,


terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi mereka dan perwujudan kebudayaan
yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut (cultural activities), misalnya
nelayan, pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Pulau yang terdiri dari daerah pegunungan
dan daerah dataran rendah yang dipisahkan oleh laut dan selat, akan menyebabkan
terisolasinya masyarakat yang ada pada wilayah tersebut. Akhirnya mereka akan
mengembangkan corak kebudayaan yang khas dan cocok dengan lingkungan geografis
setempat.
Dari pola kegiatan ekonomi kebudayaan daerah dikelompokan beberapa macam.
Kebudayaan Pemburu dan Peramu
Kelompok kebudayaan pemburu dan peramu ini pada masa sekarang hampir tidak
ada. Kelompok ini sekarang tinggal di daerah-daerah terpencil saja.
Kebudayaan Peternak
Kelompok kebudayaan peternak/kebudayaan berpindah-pindah banyak dijumpai di
daerah padang rumput.
Kebudayaan Peladang
Kelompok kebudayaan peladang ini hidup di daerah hutan rimba. Mereka menebang
pohon-pohon, membakar ranting, daun-daun dan dahan yang ditebang. Setelah bersih
lalu ditanami berbagai macam tanaman pangan. Setelah dua atua tiga kali ditanami,
kemudian ditinggalkan untuk membuka ladang baru di daerah lain.
Kebudayaan Nelayan
Kelompok kebudayaan nelayan ini hidup di sepanjang pantai. Desa-desa nelayan
umumnya terdapat di daerah muara sungai atau teluk. Kebudayaan nelayan ditandai
kemampuan teknologi pembuatan kapal, pengetahuan cara-cara berlayar di laut,
pembagian kerja nelayan laut.
Kebudayaan Petani Pedesaan
Kelompok kebudayaan petani pedesaan ini menduduki bagian terbesar di dunia.
Masyarakat petani ini merupakan kesatuan ekonomi, sosial budaya dan administratif
yang besar. Sikap hidup gotong royong mewarnai kebudayaan petani pedesaan.

Erat hubungan antara kebudayaan dengan masyarakat dinyatakan dalam kalimat,


“masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan,
sehingga tidak ada masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan. Sebaliknya tidak ada
kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya”. Dalam pengertian
kebudayaan daerah sangatlah sulit, karena mencakup lingkup waktu dan lingkup daerah
geografisnya. Dalam lingkup waktu dan daerah diartikan sebagai kebudayaan yang belum
dapat pengaruh asing dari manapun, baik Hindu-Budha, Islam dan Barat. Kebudayaan asli
Indonesia menurut Van Leur ada 10 macam kebudayaan asli:
Kemampuan Berlayar
Menurut teori pada umumnya, bangsa Indonesia berasal dari Vietnam sebagai daerah
kedua, sebelumnya dari tiongkok selatan penyebarannya tentulah mepergunakan tata

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 8


Pendidikan Kebudayaan Daerah

pelayaran. Daerah yang dijelajahinya sampai pada Madagaskar. Sangat mungkin


untuk jarak dekat dilakukan dengan menggunakan rakit sederhana, sedangkan jarak
jauh menggunakan perahu yang bercadik. Cadik (outriggers) dibuat dari kayu
(bamboo) dipasang kiri kanan perahu, fungsinya mengurangi olengan di laut, inilah
salah satu ciri budaya orang-orang yang berbahasa Austronesia.
Kepandaian Bersawah
Budaya bersawah telah dikenal sejak zaman neolitikom. Kemudian di perbaharui
dengan kebudayaan perungu, sehingga pengolahan sawah lebih intesif.
Astronomi
Pengetahuan perbintangan (astronomi) secara sederhana telah dikenal dalam
hubungannya untuk pelayaran demi mengenal arah,atau pun untuk pertanian. Untuk
pelayaran dipergunakan Gubug Penceng (Zuider Kruis) guna tahu arah selatan,
sedangkan untuk pertanian di kenal Bintang Waluku (Grote Beer) yang bila sudah
tampak waktu tertentu berarti dimulaiinya melakukan cocok tanam di sawah.

Gambar 2.3. Bintang Gubug Penceng (kiri) dan Bintang Waluku (Kanan)

Mengatur Masyarakat
Adanya pimpinan terpilih dari masyarakat (primus inter pares). Orang mempunyai
kemampuan paling baik diantara masyarakat yang ada.
Sistem Macapat
Macapat berarti cara yang didasarkan pada jumlah empat dalam pengaturan
masyarakat. Pemimpin berada ditengah antara Barat, Timur, Selatan, dan Utara. Pada
masa sekarang dikonsepkan sebagai alun-alun yang terdapat semua daearah.
Wayang
Wayang pada mulanya merupakan sarana untuk upacara kepercayaan. Nenek moyang
yang telah meninggal dibuatkan arca perwujudan. Boneka perwujudan dimainkan
dengan iringan cerita dan nasehat.
Gamelan
Gamelan merupakan perlengkapan peralatan dalam upacara adat.
Batik
Seni batik dibuat pada kain putih dengan mempergunakan canting sebagai alat
tulisnya, sehingga diperoleh batik tulis. Kebudayaan batik terdapat pada semua daerah
dengan motif berbeda.
Seni Logam
Kerajinan logam sejalan dengan budaya batik dan budaya gamelan sebagai sarana dua
macam sarana tersebut.
Perdagangan

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 9


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Perdagangan pada daerah-daerah kebudayaan dengan pola sama yaitu sistem barter.
Pada garis besarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat suku-suku bangsa
Indonesia memakai sistem kekerabatan bilateral, yaitu sistem kekerabatan yang mendasarkan
garis keturunan dari ayah dan garis ibu secara berimbang. Anak-anak yang lahir dapat masuk
ke dalam kerabat ayahnya dan kerabat ibunya secara bersama-sama. Sistem inilah yang
banyak berlaku pada kebudayaan daerah di Indonesia. Sebagian kecil kebudayaan daerah
dalam sistem kekerabatan unilateral matrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang hanya
berdasarkan garis ibu saja (contoh masyarakat Minangkabau). Kebudayaan daerah lainnya
memakai sistem kekerabatan unilareal patrineal, yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan
garis ayah saja.
Dari uraian diatas kebudayaan daerah secara pengertian tidak akan terlepas dari
keragaman suku bangsa yang ada. Tetapi dari berbagai corak kebudayaan tersebut, terdapat
persamaan yang mendasar. Yaitu mengenai tentang upacara keagamaan semua suku bangsa,
mementingkan upacara-upacara adat yang bersifat religi. Suku bangsa tersebut lebuh suka
unsur mistik daripada berusaha dalam mencapai tujuan materiil mereka. Hal yang
berhubungan dengan unsur mistik dianut oleh semua kebudayaan daerah yang ada di
Indonesia.
Masih percaya pada takhayul. Dulu dan sekarang masyarakat daerah di Indonesia
percaya kepada batu, gunung, pantai, sungai, pohon, patung, keris, pedang, dan lainnya,
mempunyai kekuatan gaib. Semua itu dianggap keramat dan manusia harus mengatur
hubungan dengan baik dengan memberi sesaji, membaca do’a dan memperlakukannya
dengan istimewa. Manusia Indonesia sering kali menghitung hari baik, bulan baik, hari naas,
dan bulan naas, mereka juga percaya akan adanya segala macam hantu, jurig, genderowo,
makhluk halus, kuntilanak, dan lain-lain. Likantropi, kepercayaan bahwa manusia dapat
mejelma menjadi binatang tertentu menyebar di nusantara.

C. Kebudayaan Nasional

Kebudayaan Nasional. Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara tentang


kebudayaan nasional yang katanya “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Faham
kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada
kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, bahasa
nasional. Sebelum Sumpah Pemuda (1928), Indonesia terdiri dari macam-macam “bangsa”
yang sebenarnya hanya ditingkat suku bangsa. Setelah itu secara berangsur makin kuat rasa
kebangsaan Indonesia (Indonesia Raya), sehingga waktu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
(1945), sudah dinyatakan bahwa proklamasi tersebut dilakukan atas nama bangsa Indonesia
oleh Soekarno-Hatta.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 10


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Gambar 2.4. Ki Hajar Dewantara


Koentjaraningrat menyebutkannya “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana
pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah
kebudayaan nasional”.pengertian yang dimaksudkan itu sebenarnya lebih berarti, bahwa
puncak-puncak kebudayaan daerah atau kebudayaan suku bangsa yang bermutu tinggi dan
menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia bila ditampilkan untuk mewakili negara
(nation). Misalnya: tari Bali, di samping orang Indonesia merasa bangga karena tari itu
dikagumi di negeri, seluruh dunia juga mengetahuinya. Bali itu letaknya di Indonesia jadi
kesenian itu dari Indonesia. Dalam hal ini juga berlaku bagi cabang-cabang kesenian lain bagi
berbagai suku bangsa di Indonesia.
Dengan beribu-ribu gugus kepulauan, beraneka ragam kekayaan serta keunikan
kebudayaan, menjadikan masyarakat Indonesia yang hidup diberbagai kepulauan itu
mempunyai ciri dan coraknya masing-masing. Hal tersebut membawa akibat pada adanya
perbedaan latar belakang, kebudayaan, corak kehidupan, dan termasuk juga pola pemikiran
masyarakatnya. Kenyataan ini menyebabkan Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam
latar belakang budaya, etnik, agama yang merupakan kekayaan budaya nasional dengan kata
lain bisa dikatakan sebagai masyarakat multikultural.
Secara fisik penduduk Indonesia dibagi menjadi beberapa golongan :
Golongan orang Papua Melanosoid. Golongan penduduk ini bermukim di pulau
Papua, Kei, dan Aru. Mereka mempunyai ciri fisik seperti rambut keriting, bibir tebal,
dan berkulit hitam.

Gambar 2.5 Orang Papua Melanosoid

Golongan orang Mongoloid. Berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia,


khususnya di kepulauan Sunda Besar (kawasan Indonesia barat), dengan ciri-ciri
rambut ikal dan lurus, muka agak bulat, kulit putih hingga sawo matang.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 11


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Gambar 2.6. Susilo Bambang Yudoyono

Golongan Vedoid, antara lain orang-orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano, dan
Tomura, dengan ciri-ciri fisik bertubuh relatif kecil, kulit sawo matang, dan rambut
berombak.

Gambar 2.7. Suku Mentawai

Dari perbedaan golongan tersebut, ada pola sistem yang khas dari bangsa Indonesia.
Untuk kebudayaan nasional bisa dihubungkan dengan kebudayaan timur yang menjadi dasar
landasan kebudayaan daerah. Kebudayaan nasional dapat dilihat dari pola sistem hidup
masyarakatnya, seperti sifat keramah-tamahan, kekeluargaan, kerakyatan , kemanusiaan dan
gotong royong. Sifat-sifat inilah yang dapat dilihat dari kebudayaan nasional yang dilihat
oleh bangsa lain sebagai ciri kebudayaan Indonesia. Meskipun gotong royong setiap daerah
istilahnya berbeda, tetapi secara pengertian sama artinya. Bangsa Indonesia mempunyai
peribahasa berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, sama rata sama rasa. Ungkapan ini
mencerminkan bangsa Indonesia sejak dulu menjunjung tinggi kebersamaan dalam
melaksanakan pekerjaan, dan menikmati hasilnya

D. Pelestarian Budaya Nasional

Data Klaim Negara Lain Atas Budaya Indonesia


Berikut ini adalah daftar artefak budaya Indonesia yang diduga dicuri, dipatenkan,
diklaim, dan atau dieksploitasi secara komersial oleh korporasi asing, oknum warga negara
asing, ataupun negara lain:
1. Batik dari Jawa oleh Adidas
2. Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
3. Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
4. Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
5. Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
6. Rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia
7. Sambal Bajak dari Jawa Tengah oleh Oknum WN Belanda
8. Sambal Petai dari Riau oleh Oknum WN Belanda
9. Sambal Nanas dari Riau oleh Oknum WN Belanda
10. Tempe dari Jawa oleh Beberapa Perusahaan Asing
11. Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
12. Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
13. Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
14. Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
15. Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 12


Pendidikan Kebudayaan Daerah

16. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
17. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
18. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
19. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
20. Kursi Taman Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum WN
Perancis
21. Pigura Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum WN
Inggris
22. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
23. Desain Kerajinan Perak Desak Suwarti dari Bali oleh Oknum WN Amerika
24. Produk Berbahan Rempah-rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia oleh Shiseido
Co Ltd
25. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
26. Kopi Gayo dari Aceh oleh perusahaan multinasional (MNC) Belanda
27. Kopi Toraja dari Sulawesi Selatan oleh perusahaan Jepang
28. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
29. Kain Ulos oleh Malaysia
30. Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia
31. Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
32. Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 13


Pendidikan Kebudayaan Daerah

BAB III
NEGARA, BANGSA DAN SEJARAH INDONESIA

Indonesia memiliki 17.504 pulau (data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di
Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, menyebar sekitar katulistiwa,
memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari
setengah (65%) populasi Indonesia hidup. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa,
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung
berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi
terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat
pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di
wilayah Indonesia.

Gambar 3. Kepulauan Indonesia

A. Geografi Dan Keragaman Budaya Indonesia

Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian
barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan
fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat
daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora
Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang
terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna
yakni:
 Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua
Asia.
 Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya
terdapat pada daerah tersebut.
 Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua
Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal
sebagai Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat
dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang
memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 14


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Gambar 4. Garis Wallace dan Garis Weber

Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah


Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
 Kawasan Barat Indonesia. Terdiri dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali.
 Kawasan Timur Indonesia. Terdiri dari Sulawesi, Maluku, Irian/Papua, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Lokasi bangsa Indonesia berada disebelah tenggara Asia, tepatnya di kepulauan
melayu antara Samudera Hindia dan Samudera pasifik. Koordinat geografis: 6°LU -
11°08'LS dan dari 95°'BB - 141°45'BT. Wilayah total daratan adalah 1.922.570 km², yaitu
terdiri atas daratan non air seluas 1.829.570 km², daratann berair seluas daratan berair:
93.000 km² dan lautan seluas 3.257.483 km². Garis batas negara berjumlah total 2.830 km:
terdiri atas Malaysia 1.782 km, Papua Nugini 820 km, Timor Leste 228 km
Negara tetangga yang tidak berbatasan darat: India di barat laut Aceh, Australia, Singapura,
Filipina, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Thailand, Birma. Indonesia
memiliki garis pantai sepanjang 54.716 km.
Klaim kelautan dapat diukur dari garis dasar kepulauan yang diklaim sebagai
zona ekonomi khusus yaitu 200 mil laut. Laut yang merupakan wilayah negara sebesar 12
mil laut. Cuaca di Indonesia adalah tropis yaitu panas, lembab serta sedikit lebih sejuk di
dataran tinggi. Dataran di Indonesia kebanyakan dataran rendah di pesisir. Pulau-pulau yang
lebih besar mempunyai pegunungan di pedalaman. Titik tertinggi di Indonesia adalah di
Puncak Jaya yaitu 5.030 mdpal, sedangkan titik terendah adalah Samudera Hindia yatu 0
mdpal. Sumber daya alam meliputi minyak tanah, kayu, gas alam, kuningan, timah, bauksit,
tembaga, tanah yang subur, batu bara, emas, perak.
Kegunaan tanah di Indonesia terdiri atas tanah yang subur seluas 9,9%, tanah
permanen seluas 7,2 % dan lainnya 82,9%. Wilayah yang diairi seluas 48.150 km² (perk.
1998). Bahaya alam yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir, kemarau panjang, tsunami,
gempa bumi, gunung berapi, kebakaran hutan, gunung lumpur, tanah longsor.
Lingkungan - masalah saat ini: penebangan hutan secara liar/pembalakan hutan;
polusi air dari limbah industri dan pertambangan; polusi udara di daerak perkotaan (Jakarta
merupakan kota dengan udara paling kotor ke 3 di dunia); asap dan kabut dari kebakaran
hutan; kebakaran hutan permanen/tidak dapat dipadamkan; perambahan suaka alam/suaka
margasatwa; perburuan liar, perdagangan dan pembasmian hewan liar yang dilindungi;
penghancuran terumbu karang; pembuangan sampah B3/radioaktif dari negara maju;
pembuangan sampah tanpa pemisahan/pengolahan; semburan lumpur liar di Sidoarjo, Jawa
Timur.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 15


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Lingkungan -persetujuan internasional: bagian dari: Biodiversitas, Perubahan Iklim,


Desertifikasi, Spesies yang Terancam, Sampah Berbahaya, Hukum Laut, Larangan Ujicoba
Nuklir, Perlindungan Lapisan Ozon, Polusi Kapal, Perkayuan Tropis 83, Perkayuan Tropis
94, Dataran basah ditanda tangani, namun belum diratifikasi: Perubahan Iklim - Protokol
Kyoto, Pelindungan Kehidupan Laut. Geografi - catatan: di kepulauan yang terdiri dari
sekitar 17.504 pulau (6.000 dihuni); dilintasi katulistiwa; di sepanjang jalur pelayaran utama
dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik
Indonesia terletak antara 6o garis lintang utara dan 11o garis lintang selatan serta 95o
dan 140o garis bujur timur, merupakan gugus kepulauan terbesar di dunia (Micsic, 2002).
Dalam wilayah yang amat luas, membentang dari benua Asia sampai Australia dan dari
Samudera Pasifik sampai samudera Hindia, terdapat banyak ragam lingkungan dan kelompok
manusia.
1. Satuan Geografis
Daratan Indonesia kurang lebih 1.904.000 km2, dibagi menjadi empat satuan geografis.
a. Satuan pertama adalah Kepulauan Sunda Besar, yaitu Sumatera, Jawa, Bali,
Kalimantan dan Sulawesi, termasuk pulau-pulau kecil disekitarnya. Pulau-pulau ini,
kecuali Sulawesi, terletak pada Dataran Sunda, lempeng benua Asia di bawah laut.
b. Satuan kedua adalah Kepulauan Sunda Kecil, yaitu pulau-pulau di sebelah tenggara,
dari pulau Lombok sampai Timor, meliputi Sumbawa, Sumba, Komodo, Flores, Alor,
Savu dan Lembata.
c. Satuan ketiga adalah kepulauan Maluku terdiri atas Halmahera, Ternate, Tidore,
Seram dan Ambon serta pulau-pulau kecil lain. Wilayah ini sering disebut sebagai “
Kepulauan Rempah-Rempah”.
d. Kesatuan keempat adalah papua bersama kepulauan Aru di Maluku dan benua
Australia terletah pada dataran Sahul.
2. Keadaan Lingkungan
Seluruh pulau di Indonesia termasuk dalam zona iklim khatulistiwa dengan suhu yang
hampir tidak pernah berubah. Namun karena letaknya diantara kawasan angin musim
Asia dan daratan Australia yang dua pertiga gurun pasir, Indonesia dipengaruhi angin
musim dan angin pasat. Secara geologis, Indonesia sangat kompleks. Bentukan vulkanik
dan nonvulkanik saling berjalin, sementara cirri topografis menunjukkan perbedaan
setempat yang mencolok mengenai sifat tanah dan curah hujan yang berkisar antara 712
dan 4156 mm pertahun. Hujan lebat seringkali menyebabkan sungai-sungai meluap dan
menggenangi dataran rendah disekitarnya.
Indonesia termasuk dalam wilayah kegiatan seismik paling aktif di dunia, tercatat
kira-kira 500 gempa per tahun. Untuk manusia yang hidup pada dataran yang berubah-
ubah ini, ada imbangan untuk letusan-letudan dan banjir yang membinasakan, yaitu
kesuburan tanah yang sering diperkaya kembali. Oleh karena itu daerah-daerah vulkanik
yang paling berbahaya serta daerah aliran sungai pada umumnya paling banyak dihuni
orang.
Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun
barat dan monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara
Barat Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga
Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu
udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat
Celsius sepanjang tahun.
Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius
pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0
derajat Celsius di Pegunungan Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 16


Pendidikan Kebudayaan Daerah

pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt.
Carstenz, 5030 m).
Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa
tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi;
dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah
Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah
Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat,
Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan
cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat.
Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan
lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai
macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.

3. Keragaman Ekologi
Di Indonesia, keadaan sangat bervariasi antara pulau satu dengan pulau lainnya.
Pulau-pulau yang terlalu padat seperti Jawa dan Bali disejajarkan dengan Sumatera dan
Kalimantan dengan hutan belantara luas yang baru belakangan dirambah manusia. Pulau-
pulau yang lebih kecil dan kering membutuhkan cara pengairan khusus, berbeda dengan
Sulawesi yang mempunyai curah hujan musiman yang lebat. Perbedaan-perbedaan taru
dan satwa juga sangat mencolok.
Pada tahun 1860 Alfres Russel Wallace terpesona oleh kenyataan bahwa margasatwa
dibagian barat Indonesia predominan Asia, sementara pulau-pulau sebelah timur lebih
banyak jenis tumbuhan dan satwa khas Australia. Pengamatan inilah yang menimbulkan
istilah “Garis Wallace”. Teorinya kemudian dimodifikasi dengan menambahkan suatu
zona peralihan antara zona Asia dan zona Australia, tetapi pada dasarnya perbedaan
antara keduanya masih tampak.
4. Keragaman Budaya
Banyak orang Indonesia setuju bahwa keragaman ekologi Indonesia menyebabkan
keragaman budaya penduduknya. Namun demikian, sulit merumuskan ketentuan umum
mengkaitkan budaya dengan lingkungan alam. Dalam sejarah, lautan yang mengeliling
pulau-pulau seringkali merupakan sarana perhubungan antarsuku bangsa, namun lautan
pula kadang-kadang dihindari oleh suku bangsa lain sebagaimana orang Bali. Kelompok-
kelompok dengan bentuk organisasi social dan teknologi sangat berbeda mungkin saja
hidup berdekatan satu sama lain. Masyarakat Trunyan di Bali yang tinggal di kawasan
vulkanik Gunung Batur bertahan dengan cara hidupnya, sementara disebagian besar
wilayah Bali sudah berubah sejak berabad-abad lalu. Masyarakat Tengger dan Badui di
Jawa merupakan dua suku lain yang memilih mempertahankan pola-pola hidup yang
sudah lama disesuaikan dengan penduduka sekitar mereka. Meskipun suku-suku ini
cenderung tinggal didaerah pegunungan terpencil, sikap konservatif mempertahankan
budaya disebabkan paling tidak oleh keputusan mereka sendiri disamping factor
lingkungan. Tanah yang berbeda, ketersedian bahan-bahan alam, dan jalur perhubungan
jelas berperan membentuk pola-pola keragaman. Oleh karena itu, lading-ladang pertanian
di dataran endapan sungai berkembang sejak jaman purbakala, sedangkan cara hidup
berburu dan meramu didaerah kurang padat tetap bertahan sampai kini.

5. Kesatuan dalam Keragaman


Setelah kolonialisme Belanda, bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai menyadari adanya
kesamaan dasar yang mempersatukan mereka. Kesadaran ini mencapai puncaknya dalam

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 17


Pendidikan Kebudayaan Daerah

revolusi tahun 1945-1950 dan lahirnya Republik Indonesia dengan semboyan nasional
“Bhineka Tunggal Ika”, yang diterjemahkan menjadi “Kesatuan dalam Keragaman”.
Konfigurasi budaya Indonesia yang berlapis-lapis tidak seluruhnya merupakan hasil
perjalanan sejarah serta lingkungan. Sebaliknya bentuk kebudayaan Indonesia yang kompleks
dapat dikatakan merupakan perpaduan keadaan alam dan keputusan yang dibuat secara sadar.

B. Periode-Periode Prasejarah Indonesia


Sistem periodisasi prasejarah Indonesia diusulkan oleh R.P Soejono, ahli prasejarah
terkemuka dengan tiga tahap periodisasi yaitu tahap berburu dan meramu, tahap bercocok
tanam dan tahap perundagian. Sistem ini dapat berkembang dengan mengidentifikasi sub-
subagian dalam setiap periode.
1. Tahap Berburu dan Meramu
Masyarakat yang berkembang dalam tahap ini menetap didataran-dataran rendah.
Artefak utama adalah kapak, serpih dan alat-alat dari tulang. Manusia tinggal dalam
kelompok-kelompok kecil, terdiri atas empat atau lima keluarga (kurang lebih 20-30
orang). Mereka berpindah-pindah secara musiman dari suatu daerah sumber alam ke
daerah lain. Pada waktu-waktu tertentu dalam satu tahun, mereka diduga menemui
kelompok-kelompok lain untuk kegiatan upacara. Peralatan mereka sedikit dan sederhana
sehingga memudahkan mereka sering berpindah.
2. Periode Epi-Paleolitik dan Berburu
Pada periode ini kelompok manusia terutama menghuni gua-gua. Mereka
menghasilkan mata pisau dan alat-alat batu. Ada kelompok-kelompok yang mulai
menkhususkan diri berburu hewan tertentu dan membuat peralatan yang lebih beragam
untuk kegiatan-kegiatan khusus. Berbagai jenis tumbuhan dan makanan laut seperti ikan,
kerang, butung laut dan hewan laut semakin penting dalam daftar makanan mereka.
Beberapa kelompok bersifat setengah menetap. Peralatan dari tulang juga dipergunakan.
3. Periode Bercocok Tanam
Periode ini ditandai dengan perkembangan tradisi Neolitik. Manusia mulai menetap di
desa-desa dengan jumlah penduduk 300-400 orang. Beberapa kelompok masih
menempati gua-gua. Teknologi mulai berubah dan alat-alat batu dihasilkan adalah kapak,
dengan teknik baru seperti pemakaian gerinda dan pemolesan. Artefak yang banyak
dihasilkan adalah kapak, mata kapak, dan gelang asahan, juga mata pisau. Tempayan
dibuat untuk menyimpan makanan dan biji-biji yang akan ditanam kembali. Manik-manik
diciptakan untuk perhiasan. Manusia kemungkinan besar melakukan pemujaan terhadap
nenek moyang dan kekuatan alam, serta belajar bercocok tanam dan beternak hewan. Ada
kolompok yang memilih pemimpin; awal suatu sistem politik.
4. Periode Perundagian
Pengecoran logam dimulai. Besi dan perunggu mungkin dikenal hampir bersamaan.
Kedua bahan baru ini lambat laun menjadi lambing kedudukan ketika tingkatan social mulai
dikenal. Perdagangan jarak jauh untuk logam-logam mulai berkembang, termasuk bijih
logam dan benda-benda yang sudah jadi. Emas digunakan untuk membuat perhiasan dan
benda persembahan kubur. Monumen-monumen suci dari batu-batu besar di tanah berundak
mulai dibangun.

C. Perkembangan Aksara Di Indonesia


Selain memakai huruj Arab untuk teks keagamaan setelah abad ke-11 dan huruf latin
untuk periode yang lebih muda, semua aksara Indonesia dapat dirunut asal usuknya pada
aksara purwarupa India. Purwarupa hampir semua aksara Indonesia adalah aksara yang
dipakai khusus oleh raja-raja Palawa di India Selatan abad ke-4 hingga abad ke-9 M.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 18


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Pengetahuan kita tentang perkembangan sebelumnya didasarkan pada tulisan-tulisan


diatas batu atau logam dari bagian barat Indonesia dan Malaysia.
1. Aksara Pertama
Aksara yang paling tua adalah yang digunakan pada tujuh prasasti yang ditemukan di
Kutai, bagian timur Kalimantan. Ciri aksara Kutai bersifat kuna dan member kesan
umur yang tidak lebih muda dari abad ke-5.
2. Aksara Kawi Awal
Prasasti Dinoyo di bagian timur Jawa, tahun 760 M, merupakan contoh Kawi atau
aksara Jawa Kuna yang paling tua. Asal mula lambang-lambang dalam bahasa Jawa
Kuna tidak diketahui karena berbeda dengan yang dipakai di India ataupun daratan
Asia tenggara. Aksara ini kebanyakan ditulis pada masa dua raja bertahta yaitu Raja
Kayuwangi (856-882 M) dan Raja Balitung (899 – 910 M). Lebih dari sepertiga
prasasti di Jawa menggunakan aksara ini.
3. Aksara Nagari Awal
Jenis aksara ini hanya dipakai untuk menulis Sansekerta. Aksara ini barangkali
berasal dari India Utara, mungkin berhubungan dengan biara Buda di Nalanda, sering
disebut Pra-Nagari sebab contoh tertua yang dikenal di India hanya berasal dari abad
ke-11 dan 12. Ada kemungkinan tulisan ini berkembang di biara-biara di Indonesia
sebelum dipakai untuk prasasti. Sebuah prasasti rumit dari Sanur, Bali terdiri atas tiga
bagian: satu dengan aksara Nagari awal dan bahasa Sansekerta, yang lain aksara
Nagari berbahasa Bali Kuna dan ketiga aksara Kawi Awal berbahasa Bali Kuna,
diperkirakan tahun 914 M.
4. Aksara Kawi Akhir
Aksara ini berasal dari tahun 925-1250 M. Prasasti Jawa Timur dan Bali abad ke-10
sampai 15 terlihat semakin ada kecenderungan menambahkan unsure hiasan pada
huruf dasar. Huruf yang aslinya tegak ditulis dengan tekukan ganda yang anggun
sehingga penampilannya langsing. Aksara abad ke-12 kadang dibuat pola rumit. Pada
masa Majapahit (abad ke-14 dan ke-15) muncul beberapa aksara berbeda. Disamping
banyak hiasan, ada kecenderungan untuk beralih ke gara monumental yang lebih
sederhana. Prasasti Sumetera Barat pada abad ke-14 - Raja Adityawarman-
mempunyai gaya yang berbeda, disebabkan perkembangan daerah tersebut terlepas
dari daerah lain selama berabad-abad.
5. Aksara Arab
Aksara Arab-Persia digunakan pada teks keagamaan dan batu nisan. Prasasti Leran di
Jawa bagian timur abad ke-11 ditulis dengan huruf Kufi. Batu nisan Raja Malikus-
Saleh di Sumatera Bagian utara (1927) ditulis dengan huruf arab biasa, demikian juga
nisan Malik Ibrahim di jawa bagian timur tahun 1429.

D. Sistem Pertanggalan Di Indonesia


Sistem pertanggalan pertama di Indonesia tampak pada prasasti Raja Purnawarman, Jawa
Barat, abad ke-5 M, menyebut suatu tanggal yang terdiri atas tahun pemerintahan raja dan
bulan India. Pada banyak prasasti di Indonesia, lambing angka diganti dengan kata-kata yang
melambangkan angka tertentu. Misalnya “pendeta” setara dengan angka tujuh karena secara
tradisional ada tujuh orang bijak.
1. Penanggalan Saka
Hampir semua prasasti abad ke-7 sampai akhir abad ke-14 menggunakan penanggalan
Saka, diperkenalkan oleh Raja India bagian barat tahun 78 M. Tahun saka didasarkan
pada bulan dan matahari. Ada 12 bulan tetapi sekali dalam tiga tahun ditambahkan
satu bulan sebagai kompensasi penyimpangannya dari tahun matahari. Awal tahun
jatuh antara 25 Februari dan 25 Maret. Bulan-bulan Saka memamaki nama sansekerta,

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 19


Pendidikan Kebudayaan Daerah

dimulai pada saat bulan baru dan dibagi menjadi dua paruh terdiri atas 15 hari, paruh
terang dimulai sejak bulan baru sampai purnama dan paruh gelap berakhir saat timbul
bulan baru. Prasasti Indonesia biasanya menyebutkan tahun Saka, nama bulan, hari
ke-, paruh bulan dan hari dalam satuan pekan
Penanggalan Kristen (matahari) : tahun terdiri dari 365,24 hari dan dibagi menjadi 12
bulan dengan 28 – 31 hari.
Penanggalan Islam (bulan) dimulai tahun 622 M dan dibagi menjadi 12 bulan dengan
rata-rata 29,5 hari.
2. Penanggalan Islam
Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (bahasa Arab: ‫ ;التقويم الهجري‬at-taqwim
al-hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam
menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting
lainnya. Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama
kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari
Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk
mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan
sehari-hari. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda
dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran matahari.
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda
dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal
dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah,
sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut. Kalender
Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar
(qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik
bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708
hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11
hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam
Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang
mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik
apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan,
bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu
bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige
(jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari
matahari (aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-
ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan,
Bumi dan Matahari)
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan
(visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau
ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga
posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka
jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus
bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari.
Semuanya tergantung pada penampakan hilal.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 20


Pendidikan Kebudayaan Daerah

No Penanggalan Islam Lama Hari


1 Muharram 30
2 Safar 29
3 Rabiul awal 30
4 Rabiul akhir 29
5 Jumadil awal 30
6 Jumadil akhir 29
7 Rajab 30
8 Sya'ban 29
9 Ramadhan 30
10 Syawal 29
11 Dzulkaidah 30
12 Dzulhijjah 29/(30)
Total 354/(355)

3. Sistem Rasi
Suatu rasi bintang atau konstelasi adalah sekelompok bintang yang tampak
berhubungan membentuk suatu konfigurasi khusus. Dalam ruang tiga dimensi,
kebanyakan bintang yang kita amati tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya,
tetapi dapat terlihat seperti berkelompok pada bola langit malam. Manusia memiliki
kemampuan yang sangat tinggi dalam mengenali pola dan sepanjang sejarah telah
mengelompokkan bintang-bintang yang tampak berdekatan menjadi rasi-rasi bintang.
Susunan rasi bintang yang tidak resmi, yaitu yang dikenal luas oleh masyarakat tapi
tidak diakui oleh para ahli astronomi atau Himpunan Astronomi Internasional, juga
disebut asterisma. Bintang-bintang pada rasi bintang atau asterisma jarang yang
mempunyai hubungan astrofisika; mereka hanya kebetulan saja tampak berdekatan di
langit yang tampak dari Bumi dan biasanya terpisah sangat jauh.
Pengelompokan bintang-bintang menjadi rasi bintang sebenarnya cukup acak, dan
kebudayaan yang berbeda akan memiliki rasi bintang yang berbeda pula, sekalipun
beberapa yang sangat mudah dikenali biasanya seringkali ditemukan, misalnya Orion
atau Scorpius.
Himpunan Astronomi Internasional telah membagi langit menjadi 88 rasi bintang
resmi dengan batas-batas yang jelas, sehingga setiap arah hanya dimiliki oleh satu rasi
bintang saja. Pada belahan bumi (hemisfer) utara, kebanyakan rasi bintangnya
didasarkan pada tradisi Yunani, yang diwariskan melalui Abad Pertengahan, dan
mengandung simbol-simbol Zodiak.
Beragam pola-pola lainnya yang tidak resmi telah ada bersama-sama dengan rasi
bintang dan disebut asterisma, seperti Bajak (juga dikenal di Amerika Serikat sebagai
Big Dipper) dan Little Dipper

BAB IV
SISTEM KEARIFAN LOKAL (INDEGENOUS SYSTEMS)

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 21


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa dapat mengenal dan memahami
kearifan lokal yang berasal dari fenomena alam sehingga diharapkan mampu mengenal
daerahnya untuk melestarikan warisan-warisan kearifan local nenek moyangnya.

A. Pengertian

Gambar 4. 1. Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Sistem kearifan lokal secara netral dan dinamik di kalangan dunia barat biasanya
disebut dengan istilah Indigenous Knowledge (Warren, dalam Adimiharja, 2004). Konsep
kearifan lokal atau kearifan tradisional atau sistem pengetahuan lokal (indigenous knowledge
system) adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang
telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal-balik antara masyarakat
dengan lingkungannya (Marzali, dalam Mumfangati, dkk., 2004). Jadi, konsep sistem
kearifan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Karena
hubungan yang dekat dengan lingkungan dan sumber daya alam, masyarakat lokal,
tradisional, atau asli, melalui “uji coba” telah mengembangkan pemahaman terhadap sistem
ekologi dimana mereka tinggal yang telah dianggap mempertahankan sumber daya alam,
serta meninggalkan kegiatan-kegiatan yang dianggap merusak lingkungan (Mitchell, 2003).
Dalam konteks pengembangan rawa lebak, kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan
rawa lebak ini cukup luas meliputi pemahaman terhadap gejala-gejala alam atau ciri-ciri
alamiah seperti kemunculan bintang dan binatang yang menandakan datangnya musim
hujan/kemarau sehingga petani dapat tepat waktu dalam melakukan kegiatan usaha taninya
serta kebiasaan dalam budidaya pertanian, termasuk perikanan dan peternakan seperti dalam
penyiapan lahan, konservasi air dan tanah, pengelolaan air dan hara, pemilihan komoditas,
perawatan tanaman, pengembalaan dan pemeliharaan ternak (itik, kerbau rawa), dan upaya
pengembangbiakannya yang meskipun masih bersifat tradisional, merupakan pengetahuan
lokal spesifik yang perlu digali dan dikembangkan (Noorginayuwati dan Rafieq, 2004;
Furukawa, 1996).

B. Banjarese System Pertanian Lahan Rawa

Sistem pertanian yang dipraktekkan oleh petani Banjar di lahan rawa (lahan pasang
surut, lebak, dan gambut) Kalimantan bagian selatan terutama di kawasan Delta Pulau Petak
oleh para ahli, misalnya Collier, 1980: Ruddle, 1987; van Wijk, 1951; dan Watson, 1984,
disebut sebagai Sistem Orang Banjar (Banjarese System) (Leevang, 2003). Salah satu
penemuan petani Banjar adalah ilmu pengetahuan teknologi dan kearifan tradisional dalam

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 22


Pendidikan Kebudayaan Daerah

pembukaan (reklamasi), pengelolaan, dan pengembangan pertanian lahan rawa. Lahan rawa
lebak telah dimanfaatkan selama berabad-abad oleh penduduk lokal dan pendatang secara
cukup berkelanjutan. Menurut Conway (1985), pemanfaatan secara tradisional itu dicirikan
oleh (Haris, 2001):
1. Pemanfaatan berganda (multiple use) lahan, vegetasi, dan hewan. Di lahan rawa,
masyarakat tidak hanya menanam dan memanen padi, sayuran, dan kelapa, tetapi juga
menangkap ikan, memungut hasil hutan, dan berburu hewan liar.
2. Penerapan teknik budidaya dan varietas tanaman yang secara khusus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan lahan rawa tersebut.

Teknik-teknik canggih dan rendah energi untuk transformasi pertanian yang berhasil pada
lahan rawa lebak di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah telah dikembangkan dan
diperluas dalam beberapa dekade oleh orang-orang Banjar, Bugis, dan migran dari Jawa.
Ketiga kelompok ini mempergunakan sistem yang hampir seluruhnya berdasarkan model
yang dikembangkan oleh orang Banjar (Ruddle, dalam Haris, 2001).
Sistem orang Banjar merupakan sistem pertanian tradisional lahan rawa yang akrab dan
selaras dengan alam, yang disesuaikan dengan situasi ekologis lokal seperti tipologi lahan
dan keadaan musim yang erat kaitannya dengan keadaan topografi, kedalaman genangan, dan
ketersediaan air. MacKinnon et al. (1996) menilai sistem ini sebagai sistem multicropping
berkelanjutan yang berhasil pada suatu lahan marjinal, sistem pertanian yang produktif dan
self sustaining dalam jangka waktu lama. Hal ini terlihat dari penerapan sistem surjan Banjar
dan pola suksesi dari pertanaman padi menjadi kelapa–pohon, buah-buahan–ikan yang
diterapkan petani Banjar (Haris, 2001).
Pertanian lahan rawa lebak yang dilakukan oleh Orang/Suku Banjar di Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah umumnya masih dikelola secara tradisional, mulai dari
persemaian benih padi, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama, penyakit dan gulma,
pengelolaan air, panen, hingga pasca panen. Fenomena alam dijadikan indikator dan panduan
dalam melaksanakan kegiatan bercocok tanam. Ketergantungan pada musim dan
perhitungannya pun masih sangat kuat. Apabila menurut perhitungan sudah waktunya untuk
bertanam, maka para petani akan mulai menggarap sawahnya. Sebaliknya, apabila
perhitungan musim menunjukkan kondisinya kurang baik, maka umumnya para petani akan
beralih pada pekerjaan lainnya.

Gambar 4.2 Sistem Pertanian Rawa Lebak, Banjarmasin

Sebagai upaya penganekaan tanaman, petani memodifikasi kondisi lahan agar sesuai
dengan komoditas yang dibudidayakan. Petani membuat sistem surjan Banjar (tabukan
tembokan/tukungan/baluran). Dengan penerapan sistem ini, di lahan pertanian akan tersedia

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 23


Pendidikan Kebudayaan Daerah

lahan tabukan yang tergenang (diusahakan untuk pertanaman padi atau menggabungkannya
dengan budidaya ikan, mina padi) dan lahan tembokan/tukungan/baluran yang kering (untuk
budidaya tanaman palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman tahunan dan tanaman
industri). Pengolahan tanah menggunakan alat tradisional tajak, sehingga lapisan tanah yang
diolah tidak terlalu dalam, dan lapisan pirit tidak terusik. Dengan demikian, kemungkinan
pirit itu terpapar ke permukaan dan teroksidasi yang menyebabkan tanah semakin masam,
dapat dicegah. Pengolahan tanah dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengelolaan gulma
(menebas, memuntal, membalik, menyebarkan) yang tidak lain merupakan tindakan
konservasi tanah, karena gulma itu dikembalikan ke tanah sebagai pupuk organik (pupuk
hijau). Selain sebagai pupuk, rerumputan gulma yang ditebarkan secara merata menutupi
permukaan lahan sawah juga berfungsi sebagai penekan pertumbuhan anak-anak rumput
gulma (Idak, dalam Haris, 2001).

C. Kearifan Lokal Petani Lahan Rawa Lebak

Sajian di bawah ini diambil dari tulisan Pak Achmad Rafieq yang berjudul “Sosial
Budaya dan Teknologi Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengembangan Pertanian Lahan
Lebak di Kalimantan Selatan”.
Sebagian besar penduduk yang bermukim di wilayah rawa lebak di Kalimantan
Selatan bergelut di sektor pertanian secara luas, yaitu sebagai petani holtikultura, padi, dan
palawija, sebagai penangkap ikan, serta peternak itik atau kerbau rawa. Sebagian penduduk
lainnya bergerak di sektor perdagangan, kerajinan, dan jasa yang hampir seluruhnya
berhubungan erat dengan pemanfaatan sumberdaya lahan rawa lebak.
Pada mulanya rawa lebak hanya dijadikan tempat tinggal sementara para penebang
kayu dan pencari ikan. Semakin lama komunitasnya semakin bertambah banyak, sementara
kayu yang ditebang mulai berkurang sehingga masyarakat berupaya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan mencoba menanam padi dan mengembangkan keterampilan.
Semakin lama mereka semakin memahami fenomena lahan rawa sehingga mampu
mengembangkan beragam komoditas pertanian. Dalam berinteraksi dengan alam mereka
tidak berupaya untuk menguasai atau melawannya tetapi berusaha untuk menyesuaikan
dengan dinamika lahan rawa.
Usaha tani padi yang dikembangkan di lahan rawa lebak sebagian terbesar merupakan
upaya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sebagian besar hanya bertanam sekali setahun
pada musim kering (banih rintak) dan sebagian kecil dapat bertanam dua kali dalam setahun
(banih surung dan banih rintak). Mereka yang bertanam dua kali setahun umumnya sawahnya
berkisar antara 10-20 borongan (0,3-0,6 ha) dengan produktivitas sebesar 3,5 ton/ha. Petani di
Negara selalu menanam padi rintak setiap tahun sedangkan padi surung tergantung pada
keadaan air. Penanaman padi rintak paling sedikit seluas 0,3 ha sedangkan padi surung paling
sedikit setiap 0,6 ha. Pada daerah yang ditanami padi sekali dalam setahun, luas tanam setiap
keluarga mencapai rata-rata 1 ha permusim dengan produktivitas mencapai 4,2 ton/ha.
Petani lokal di lahan rawa lebak Kalimantan Selatan umumnya masih memerhatikan
fenomena alam seperti bintang atau binatang untuk melihat peluang keberhasilan usaha tani,
termasuk waktu tanam. Fenomena alam yang menjadi pertanda musim kering di antaranya
sebagai berikut:
1. Apabila ikan-ikan mulai meninggalkan kawasan lahan rawa lebak (turun) menuju sungai
merupakan pertanda akan datangnya musim kering. Gejala alam ini biasanya terjadi pada
bulan April atau Mei. Pada saat ini suhu air di lahan lebak sudah meningkat dan ikan
turun untuk mencari daerah yang berair dalam. Kegiatan usaha tani yang dilakukan
adalah persiapan semaian.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 24


Pendidikan Kebudayaan Daerah

2. Apabila ketinggian air semakin menyusut tetapi masih ada ikan saluang yang bertahan
maka menunjukkan bahwa lahan rawa lebak masih tidak akan kekeringan. Biasanya
masih akan ada air sehingga kedalaman air di lahan rawa lebak kembali meningkat, baik
sebagai akibat turunnya hujan di lahan rawa lebak atau kiriman air di dataran tinggi yang
mengalir melalui beberapa anak sungai. Kegiatan usaha tani yang dilakukan adalah
persiapan semaian.
3. Bintang karantika muncul di ufuk barat pada senja hari hingga sesudah waktu maghrib
menandakan air di lahan rawa lebak akan mulai kering. Bintang karantika merupakan
gugusan bintang yang susunannya bergerombol (bagumpal) membentuk segi enam.
Kemunculan bintang ini di ufuk barat merupakan peringatan kepada petani untuk segera
melakukan penyemaian benih tanaman padi (manaradak). Saat kemunculan bintang ini
hingga 20 hari kemudian dianggap merupakan waktu yang ideal untuk melakukan
penyemaian benih padi. Apabila telah lewat dari waktu tersebut maka petani akan
terlambat memulai usahatani padinya dan diperkirakan padi di pertanaman tidak akan
sempat memperoleh waktu yang cukup untuk memperoleh air.
4. Bintang baur bilah yang muncul 20 hari kemudian juga dijadikan pertanda bagi datangnya
musim kering dan dijadikan patokan dalam memperkirakan lama tidaknya musim kering.
Bintang ini muncul di ufuk barat berderet tiga membentuk garis lurus. Apabila bintang
paling atas terlihat terang, terjadi musim kemarau panjang. Sebaliknya, jika bintang
paling bawah terlihat terang, kemarau hanya sebentar. Juga bila bintang paling kiri paling
terang, terjadi panas terik pada awal musim, sebaliknya jika paling kanan terang, maka
terik di akhir musim.
5. Tingginya air pasang yang datang secara bertahap juga menjadi ciri yang menentukan
lamanya musim kering. Apabila dalam tiga kali kedatangan air pasang (pasang-surut,
pasang-surut, dan pasang kembali), ketinggian air pasang pada tahapan pasang surut yang
ketiga lebih tinggi dari dua pasang sebelumnya biasanya akan terjadi musim kering yang
panjang.
6. Ada juga yang melihat posisi antara matahari dan bintang karantika. Apabila matahari
terbit agak ke sebelah timur laut dibandingkan posisi karantika berarti akan terjadi musim
kemarau panjang (landang).
7. Apabila burung putuh (kuntul = sejenis bangau) mulai meletakkan telurnya di semak
padang parupuk merupakan tanda air akan menyurut (rintak). Burung putih
mengharapkan setelah telurnya menetas air akan surut sehingga anaknya mudah mencari
mangsa (ikan).

Gambar 4.4. Burung Kuntul


8. Ada pula petani yang meramalkan kemarau dengan melihat gerakan asap (mamanduk).
Apabila asap terlihat agak tegak (cagat) agak lama berarti kemarau panjang dan
sebaliknya.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 25


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Fenomena alam sebagai pertanda akan datangnya air di lahan rawa lebak di antaranya
sebagai berikut:

1. Munculnya fenomena alam yang disebut kapat, yaitu saat suhu udara mencapai derajat
tinggi. Diceritakan, orang yang mengetahui waktu terjadinya kapat dapat menunjukkan
bahwa air yang diletakkan dalam suatu tempat akan memuai. Kapat ini biasanya
mengikuti kalender syamsiah dan terjadi pada awal bulan Oktober. Empat puluh hari
setelah terjadinya kapat maka biasanya air di lahan rawa lebak akan dalam kembali
(layap).
2. Setelah terjadi fenomena kapat, akan muncul fenomena alam lain yang ditandai dengan
beterbangannya suatu benda yang oleh masyarakat disebut benang-benang. Munculnya
benda putih menyerupai benang-benang yang sangat lembut, beterbangan di udara dan
menyangkut di pepohonan dan tiang-tiang tinggi ini disebutkan sebagai pertanda
datangnya musim barat, yaitu tanda akan dalam kembali air di lahan lebak (layap).
Fenomena alam ini biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai Nopember.
3. Apabila kumpai payung (papayungan) yang tumbuh di tanah yang agak tinggi mulai
menguning dan rebah maka pertanda air akan dalam (basurung). Ada pula tumbuhan yang
disebut pacar halang yang berbuah kecil seperti butir jagung. Apabila buahnya memerah
(masak) dan mulai berjatuhan maka air sudah mulai menggenangi lahan rawa lebak.
4. Untuk menentukan lama tidaknya musim basah, petani menjadikan keladi lumbu (gatal)
sebagai indikator. Bila tanaman ini mulai berbunga berarti itulah saat pertengahan musim
air dalam. Apabila rumput pipisangan daunnya bercahaya agak kuning maka pertanda air
akan lambat turun (batarik).

Gambar 4.4. Keladi


5. Apabila ikan-ikan yang masih bisa ditemukan di lahan lebak mulai bertelur maka
pertanda air akan datang (layap). Fenomena ini biasanya terlebih dahulu ditandai dengan
hujan deras, lalu ikan betok berloncatan (naik) melepaskan telurnya, setelah itu akan
panas sekitar 40 hari lalu air akan datang dan telur ikan akan menetas.

Selain pengetahuan yang berhubungan dengan peramalan iklim, petani di lahan rawa
lebak juga mempunyai kearifan lokal mengenai kesesuaian tanah dengan tanaman, baik
ditinjau dari ketinggiannya maupun kandungan humus dan teksturnya. Mereka menanami
tanah yang tinggi dengan semangka, jagung, kacang, dan ubi negara, sedangkan tanah yang
rendah ditanami padi.
Bagi petani di lahan rawa lebak, tanah bukaan baru dan dekat hutan umumnya
dianggap sangat subur dan tidak masam, tetapi bila banyak tumbuh galam pertanda tanah itu
masam. Ciri tanah masam lainnya adalah apabila di batang tanaman tersisa warna kekuning-
kuningan begas terendam (tagar banyu) dan ditumbuhi oleh kumpai babulu dan airnya

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 26


Pendidikan Kebudayaan Daerah

berwarna kuning. Tanah masam ini maih dapat ditanami ubi nagara atau bila ingin ditanami
semangka maka tanah dilakukan pengapuran terlebih dahulu. Bila telah ditanami beberapa
kali keasaman akan berkurang karena sisa-sisa rumput yang tumbuh dan mati menjadi
humus. Apabila keasaman tanah tidak bisa ditingkatkan maka petani akan meninggalkannya
dan menganggap tanah tersebut sebagai tanah yang tidak produktif (tanah bangking). Tanah
yang baik adalah tanah yang tidak banyak ditumbuhi oleh jenis tanaman liar (taung) seperti
parupuk, mengandung humus yang banyak dari pembusukan kumpai, serta mempunyai aliran
sungai yang dalam. Sungai ni berfungsi untuk pembuangan air masam sehingga sejak dahulu
petani membuat dan memelihara ray yang dibuat setiap jarak 30 depa.
Pada masa lalu pengembangan dan penerapan kearifan lokal ini merupakan otoritas
perangkat kampung yang disebut Kepala Padang. Kepala Padang biasanya orang yang
mempunyai pengetahuan yang luas mengenai silsilah kepemilikan lahan dan peramalan
iklim. Ketentuan suatu kampung memulai melakukan aktivitas pertanian biasanya ditentukan
oleh Kepala Padang berdasarkan indikator gejala alam yang diamatinya. Pada saat ini sudah
jarang desa yang dilengkapi perangkat Kepala Padang.

D. Tugas
1. Jelaskan sistem kearifan lokal di daerah tempat tinggal saudara? Berikan gambar-gambar
untuk memperkuat penjelasan saudara.

BAB V
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SUNDA

Tujuan Pembelajaran

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 27


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Tujuan pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa dapat mengetahui dan mengenal
kearifal lokal yang terdapat pada masyarakat Sunda. Setelah memahami bab ini ,mahasiswa
diharapkan dapat memahami pula kearifan lokal daerahnya masing-masing.

A. Sejarah Sunda
Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397M untuk
menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya, Tarumanagara. Tarusbawa, penguasa
Tarumanagara yang ke-13 ingin mengembalikan keharuman Tarumanagara yang semakin
menurun di purasaba (ibukota) Sundapura. Pada tahun 670M ia mengganti nama
Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda (selanjutnya punya nama lain yang menunjukkan
wilayah/pemerintahan yang sama seperti Galuh, Kawali, Pakuan atau Pajajaran). Peristiwa ini
dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan
Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Maharaja
Tarusbawa menerima tuntutan Raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah
menjadi dua kerajaan, yaitu KerajaanSunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum
sebagai batas (Cianjur ke Barat wilayah Sunda, Bandung ke Timur wilayah Galuh).

B. Peralihan Masa Pemerintahan Kerajaan Sunda

Gambar 5.1. Peralihan Masa Pemerintahan Kerajaan Sunda

C. Watak Sunda

Sunda berasal dari kata Su yang mempynuai arti Bagus/Baik, segala sesuatu yang
mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/
karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak/karakter Sunda yang
dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter
(pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan
Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
1. Cageur dan Bageur
Cageur, yakni harus sehat jasmani dan rohani, sehat berpikir, sehat
berpendapat, sehat lahir dan batin, sehat moral, sehat berbuat dan bertindak, sehat
berprasangka atau menjauhkan sifat suudzonisme.
2. Bageur yaitu baik hati, sayang kepada sesama, banyak memberi pendapat dan kaidah
moril terpuji ataupun materi, tidak pelit, tidak emosional, baik hati, penolong dan
ikhlas menjalankan serta mengamalkan, bukan hanya dibaca atau diucapkan saja.
3. Bener dan Singer

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 28


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Bener yaitu tidak bohong, tidak asal-asalan dalam mengerjakan tugas


pekerjaan, amanah, lurus menjalankan agama, benar dalam memimpin, berdagang,
tidak memalsu atau mengurangi timbangan, dan tidak merusak alam. Singer, yaitu
penuh mawas diri bukan was-was, mengerti pada setiap tugas, mendahulukan orang
lain sebelum pribadi, pandai menghargai pendapat yang lain, penuh kasih sayang,
tidak cepat marah jika dikritik tetapi diresapi makna esensinya.
4. Pinter
Pinter, yaitu pandai ilmu dunia dan akhirat, mengerti ilmu agama sampai ke
dasarnya, luas jangkauan ilmu dunia dan akhirat walau berbeda keyakinan, pandai
menyesuaikan diri dengan sesama, pandai mengemukakan dan membereskan masalah
pelik dengan bijaksana, dan tidak merasa pintar sendiri sambil menyudutkan orang
lain.

D. Model Pendidikan Ala Baduy

Gambar 5.2 Lokasi Masyarakat Baduy

Keterampilan menenun, kemampuan mencelup masyarakat Baduy diwarisi dari orangtua


mereka. Hal yang sama terjadi di ladang ketika kemampuan bercocok tanam pun
diperkenalkan kepada anak-anak yang sering kali ikut berladang. Pola seperti ini menjamin
beragam keterampilan bisa dipelajari secara mandiri di dalam lingkungan Baduy untuk
akhirnya bisa lestari hingga kini. Guru Besar Antropologi Universitas Padjadjaran Kusnaka
Adimihardja mengatakan kemadirian mereka adalah bentuk pendidikan yang dimiliki
masyarakat Baduy. Meski tidak mengeyam pendidikan formal, mereka memiliki bekal untuk
hidup dengan aktivitas yang rutin mereka jalani setiap hari.

E. Penataan Ruang Masyarakat Sunda

Pada masa silam urang Sunda sangat peduli terhadap penataan ruang untuk kehidupan
sehari-hari. Hal ini, antara lain, dapat disimak dalam naskah Sanghyang Siksakanda ng
Karesian (kropak 632) yang memberi wejangan agar manusia bijaksana dalam pemanfaatan
ruang dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan naskah Sunda tersebut, telah dikenal tak
kurang dari 19 kategori lahan yang harus dihindari untuk dibangun manusia, yang disebut
"kotoran bumi". Tempat-tempat tersebut adalah sebagai berikut.

1. lahan sarongge (tempat angker),


2. lemah sahar (tanah sangar),
3. sema (kuburan),
4. catang ronggeng (lahan dengan lereng curam),

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 29


Pendidikan Kebudayaan Daerah

5. garenggengan (permukaan tanah kering, tetapi di bawahnya berlumpur),


6. dangdang wariyan (dandang berair berupa lahan legok yang sering tergenang air),
7. lemah laki (tanah tandus yang curam),
8. kebakan badak (kubangan, termasuk kolam besar),
9. hunyur (bukit kecil),
10. pitunahan celeng (tempat babi),
11. kalomberan (comberan),
12. jarian (tempat buang sampah)

Gambar 5.3 Perkampungan Baduy (kiri) dan Orang Baduy (kanan)

F. Pepatah “Kearifan” Masyarakat Sunda


Pepatah urang Sunda masa silam yang merupakan anjuran untuk memanfaatkan ruang
secara bijaksana dan memelihara lingkungan. Contohnya, gunung kaian (gunung rimbun oleh
pepohonan), pasir talunan (bukit-bukit digarap dengan sistem talun), sampalan kebonan
(lahan terbuka luas dikebunkan), gawir awian (tebing-tebing ditanami bambu), daratan
imahan (daerah datar untuk mendirikan rumah), dan susukan caian (pelihara air di parit-parit
untuk sumber mata air). Selain itu, legok balongan (daerah cekungan yang banyak air sebagai
kolam sumber air), walungan rawateun (sungai-sungai dan sempadannya dipelihara), dataran
sawahan (lahan datar tanami padi sawah), basisir jagaeun (pantai dan laut dijaga dan
lindungi), gunung teu meunang dilebur (gunung tidak boleh dihancurkan), lebak teu meunang
dirusak (daerah lembah jangan dirusak), serta mipit kudu amit dan ngala kudu menta
(memungut dan meramu harus mohon izin).

G. Poh-Pohan “Kearifan Bahan Makanan” Masyarakat Sunda.

Masyarakat sunda menyukai sayuran sebagai lalapan. Lalapan itu ternyata juga
mengandung antioksidan alami yang berkhasiat menjaga kesehatan badan. Peneliti Institut
Pertanian Bogor (IPB) berhasil menemukan senyawa antioksidan alami dalam sebelas macam
sayuran. Kesebelas sayuran tersebut adalah  kenikir (Cosmos caudatus), beluntas (Pluchea
indica), mangkokan (Nothopanax scutellarium), kecombrang (Nicolaia speciosa Horan),
kemangi (Ocimum sanctum). Katuk (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias
pinnata), antaman (Centella asiatica), poh-pohan (Pilea trinervia), daun gingseng (Talinum
paniculatum), dan krokot (Portulaca oleracea). Senyawa antioksidan alami  berupa  senyawa
fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil,
asam amino, dan amina), atau karotenoid seperti asam askorbat.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 30


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Gambar 5.5. Kenikir (kiri), Beluntas (tengah) dan Mangkokan (kanan)

Gambar 5.6. Kecombrang (kiri), Kemangi (tengah) dan Katuk (kanan)

Gambar 5.7. Kedondong Cina (kiri), Antaman (tengah) dan Poh-pohan (kanan)

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 31


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Gambar 5.8. Krokot (kiri) dan Poh-pohan (daun gingseng)

H. Sayuran Indegenous

Sayuran indegenous yang mempunyai flavonoid tertinggi berturut-turut ialah katuk


(831,70 miligram per 100 gram), kenikir (420,85 miligram per 100 gram) dan kedondong
cina (358,17 miligram per 100 gram). Sedangkan krokot mempunyai total flavonoid terkecil
yaitu 4,05 miligram per 100 gram. Komponen flavonoid pada daun katuk yang paling
dominan adalah kaempferol sebesar 805,48 miligram per 100 gram. Meskipun daun katuk
merupakan sayuran dengan nilai total flavonoid tertinggi dibandingkan sayuran indigenous
lainnya, kandungan total fenol tertingi justru dimiliki kenikir (1225,88 miligram per 100
gram), diikuti beluntas 1030,03 miligram per 100 gram dan mangkokan 669,30 miligram per
100 gram.

I. Kandungan vitamin dalam Sayuran Indegenous


Nilai total fenol sayur-sayuran indigenous rata-rata jauh lebih besar dibandingkan dengan
nilai total flavonoid-nya. Hal ini menunjukkan di dalam sayur-sayuran tersebut terkandung
senyawa fenol lain yang bukan berasal dari flavonol maupun flavone. Peneliti Tufts
University Boston Amerika Serikat, Bradley Bolling, PD mengatakan antoksidan 
mengurangi akumulasi produk radikal bebas,  menetralisir racun, mencegah inflamasi dan 
melindungi penyakit genetik.

J. Bambu

Gambar 5. 9 Bambu

Bagi masyarakat Cina, bambu dianggap sebagai salah satu jenis tumbuhan mulia. Ratusan
tahun lalu, seorang penyair Cina terkenal, Pou-Sou-Tung, mengungkapkan bahwa suatu
makanan harus memiliki daging, sedangkan rumah harus memiliki bambu. Tanpa daging kita
bisa kurus, sedangkan tanpa bambu kita bisa kehilangan ketenteraman dan kebudayaan. Suatu
ungkapan yang mengagungkan tumbuhan bambu, karena begitu pentingnya fungsi bambu
bagi kehidupan masyarakat Cina.

H. Peranan Bambu bagi Masyarakat Sunda

Beberapa jenis bambu (awi) juga sering digunakan dalam penyelenggaraan upacara tanam
padi masyarakat Sunda, antara lain awi tamiang yang biasa disertakan dalam sesajen. Jenis
bambu lainnya, bambu hitam (awi hideung) sebagai bahan musik angklung buhun sakral,
yang biasa digunakan untuk mengiringi upacara ngaseuk huma. Selain sebagai bahan musik

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 32


Pendidikan Kebudayaan Daerah

angklung buhun, beberapa jenis bambu juga digunakan untuk berbagai bahan alat musik
lainnya, antara lain calung, suling, celempung, calintu, dan lain-lain. Bahkan, jenis- jenis
bambu bukan saja digunakan sebagai bahan upacara dan musik.

Gambar 5.10. Calung, Angklung dan Suling

Berbagai jenis bambu juga biasa dimanfaatkan untuk aneka ragam kepentingan
masyarakat Sunda, misalnya pada masa lalu, ketika rumah- rumah pedesaan orang Sunda
masih berbentuk panggung. Sebagian besar bahan rumah tersebut menggunakan bambu,
seperti dinding rumah (bilik), pelupuh, langit-langit, penyangga atap (layeus dan susuhunan),
pengikat atap (hateup), dan tangga rumah (taraje). Demikian pula berbagai peralatan dan
perkakas rumah tangga banyak dibuat dari bahan bambu. Aneka ragam jenis bambu di
masyarakat Sunda memiliki fungsi penting untuk memenuhi keperluan keluarga sehari-hari.

Gambar 5.11 Rumah Bambu

I. Bambu “ikon” Masyarakat Sunda


Bambu menjadi ikon Jawa Barat. Hal ini tidak berlebihan karena Jabar menjadi daerah
asal sebagian besar bambu di dunia. Sayang, budaya bambu di Jabar tergerus modernisme
Barat sehingga keunggulan bambu lambat laun terkikis. Adapun teknologi di bidang bambu
belum banyak memberikan solusi. Menurut pengurus harian Yayasan Bambu Indonesia, ada
127 spesies bambu di dunia. Indonesia memiliki 105 spesies. Dari 127 spesies bambu di
dunia, sebanyak 90 spesies merupakan spesies asli Jabar. Dengan kekayaan bambunya, tak
mengherankan bila masyarakat Sunda sangat akrab dalam memanfaatkan bambu di masa lalu.
Namun, setelah makin banyak lahan bambu ditebang dan diubah fungsinya menjadi
permukiman serta dorongan kehidupan modern Barat yang memperkenalkan plastik dan lain-
lain, bambu lambat laun ditinggalkan masyarakat Sunda.

J. “Kearifan” Ritual Penebangan Bambu Masyarakat Sunda

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 33


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Dalam penebangan bambu ada banyak syarat yang harus dilakukan. Empat di antaranya
adalah tidak menebang bambu pada saat terang bulan, pada pagi hari, saat muncul rebung,
dan saat rumpun bambu mulai berbunga. Penjelasannya, saat bambu sedang memiliki rebung,
sesungguhnya berat batang bambu berkurang setengahnya karena bambu yang lebih tua
sedang mengalihkan zat kalk pada anak bambu atau rebung. Jadi, sebatang bambu yang
biasanya memiliki berat 10 kilogram tinggal 5 kilogram. Sementara itu, di pagi hari bambu
biasanya sedang mengisap makanan yang mengandung banyak gula. Akibatnya, ketika
ditebang pada pagi hari, bambu memiliki kadar gula tinggi yang memudahkannya dimakan
rayap. Bambu seperti itu tidak bisa tahan lama. Bambu tak bisa ditebang saat terang bulan
karena kadar airnya sedang tinggi. Kadar air yang tinggi menimbulkan kadar gula yang tinggi
juga. Sementara itu, bambu yang berbunga menandakan bambu sudah akan mati karena stres
dengan keadaan di sekitarnya. Stres pada bambu bisa disebabkan oleh banyaknya zat kimia
beracun di sekitar rumpun bambu atau terpaan angin besar.

Gambar 5.12 Rebung Bambu

K. Manfaat Bambu
Bambu meemiliki manfaat yang sangat banyak dan penting dalam kehidupan masyarakat
Sunda, diantaranya adalah.
1. Penyangga lingkungan Selain memberikan manfaat langsung bagi kehidupan sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat, aneka ragam jenis bambu juga bermanfaat bagi
lingkungan hidup, antara lain untuk konservasi tanah dan air, menciptakan iklim
mikro, memperindah lingkungan, menahan polutan udara, dan sebagai habitat satwa
liar.
2. Bambu-bambu terutama yang tumbuh di lahan-lahan yang sangat curam dan di
bantaran-bantaran sungai sangat penting bagi penahan longsoran tanah. Sementara di
daerah-daerah bantaran sungai, bambu dapat menahan abrasi bantaran sungai akibat
hempasan arus sungai.
3. Selain itu, rumpun-rumpun bambu di suatu sumber air tanah (cai nyusu) juga
memiliki fungsi penting bagi konservasi air. Biasanya cai nyusu yang dibuat pancuran
dan dijadikan tempat pemandian penduduk (tampian) di sekelilingnya ditumbuhi
bambu dan jenis-jenis tumbuhan lainnya, seperti beringin, kiara, dan teureup.
4. Saat musim kemarau cai nyusu tersebut biasanya tetap menghasilkan air bagi
penduduk secara berkelanjutan, sehingga daerah-daerah cai nyusu dapat memberikan
jaminan sosial bagi masyarakat umum untuk memenuhi kebutuhan pokok sumber air.
5. Pohon-pohon bambu juga membuat tanah menjadi subur karena ranting-ranting dan
daun bambu dapat menghasilkan serasah dan menjadi kompos bagi tanah.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 34


Pendidikan Kebudayaan Daerah

6. Bambu juga dapat memberikan keindahan lingkungan sekaligus menciptakan


kesejukan dan kelembapan lingkungan (iklim mikro), serta dapat menahan polutan
udara dari emisi pabrik-pabrik dan kendaraan bermotor.
7. Bahkan, bambu yang rimbun dapat pula berfungsi sebagai habitat satwa liar, misalnya
di daerah Rancaekek, Bandung Timur, bambu yang cukup rimbun telah dijadikan
habitat jenis-jenis burung air, seperti belekok (Ardeola sepciosa) dan kuntul kerbau
(Bubulcus ibis).

L. Budaya Makan Lalab Masyarakat Sunda

Lalab adalah daun-daun muda dan bagian tanaman lain seperti buah, biji ataupun bunga
yang dimakan bersama dengan makananan utama (nasi). Kebiasaan memakan lalab bagi
masyarakat Sunda sudah berlangsung turun - temurun dan masih berlangsung sampai saat ini.
Bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa orang Sunda tidak akan pernah mati kelaparan
jika dilepas di tengah hutan karena mereka bisa memakan semua daun yang ada.

Gambar 5.13 Lalapan

Pepatah yang kadang digunakan sebagai bahan “guyonan” orang Jawa tersebut
sebenarnya mempunyai makna yang dalam. Mengapa demikian? Karena budaya makan lalab
mucul sebagai suatu bentuk adaptasi masyarakat Sunda terhadap alamnya yang kaya akan
keanekaragaman hayati. Kalau kita mengamati fenomena yang terjadi saat ini, budaya makan
lalab tersebut telah mengalami perubahan. Keanekaragaman jenis lalab mulai berkurang.
Menurut informasi yang dimuat dalam buku Indische Groenten tahun 1931 (Suriawirya,
1987) disebutkan bahwa yang namanya lalab adalah berupa tanaman liar atau tumbuh dengan
sendirinya yang kemudian dipelihara. Suriawirya menambahkan bahwa tidak satupun lalab
tempo doeloe yang termasuk sayuran seperti yang ada saat ini. Kebenaran pernyataan
Suriawirya tersebut dapat kita lihat di rumah - rumah makan khas Sunda sampai ke pedagang
- pedagang kaki lima yang menjajakan makanan pada malam hari. Jenis lalab yang disajikan
tidak beragam dan cenderung seragam. Daun slada dan kol (kubis) seakan menjadi lalaban
utama. Petersely merupakan lalab mahal yang disajikan di restoran-restoran. Padahal ketiga
jenis lalab tersebut adalah jenis tanaman introduksi (tanaman asing) dari negara lain.
Membanjirnya berbagai jenis lalab dan sayuran asing yang telah berhasil mempengaruhi
perubahan pola konsumsi makanan perlu kita sadari sebagai suatu fenomena yang penting
untuk diperhatikan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara
megabiodiversitas terbesar nomor dua di dunia. Perubahan pola konsumsi makanan dan budi
daya pertanian yang beralih ke tanaman asing merupakan suatu hal yang aneh. Apabila dilihat
dari sudut pandang biologi, fenomena di atas akan berakibat buruk pada keberlanjutan
keanekaragaman hayati kita. Erosi genetis terhadap tanaman - tanaman lokal akan terjadi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 35


Pendidikan Kebudayaan Daerah

secara signifikan. Tanaman - tanaman lokal akan punah karena tidak lagi dibudidayakan dan
habitatnya digantikan oleh tanaman asing.

M. Asimilasi Lalaban

Tanaman asing yang merupakan tamu di suatu habitat yang bukan aslinya tentu saja
memerlukan perlakuan - perlakuan yang membutuhkan energi tinggi. Bahkan seringkali
diperlukan suatu kondisi ekstrem untuk mengadaptasikan tanaman asing tersebut ke habitat
barunya. Hal ini dapat kita lihat pada budidaya sayuran atau padi. Pemupukan dan
pemberantasan hama diperlukan supaya tanaman tersebut dapat hidup dan berproduksi
dengan baik. Aktivitas tersebut saat ini telah terbukti berhasil merusak kemampuan tanah
untuk membangun dirinya sendiri serta telah menimbulkan hama yang resisten yang justru
sangat merugikan bagi petani dan terutama sangat mengganggu keseimbangan ekosistem
lokal dan keberlanjutan makhluk hidup lokal lainnya.

N. Tugas

1. Carilah indigenous plants atau tumbuhan yang berbasis kearifan local.


2. Buatlah keterangan mengenai tumbuhan tersebut beserta khasiat/manfaatnya.
3. Tumbuhan tersebut dapat berupa tumbuhan hidup/tumbuhan kering/gambar.

BAB VI
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BALI

Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa mengenal kebudayaan dan
kearifan lokal masyarakat Bali.

A. Sejarah Bali

Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti "Kekuatan", dan "Bali"
berarti "Pengorbanan" yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita. Supaya kita

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 36


Pendidikan Kebudayaan Daerah

selalu siap untuk berkorban. Bali mempunyai 2 pahlawan nasional yang sangat berperan
dalam mempertahankan daerahnya yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Ketut Jelantik.

Gambar 6.1. I Gusti Ngurah Ray (kiri) dan I Gusti Ketut Jelatik (Kanan)

B. Deskripsi Wilayah

Pulau Bali adalah bagian dari teretorial Republik Indonesia (R.I.)  yang terletak di
Kepulauan Sunda Kecil yang beribu kota daerah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya
adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur,
Seminyak, dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tempat tujuan pariwisata,
baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan. Suku bangsa Bali dibagi menjadi 2 yaitu:
Bali Aga (penduduk asli Bali biasa tinggal di daerah trunyan), dan Bali Mojopahit (Bali
Hindu / keturunan Bali Mojopahit). Luas wilayah Bali adalah 5.561 km2 atau 0,3 % x luas
Indonesia. Pulau Bali merupakan provinsi terkecil di Indonesia dengan batas geografis batas
barat adalah Selat Bali (P. Jawa), batas Timur adalah selat Lombok (P. Lombok), batas
Selatan adalah Samudera Hindia, batas utara adalah Laut Jawa.

Gambar 6.1. Pulau Bali

Pulau Bali terletak diatas dua lempengan tektonik yang saling tumpang tindih
sehingga wilayah ini tidak stabil. Gempa dan letusan gunung sering terjadi di pulau ini. Pulau
ini didominasi oleh sederetan puncak gunung berapi dengan ketinggian 2000 m. Gunung
tertinggi adalah Gunung Agung (3.140 m) dan masih aktif. Sebelah selatan inti gunung
bagian tengah Bali terdapat serangkaian kaki gunung dan lembah utama Bali. Sebagian besar
sungai mengalir dari dataran tinggi di tengah ke Samudera Hindia melalui kaki gunung dan

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 37


Pendidikan Kebudayaan Daerah

lembah ini, tanahnya yang kaya dan subur ditanai padi. Ciri khas pada lereng-lereng gunung
adalah sawah berteras, diairi secara efisien oleh sistem pengelolaan air tradisional
berdasarkan subak. Subak merupakan organisasi masyarakat pengairan yang bertujuan untuk
memastikan pembagian air secara merata diantara petani. Paling tidak, padi disawah ini dapat
dipanen dua kali pertahun. Desa-desa yang bertumpu pada penanaman padi seringkali terletak
di punggung-punggung gunung yang membagi berbagai jaringan sungai.

Gambar 6.2. Sawah berteras dengan sistem pengairan “Subak”

Jumlah penduduk kurang lebih 3 juta orang, meliputi unsur Hindu mayoritas dan unsur
Bali Aga minoritas. Bali Aga mengaku sebagai penduduk asli Bali, status minoritas mereka
merupakan akibat dari perpindahan penduduk Jawa sejak abad ke-10. Sekarang, kelompok-
kelompok kecil Bali Aga dapat ditemui terutama di bagian Timur pulau Bali. 95% penduduk
Bali beragama Hindu. Agama orang Bali dikenal sebagai Hindu Dharma atau agama Hindu
yang merupakan paduan ajaran Hindu, Budha dan animisme. Oleh karena itu, penyembahan
roh-roh halus, nenek moyang, dan unsur-unsur alam digabungkan dengan ajaran Hindu.

Gambar 6.3. Danau Batur Dengan Latar belakang Gunung Batur

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 38


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Salah satu upacara penting di Bali adalah pengabuan. Selama upacara ini berlangsung,
gamelan, tarian dan sesajen menyertai arak-arakan dengan sebuah “menara yang dihias”
diarak dari rumah duka ke tempat pengabuan. Namun, adat yang rumit ini agak terkikis
dengan berlalunya waktu walaupun masih berfungsi sebagai daya tarik wisatawan.

C. Penataan Ruang Masyarakat Bali


Desa merupakan jenis pemukiman utama di Bali. Setiap desa dihuni oleh 200 – ribuan
orang. Disekitar lapangan tengah desa terdapat “kuren” kumpulan rumah keluarga yang
dibatasi oleh dinding-dinding tinggi. Setiap kuren dihuni beberapa keluarga yang
bersembahyang, memasak, dan makan bersama. Lapangan tengah desa merupakan tempat
berkumpul penduduk desa yang menggunakannya untuk kegiatan budaya, pemasaran,
pertemuan dan dsb.

D. Masyarakat Trunyan

Desa Trunyan memiliki lima banjar (dusun), yang letaknya relatif berjauhan. Pusat
desa ini adalah Trunyan, sebuah perkampungan yang terletak di tepi timur Danau Batur.
Empat banjar lainnya adalah Banjar Madya, Banjar Bunut, Banjar Mukus, dan Banjar Puseh.
Banjar Madya dan Banjar Bunut berada di sebelah selatan Desa Trunyan dan berbatasan
langsung dengan Kabupaten Karangasem. Dari Desa Trunyan ke Banjar Bunut butuh waktu
sekitar dua jam berjalan kaki. Itu pun melewati jalan setapak dan mendaki Bukit Abang.
Warga Trunyan menyebut diri mereka sebagai Bali Turunan, yaitu orang yang
pertama kali turun dari langit dan menempati tanah Pulau Bali. Sementara penduduk Bali
lainnya disebut Bali Suku yang berasal dari Jawa, yang menyebar masuk pada masa kerajaan
Majapahit.

E. Penguburan Mayat di Trunyan

Salah satu tradisi desa adat Trunyan yang masih dijaga hingga kini adalah tradisi
upacara kematian yang tidak ada bandingannya dengan daerah lain di dunia. Sebagaimana
masyarakat Bali umumnya, Warga Desa Trunyan juga mengenal ngaben, namun di di desa
ini mayatnya tidak dibakar. Di sini mayat mereka taruh begitu saja di sebuah areal hutan.
Anehnya, mayat itu tak akan mengeluarkan bau busuk walaupun sudah disana selama
berbulan-bulan. Adat Desa Trunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya.
Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang berbeda.
Apabila salah seorang warga Trunyan meninggal secara wajar, mayatnya akan ditutupi kain
putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru
Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Namun, apabila penyebab kematiannya
tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan
diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak
kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda.
Mengapa tidak menimbulkan bau? Karena di areal hutan tersebut terdapat sebuah pohon yang
dikenal bernama Taru Menyan yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir
bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini,
hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal sebagai
Trunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 39


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Gambar 6.4. Penguburan Mayat di Desa Trunyan (kiri) dan Taru Menyan (kanan)

F. Pengelompokkan Masyarakat Bali


Pengelompokkan masyarakat bali adalah berdasarkan wangsa atau didasarkan atas
keturunan, yakni setiap orang dilahirkan sebagai kaum ningrat, atau sudra (juga dikenal
sebagai jaba, yang secara harfiah berarti orang luar istana). Kaum ningrat berikutnya dibagi
menjadi tiga kasta yaitu pendeta (brahmana), bangsawan yang berkuasa (satriya) dan prajurit-
prajurit (wesya). Sebagian besar penduduk sudra.
Penanda sosial yang kedua didasarkan atas tempat tinggal seseorang dengan sistem
banjar yang merupakan tulang punggung tatanan ini. Disetiap desa mungkin terdapat lebih
dari satu banjar, setiap banjar meliputi anggota sekitar lingkungan dalam desa. Sistem ini
berpusat pada pria dan setiap pria Bali wajib menjadi anggota banjar, sedangkan wanitanya
dilarang menjadi anggota. Dalam setiap banjar, seorang anggota dipilih sebagai ketua dan
mendapat sedikit hak istimewa seperti memperoleh tambahan nasi sewaktu perayaan tertentu.
Sebenarnya, banjar berperan sebagai koperasi, lengkap dengan dana bersama dan bahkan
kepemilikan sawah bersama.

G. Perekonomian Masyarakat Bali

Pertanian merupakan sumber mata pencaharian penting di Bali. Tanaman terpenting


adalah padi, paling tidak ¾ sawah di Bali dipanen dua kali setahun. Sejak pertengahan 1960-
an, petani menanam jenis padi yang menghasilkan panen tinggi dan biasanya penanaman
jenis tersebut menggunakan pupuk kimiawi dalam jumlah besar. Komoditas yang lain adalah
cengkeh, buah-buahan, vanili dan sayuran juga ditanam. Ada juga pemeliharaan ternak, yaitu
babi, ayam, dan unggas lain seperti bebek.
Pariwisata adalah unsur utama kedua di Bali. Tahun 1992 sejumlah 1 juta wisatawan
datang. Jumlah ini hampir ½ dari keseluruhan jumlah wisatawan di Indonesia, menunjukkan
bahwa Bali merupakan barometer pariwisata di Indonesia. Industri wisata di Bali
menyebabkan ledakan konstruksi. Tahun 1984, jumlah kamar hotel meningkar dari 9000
menjadi 20.000 kamar. Sekarang? Kerajinan, karya seni, dan pakaian juga penting dalam hal
kemungkunan memperoleh pendapatan. Kerajinan perak, kayu dan cangkang kerang serta
lukisan dan pakaian merupakan 70% dari nilai ekspor Bali tahun 1989. Sebagian besar
melalui penjualan kepada wisatawan.

H. Bahasa

Bali sebagian besar menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia, sebagian besar
masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga
dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan industri

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 40


Pendidikan Kebudayaan Daerah

pariwisata. Bahasa Bali di bagi menjadi 2 yaitu, bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang
pengucapannya lebih kasar, dan bahasa Bali Mojopahit yaitu bahasa yang pengucapannya
lebih halus.

I. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Banjar atau bisa disebut sebagai desa adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan social
yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan social tersebut diperkuat oleh kesatuan adat
dan upacara keagamaan. Banjar dikepalahi oleh klian banjar yang bertugas sebagai
menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dan keagamaan,tetapi sering kali
juga harus memecahkan soal-soal yang mencakup hukum adat tanah, dan hal-hal yang
sifatnya administrasi pemerintahan.
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang sistem pengairan yaitu sistem subak
yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal
arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng
Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga
memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut
kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang
terkena gigitan binatang berbisa.

J. Sistem Sosial (1)

Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali adalah mengarah pada patrilineal.
Sistem kasta sangat mempengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan, karena seorang
wanita yang kastanya lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah tidak
dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan, yaitu akan membuat malu keluarga dan
menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak wanita. Di beberapa daerah Bali ( tidak semua
daerah ), berlaku pula adat penyerahan mas kawin ( petuku luh), tetapi sekarang ini terutama
diantara keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang.
Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam
suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap yang sering berlaku diBali yaitu adat virilokal
adalah adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum
kerabat suami,dan adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri
ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu:
Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu : kelompok-klompok khusus seperti arya
Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian
yaitu desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah
dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah
kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan,
sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.
Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pada
dataran yang curah hujannya yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan babi sebagai
usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat maupun laut yang
merupakan mata pecaharian sambilan, kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda
anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam
bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada penduduk. Karena banyak wisatawan
yang mengunjungi bali maka timbullah usaha perhotelan, travel, toko kerajinan tangan.
Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari
jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen,

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 41


Pendidikan Kebudayaan Daerah

Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai
keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin. Orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan
dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang
pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali
disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu
adalah weda yang berasal dari India. Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu
diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang
yang telah meninggal dunia dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri
adalah upacara pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang
pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain
itu ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa
ratri.

Gambar 6.5. Upacara Ngaben

Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni :


(1).tattwa (filsafat agama),
(2). Etika (susila),
(3).Upacara (yadnya).

Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu


1. Manusia Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai masa dewasa.
2. Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur.
3. Dewa Yadnya yaitu upacara yang diadakan di pura / kuil keluarga.
4. Rsi yadnya yaituupacara dalam rangka pelantikan seorang pendeta.
5. Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh halus disekitar manusia yang mengganggu
manusia.

K. Kesenian

Kebudayaan kesenian di bali di golongkan 3 golongan utama yaitu


1. seni rupa misalnya seni lukis, seni patung, seni arsistektur,
2. seni pertunjukan misalnya seni tari, seni sastra, seni drama, seni musik, dan
3. seni audiovisual misalnya seni video dan film.

Nilai-Nilai Budaya
1. Tata krama yaitu kebiasaan sopan santun yang di sepakati dalam lingkungan
pergaulan antar manusia di dalam kelompoknya.
2. Nguopin yaitu gotong royong.
3. Ngayah atau ngayang yaitu kerja bakti untuk keperluan agama.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 42


Pendidikan Kebudayaan Daerah

4. Sopan santun yaitu adat hubungan dalam sopan pergaulan terhadap orang-orang yang
berbeda sex.

Di Bali jenis mata pencahariannya adalah bertani disawah. Mata pencaharian pokok
tersebut mulai bergeser pada jenis mata pencaharian non pertanian. Pergeseran ini terjadi
karena bahwa pada saat sekarang dengan berkembangnya industri pariwisata di daerah Bali,
maka mereka menganggap mulai berkembanglah pula terutama dalam mata pencaharian
penduduknya. Sehingga kebanyakan orang menjual lahannya untuk industri pariwisata yang
dirasakan lebih besar dan lebih cepat dinikmati. Pendapatan yang diperoleh saat ini
kebanyakan dari mata pencaharian non pertanian, seperti : tukang, sopir, industri, dan
kerajinan rumah tangga. Industri kerajinan rumah tangga seperti memimpin usaha selip
tepung, selip kelapa, penyosohan beras, usaha bordir atau jahit menjahit.     

Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas PGRI Yogyakarta 43

Anda mungkin juga menyukai