Anda di halaman 1dari 9

PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI

RESUME
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Kebudayaan
yang dibina oleh Bapak Dr. Blasius Suprapta, M.Hum

Oleh:
Mochamad Doni Akviansah 150731605656

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
SEPTEMBER 2017
A. IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Pengantar Ilmu Antropologi
Penulis/Editor : Prof. Dr. Koentjaraningrat
Penerbit : PT. Rineka Cipta
Tahun Terbit : 1999
Tebal : 391 Halaman

B. RESUME
Bab V Kebudayaan
Konsep Kebudayaan dalam Ilmu Antropologi lebih luas sifat dan ruang
lingkupnya dibanding dengan ilmu-ilmu lain yang cenderung dibatasi hanya pada
hal-hal yang indah, sebagai contoh yakni seni rupa dan seni suara. Sehingga
kebudayaan dalam ilmu antropologi mempunyai pengertian keseluruhan sistem
gagasan dan tindakan yang notabene hasil karya manusia dalam kehidupan sehari-
hari yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal ini juga termasuk
berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang terbawa oleh
gen bersama kelahirannya juga harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar.
Sebenarnya, asal kata kebudayaan sendiri berasal dari bahasa Sansekerta
buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan: hal-hal yang bersangkutan dengan
akal. Kata budaya dibedakan dengan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi,
yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangakan kebudayaan adalah hasil dari cipta,
karsa, dan rasa. Namun dalam ilmu Antropologi budaya dan kebudayaan ini tidak
ada perbedaan karena kata budaya dianggap sebagai singkatan dari kebudayaan.
Selain dari bahasa sanskerta, kata asing yang memiliki arti yang sama
dengan kebudayaan adalah kata culture yang berarti mengolah atau mengerjakan.
Terdapat juga istilah peradaban yang sering dipakai untuk menyebut suatu
kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan,
seni rupa,dan sistem kenegaraan dan masyarakat kota yang maju dan kompleks.
Hal-hal seperti ini disebut benih-benih kebudayaan yang muncul sejak manusia
ada di bumi ini. Benih kebudayaan ini yang akan terus mengalami kemajuan yang
dapat dibuktikan dengan adanya lukisan dinding yang berarti dari dulu sudah
mulai mengalami kemajuan benih kebudayaannya. Selain lukisan dinding, variasi
alat dari batu yang ditemukan juga bervariasi dan menyebabkan kemampuan
teknologi terus mengalami kemajuan dan akan semakin rumit.
Kemajuan yang dinilai paling besar pengaruhnya yakni mulai pandainya
bercocok tanam karena menjadi suatu kebudayaan yang perubahannya mendadak.
Hal ini menyebabkan manusia sudah mulai tinggal menetap dan mengolah tanah
untuk bercocok tanam. Tempat tinggal yang menetap inilah yang menyebabkan
meningkatnya pertumbuhan penduduk sehingga mereka mulai membentuk desa-
desa. Perkembangan itu tidak berhenti disitu, karena 6000 tahun kemudian terjadi
revolusi perkembangan masyarakat kota , yakni di Pulau Kreta (di daerah Siria
dan Irak, serta daerah muara Sungai Nil).
Bercocok tanam, tempat tinggal menetap, membentuk kota inilah yang
menjadi titik dimanaproses perubahan semakin cepat sehingga mendorong
beberapa tokoh bangsa Barat untuk mengembangkan teknologi dan Ilmu
Pengetahuan hingga terjadinya Revolusi Industri pada abad ke-20. Dari sini dapat
kita lihat bahwa kebudayaan manusia sudah sedemikian kompleksnya sehingga
proses perkembangan kebudayaan seolah-olah melepaskan diri dari evolusi
organik yang disebut sebagai proses perkembangan super organis dari kebudayaan
oleh ahli Antropologi yakni A.L Kroeber.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan itu ada 3 wujud, yakni:
1. Wujud kebudayaan dari suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sebagainya (abstrak, dalam alam pikiran,
tidak dapat diraba, dan memberi jiwa, contohnya yakni adat istiadat).
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat (sistem sosial antara manusia,
bersifat konkret, dan bisa diobservasi).
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
(kebudayaan fisik, sifatnya paling konkret).

Banyak ahli seperti ahli sosiologi Talcott Parsons dan ahli antropologi A.L
Kroeber membedakan wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide dan
konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu aktivitas yang berpola. Ketiga wujud
dari kebudayaan ini saling berkaitan, namun saat menganalisis, sebenarnya
diperlukan pemisahan antar tiap wujud. Tetapi yang terjadi pada prakteknya
adalah sering tidak dilakukan pemisahan bahkan sering juga dilupakan. Sebagai
contoh misalnya suatu Universitas. Universitas merupakan unsur kebudayaan
yang ideal karena mempunyai cita-cita, mempunyai norma untuk karyawan,
dosen, atau mahasiswa, aturan ujian, dan pandangan-pandangan. Universitas juga
merupakan tempat bagi sekelompok orang melakukan tindakan sosial, melakukan
interaksi.

Berbicara tentang adat istiadat, tingkat tertinggi dan paling abstrak dari adat
istiadat adalah sistem nilai budaya. Nilai budaya sebagai pedoman arah terhadap
hidup bersifat sangat umum, Sedangkan norma yang berupa aturan-aturan untuk
bertindak bersifat khusus, sedangkan perumusannya bersifat amat terperinci, jelas,
tegas dan tidak meragukan Individu-individu ahli mengenai norma-norma dalam
masyarakatnya disebut ahli adat. Perbedaan antara adat dan hukum adat,
memang sudah sejak lama menjadi buah pemikiran para ahli antropologi. Mereka
dapat kita bagi dalam dua golongan. Golongan pertama tidak ada aktivitas hukum
dalam masyarakat yang tidak bernegara. Anggapan ini terutama disebabkan
karena para ahli menyempitkan definisi mereka tentang hukum hanya pada
aktivitas-aktivitas hukum dalam masyarakat yang bernegara. Golongan kedua
tidak mengkhususkan definisi mereka tentang hukum, hanya kepada hukum dalam
masyarakat bernegara dengan suatu sistem alat-alat kekuasaan saja.
Unsur-unsur kebudayaan universal ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat
ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut
sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan dunia adalah:
1. Bahasa,
2. Sistem pengetahuan,
3. Organisasi sosial,
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi,
5. Sistem mata pencaharian hidup,
6. Sistem religi,
7. Kesenian,

Beralih mengenai integrasi kebudayaan, menurut Koentjaraningrat


integrasi kebudayaan ada beberapa, yaitu: metode holistik, pikiran kolektif, fungsi
unsur-unsur kebudayaan, fokus kebudayaan, etos kebudayaan, dan kepribadian
umum. Integrasi kebudayaan dan jaringan ini berkaitan antara unsur-unsurnya,
maka dari itu untuk mencapai pengertian mengenai masalah keterkaitan integrasi
kebudayaan dan jaringan berkaitan unsur-unsurnya, dilakukan penelitian fungsi
unsur-unsur. Sedangkan tentang fungsi kebudayaan, sejauh ini yang dapat saya
pahami adalah M. E. Spiro yang berpendapat bahwa ada tiga cara pemakaian
fungsi dalam karangan ilmiah, yakni:
1. Pemakaian yang menerangkan fungsi itu sebagai hubungan antara suatu
hal dengan suatu tujuan tertentu,
2. Pemakaian yang menerangkan kaitan antara satu hal dengan hal yang lain,
3. Pemakaian yang menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal
dengan hal-hal lain dalam suatu sistem yang terintegrasi.

Banyak kebudayaan mempunyai suatu unsur kebudayaan atau beberapa


pranata tertentu yang merupakan suatu unsur pusat dalam kebudayaan, sehingga
digemari oleh sebagian besar dari warga masyarakat. Dengan demikian
mendominasi banyak aktivitas atau pranata lain dalam kehidupan masyarakat.
Suatu kompleks unsur-unsur kebudayaan yang tampak amat digemari warga
masyarakatnya sehingga tampak seolah-olah mendominasi seluruh kehidupan
masyarakat yang bersangkutan, oleh R. Linton, disebut cultural interest, atau
kadang-kadang juga disebut social interest. Pengarang mengusulkan untuk
menggunakan istilah fokus kebudayaan, suatu istilah yang pertama-tama
digunakan oleh M.J. Herskovits.

Beralih mengenai etos kebudayaan dan kepribadian umum, merupakan hal


yang dikembangkan untuk melukiskan suatu kebudayaan. Suatu kebudayaan
sering memancarkan keluar suatu watak khas tertentu yang tampak. Watak khas
tersebut dalam ilmu antropologi disebut ethos. Ethos sering tampak pada gaya
tingkah laku warga masyarakatnya, kegemaran-kegemaran mereka, dan berbagai
benda hasil karya mereka. Sedangkan kepribadian umum merupakan metode lain
yang pernah dikembangkan oleh para ahli antropologi untuk melukiskan suatu
kebudayaan secara holistik terintegrasi adalah dengan memusatkan perhatian
terhadap kepribadian umum yang dominan dalam kebudayaan itu.

