Cerpen Didaktis
dengan Strategi Dimensi Literasi
HALIMAH
Pembelajaran Cerpen Didaktis
dengan Strategi Dimensi Literasi
Buku Pengayaan Pengetahuan
untuk Kalangan Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi
(Pelengkap Disertasi Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia)
Promovendus:
Halimah
Promotor:
Dr. Sumiyadi, M.Hum.
Ko-promotor:
Dr. Yeti Mulyati, M.Pd.
Anggota:
Dr. Vismaia S. Damaianti, M.Pd.
i
setelah peserta didik membaca cerpen, pendidik dapat
memanfaatkan klip video cerpen sebagai penguatan
pemahaman terhadap cerpen yang dibaca. Sebagai
pengayaan pengetahuan, buku ini memuat berbagai strategi
pembelajaran dimensi literasi yang dapat diterapkan dan
diadaptasi dalam pembelajaran apresiasi sastra, baik untuk
sekolah maupun perguruan tinggi. Strategi yang digunakan
merupakan strategi-strategi pembelajaran yang berpusat
pada keaktifan peserta didik, sehingga dapat menambah
pengalaman peserta didik dalam pembelajaran literasi.
Beberapa strategi pembelajaran dimensi literasi dalam
pembelajaran cerpen Indonesia ini diadaptasi dari beberapa
strategi pembelajaran literasi menurut Kucer & Cecilia (2006).
Oleh karena itu, buku ini disusun sebagai buku
pengayaan pengetahuan, khususnya bidang pembelajaran
sastra dalam mendukung gerakan literasi nasional dan
gerakan literasi sekolah. Selain itu, buku ini merupakan
pelengkap disertasi Program Studi Bahasa Indonesia Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang berjudul
“Kedidaktisan Cerpen Indonesia dan Pemanfaatannya
sebagai Buku Pengayaan Apresiasi Sastra Berbasis Dimensi
Literasi untuk Kalangan Sekolah Menengah dan Perguruan
Tinggi”.
Sebagai pelengkap disertasi, buku ini melewati proses
uji kelayakan dari para ahli bidang pendidikan, sastra, dan
perbukuan. Segala saran dan tanggapan terhadap perbaikan
buku ini, Insya Allah akan diterima dan ditindaklanjuti dengan
sebaiknya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah
berkontribusi dalam mewujudkan buku ini. Jazakumullohu
khoiron katsiron.
Penulis
ii
Daftar Isi
Prakata .......................................................................... i
Daftar Isi ..................................................................... iii
BAB I Ihwal Cerpen ................................................ 1
A. Definisi Cerpen ....................................................... 2
B. Cerpen Indonesia.................................................... 4
BAB II Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra ........ 7
A. Kedidaktisan Karya Sastra ...................................... 8
B. Kedidaktisan Cerpen............................................. 24
BAB III Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam
Pembelajaran Sastra.................................. 27
A. Strategi Dimensi Literasi Kognitif dalam
Pembelajaran Sastra ............................................ 30
B. Strategi Dimensi Literasi Linguistik dan Sistem
Tanda Lainnya dalam Pembelajaran Sastra ......... 52
C. Strategi Dimensi Literasi Sosiokultural dalam
Pembelajaran Sastra ............................................ 62
D. Strategi Dimensi Literasi Pengembangan dalam
Pembelajaran Sastra ............................................ 75
BAB IV Ancangan Pembelajaran Cerpen
Didaktis dengan Strategi Dimensi
Literasi ............................................................ 77
A. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan
Strategi Dimensi Literasi Kognitif......................... 78
B. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan
Strategi Dimensi Literasi Linguistik dan Sistem
Tanda Lainnya .................................................... 143
C. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan
Strategi Dimensi Literasi Sosiokultural .............. 180
iii
D. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan
Strategi Dimensi Literasi Pengembangan .......... 227
Daftar Pustaka ....................................................... 235
Tentang Penulis
iv
BAB I Ihwal Cerpen
Ihwal Cerpen 1
Karya sastra sering menyuguhkan berbagai pemikiran
masalah kehidupan, seperti masalah sosial, budaya, politik,
psikologi, keagamaan, etika, dan lain-lain. Pemikiran-
pemikiran tersebut dapat dikemas dalam berbagai bentuk
karya sastra. Ketika pemikiran tersebut disampaikan melalui
cerita yang singkat, bahkan cerita tersebut dapat dibaca
dalam sekali duduk, maka karya tersebut dapat disebut cerita
pendek. Saat Anda membaca cerita pendek, berarti Anda
melek sastra, karena cerita pendek merupakan salah satu
karya sastra berbentuk prosa. Sebagai prosa, cerita pendek
menjadi salah satu genre sastra yang cukup diminati
masyarakat. Selain memerlukan waktu baca yang singkat,
cerita pendek memiliki struktur yang padat, sehingga pesan
dan permasalahan dari cerita tersebut secara langsung dapat
dimengerti pembaca. Cerita pendek di Indonesia memiliki ciri
khas ke-Indonesiaan, baik dari segi latar belakang sosial,
budaya, maupun corak kehidupan. Untuk memahami hal
tersebut, dalam bab ini dibahas definisi cerita pendek dan
cerita pendek Indonesia.
A. Definisi Cerpen
Cerita pendek haruslah berbentuk ‘padat’, pengarang
menciptakan karakter-karakter, semesta mereka, dan
tindakan-tindakannya sekaligus, secara bersamaan (Stanton,
2007, hlm. 76).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) cerita
pendek didefinisikan sebagai kisahan pendek (kurang dari
10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan
dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi
(pada suatu ketika).
Menurut Hasanuddin, dkk. (2013, hlm. 158) dalam
Ensiklopedi Sastra Indonesia, cerpen adalah cerita rekaan
2 Ihwal Cerpen
yang memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi
pada satu saat, hingga memberi kesan tunggal terhadap
pertikaian yang mendasari cerita tersebut.
Cerpen adalah karya singkat prosa fiksi, dan sebagian
besar istilah untuk menganalisis unsur-unsur komponen,
jenis, dan teknik naratif novel berlaku untuk cerita pendek
juga. Cerpen ini berbeda dari anekdot yang tidak
menguraikan sebuah kejadian atau peristiwa tunggal. Seperti
halnya novel, cerpen mengatur tindakan, pemikiran, dan
dialog karakter-karakternya ke dalam pola plot yang berseni
(Abrams, 2009, hlm. 331).
Stanton (2007, hlm. 79) menyebutkan bahwa cerpen
hanya dilengkapi dengan detail-detail terbatas, tidak
menjelaskan perkembangan karakter dari tiap tokohnya,
hubungan-hubungan antartokoh, keadaan sosial yang rumit,
atau kejadian yang berlangsung dalam kurun waktu yang
lama dengan panjang lebar.
Lebih lanjut, Stanton (2007, hlm. 88) menyatakan
bahwa cerpen bergaya padat, tersusun atas berbagai gaya
tingkatan, mengubah kepekaan realisme pembaca,
pemahamannya, emosinya, dan kepekaan moralnya secara
simultan.
Mengenai bahasa yang digunakan dalam cerpen,
Sumardjo (2004, hlm. 20-21) menyebutkan bahwa bahasa
dalam fiksi harus memiliki kepadatan, kejernihan, dan
keunikan yang khas. Kata-kata dalam cerpen harus
mempunyai “kekuatan” yang mampu membangkitkan
berbagai imajinasi bagi pembacanya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa cerpen merupakan cerita rekaan yang
menyuguhkan bangunan struktur dengan sangat padat,
terpusat pada satu peristiwa tertentu dalam kurun waktu
Ihwal Cerpen 3
yang singkat, serta menyuguhkan tindakan, pemikiran, dan
dialog karakter-karakter tokoh pada satu situasi tertentu
dengan kekhasan bahasa yang dapat membangkitkan
imajinasi pembacanya.
B. Cerpen Indonesia
Cerpen di Indonesia merujuk pada Ensiklopedi Sastra
Indonesia (Hasanuddin, dkk, 2013, hlm. 158-159) baru dimulai
kira-kira pada tahun 1930-an dan mendapatkan tempat yang
subur di dalam perkembangan sastra Indonesia setelah masa
kemerdekaan, cerpen Indonesia sering kali tampil sebagai
rekaman masalah sosial zamannya.
Pengertian cerpen-cerpen Indonesia mengacu pada
pengertian sastra Indonesia. Ciri utama sastra Indonesia
sendiri adalah sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa cerpen-cerpen
Indonesia merupakan cerita kisahan yang padat dalam satu
situasi peristiwa dan khusus ditulis dalam bahasa Indonesia.
Perkembangan cerpen Indonesia modern diawali sejak
tahun 1920-an, pada tahun tersebut terdapat pula era sastra
Melayu Rendah yang ditandai oleh adanya pengarang-
pengarang keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia.
Cerpen-cerpen Melayu rendah mulai dimuat dalam majalah-
majalah yang dipimpin orang Tionghoa sekitar tahun 1920-an.
Suryadinata (2010, hlm. 2-3) menjelaskan nasionalisme
Tionghoa di Hindia Belanda bermula pada 1900 dengan
berdirinya Tiong Hoa Kwee Koan (THKK), yaitu perkumpulan
orang Tionghoa di Jakarta. Nasionalisme Tionghoa pada
waktu itu merupakan nasionalisme kultural. Soe Po Sia atau
taman bacaan menyebarkan ide-ide revolusi di berbagai kota
besar di Hindia Belanda, mulanya memuat isu budaya meluas
menjadi isu politik.
4 Ihwal Cerpen
Cerpen-cerpen Indonesia Melayu Rendah (karya etnis
Thionghoa) mulai terbit tahun 1920-an yang dimuat dalam
beberapa majalah yang dipimpin orang Tionghoa di antaranya
Interocean (1923-1924), Hoakiao (1924-1925), Moestika
Dharma (1932), Sin Tit Po (1935), dan Bok Tok (1945).
Sejarah perkembangan cerpen Indonesia tidak lepas
dari sejarah perkembangan sastra di Indonesia, beberapa ahli
telah mengemukakan periodisasi sastra Indonesia. Menurut
Sarwadi (2004, hlm. 19-20) setidaknya ada 4 macam ikhtisar
periodisasi sastra Indonesia sebagai berikut.
1. Periodisasi Bujung Saleh
a) Sebelum tahun 20-an
b) Antara tahun 20-an hingga tahun 1933
c) Tahun 1933 hingga Mei 1942
d) Mei 1942 hingga sekarang
2. Periodisasi H.B Jasin
a) Sastra Melayu Lama
b) Sastra Indonesia Modern (Angkatan 20; Angkatan 33
atau Pujangga Baru; Angkatan 45 mulai sejak 1942;
Angkatan 66 mulai kira-kira tahun 1955)
3. Periodisasi Nugroho Notosusanto
a) Sastra Melayu Lama
b) Sastra Indonesia Modern
1) Masa Kebangkitan: Periode ’20; Periode ’33; dan
Periode ’42
2) Masa Perkembangan: Periode ’45 dan Periode ’50
4. Periodisasi Ajib Rosidi
a) Sastra Nusantara Klasik (Sastra dari berbagai bahasa
daerah di Nusantara)
b) Sastra Indonesia Modern
1) Masa Kelahiran/Masa Kebangkitan: Periode awal-
1933; Periode 1933-1942; Periode 1942-1945
Ihwal Cerpen 5
2) Masa Perkembangan: Periode 1945-1953; Periode
1953-1961; Periode 1961-sekarang
Perkembangan cerpen-cerpen Indonesia dari beberapa
periodisasi memiliki peran yang sangat penting sebagai
penggerak nasionalisme, dan penyampai aspek kedidaktisan
kepada generasi berikutnya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pembagian
periodisasi sastra Indonesia dapat dikategorikan sebagai
berikut.
1) Periode Satra Melayu Rendah (1920-1981)
2) Periode tahun 1920-1932
3) Periode tahun 1933-1941
4) Periode tahun 1942-1944
5) Periode tahun 1945-1952
6) Periode tahun 1953-1960
7) Periode tahun 1961-1965
8) Periode tahun 1966-1969
9) Periode tahun 1970-1999
10) Periode tahun 2000-sekarang (2019)
6 Ihwal Cerpen
BAB II Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra
PROSEDUR
Pertama
Strategi pembelajaran ini paling efektif jika peserta
didik telah mempelajari pengembangan karakter
dalam pelajaran strategi membaca cerita. Diskusikan
pentingnya pengembangan karakter tokoh dalam
sebuah cerita.
Kedua
Beri tahu peserta didik bahwa mereka akan menulis
sebuah cerita. Namun, pertama-tama, mereka akan
mempertimbangkan karakter tertentu yang mungkin
mereka gunakan dalam cerita mereka.
Ketiga
Peserta didik dibimbing untuk memisahkan karakter
yang bervariasi. Peserta didik harus memilih beberapa
karakter yang mungkin ingin mereka sertakan dalam
cerita mereka.
Keempat
Peserta didik dipersilakan menulis berbagai karakter
tokoh yang mungkin akan mereka kembangkan dalam
cerita. Prosedur ini diulang untuk setiap karakter,
sehingga tergambar secara rinci setiap karakter tokoh.
Kelima
Peserta didik diberi kesempatan untuk
mengemukakan jaring karakter yang mereka
kembangkan.
VARIASI
Setelah peserta didik merasa nyaman dengan strategi
pembelajaran ini, pendidik dapat mendorong peserta didik
untuk menulis cerita yang lebih baik sesuai kaidah dan
teori menulis cerita yang baik.
PROSEDUR
Pertama
Perkenalkan peserta didik pada teks sastra dan minta
mereka membacanya untuk tujuan memahami ide-ide
dasar yang disampaikan penulis. Pembacaan ini dapat
dilakukan oleh pendidik atau oleh peserta didik dalam
kelompok kecil atau secara mandiri.
Kedua
Setelah teks dibaca, para peserta didik menuliskan
ide-ide atau pesan-pesan yang disampaikan melalui
teks tersebut pada papan tulis atau pada buku tulis
masing-masing.
Ketiga
Pendidik membimbing diskusi dengan peserta didik,
mengenai kemiripan atau perbedaan pesan-pesan
teks tersebut dengan beberapa pesan-pesan yang
mungkin terdapat dalam syair lagu, teori matematika,
musik, tarian dan sebagainya.
Keempat
Pendidik memutuskan hasil diskusi dengan
menentukan salah satu sistem komunikasi yang akan
digunakan untuk pembelajaran, misalnya pesan dari
VARIASI
Variasi pembelajaran dapat awali dengan
mendengarkan lagu, menganalisis lukisan, atau melihat
tarian. Pesan-pesan dari teks tersebut disampaikan
melalui penulisan teks narasi. Peserta didik dapat
mendiskusikan berbagai konsep mengenai teks tersebut.
PROSEDUR
Pertama
Pelajaran strategi bantu aku (help me) dapat
digunakan kapan saja terutama berkaitan dengan
keterlibatan peserta didik dalam membaca. Bahan
bacaan dapat dipilih pendidik atau dipilih peserta didik
untuk pelajaran strategi membaca mandiri. Namun,
ketika memperkenalkan strategi ini, akan sangat
membantu jika semua peserta didik membaca teks
sastra yang sama.
Kedua
Sebelum peserta didik mulai membaca, diskusikan
dengan mereka bahwa tidak memahami ide tertentu
ketika membaca adalah hal yang umum bagi sebagian
besar pembaca. Ketika mereka mulai membaca, para
peserta didik hendaknya membuat daftar apa pun
yang mereka anggap sulit untuk dipahami.
Ketiga
Peserta didik dipasangkan dalam kelompok kecil.
Masing-masing peserta didik berbagi kesulitan yang
dihadapi secara bergantian tentang kata-kata dalam
PROSEDUR
Pertama
Peserta didik bersiap-siap untuk belajar
mengembangkan teks cerpen ditinjau dari
pengembangan karakter atau latar.
Kelima
Peserta didik ditugaskan untuk membuat
pengembangan karakter atau latar yang terdapat
dalam tabel, menurut ide masing-masing yang
didiskusikan dalam kelompok.
Keenam
Peserta didik berdiskusi dengan pendidik dan
kelompok lain tentang pengembangan karakter atau
latar yang terdapat pada tabel.
PROSEDUR
Pertama
Memperkenalkan teks sastra/cerpen kepada peserta
didik. Hubungkan isi teks sastra dengan berbagai
pengalaman yang mungkin dimiliki peserta didik. Jika
sesuai, pendidik dapat meminta peserta didik untuk
memprediksi isi teks berdasarkan judul.
Kedua
Mulailah membacakan teks sastra/cerpen kepada
peserta didik, tunjukkan gambar-gambar jika ada.
Sepanjang membaca, saat berhenti membaca pada
kalimat tertentu, mintalah peserta didik bereaksi,
merespons, dan/atau mendiskusikan kalimat yang
telah dibaca. Pendidik juga harus membagikan
tanggapannya sendiri. Pendidik juga dapat
mempertimbangkan untuk mengajukan beberapa
pertanyaan yang ditemukan dalam strategi
kelompok respons sastra.
Ketiga
Pada setiap titik pemberhentian, setelah peserta
didik menanggapi dengan benar, mereka dapat
diminta untuk memprediksi apa yang akan terjadi
pada bagian selanjutnya dari teks sastra yang akan
dibaca.
VARIASI
Pendidik dapat mempergunakan naskah teks yang
panjang dan perlu waktu lebih dari satu pertemuan kelas
PROSEDUR
Pertama
Beri tahu para peserta didik bahwa mereka akan
mendengarkan awal, tengah, dan akhir sebuah
Tengah (Middle)
Akhir (End)
PROSEDUR
Pertama
Bagikan delapan kartu atau selembar kertas (dipotong
delapan) untuk setiap peserta didik.
Kedua
Pendidik atau peserta didik membacakan suatu teks
cerpen di depan kelas.
Ketiga
Mintalah peserta didik mengidentifikasi delapan
gagasan atau ide cerita dari bacaan dan menulis setiap
gagasan di selembar kertas yang terpisah. Jumlah ide
yang diidentifikasi akan bervariasi tergantung pada
teks dan peserta didik. Peserta didik menulis gagasan
utama dari bacaan yang dibacakan .
Keempat
Dari delapan ide yang dipilih sebelumnya, mintalah
peserta didik mengidentifikasi lima ide yang menurut
mereka paling penting.
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menyajikan bahan materi berupa teks
cerita pendek, grafik-grafik dan tabel. Pendidik
menjelaskan cara membuat daftar kata-kata yang
sulit dalam pengejaannya atau tidak mengerti
artinya dalam sebuah tabel. Minta mereka untuk
membuat daftar tentang kata-kata yang mereka sulit
untuk mengejanya atau tidak mengerti artinya dari
teks yang disajikan.
Kedua
Setelah kegiatan menulis atau mendata, peserta
didik diminta untuk mengeja kata-kata yang sudah
didata. Peserta didik dipersilakan untuk berbagi
cara/strategi mengeja atau berbagi penjelasan dari
daftar kata-kata yang dibuat.
Ketiga
Catat daftar kata tersebut di papan tulis, kertas grafik
atau tabel.
PROSEDUR
Pertama
Peserta didik mendiskusikan teks yang akan
digunakan dalam pembelajaran ini dengan berbagai
alasan. Untuk meningkatkan diskusi ini, bagikan
kepada peserta didik sebuah teks yang dilengkapi
VARIASI
Peserta didik bekerja secara mandiri atau dalam
kelompok kecil. Pendidik mengidentifikasi kemungkinan
alat bantu teks dan memasukkannya ke dalam teks dengan
bantuan peserta didik. Selama proses ini, pendidik
membagikan alasan untuk alat bantu teks yang dihasilkan
dan alasan untuk memasukkannya pada bagian-bagian
tertentu di dalam teks.
BAHAN
Bahan yang digunakan dalam strategi
pembelajaran ini adalah beberapa teks yang berisi
sejumlah kata penghubung atau sinyal-sinyal
penghubung konseptual atau penghubung lainnya.
Langkah-langkah strategi pembelajaran membaca
sinyal teks (reading text signals), diadaptasi ke dalam
pembelajaran sastra sebagai berikut.
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menugaskan peserta didik membaca
sebuah teks.
Kedua
Pendidik menugaskan peserta didik untuk
menggarisbawahi atau menandai kata-kata/tanda-
tanda yang menghubungkan antara satu konsep
dengan konsep lain antarparagraf dalam teks.
Pendidik memberikan contoh satu kata/tanda yang
menghubungkan atau yang membangun sebuah
konsep antarparagraf dalam teks.
PROSEDUR
Pertama
Para peserta didik diperkenalkan pada dua teks
disiplin ilmu yang berbeda (misalnya teks sastra dan
ilmu sejarah).
Kedua
Peserta didik dibagi salinan kedua teks yang berbeda
disiplin ilmu tersebut.
VARIASI
Sebagai variasi pembelajaran, pendidik dapat
memakai teks lebih dari dua pasangan disiplin ilmu
sebagai konfirmasi pengetahuan.
PROSEDUR
Pertama
Untuk memperkenalkan strategi mengungkapkan
makna tersembunyi (uncovering hidden meanings),
mulailah dengan membacakan dua teks cerpen yang
secara eksplisit membahas masalah atau topik yang
sama dengan cara yang sangat berbeda. Atau mulailah
dengan membacakan satu teks cerpen yang
mengandung dua sudut pandang yang berbeda
tentang suatu topik.
Kedua
Setelah teks sastra dibaca, mintalah peserta didik
membandingkan beberapa sudut pandang yang
berbeda dari beberapa topik yang ada dalam teks yang
dibaca tersebut. Pendidik menugaskan peserta didik
membuat kolom dua lajur kiri dan kanan untuk
mengkontraskan topik-topik dari dua sudut pandang
yang berbeda.
Ketiga
Pendidik menugaskan peserta didik merinci tema-
tema yang memiliki sudut pandang berbeda dalam
PROSEDUR
Pertama
Bacalah di kelas sebuah cerita yang berisi contoh-
contoh bentuk bahasa tidak standar dan penuh
dengan dialek-dialek kebahasaan.
Kedua
Peserta didik ditugaskan menulis bahasa-bahasa
dialek yang terdapat dalam cerita yang dibacakan.
Ketiga
Pendidik membimbing diskusi kelas tentang makna
atau arti bahasa dialek yang terdapat dalam cerita
tersebut.
Keempat
Pendidik menugaskan kembali salah satu peserta
didik untuk membacakan cerita tersebut dan setiap
kata dialek diubah menjadi bahasa baku (standar).
Kelima
Pendidik menugaskan peserta didik membuat
contoh kalimat bebas menggunakan bahasa dialek
tersebut, serta peserta didik juga membuat kalimat
PROSEDUR
Pertama
Sebelum melibatkan peserta didik dalam strategi
kamus dialek (dialect dictionaries), akan sangat
membantu jika pendidik memberi penjelasan terlebih
dahulu tentang dialek kebahasaan.
Kedua
Bacakan di depan kelas sebuah teks cerita yang yang
berisi contoh-contoh bentuk dialek kebahasaan yang
tidak standar.
Ketiga
Peserta didik ditugaskan menulis dialek kebahasaan
yang tidak standar tersebut dalam kertas kerja
masing-masing.
Keempat
Pendidik mendorong peserta didik untuk memberikan
contoh penggunaan bahasa dialek tersebut dalam
sebuah kalimat, pendidik harus memberikan contoh
dari penggunaan bahasa dialek-dialek tersebut
kepada peserta didik jika peserta didik tidak
mengetahui contoh apa pun.
Kelima
Pendidik memandu diskusi kelas dengan peserta didik
mengenai beberapa dialek kebahasaan yang terdapat
dalam suatu naskah teks, misalnya berkaitan dengan
ejaan, definisi, tata bahasa, dan sebagainya. Beri tahu
peserta didik bahwa mereka akan membuat kamus
dialek.
VARIASI
Penugasan penyusunan kamus dialek ini bisa
dilakukan jangka panjang, dan setiap peserta didik
menemukan dialek kebahasaan baru harus menulisnya di
kertas kerja masing-masing.
Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Pelajaran Pertama Calon Ayah
PROSEDUR
Pertama
Beri tahu para peserta didik bahwa mereka akan
mendengarkan cerita bagian awal, tengah, dan akhir
cerpen “Pelajaran Pertama Calon Ayah”. Tunjukkan
pada mereka kotak awal, tengah, akhir.
Kedua
Setelah membaca cerpen, mintalah peserta didik
untuk membahas bagian-bagian dari ceritanya yang
merupakan bagian awal, tengah, dan akhir. Tuliskan
saran peserta didik di kotak yang sesuai di dalam
tabel.
Tengah (Middle)
Akhir (End)
PENGUATAN
Pendidik memberikan ulasan atau evaluasi tentang
pembelajaran strategi awal, tengah akhir (beginning,
middle, end) dengan bahan teks cerpen “Pelajaran
Pertama Calon Ayah”.
Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Pelajaran Pertama Calon Ayah”, meliputi
kedidaktisan struktur cerpen dan kedidaktisan isi
cerpen.
Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Pelajaran Pertama Calon
Ayah”, misalnya berkaitan dengan literasi numerasi;
literasi sains; literasi digital; literasi finansial; literasi
budaya dan kewarganegaraan; literasi media; literasi
teknologi; dan literasi visual yang tersaji melalui alur,
tokoh dan penokohan, latar, atau isi cerpen.
Mendidik Anak
karya Chen Chien An
Dimuat dalam majalah Liberty tahun 1958 halaman 6-7
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video cerpen “Mendidik
Anak”, untuk merangsang kepekaan pemikiran, dan
PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Mendidik Anak” Karya
Chen Chien An.
Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Mendidik Anak”, meliputi kedidaktisan struktur
cerpen dan kedidaktisan isi cerpen.
Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Mendidik Anak”, misalnya
berkaitan dengan literasi numerasi; literasi sains;
literasi digital; literasi finansial; literasi budaya dan
kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi; dan
literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen “Mendidik Anak”
VARIASI
Variasi pembelajaran dapat awali dengan mendengarkan
lagu “Dongeng Sebelum Tidur” terlebih dahulu kemudian
membandingkannya dengan cerpen. Teks ini kemudian
disampaikan melalui penulisan teks.
Sumber:
https://www.wowkeren.com/lirik/lagu/wayang/dongeng.html
Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Pesan bagi Anakku Padjar
Menjelang kelahiran mu, anakku, Ayah berusaha sekuat
tenaga untuk mengumpulkan segala kebutuhanmu dan
keperluan ibumu. Dari sebulan ke sebulan kami kumpulkan,
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video cerpen “Pesan bagi
anakku Padjar” untuk merangsang kepekaan
pemikiran, dan motivasi belajar peserta didik
terhadap pembelajaran cerpen “Pesan bagi anakku
Padjar”.
Kedua
Bagikan delapan kartu atau selembar kertas (dipotong
delapan) untuk setiap peserta didik.
Ketiga
Pendidik atau peserta didik membacakan teks cerpen
“Pesan bagi Anakku Padjar” di depan kelas.
Keempat
Mintalah peserta didik mengidentifikasi delapan
gagasan utama dari bacaan dan menulis setiap
gagasan di selembar kertas yang terpisah. Gagasan
utama dapat dikaitkan dengan aspek-aspek
kedidaktisan cerpen, misalnya gagasan utama (1) cara
mengatasi kendala dan perawatan kehamilan; (2)
perjuangan perekonomian keluarga; (3) pertolongan
Kebangsaan Indonesia
Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Pendapatan Bersahaja Membawa Untung
Tokoh
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah King Gillette, dia
digambarkan sebagai sosok pekerja keras, pantang
menyerah atau gigih dalam berusaha, kreatif, dan pandai
bergaul. Dengan keuletannya King Gillette berhasil
membangun sebuah perusahaan besar dengan
keuntungan besar.
Latar
Latar utama yang ditampilkan berupa tempat yaitu
negara Amerika.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia dengan ejaan lama. Tidak terdapat kata-
kata yang tabu, kotor, atau kasar dalam cerpen ini,
sehingga cerpen ini penuh dengan tema-tema kisah
inspiratif yang mendidik.
PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen berjudul
“Pendapatan Bersahaja Membawa Untung”.
Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Pendapatan Bersahaja Membawa Untung”
meliputi kedidaktisan struktur cerpen dan
kedidaktisan isi cerpen.
Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Pendapatan Bersahaja
Membawa Untung”, misalnya berkaitan dengan
literasi numerasi; literasi sains; literasi digital; literasi
finansial; literasi budaya dan kewarganegaraan;
literasi media; literasi teknologi; dan literasi visual
yang tersaji melalui alur, tokoh dan penokohan, latar,
atau isi cerpen “Pendapatan Bersahaja Membawa
Untung”. Contohnya: tokoh King Gillette merupakan
tokoh literat, dia memiliki kemampuan literasi media
yang baik terutama pengetahuan dan kemampuannya
dalam membangun sebuah usaha, tentu saja
berkaitan dengan kemampuan literasi yang kompleks
seperti literasi numerisasi, literasi finansial, literasi
budaya dan lain-lain sehingga membentuk
kepribadian King Gillette yang tangguh dan sukses.
Andri Wongso
Kisah Jam
Karya Andri Wongso (2012)
VARIASI
Pendidik memanfaatkan media pembelajaran yang
menarik seperti penayangan video, penggunaan proyektor,
atau media-media lainnya.
PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Kisah Jam” Karya
Andri Wongso.
Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan cerpen
“Kisah Jam”, meliputi kedidaktisan struktur cerpen dan
kedidaktisan isi cerpen.
Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Kisah Jam”, misalnya berkaitan
dengan literasi numerasi; literasi sains; literasi digital;
literasi finansial; literasi budaya dan kewarganegaraan;
literasi media; literasi teknologi; dan literasi visual yang
tersaji melalui alur, tokoh dan penokohan, latar, atau isi
cerpen “Kisah Jam”.
Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Karangan Bunga dari Menteri
Sumber:
(Ajidarma, 2011, Kompas, 9 Oktober 2011 dalam Senja dan Cinta yang
Berdarah, 2014)
VARIASI
Klip video cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”
karya Seno Gumira Ajidarma, dapat juga ditayangkan di
PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Karangan Bunga
dari Menteri” Karya Seno Gumira Ajidarma.
Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”, meliputi
kedidaktisan struktur cerpen dan kedidaktisan isi
cerpen.
Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”
(misalnya berkaitan dengan literasi numerasi; literasi
sains; literasi digital; literasi finansial; literasi budaya
dan kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi;
dan literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma. Contohnya:
tokoh Siti merupakan tokoh literat, dia memiliki
kemampuan literasi budaya yang baik terutama
pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat berkirim
karangan bunga, sehingga dengan kemampuan literasi
budayanya, tokoh Siti mampu menyikapi kebudayaan
berkirim bunga dengan pikiran yang jernih.
Pengetahuan literasi yang ditampilkan dalam cerpen ini
juga di antaranya literasi media, cerpen mengemukakan
para tokoh pengirim karangan bunga digambarkan
sebagai tokoh literat yang mampu memanfaatkan
media karangan bunga sebagai perwakilan ucapan
selamat kepada si pengundang.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Nur_Sutan_Iskandar
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video pendek cerpen
“Putri Pahlawan Indonesia” untuk merangsang
kepekaan pemikiran, dan motivasi belajar peserta
didik terhadap pembelajaran cerpen “Putri Pahlawan
Indonesia”.
Kedua
Perkenalkan para peserta didik pada dua teks di atas
(teks biografi Cut Nyak Dhien dan teks cerpen “Putri
Pahlawan Indonesia“).
Ketiga
Bagikan kepada peserta didik salinan kedua teks yang
berbeda disiplin ilmu tersebut.
PENGUATAN
Pendidik memberikan ulasan atau evaluasi tentang
pembelajaran membaca lintas disiplin ilmu (reading
across the disciplines) pada teks cerpen “Putri
Pahlawan Indonesia“.
Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Putri Pahlawan Indonesia“, meliputi
kedidaktisan struktur cerpen dan kedidaktisan isi
cerpen.
Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Putri Pahlawan
Indonesia“, misalnya berkaitan dengan literasi
numerasi; literasi sains; literasi digital; literasi
***
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video cerpen “Kurma
Kiai Karnawi” untuk merangsang kepekaan
pemikiran, dan motivasi belajar peserta didik
terhadap pembelajaran cerpen “Kurma Kiai
Karnawi”.
PENGUATAN
Pendidik memberikan ulasan atau evaluasi tentang
pembelajaran strategi mengungkapkan makna
tersembunyi (uncovering hidden meanings) pada
cerpen “Kurma Kiai Karnawi”.
Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Kurma Kiai Karnawi”, meliputi kedidaktisan
struktur cerpen dan kedidaktisan isi cerpen.
Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Kurma Kiai Karnawi”,
misalnya berkaitan dengan literasi numerasi; literasi
sains; literasi digital; literasi finansial; literasi budaya
dan kewarganegaraan; literasi media; literasi
Berbakti
karya M. La Gouw (1956)
PENGUATAN
Pendidik memberikan ulasan atau evaluasi tentang
pembelajaran strategi tampilan masalah (problem
posing) pada cerpen “Berbakti”.
Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Berbakti”, meliputi kedidaktisan struktur
cerpen dan kedidaktisan isi cerpen.
Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Berbakti”, misalnya
berkaitan dengan literasi numerasi; literasi sains;
literasi digital; literasi finansial; literasi budaya dan
kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi;
dan literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen.
Keempat
Pendidik memberi penjelasan bahwa kata-kata yang
menarik, kata-kata yang sulit dilafalkan sebagian
besar dapat merupakan kata-kata dialek daerah.
Pendidik kemudian menjelaskan tentang dialek
kebahasaan.
Kelima
Peserta didik ditugaskan menulis kata-kata dialek
kebahasaan yang tidak standar tersebut dalam tabel
kertas kerja seperti pada langkah tiga.
Berikut contoh tabel isian kata dialek.
Daftar kata dialek dari cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma.
No Kata Arti Kata Persamaan Cara
Kata mengeja
(vokal)
1 Empet benci muak /em-pet/
Keenam
Pendidik mendorong peserta didik untuk memberikan
contoh penggunaan bahasa dialek tersebut dalam
sebuah kalimat, pendidik harus memberikan contoh
PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Karangan Bunga
dari Menteri” Karya Seno Gumira Ajidarma.
Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”, meliputi
kedidaktisan struktur cerpen dan kedidaktisan isi
cerpen.
Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”,
misalnya berkaitan dengan literasi numerasi; literasi
sains; literasi digital; literasi finansial; literasi budaya
dan kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi;
dan literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma. Contohnya:
235
Chien An, C. (1958). “Mendidik Anak”. Malajah Liberty, 240.6,
hlm. 6-7.
Dubey, A (2013). Literature and Society. IOSR Journal Of
Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 9,
Issue 6 (Mar. - Apr. 2013), PP 84-85 e-ISSN: 2279-0837, p-
ISSN: 2279-0845. [Online]. Diakses dari
www.Iosrjournals.Org www.iosrjournals.org .
Hasanuddin, W.S, dkk. (2013). Ensiklopedi Sastra Indonesia.
Jilid 1-3. Bandung: Titian Ilmu.
Iskandar, N. S. (1945). “Putri Pahlawan Indonesia”. Pandji
Poestaka, 6.23, hlm. 185-186.
Ismail, I (1963). “Pesan bagi Anakku Padjar”. Majalah Minggu
Pagi, 25.16, hlm. 26-28.
Hasanuddin, W.S, dkk. (2013). Ensiklopedi Sastra Indonesia.
Jilid 1-3. Bandung: Titian Ilmu.
Juliswara, V. (2017). Mengembangkan Model Literasi Media
yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi
Berita Palsu (hoax) di Media Sosial. Jurnal Pemikiran
Sosiologi, 4 (2), 142-164. [Online]. Diakses dari
file:///C:/Users/Acer/Downloads/28586-64016-1-
PB%20(2).pdf.
Karim, A. dkk (2012). Literature and Morality. International J.
Soc. Sci. & Education 2012 Vol. 2 Issue 2, ISSN: 2223-4934
E and 2227-393X Print. [Online]. Diakses dari
http://ijsse.com/sites/default/files/issues/2012/Volume
%202%20Issue%202%20,%20%202012/Paper-19/Paper-
19.pdf
Kucer, S.B. & Cecilia, S. (2006). Teaching the Dimensions of
Literacy. London: Lawrence Erlbaum Associates,
Publishers. [Online]. Diakses dari file:///D:/E%
20Book/Silva%20&%20Kucer-Teaching%20the%20
Dimensions%20of%20 Literacy%20(2005)-1.pdf.
Kucer, S.B. (2014). Dimensions of Literacy and Writing in
School Settings. New York dan London: Routledge Taylor
& Francis Group. [Online]. Diakses dari
236
file:///D:/E%20Book/Kucer-Dimensions
%20of%20Literacy_%20(2014).pdf.
Kuswana, W. S. (2012). Taksonomi Kognitif: Perkembangan
Ragam Berpikir. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Knaflic, L. (2014). Psychological Aspects of Literacy.
Libellarium, VII, (1), 41-53. [Online]. Diakses dari
https://hrcak.srce.hr/file/202150
Leech, G. (1993). Prinsip-prinsip Pragmatik (Terjemahan
M.D.D. Oka). Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Loen An, G (1956). Berbakti. Majalah Star Weekly, 531.11,
(1956), hlm. 30-31.
Moore, M. (2009). Dimensions of Literacy: Sociocultural.
University of New England: Courtney Graffius. [Online].
Diakses dari https://luv2teach.weebly.com/uploads
/3/9/6/4/3964527/dimensions_of_literacy._sociocultur
al.pdf
Noor, A. (2012). “Kurma Kiai Karnawi”. Kompas, Oktober
2012. [Online]. Diakses dari
https://lakonhidup.files.wordpress.com/2012/10/
kurma-kiai-karnawi-ilustrasi-hanafi2.jpg
Petersson, dkk. (2009). Language and Literacy from a
Cognitive Neuroscience Perspective. Dalam Olson dan
Torrance (Penyunting ), The Cambridge Handbook of
Literacy (hlm. 153-182). New York: Cambridge University
Press. [Online]. Diakses dari
https://escholarship.org/uc/item/4fp2h2zp
Preminger. A (1974). Princeton encyclopedia of poetry and
poetics. Princeton, New Jersey: Princeton University Pres.
Rohullah, R (2017). Pengaruh perilaku bahasa dalam
masyarakat terhadap mutu pendidikan dan
perkembangan sikap/karakter pada anak usia dini.
Proceedings Education and Language International
Conference. Vol 1. No 1 (2017). [Online]. Diakses dari
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php
/ELIC/article/view/1289
238
dari
https//digitalcommons.liberty.edu/cgi/viewcontent.cgi?
article=1141 &context=fac.
Wongso, A. (2012). Setengah Pecah Setengah Utuh:
Perlindungan Merpaung. Jakarta: Esensi (Divisi Penerbit
Erlangga).
Sumber Web:
https://id.wikipedia.org/wiki/Arswendo_Atmowiloto
https://jv.wikipedia.org/wiki/Seno_Gumira_Ajidarma
https://id.wikipedia.org/wiki/Sutan_Takdir_ Alisjahbana
https://www.wowkeren.com/lirik/lagu/wayang/dongeng.ht
ml
https://m.merdeka.com/andrie-wongso/profil/
https://id.wikipedia.org/wiki/Nur_Sutan_Iskandar
https://www.biografipedia.com/2015/05/ biografi-cut-nyak-
dhien.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Agus_Noor
***