BAB I
HAKIKAT KEBUDAYAAN
Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa diharapkan memahami hakikat
kebudayaan yang meliputi asal usul kebudayaan, mengapa manusia tidak dapat lepas dari
kebudayaan, cirri-ciri kebudayaan serta manfaat kebudayaan.
A. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang berakal, dengan akalnya itu ia menghasilkan berbagai
alat dan cara untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Budaya merupakan ciptaan
manusia, tetapi budaya menguasai kehidupan manusia karena itu kebudayaan disebut
superorganik. Manusia yang berada di suatu tempat dan menghasilkan kebudayaan disebut
masyarakat. Kebudayaan merupakan upaya manusia dalam mengolah atau memanfaatkan
alam agar ia dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya.
Gambar 1.1 Salah satu cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan.
B. Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga
sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor,
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-
benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
C. Ciri-Ciri Kebudayaan
D. Jenis-Jenis Kebudayaan
1. Mentifect : kebudayaan yang bersifat abstrak atau tidak nampak yaitu berupa aspek
mental yang melandasi perilaku dan hasil kebendaan manusia,termasuk didalamnya
ide,gagasanpemikiran,kepercayaan,ideologi,sikap dan pandangan-pandangan manusia
tentang alam semesta.
2. Sosiofact : kebudayaan yang menempatkan manusia sebagai anggota masyarakat,
seperti sistem nilai,sistem moral,sistem norma dan adat-istiadat.
3. Artifact : kebudayaan material atau kebendaan seperti rumah, pakaian, perkakas
rumah tangga,peralatan bekerja,dan sebagainya.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas,
dan artefak.
1. Gagasan(Wujuddanideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak;
tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala
atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat
tersebut.
2. Aktivitas(tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem
sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak(karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan,
dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak
bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
F. Unsur-Unsur Budaya
Unsur-unsur budaya membedakan kebudayaan satu daerah dengan daerah yang lain.
Unsur-unsur budaya meliputi, IPTEK, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem bahasa,
sistem kesenian, sistem kepercayaan, dan sistem politik.
Teknologi adalah semua cara dan alat yang dipergunakan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai,
serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara
manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa
keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup
dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga
sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
a. alat-alat produktif
b. senjata
c. wadah
d. alat-alat menyalakan api
e. makanan
f. pakaian
g. tempat berlindung dan perumahan
h. alat-alat transportasi
3. Sistem sosial
Terdapat pengaturan tentang perkawinan,tempat tinggal,sistem kekerabatan
keluarga,jaringan sosial antar individu berdasarkan perkawinan (affinity) dan
keturunan darah (consanguinity). Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang
dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan
bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia
membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat
mereka capai sendiri.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat
dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang
bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga
yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan
terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek
dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok
kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga
ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga
mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga
bilateral, dan keluarga unilateral.
4. Sistem politik
Jalan, cara dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu.
5. Sistem kepercayaan
Kesadaran akan keterbatasan yang ada pada manusia, kesadaran akan adanya
kekuatan supranatural melahirkan sistem kepercayaan. Ada kalanya pengetahuan,
pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dalam menguasai dan
mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul
keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga
mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu,
baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan
dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan
kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin
religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting
dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi
dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut: ... sebuah institusi dengan
keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan
menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang
harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.
6. Sistem bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk
saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan
(bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada
lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri
dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah
membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan
fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan
fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan
sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk
mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa merupakan kebutuhan
manusia untuk sarana berpikir dan berinteraksi sosial. Bahasa berisi simbol-simbol
atau lambang untuk mengkomunikasikan ide gagasan atau pemikiran.
7. Sistem kesenian
Pranata yang dipergunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam
jiwa manusia. Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga.
Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai
corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang
kompleks.
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-
kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan
kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan,
pandangan politik dan gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan
kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung
pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa
banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan
komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
a. Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan
sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
b. Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di
Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan
kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam
masyarakat asli.
c. Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan
asli tanpa campur tangan pemerintah.
d. Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok
minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara
damai dengan kebudayaan induk.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan
kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan
informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.
1. Afrika.
Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti
kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh
kebudayaan Arab dan Islam.
2. Amerika
Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika;
orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama
Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.
3. Asia
Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu,
beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan
lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea,
dan Vietnam. Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak mempengaruhi
kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga
turut mempengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.
4. Australia
Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan
Amerika. Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan dan disesuaikan
dengan lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli
benua Australia, Aborigin.
5. Eropa
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah
dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan
ini telah diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna
bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh
kebudayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan
Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak
mengalami kemunduran beberapa tahun ini.
6. Timur Tengah dan Afrika Utara
Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat
dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang
berkembang di daerah ini.
BAB II
KEBUDAYAAN DAERAH DAN KEBUDAYAAN NASIONAL
Tujuan Pembelajaran
A. Kebudayaan Daerah
Kebudayaan daerah diartikan sebagai kebudayaan yang khas yang terdapat pada
wilayah tersebut. Kebudayaan daerah di Indonesia sangatlah beragam. Menurut
Koentjaraningrat kebudayaan daerah sama dengan konsep suku bangsa. Suatu kebudayaan
tidak terlepas dari pola kegiatan masyarakat. Keragaman budaya daerah bergantung pada
faktor geografis. Semakin besar wilayahnya, maka makin komplek perbedaan kebudayaan
satu dengan yang lain. Jika kita melihat dari ujung pulau Sumatera sampai ke pulau Irian
tercatat sekitar 300 suku bangsa dengan bahasa, adat-istiadat, dan agama yang berbeda.
Kriteria yang menentukan batas-batas dari masyarakat suku bangsa yang menjadi
pokok dan lokasi nyata suatu uraian tentang kebudayaan daerah atau suku bangsa (etnografi)
adalah sebagai berikut:
a. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.
Gambar 2.3. Bintang Gubug Penceng (kiri) dan Bintang Waluku (Kanan)
Mengatur Masyarakat
Adanya pimpinan terpilih dari masyarakat (primus inter pares). Orang mempunyai
kemampuan paling baik diantara masyarakat yang ada.
Sistem Macapat
Macapat berarti cara yang didasarkan pada jumlah empat dalam pengaturan
masyarakat. Pemimpin berada ditengah antara Barat, Timur, Selatan, dan Utara. Pada
masa sekarang dikonsepkan sebagai alun-alun yang terdapat semua daearah.
Wayang
Wayang pada mulanya merupakan sarana untuk upacara kepercayaan. Nenek moyang
yang telah meninggal dibuatkan arca perwujudan. Boneka perwujudan dimainkan
dengan iringan cerita dan nasehat.
Gamelan
Gamelan merupakan perlengkapan peralatan dalam upacara adat.
Batik
Seni batik dibuat pada kain putih dengan mempergunakan canting sebagai alat
tulisnya, sehingga diperoleh batik tulis. Kebudayaan batik terdapat pada semua daerah
dengan motif berbeda.
Seni Logam
Kerajinan logam sejalan dengan budaya batik dan budaya gamelan sebagai sarana dua
macam sarana tersebut.
Perdagangan
Perdagangan pada daerah-daerah kebudayaan dengan pola sama yaitu sistem barter.
Pada garis besarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat suku-suku bangsa
Indonesia memakai sistem kekerabatan bilateral, yaitu sistem kekerabatan yang mendasarkan
garis keturunan dari ayah dan garis ibu secara berimbang. Anak-anak yang lahir dapat masuk
ke dalam kerabat ayahnya dan kerabat ibunya secara bersama-sama. Sistem inilah yang
banyak berlaku pada kebudayaan daerah di Indonesia. Sebagian kecil kebudayaan daerah
dalam sistem kekerabatan unilateral matrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang hanya
berdasarkan garis ibu saja (contoh masyarakat Minangkabau). Kebudayaan daerah lainnya
memakai sistem kekerabatan unilareal patrineal, yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan
garis ayah saja.
Dari uraian diatas kebudayaan daerah secara pengertian tidak akan terlepas dari
keragaman suku bangsa yang ada. Tetapi dari berbagai corak kebudayaan tersebut, terdapat
persamaan yang mendasar. Yaitu mengenai tentang upacara keagamaan semua suku bangsa,
mementingkan upacara-upacara adat yang bersifat religi. Suku bangsa tersebut lebuh suka
unsur mistik daripada berusaha dalam mencapai tujuan materiil mereka. Hal yang
berhubungan dengan unsur mistik dianut oleh semua kebudayaan daerah yang ada di
Indonesia.
Masih percaya pada takhayul. Dulu dan sekarang masyarakat daerah di Indonesia
percaya kepada batu, gunung, pantai, sungai, pohon, patung, keris, pedang, dan lainnya,
mempunyai kekuatan gaib. Semua itu dianggap keramat dan manusia harus mengatur
hubungan dengan baik dengan memberi sesaji, membaca do’a dan memperlakukannya
dengan istimewa. Manusia Indonesia sering kali menghitung hari baik, bulan baik, hari naas,
dan bulan naas, mereka juga percaya akan adanya segala macam hantu, jurig, genderowo,
makhluk halus, kuntilanak, dan lain-lain. Likantropi, kepercayaan bahwa manusia dapat
mejelma menjadi binatang tertentu menyebar di nusantara.
C. Kebudayaan Nasional
Golongan Vedoid, antara lain orang-orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano, dan
Tomura, dengan ciri-ciri fisik bertubuh relatif kecil, kulit sawo matang, dan rambut
berombak.
Dari perbedaan golongan tersebut, ada pola sistem yang khas dari bangsa Indonesia.
Untuk kebudayaan nasional bisa dihubungkan dengan kebudayaan timur yang menjadi dasar
landasan kebudayaan daerah. Kebudayaan nasional dapat dilihat dari pola sistem hidup
masyarakatnya, seperti sifat keramah-tamahan, kekeluargaan, kerakyatan , kemanusiaan dan
gotong royong. Sifat-sifat inilah yang dapat dilihat dari kebudayaan nasional yang dilihat
oleh bangsa lain sebagai ciri kebudayaan Indonesia. Meskipun gotong royong setiap daerah
istilahnya berbeda, tetapi secara pengertian sama artinya. Bangsa Indonesia mempunyai
peribahasa berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, sama rata sama rasa. Ungkapan ini
mencerminkan bangsa Indonesia sejak dulu menjunjung tinggi kebersamaan dalam
melaksanakan pekerjaan, dan menikmati hasilnya
16. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
17. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
18. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
19. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
20. Kursi Taman Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum WN
Perancis
21. Pigura Dengan Ornamen Ukir Khas Jepara dari Jawa Tengah oleh Oknum WN
Inggris
22. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
23. Desain Kerajinan Perak Desak Suwarti dari Bali oleh Oknum WN Amerika
24. Produk Berbahan Rempah-rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia oleh Shiseido
Co Ltd
25. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
26. Kopi Gayo dari Aceh oleh perusahaan multinasional (MNC) Belanda
27. Kopi Toraja dari Sulawesi Selatan oleh perusahaan Jepang
28. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
29. Kain Ulos oleh Malaysia
30. Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia
31. Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
32. Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia
BAB III
NEGARA, BANGSA DAN SEJARAH INDONESIA
Indonesia memiliki 17.504 pulau (data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di
Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, menyebar sekitar katulistiwa,
memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari
setengah (65%) populasi Indonesia hidup. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa,
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung
berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif. Sebagian dari gunung berapi
terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan laut. Indonesia merupakan tempat
pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif (Ring of Fire). Terdapat puluhan patahan aktif di
wilayah Indonesia.
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian
barat Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan
fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia, terdapat
daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan flora
Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulau-pulau yang
terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan fauna
yakni:
Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua
Asia.
Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna endemik/hanya
terdapat pada daerah tersebut.
Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua
Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal
sebagai Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat
dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang
memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.
pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt.
Carstenz, 5030 m).
Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa
tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi;
dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah
Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah
Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat,
Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan
cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat.
Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan
lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai
macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.
3. Keragaman Ekologi
Di Indonesia, keadaan sangat bervariasi antara pulau satu dengan pulau lainnya.
Pulau-pulau yang terlalu padat seperti Jawa dan Bali disejajarkan dengan Sumatera dan
Kalimantan dengan hutan belantara luas yang baru belakangan dirambah manusia. Pulau-
pulau yang lebih kecil dan kering membutuhkan cara pengairan khusus, berbeda dengan
Sulawesi yang mempunyai curah hujan musiman yang lebat. Perbedaan-perbedaan taru
dan satwa juga sangat mencolok.
Pada tahun 1860 Alfres Russel Wallace terpesona oleh kenyataan bahwa margasatwa
dibagian barat Indonesia predominan Asia, sementara pulau-pulau sebelah timur lebih
banyak jenis tumbuhan dan satwa khas Australia. Pengamatan inilah yang menimbulkan
istilah “Garis Wallace”. Teorinya kemudian dimodifikasi dengan menambahkan suatu
zona peralihan antara zona Asia dan zona Australia, tetapi pada dasarnya perbedaan
antara keduanya masih tampak.
4. Keragaman Budaya
Banyak orang Indonesia setuju bahwa keragaman ekologi Indonesia menyebabkan
keragaman budaya penduduknya. Namun demikian, sulit merumuskan ketentuan umum
mengkaitkan budaya dengan lingkungan alam. Dalam sejarah, lautan yang mengeliling
pulau-pulau seringkali merupakan sarana perhubungan antarsuku bangsa, namun lautan
pula kadang-kadang dihindari oleh suku bangsa lain sebagaimana orang Bali. Kelompok-
kelompok dengan bentuk organisasi social dan teknologi sangat berbeda mungkin saja
hidup berdekatan satu sama lain. Masyarakat Trunyan di Bali yang tinggal di kawasan
vulkanik Gunung Batur bertahan dengan cara hidupnya, sementara disebagian besar
wilayah Bali sudah berubah sejak berabad-abad lalu. Masyarakat Tengger dan Badui di
Jawa merupakan dua suku lain yang memilih mempertahankan pola-pola hidup yang
sudah lama disesuaikan dengan penduduka sekitar mereka. Meskipun suku-suku ini
cenderung tinggal didaerah pegunungan terpencil, sikap konservatif mempertahankan
budaya disebabkan paling tidak oleh keputusan mereka sendiri disamping factor
lingkungan. Tanah yang berbeda, ketersedian bahan-bahan alam, dan jalur perhubungan
jelas berperan membentuk pola-pola keragaman. Oleh karena itu, lading-ladang pertanian
di dataran endapan sungai berkembang sejak jaman purbakala, sedangkan cara hidup
berburu dan meramu didaerah kurang padat tetap bertahan sampai kini.
revolusi tahun 1945-1950 dan lahirnya Republik Indonesia dengan semboyan nasional
“Bhineka Tunggal Ika”, yang diterjemahkan menjadi “Kesatuan dalam Keragaman”.
Konfigurasi budaya Indonesia yang berlapis-lapis tidak seluruhnya merupakan hasil
perjalanan sejarah serta lingkungan. Sebaliknya bentuk kebudayaan Indonesia yang kompleks
dapat dikatakan merupakan perpaduan keadaan alam dan keputusan yang dibuat secara sadar.
dimulai pada saat bulan baru dan dibagi menjadi dua paruh terdiri atas 15 hari, paruh
terang dimulai sejak bulan baru sampai purnama dan paruh gelap berakhir saat timbul
bulan baru. Prasasti Indonesia biasanya menyebutkan tahun Saka, nama bulan, hari
ke-, paruh bulan dan hari dalam satuan pekan
Penanggalan Kristen (matahari) : tahun terdiri dari 365,24 hari dan dibagi menjadi 12
bulan dengan 28 – 31 hari.
Penanggalan Islam (bulan) dimulai tahun 622 M dan dibagi menjadi 12 bulan dengan
rata-rata 29,5 hari.
2. Penanggalan Islam
Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (bahasa Arab: ;التقويم الهجريat-taqwim
al-hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam
menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting
lainnya. Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama
kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari
Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk
mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan
sehari-hari. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda
dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran matahari.
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda
dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal
dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah,
sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut. Kalender
Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar
(qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik
bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708
hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11
hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam
Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia bulan yang
mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik
apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan,
bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara itu, satu
bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige
(jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari
matahari (aphelion). dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-
ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan,
Bumi dan Matahari)
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan
(visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau
ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga
posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka
jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus
bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari.
Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
3. Sistem Rasi
Suatu rasi bintang atau konstelasi adalah sekelompok bintang yang tampak
berhubungan membentuk suatu konfigurasi khusus. Dalam ruang tiga dimensi,
kebanyakan bintang yang kita amati tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya,
tetapi dapat terlihat seperti berkelompok pada bola langit malam. Manusia memiliki
kemampuan yang sangat tinggi dalam mengenali pola dan sepanjang sejarah telah
mengelompokkan bintang-bintang yang tampak berdekatan menjadi rasi-rasi bintang.
Susunan rasi bintang yang tidak resmi, yaitu yang dikenal luas oleh masyarakat tapi
tidak diakui oleh para ahli astronomi atau Himpunan Astronomi Internasional, juga
disebut asterisma. Bintang-bintang pada rasi bintang atau asterisma jarang yang
mempunyai hubungan astrofisika; mereka hanya kebetulan saja tampak berdekatan di
langit yang tampak dari Bumi dan biasanya terpisah sangat jauh.
Pengelompokan bintang-bintang menjadi rasi bintang sebenarnya cukup acak, dan
kebudayaan yang berbeda akan memiliki rasi bintang yang berbeda pula, sekalipun
beberapa yang sangat mudah dikenali biasanya seringkali ditemukan, misalnya Orion
atau Scorpius.
Himpunan Astronomi Internasional telah membagi langit menjadi 88 rasi bintang
resmi dengan batas-batas yang jelas, sehingga setiap arah hanya dimiliki oleh satu rasi
bintang saja. Pada belahan bumi (hemisfer) utara, kebanyakan rasi bintangnya
didasarkan pada tradisi Yunani, yang diwariskan melalui Abad Pertengahan, dan
mengandung simbol-simbol Zodiak.
Beragam pola-pola lainnya yang tidak resmi telah ada bersama-sama dengan rasi
bintang dan disebut asterisma, seperti Bajak (juga dikenal di Amerika Serikat sebagai
Big Dipper) dan Little Dipper
BAB IV
SISTEM KEARIFAN LOKAL (INDEGENOUS SYSTEMS)
Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa dapat mengenal dan memahami
kearifan lokal yang berasal dari fenomena alam sehingga diharapkan mampu mengenal
daerahnya untuk melestarikan warisan-warisan kearifan local nenek moyangnya.
A. Pengertian
Sistem kearifan lokal secara netral dan dinamik di kalangan dunia barat biasanya
disebut dengan istilah Indigenous Knowledge (Warren, dalam Adimiharja, 2004). Konsep
kearifan lokal atau kearifan tradisional atau sistem pengetahuan lokal (indigenous knowledge
system) adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang
telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal-balik antara masyarakat
dengan lingkungannya (Marzali, dalam Mumfangati, dkk., 2004). Jadi, konsep sistem
kearifan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Karena
hubungan yang dekat dengan lingkungan dan sumber daya alam, masyarakat lokal,
tradisional, atau asli, melalui “uji coba” telah mengembangkan pemahaman terhadap sistem
ekologi dimana mereka tinggal yang telah dianggap mempertahankan sumber daya alam,
serta meninggalkan kegiatan-kegiatan yang dianggap merusak lingkungan (Mitchell, 2003).
Dalam konteks pengembangan rawa lebak, kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan
rawa lebak ini cukup luas meliputi pemahaman terhadap gejala-gejala alam atau ciri-ciri
alamiah seperti kemunculan bintang dan binatang yang menandakan datangnya musim
hujan/kemarau sehingga petani dapat tepat waktu dalam melakukan kegiatan usaha taninya
serta kebiasaan dalam budidaya pertanian, termasuk perikanan dan peternakan seperti dalam
penyiapan lahan, konservasi air dan tanah, pengelolaan air dan hara, pemilihan komoditas,
perawatan tanaman, pengembalaan dan pemeliharaan ternak (itik, kerbau rawa), dan upaya
pengembangbiakannya yang meskipun masih bersifat tradisional, merupakan pengetahuan
lokal spesifik yang perlu digali dan dikembangkan (Noorginayuwati dan Rafieq, 2004;
Furukawa, 1996).
Sistem pertanian yang dipraktekkan oleh petani Banjar di lahan rawa (lahan pasang
surut, lebak, dan gambut) Kalimantan bagian selatan terutama di kawasan Delta Pulau Petak
oleh para ahli, misalnya Collier, 1980: Ruddle, 1987; van Wijk, 1951; dan Watson, 1984,
disebut sebagai Sistem Orang Banjar (Banjarese System) (Leevang, 2003). Salah satu
penemuan petani Banjar adalah ilmu pengetahuan teknologi dan kearifan tradisional dalam
pembukaan (reklamasi), pengelolaan, dan pengembangan pertanian lahan rawa. Lahan rawa
lebak telah dimanfaatkan selama berabad-abad oleh penduduk lokal dan pendatang secara
cukup berkelanjutan. Menurut Conway (1985), pemanfaatan secara tradisional itu dicirikan
oleh (Haris, 2001):
1. Pemanfaatan berganda (multiple use) lahan, vegetasi, dan hewan. Di lahan rawa,
masyarakat tidak hanya menanam dan memanen padi, sayuran, dan kelapa, tetapi juga
menangkap ikan, memungut hasil hutan, dan berburu hewan liar.
2. Penerapan teknik budidaya dan varietas tanaman yang secara khusus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan lahan rawa tersebut.
Teknik-teknik canggih dan rendah energi untuk transformasi pertanian yang berhasil pada
lahan rawa lebak di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah telah dikembangkan dan
diperluas dalam beberapa dekade oleh orang-orang Banjar, Bugis, dan migran dari Jawa.
Ketiga kelompok ini mempergunakan sistem yang hampir seluruhnya berdasarkan model
yang dikembangkan oleh orang Banjar (Ruddle, dalam Haris, 2001).
Sistem orang Banjar merupakan sistem pertanian tradisional lahan rawa yang akrab dan
selaras dengan alam, yang disesuaikan dengan situasi ekologis lokal seperti tipologi lahan
dan keadaan musim yang erat kaitannya dengan keadaan topografi, kedalaman genangan, dan
ketersediaan air. MacKinnon et al. (1996) menilai sistem ini sebagai sistem multicropping
berkelanjutan yang berhasil pada suatu lahan marjinal, sistem pertanian yang produktif dan
self sustaining dalam jangka waktu lama. Hal ini terlihat dari penerapan sistem surjan Banjar
dan pola suksesi dari pertanaman padi menjadi kelapa–pohon, buah-buahan–ikan yang
diterapkan petani Banjar (Haris, 2001).
Pertanian lahan rawa lebak yang dilakukan oleh Orang/Suku Banjar di Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah umumnya masih dikelola secara tradisional, mulai dari
persemaian benih padi, penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama, penyakit dan gulma,
pengelolaan air, panen, hingga pasca panen. Fenomena alam dijadikan indikator dan panduan
dalam melaksanakan kegiatan bercocok tanam. Ketergantungan pada musim dan
perhitungannya pun masih sangat kuat. Apabila menurut perhitungan sudah waktunya untuk
bertanam, maka para petani akan mulai menggarap sawahnya. Sebaliknya, apabila
perhitungan musim menunjukkan kondisinya kurang baik, maka umumnya para petani akan
beralih pada pekerjaan lainnya.
Sebagai upaya penganekaan tanaman, petani memodifikasi kondisi lahan agar sesuai
dengan komoditas yang dibudidayakan. Petani membuat sistem surjan Banjar (tabukan
tembokan/tukungan/baluran). Dengan penerapan sistem ini, di lahan pertanian akan tersedia
lahan tabukan yang tergenang (diusahakan untuk pertanaman padi atau menggabungkannya
dengan budidaya ikan, mina padi) dan lahan tembokan/tukungan/baluran yang kering (untuk
budidaya tanaman palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman tahunan dan tanaman
industri). Pengolahan tanah menggunakan alat tradisional tajak, sehingga lapisan tanah yang
diolah tidak terlalu dalam, dan lapisan pirit tidak terusik. Dengan demikian, kemungkinan
pirit itu terpapar ke permukaan dan teroksidasi yang menyebabkan tanah semakin masam,
dapat dicegah. Pengolahan tanah dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengelolaan gulma
(menebas, memuntal, membalik, menyebarkan) yang tidak lain merupakan tindakan
konservasi tanah, karena gulma itu dikembalikan ke tanah sebagai pupuk organik (pupuk
hijau). Selain sebagai pupuk, rerumputan gulma yang ditebarkan secara merata menutupi
permukaan lahan sawah juga berfungsi sebagai penekan pertumbuhan anak-anak rumput
gulma (Idak, dalam Haris, 2001).
Sajian di bawah ini diambil dari tulisan Pak Achmad Rafieq yang berjudul “Sosial
Budaya dan Teknologi Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengembangan Pertanian Lahan
Lebak di Kalimantan Selatan”.
Sebagian besar penduduk yang bermukim di wilayah rawa lebak di Kalimantan
Selatan bergelut di sektor pertanian secara luas, yaitu sebagai petani holtikultura, padi, dan
palawija, sebagai penangkap ikan, serta peternak itik atau kerbau rawa. Sebagian penduduk
lainnya bergerak di sektor perdagangan, kerajinan, dan jasa yang hampir seluruhnya
berhubungan erat dengan pemanfaatan sumberdaya lahan rawa lebak.
Pada mulanya rawa lebak hanya dijadikan tempat tinggal sementara para penebang
kayu dan pencari ikan. Semakin lama komunitasnya semakin bertambah banyak, sementara
kayu yang ditebang mulai berkurang sehingga masyarakat berupaya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan mencoba menanam padi dan mengembangkan keterampilan.
Semakin lama mereka semakin memahami fenomena lahan rawa sehingga mampu
mengembangkan beragam komoditas pertanian. Dalam berinteraksi dengan alam mereka
tidak berupaya untuk menguasai atau melawannya tetapi berusaha untuk menyesuaikan
dengan dinamika lahan rawa.
Usaha tani padi yang dikembangkan di lahan rawa lebak sebagian terbesar merupakan
upaya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sebagian besar hanya bertanam sekali setahun
pada musim kering (banih rintak) dan sebagian kecil dapat bertanam dua kali dalam setahun
(banih surung dan banih rintak). Mereka yang bertanam dua kali setahun umumnya sawahnya
berkisar antara 10-20 borongan (0,3-0,6 ha) dengan produktivitas sebesar 3,5 ton/ha. Petani di
Negara selalu menanam padi rintak setiap tahun sedangkan padi surung tergantung pada
keadaan air. Penanaman padi rintak paling sedikit seluas 0,3 ha sedangkan padi surung paling
sedikit setiap 0,6 ha. Pada daerah yang ditanami padi sekali dalam setahun, luas tanam setiap
keluarga mencapai rata-rata 1 ha permusim dengan produktivitas mencapai 4,2 ton/ha.
Petani lokal di lahan rawa lebak Kalimantan Selatan umumnya masih memerhatikan
fenomena alam seperti bintang atau binatang untuk melihat peluang keberhasilan usaha tani,
termasuk waktu tanam. Fenomena alam yang menjadi pertanda musim kering di antaranya
sebagai berikut:
1. Apabila ikan-ikan mulai meninggalkan kawasan lahan rawa lebak (turun) menuju sungai
merupakan pertanda akan datangnya musim kering. Gejala alam ini biasanya terjadi pada
bulan April atau Mei. Pada saat ini suhu air di lahan lebak sudah meningkat dan ikan
turun untuk mencari daerah yang berair dalam. Kegiatan usaha tani yang dilakukan
adalah persiapan semaian.
2. Apabila ketinggian air semakin menyusut tetapi masih ada ikan saluang yang bertahan
maka menunjukkan bahwa lahan rawa lebak masih tidak akan kekeringan. Biasanya
masih akan ada air sehingga kedalaman air di lahan rawa lebak kembali meningkat, baik
sebagai akibat turunnya hujan di lahan rawa lebak atau kiriman air di dataran tinggi yang
mengalir melalui beberapa anak sungai. Kegiatan usaha tani yang dilakukan adalah
persiapan semaian.
3. Bintang karantika muncul di ufuk barat pada senja hari hingga sesudah waktu maghrib
menandakan air di lahan rawa lebak akan mulai kering. Bintang karantika merupakan
gugusan bintang yang susunannya bergerombol (bagumpal) membentuk segi enam.
Kemunculan bintang ini di ufuk barat merupakan peringatan kepada petani untuk segera
melakukan penyemaian benih tanaman padi (manaradak). Saat kemunculan bintang ini
hingga 20 hari kemudian dianggap merupakan waktu yang ideal untuk melakukan
penyemaian benih padi. Apabila telah lewat dari waktu tersebut maka petani akan
terlambat memulai usahatani padinya dan diperkirakan padi di pertanaman tidak akan
sempat memperoleh waktu yang cukup untuk memperoleh air.
4. Bintang baur bilah yang muncul 20 hari kemudian juga dijadikan pertanda bagi datangnya
musim kering dan dijadikan patokan dalam memperkirakan lama tidaknya musim kering.
Bintang ini muncul di ufuk barat berderet tiga membentuk garis lurus. Apabila bintang
paling atas terlihat terang, terjadi musim kemarau panjang. Sebaliknya, jika bintang
paling bawah terlihat terang, kemarau hanya sebentar. Juga bila bintang paling kiri paling
terang, terjadi panas terik pada awal musim, sebaliknya jika paling kanan terang, maka
terik di akhir musim.
5. Tingginya air pasang yang datang secara bertahap juga menjadi ciri yang menentukan
lamanya musim kering. Apabila dalam tiga kali kedatangan air pasang (pasang-surut,
pasang-surut, dan pasang kembali), ketinggian air pasang pada tahapan pasang surut yang
ketiga lebih tinggi dari dua pasang sebelumnya biasanya akan terjadi musim kering yang
panjang.
6. Ada juga yang melihat posisi antara matahari dan bintang karantika. Apabila matahari
terbit agak ke sebelah timur laut dibandingkan posisi karantika berarti akan terjadi musim
kemarau panjang (landang).
7. Apabila burung putuh (kuntul = sejenis bangau) mulai meletakkan telurnya di semak
padang parupuk merupakan tanda air akan menyurut (rintak). Burung putih
mengharapkan setelah telurnya menetas air akan surut sehingga anaknya mudah mencari
mangsa (ikan).
Fenomena alam sebagai pertanda akan datangnya air di lahan rawa lebak di antaranya
sebagai berikut:
1. Munculnya fenomena alam yang disebut kapat, yaitu saat suhu udara mencapai derajat
tinggi. Diceritakan, orang yang mengetahui waktu terjadinya kapat dapat menunjukkan
bahwa air yang diletakkan dalam suatu tempat akan memuai. Kapat ini biasanya
mengikuti kalender syamsiah dan terjadi pada awal bulan Oktober. Empat puluh hari
setelah terjadinya kapat maka biasanya air di lahan rawa lebak akan dalam kembali
(layap).
2. Setelah terjadi fenomena kapat, akan muncul fenomena alam lain yang ditandai dengan
beterbangannya suatu benda yang oleh masyarakat disebut benang-benang. Munculnya
benda putih menyerupai benang-benang yang sangat lembut, beterbangan di udara dan
menyangkut di pepohonan dan tiang-tiang tinggi ini disebutkan sebagai pertanda
datangnya musim barat, yaitu tanda akan dalam kembali air di lahan lebak (layap).
Fenomena alam ini biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai Nopember.
3. Apabila kumpai payung (papayungan) yang tumbuh di tanah yang agak tinggi mulai
menguning dan rebah maka pertanda air akan dalam (basurung). Ada pula tumbuhan yang
disebut pacar halang yang berbuah kecil seperti butir jagung. Apabila buahnya memerah
(masak) dan mulai berjatuhan maka air sudah mulai menggenangi lahan rawa lebak.
4. Untuk menentukan lama tidaknya musim basah, petani menjadikan keladi lumbu (gatal)
sebagai indikator. Bila tanaman ini mulai berbunga berarti itulah saat pertengahan musim
air dalam. Apabila rumput pipisangan daunnya bercahaya agak kuning maka pertanda air
akan lambat turun (batarik).
Selain pengetahuan yang berhubungan dengan peramalan iklim, petani di lahan rawa
lebak juga mempunyai kearifan lokal mengenai kesesuaian tanah dengan tanaman, baik
ditinjau dari ketinggiannya maupun kandungan humus dan teksturnya. Mereka menanami
tanah yang tinggi dengan semangka, jagung, kacang, dan ubi negara, sedangkan tanah yang
rendah ditanami padi.
Bagi petani di lahan rawa lebak, tanah bukaan baru dan dekat hutan umumnya
dianggap sangat subur dan tidak masam, tetapi bila banyak tumbuh galam pertanda tanah itu
masam. Ciri tanah masam lainnya adalah apabila di batang tanaman tersisa warna kekuning-
kuningan begas terendam (tagar banyu) dan ditumbuhi oleh kumpai babulu dan airnya
berwarna kuning. Tanah masam ini maih dapat ditanami ubi nagara atau bila ingin ditanami
semangka maka tanah dilakukan pengapuran terlebih dahulu. Bila telah ditanami beberapa
kali keasaman akan berkurang karena sisa-sisa rumput yang tumbuh dan mati menjadi
humus. Apabila keasaman tanah tidak bisa ditingkatkan maka petani akan meninggalkannya
dan menganggap tanah tersebut sebagai tanah yang tidak produktif (tanah bangking). Tanah
yang baik adalah tanah yang tidak banyak ditumbuhi oleh jenis tanaman liar (taung) seperti
parupuk, mengandung humus yang banyak dari pembusukan kumpai, serta mempunyai aliran
sungai yang dalam. Sungai ni berfungsi untuk pembuangan air masam sehingga sejak dahulu
petani membuat dan memelihara ray yang dibuat setiap jarak 30 depa.
Pada masa lalu pengembangan dan penerapan kearifan lokal ini merupakan otoritas
perangkat kampung yang disebut Kepala Padang. Kepala Padang biasanya orang yang
mempunyai pengetahuan yang luas mengenai silsilah kepemilikan lahan dan peramalan
iklim. Ketentuan suatu kampung memulai melakukan aktivitas pertanian biasanya ditentukan
oleh Kepala Padang berdasarkan indikator gejala alam yang diamatinya. Pada saat ini sudah
jarang desa yang dilengkapi perangkat Kepala Padang.
D. Tugas
1. Jelaskan sistem kearifan lokal di daerah tempat tinggal saudara? Berikan gambar-gambar
untuk memperkuat penjelasan saudara.
BAB V
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SUNDA
Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa dapat mengetahui dan mengenal
kearifal lokal yang terdapat pada masyarakat Sunda. Setelah memahami bab ini ,mahasiswa
diharapkan dapat memahami pula kearifan lokal daerahnya masing-masing.
A. Sejarah Sunda
Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397M untuk
menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya, Tarumanagara. Tarusbawa, penguasa
Tarumanagara yang ke-13 ingin mengembalikan keharuman Tarumanagara yang semakin
menurun di purasaba (ibukota) Sundapura. Pada tahun 670M ia mengganti nama
Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda (selanjutnya punya nama lain yang menunjukkan
wilayah/pemerintahan yang sama seperti Galuh, Kawali, Pakuan atau Pajajaran). Peristiwa ini
dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan
Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Maharaja
Tarusbawa menerima tuntutan Raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah
menjadi dua kerajaan, yaitu KerajaanSunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum
sebagai batas (Cianjur ke Barat wilayah Sunda, Bandung ke Timur wilayah Galuh).
C. Watak Sunda
Sunda berasal dari kata Su yang mempynuai arti Bagus/Baik, segala sesuatu yang
mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/
karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak/karakter Sunda yang
dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter
(pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan
Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
1. Cageur dan Bageur
Cageur, yakni harus sehat jasmani dan rohani, sehat berpikir, sehat
berpendapat, sehat lahir dan batin, sehat moral, sehat berbuat dan bertindak, sehat
berprasangka atau menjauhkan sifat suudzonisme.
2. Bageur yaitu baik hati, sayang kepada sesama, banyak memberi pendapat dan kaidah
moril terpuji ataupun materi, tidak pelit, tidak emosional, baik hati, penolong dan
ikhlas menjalankan serta mengamalkan, bukan hanya dibaca atau diucapkan saja.
3. Bener dan Singer
Pada masa silam urang Sunda sangat peduli terhadap penataan ruang untuk kehidupan
sehari-hari. Hal ini, antara lain, dapat disimak dalam naskah Sanghyang Siksakanda ng
Karesian (kropak 632) yang memberi wejangan agar manusia bijaksana dalam pemanfaatan
ruang dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan naskah Sunda tersebut, telah dikenal tak
kurang dari 19 kategori lahan yang harus dihindari untuk dibangun manusia, yang disebut
"kotoran bumi". Tempat-tempat tersebut adalah sebagai berikut.
Masyarakat sunda menyukai sayuran sebagai lalapan. Lalapan itu ternyata juga
mengandung antioksidan alami yang berkhasiat menjaga kesehatan badan. Peneliti Institut
Pertanian Bogor (IPB) berhasil menemukan senyawa antioksidan alami dalam sebelas macam
sayuran. Kesebelas sayuran tersebut adalah kenikir (Cosmos caudatus), beluntas (Pluchea
indica), mangkokan (Nothopanax scutellarium), kecombrang (Nicolaia speciosa Horan),
kemangi (Ocimum sanctum). Katuk (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias
pinnata), antaman (Centella asiatica), poh-pohan (Pilea trinervia), daun gingseng (Talinum
paniculatum), dan krokot (Portulaca oleracea). Senyawa antioksidan alami berupa senyawa
fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil,
asam amino, dan amina), atau karotenoid seperti asam askorbat.
Gambar 5.7. Kedondong Cina (kiri), Antaman (tengah) dan Poh-pohan (kanan)
H. Sayuran Indegenous
J. Bambu
Gambar 5. 9 Bambu
Bagi masyarakat Cina, bambu dianggap sebagai salah satu jenis tumbuhan mulia. Ratusan
tahun lalu, seorang penyair Cina terkenal, Pou-Sou-Tung, mengungkapkan bahwa suatu
makanan harus memiliki daging, sedangkan rumah harus memiliki bambu. Tanpa daging kita
bisa kurus, sedangkan tanpa bambu kita bisa kehilangan ketenteraman dan kebudayaan. Suatu
ungkapan yang mengagungkan tumbuhan bambu, karena begitu pentingnya fungsi bambu
bagi kehidupan masyarakat Cina.
Beberapa jenis bambu (awi) juga sering digunakan dalam penyelenggaraan upacara tanam
padi masyarakat Sunda, antara lain awi tamiang yang biasa disertakan dalam sesajen. Jenis
bambu lainnya, bambu hitam (awi hideung) sebagai bahan musik angklung buhun sakral,
yang biasa digunakan untuk mengiringi upacara ngaseuk huma. Selain sebagai bahan musik
angklung buhun, beberapa jenis bambu juga digunakan untuk berbagai bahan alat musik
lainnya, antara lain calung, suling, celempung, calintu, dan lain-lain. Bahkan, jenis- jenis
bambu bukan saja digunakan sebagai bahan upacara dan musik.
Berbagai jenis bambu juga biasa dimanfaatkan untuk aneka ragam kepentingan
masyarakat Sunda, misalnya pada masa lalu, ketika rumah- rumah pedesaan orang Sunda
masih berbentuk panggung. Sebagian besar bahan rumah tersebut menggunakan bambu,
seperti dinding rumah (bilik), pelupuh, langit-langit, penyangga atap (layeus dan susuhunan),
pengikat atap (hateup), dan tangga rumah (taraje). Demikian pula berbagai peralatan dan
perkakas rumah tangga banyak dibuat dari bahan bambu. Aneka ragam jenis bambu di
masyarakat Sunda memiliki fungsi penting untuk memenuhi keperluan keluarga sehari-hari.
Dalam penebangan bambu ada banyak syarat yang harus dilakukan. Empat di antaranya
adalah tidak menebang bambu pada saat terang bulan, pada pagi hari, saat muncul rebung,
dan saat rumpun bambu mulai berbunga. Penjelasannya, saat bambu sedang memiliki rebung,
sesungguhnya berat batang bambu berkurang setengahnya karena bambu yang lebih tua
sedang mengalihkan zat kalk pada anak bambu atau rebung. Jadi, sebatang bambu yang
biasanya memiliki berat 10 kilogram tinggal 5 kilogram. Sementara itu, di pagi hari bambu
biasanya sedang mengisap makanan yang mengandung banyak gula. Akibatnya, ketika
ditebang pada pagi hari, bambu memiliki kadar gula tinggi yang memudahkannya dimakan
rayap. Bambu seperti itu tidak bisa tahan lama. Bambu tak bisa ditebang saat terang bulan
karena kadar airnya sedang tinggi. Kadar air yang tinggi menimbulkan kadar gula yang tinggi
juga. Sementara itu, bambu yang berbunga menandakan bambu sudah akan mati karena stres
dengan keadaan di sekitarnya. Stres pada bambu bisa disebabkan oleh banyaknya zat kimia
beracun di sekitar rumpun bambu atau terpaan angin besar.
K. Manfaat Bambu
Bambu meemiliki manfaat yang sangat banyak dan penting dalam kehidupan masyarakat
Sunda, diantaranya adalah.
1. Penyangga lingkungan Selain memberikan manfaat langsung bagi kehidupan sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat, aneka ragam jenis bambu juga bermanfaat bagi
lingkungan hidup, antara lain untuk konservasi tanah dan air, menciptakan iklim
mikro, memperindah lingkungan, menahan polutan udara, dan sebagai habitat satwa
liar.
2. Bambu-bambu terutama yang tumbuh di lahan-lahan yang sangat curam dan di
bantaran-bantaran sungai sangat penting bagi penahan longsoran tanah. Sementara di
daerah-daerah bantaran sungai, bambu dapat menahan abrasi bantaran sungai akibat
hempasan arus sungai.
3. Selain itu, rumpun-rumpun bambu di suatu sumber air tanah (cai nyusu) juga
memiliki fungsi penting bagi konservasi air. Biasanya cai nyusu yang dibuat pancuran
dan dijadikan tempat pemandian penduduk (tampian) di sekelilingnya ditumbuhi
bambu dan jenis-jenis tumbuhan lainnya, seperti beringin, kiara, dan teureup.
4. Saat musim kemarau cai nyusu tersebut biasanya tetap menghasilkan air bagi
penduduk secara berkelanjutan, sehingga daerah-daerah cai nyusu dapat memberikan
jaminan sosial bagi masyarakat umum untuk memenuhi kebutuhan pokok sumber air.
5. Pohon-pohon bambu juga membuat tanah menjadi subur karena ranting-ranting dan
daun bambu dapat menghasilkan serasah dan menjadi kompos bagi tanah.
Lalab adalah daun-daun muda dan bagian tanaman lain seperti buah, biji ataupun bunga
yang dimakan bersama dengan makananan utama (nasi). Kebiasaan memakan lalab bagi
masyarakat Sunda sudah berlangsung turun - temurun dan masih berlangsung sampai saat ini.
Bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa orang Sunda tidak akan pernah mati kelaparan
jika dilepas di tengah hutan karena mereka bisa memakan semua daun yang ada.
Pepatah yang kadang digunakan sebagai bahan “guyonan” orang Jawa tersebut
sebenarnya mempunyai makna yang dalam. Mengapa demikian? Karena budaya makan lalab
mucul sebagai suatu bentuk adaptasi masyarakat Sunda terhadap alamnya yang kaya akan
keanekaragaman hayati. Kalau kita mengamati fenomena yang terjadi saat ini, budaya makan
lalab tersebut telah mengalami perubahan. Keanekaragaman jenis lalab mulai berkurang.
Menurut informasi yang dimuat dalam buku Indische Groenten tahun 1931 (Suriawirya,
1987) disebutkan bahwa yang namanya lalab adalah berupa tanaman liar atau tumbuh dengan
sendirinya yang kemudian dipelihara. Suriawirya menambahkan bahwa tidak satupun lalab
tempo doeloe yang termasuk sayuran seperti yang ada saat ini. Kebenaran pernyataan
Suriawirya tersebut dapat kita lihat di rumah - rumah makan khas Sunda sampai ke pedagang
- pedagang kaki lima yang menjajakan makanan pada malam hari. Jenis lalab yang disajikan
tidak beragam dan cenderung seragam. Daun slada dan kol (kubis) seakan menjadi lalaban
utama. Petersely merupakan lalab mahal yang disajikan di restoran-restoran. Padahal ketiga
jenis lalab tersebut adalah jenis tanaman introduksi (tanaman asing) dari negara lain.
Membanjirnya berbagai jenis lalab dan sayuran asing yang telah berhasil mempengaruhi
perubahan pola konsumsi makanan perlu kita sadari sebagai suatu fenomena yang penting
untuk diperhatikan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara
megabiodiversitas terbesar nomor dua di dunia. Perubahan pola konsumsi makanan dan budi
daya pertanian yang beralih ke tanaman asing merupakan suatu hal yang aneh. Apabila dilihat
dari sudut pandang biologi, fenomena di atas akan berakibat buruk pada keberlanjutan
keanekaragaman hayati kita. Erosi genetis terhadap tanaman - tanaman lokal akan terjadi
secara signifikan. Tanaman - tanaman lokal akan punah karena tidak lagi dibudidayakan dan
habitatnya digantikan oleh tanaman asing.
M. Asimilasi Lalaban
Tanaman asing yang merupakan tamu di suatu habitat yang bukan aslinya tentu saja
memerlukan perlakuan - perlakuan yang membutuhkan energi tinggi. Bahkan seringkali
diperlukan suatu kondisi ekstrem untuk mengadaptasikan tanaman asing tersebut ke habitat
barunya. Hal ini dapat kita lihat pada budidaya sayuran atau padi. Pemupukan dan
pemberantasan hama diperlukan supaya tanaman tersebut dapat hidup dan berproduksi
dengan baik. Aktivitas tersebut saat ini telah terbukti berhasil merusak kemampuan tanah
untuk membangun dirinya sendiri serta telah menimbulkan hama yang resisten yang justru
sangat merugikan bagi petani dan terutama sangat mengganggu keseimbangan ekosistem
lokal dan keberlanjutan makhluk hidup lokal lainnya.
N. Tugas
BAB VI
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BALI
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa mengenal kebudayaan dan
kearifan lokal masyarakat Bali.
A. Sejarah Bali
Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti "Kekuatan", dan "Bali"
berarti "Pengorbanan" yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita. Supaya kita
selalu siap untuk berkorban. Bali mempunyai 2 pahlawan nasional yang sangat berperan
dalam mempertahankan daerahnya yaitu I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Ketut Jelantik.
Gambar 6.1. I Gusti Ngurah Ray (kiri) dan I Gusti Ketut Jelatik (Kanan)
B. Deskripsi Wilayah
Pulau Bali adalah bagian dari teretorial Republik Indonesia (R.I.) yang terletak di
Kepulauan Sunda Kecil yang beribu kota daerah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya
adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur,
Seminyak, dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tempat tujuan pariwisata,
baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan. Suku bangsa Bali dibagi menjadi 2 yaitu:
Bali Aga (penduduk asli Bali biasa tinggal di daerah trunyan), dan Bali Mojopahit (Bali
Hindu / keturunan Bali Mojopahit). Luas wilayah Bali adalah 5.561 km2 atau 0,3 % x luas
Indonesia. Pulau Bali merupakan provinsi terkecil di Indonesia dengan batas geografis batas
barat adalah Selat Bali (P. Jawa), batas Timur adalah selat Lombok (P. Lombok), batas
Selatan adalah Samudera Hindia, batas utara adalah Laut Jawa.
Pulau Bali terletak diatas dua lempengan tektonik yang saling tumpang tindih
sehingga wilayah ini tidak stabil. Gempa dan letusan gunung sering terjadi di pulau ini. Pulau
ini didominasi oleh sederetan puncak gunung berapi dengan ketinggian 2000 m. Gunung
tertinggi adalah Gunung Agung (3.140 m) dan masih aktif. Sebelah selatan inti gunung
bagian tengah Bali terdapat serangkaian kaki gunung dan lembah utama Bali. Sebagian besar
sungai mengalir dari dataran tinggi di tengah ke Samudera Hindia melalui kaki gunung dan
lembah ini, tanahnya yang kaya dan subur ditanai padi. Ciri khas pada lereng-lereng gunung
adalah sawah berteras, diairi secara efisien oleh sistem pengelolaan air tradisional
berdasarkan subak. Subak merupakan organisasi masyarakat pengairan yang bertujuan untuk
memastikan pembagian air secara merata diantara petani. Paling tidak, padi disawah ini dapat
dipanen dua kali pertahun. Desa-desa yang bertumpu pada penanaman padi seringkali terletak
di punggung-punggung gunung yang membagi berbagai jaringan sungai.
Jumlah penduduk kurang lebih 3 juta orang, meliputi unsur Hindu mayoritas dan unsur
Bali Aga minoritas. Bali Aga mengaku sebagai penduduk asli Bali, status minoritas mereka
merupakan akibat dari perpindahan penduduk Jawa sejak abad ke-10. Sekarang, kelompok-
kelompok kecil Bali Aga dapat ditemui terutama di bagian Timur pulau Bali. 95% penduduk
Bali beragama Hindu. Agama orang Bali dikenal sebagai Hindu Dharma atau agama Hindu
yang merupakan paduan ajaran Hindu, Budha dan animisme. Oleh karena itu, penyembahan
roh-roh halus, nenek moyang, dan unsur-unsur alam digabungkan dengan ajaran Hindu.
Salah satu upacara penting di Bali adalah pengabuan. Selama upacara ini berlangsung,
gamelan, tarian dan sesajen menyertai arak-arakan dengan sebuah “menara yang dihias”
diarak dari rumah duka ke tempat pengabuan. Namun, adat yang rumit ini agak terkikis
dengan berlalunya waktu walaupun masih berfungsi sebagai daya tarik wisatawan.
D. Masyarakat Trunyan
Desa Trunyan memiliki lima banjar (dusun), yang letaknya relatif berjauhan. Pusat
desa ini adalah Trunyan, sebuah perkampungan yang terletak di tepi timur Danau Batur.
Empat banjar lainnya adalah Banjar Madya, Banjar Bunut, Banjar Mukus, dan Banjar Puseh.
Banjar Madya dan Banjar Bunut berada di sebelah selatan Desa Trunyan dan berbatasan
langsung dengan Kabupaten Karangasem. Dari Desa Trunyan ke Banjar Bunut butuh waktu
sekitar dua jam berjalan kaki. Itu pun melewati jalan setapak dan mendaki Bukit Abang.
Warga Trunyan menyebut diri mereka sebagai Bali Turunan, yaitu orang yang
pertama kali turun dari langit dan menempati tanah Pulau Bali. Sementara penduduk Bali
lainnya disebut Bali Suku yang berasal dari Jawa, yang menyebar masuk pada masa kerajaan
Majapahit.
Salah satu tradisi desa adat Trunyan yang masih dijaga hingga kini adalah tradisi
upacara kematian yang tidak ada bandingannya dengan daerah lain di dunia. Sebagaimana
masyarakat Bali umumnya, Warga Desa Trunyan juga mengenal ngaben, namun di di desa
ini mayatnya tidak dibakar. Di sini mayat mereka taruh begitu saja di sebuah areal hutan.
Anehnya, mayat itu tak akan mengeluarkan bau busuk walaupun sudah disana selama
berbulan-bulan. Adat Desa Trunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya.
Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang berbeda.
Apabila salah seorang warga Trunyan meninggal secara wajar, mayatnya akan ditutupi kain
putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru
Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Namun, apabila penyebab kematiannya
tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan
diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak
kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda.
Mengapa tidak menimbulkan bau? Karena di areal hutan tersebut terdapat sebuah pohon yang
dikenal bernama Taru Menyan yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir
bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini,
hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal sebagai
Trunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.
Gambar 6.4. Penguburan Mayat di Desa Trunyan (kiri) dan Taru Menyan (kanan)
H. Bahasa
Bali sebagian besar menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia, sebagian besar
masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga
dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan industri
pariwisata. Bahasa Bali di bagi menjadi 2 yaitu, bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang
pengucapannya lebih kasar, dan bahasa Bali Mojopahit yaitu bahasa yang pengucapannya
lebih halus.
Banjar atau bisa disebut sebagai desa adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan social
yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan social tersebut diperkuat oleh kesatuan adat
dan upacara keagamaan. Banjar dikepalahi oleh klian banjar yang bertugas sebagai
menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dan keagamaan,tetapi sering kali
juga harus memecahkan soal-soal yang mencakup hukum adat tanah, dan hal-hal yang
sifatnya administrasi pemerintahan.
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang sistem pengairan yaitu sistem subak
yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal
arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng
Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga
memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut
kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang
terkena gigitan binatang berbisa.
Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali adalah mengarah pada patrilineal.
Sistem kasta sangat mempengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan, karena seorang
wanita yang kastanya lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah tidak
dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan, yaitu akan membuat malu keluarga dan
menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak wanita. Di beberapa daerah Bali ( tidak semua
daerah ), berlaku pula adat penyerahan mas kawin ( petuku luh), tetapi sekarang ini terutama
diantara keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang.
Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam
suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap yang sering berlaku diBali yaitu adat virilokal
adalah adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum
kerabat suami,dan adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri
ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu:
Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu : kelompok-klompok khusus seperti arya
Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian
yaitu desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah
dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah
kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan,
sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.
Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pada
dataran yang curah hujannya yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan babi sebagai
usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat maupun laut yang
merupakan mata pecaharian sambilan, kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda
anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam
bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada penduduk. Karena banyak wisatawan
yang mengunjungi bali maka timbullah usaha perhotelan, travel, toko kerajinan tangan.
Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari
jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen,
Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai
keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin. Orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan
dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang
pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali
disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu
adalah weda yang berasal dari India. Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu
diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang
yang telah meninggal dunia dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri
adalah upacara pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang
pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain
itu ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa
ratri.
K. Kesenian
Nilai-Nilai Budaya
1. Tata krama yaitu kebiasaan sopan santun yang di sepakati dalam lingkungan
pergaulan antar manusia di dalam kelompoknya.
2. Nguopin yaitu gotong royong.
3. Ngayah atau ngayang yaitu kerja bakti untuk keperluan agama.
4. Sopan santun yaitu adat hubungan dalam sopan pergaulan terhadap orang-orang yang
berbeda sex.
Di Bali jenis mata pencahariannya adalah bertani disawah. Mata pencaharian pokok
tersebut mulai bergeser pada jenis mata pencaharian non pertanian. Pergeseran ini terjadi
karena bahwa pada saat sekarang dengan berkembangnya industri pariwisata di daerah Bali,
maka mereka menganggap mulai berkembanglah pula terutama dalam mata pencaharian
penduduknya. Sehingga kebanyakan orang menjual lahannya untuk industri pariwisata yang
dirasakan lebih besar dan lebih cepat dinikmati. Pendapatan yang diperoleh saat ini
kebanyakan dari mata pencaharian non pertanian, seperti : tukang, sopir, industri, dan
kerajinan rumah tangga. Industri kerajinan rumah tangga seperti memimpin usaha selip
tepung, selip kelapa, penyosohan beras, usaha bordir atau jahit menjahit.