Bab VI Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan

Pada dasarnya dinamika masyarakat dan kebudayaan tidak dapat kita


hindari. Oleh karena itu, proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan
diperlukan konsepsi-konsepsi khusus mengenai pergeseran masyarakat dan
kebudayaan. Konsep-konsep itu adalah internalisasi, sosialisasi, enkulturasi,
evolusi kebudayaan, proses difusi, proses akulturasi, asimilasi, dan inovasi.
Konsep-konsep khusus tersebut sangat diperlukan apabila kita akan menganalisis
proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan.
Berbicara mengenai proses internalisasi, kita dapat mengatakan bagian dari
proses belajar kebudayaan sendiri. Proses internalisasi ini berjalan cukup panjang
karena sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal dengan
menanamkan segala perasaan, hasrat, napsu, dan emosi yang diperlukan
sepanjang hidupnya serta akan dipengaruhi oleh berbagai macam stimulasi yang
berada dalam sekitaran alam dan lingkungan sosial maupun budayanya. Proses
internalisasi ini sangat rawan dipengaruhi oleh lingkungan. Tiap bertambahnya
umur suatu individu akan muncul pengalaman baru dan mengakibatkan proses
internalisasi baru.
Lain halnya dengan proses internalisasi, proses sosialisasi ini lebih condong
ke belajar pola-pola tindakan dalam interaksi. Proses sosialisasi ini berkaitan
dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial.
Sosialisasi merupakan proses seorang individu dari masa anak-anak hingga masa
tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu
di sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkn
ada dalam kehidupan sehari-hari yang banyak ditentukan oleh susunan
kebudayaan dan lingkungan. Proses soialisasi ini juga merupakan bagian dari
proses belajar kebudayaan sendiri.
Selain internalisasi dan sosialisasi, bagian dari proses belajar kebudayaan
sendiri adalah enkulturasi atau pembudayaan. Enkulturasi merupakan proses
seorang individu yang dimulai sejak kecil dengan mempelajari dan menyesuaikan
alam pikiran serta sikapnya dengan adat-adat, sistem norma, dan peraturan-
peraturan yang hidup dalam kebudayaan. Berawal dengan meniruberbagai macam
tindakan, setelah itu perasaan dan nilai budaya pemberi motivasi akan tindakan
meniru itu akan diinternalisasi dalam kepribadiannya hingga tindakan itu
dibudayakan.
Dalam suatu masyarakat sudah tentu ada suatu individu yang mengalami
berbagai hambatan dalam proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasinya yang
dapat menyebabkan individu itu tidak bisa menyesuaikan kepribadiannya dengan
lingkungan sekitar sehingga menjadi kaku dalam pergaulan dan condong untuk
menghindari norma-norma dalam hidup bermasyarakat. Hidupnya akan penuh
konflik dengan orang lain. Inilah yang disebut deviants. Kejadian-kejadian seperti
inilah yang seringkali menjadi objek penelitian para ahli.
Kejadian-kejadian dalam hidup bermasyarakat seperti itu merupakan proses
evolusi dan kebudayaan. Bagi para peneliti, untuk menganalisis hal tersebut
menurut Koentjaraningrat ada tiga proses, yakni proses microscopic dan
macroscopic dalam evolusi sosial, proses-proses berulang dalam evolusi sosial
budaya, dan proses mengarah dalam evolusi kebudayaan. Untuk menganalisis
konflik atau penyimpangan yang dapat menimbulkan ketegangan antara adat
istiadat dengan keperluan individu dalam kehidupan bermasyarakat, hendaknya
para peneliti membedakan konsep antara dua wujud dari kebudayaan, yaitu (1)
kebudayaan sebagai suatu kompleks dari konsep norma-norma, pandangan-
pandangan dan sebagainya, yang abstrak (yaitu sistem budaya) dan (2)
kebudayaan sebagai suatu rangkaian dari tindakan yang konkret dimana individu
saling berinteraksi (yaitu sistem sosial).
Proses evolusi budaya sendiri bisa melalui banyak hal, yakni proses difusi
(penyebaran budaya), proses akulturasi (proses pencampuran budaya), proses
asimilasi, proses inovasi, dan proses discovery. Proses-proses ini sering terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat. Penyebaran manusia, penyebaran unsur-unsur
kebudayaan merupakan hal-hal yang sering terjadi dalam kehidupan kita. Sama
juga dengan akulturasi yang dewasa ini sering terjadi dalam kehidupan kita. Suatu
kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-
unsur kebudayaan asing. Yang terjadi adalah lmbat laun kebudayaan asing itu
akan banyak memperngaruhi dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Asimilasi adalah Proses-proses sosial yang timbul bila ada : (1) golongan-
golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda; (2)
Saling bergaul angsung secara intensi untuk waktu yang lama; sehingga (3)
kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah
sifatnnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya
menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Ada pula faktor-faktor penghalang
asimilasi, yaitu (1) kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang di hadapi; (2)
sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain; (3) perasaan superioritas pada
individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lain.
Mengingat dalam hidup kita dituntut menyesuaikan dengan perkembangan
zaman, akibatnya akan selalu diperlukan proses pembaruan dan inovasi. Proses
pembaruan dan penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal,
pengetahuan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi yang semuanya
akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuat produk-produk yang baru.
Produk baru inilah yang disebut penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang
baru, baik berupa alat baru, ide baru, yang diciptakan individu atau sekelompok
orang dalam masyarakat yang sudah mengakui, menerima, dan menerapkan
penemuan baru ini.

Setelah saya mencoba memahami apa itu kebudayaan sebagaimana telah


dijelaskan dalam buku ini, dari bab V sampai bab VI, saya dapat mengetahui
bahwa kebudayaan hanya ada pada makhluk manusia, hanya merupakan aspek
dari proses evolusi manusia, tetapi yang kemudian menyebabkan bahwa ia dapat
lepas dari alam kehidupan makhluk yang lain. Kebudayaan yang diciptakan
manusia sendiri mulai dari lahir nantinya juga akan dapat berkembang,
disebarkan, terjadi akulturasi, pembaruan hingga penemuan baru. Tentunya
proses-proses itu terjadi karena proses soialisasi dalam kehidupan sehari-hari dan
faktor lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai