Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita sudah mempelajari bahwa manusia dengan kemampuan akal atau budinya, telah
mengembangkan berbagai macam sistem tindakan demi keperluan hidupnya, sehingga ia
menjadi makhluk yang paling berkuasa di muka bumi ini. Namun demikian, berbagai macam
sistem tindakan tadi harus dibiasakan olehnya dengan belajar sejak ia lahir selama seluruh
jangka waktu hidupnya, sampai saat ia mati. Hal itu karena kemampuan untuk melaksanakan
semua sistem tindakan itu tidak terkandung dalam gen-nya, jadi tidak dibawa olehnya
bersama lahirnya.
Dalam ilmu antropologi, yang telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan
berbagai macam sistem tindakan tadi sebagai obyek penelitian dan analisanya, aspek belajar
itu merupakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan
terhadap konsep “kebudayaan” atau Culture itu, artinya dalam hal memberi definisi terhadap
konsep “kebudayaan”, ilmu antropologi seringkali sangat berbeda dengan berbagai ilmu lain.
Juga apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya diberikan kepada konsep itu dalam
bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada hal-hal yang indah seperti candi, tari-
tarian, seni rupa, seni suara, kesustraan dan filsafat, definisi ilmu antropologi lebih luas sifat
dan ruang lingkupnya. Menurut ilmu antropologi. “Kebudayaan” adalah : kesuluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.1

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari kebudayaan?
2. Bagaimana wujud dari suatu kebudayaan?
3. Bagaimana adat istiadat dan sifat dari budaya?
4. Apa sajakah unsur-unsur dari kebudayaan?

1
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2000), hlm. 179-186
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebudayaan
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa,
dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskertabudhayah yaitu bentuk
jamak kata buddhi yang berarti budi dan akal. Dalam bahasa inggris, kata budaya berasal dari
kata cultuur, dan dalam bahasa Latin, budaya berasal dari kata colera. Colera berarti
mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Dengan demikian
ke-budaya-an dapat diartikan : “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.
Dan beberapa ahli pun menyimpulkan tentang budaya atau kebudayaan diantaranya:
1) E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2) R. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari
dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentukan didukung dan
diteruskan oleh anggota masyarakat yang lainnya.
3) Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseleluruhan sistem
gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
a) Kebudayaan nasional merupakan karya warga Indonesia, termasuk juga karya-karya
orang zaman dahulu di berbagai wilayah tanah air.
b) Kebudayaan nasional merupakan hasil karya warga Indonesia yang tema pikiran dan
wujudnya mengandung ciri khas Indonesia.
c) Kebudayaan nasional merupakan hasil karya warga negara Indonesia, dan umumnya
dirasakan memiliki nilai yang tinggi sehingga menjadi kebanggan orang Indonesia.2
d) Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa kebudayaaan
adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.3
e) Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh
manusia.
f) Malinowski yang di pengaruhi oleh William James mengemukakan bahwa teori
budaya harus di awali dari kebutuhan organis manusia.4
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan
manusia baik secara material maupun non-material. Sebagian besar ahli yang mengartikan
kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan
evolusionisme,yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang
dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks. 5

2
Tedi Sutardi, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, (Bandung: PT Grafindo Media Pratama, 2007,)
hlm. 20-21
3
Drs. Beni Ahmad Saebani,M.Si.,Pengantar Antropologi, (Bandung: PT CV PUSTAKA SETIA, 2012), hlm. 161-162
4
Dr.Nur Syam, Madzab-madzab Antropologi, (PT. LKiS, Yogyakarta, 2011), hlm. 31
5
M.Elly Setiadi, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana,2010),hlm. 27-28
B. Wujud Kebudayaan
Talcott Persons yang bersama dengan seorang ahli antropologi A.L. Kroeber pernah
menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari
ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan
aktivitas manusia yang berpola. Maka, serupa dengan J.J Honigmann yang dalam buku
pelajaran antropologinya yang berjudul The World of Man (1959 : hlm. 11-12) membedakan
adanya tiga “gejala kebudayaan”. Yaitu (1) ideas. (2) activities. (3) artifacts, pengarang
berpendirian bahwa kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu :
1) Wujud kebudayaan sebagai suatau kompleks dari ide-ide gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peratuaran dan sebagainya.
2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba
atau difoto karena lokasinya yang berada dalam alam fikiran warga masyarakat dimana
kebudayaan itu hidup, namun jika dinyatakan dalam tulisan maka lokasi dari kebudayaan
ideal sering berada dalam kerangka dan buku-buku hasil karya para masyarakat.
Wujud kedua adalah sistem sosial atau social system, mengenai pola dari tindakan
manusia itu sendiri. Sistem ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia itu sendiri yaitu
berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain dari detik ke detik, dari hari ke hari,
dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan.
Wujud ketiga disebut kebudayaan fisik, dan tak memerlukanbanyak penjelasan. Karena
berupa seluruh total hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam
masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan difoto.6

C. Adat-Istiadat dan Sifat-Sifat Budaya


Sistem Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Idedologi. Sistem nilai budaya
merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal itu disebabkan
karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar manusia mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting
dalam hidup. Dalam setiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhan ada
sejumlah nilai budaya yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya sehingga
menghasilkan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam
kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya.
Menurut seorang ahli antropologi terkenal, C. Kluckhohn, tiap sistem nilai budaya
dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Atas
dasar konsepsi itu, ia menyatakan bahwa setiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan
itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia, selain itu ia juga

6
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2000), hlm. 186-188
mengembangkan suatu kerangka yang dapat dipakai oleh para ahli antropologi untuk
menganalisa universal tiap variasi dalam sistem nilai budaya dalam semua macam
kebudayaan yang terdapat di dunia. Menurut C. Kluckhohn, kelima masalah dasar dalam
kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah:
1) Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia.
2) Masalah mengenai hakekat dari karya manusia.
3) Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam wuang waktu.
4) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
5) Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya.

Kendati kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat itu tidak sama, seperti di
indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang berbeda, tetapi setiap
kebudayaan mempunyai ciri atau sifat yang sama. Sifat tersebut bukan diartikan secara
spesifik, melainkan bersifat universal. Di mana sifat-sifat budaya itu akan memiliki ciri-ciri
yang sama bagi semua kebudayaan manusia tanpa membedakan faktor ras, lingkunagan alam,
atau pendidikan. Yaitu sifat hakiki yang berlaku umum bagi semua budaya di mana pun. Sifat
hakiki dari kebudayaan tersebut antara lain:
1) Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.
2) Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak
akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3) Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4) Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-
tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-
tindakan yang diizinkan.7

D. Unsur-Unsur Kebudayaan
Para sarjana antropologi yang biasa menanggapi suatu kebudayaan (misalnya
kebudayaan Minangkabau, kebudayaan Bali, atau kebudayaan Jepang) sebagai suatu
keseluruhan itu terintegrasi, pada waktu analisa membagi keseluruhan itu kedalam unsur-
unsur besar yang disebut “unsur-unsur kebudayaan universal” atau cultural universals.
Dengan mengambil dari berbagai kerangka tentang unsur-unsur kebudayaan universal yang
disusun oleh beberapa sarjana antropologi ini, Koentjaraningrat berpendapat bahwa ada tujuh
unsur kebudayaan yang dapat ditemukan bangsa di dunia, yaitu:
1) Bahasa
2) Sistem pengetahuan
3) Organisasi sosial
4) Sistem peralatn hidup dan teknologi
5) Sistem mata pencarian hidup
6) Sistem religi
7) Kesenian

7
Opcid., hlm. 30-31
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal dapat menjelma dalam tiga wujud kebudayaan yaitu
wujud yang berupa sistem budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa unsur-unsur
kebudayaan fisik. Tiap unsur dapat diperinci kedalam unsur-unsur yang lebih kecil sampai
beberapa kali. Dengan mengikuti metode pemerincian dari seorang ahli antropologi bernama
R. Linton, maka pemerinci itu akan dilakukan sampai empat kali, dan dari ketujuh unsur tadi
masing-masing harus juga dilakukan dengan ketiga wujud itu.
Fungsi dari unsur-unsur kebudayaan menurut beberapa sarjana antropologi yang
mencoba mencapai pengertian mengenai masalah integrasi kebudayaan dan jaringan yang
berkaitan dengan unsur-unsur antropologi. Adapun istilah “fungsi” itu dapat dipakai dalam
bahasa sehari-hari maupun dalam bahasa ilmiah dengan arti yang berbeda-beda. Seorang
sarjana antropologi, M.E. Spiro, pernah mendapatkan bahwa dalam karangan ilmiah ada tiga
cara pemakaian fungsi unsur kebudayaan, yaitu:
1) Pemakaian yang menerangkan fungsi itu sebagai hubungan guna anatara suatu hal
dengan suatu tujuan tertentu.
2) Pemakaian yang menerangkan kaitan korelasi antara satu hal dengan hal yang lain.
3) Pemakaian yang menerangkan hubungan yang terjadi anatar satu hal dengan hal-hal
dalam suatu sistem yang terintegrasi
BAB III
KESIMPULAN
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa,
dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskertabudhayah yaitu bentuk
jamak kata buddhi yang berarti budi dan akal. Dalam bahasa inggris, kata budaya berasal dari
kata cultuur, dan dalam bahasa Latin, budaya berasal dari kata colera. Colera berarti
mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Dengan demikian
ke-budaya-an dapat diartikan : “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Dengan demikian,
kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik secara
material maupun non-material
Kemudian, adanya wujud kebudayaan yaitu, wujud pertama adalah wujud ideal dari
kebudayaan. Wujud kedua adalah sistem sosial atau social system, mengenai pola dari
tindakan manusia itu sendiri. Wujud ketiga disebut kebudayaan fisik, dan tak
memerlukanbanyak penjelasan. Karena berupa seluruh total hasil fisik dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Kebudayaan sendiri memiliki unsur, tiap-tiap unsur kebudayaan universal dapat
menjelma dalam tiga wujud kebudayaan yaitu wujud yang berupa sistem budaya, yang
berupa sistem sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. Tiap unsur dapat
diperinci kedalam unsur-unsur yang lebih kecil sampai beberapa kali. Dengan mengikuti
metode pemerincian dari seorang ahli antropologi bernama R. Linton, maka pemerinci itu
akan dilakukan sampai empat kali, dan dari ketujuh unsur tadi masing-masing harus juga
dilakukan dengan ketiga wujud itu.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2000.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.


Saebani, Beni Ahmad. 2012. Pengantar Antropologi. Bandung: PT CV PUSTAKA SETIA.
Setiadi, M.Elly.2010.Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Sutardi, Tedi. 2007. Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT Grafindo
Media Pratama.
Syam, Nur. 2011.Madzab-madzab Antropologi. PT. LKiS, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai