Anda di halaman 1dari 249

Pembelajaran

Cerpen Didaktis
dengan Strategi Dimensi Literasi

BUKU PENGAYAAN PENGETAHUAN


UNTUK KALANGAN SEKOLAH MENENGAH DAN PERGURUAN TINGGI

HALIMAH
Pembelajaran Cerpen Didaktis
dengan Strategi Dimensi Literasi
Buku Pengayaan Pengetahuan
untuk Kalangan Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi
(Pelengkap Disertasi Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia)

Judul Disertasi: Kedidaktisan Cerpen-cerpen Indonesia dan


Pemanfaatannya sebagai Buku Pengayaan
Berbasis Dimensi Literasi untuk Kalangan
Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi

Promovendus:
Halimah

Promotor:
Dr. Sumiyadi, M.Hum.

Ko-promotor:
Dr. Yeti Mulyati, M.Pd.

Anggota:
Dr. Vismaia S. Damaianti, M.Pd.

Cetakan Pertama, ....... 2020


Ukuran : 15 x 23 cm
Jumlah Halaman 241

Hak Cipta dilindungi Undang-undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin
tertulis dari penerbit.
Prakata

C erpen merupakan salah satu karya sastra yang cukup


diminati masyarakat, baik masyarakat pendidikan
ataupun masyarakat umum. Kandungan isi cerpen selain
menghidangkan aspek hiburan, juga menyuguhkan nilai-nilai
yang mendidik, nilai-nilai luhur yang bisa dijadikan cermin,
teladan, bahkan inspirasi dalam kehidupan. Pembelajaran
tentang cerpen Indonesia terdapat dalam kurikulum sekolah
dan perguruan tinggi sebagai bagain dari pembelajaran
sastra. Pembelajaran tentang cerpen juga memiliki kontribusi
tersendiri dalam pendidikan literasi peserta didik.
Cerita pendek Indonesia menjadi salah satu bentuk
representasi budaya bangsa Indonesia. Perkembangan
cerpen Indonesia modern menurut pendapat beberapa ahli
dimulai sejak tahun 1920-an sampai sekarang. Banyak di
antara cerpen-cerpen Indonesia mengungkapkan nilai-nilai
luhur budaya bangsa, dan nilai-nilai kedidaktisan yang selaras
dengan butir tujuan pendidikan nasional Indonesia. Cerpen
Indonesia didaktis ini sangat penting untuk diperkenalkan dan
dijadikan referensi pembelajaran sastra, khususnya dalam
pembelajaran apresiasi sastra baik di sekolah maupun di
perguruan tinggi.
Buku ini memuat kedidaktisan cerpen-cerpen Indonesia
dan penerapan strategi-strategi pembelajaran dimensi
literasi. Pembelajaran kedidaktisan cerpen Indonesia dalam
buku ini dapat memberikan pengalaman dan kesan tersendiri
bagi para pendidik maupun peserta didik. Buku ini dilengkapi
dengan media klip video cerpen yang dijadikan sebagai
pelengkap teks cerpen. Klip video cerpen tersebut dapat
disajikan pendidik sebelum atau sesudah peserta didik
membaca cerpen. Apabila disajikan sebelum membaca
cerpen, pendidik dapat mengajak peserta didik menebak-
nebak alur cerita, sehingga memungkinkan peserta didik
penasaran untuk segera membaca cerpen. Apabila disajikan

i
setelah peserta didik membaca cerpen, pendidik dapat
memanfaatkan klip video cerpen sebagai penguatan
pemahaman terhadap cerpen yang dibaca. Sebagai
pengayaan pengetahuan, buku ini memuat berbagai strategi
pembelajaran dimensi literasi yang dapat diterapkan dan
diadaptasi dalam pembelajaran apresiasi sastra, baik untuk
sekolah maupun perguruan tinggi. Strategi yang digunakan
merupakan strategi-strategi pembelajaran yang berpusat
pada keaktifan peserta didik, sehingga dapat menambah
pengalaman peserta didik dalam pembelajaran literasi.
Beberapa strategi pembelajaran dimensi literasi dalam
pembelajaran cerpen Indonesia ini diadaptasi dari beberapa
strategi pembelajaran literasi menurut Kucer & Cecilia (2006).
Oleh karena itu, buku ini disusun sebagai buku
pengayaan pengetahuan, khususnya bidang pembelajaran
sastra dalam mendukung gerakan literasi nasional dan
gerakan literasi sekolah. Selain itu, buku ini merupakan
pelengkap disertasi Program Studi Bahasa Indonesia Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang berjudul
“Kedidaktisan Cerpen Indonesia dan Pemanfaatannya
sebagai Buku Pengayaan Apresiasi Sastra Berbasis Dimensi
Literasi untuk Kalangan Sekolah Menengah dan Perguruan
Tinggi”.
Sebagai pelengkap disertasi, buku ini melewati proses
uji kelayakan dari para ahli bidang pendidikan, sastra, dan
perbukuan. Segala saran dan tanggapan terhadap perbaikan
buku ini, Insya Allah akan diterima dan ditindaklanjuti dengan
sebaiknya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah
berkontribusi dalam mewujudkan buku ini. Jazakumullohu
khoiron katsiron.

Bandung, Februari 2020

Penulis

ii
Daftar Isi
Prakata .......................................................................... i
Daftar Isi ..................................................................... iii
BAB I Ihwal Cerpen ................................................ 1
A. Definisi Cerpen ....................................................... 2
B. Cerpen Indonesia.................................................... 4
BAB II Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra ........ 7
A. Kedidaktisan Karya Sastra ...................................... 8
B. Kedidaktisan Cerpen............................................. 24
BAB III Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam
Pembelajaran Sastra.................................. 27
A. Strategi Dimensi Literasi Kognitif dalam
Pembelajaran Sastra ............................................ 30
B. Strategi Dimensi Literasi Linguistik dan Sistem
Tanda Lainnya dalam Pembelajaran Sastra ......... 52
C. Strategi Dimensi Literasi Sosiokultural dalam
Pembelajaran Sastra ............................................ 62
D. Strategi Dimensi Literasi Pengembangan dalam
Pembelajaran Sastra ............................................ 75
BAB IV Ancangan Pembelajaran Cerpen
Didaktis dengan Strategi Dimensi
Literasi ............................................................ 77
A. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan
Strategi Dimensi Literasi Kognitif......................... 78
B. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan
Strategi Dimensi Literasi Linguistik dan Sistem
Tanda Lainnya .................................................... 143
C. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan
Strategi Dimensi Literasi Sosiokultural .............. 180

iii
D. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan
Strategi Dimensi Literasi Pengembangan .......... 227
Daftar Pustaka ....................................................... 235
Tentang Penulis

iv
BAB I Ihwal Cerpen

Ihwal Cerpen 1
Karya sastra sering menyuguhkan berbagai pemikiran
masalah kehidupan, seperti masalah sosial, budaya, politik,
psikologi, keagamaan, etika, dan lain-lain. Pemikiran-
pemikiran tersebut dapat dikemas dalam berbagai bentuk
karya sastra. Ketika pemikiran tersebut disampaikan melalui
cerita yang singkat, bahkan cerita tersebut dapat dibaca
dalam sekali duduk, maka karya tersebut dapat disebut cerita
pendek. Saat Anda membaca cerita pendek, berarti Anda
melek sastra, karena cerita pendek merupakan salah satu
karya sastra berbentuk prosa. Sebagai prosa, cerita pendek
menjadi salah satu genre sastra yang cukup diminati
masyarakat. Selain memerlukan waktu baca yang singkat,
cerita pendek memiliki struktur yang padat, sehingga pesan
dan permasalahan dari cerita tersebut secara langsung dapat
dimengerti pembaca. Cerita pendek di Indonesia memiliki ciri
khas ke-Indonesiaan, baik dari segi latar belakang sosial,
budaya, maupun corak kehidupan. Untuk memahami hal
tersebut, dalam bab ini dibahas definisi cerita pendek dan
cerita pendek Indonesia.

A. Definisi Cerpen
Cerita pendek haruslah berbentuk ‘padat’, pengarang
menciptakan karakter-karakter, semesta mereka, dan
tindakan-tindakannya sekaligus, secara bersamaan (Stanton,
2007, hlm. 76).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) cerita
pendek didefinisikan sebagai kisahan pendek (kurang dari
10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan
dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi
(pada suatu ketika).
Menurut Hasanuddin, dkk. (2013, hlm. 158) dalam
Ensiklopedi Sastra Indonesia, cerpen adalah cerita rekaan

2 Ihwal Cerpen
yang memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi
pada satu saat, hingga memberi kesan tunggal terhadap
pertikaian yang mendasari cerita tersebut.
Cerpen adalah karya singkat prosa fiksi, dan sebagian
besar istilah untuk menganalisis unsur-unsur komponen,
jenis, dan teknik naratif novel berlaku untuk cerita pendek
juga. Cerpen ini berbeda dari anekdot yang tidak
menguraikan sebuah kejadian atau peristiwa tunggal. Seperti
halnya novel, cerpen mengatur tindakan, pemikiran, dan
dialog karakter-karakternya ke dalam pola plot yang berseni
(Abrams, 2009, hlm. 331).
Stanton (2007, hlm. 79) menyebutkan bahwa cerpen
hanya dilengkapi dengan detail-detail terbatas, tidak
menjelaskan perkembangan karakter dari tiap tokohnya,
hubungan-hubungan antartokoh, keadaan sosial yang rumit,
atau kejadian yang berlangsung dalam kurun waktu yang
lama dengan panjang lebar.
Lebih lanjut, Stanton (2007, hlm. 88) menyatakan
bahwa cerpen bergaya padat, tersusun atas berbagai gaya
tingkatan, mengubah kepekaan realisme pembaca,
pemahamannya, emosinya, dan kepekaan moralnya secara
simultan.
Mengenai bahasa yang digunakan dalam cerpen,
Sumardjo (2004, hlm. 20-21) menyebutkan bahwa bahasa
dalam fiksi harus memiliki kepadatan, kejernihan, dan
keunikan yang khas. Kata-kata dalam cerpen harus
mempunyai “kekuatan” yang mampu membangkitkan
berbagai imajinasi bagi pembacanya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa cerpen merupakan cerita rekaan yang
menyuguhkan bangunan struktur dengan sangat padat,
terpusat pada satu peristiwa tertentu dalam kurun waktu

Ihwal Cerpen 3
yang singkat, serta menyuguhkan tindakan, pemikiran, dan
dialog karakter-karakter tokoh pada satu situasi tertentu
dengan kekhasan bahasa yang dapat membangkitkan
imajinasi pembacanya.

B. Cerpen Indonesia
Cerpen di Indonesia merujuk pada Ensiklopedi Sastra
Indonesia (Hasanuddin, dkk, 2013, hlm. 158-159) baru dimulai
kira-kira pada tahun 1930-an dan mendapatkan tempat yang
subur di dalam perkembangan sastra Indonesia setelah masa
kemerdekaan, cerpen Indonesia sering kali tampil sebagai
rekaman masalah sosial zamannya.
Pengertian cerpen-cerpen Indonesia mengacu pada
pengertian sastra Indonesia. Ciri utama sastra Indonesia
sendiri adalah sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa cerpen-cerpen
Indonesia merupakan cerita kisahan yang padat dalam satu
situasi peristiwa dan khusus ditulis dalam bahasa Indonesia.
Perkembangan cerpen Indonesia modern diawali sejak
tahun 1920-an, pada tahun tersebut terdapat pula era sastra
Melayu Rendah yang ditandai oleh adanya pengarang-
pengarang keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia.
Cerpen-cerpen Melayu rendah mulai dimuat dalam majalah-
majalah yang dipimpin orang Tionghoa sekitar tahun 1920-an.
Suryadinata (2010, hlm. 2-3) menjelaskan nasionalisme
Tionghoa di Hindia Belanda bermula pada 1900 dengan
berdirinya Tiong Hoa Kwee Koan (THKK), yaitu perkumpulan
orang Tionghoa di Jakarta. Nasionalisme Tionghoa pada
waktu itu merupakan nasionalisme kultural. Soe Po Sia atau
taman bacaan menyebarkan ide-ide revolusi di berbagai kota
besar di Hindia Belanda, mulanya memuat isu budaya meluas
menjadi isu politik.

4 Ihwal Cerpen
Cerpen-cerpen Indonesia Melayu Rendah (karya etnis
Thionghoa) mulai terbit tahun 1920-an yang dimuat dalam
beberapa majalah yang dipimpin orang Tionghoa di antaranya
Interocean (1923-1924), Hoakiao (1924-1925), Moestika
Dharma (1932), Sin Tit Po (1935), dan Bok Tok (1945).
Sejarah perkembangan cerpen Indonesia tidak lepas
dari sejarah perkembangan sastra di Indonesia, beberapa ahli
telah mengemukakan periodisasi sastra Indonesia. Menurut
Sarwadi (2004, hlm. 19-20) setidaknya ada 4 macam ikhtisar
periodisasi sastra Indonesia sebagai berikut.
1. Periodisasi Bujung Saleh
a) Sebelum tahun 20-an
b) Antara tahun 20-an hingga tahun 1933
c) Tahun 1933 hingga Mei 1942
d) Mei 1942 hingga sekarang
2. Periodisasi H.B Jasin
a) Sastra Melayu Lama
b) Sastra Indonesia Modern (Angkatan 20; Angkatan 33
atau Pujangga Baru; Angkatan 45 mulai sejak 1942;
Angkatan 66 mulai kira-kira tahun 1955)
3. Periodisasi Nugroho Notosusanto
a) Sastra Melayu Lama
b) Sastra Indonesia Modern
1) Masa Kebangkitan: Periode ’20; Periode ’33; dan
Periode ’42
2) Masa Perkembangan: Periode ’45 dan Periode ’50
4. Periodisasi Ajib Rosidi
a) Sastra Nusantara Klasik (Sastra dari berbagai bahasa
daerah di Nusantara)
b) Sastra Indonesia Modern
1) Masa Kelahiran/Masa Kebangkitan: Periode awal-
1933; Periode 1933-1942; Periode 1942-1945

Ihwal Cerpen 5
2) Masa Perkembangan: Periode 1945-1953; Periode
1953-1961; Periode 1961-sekarang
Perkembangan cerpen-cerpen Indonesia dari beberapa
periodisasi memiliki peran yang sangat penting sebagai
penggerak nasionalisme, dan penyampai aspek kedidaktisan
kepada generasi berikutnya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pembagian
periodisasi sastra Indonesia dapat dikategorikan sebagai
berikut.
1) Periode Satra Melayu Rendah (1920-1981)
2) Periode tahun 1920-1932
3) Periode tahun 1933-1941
4) Periode tahun 1942-1944
5) Periode tahun 1945-1952
6) Periode tahun 1953-1960
7) Periode tahun 1961-1965
8) Periode tahun 1966-1969
9) Periode tahun 1970-1999
10) Periode tahun 2000-sekarang (2019)

6 Ihwal Cerpen
BAB II Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 7


Ketika membaca karya sastra, sebaiknya kita
memperhatikan manfaat yang kita peroleh dari karya sastra
tersebut. Banyak hal yang dapat kita ambil
kebermanfaatannya dari sebuah karya sastra. Selain
bermanfaat sebagai hiburan, karya sastra bermanfaat sebagai
bahan pembelajaran hidup. Bahkan, Siswanto (2010, hlm. 57)
memandang karya sastra sebagai bentuk persepsi (cara
khusus dalam memandang dunia) dan memiliki relasi dengan
cara memandang realitas yang menjadi ideologi sosial suatu
zaman. Begitu juga, apabila kita membaca karya sastra jenis
cerpen, sedikit atau banyak biasanya mengandung realitas
kehidupan yang dapat kita jadikan pelajaran. Banyak cerpen
yang menyuguhkan persoalan peliknya kehidupan. Di
dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan seperti selalu
bersikap positif atas takdir dalam ujian hidup yang dihadapi,
atau bersikap sabar dan terus berusaha untuk mengatasi
persoalan hidup yang pelik. Dari cerpen tersebut, kita bisa
menyadari untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
setelah membaca cerpen. Bahkan, dengan membaca cerpen,
kita bisa mendapatkan berbagai informasi, pengetahuan, dan
berbagai pengalaman kehidupan. Suguhan mengenai
berbagai manfaat dalam karya sastra tersebut merupakan
bagian dari kedidaktisan karya sastra. Untuk memahami hal
itu, dalam bab ini diperkenalkan secara lebih mendalam
mengenai kedidaktisan karya sastra dan kedidaktisan cerpen.

A. Kedidaktisan Karya Sastra


Mengenai sastra didaktik, Abrams (2009, hlm. 79)
mengemukakan bahwa kata sifat “didaktik” yang berarti
“dimaksudkan untuk memberikan instruksi” diterapkan pada
karya-karya sastra yang dirancang untuk menguraikan

8 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra


cabang pengetahuan, atau untuk mewujudkan tujuan yang
lain, dalam bentuk imajinatif atau fiksi, moral, agama, doktrin
atau tema filosofis.
Hasanuddin, dkk. (2013, hlm. 215) mengemukakan
bahwa kata didaktis biasa digunakan untuk merujuk
karangan yang mengandung nasihat atau pelajaran moral
yang sangat berguna bagi tuntunan hidup para pembaca.
Dalam istilah Inggris dikenal istilah didacticism yang
mengandung makna penggunaan karya sastra sebagai alat
pengajaran atau pembinaan moral, keagamaan, dan etika
(Hasanuddin, dkk., 2013, hlm. 215). Dalam kamus English
Thesaurus (2018) didacticism didefinisikan sebagai kata sifat:
(1) ditujukan untuk instruksi; edukatif; puisi didaktik; (2)
cenderung untuk mengajar atau memberi ceramah kepada
orang lain; (3) mengajar atau bermaksud mengajarkan
pelajaran moral; (4) didaktik (digunakan dengan kata kerja
tunggal) seni atau ilmu mengajar.
Sekaitan dengan sastra didaktis, Stanton (2007, hlm.
125-126) memunculkan istilah novel didaktis. Menurutnya,
novel didaktis mengangkat perilaku sosial atau ‘pekerti’ yang
dapat diandalkan, penting, dan menjadi sandaran bagi setiap
karakternya.
Secara lebih luas, Aminuddin (2011, hlm. 47)
menjelaskan segi didaktis dalam sastra dengan menyebut
istilah pendekatan didaktis. Dijelaskannya bahwa pendekatan
didaktis merupakan suatu pendekatan yang berusaha
menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif,
maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan,
tanggapan maupun sikap itu, dalam hal ini akan mampu
terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun
agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu
memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 9


Pandangan beberapa ahli tentang nilai kedidaktisan
sastra, menjelaskan bahwa karya sastra menyampaikan
banyak hal termasuk nilai kedidaktisan atau pendidikan.
Suwondo (2015, hlm. 51) menyatakan nilai-nilai pendidikan
karya sastra dapat dikenali melalui kandungan hubungan
manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, manusia
dengan masyarakat, manusia dengan manusia lain, dan
manusia dengan diri sendiri.
Kedidaktisan sastra dapat diungkapkan melalui
berbagai genre sastra seperti dalam puisi, sajak, novel dan
cerpen.
Berkaitan dengan genre cerita pendek, Sumardjo
(2004, hlm. 94) menyatakan bahwa dalam proses menulis
cerita pendek yang baik, pengarang harus sanggup
memberikan sesuatu pada pembaca: entah itu pengetahuan,
pengalaman, kegembiraan, pandangan dalam wujud cerita
pendek. Yang lebih penting lagi adalah mengisi kepribadian
dengan pengalaman dan pengetahuan teknis. Dengan
demikian, cerita pendek yang baik harus mengandung nilai-
nilai pengetahuan, pengalaman yang baik, kegembiraan serta
pandangan yang baik, sehingga mampu mengisi kepribadian
yang baik dan memberikan pengetahuan teknis.
Kedidaktisan sastra merupakan salah satu fungsi sastra.
Sastra memiliki dua fungsi yang merupakan dulce dan utile
(kesenangan dan manfaat). Berkaitan dengan tujuan dan
fungsi sastra, maka Wellek & Warren (2014, hlm. 24-25)
menyatakan bahwa karya sastra berfungsi sesuai dengan
sifatnya. Maka kedua segi (kesenangan dan manfaat/ dulce
dan utile) harus ada dan saling mengisi. Kesenangan yang
diperoleh dari sastra yaitu kontemplasi yang tidak mencari
keuntungan. Sementara manfaatnya keseriusan, bersifat

10 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra


didaktis yaitu keseriusan yang menyenangkan, keseriusan
estetis, dan keseriusan persepsi.
Dari pendapat di atas, penelaahan karya sastra dapat
dilakukan dari dua segi, yaitu: 1) kesenangan, dalam hal ini
sastra ditinjau dari segi struktur sastra, 2) manfaat, dalam hal
ini sastra ditinjau dari segi isi atau manfaat isi yang
disampaikan. Dua segi tersebut merupakan satu kesatuan
yang saling mengisi untuk memberikan efek terhadap
pembaca atau penikmat karya sastra.
Isi dan bentuk sastra yang pekat merupakan salah satu
indikator sastra yang bermutu. Sumardjo & Saini (1988, hlm.
7) menyatakan bahwa karya sastra yang bermutu merupakan
karya sastra yang pekat. Kepadatan isi dan bentuk, bahasa
dan ekspresi, merupakan hasil kepekaan sastrawan dalam
menghayati kehidupannya. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa bahasa dan ekspresi merupakan salah satu
komponen penentu bermutu tidaknya suatu karya sastra.
Abrams (1971, hlm. 87) menjelaskan pendapat Jones
tentang bahasa dan ekspresi karya sastra pada genre puisi,
yang menyatakan bahwa setiap jenis puisi pada intinya
didasari oleh emosi yang tepat: puisi religius dan dramatis
didasari oleh perasaan kekaguman pada keajaiban
penciptaan, tingkah laku dalam kesedihan, puisi moral dan
epik mengungkapkan ekspresi kebencian dan sindiran
terhadap keburukan. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka
isi kedidaktisan karya sastra diungkapkan melalui bahasa dan
ekspresi yang sesuai dengan isi kedidaktisan karya sastra
tersebut.
Sumiyadi, dkk. (2013, hlm. 12-13) merumuskan ciri-ciri
kedidaktisan dalam karya sastra: 1) sastra yang mendidik,
memberi ajaran dan tuntunan, serta menyatakan pesan; 2)
ajaran atau pesan yang disampaikan tersebut merupakan

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 11


pesan moral, yakni merupakan pandangan tentang nilai-nilai
kebenaran, petunjuk tentang berbagai hal yang berhubungan
dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku,
sopan-santun, atau budi pekerti, serta nilai-nilai lainnya yang
dijunjung masyarakat; 3) jenis pesan moral itu dapat berupa
masalah hubungan antarsesama (hubungan sosial),
hubungan dengan lingkungan alam, dan hubungan dengan
Tuhan; 4) wujudnya dapat berupa masalah persahabatan,
cinta-kasih, kesetiaan, pengkhianatan, pesan religius/agama,
kritik sosial, dan bahkan pesan propagandis; 5) bentuk
penyampaian (pengungkapan) pesan moral tersebut dapat
bersifat langsung, maupun tidak langsung; 6) sastra disebut
didaktis jika memberi alternatif solusi yang jelas dari
persoalan yang diangkat dalam karya. Ciri kedidaktisan
tersebut berlaku untuk seluruh karya sastra, termasuk
cerpen.
Selain itu, Sumiyadi, dkk. (2016, hlm. 12) membuat tiga
pengelompokan kriteria kadar kedidaktisan karya sastra: (1)
desain sastra didaktis (cara pengungkapan dan ungkapannya
sangat didaktis); (2) ada bagian yang mengandung ungkapan
didaktis (ada masalah dan ada solusi didaktis); (3)
mengandung unsur didaktis (hanya ada masalah atau
fenomena didaktis).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kajian kedidaktisan karya sastra dapat ditinjau dari dua segi:
1) isi kedidaktisan sastra, yaitu kandungan makna
ajaran/tuntunan yang terdapat dalam karya sastra yang
meliputi ajaran agama/religius, moral, sosial masyarakat,
ideologi atau filosofis, dan pengembangan ilmu pengetahuan
(sains); 2) bentuk pengungkapan kedidaktisan sastra yang
meliputi pengungkapan kedidaktisan melalui struktur karya
sastra dan pengungkapan kedidaktisan melalui bahasa sastra.

12 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra


1) Isi Kedidaktisan Sastra
Isi kedidaktisan berdasarkan uraian di atas meliputi
ajaran agama/religius, moral, sosial masyarakat, ideologi
atau filosofis, dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Beberapa kajian ilmiah memberikan penjelasan keterkaitan
antara sastra dengan ajaran agama/religius, moral, sosial
masyarakat, ideologi atau filosofis, dan pengembangan ilmu
pengetahuan (sains) dalam karya sastra seperti berikut.
a. Ajaran Religius/Keagamaan dalam Karya Sastra
Banyak karya sastra yang mengandung atau
mengungkapkan ajaran religius/keagamaan. Ajaran
religius dalam sastra diungkapkan pengarang untuk
memberikan atmosfer religius bagi para pembaca,
pendengar atau pengguna karya sastra. Ajaran religius
dalam sastra diharapkan mampu memberikan atau
meningkatkan kedekatan hubungan dengan Tuhannya.
Mengenai religius atau berkaitan dengan agama,
Abrams (2009, hlm. 76) menjelaskan bahwa semua
agama yang diwahyukan didasarkan pada nilai-nilai
keimanan dan kebenaran yang diungkapkan dalam
tulisan suci khusus (kitab suci) pada kurun waktu dan
tempat tertentu.
Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa
ajaran nilai-nilai religius berkaitan dengan nilai-nilai
keimanan dan kebenaran yang termuat dalam kitab suci.
Lebih lanjut, Abrams (2009, hlm. 76) menyatakan bahwa
nilai religius menyangkut percaya akan keberadaan
Tuhan yang didasarkan pada alasan adanya ciptaan-
ciptaan Tuhan. Nilai religius menyangkut kewajiban atas
penyembahan dan sanksi atas pelanggaran moral.

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 13


Chaudhary (2013, hlm. 70-76) menjelaskan fungsi
sastra sebagai ajaran religius bahwa sastra dapat
berfungsi menjelaskan hubungan fundamental/ religius,
sastra berusaha menjelaskan, membenarkan,
mendamaikan, menafsirkan, dan bahkan menghibur.
Sastra yang memiliki atmosfer religius yang
menakjubkan, dapat membangkitkan ketaatan pada
kekekalan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan
bahwa ajaran religius dalam sastra memberi penjelasan,
membenarkan, mendamaikan, menafsirkan nilai-nilai
kebenaran, sehingga dapat meningkatkan ketaatan,
keimanan, pengetahuan religius dan kedekatan
hubungan antara diri dengan Tuhan.
b. Ajaran Moral dalam Karya Sastra
Abrams (2009, hlm. 327) menyatakan bahwa unsur
penting dalam moralitas yang terdapat dalam karya
sastra adalah perasaan simpati dan “sensibilitas” yaitu
responsif terhadap kesusahan dan kegembiraan orang
lain. “Sensibilitas” juga berkonotasi dengan respons
emosional yang kuat terhadap keindahan dan
keagungan, baik dalam kodrat maupun dalam seni, dan
responsif semacam itu sering kali direpresentasikan
sebagai wujud kerendahan hati seseorang.
Semetara itu, Karim, dkk. (2012, hlm. 191)
menjelaskan hubungan moral dan sastra, bahwa sastra
dapat memberikan efek moral, sehingga kaum pemuka
agama berusaha mendorong atau memberikan kritik
terhadap efek moral yang akan ditimbulkan oleh sebuah
karya sastra ke arah yang lebih baik dan menjunjung
tinggi nilai-nilai moralitas.

14 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra


Preminger (1974, hlm. 531) menjelaskan bahwa
aspek moral dalam sastra didramatisir dan dapat
memberikan gambaran antara nilai moral yang baik dan
buruk. Maksudnya, moralitas dalam sastra menampilkan
contoh-contoh karakter yang baik dan buruk sebagai
representasi keberadaban dalam beberapa kurun waktu
tertentu.
Kaitannya dengan kedidaktisan sastra menunjukkan
bahwa karakter-karakter yang ditampilkan dalam sastra
harus mampu menjadi tauladan atau contoh yang baik
dalam kehidupan nyata. Berkaitan dengan
pengembangan karakter, ada beberapa karakter yang
dapat dijadikan acuan dalam pendidikan nasional sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia yang
termuat dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional di antaranya
karakter: beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Sudah semestinya
kedidaktisan sastra Indonesia dalam pengembangan nilai
moral atau karakter mengacu pada undang-undang
tersebut.
c. Ajaran Sosial Kemasyarakatan dalam Karya Sastra
Berkaitan dengan cakupan nilai sosial, Abrams (2009,
hlm. 147) mengemukakan bahwa semua sikap,
kepercayaan, dan norma manusia adalah konstruksi
sosial dalam budaya tertentu. Dengan demikian, sudah
jelas bahwa cakupan ajaran sosial mencakup semua sikap
sosial, nilai-nilai kepercayaan sosial, dan norma-norma
sosial.

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 15


Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat
Dubey (2013, hlm. 84-85) yang menjelaskan keterkaitan
antara aspek sosial dan sastra. Dubey menyebutkan
bahwa sastra mencerminkan sosial kemasyarakatan.
Aspek sosial dalam kemasyarakatan di antaranya norma,
tradisi, budaya, kepercayaan, dan nilai-nilai luhur lainnya.
Dengan demikian, kedidaktisan sastra ditinjau dari
indikator aspek sosial harus mencerminkan nilai-nilai
luhur berupa norma, tradisi, budaya, kepercayaan dan
nilai lainnya dari suatu tatanan sosial kemasyarakatan.
Wick (2005, hlm. 15) menjelaskan bahwa sastra
memberikan wawasan ke dalam aspirasi umum, nilai-
nilai, dan prestasi masyarakat tertentu. Dengan
demikian, sastra dapat berfungsi sebagai sarana
penyampaian nilai-nilai luhur budaya masyarakat,
inspirasi maupun aspirasi suatu masyarakat, prestasi dan
lain sebagainya yang berkaitan dengan sosial
masyarakat.
d. Ajaran Ideologi dalam Karya Sastra
Abrams (2009, hlm. 181) mengemukakan tentang
fungsi ideologi dalam membangun kesadaran manusia
terhadap kebenaran, aturan dan keyakinan.
Menurutnya, kesadaran manusia dibentuk oleh suatu
ideologi yaitu, keyakinan, nilai-nilai, dan cara berpikir
serta perasaan yang dirasakan manusia melalui sudut
pandang mereka, mengenai hal yang mereka anggap
sebagai realitas. Ideologi secara lebih kompleks
merupakan produk dari posisi dan kepentingan kelas
tertentu. Dalam setiap era sejarah, kekuatan ideologi
diwujudkan, dan berfungsi untuk melegitimasi dan
mengabadikan kepentingan paling utama pada kelas
ekonomi dan kelas sosial.

16 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra


Aspek ideologi dalam karya sastra menurut Wick
(2005, hlm. 16) di antaranya memuat ideologi
nasionalisme, sosial dan agama. Ditinjau dari
kedidaktisan aspek ideologi, sastra dapat digunakan
untuk menyampaikan ideologi/filsafat tentang agama
atau ajaran tertentu, penumbuhan rasa nasionalisme dan
rasa sosial.
e. Ajaran Ilmu Pengetahuan dalam Karya Sastra
Abrams (1971, hlm. 316) mengemukan bahwa karya
sastra sering juga menyuguhkan ajaran ilmu
pengetahuan. Istilah-istilah ilmiah, teknologi, atau
pengetahuan sosial kemasyarakatan sering dijadikan
tema sastra, sehingga dapat memberikan ilmu
pengetahuan baru bagi pembaca atau pengguna karya
sastra.
Selanjutnya Abrams (2009, hlm. 323) menjelaskan
mengenai sastra yang bersifat fiksi ilmiah dan fantasi.
Istilah-istilah tersebut meliputi novel dan cerita pendek
yang mewakili realitas yang dibayangkan secara bebas,
berbeda dalam sifat dan fungsi sastra secara umum.
Pada umumnya istilah fiksi ilmiah diterapkan pada
narasi-narasi yang di dalamnya tidak seperti dalam
fantasi murni, upaya eksplisit dilakukan untuk membuat
dunia fiksi yang masuk akal dengan merujuk pada
prinsip-prinsip ilmiah yang diketahui atau dibayangkan,
atau ke kemajuan yang diproyeksikan dalam teknologi,
atau perubahan drastis dalam organisasi masyarakat.
Hal tersebut secara garis besar menyatakan
keterkaitan ilmu pengetahuan dengan sastra, bahwa ada
yang disebut sastra yang bersifat fiksi ilmiah dan fantasi.
Hal ini mengacu kepada novel dan cerita pendek yang
bersifat fiksi ilmiah seperti mengungkap pengetahuan

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 17


tentang planet, alam semesta, teknologi, atau gejala
sosial.
2) Bentuk Pengungkapan Kedidaktisan Sastra
Bentuk pengungkapan kedidaktisan sastra meliputi
pengungkapan kedidaktisan melalui struktur karya sastra dan
pengungkapan kedidaktisan melalui bahasa sastra.
a. Pengungkapan Kedidaktisan Melalui Struktur Karya
Sastra/Fakta-fakta Cerita
Stanton (2007, hlm. 22) menyebutkan bahwa elemen
fakta-fakta cerita atau disebut struktur faktual cerita terdiri
atas alur, karakter, dan latar. Elemen-elemen tersebut
berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah
cerita.
Mengenai alur, Abrams (2009, hlm. 275) menjelaskan
bahwa alur dalam karya dramatis atau naratif dibentuk oleh
peristiwa dan tindakannya. Hal tersebut dimaksudkan
dengan tujuan untuk mencapai efek artistik dan emosional
tertentu.
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-
peristiwa dalam sebuah cerita, dan biasanya alur terbatas
pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal. Alur
dibangun oleh dua elemen dasar, yaitu ‘konflik dan klimaks’
(Stanton, 2007, hlm. 26).
Berdasarkan pendapat di atas, maka penyampaian
kedidaktisan cerpen melalui alur dapat berupa gambaran
kausal atau sebab akibat, berupa pesan, tuntunan, atau
cerminan yang mengalir melalui penceritaan berupa
peristiwa-peristiwa dengan adanya konflik dan klimaks.
Sebagai contoh gambaran kedidaktisan cerpen melalui alur
linier sebuah cerpen tentang peristiwa wabah penyakit yang
diawali dengan penggambaran peristiwa kebiasaan tidak
sehat masyarakat (muncul konflik permasalahan), kemudian

18 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra


ditampilkan peristiwa meredanya wabah penyakit karena
adanya perubahan perilaku masyarakat tentang kesadaran
kesehatan lingkungan menjadi lebih baik dan usaha-usaha
yang ditempuh lainnya (klimaks cerita). Dari contoh tersebut
pembaca dengan mudah dapat menangkap pesan didaktis
yang disuguhkan melalui alur cerita tersebut.
Berkaitan dengan karakter, Abrams (2009, hlm. 42)
merumuskan secara garis besar bahwa karakter adalah
orang-orang yang diwakili dalam karya dramatis atau naratif,
yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral,
intelektual, dan emosional tertentu berdasarkan perkataan
orang, cara khas dialog mereka dan dari aksi yang mereka
lakukan. Dasar-dasar dalam watak, keinginan, dan sifat moral
karakter untuk ucapan dan tindakan mereka disebut motivasi
mereka.
Stanton (2007, hlm. 33-35) membagi penjelasan
karakter menjadi dua konteks. Pertama, karakter merujuk
pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Kedua,
karakter merujuk pada percampuran dari berbagai
kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari
individu tersebut. Karakter merujuk pada individu-individu
yang muncul misalnya karakter keteguhan hati, jujur, kikir,
pelit dan sebagainya. Karakter merujuk pada percampuran
dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip
moral dari individu, dapat berupa gambaran karakter yang
dipengaruhi oleh motivasi individu tersebut misalnya
motivasi untuk membangun, membela bangsa, motivasi
untuk berjuang, ingin menjadi pintar dan lain-lain. Dengan
demikian, kedidaktisan cerpen yang disajikan melalui
karakter ini merujuk pada contoh teladan, cerminan, atau
tuntunan karakter-karakter baik yang bagus untuk diteladani
dan ditiru serta motivasi yang melandasinya. Sebagai contoh

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 19


dalam cerpen muncul karakter tokoh-tokoh cerita
demokratis, nasionalisme, semangat berjuang, tanggung
jawab dan lain-lain. Hal tersebut didorong oleh motivasi
karakter cinta tanah air serta keinginan memperjuangkan
kemerdekaan bangsa Indonesia.
Mengenai latar atau setting, Abrams (2009, hlm. 330)
menyebutkan bahwa latar atau setting narasi atau karya
dramatis adalah tempat, waktu historis, dan keadaan sosial
ketika tindakannya terjadi; latar atau setting satu episode
atau adegan dalam karya adalah lokasi fisik tertentu saat itu
terjadi.
Selanjutnya, Stanton (2007, hlm. 33-35) menjelaskan
bahwa latar pada sebuah cerita, merupakan lingkungan yang
melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang
berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar dapat berwujud dekor sebuah tempat,
waktu, cuaca, suasana intern ataupun ekstern. Latar dalam
sebuah cerita bisa saja berkaitan dengan tone dan mood
emosional tokoh. Dengan demikian, penyampaian
kedidaktisan cerpen melalui latar dapat berupa gambaran
lingkungan atau lingkup peristiwa yang dapat dijadikan
tuntunan, keteladanan, atau cerminan. Sebagai contoh
dalam sebuah cerpen menampilkan latar waktu di pagi hari
saat tokoh membersihkan halaman rumah, atau suatu pagi
saat tokoh berolahraga, dan lain-lain. Hal tersebut
merupakan pesan didaktis latar waktu yang tepat dalam
melakukan hal-hal yang positif.
b. Pengungkapan Kedidaktisan Melalui Bahasa Sastra
Sumarjo (2004, hlm. 98) menjelaskan bahwa sebelum
menulis, seorang penulis hendaknya sudah memiliki konsep
yang jelas: apa sebenarnya yang hendak disampaikan kepada
pembaca? Penemuan apa yang kiranya penting diketahui

20 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra


pembaca? Ide yang bagus, pikiran yang baru, permasalahan
yang urgen, informasi pengetahuan baru, adalah beberapa
konsep yang mungkin hendak disampaikan. Pengarang
cerpen hendak menyampaikan semua itu dalam bentuk
cerita. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka cerita didaktis
akan memberikan tuntunan, teladan atau pesan didaktis
terhadap pembaca melalui cerita. Pesan didaktis tersebut
akan dikemas oleh penulis dengan gaya bahasa penulis yang
unik dan khas.
Sekaitan dengan hal ini, Stanton (2007, hlm. 61)
memaparkan cara pengarang dalam menggunakan bahasa.
Dalam sastra, hal ini disebut gaya. Perbedaan gaya bahasa
penulis secara umum terletak pada bahasa dan menyebar
dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-
pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya
imaji dan metafor.
Dari pemaparan tersebut, dapat disebutkan bahwa
aspek kedidaktisan karya sastra yang merupakan isi
kandungan sastra tersebut tertuang melalui cerita atau
bahasa sastra itu sendiri. Lebih lanjut Sumarjo (2004, hlm. 99)
menyatakan bahwa pikiran yang jernih akan menghasilkan
kalimat-kalimat yang tepat dan kuat. Dengan demikian,
kedidaktisan sastra disampaikan dengan bahasa sastra yang
tepat dan kuat.
Sumarjo & Saini (1988, hlm. 93) menyatakan bahwa
seorang pengarang sering membawakan ceritanya dengan
kalimat-kalimat yang pendek atau panjang, kompleks atau
sederhana. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pengarang, ketika ingin menyampaikan
penemuan yang kiranya penting diketahui pembaca: ide yang
bagus, pikiran yang baru, pengalaman yang menarik,
informasi pengetahuan baru dalam bentuk cerita, hendaklah

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 21


memperhatikan pendek atau panjang kalimat serta kompleks
atau sederhananya kalimat supaya pesan didaktis tersebut
dengan mudah dapat dicerna pembaca.
Gaya bahasa pengarang menyoroti bentuk bahasa yang
digunakan dalam cerpen, seperti bahasa santun, sopan atau
sebaliknya kasar, ataupun kotor. Dalam menyikapi hal
tersebut, sebaiknya cerpen didaktis disajikan dengan bahasa
yang baik, sopan dan santun. Dalam sebuah kajian ilmiah yang
ditulis Rohullah (2017) dengan judul Pengaruh Perilaku
Bahasa dalam Masyarakat terhadap Mutu Pendidikan dan
Perkembangan Sikap/Karakter pada Anak Usia Dini yang
dimuat dalam The 1st Education and Language International
Conference Proceedings Center for International Language
Development of Unissula, dinyatakan bahwa: (1) perilaku
bahasa baik/sopan berpengaruh terhadap pendidikan dan
perkembangan karakter anak usia dini dalam menanamkan
nilai-nilai baik, kesopanan dalam berbicara, bersikap, berpikir
positif dan berinterkasi dengan sesama; (2) perilaku bahasa
buruk/tidak sopan berpengaruh terhadap pendidikan dan
perkembangan karakter anak dalam menanamkan dan
membentuk karakter yang buruk, seperti bersikap egois,
idaksopan, mudah marah, dan lamban. Jadi, perilaku bahasa
sangat berpengaruh dalam menentukan pendidikan dan
perkembangan karakter pada anak usia dini, sebab melalui
pendidikan bahasa, psikomotorik dan mental seorang anak
akan terlatih baik dalam bertindak maupun bertutur dengan
penutur sekitarnya.
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian tersebut,
maka prinsip-prinsip kesantunan berbahasa dalam cerpen,
dapat juga dijadikan indikator kedidaktisan karya sastra,
karena akan menjadi tuntunan dan ajaran tentang cara
bertutur bahasa yang baik. Bahasa yang digunakan dalam

22 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra


karya sastra akan memberikan pengaruh terhadap moral dan
perilaku pembaca, pengguna, atau penikmat karya sastra
tersebut. Dengan demikian, kedidaktisan karya sastra juga
dapat ditinjau dari penggunaan prinsip-prinsip kesantunan
berbahasa.
Prinsip-prinsip kesantunan berbahasa dikemukakan
Leech (1993, hlm. 206-207) dengan mendeskripsikan
sejumlah maksim sopan santun yang memiliki kesamaan
dengan prinsip kerja sama (cooperative principle) yang
dikemukakan oleh Grice. Maksim-maksim yang dikemukakan
Geoffrey Leech tersebut, antara lain: (a) maksim kearifan
(tact maxim), yang menekankan pada ‘pengurangan beban
untuk orang lain dan memaksimalkan ekpresi kepercayaan
yang memberikan keuntungan untuk orang lain, (b) maksim
kemurahan hati atau kedermawanan (the generosity maxim),
yang menyatakan bahwa kita harus mengurangi ekspresi yang
menguntungkan diri sendiri dan harus memaksimalkan
ekspresi yang dapat menguntungkan orang lain, (c) maksim
pujian atau penerimaan (the approbation maxim), yang
menuntut kita untuk meminimalkan ekspresi ketidakyakinan
terhadap orang lain dan memaksimalkan ekpresi persetujuan
terhadap orang lain, (d) maksim kerendahan hati atau
kesederhanaan (the modesty maxim), yang menuntut diri kita
untuk tidak membanggakan diri sendiri, (e) maksim
kesepakatan atau persetujuan (the agreement maxim), yang
menuntut kita untuk mengurangi ketidaksetujuan antara diri
sendiri dan orang lain; memaksimalkan persetujuan antara
diri sendiri dan orang lain, dan (f) maksim simpati (sympathy
maxim), yang menuntut diri kita untuk mengurangi rasa
antipati antara diri dengan orang lain dan tingkatkan rasa
simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang lain.

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 23


B. Kedidaktisan Cerpen
Kedidaktisan cerpen yang dimaksud di sini merupakan
bagian dari kedidaktisan karya sastra. Tentu saja, karena
cerpen merupakan bagian dari karya sastra. Dengan
demikian, perumusan indikator kedidaktisan cerpen ini
merujuk pada pembahasan kedidaktisan karya sastra pada
bagian A. Dengan merujuk pada pendapat Abrams (1971,
hlm. 316); Abrams (2009, hlm. 42, hlm. 330, hlm. 323);
Sumarjo (2004, hlm. 98); Sumiyadi, dkk. (2016, hlm. 28);
Rohullah (2017); Leech (1993, hlm. 206-207); (Hasanuddin,
dkk., 2013, hlm. 215); dan Aminuddin (2011, hlm. 47), maka
indikator kedidaktisan cerpen disusun sebagai berikut.
1) Isi/ Ungkapan Kedidaktisan Cerpen
a. Kedidaktisan Cerpen Aspek Religius
Memberi penjelasan, membenarkan, mendamaikan,
dan menafsirkan nilai-nilai kebenaran, sehingga dapat
meningkatkan ketaatan, keimanan, pengetahuan
religius dan rasa kedekatan hubungan antara diri
dengan Tuhan.
b. Kedidaktisan Cerpen Aspek Moral
Menjunjung tinggi moralitas dan penguatan karakter
di antaranya: beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
c. Kedidaktisan Cerpen Aspek Sosial
Mencerminkan nilai-nilai luhur dari norma, tradisi,
budaya, kepercayaan dan nilai lainnya dari suatu
tatanan sosial kemasyarakatan.

24 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra


d. Kedidaktisan Cerpen Aspek Ideologi
Menyampaikan ideologi/filsafat tentang agama atau
ajaran tertentu, penumbuhan rasa nasionalisme dan
rasa sosial.
e. Kedidaktisan Cerpen Aspek Ilmu Pengetahuan
Memberikan pengetahuan ilmiah, teknologi, atau
pengetahuan sosial kemasyarakatan.
2) Kedidaktisan Cerpen dalam Bentuk Pengungkapan dan
Penggunaan Bahasa
a. Bentuk Pengungkapan Kedidaktisan
1) Cara mengungkapkan kedidaktisan sastra dari segi
struktur faktual, yaitu alur dan pengaluran, tokoh
dan penokohan, latar-tempat, waktu, sosial, dan
suasana.
2) Penyajian kedidaktisan sastra dengan menelaah
prinsip-prinsip kedidaktisan, pendidikan,
pengajaran dalam sastra, misalnya penyampaian
pengetahuan disajikan secara logis, sistematis,
sistemis, fokus, dan kontekstual.
b. Penggunaan Bahasa Cerpen
Penggunaan bahasa cerpen didaktis dapat dilihat
dari penggunaan ejaan, penggunaan gaya bahasa
pengarang, dan penerapan prinsip kesopanan atau
kesantunan (politeness principle) dalam berbahasa;
penghindaran pemakaian kata tabu (taboo);
penggunaan atau pemakaian eufemisme, yaitu
ungkapan penghalus sebagai salah satu cara untuk
menghindari pemakaian kata-kata tabu; penggunaan
pilihan kata honorifik, yaitu ungkapan hormat untuk
berbicara dan menyapa orang lain. Tujuan utama
kesantunan berbahasa, termasuk bahasa Indonesia
adalah memperlancar komunikasi.

Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra 25


26 Ihwal Kedidaktisan Karya Sastra
BAB III Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam
Pembelajaran Sastra

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 27


Dunia pendidikan menjadi salah satu sarana untuk
meningkatkan kemampuan literasi sastra masyarakat
Indonesia agar tumbuh lebih baik. Kata ‘literasi’ itu sendiri,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) diartikan
sebagai kemampuan menulis dan membaca; pengetahuan
atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu;
penggunaan huruf untuk merepresentasikan bunyi atau kata.
Menurut Kucer (2014, hlm. 13) literasi merupakan
serangkaian tindakan yang melibatkan satu orang atau lebih,
dalam menghasilkan pemahaman tentang hal yang tercetak,
tindakan literasi ini melibatkan berbagai dimensi: kognitif,
linguistik, sosiokultural, dan perkembangan. Dari
pemahaman literasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa
terdapat berbagai dimensi literasi yang dapat dibidik dalam
rangka meningkatkan kemampuan literasi sastra masyarakat
Indonesia. Dimensi literasi dalam hal ini merupakan berbagai
ruang lingkup, segi, aspek: kognitif, kebahasaan,
sosiokultural, perkembangan yang berhubungan dengan
keberaksaraan meliputi pengetahuan, kemahiran,
keterampilan, dan keahlian, baik dalam hal membaca,
menulis, atau aktivitas lainnya dalam bidang-bidang tertentu.
Keempat strategi dimensi literasi tersebut secara
hierarki dimulai dari dimensi kognitif. Beberapa kajian
menyebutkan secara garis besar pembentukan dan
perubahan pengetahuan, keterampilan dan perilaku manusia
merupakan hasil dari perkembangan kognitif manusia mulai
dari awal kelahiran sampai akhir hayat. Kuswana (2012, hlm.
139) menjabarkan prinsip kerangka ranah kognitif dari
berbagai ahli, di antaranya dari Vermunt dan Verloop’s
(1999), menyebutkan kategori kognitif adalah
menghubungkan/manata, menganalisis, merekonstruksi/

28 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


menerapkan, menghafal/melatih, mengolah, dan memilih.
Sesuai dengan pendapat tersebut, maka dapat dikatakan
perkembangan kognitif manusia normal cenderung
meningkat sesuai dengan berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Dalam ranah literasi, dimensi kognitif merupakan awal
perkembangan literasi manusia. Dimensi literasi kognitif
mencakup perkembangan awal kemampuan literasi manusia,
seperti kemampuan berbicara dan bercerita (tahap
menghubungkan dan menata). Selanjutnya, manusia tumbuh
mengenal kebahasaan atau linguistik dan sistem baca lainnya,
seperti belajar dan mengenal bahasa, huruf, tanda baca dan
sistem bahasa lainnya (menghafal/melatih). Dalam
perkembangan literasi berikutnya, manusia mampu
mengenal dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar sebagai
dimensi literasi sosiokultural (tahap pengolahan/kritis). Pada
tahap akhir, manusia mampu melakukan pengorganisasian
atau generalisasi atas pengetahuan dan keterampilan literasi
yang dimilikinya sebagai dimensi literasi pengembangan
(tahap memilih).
Untuk meningkatkan kemampuan literasi sastra melalui
ranah pendidikan, dalam pembahasan buku ini dikemukakan
strategi-strategi pembelajaran dimensi literasi yang
diadaptasi dari Kucer & Cecilia (2006), yakni strategi
pembelajaran dimensi literasi kognitif, strategi pembelajaran
dimensi literasi linguistik, strategi pembelajaran dimensi
literasi sosiokultural, dan strategi pembelajaran dimensi
literasi pengembangan.
Strategi-strategi pembelajaran dimensi literasi ini
dapat mengembangkan dan melatih keterampilan serta
pengetahuan dimensi literasi yang diselaraskan dengan
pembelajaran cerpen Indonesia.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 29


Strategi-strategi pembelajaran dimensi literasi yang
dimanfaatkan dalam pembahasan buku ini dijelaskan sebagai
berikut.

A. Strategi Dimensi Literasi Kognitif dalam


Pembelajaran Sastra
1. Konsep Strategi Dimensi Literasi Kognitif
Dimensi literasi kognitif berkaitan dengan
kemampuan pembaca atau penulis dalam memaknai
bacaan atau tulisannya. Strategi dimensi literasi kognitif
menuntun peserta didik dalam memaknai atau membangun
ide-ide dalam bahasa tertulis secara lebih efektif dan efisien
(Kucer & Cecilia, 2006, hlm. 129).
Dimensi kognitif dalam literasi berfokus pada
strategi-strategi mental dan proses yang digunakan untuk
membangun makna. Lebih kepada kegiatan menciptakan
dan membangun daripada mengambil makna (Kucer, 2014,
hlm. 7).
Sekaitan hal di atas, Kuswana (2012, hlm. 79)
menyatakan bahwa strategi kognitif merupakan
metakognitif dan ide pemecahan masalah sebagai proses
kontrol eksekutif.
Sementara itu, aspek kognitif sangat didukung
dengan perilaku kognitif. Perilaku kognitif tersebut meliputi:
1) kelancaran, menghasilkan sejumlah besar gagasan; 2)
fleksibilitas, bisa mengubah kategori; 3) orisinalitas, mampu
dengan berpikir yang unik; 4) elaborasi, bisa mengambil satu
ide dan menambahkannya (Kuswana, 2012, hlm. 84).
Moore (2009, hlm. 5) menyatakan bahwa area
kognitif dalam literasi penting karena membantu kita untuk
memahami cara kerja pikiran memproses informasi yang
dibaca, dilihat, dialami, atau didengar.

30 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


Kucer & Cecilia (2006, hlm. 129) menegaskan bahwa
dimensi literasi kognitif memberikan perhatian kepada
pembaca dan penulis sebagai pembuat makna. Instruksi
strategi kognitif memperkenalkan anak-anak terhadap
berbagai cara yang dengannya mereka dapat secara lebih
efektif dan efisien menyusun gagasan dalam bahasa tertulis.
Meskipun dimensi linguistik, sosiokultural, dan
perkembangan selalu hadir dalam semua instruksi strategi,
pelajaran strategi kognitif menyoroti penciptaan makna
dalam dimensi keberaksaraan.
Inti dimensi kognitif tentang keberaksaraan berfokus
pada proses mental, strategi, atau prosedur yang dilakukan
individu untuk membangun makna. Karena dalam
konstruksi makna, terdapat transaksi antara pikiran
(kognisi) dengan teks/linguistik dan sistem tanda lainnya
(Kucer, 2014, hlm. 111).
Knaflic (2014, hlm. 44), menyampaikan bahwa
aktivitas kognitif dalam literasi berhubungan dengan proses
dan strategi mental yang diaktifkan selama aktivitas
membaca dan menulis, yaitu menemukan dan menciptakan
artinya. Proses membaca dimulai dengan persepsi materi
tertulis, huruf, dan lain-lain sebagai proses mendapatkan
makna.
Sejalan dengan hal tersebut, Smith dan Stephen
(2014, hlm. 7) menjelaskan proses mental sebagai
representasi yang menyampaikan makna di dalam sistem
pemrosesan dalam menginterpretasikan pikiran dan
melakukan berbagai hal.
Petersson, dkk. (2009, hlm. 163) menyatakan bahwa
kemampuan kognitif merupakan faktor yang sangat penting
dalam literasi, seperti dalam kemampuan membaca dan

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 31


menulis sangat memerlukan pemikiran dan penafsiran
gagasan secara kognisi.
Menurut Kucer (2014, hlm. 142), pembaca dan
penulis tidak hanya membawa bahasa mereka ke halaman
tercetak (tulisan), namun pengetahuan konseptual secara
kognitif disertakan. Ada hubungan simbiosis antara
pengetahuan yang disampaikan melalui teks oleh penulis
dan pengetahuan yang disampaikan melalui teks oleh
pembaca. Secara umum, semakin banyak latar belakang
pembaca dan penulis yang sejajar satu sama lain, semakin
mudah konstruksi makna terjadi. Bagi pembaca,
pengetahuan latar belakang mempengaruhi kualitas
pemahaman teks. Kenyataannya, latar belakang
pengetahuan terkait dengan isi teks telah diketahui memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap proses membaca,
baik dalam bentuk cetak atau dalam proses hypertext.
Dimensi kognitif terbagi menjadi tiga bagian. Yang
pertama membahas peran persepsi dalam proses
keberaksaraan. Kedua, aspek kognitif dalam membaca dan
memahami yang telah dibahas. Terakhir, bagian
menyimpulkan dengan melihat ke dalam pikiran penulis
(Kucer dan Cecilia, 2006, hlm. 20).
2. Jenis-jenis Strategi Dimensi Literasi Kognitif
Kucer & Cecilia (2006, hlm. 129) mengemukakan
beberapa jenis strategi dimensi literasi kognitif berikut.
a) Strategi Audiensi dan Tujuan (audiences and purposes
strategies): strategi pembelajaran yang membantu
peserta didik terlibat dalam menulis untuk berbagai
tujuan dan audiensi.

32 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


b) Strategi Pembuatan Ide (idea generation strategies):
strategi pelajaran yang membantu peserta didik untuk
mengembangkan ide saat membaca dan menulis.
c) Strategi Belajar dari dan melalui Strategi Lain (learning
from and through others strategies): strategi
pembelajaran yang membantu peserta didik secara
bertahap menginternalisasi proses literasi melalui
dukungan pembaca dan penulis yang lebih efisien.
d) Strategi Mengatur Makna (organizing meaning
strategies): strategi pembelajaran yang membantu
peserta didik untuk menyusun atau mengatur ide-ide
mereka ketika membaca dan menulis.
e) Strategi Respons Pembaca (reader response strategies):
strategi pembelajaran yang membantu peserta didik
berinteraksi dengan apa yang sedang dibaca atau
ditulis.
f) Strategi Membaca dan Menulis Blok (reading and
writing block strategies): strategi pembelajaran yang
membantu peserta didik untuk mengatasi masalah saat
membaca dan menulis.
g) Strategi Penggunaan Konteks (using context strategies):
strategi pembelajaran yang membantu peserta didik
untuk menggunakan konteks saat membaca.
h) Strategi Revisi Penulisan (writing revision strategies):
strategi pembelajaran yang membantu peserta didik
untuk mempertimbangkan kembali dan mengubah apa
yang telah mereka tulis.
Pada pembelajaran sastra genre cerita pendek,
pemanfaatan strategi dimensi literasi kognitif diselaraskan
dengan kajian kedidaktisan cerpen-cerpen Indonesia.
Beberapa strategi dimensi literasi kognitif yang dapat

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 33


digunakan dalam pembelajaran cerpen di antaranya sebagai
berikut.
a) Strategi Audiensi dan Tujuan/Audiences and Purposes
Strategies: (kelas surat kabar /classroom newspaper).
b) Strategi Pembuatan Ide/Idea Generation Strategies:
(pengembangan karakter tertulis/character
development in writing; silang sistem
komunikasi/crossing the communication systems;
bantu saya/help me; sketsa karakter/sketching
character; percakapan tertulis/written conversation).
c) Strategi Belajar dari dan melalui Strategi Lain/Learning
from and through Others Strategies: (membaca
pengalaman/teacher reading; membaca
bersama/shared reading; membaca berbantuan
kaset/tape-assisted reading).
d) Strategi Mengatur Makna/Organizing Meaning
Strategies: (awal, tengah, akhir/beginning, middle, end;
menyortir kartu membaca/reading card sort; cerita
struktur/structured stories).
e) Strategi Tanggapan Pembaca/Reader Response
Strategies: (pengembangan karakter dalam
membaca/character development in reading; katakan
sesuatu/say something).
f) Strategi Penggunaan Konteks/Using Context Strategies:
(web konsep/concept webs; prediksi makna
kata/predicting word meanings).
Strategi-strategi pembelajaran dimensi literasi kognitif
yang dapat digunakan dalam pembelajaran kedidaktisan
cerpen Indonesia tersebut, selain berfokus pada literasi baca
tulis, juga mempertimbangkan sasaran literasi lainnya seperti
literasi numerasi; literasi sains; literasi digital; literasi

34 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


finansial; literasi budaya dan kewarganegaraan; literasi
media; literasi teknologi; dan literasi visual.
3. Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Dimensi Literasi
Kognitif
Dalam buku ini akan dijelaskan langkah-langkah
beberapa jenis strategi pembelajaran dimensi literasi kognitif
sebagai berikut
a. Langkah-langkah Strategi Kelas Surat Kabar
(Classroom Newspapers Strategies)
Strategi pembelajaran literasi kelas surat kabar
(classroom newspapers) diadaptasi dari Kucer & Cecilia,
(2006, hlm. 132). Menurut Kucer & Cecilia, (2006), strategi
pembelajaran ini merupakan salah satu strategi
pembelajaran dalam pengajaran dimensi literasi kognitif.
KONSEP
Konsep dasar dari strategi pembelajaran kelas surat
kabar (classroom newspapers) adalah memberikan latihan,
pengalaman, pengkajian cara dan struktur penulisan berita
atau naskah lainnya di surat kabar dalam pembinaan
sebuah kelas.
BAHAN
Bahan yang dapat digunakan dalam pembelajaran ini
adalah teks berita atau teks cerpen. Ide pokok berita yang
akan disusun dapat diperoleh dari berbagai media, atau
bahkan ide pokok dari teks narasi lainnya seperti cerpen
dan lain-lain.
Langkah-langkah strategi pembelajaran kelas surat
kabar (classroom newspapers).

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 35


PROSEDUR
Pertama
Sebelum memulai pembelajaran strategi
kelas surat kabar (classroom newspapers) peserta
didik ditugaskan membawa potongan surat kabar
yang memuat sebuah berita.
Kedua
Setelah bahan materi tersedia, pendidik memberi
tahu peserta didik bahwa mereka akan belajar
membuat naskah berita dengan meniru struktur
penulisan adiksimba (apa, di mana, kapan, siapa,
mengapa, bagaimana) dari surat kabar yang mereka
bawa.
Ketiga
Peserta didik ditugaskan membaca teks berita yang
mereka bawa dan mengidentifikasi struktur penulisan
(adiksimba) dari surat kabar yang mereka baca.
Keempat
Pendidik membacakan sebuah teks narasi (cerpen
atau narasi lainnya).
Kelima
Peserta didik ditugaskan untuk menulis berita
berdasarkan tema teks yang dibacakan pendidik
dengan mencontoh struktur penulisan berita di surat
kabar yang mereka bawa.
Keenam
Setelah selesai menulis berita peserta didik
menukarkan hasil tulisannya kepada teman terdekat
untuk diedit (teman terdekat seolah-olah bertindak
sebagai editor surat kabar). Di paling bawah berita,

36 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


cantumkan nama yang membuat berita dan nama
editornya.
Ketujuh
Tentukan tanggal kejadiannya dan tanggal pemuatan
beritanya.
Kedelapan
Setelah selesai pengeditan, mintalah peserta didik
untuk membacakan berita yang dia buat di depan
kelas.

b. Langkah-langkah Strategi Pengembangan Karakter


Tertulis (Character Development in Writing
Strategies)
Strategi pembelajaran ini diadaptasi dari Kucer &
Cecilia (2006, hlm. 158-159). Secara garis besar strategi ini
melatih peserta didik untuk dapat mengembangkan
kemampuan menulis dengan menyoroti pengembangan
karakter tiap tokoh dalam cerita.
KONSEP
Konsep dasar strategi ini adalah pengembangan
karakter cerita tertentu untuk menyusun teks sebuah
cerita. Penulis yang mahir berfokus pada pengembangan
karakter ketika mengembangkan cerita mereka.
BAHAN
Berbagai gambar karakter yang mungkin telah
dipotong dari majalah dan surat kabar dapat dijadikan
bahan pembelajaran dengan menggunakan strategi ini.
Karakter-karakter tersebut dapat berupa manusia,
binatang, serangga, reptil, amfibi, dan sejenisnya.
Pengembangan variasi bahan materi dapat juga
menggunakan teks naskah cerita pendek.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 37


Langkah-langkah strategi pembelajaran
pengembangan karakter tertulis (character development
in writing strategies), diadaptasi ke dalam pembelajaran
sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Strategi pembelajaran ini paling efektif jika peserta
didik telah mempelajari pengembangan karakter
dalam pelajaran strategi membaca cerita. Diskusikan
pentingnya pengembangan karakter tokoh dalam
sebuah cerita.
Kedua
Beri tahu peserta didik bahwa mereka akan menulis
sebuah cerita. Namun, pertama-tama, mereka akan
mempertimbangkan karakter tertentu yang mungkin
mereka gunakan dalam cerita mereka.
Ketiga
Peserta didik dibimbing untuk memisahkan karakter
yang bervariasi. Peserta didik harus memilih beberapa
karakter yang mungkin ingin mereka sertakan dalam
cerita mereka.
Keempat
Peserta didik dipersilakan menulis berbagai karakter
tokoh yang mungkin akan mereka kembangkan dalam
cerita. Prosedur ini diulang untuk setiap karakter,
sehingga tergambar secara rinci setiap karakter tokoh.
Kelima
Peserta didik diberi kesempatan untuk
mengemukakan jaring karakter yang mereka
kembangkan.

38 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


Keenam
Dengan menggunakan jaring karakter mereka sebagai
panduan, peserta didik menulis cerita mereka.
Ketujuh
Para peserta didik membagikan cerita mereka yang
telah selesai beserta gambar-gambar dari berbagai
karakter.

VARIASI
Setelah peserta didik merasa nyaman dengan strategi
pembelajaran ini, pendidik dapat mendorong peserta didik
untuk menulis cerita yang lebih baik sesuai kaidah dan
teori menulis cerita yang baik.

c. Langkah-langkah Strategi Lintas Sistem Komunikasi


(Crossing the Communication Systems Strategies)
Strategi pembelajaran ini diadaptasi dari Kucer &
Cecilia (2006, hlm. 160-161). Secara garis besar, strategi ini
melatih peserta didik untuk dapat mengembangkan
kemampuan menulis dan berpikir dengan menyoroti
sistem komunikasi yang terjadi dalam masyarakat, seperti
pesan yang hendak disampaikan melalui sebuah lagu,
musik, gerakan, matematika, bahasa dan lain-lain.
KONSEP
Makna dapat dihasilkan melalui berbagai sistem
komunikasi: bahasa, seni, matematika, musik, dan
gerakan. Mengubah makna dari satu sistem komunikasi ke
yang lain dapat menyebabkan wawasan baru dan
pemahaman yang lebih mendalam tentang makna yang
ditafsirkan.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 39


BAHAN
Bahan yang dapat digunakan dalam strategi
pembelajaran ini berupa teks tertulis yang mudah untuk
dipahami oleh peserta didik, dapat berkaitan dengan
berbagai alat komunikasi, seperti teks narasi, alat musik,
spidol berwarna, cat dan sebagainya.
Langkah-langkah strategi pembelajaran lintas sistem
komunikasi (crossing the communication systems),
diadaptasi ke dalam pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Perkenalkan peserta didik pada teks sastra dan minta
mereka membacanya untuk tujuan memahami ide-ide
dasar yang disampaikan penulis. Pembacaan ini dapat
dilakukan oleh pendidik atau oleh peserta didik dalam
kelompok kecil atau secara mandiri.
Kedua
Setelah teks dibaca, para peserta didik menuliskan
ide-ide atau pesan-pesan yang disampaikan melalui
teks tersebut pada papan tulis atau pada buku tulis
masing-masing.
Ketiga
Pendidik membimbing diskusi dengan peserta didik,
mengenai kemiripan atau perbedaan pesan-pesan
teks tersebut dengan beberapa pesan-pesan yang
mungkin terdapat dalam syair lagu, teori matematika,
musik, tarian dan sebagainya.
Keempat
Pendidik memutuskan hasil diskusi dengan
menentukan salah satu sistem komunikasi yang akan
digunakan untuk pembelajaran, misalnya pesan dari

40 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


sebuah lagu yang mirip dengan pembahasan teks yang
dibacakan sebelumnya.
Kelima
Pendidik menampilkan/memperdengarkan salah satu
sistem komunikasi, misalnya memperdengarkan
sebuah lagu. Peserta didik mencatat pesan-pesan
yang terdapat dalam syair lagu tersebut. Kemudian
peserta didik membuat teks alternatif dalam
kelompok kecil atau mandiri, berdasarkan pesan atau
isi teks lagu yang diperdengarkan.
Keenam
Peserta didik membacakan teks alternatif (teks bebas)
yang mereka tulis di depan kelas.

VARIASI
Variasi pembelajaran dapat awali dengan
mendengarkan lagu, menganalisis lukisan, atau melihat
tarian. Pesan-pesan dari teks tersebut disampaikan
melalui penulisan teks narasi. Peserta didik dapat
mendiskusikan berbagai konsep mengenai teks tersebut.

d. Langkah-langkah Strategi Bantu Aku (Help Me


Strategies)
Strategi pembelajaran bantu aku (help me)
diadaptasi dari Kucer & Cecilia (2006, hlm. 162). Secara
garis besar strategi ini melatih peserta didik untuk bisa
saling bertukar pengetahuan dan saling memberi
informasi lainnya dari apa yang sudah mereka baca atau
mereka ketahui.
KONSEP
Para pembaca sering kali menghadapi hal-hal yang
sulit mereka pahami ketika membaca sebuah teks atau

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 41


mendengar sebuah informasi. Mendapat bantuan dari
orang lain adalah salah satu strategi untuk memperjelas
apa yang telah dibaca atau informasi yang mereka dengar.
BAHAN
Materi apa pun yang mungkin berisi tentang
informasi atau pengetahuan yang bisa peserta didik kaji
dapat dijadikan bahan pembelajaran dengan strategi ini.
Langkah-langkah strategi pembelajaran (bantu aku)
(help me), diadaptasi ke dalam pembelajaran sastra
sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Pelajaran strategi bantu aku (help me) dapat
digunakan kapan saja terutama berkaitan dengan
keterlibatan peserta didik dalam membaca. Bahan
bacaan dapat dipilih pendidik atau dipilih peserta didik
untuk pelajaran strategi membaca mandiri. Namun,
ketika memperkenalkan strategi ini, akan sangat
membantu jika semua peserta didik membaca teks
sastra yang sama.
Kedua
Sebelum peserta didik mulai membaca, diskusikan
dengan mereka bahwa tidak memahami ide tertentu
ketika membaca adalah hal yang umum bagi sebagian
besar pembaca. Ketika mereka mulai membaca, para
peserta didik hendaknya membuat daftar apa pun
yang mereka anggap sulit untuk dipahami.
Ketiga
Peserta didik dipasangkan dalam kelompok kecil.
Masing-masing peserta didik berbagi kesulitan yang
dihadapi secara bergantian tentang kata-kata dalam

42 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


teks, dan menerima bantuan penjelasan dari peserta
didik lain.
Keempat
Jika masih ada kesulitan yang belum dapat dipahami
oleh peserta didik, ini dapat dibagikan dengan kelas
satu. Para peserta didik dan pendidik tidak dapat
menjelaskan kesulitan-kesulitan ini.

e. Langkah-langkah Strategi Sketsa Karakter (Sketching


Character Strategies)
Strategi ini diadaptasi dari Atwell, 1998, 2002; Bell,
2003; Graves, 1994) dalam Kucer & Cecilia (2006, hlm.
173). Sketsa karakter (sketching character) merupakan
salah satu strategi pembelajaran dimensi literasi kognitif.
KONSEP
Strategi pembelajaran sketsa karakter (sketching
character) bertujuan memberikan latihan berpikir kritis
dan kreatif kepada peserta didik untuk mengembangkan
atau menguraikan lebih luas karakter yang terdapat dalam
teks cerita yang dibacanya.
BAHAN
Bahan yang digunakan berupa teks cerpen yang dipilih
pendidik atau peserta didik.
Langkah-langkah strategi pembelajaran sketsa
karakter (sketching character) diadaptasi ke dalam
pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Peserta didik bersiap-siap untuk belajar
mengembangkan teks cerpen ditinjau dari
pengembangan karakter atau latar.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 43


Kedua
Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil.
Ketiga
Peserta didik ditugaskan untuk membaca teks cerpen
dan mengidentifikasi karakter atau latar yang akan
dikembangkan.
Keempat
Peserta didik membuat tabel sketsa karakter dan
pengembangannya. Seperti contoh berikut.
Sketsa karakter tokoh dan pengembangannya
dalam cerpen berjudul “Restoran” karya
Trisnojuwono (1956).
Tokoh/Latar Karakter/Situasi Pengembangan
Karakter/Situasi
Kopral Gugup - Kaki gemetar
Tutkey - ..........................
- ..........................
- ..........................
- .....................dst.
Mayor Sepulangku di - Selera makan
(Tokoh Aku) mes aku tidak hilang
doyan makan - .......................
- ..................dst.

Kelima
Peserta didik ditugaskan untuk membuat
pengembangan karakter atau latar yang terdapat
dalam tabel, menurut ide masing-masing yang
didiskusikan dalam kelompok.
Keenam
Peserta didik berdiskusi dengan pendidik dan
kelompok lain tentang pengembangan karakter atau
latar yang terdapat pada tabel.

44 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


Ketujuh
Tiap kelompok ditugaskan menulis ulang teks cerpen
hasil tulisan mereka dengan menambahkan
pengembangan karakter atau latar pada kalimat
yang terdapat pada tabel, sesuai pengembangan
yang telah didiskusikan kelompok masing-masing.
Kedelapan
Setelah selesai tahap penulisan, tiap kelompok
diminta untuk membacakannya di depan kelas.

f. Langkah-langkah Strategi Membaca Pengalaman


(Teacher Reading Strategies)
Strategi pembelajaran membaca pengalaman
(teacher reading) dikemukakan dalam Kucer & Cecilia
(2006, hlm. 184-185).
KONSEP
Konsep dasar strategi pembelajaran ini adalah
pembaca menggunakan pengalaman kognitif, linguistik,
dan afektif mereka sebelumnya dengan bahasa tulis
ketika mereka menemukan tulisan baru. Semakin banyak
pengalaman yang dimiliki pembaca sekaitan dengan
bahan tertulis, semakin banyak pula pengalaman baru
yang dapat dikembangkan dalam tulisan.
BAHAN
Bahan pembelajaran strategi ini berupa teks yang
terstruktur dengan baik, yang sesuai dengan
perkembangan peserta didik agar memudahkan peserta
didik menemukan hal-hal yang dapat dipahami dan
diprediksi sesuai pengalaman dan pengetahuan peserta
didik.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 45


Langkah-langkah strategi pembelajaran membaca
pengalaman (teacher reading) diadaptasi ke dalam
pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Memperkenalkan teks sastra/cerpen kepada peserta
didik. Hubungkan isi teks sastra dengan berbagai
pengalaman yang mungkin dimiliki peserta didik. Jika
sesuai, pendidik dapat meminta peserta didik untuk
memprediksi isi teks berdasarkan judul.
Kedua
Mulailah membacakan teks sastra/cerpen kepada
peserta didik, tunjukkan gambar-gambar jika ada.
Sepanjang membaca, saat berhenti membaca pada
kalimat tertentu, mintalah peserta didik bereaksi,
merespons, dan/atau mendiskusikan kalimat yang
telah dibaca. Pendidik juga harus membagikan
tanggapannya sendiri. Pendidik juga dapat
mempertimbangkan untuk mengajukan beberapa
pertanyaan yang ditemukan dalam strategi
kelompok respons sastra.
Ketiga
Pada setiap titik pemberhentian, setelah peserta
didik menanggapi dengan benar, mereka dapat
diminta untuk memprediksi apa yang akan terjadi
pada bagian selanjutnya dari teks sastra yang akan
dibaca.

VARIASI
Pendidik dapat mempergunakan naskah teks yang
panjang dan perlu waktu lebih dari satu pertemuan kelas

46 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


(misalnya teks novel), dengan memberikan penugasan
mencatat hal-hal yang yang sudah dibaca secara mandiri
oleh peserta didik di rumah, kemudian pada pertemuan
berikutnya pendidik menanyakan tugas tersebut dan
menanyakan prediksi cerita selanjutnya yang belum
peserta didik baca.

g. Langkah-langkah Strategi Awal, Tengah, Akhir


(Beginning, Middle, End Strategies)
Strategi awal, tengah, akhir (beginning, middle, end)
diadaptasi dari Fletcher & Portalupi, 1998; Graves, 1989
(dalam Kucer & Cecilia, 2006, hlm. 206-207).
KONSEP
Konsep strategi pembelajaran ini adalah bahwa
penulis cerita fiksi akan memiliki lebih dari satu bagian
ide dari cerita fiksi yang mereka tulis. Penulis pemula
kadang-kadang menghadapi kesulitan merencanakan
arah umum cerita mereka sebelum proses penulisan.
Namun biasanya mereka membagi tiga ide dasar cerita
yaitu awal cerita, tengah cerita, dan akhir cerita.
BAHAN
Teks fiksi dengan gambaran awal, tengah, dan akhir
cerita yang jelas merupakan bahan utama strategi ini.
Langkah-langkah strategi pembelajaran awal,
tengah, akhir (beginning, middle, end) diadaptasi ke
dalam pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Beri tahu para peserta didik bahwa mereka akan
mendengarkan awal, tengah, dan akhir sebuah

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 47


cerita. Tunjukkan pada mereka kotak awal, tengah,
akhir.
Kedua
Setelah membaca ceritanya, mintalah peserta didik
untuk membahas bagian-bagian dari ceritanya yang
merupakan awal, tengah, dan akhir. Tuliskan saran
peserta didik di kotak yang sesuai di dalam tabel.
Ketiga
Diskusikan isi cerita secara umum tentang
penetapan awal, tengah, dan akhir serta
perubahannya. Gunakan kisi-kisi lain untuk
mendemonstrasikan cara melakukan perencanaan
ide cerita awal, tengah dan akhir sebelum memulai
menulis cerita.
Keempat
Pendidik memberi penugasan kepada peserta didik
untuk merencanakan cerita baru yang ingin peserta
didik tulis dengan menggunakan kotak awal, tengah,
akhir.

48 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


Contoh kotak Awal, Tengah, Akhir Cerita
Awal (Beginning)

Tengah (Middle)

Akhir (End)

h. Langkah-langkah Strategi Mengkloning Penulis


(Cloning an Author Strategies)
Strategi mengkloning penulis (cloning an author)
(diadaptasi adri Short, Harste, & Burke, 1996),
dikemukakan dalam Kucer & Cecilia (2006, hlm. 208-209).
KONSEP
Yang menjadi konsep strategi ini adalah pembaca
harus dapat mengambil ide-ide yang diajukan oleh penulis
dan menciptakan kembali ide-ide ini untuk

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 49


mengembangkan pemahaman mereka tentang teks.
Pembaca mengidentifikasi ide-ide membaca kunci dan
kemudian memeriksa bagaimana ide-ide lain yang
disajikan dalam teks berhubungan dengan konsep-konsep
utama tersebut.
BAHAN
Bahan ajar strategi ini dapat berupa berbagai bacaan,
teks sastra atau berita yang mengandung ide-ide atau
topik-topik cerita yang mudah dipahami peserta didik.
Langkah-langkah strategi pembelajaran mengkloning
penulis (cloning an author) diadaptasi ke dalam
pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Bagikan delapan kartu atau selembar kertas (dipotong
delapan) untuk setiap peserta didik.
Kedua
Pendidik atau peserta didik membacakan suatu teks
cerpen di depan kelas.
Ketiga
Mintalah peserta didik mengidentifikasi delapan
gagasan atau ide cerita dari bacaan dan menulis setiap
gagasan di selembar kertas yang terpisah. Jumlah ide
yang diidentifikasi akan bervariasi tergantung pada
teks dan peserta didik. Peserta didik menulis gagasan
utama dari bacaan yang dibacakan .
Keempat
Dari delapan ide yang dipilih sebelumnya, mintalah
peserta didik mengidentifikasi lima ide yang menurut
mereka paling penting.

50 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


Kelima
Mintalah peserta didik menempatkan tiga sisa kertas
di sekitar gagasan utama.
Keenam
Minta peserta didik untuk terlibat dalam bekerja
sama, berpikir, berpasangan, berbagi.
• Berpikir: mintalah peserta didik terlebih dahulu
memikirkan dan menulis dalam selembar kertas
tentang suatu gagasan yang dapat
disambungkan dengan gagasan yang lainnya.
• Berpasangan: peserta didik membentuk
pasangan dan bergiliran mendiskusikan alasan
mereka untuk memilih gagasan/ide cerita dan
untuk menuliskan ide cerita pada kartu yang
tersisa di sekitarnya.
• Berbagi: peserta didik berbagi dengan kelompok
atau seluruh kelas tetang gagasan yang sama
dan gagasan yang berbeda yang mereka
temukan ketika mereka mendiskusikan gagasan
utama cerita.
Ketujuh
Lakukan kegiatan evaluasi strategi pembelajaran dan
diskusikan dengan peserta didik tentang kegunaan
kegiatan pembelajaran dengan strategi yang sudah
dilaksanakan.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 51


B. Strategi Dimensi Literasi Linguistik dan
Sistem Tanda Lainnya dalam Pembelajaran
Sastra
1. Konsep Strategi Dimensi Literasi Linguistik dan
Sistem Tanda Lainnya
Menurut Kucer (2014, hlm. 7) dimensi linguistik
dan sistem tanda lainnya dalam literasi berfokus pada
sistem komunikasi, bahasa, seni, musik, matematika,
gerakan melalui penyampaian pesan. Lebih kepada
sistem multimodal daripada satu sistem.
Moore (2009, hlm. 5) menyatakan bahwa
memahami semua bidang literasi penting untuk
pengembangan keberaksaraan pada peserta didik.
Penting untuk memahami bidang linguistik karena
berfokus pada teks dan hubungan antara huruf dan
suara.
Dimensi linguistik mewakili semua pemahaman
pembaca atau penulis tentang fungsi bahasa sebagai
sebuah wahana komunikasi. Aspek bahasa yang terlihat
tampak dari struktur permukaan teks, berbeda dengan
struktur dalam, yang memiliki makna "tersembunyi" di
balik tulisan. Hal inilah yang menjadi inti bahasa dan
penggunaannya (Kucer dan Cecilia, 2006, hlm. 7).
Biber (2009, hlm. 82) menguraikan cakupan
dimensi linguistik yang meliputi beberapa parameter
dasar variasi linguistik yang digunakan untuk
mengidentifikasi ciri-ciri linguistik dalam teks.
Menurutnya, setiap dimensi terdiri atas sekelompok fitur
linguistik yang biasanya ada bersamaan dalam teks yang
dapat ditafsirkan untuk menilai fungsi situasional, sosial,
dan kognitif yang mendasarinya. Misalnya berkenaan

52 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


dengan dimensi tentang perbedaan lisan dan tulisan;
perbedaan linguistik yang mutlak antara register lisan
dan tulisan; perbedaan linguistik yang kuat dan
sistematis antara ucapan stereotip dan tulisan stereotip,
yaitu antara percakapan dan prosa informasi tertulis.
Tiga aspek keberaksaraan sebagai proses bahasa
perlu dipertimbangkan. Yang pertama adalah sifat fisik
internal bahasa tertulis. Kedua, dampak konteks
situasional terhadap pemahaman pengguna bahasa
terkait sifat fisik yang ditunjukkan. Terakhir, isu wacana
akademis dan literasi dasar maupun menengah
menunjukkan keterkaitan antarberbagai sistem bahasa
(Kucer, 2014, hlm. 21).
Lebih lanjut Kucer & Cecilia (2006, hlm. 71)
menjelaskan bahwa dimensi linguistik dalam literasi
berkaitan dengan pembaca dan penulis sebagai
pemecah kode serta pembuat kode. Strategi dimensi
literasi linguistik mendukung pembaca dan penulis
dalam memahami berbagai sistem bahasa untuk
memberi makna.
Selain itu, Kucer (2014, hlm. 28) mengaitkan
literasi sebagai sistem bahasa dengan fungsi bahasa:
1) fungsi instrumental (saya ingin) literasi digunakan
sebagai sarana untuk mendapatkan sesuatu;
2) fungsi regulatori (lakukan seperti yang saya katakan/
bagaimana seharusnya) literasi digunakan untuk
mengendalikan perilaku, perasaan, atau sikap orang
lain;
3) fungsi interaksional (saya dan Anda / saya melawan
Anda) literasi digunakan untuk berinteraksi dengan
orang lain, membentuk dan memelihara hubungan
pribadi;

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 53


4) fungsi pribadi (di sini saya datang), literasi digunakan
untuk mengekspresikan individualitas dan keunikan;
kesadaran diri; kebanggaan;
5) fungsi heuristik (beri tahu saya), literasi digunakan
untuk mengeksplorasi lingkungan, untuk
menanyakan pertanyaan, untuk mencari dan
menguji pengetahuan;
6) fungsi imajinatif (mari berimajinasi), literasi
digunakan untuk menciptakan dunia baru;
7) fungsi informatif (saya punya sesuatu untuk
diceritakan), literasi digunakan sebagai sarana untuk
mengkomunikasikan informasi kepada seseorang
yang tidak memiliki informasi itu.
2. Jenis-jenis Strategi Dimensi Literasi Linguistik dan Sistem
Tanda lainnya
Strategi dimensi literasi linguistik mendukung peserta
didik dalam memahami berbagai sistem bahasa dalam
berinteraksi untuk membuat makna.
Jenis-jenis strategi pembelajaran dimensi literasi
linguistik dan sisitem tanda lainnya menurut Kucer & Cecilia
(2006) adalah sebagai berikut.
a. Strategi Konvensi Bahasa Tertulis (using conventions of
written language strategies): strategi pembelajaran
yang dapat membantu peserta didik mengembangkan
konvensi bahasa tertulis untuk meningkatkan
komunikasi. Strategi pembelajaran yang termasuk tema
ini adalah: mengedit tulisan sendiri (editing own
writing), konferensi penyuntingan (editing conference),
meja editor (editors’ table), strategi penulisan
minilinguistik (minilinguistic writing strategies).

54 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


b. Strategi Menggali Surat dan Suara (exploring letters and
sounds strategies): strategi pembelajaran yang
membantu peserta didik mengembangkan dan
menerapkan pengetahuan tentang pola huruf-bunyi
ketika membuat makna. Strategi pembelajaran yang
termasuk tema ini adalah: alliterasi (alliteration), buku
alfabet (alphabet books), generalisasi fonik (phonics
generalizations), berirama (rhyming), apa yang ada
dalam nama saya? (what is in my name?).
c. Strategi Ejaan (spelling strategies): strategi
pembelajaran yang membantu peserta didik
mengembangkan dan memahami sistem ejaan bahasa.
Strategi pembelajaran yang termasuk tema ini adalah:
ejaan gila (crazy spelling), studi kata independen
(independent word study), investigasi pola ejaan
(investigating spelling patterns), grafik dinding ejaan
(spelling wall chart), dinding kata (word walls).
d. Strategi Fitur Teks (features of text strategies): strategi
pembelajaran yang membantu peserta didik untuk
memahami cara fitur teks membantu dalam memahami
dan menyusun bahasa tertulis. Strategi pembelajaran
yang termasuk tema ini adalah: pratinjau (previewing),
membantu teks (aiding the text), penerbitan dan
merayakan (publishing and celebrating), membaca sinyal
teks (reading text signals), menulis sinyal teks (writing
text signals).
Beberapa strategi dimensi literasi linguistik dan
sistem tanda lainnya yang dapat digunakan dalam
pembelajaran cerpen di antaranya sebagai berikut.
a) Strategi Konvensi Bahasa Tertulis (using conventions of
written language strategies): konferensi penyuntingan
(editing conference), meja editor (editors’ table).

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 55


b) Strategi Menggali Surat dan Suara/Exploring Letters
and Sounds Strategies: generalisasi fonik (phonics
generalizations), berirama (rhyming).
c) Strategi Ejaan/Spelling Strategies: grafik dinding ejaan
(spelling wall chart).
d) Strategi Fitur Teks/Features of Text Strategies:
(berbantuan teks/aiding the text; membaca sinyal
teks/reading text signals).
Strategi-strategi pembelajaran dimensi literasi
linguistik dan sistem tanda lainnya yang digunakan dalam
pembelajaran kedidaktisan cerpen Indonesia ini, selain
terfokus pada literasi baca tulis, juga mempertimbangkan
sasaran literasi lainnya seperti literasi numerasi; literasi
sains; literasi digital; literasi finansial; literasi budaya dan
kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi; dan
literasi visual.
3. Langkah-langkah Strategi Dimensi Literasi Linguistik dan
Sistem Tanda Lainnya dalam Pembelajaran Sastra
Dalam bagian ini, hanya akan dijelaskan langkah-
langkah strategi grafik dinding ejaan (spelling wall chart),
strategi pembelajaran berbantuan teks (aiding the text)
strategi membaca sinyal teks (reading text signals), dan
strategi ini dapat diimplementasikan dalam
pembelajaran cerpen.
a. Langkah-langkah Strategi Grafik Dinding Ejaan (Spelling
Wall Chart)
Strategi pembelajaran grafik dinding ejaan (spelling
wall chart) diadaptasi dari Kucer & Cecilia (2006, hlm.
106-107).
KONSEP
Konsep strategi pembelajaran ini adalah
pada dasarnya penulis memiliki berbagai strategi untuk

56 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


menentukan cara mengeja dan menyusun kata-kata,
salah satunya memahami ejaan dari suatu teks cerita,
grafik dan tabel.
BAHAN
Berbagai teks tertulis, teks cerita, grafik-grafik dan
tabel merupakan bahan pembelajaran strategi ini.
Langkah-langkah strategi pembelajaran grafik
dinding ejaan (spelling wall chart), diadaptasi ke dalam
pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Pendidik menyajikan bahan materi berupa teks
cerita pendek, grafik-grafik dan tabel. Pendidik
menjelaskan cara membuat daftar kata-kata yang
sulit dalam pengejaannya atau tidak mengerti
artinya dalam sebuah tabel. Minta mereka untuk
membuat daftar tentang kata-kata yang mereka sulit
untuk mengejanya atau tidak mengerti artinya dari
teks yang disajikan.
Kedua
Setelah kegiatan menulis atau mendata, peserta
didik diminta untuk mengeja kata-kata yang sudah
didata. Peserta didik dipersilakan untuk berbagi
cara/strategi mengeja atau berbagi penjelasan dari
daftar kata-kata yang dibuat.
Ketiga
Catat daftar kata tersebut di papan tulis, kertas grafik
atau tabel.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 57


Keempat
Ketika grafik strategi dinding ejaan berkembang,
dorong peserta didik untuk menggunakannya ketika
mereka menemukan kata-kata yang menurut
mereka sulit dieja. Juga, ketika peserta didik
menemukan strategi ejaan baru, tambahkan hal
tersebut ke bagan atau tabel.
Kelima
Setelah grafik dinding dipetakan, dapat disalin dan
didistribusikan ke peserta didik yang lain untuk
digunakan ketika mereka membuat tulisan.
Tabel isian untuk mendata kata-kata yang sulit dieja
atau tidak mengerti artinya, mempertimbangkan
hal-hal: 1) pikirkan "kata-kata yang manarik dan
kata-kata yang sulit" yang ada dalam teks dan
tulislah ini terlebih dahulu; 2) tulis beberapa kata
yang berbeda dan pilih satu yang terlihat terbaik
atau paling menarik; 3) tulis huruf-huruf yang ada
dalam kata tersebut; 4) tulis huruf pertama dan
terakhir dari kata tersebut; 5) pikirkan kata-kata lain
yang terkait dengan kata yang ingin Anda eja, seperti
medis untuk kata obat atau musisi untuk musik; 6)
saling bertanya dengan teman tentang persamaan
kata yang ditulis; 7) cari di kamus atau gunakan
kamus daring.
Contoh tabel isian sebagai berikut.
No Kata Arti Persamaan Kata
Kata

58 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


b. Langkah-langkah Strategi Berbantuan Teks (Aiding the
Text Strategies)
Strategi pembelajaran berbantuan teks (aiding the
text) diadaptasi dari Kucer & Cecilia (2006, hlm. 116-117).
Secara garis besar strategi pembelajaran ini
mengembangkan ide-ide dalam membuat teks cerita
dengan membuat alat bantu berupa fitur teks, ilustrasi
gambar, grafik, tabel dan lain-lain.
KONSEP
Penulis menggunakan berbagai alat bantu atau fitur
teks untuk membantu mengatur, menyoroti,
mengklarifikasi, dan memperluas ide-ide mereka: judul
dan subjudul, ilustrasi dan gambar, grafik, tabel, penulisan
kata miring, dan seterusnya. Pembaca juga menggunakan
alat bantu teks ini untuk membantu mengorganisir,
menyoroti, mengklarifikasi, dan memperluas makna yang
mereka bangun dari teks.
BAHAN
Teks pendek dengan beragam alat bantu teks. Teks
yang digunakan hendaknya dapat membantu peserta didik
dalam mengembangkan ide dan kreativitas.
Langkah-langkah strategi pembelajaran berbantuan
teks (aiding the text), diadaptasi ke dalam pembelajaran
sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Peserta didik mendiskusikan teks yang akan
digunakan dalam pembelajaran ini dengan berbagai
alasan. Untuk meningkatkan diskusi ini, bagikan
kepada peserta didik sebuah teks yang dilengkapi

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 59


alat bantu teks seperti ilustrasi, grafik, bagan, tabel,
dan lain-lain.
Kedua
Peserta didik diminta membaca ulang draf tertulis
mereka dan mempertimbangkan penggunaan alat
bantu teks yang akan digunakan dalam tulisan
mereka.
Ketiga
Peserta didik menulis ulang draf mereka, serta
menyisipkan alat bantu teks yang sesuai.
Keempat
Peserta didik diberi kesempatan untuk membuat
kreativitas menulis dengan membuat alat bantu teks
yang sesuai dengan tulisannya.

VARIASI
Peserta didik bekerja secara mandiri atau dalam
kelompok kecil. Pendidik mengidentifikasi kemungkinan
alat bantu teks dan memasukkannya ke dalam teks dengan
bantuan peserta didik. Selama proses ini, pendidik
membagikan alasan untuk alat bantu teks yang dihasilkan
dan alasan untuk memasukkannya pada bagian-bagian
tertentu di dalam teks.

c. Langkah-langkah Strategi Membaca Sinyal Teks


(Reading Text Signals Strategies)
Strategi pembelajaran membaca sinyal teks (reading
text signals) dalam Kucer & Cecilia (2006, hlm. 120-121).
Secara garis besar strategi pembelajaran ini menyoroti
hal-hal yang menjadi penghubung berbagai konsep
dalam satu teks, atau antara teks satu dan teks lainnya.

60 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


KONSEP
Seorang penulis dalam membuat suatu teks
menggunakan jenis kata-kata khusus untuk menunjukkan
atau mengaitkan hubungan konseptual atau hubungan
lainnya. Penulis menggunakan desain-desain untuk
memprediksi dan membangun hubungan di antara ide-
ide yang diungkapkan melalui teks.

BAHAN
Bahan yang digunakan dalam strategi
pembelajaran ini adalah beberapa teks yang berisi
sejumlah kata penghubung atau sinyal-sinyal
penghubung konseptual atau penghubung lainnya.
Langkah-langkah strategi pembelajaran membaca
sinyal teks (reading text signals), diadaptasi ke dalam
pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Pendidik menugaskan peserta didik membaca
sebuah teks.
Kedua
Pendidik menugaskan peserta didik untuk
menggarisbawahi atau menandai kata-kata/tanda-
tanda yang menghubungkan antara satu konsep
dengan konsep lain antarparagraf dalam teks.
Pendidik memberikan contoh satu kata/tanda yang
menghubungkan atau yang membangun sebuah
konsep antarparagraf dalam teks.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 61


Ketiga
Tanyakan kepada peserta didik: apa arti kata atau
makna kata tersebut? Pendidik membantu peserta
didik untuk memahami arti dan makna kata-kata
yang ditandai tersebut serta fungsinya dalam
menghubungkan ide-ide antarkalimat dalam teks.
Keempat
Pendidik menugaskan peserta didik untuk
mencatat kata-kata dalam teks yang
menghubungan antarkonsep tiap paragraf teks.
Kelima
Pendidik menugaskan setiap peserta didik untuk
mempresentasikan hasil tugasnya.
Keenam
Pendidik memberikan evaluasi tugas yang
disajikan peserta didik.

C. Strategi Dimensi Literasi Sosiokultural


dalam Pembelajaran Sastra
1. Konsep Strategi Dimensi Literasi Sosiokultural
Dimensi literasi sosiokultural berkaitan dengan
pembaca dan penulis sebagai pengguna teks dan pengkritik
teks. Oleh karena itu, strategi pembelajaran sosiokultural
membantu peserta didik untuk memahami: (1) penggunaan
teks dalam berbagai konteks untuk berbagai tujuan dan
fungsi, dan (2) teks yang mencerminkan atau menyoroti sudut
pandang tertentu dan mengabaikan yang lain (Kucer &
Cecilia, 2006, hlm. 303).

62 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


Dimensi sosiokultural dalam literasi berfokus pada
identitas sosial dan cara berbagai kelompok menggunakan
literasi untuk bernegosiasi dan mengkritisi transaksi mereka
dengan dunia. Lebih kepada multiliterasi, perspektif, dan
ideologi (Kucer, 2014, hlm. 7).
Dimensi sosiokultural dalam literasi ini dapat dibangun
melalui proses pendidikan, sebagaimana Petersson, dkk.
(2009, hlm. 153) berpandangan bahwa konteks pendidikan
literasi, seperti perolehan keterampilan membaca dan
menulis serta keterampilan kognitif lainnya merupakan
proses terstruktur dari transmisi budaya yang mengutamakan
aspek penting dari sosialisasi kultural.
Dimensi literasi sosiokultural dimaksudkan sebagai
produk tindakan atau praktik seseorang terhubung dengan
literasi dan kepemilikan berbagai kelompok. Tingkat literasi
individu adalah hasil kemampuan linguistik, kognitif, sosial
dan konteks budaya yang menjadi milik masing-masing
(Knaflic, 2014, hlm. 46).
Kucer & Cecilia (2006, hlm. 36) menjelaskan bahwa
dimensi sosiokultural dalam literasi mengalihkan perhatian
kita dari teks dan pikiran terhadap peristiwa literasi sebagai
praktik keberaksaraan yang melibatkan penggunaan tulisan.
Sekaitan dengan literasi sosiokultural, Luke (2005, hlm.
70) menyebutkan tiga aspek dasar literasi secara kritis.
Pertama, melibatkan meta-pengetahuan tentang beragam
sistem makna dan konteks sosiokultural saat diproduksi dan
disematkan dalam kehidupan sehari-hari. Meta-pengetahuan
yang dimaksud adalah pemahaman tentang pengetahuan,
gagasan dan informasi yang terstruktur dari berbagai media
dan genre, serta cara struktur tersebut mempengaruhi
pembacaan dan penggunaan terhadap informasi tersebut.
Kedua, melibatkan penguasaan keterampilan teknis dan

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 63


analitis yang dapat dinegosiasikan dalam konteks yang
beragam. Hal ini mengacu pada penggunaan praktik literasi
dalam konteks yang berbeda. Ketiga, melibatkan kapasitas
untuk memahami sistem dan keterampilan literasi dalam
praktik di seluruh institusi sosial. Hal ini berarti memahami
perbedaan berbagai kelompok sosial dalam akses berliterasi
untuk kepentingan beberapa kelompok agar tidak merugikan
orang lain.

2. Jenis-jenis Strategi Dimensi Literasi Sosiokultural


Jenis-jenis strategi pembelajaran dimensi literasi
sosiokultural menurut Kucer & Cecilia (2006) adalah sebagai
berikut.
a. Strategi Teks, Konteks, Fungsi, dan Karakteristik (text
contexts, functions, and characteristics strategies):
strategi pembelajaran yang membantu peserta didik
untuk melihat hubungan antara keadaan, tujuan, dan
fitur yang ditemukan dalam bahasa tertulis.
b. Strategi Mari menjadi Kritis (let’s get critical strategies):
strategi pembelajaran yang membantu peserta didik
untuk memeriksa teks dengan mata analitik dan untuk
melihat dari sudut pandang yang berbeda.
c. Strategi Bahasa dan Kekuatan (language and power
strategies): strategi pembelajaran yang membantu
peserta didik untuk melihat hubungan antara cara
mengungkapkan bahasa dan pihak yang berwenang.
Beberapa strategi dimensi literasi sosiokultural yang
dapat digunakan dalam pembelajaran cerpen di antaranya
sebagai berikut.
a) Strategi Teks, Konteks, Fungsi, dan Karakteristik/Text
Contexts, Functions, and Characteristics Strategies:
(membaca lintas disiplin ilmu/reading across the

64 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


disciplines; fungsi literasi/functions of literacy;
pemeriksaan penggunaan keberaksaraan/literacy use
audit; lingkungan literasi berjalan/neighborhood literacy
walks; tanda dan konteksnya/signs and their contexts).
b) Strategi Mari menjadi Kritis/Let’s Get Critical Strategies:
anak laki-laki akan tetap menjadi anak laki-laki, anak
perempuan akan tetap menjadi anak perempuan (boys
will be boys; girls will be girls), cerita konflik kelas (class
Conflict stories), tanggapan kritis (critical response),
menjelajahi masalah kritis (exploring critical issues),
mengungkap makna tersembunyi (uncovering hidden
meanings), grafik pertanyaan (inquiry charts), menulis
tentang kritis masalah (writing about critical issues),
tampilan masalah (problem posing).
c) Strategi Bahasa dan Kekuatan/Language and Power
Strategies: menjelajahi dialek tertulis (exploring written
dialects), kamus dialek (dialect dictionaries), formulir
kekuatan dan bahasa (power and language forms),
tanda, fungsi, dan daya (signs, functions, and power).
Strategi-strategi pembelajaran dimensi literasi
sosiokultural yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini,
selain berfokus pada literasi baca tulis, juga
mempertimbangkan sasaran literasi lainnya seperti literasi
numerasi; literasi sains; literasi digital; literasi finansial;
literasi budaya dan kewarganegaraan; literasi media; literasi
teknologi; dan literasi visual.

3. Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Dimensi Literasi


Sosiokultural dalam Pembelajaran Sastra
Pada bagian ini hanya dijelaskan beberapa langkah-
langkah strategi pembelajaran dimensi literasi sosiokultural
sebagai berikut.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 65


a. Langkah-langkah Strategi Membaca Lintas Disiplin Ilmu
(Reading Across the Disciplines Strategies)
Strategi pembelajaran ini dikemukakan oleh Kucer &
Cecilia (2006, hlm. 306-307).
KONSEP
Konsep strategi pembelajaran ini memvariasikan teks
secara linguistik dan konseptual untuk tujuan tertentu.
BAHAN
Bahan yang dapat digunakan dalam strategi membaca
lintas disiplin ilmu adalah berbagai teks dari berbagai
disiplin ilmu, seperti teks sastra, ilmu pengetahuan, studi
sosial, matematika, dan lain-lain. Teks-teks tersebut dapat
digunakan secara bersamaan sebagai perbandingan dan
penguatan pengetahuan.
Langkah-langkah strategi pembelajaran membaca
lintas disiplin ilmu (reading across the disciplines),
diadaptasi ke dalam pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Para peserta didik diperkenalkan pada dua teks
disiplin ilmu yang berbeda (misalnya teks sastra dan
ilmu sejarah).
Kedua
Peserta didik dibagi salinan kedua teks yang berbeda
disiplin ilmu tersebut.

66 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


Ketiga
Peserta didik ditugaskan untuk membaca teks
tersebut dan menuliskan tanggapan serta
memberikan penjelasan tentang perbedaan dan
persamaan dua teks disipliner yang dibacanya.
Keempat
Pendidik membimbing diskusi kelas tentang tugas
yang sudah dilaksanakan pada tahap ketiga.
Kelima
Pada tahap diskusi, pendidik memberikan penjelasan
kepada peserta didik mengenai alasan-alasan bahwa
kedua teks ini sangat berbeda, beserta kaitan dan
fungsinya.

VARIASI
Sebagai variasi pembelajaran, pendidik dapat
memakai teks lebih dari dua pasangan disiplin ilmu
sebagai konfirmasi pengetahuan.

b. Langkah-langkah Strategi Mengungkapkan Makna


Tersembunyi (Uncovering Hidden Meanings Strategies)
Strategi mengungkapkan makna tersembunyi
(uncovering hidden meanings) diadaptasi dari Kucer &
Cecilia (2006, hlm. 333-334).
KONSEP
Konsep dasar strategi ini bahwa semua teks
mencerminkan makna atau ideologi "tersembunyi".
Pembaca memahami teks secara utuh ketika mereka dapat
memahami makna atau maksud penulis yang tersirat dari
sebuah teks.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 67


BAHAN
Bahan materi strategi ini, berupa teks yang secara
eksplisit merefleksikan dua sudut pandang tentang isu
atau topik tertentu, bisa terdiri atas dua teks berbeda atau
dalam satu teks yang terdapat dua sudut pandang tentang
suatu hal.
Langkah-langkah strategi mengungkapkan makna
tersembunyi (uncovering hidden meanings), diadaptasi ke
dalam pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Untuk memperkenalkan strategi mengungkapkan
makna tersembunyi (uncovering hidden meanings),
mulailah dengan membacakan dua teks cerpen yang
secara eksplisit membahas masalah atau topik yang
sama dengan cara yang sangat berbeda. Atau mulailah
dengan membacakan satu teks cerpen yang
mengandung dua sudut pandang yang berbeda
tentang suatu topik.
Kedua
Setelah teks sastra dibaca, mintalah peserta didik
membandingkan beberapa sudut pandang yang
berbeda dari beberapa topik yang ada dalam teks yang
dibaca tersebut. Pendidik menugaskan peserta didik
membuat kolom dua lajur kiri dan kanan untuk
mengkontraskan topik-topik dari dua sudut pandang
yang berbeda.
Ketiga
Pendidik menugaskan peserta didik merinci tema-
tema yang memiliki sudut pandang berbeda dalam

68 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


teks, bahas dengan peserta didik perbedaan antara
dua sudut pandang dari tema-tema cerita yang ada.
Keempat
Pendidik memandu dan memberikan bimbingan
tentang pengungkapan topik-topik yang kontras dari
teks yang ada tersebut.
Kelima
Diskusikan dengan peserta didik bahwa tidak semua
teks eksplisit mengandung satu sudut pandang.
Banyak teks cerita yang mengungkapkan atau
mengontraskan beberapa sudut pandang yang
tersembunyi dan harus dikemukakan.
Keenam
Setelah tugas pada langkah sebelumnya selesai,
peserta didik diberi kesempatan untuk
mengemukakan hasil tugasnya tentang beberapa
sudut pandang yang berbeda dari beberapa topik yang
telah mereka temukan.
Ketujuh
Pendidik memberikan evaluasi tentang tugas
pembelajaran yang sudah dikerjakan.

c. Langkah-langkah Strategi Menjelajahi Dialek Tertulis


(Exploring Written Dialects Strategies)
Strategi menjelajahi dialek tertulis (exploring written
dialects) diadaptasi dari (Delpit, 1998) dalam Kucer &
Cecilia (2006, hlm. 358-359).
KONSEP
Konsep yang mendasari strategi pembelajaran ini
yaitu penulis sebuah cerita mahir memvariasikan
penggunaan bahasa dalam ceritanya, berbagai perbedaan

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 69


bahasa dan dialek kedaerahan dapat dijadikan sesuatu
warna cerita yang dia buat.
BAHAN
Bahan materi yang bisa digunakan dalam
pembelajaran ini yaitu berbagai naskah teks yang memuat
dialek-dialek bahasa yang tidak baku menurut tata tulis,
namun berlaku di masyarakat.
Langkah-langkah strategi menjelajahi dialek tertulis
(exploring written dialects), diadaptasi ke dalam
pembelajaran sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Bacalah di kelas sebuah cerita yang berisi contoh-
contoh bentuk bahasa tidak standar dan penuh
dengan dialek-dialek kebahasaan.
Kedua
Peserta didik ditugaskan menulis bahasa-bahasa
dialek yang terdapat dalam cerita yang dibacakan.
Ketiga
Pendidik membimbing diskusi kelas tentang makna
atau arti bahasa dialek yang terdapat dalam cerita
tersebut.
Keempat
Pendidik menugaskan kembali salah satu peserta
didik untuk membacakan cerita tersebut dan setiap
kata dialek diubah menjadi bahasa baku (standar).
Kelima
Pendidik menugaskan peserta didik membuat
contoh kalimat bebas menggunakan bahasa dialek
tersebut, serta peserta didik juga membuat kalimat

70 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


yang maknanya sama dari kalimat tersebut menjadi
bahasa baku.
Keenam
Dalam proses evaluasi, pendidik memberikan
penjelasan tentang fungsi bahasa dialek yang
merupakan salah satu bentuk bahasa ekspresi dalam
suatu masyarakat, namun bahasa tersebut tidak
formal. Sebaiknya peserta didik mampu berbahasa
formal.
VARIASI
Sebelum pembelajaran dimulai, peserta didik dapat
diberi rangsangan agar tertarik untuk membaca cerpen
dengan menonton klip video cerpen sebagai pelengkap
buku ini. Untuk menambah wawasan kemahiran
berbahasa, pendidik dapat menugaskan peserta didik
mencari/ membawa teks-teks lain yang berisi dialek-dialek
bahasa, serta mendiskusikannya di kelas.

d. Langkah-langkah Strategi Kamus Dialek (Dialect


Dictionaries Strategies)
Strategi pembelajaran kamus dialek (dialect
dictionaries) diadaptasi dari Delpit (1998) dalam (Kucer &
Cecilia, 2006, hlm. 361-362).
KONSEP
Konsep pembelajaran ini adalah penulis cerita
kadangkala mengemukakan variasi dialek bahasa suatu
kelompok masyarakat dalam mengemukakan tulisannya.
BAHAN
Bahan materi pembelajaran strategi kamus dialek (dialect
dictionaries) adalah berbagai materi yang diterbitkan serta
tulisan peserta didik yang berisi bentuk-bentuk bahasa tidak
standar (dialek kedaerahan).

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 71


Langkah-langkah strategi pembelajaran kamus dialek
(dialect dictionaries), diadaptasi ke dalam pembelajaran
sastra sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Sebelum melibatkan peserta didik dalam strategi
kamus dialek (dialect dictionaries), akan sangat
membantu jika pendidik memberi penjelasan terlebih
dahulu tentang dialek kebahasaan.
Kedua
Bacakan di depan kelas sebuah teks cerita yang yang
berisi contoh-contoh bentuk dialek kebahasaan yang
tidak standar.
Ketiga
Peserta didik ditugaskan menulis dialek kebahasaan
yang tidak standar tersebut dalam kertas kerja
masing-masing.
Keempat
Pendidik mendorong peserta didik untuk memberikan
contoh penggunaan bahasa dialek tersebut dalam
sebuah kalimat, pendidik harus memberikan contoh
dari penggunaan bahasa dialek-dialek tersebut
kepada peserta didik jika peserta didik tidak
mengetahui contoh apa pun.
Kelima
Pendidik memandu diskusi kelas dengan peserta didik
mengenai beberapa dialek kebahasaan yang terdapat
dalam suatu naskah teks, misalnya berkaitan dengan
ejaan, definisi, tata bahasa, dan sebagainya. Beri tahu
peserta didik bahwa mereka akan membuat kamus
dialek.

72 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


Keenam
Peserta didik ditugaskan untuk membuat urutan
berdasarkan urutan huruf alfabet seperti susunan
kamus, untuk menemukan kata-kata dialek
kebahasaan tersebut beserta definisinya (peserta
didik membuat kamus dialek).

VARIASI
Penugasan penyusunan kamus dialek ini bisa
dilakukan jangka panjang, dan setiap peserta didik
menemukan dialek kebahasaan baru harus menulisnya di
kertas kerja masing-masing.

e. Langkah-langkah Strategi Tampilan Masalah (Problem


Posing Strategies)
Strategi pembelajaran tampilan masalah (problem
posing) diadaptasi dari McLaughlin & DeVoogd (2004), (dalam
Kucer & Cecilia, 2006, hlm. 354-355).
KONSEP
Konsep dasar strategi ini adalah semua teks merupakan
cerminan, sudut pandang, sikap atau posisi tertentu dari
suatu permasalahan.
BAHAN
Bahan materi yang bisa digunakan dalam pembelajaran
ini adalah berbagai bentuk teks yang memuat pengungkapan
topik permasalahan cerita yang mudah dipahami.
Langkah-langkah strategi tampilan masalah (problem
posing), diadaptasi ke dalam pembelajaran sastra sebagai
berikut.

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 73


PROSEDUR
Pertama
Perkenalkan peserta didik pada teks yang akan dibaca.
Teks naratif dan ekspositori dapat digunakan untuk
pelajaran strategi tampilan masalah (problem posing).
Kedua
Secara individual, atau dalam kelompok kecil, peserta
didik membaca suatu teks.
Ketiga
Pendidik menugaskan peserta didik membuat catatan
untuk merespon teks dengan mengisi beberapa
pertanyaan berikut.
- Apa yang saya pelajari dari membaca teks ini?
- Mengapa penulis menulis teks ini?
- Apa yang penulis coba sampaikan kepada saya?
- Bagian apa yang paling saya sukai?
- Bagian mana yang menjadi favorit saya?
- Mengapa saya suka bagian-bagian khusus ini?
- Bagian apa yang paling saya sukai?
- Mengapa saya tidak menyukai bagian-bagian ini?
- Bagaimana teks ini mirip atau tidak sama dengan
teks lain?
- Apa yang akan saya ubah dalam teks ini jika saya
telah menulisnya?
- Apa yang mungkin telah dilakukan penulis untuk
membuat teks ini lebih baik, lebih bisa dimengerti,
lebih menarik?
Keempat
Diskusikan dengan peserta didik pandangan-
pandangan atau konsep-konsep apa saja yang
disampaikan penulis teks untuk para pembacanya.

74 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


Kelima
Pendidik memberikan evaluasi terhadap kegiatan
pembelajaran, dan memberikan kesimpulan
mengenai permasalahan yang diungkapkan dalam
teks serta solusinya.

D. Strategi Dimensi Literasi Pengembangan


dalam Pembelajaran Sastra
Dimensi pengembangan menyangkut proses maupun
keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran dimensi
literasi kognitif, dimensi literasi linguistik, dan dimensi literasi
sosiokultural (Kucer & Cecilia, 2006, hlm. 49). Dengan
demikian, dimensi pengembangan ini melingkupi dimensi-
dimensi yang lainnya.
Sebagai ilustrasi, proses pertumbuhan pengetahuan
anak melalui proses belajar pada dasarnya seperti seorang
ilmuwan mengembangkan pengetahuan ilmiah: melalui
pengumpulan data, pembuatan aturan, pengujian aturan,
dan modifikasi aturan. Peserta didik terlibat aktif dalam
proses perkembangan, tidaklah semata-mata sebagai
penerima pasif.
Proses induktif tidak hanya berlaku pada
pengembangan bahasa, namun menyangkut aturan yang
mengatur berbagai dimensi bahasa, misalnya sistem bahasa,
proses kognitif dan sosial budaya. Sekarang mungkin kita bisa
memahami gambaran pemerolehan keterampilan bahasa,
bahwa bahasa dipelajari melalui peniruan kepada banyak
orang. Keenan (1977, dalam Kucer & Cecilia, 2006, hlm. 55)
menyatakan bahwa proses peniruan dalam bahasa lisan
terjadi secara berulang-ulang. Pengulangan apa yang telah

Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra 75


didengar digunakan oleh orang tua dan anak sebagai strategi
komunikasi.
Ketika para pendidik mengembangkan strategi dimensi
literasi untuk merancangkan pengajaran, penting juga untuk
meninjau kembali gagasan bahwa variabilitas merupakan
karakteristik intern dari pengembangan keberaksaraan.
Pendidik harus memperhatikan perbedaan kemampuan dan
keadaan peserta didik. Selain pendidik harus mampu memilih
strategi pembelajaran yang sesuai untuk pengajaran,
pendidik juga harus mampu mengolaborasikan berbagai
strategi dan bahan pengajaran dimensi literasi untuk
memenuhi kebutuhan belajar semua peserta didik. Perilaku
pendidik dan materi yang mereka gunakan tidak hanya
menjadi sarana mediasi utama di dalam ruang kelas tetapi
juga jalan utama untuk membedakan instruksi.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dikatakan
bahwa strategi pembelajaran dimensi literasi pengembangan
merupakan penggabungan beberapa strategi pembelajaran
dimensi literasi. Hal tersebut berupa kombinasi antara
dimensi literasi linguistik, dimensi literasi kognitif dan dimensi
literasi sosiokultural.

76 Ihwal Strategi Dimensi Literasi dalam Pembelajaran Sastra


BAB IV Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 77


Dalam bab ini diuraikan beberapa contoh ancangan
pembelajaran cerpen didaktis dengan strategi dimensi
literasi, yang meliputi: a) ancangan pembelajaran cerpen
didaktis dengan strategi dimensi literasi kognitif; b) ancangan
pembelajaran cerpen didaktis dengan strategi dimensi literasi
linguistik dan sistem tanda lainnya; c) ancangan pembelajaran
cerpen didaktis dengan strategi dimensi literasi sosiokultural;
d) ancangan pembelajaran cerpen didaktis dengan strategi
dimensi literasi pengembangan.

A. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis


dengan Strategi Dimensi Literasi Kognitif
Beberapa ancangan pembelajaran cerpen didaktis
dengan strategi dimensi literasi kognitif dalam bab ini antara
lain: 1) ancangan pembelajaran cerpen “Pelajaran Pertama
Calon Ayah” karya Arswendo Atmowiloto (1972) dengan
strategi awal, tengah, akhir (beginning, middle, end
strategies; 2) ancangan pembelajaran cerpen “Mendidik
Anak” karya Chen Chien An (1958) dengan strategi
pengembangan karakter tertulis (character development in
writing strategies); 3) ancangan pembelajaran cerpen
“Dongeng Sebelum Tidur” karya Seno Gumira Ajidarma
(1995) dengan strategi lintas sistem komunikasi (crossing the
communication systems strategies; 4) ancangan
pembelajaran cerpen “Pesan bagi Anakku Padjar” karya Idrus
Ismail (1963) dengan strategi mengkloning penulis (cloning an
author strategies).

78 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


1. Ancangan Pembelajaran cerpen “Pelajaran Pertama
Calon Ayah” karya Arswendo Atmowiloto (1972)
dengan Strategi Awal, Tengah, Akhir (Beginning,
Middle, End Strategies)
Arswendo Atmowiloto

Nama lahir Sarwendo

Lahir 26 November 1948


Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
Meninggal 19 Juli 2019 (umur 70)
Jakarta, Indonesia
Pekerjaan Penulis, Wartawan
Pasangan Agnes Sri Hartini
Anak 3

Arswendo Atmowiloto, lahir di Surakarta, Jawa


Tengah, 26 November 1948, meninggal di Jakarta, 19
Juli 2019 pada umur 70 tahun. Arswendo Atmowiloto adalah
penulis dan wartawan Indonesia yang aktif di berbagai
majalah dan surat kabar seperti Hai dan KOMPAS. Ia
menulis cerpen, novel, naskah drama, dan skenario film.
Arswendo lahir dengan nama Sarwendo di Surakarta, Jawa
Tengah, 26 November 1948. Ia mengganti nama depannya

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 79


menjadi Arswendo dan menambahkan nama bapaknya,
Atmowiloto, di belakang. Setelah lulus SMA, Arswendo kuliah
di fakultas bahasa dan sastra IKIP Solo, tetapi tidak tamat.
Tahun 1979, ia mengikuti International Writing Program
di Universitas Lowa.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Arswendo_Atmowiloto

a) Teks Cerpen “Pelajaran Pertama Calon Ayah” karya


Arswendo Atmowiloto (1972)

Pelajaran Pertama Calon Ayah


karya Asrwendo Atmowiloto

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Pelajaran Pertama Calon Ayah

Richard Basunondo suatu ketika mengantarkan istrinya ke


rumah sakit bersalin merangkap rumah sakit keluarga berencana.
Setahun yang lampau mereka kawin secara sah. Sah menurut
agama, sah menurut adat. Dalam becak yang menuju rumah sakit,
istri Basunondo masih sempat berbisik, “Kau akan menunggui aku
seperti janjimu?”
Dalam perjalanan itu pula Basunondo yang bekerja sebagai
penyiar radio broadcast menjawab, “Tentu, say…”
Dan dalam perjalanan itu pula diingatnya bahwa dulu
bukan itu saja janjinya. Bahkan Basunondo berjanji, “Jika kau
melahirkan anakku yang pertama, biarlah aku saja yang

80 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


menanggung sakit.” Ini dikatakan Basunondo karena istrinya
setengah menolak dan takut-takut serta selalu menyatakan
kekhawatirannya untuk melahirkan.
Betapapun jua sang calon ayah juga berkedak-kedik.
Sebagai bujangan yang mengenal banyak perempuan,
meskipun juga banyak yang mengenal bermacam dokter
serta suntik. Ketika mereka melangsungkan pernikahan, dua
hari kemudian masih mendatangi dokter untuk mengecek
bahwa dirinya betul-betul sudah kembali sehat.
Kekhawatiran itu sebenarnya bertumpu ketika
Basunondo melihat film-film – jauh sebelumnya sudah
terdengar dari penjual obat pinggir jalan, tentang penyakit
gonore, sifilis, timbul bengkak, warna merah, hilang timbul
lagi, sakit waktu kencing, saluran kencing yang kena nanah.
Istilah-istilah itu mampir di kepalanya bersamaan dengan
datangnya istilah baru yang dihafalkan sewaktu berduaan
sambil jari-jarinya meyakinkan: labius mayora, labius minora,
vagina di subur dan tidak subur, indung telur. Dan istrinya
ketika itu masih calon walau satu-satunya calon menghafal
istilah sama: kulup, buah pelir, saluran air kencing yang
menjadi satu, ereksi, dan pancaran dan bukannya sekedar
kelenjar bartolini.
Pemahaman tentang istilah itu membanjir bersama
kecemburuannya yang tak beralasan kepada masa lalu, dan
kecemburuan istrinya masa sekarang dan masa-masa yang
akan datang.
“Kau pasti akan mencari istri lagi.”
“Ah, tidak.”
“Mau janji?”
“Ah, mau.”
“Bagaimana andai aku tak punya anak? Kau cari istri
baru?”
“Ah, tidak.”
“Kenapa tidak?”
“Ah, tak perlu. Kan jelas. Bahwa tujuan perkawinan

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 81


bukan sekadar mendapatkan anak. Tapi, cinta kasih!
Persoalan cari anak…”
“Jadi kau…”
“Ah, tidak.”
“Mau janji?”
“Ah, mau.”
Surat-surat lain yang diperlukan adalah ketelitian.
Seorang calon ayah haruslah teliti. Richard Basunondo suatu
ketika sehabis mengadakan siaran, mengunjungi calon
istrinya – yang masih bernama Asminatun. “Hari ini sudah jam
lima hampir.” Mereka berdua merencanakan nonton film-film
versi Michael and Helga atau Miracle of Life, Happy Day,
sesuatu yang kelihatannya khusus dibuat untuk mereka
berdua. Asminatun di kamar. Mereka berpandangan.
“Mari, jam lima kurang sedikit.”
“Tidak jadi saja.”
“Kenapa?”
“Tidak.”
Dan Richard Basunondo mesti segera introspeksi.
Ketelitiannya diuji. Beberapa saat kemudian, “Asataga,
Asminatun. Kau kelihatan manis sekali dengan blus putih
lengan panjang serta rok biru. Sungguh!”
“Mari, daripada terlambat”, atau segi ketelitian yang
lain, “mengapa kau potong rambutmu sekian senti?”
Mengapa, ah, bagus juga kau punya dandanan rambut model
begitu. Hallo, agaknya kau cuci rambut dengan sunsilk baru
ya? Ini baru masalah rambut. Seorang calon ayah
memerlukan ini untuk suksesnya peranan yang
dimainkannya. Sebab jika peranan kecil ini luput, bisa
mendatangkan bencana di kemudian hari.
Paling tidak, ombak kecil ini menimbulkan topan yang
dahsyat.
Juga diperlukan daya khayal yang fantastis. Tak perlu
muluk-muluk, cukup sekiranya bisa dipeluk.
“Sebuah rumah yang ada tamannya.”
“Aku juga rindu, Mas Richard.”

82 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


“Memelihara kucing, burung-burung, supaya mengerti
kehidupan yang kultural sifatnya.”
“Sejak lama aku sudah memelihara.”
“Tentu. Misalnya ketombe”
Dijiwitnya pundak Richard keras-keras. Mereka tertawa
dan berlangkulan. Makin hangat. Makin akrab. Makin erat.
“Kukira waktu terlampau cepat.”
“Betul, Mas Richard, rasanya baru saja bertemu kau,
tahu-tahu sudah pukul dua belas malam.”
“Kalau sudah bertemu begini, segan rasanya untuk
pulang.”
“Sama saja, Mas. Rasanya nanti jika sudah duduk
berdua begini dan kemudian Mas pulang, rasanya hati ini
kosong melompong tak berisi apa-apa. Kursi yang cuma berisi
saya sendiri. Dan malamnya saya tak bisa tidur, Mas.”
“Karena banyak nyamuk.”
“Nyamuk cinta.”
“Nyamuknya percintaan.”
Basunondo menandai hal-hal yang berikut. Seorang
calon ayah paling tidak harus mempunyai ingatan yang tajam
tentang tempat, waktu, kejadian. Ini makin mengintimkan
dirinya. Ini makin mempererat. Ibarat juadah.
“Dik Asmi, saya ingat. Gaun ini yang Dik Asmi pakai
pertama sewaktu datang ke studio broadcast. Ya tidak?
Waktu itu pakai tas biru yang sekarang tidak dipakai lagi,
cuma karena saya bilang wah, dari tarik kreditan ya?”
“Apa sewaktu pertama bertemu dengan Mas aku pakai
ini?” Asminatun mencoba meyakinkan lagi.
“Mana bisa lupa! Mungkin Dik Asmi tidak
memperhatikan, tapi waktu itu siaran pilihan pendengar jadi
kisruh. Banyak nama-nama yang salah mengucapkannya. Dik
Asmi ketika itu menanyakan siapa sebenarnya yang
menamakan dirinya “Setan Satria dari Lembah Naga Hijau.”
Asminatun terkikik. “Jadinya saya hampir cemburu.
Bagaimana bisa cemburu kalau belum kenal. Saya pikir-pikir
kenapa Dik Asmi begitu erat dengan Setan Satria dari Lembah

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 83


Naga Hijau. Lalu waktu Dik Asmi datang lagi membawa
makanan kecil, Dik Asmi sudah ganti tas.”
Asminatun makin mengikik sambil melendotkan
badannya. Basunondo juga menyediakan kertas banyak yang
dibuatnya sendiri. Surat-surat permintan maaf, karena tentu
saja, ada dibuatnya beberapa kesalahan. “Maaf, tak akan
kuulangi lagi.” Juga surat perintah, “Kalau berpakaian, mbok
jangan di dekat pintu, dilihat orang lain. Dik Asmi, tanpa
diperhatikan orang lain, paha itu tak kalah dengan paha Ken
Dedes yang membuat Ken Arok jadi raja. Makanya tidak perlu
dipamerkan. Kecuali kalau ikut pemilihan Ratu Kecantikan.”
Disambungnya, “Mau ikut apa?” “Ah, tidak.” “Sekarang kalau
bicara kok meniru.” “Sama suaminya kenapa tidak boleh
niru?” “Ah, boleh.”
Mereka berdua turun dari becak, dan Basunondo
mengantarkan istrinya masuk kamar bersalin. la menunggu
diluar kamar ketika perawat mengatakan sebentar lagi akan
melahirkan. la menunggu di luar, tanpa niatan menggoda
perawat yang montok itu. Inilah pelajaran pertama seorang
calon ayah, katanya dalam hati. Seperti ketika menyadari dulu
itu bahwa walaupun ia biasa tidur dengan banyak perempuan
lain, tetapi yang ini membuatnya berbeda, karena ini akan
membuatnya menjadi seorang ayah. Menjadi seorang ayah,
sama sekali tak ada hubungannya dengan ketika ia mulai
menggoda Asminatun yang waktu itu masih pacaran dengan
Setan Satria dari Lembah Hijau lewat lagu-lagu pilihan.
Menjadi seorang ayah memang tak ada hubungan dengan
rayuan, ucapan sayang, yang bisa pura-pura diucapkan
karena membaca buku, atau nonton film atau hafalan, atau
berdusta. Menjadi seorang ayah jika tidak berarti ia akan
diangkat jadi kepala studio di radio broadcast-nya, atau
gajinya dinaikkan, atau diberi kredit untuk beli sepeda motor
bekas.
Menjadi seorang ayah, adalah menyadari bahwa semua
tadi tak ada hubungannya. Dengan cinta, dengan kebencian
pada masa lalu, harapan masa depan, atau tidak, bisa saja

84 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


menjadi seorang ayah. Tapi pada saat menjadi ayah, seperti
yang beberapa detik lagi dialami Basunondo, berarti menelan
apa yang pernah terjadi sebagai suatu pelajaran. Berarti yang
dulu sambil lalu, menjadi ada artinya. Itu saja.
Basunondo mengamati cincin kawinnya yang
bertuliskan nama Asminatun, dan cincin kawin yang
bertuliskan namanya sendiri. Kalau pun sepasang cincin itu
nanti dijual dan dibayarkan untuk ongkos kelahiran anaknya,
itu bukan pertanda ia calon ayah yang buruk. Itu juga
termasuk pelajaran yang harus diterima tanpa gentar dan
gusar.

b) Kedidaktisan Cerpen “Pelajaran Pertama Calon Ayah”


karya Arswendo Atmowiloto (1972)
 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Pelajaran Pertama Calon
Ayah” karya Arswendo Atmowiloto (1972)
Alur
Cerpen berjudul “Pelajaran Pertama Calon Ayah”
karya Arswendo Atmowiloto (1972) mengungkapkan
kedidaktisannya melalui alur linier dan kilas balik. Cerpen
ini mengisahkan sepasang suami istri yang baru
dikaruniai anak pertama. Hal ini menjadikan kebahagiaan
bagi pasangan tersebut serta menjadikan calon ayah
seorang sosok yang SIAGA (siap antar jaga).
Tokoh
Tokoh utama yaitu Basunondo seorang suami yang
siaga (siap antar jaga), karena istrinya sedang hamil
besar.
Latar
Latar tempat dalam cerpen ini adalah latar ruang
berupa becak sebagai kendaraan untuk menuju
perjalanan ke rumah sakit bersalin serta rumah sakit

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 85


bersalin. Latar waktu dalam cerpen ini adalah masa lalu
dan masa depan.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah bahasa
Indonesia standar. Bahasa yang digunakan dalam cerpen
mengandung prinsip kesantunan, tidak mengandung
kata-kata kotor, tabu, atau kasar.

 Kedidaktisan Isi Cerpen “Pelajaran Pertama Calon Ayah”


karya Arswendo Atmowiloto (1972)
Kedidaktisan Aspek Religius
Kedidaktisan aspek religius dalam cerpen ini di
antaranya melaksanakan ketentuan agama dalam
perkawinan di kehidupan bermasyarakat, dalam hal ini
pernikahan haruslah sah menurut hukum agama dan
hukum negara.
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen ini di
antaranya tuntunan supaya menjadi suami siaga (siap
antar jaga). Sikap ini dilakukan ketika sang istri sedang
hamil, mulai awal kehamilan sampai melahirkan.
Ungkapan didaktis yang merupakan tuntunan didaktis
selanjutnya berupa sikap kehati-hatian dalam memulai
kehidupan berumah tangga, yaitu dengan memeriksakan
kesehatan diri. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kehati-
hatian supaya tidak menurunkan penyakit kepada istri
dan anak-anaknya. Ungkapan didaktis selanjutnya
berupa sikap menghargai pasangan dengan memberikan
pujian dan kasih sayang. Selain itu, ungkapan didaktis
lainnya berupa tanggung jawab dengan giat bekerja
untuk menafkahi keluarga.

86 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen ini di
antaranya menaati norma kesopanan atau kepatutan
dalam lingkungan keluarga, seperti larangan ganti
pakaian di dekat pintu. Hal itu tidak patut karena bisa
dilihat orang. Ungkapan didaktis lainnya berupa
tuntunan supaya bertutur kata yang sopan, lemah
lembut, dan penuh kasih sayang saat berinteraksi dalam
keluarga.
Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini berupa
filosofi hidup berumah tangga, yaitu tujuan perkawinan
bukan sekadar mendapatkan anak, tetapi yang lebih
utama dari itu adalah cinta kasih.
Kedidaktisan Aspek Ilmu Pengetahuan
Kedidaktisan aspek ilmu pengetahuan dalam cerpen di
antaranya ungkapan didaktis berupa perilaku-perilaku
faktual sosial yang harus dilakukan calon orang tua
(suami dan istri) dalam menyambut kelahiran anak
pertama. Ungkapan didaktis lainnya berupa tuntunan
supaya memperhatikan kesehatan diri dan keluarga,
karena secara konsep, penurunan penyakit dapat
menular dari orang tua ke anak. Dengan demikian,
sebelum menikah, harus mengecek kesehatan sebagai
prinsip kehati-hatian, dikhawatirkan ada penyakit yang
dapat diturunkan dari orang tua terhadap keturuanan.
c) Langkah-langkah Pembelajaran Cerpen “Pelajaran
Pertama Calon Ayah” karya Arswendo
Atmowiloto (1972) dengan Strategi Awal, Tengah,
Akhir (Beginning, Middle, End Strategies)
Strategi pembelajaran dimensi literasi kognitif yang
ditawarkan dalam pembelajaran literasi terkait cerpen

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 87


“Pelajaran Pertama Calon Ayah” yaitu strategi awal,
tengah, akhir (beginning, middle, end) yang diadaptasi dari
(Fletcher & Portalupi, 1998; Graves, 1989) dikemukakan
dalam Kucer & Cecilia (2006, hlm. 206-207). Seperti sudah
dipaparkan sebelumnya, bahwa konsep strategi
pembelajaran ini yaitu penulis cerita fiksi akan memiliki
lebih dari satu bagian ide dari cerita fiksi yang mereka tulis.
Penulis pemula kadang-kadang menghadapi kesulitan
merencanakan arah umum cerita mereka sebelum proses
penulisan. Namun biasanya mereka membagi tiga ide
dasar cerita yaitu awal cerita, pertengahan cerita dan akhir
cerita.
Dengan menggunakan media atau bahan
pembelajaran berupa cerpen “Pelajaran Pertama Calon
Ayah” karya Arswendo Atmowiloto (1972), dan klip video
cerpen “Pelajaran Pertama Calon Ayah”, maka langkah-
langkah pembelajaran dengan strategi awal, tengah, akhir
adalah sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Beri tahu para peserta didik bahwa mereka akan
mendengarkan cerita bagian awal, tengah, dan akhir
cerpen “Pelajaran Pertama Calon Ayah”. Tunjukkan
pada mereka kotak awal, tengah, akhir.
Kedua
Setelah membaca cerpen, mintalah peserta didik
untuk membahas bagian-bagian dari ceritanya yang
merupakan bagian awal, tengah, dan akhir. Tuliskan
saran peserta didik di kotak yang sesuai di dalam
tabel.

88 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Ketiga
Diskusikan isi cerpen “Pelajaran Pertama Calon
Ayah” secara umum tentang penetapan bagian awal,
tengah, dan akhir serta perubahannya. Diskusikan
pula nilai didaktis dari isi cerita pada setiap bagian
awal, tengah, dan akhir cerita. Gunakan kisi-kisi lain
untuk mendemonstrasikan cara melakukan
perencanaan ide cerita awal, tengah dan akhir
sebelum memulai menulis cerita.
Keempat
Pendidik memberi penugasan kepada peserta didik
untuk merencanakan cerita baru yang mengandung
aspek kedidaktisan yang ingin peserta didik tulis
dengan menggunakan kotak awal, tengah, akhir
berikut.
Awal (Beginning)

Tengah (Middle)

Akhir (End)

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 89


VARIASI
Sebelum memulai langkah-langkah pembelajaran
strategi awal, tengah, akhir (beginning, middle, end),
pendidik dapat menampilkan klip video cerpen “Pelajaran
Pertama Calon Ayah” untuk merangsang semangat
peserta didik dalam membaca cerpen “Pelajaran Pertama
Calon Ayah”.

PENGUATAN
 Pendidik memberikan ulasan atau evaluasi tentang
pembelajaran strategi awal, tengah akhir (beginning,
middle, end) dengan bahan teks cerpen “Pelajaran
Pertama Calon Ayah”.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Pelajaran Pertama Calon Ayah”, meliputi
kedidaktisan struktur cerpen dan kedidaktisan isi
cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Pelajaran Pertama Calon
Ayah”, misalnya berkaitan dengan literasi numerasi;
literasi sains; literasi digital; literasi finansial; literasi
budaya dan kewarganegaraan; literasi media; literasi
teknologi; dan literasi visual yang tersaji melalui alur,
tokoh dan penokohan, latar, atau isi cerpen.

2. Ancangan Pembelajaran Cerpen “Mendidik Anak” karya


Chen Chien An (1958) dengan Strategi Pengembangan
Karakter Tertulis (Character Development in Writing
Strategies)
Chen Chien An, merupakan salah satu cerpenis
Indonesia dari etnis Thionghoa yang produktif pada
periodenya. Beberapa ahli mengelompokkan cerpenis-

90 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


cerpenis Indonesia etnis Thionghoa ke dalam satu periode
sastra yang disebut periode Melayu Rendah. Periode sastra
Melayu Rendah ini mulai muncul sejak tahun 1923 dan
berakhir tahun 1981. Pembabakan sastra masa Melayu
Rendah ini sesuai dengan kajian Saputra (2011, hlm. 135). Ia
mengemukakan gambaran karya sastra Melayu Rendah
sebagai kesusastraan periode 1920—1980-an yang
merupakan cermin sosial. Ia mengungkap beragam fenomena
sosial politik yang berkembang di Nusantara pada masa itu
dengan perspektif peranakan Tionghoa. Rentang waktu yang
relatif panjang tersebut mampu memotret dinamika sosial
dan intensitas akulturasi budaya etnis Tionghoa dengan
budaya lokal bangsa Indonesia. Lebih lanjut, Saputra (2011)
menjelaskan pendapat Salmon tentang pembagian arus
utama sastra Melayu-Tionghoa yang dibagi menjadi empat
periode, yakni (1) dari awal—1911, (2) tahun 1911—1923, (3)
tahun 1923—1942, dan (4) tahun 1945—awal tahun 1960-an.
Cerpen-cerpen periode Melayu Rendah tersebut
dimuat dalam beberapa majalah, di antaranya Interocean
(1923—1924), Hoakiao (1924—1925), Moestika Dharma
(1932), Sin Tit Po (1935), Bok Tok (1945), Pandji Poestaka
(1933), Star Weekly (1946—1961), Siasat (1947),
Pantjawarna (1948—1964), Waktu (1950), Mimbar Indonesia
(1950—1957), Minggu Pagi (1951—1964), Liberty/Liberal
(1953—1978), Kisah (1953—1958), Aneka (1953), Varia
(1958—1965), Brawidjaja (1958), Djaja (1962—1965), Teruna
Bhakti (1963), Femina (1979), Zaman (1980), dan Horison
(1967—1981). Dari banyak pengarang tersebut, terdapat lima
pengarang terproduktif, di antaranya Chen Chien An, Pouw
Kioe An, Gouw Loen An, Njoo Cheong Seng, dan Tan Sioe
Tjhay.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 91


Salah satu cerpen yang ditulis pada periode Melayu
Rendah adalah cerpen berjudul “Mendidik Anak” karya Chen
Chien An tahun 1958. Cerpen berjudul “Mendidik Anak”
sangat kental dengan muatan kedidaktisan, terutama
memberikan gambaran dan tuntunan bagi orang tua dalam
mendidik anak. Cerpen berjudul “Mendidik Anak” karya Chen
Chien An (1958) merupakan cerpen didaktis dan merupakan
desain sastra didaktis (cara pengungkapan dan ungkapannya
sangat didaktis). Ungkapan didaktis yang disajikan berupa
fenomena-fenomena permasalahan yang dihadapi dalam
mendidik anak dan tuntunan bagi orang tua dalam mendidik
anak agar anak tersebut menjadi anak yang berhasil dan
bermanfaat bagi masyarakat.

a) Teks Cerpen “Mendidik Anak” karya Chen Chien An


(1958)

Mendidik Anak
karya Chen Chien An
Dimuat dalam majalah Liberty tahun 1958 halaman 6-7

Ya, mendidik anak memang tak mudah. Apalagi kalau


anda bercita-cita terlampau muluk seperti aku ini. Aku mau
mendidik anak-anakku sesempurna mungkin. Aku mau
melihat anak-anakku kelak menjadi orang-orang yang baik
lagi berguna bagi masyarakat, menjadi contoh pula
bagaimana seharusnya orang tua mendidik anak-anaknya,
dan di balik itu semua….yah, kebanggaan seorang ayahpun
memainkan peranan penting, terus terang saja. Akan tetapi
sebagai juga penghidupan manusia tak ada yang langgeng,
begitu pula ada saja peristiwa-peristiwa yang seperti mau

92 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


mengacau cita-citaku dalam mencapai pendidikan
sesempurna mungkin bagi anak-anakku itu.
Pernah dahulu anak perempuanku yang bungsu Netty
sewaktu kecilnya keselak peniti sehingga hampir membuatku
hilang ingatan. Pernah pula si Tjwan, putraku yang terpaut
setahun tuanya dari pada adiknya itu dulu terlanggar mobil
waktu mulai dapat bersepeda sehingga aku seperti kerasukan
setan angkara murkaku. Dan bermacam penyakit yang jamak
menghinggapi anak masih kecil begitu. Rasanya tak perlu lagi
ku gembar-gemborkan hal-hal seperti itu di sini. Lazim sudah
dialami orang-orang tua yang mempunyai anak-anak masih
kecil. Laginya malapetaka-malapetaka seperti begitu diwaktu-
waktu belakangan ini syukur Alhamdulillah tak usah sering-
sering kuderita lagi. Ya, karena kedua anak-ku itu telah besar
dan sehat-sehat badannya. Mereka kini sudah duduk di SMA
kelas dua dan tiga. Tunas-tunas muda yang segar sehat baik
jasmani maupun rohani, bagaikan kuntum-kuntum bunga
yang mau mekar menyebar wanginya. Dan tentunya tak akan
keselak peniti atau ugal-ugalan menaiki sepedanya lagi.
Ah, betapa bahagia rasa hatiku melihat kedua anakku,
betapa bangga rasanya dapat menikmati dengan mata kepala
sendiri hasil jerih payah pendidikanmu sendiri itu. Tapi ah,
betapa terburu nafsu aku bersorak dahulu sebelum menohok.
Aku lupa bahwa ada banyak bahaya-bahaya lain macam yang
akan mengancam anak-anakku dalam usia sedemikian itu
malahan. Kalau dulu si Netty keselak dan si Tjwan mendapat
kecelakaan itu aku menyalahkan istriku habis karena
kecerobohan dan kelembekkan hatinya, maka kini setelah
mereka berumur lima belas dan empat belas aku masih sering
pula mengecam istriku. Dan sebaliknya Swat, istriku itupun
tak kurang-kurang membalas membombardir aku dengan
kecaman-kecaman bertubi-tubi. Aku sungguh tak mengerti

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 93


mengapa Swat membela mati-matian cara-caranya yang
memanja-manja dan menuruti kemauan anak-anaknya itu. Di
zaman yang penuh godaan dan kemerosotan akhlak begini
hanya didikan tangan besi saja kiraku yang dapat
menyelamatkan anak-anak dari kehancuran.
Dan karena cara pendidikan yang agak mendua antara
kelembekan dan kekerasan inilah rupanya tersembul
peristiwa yang tak kukira-kira. Aku sendiri sebagai juga ayah-
ayah lain pernah muda juga tentunya. Aku dapat merasakan
memang jiwa bergolak diusia-usia menjelang akil balig
demikian, periode “sturm und drang” (badai dan dorongan
*Bahasa Jerman) yang berbahaya antara kedewasaan dan
kekanak-kanakkan itu. Aku melihat bagaimana pada akhir-
akhir ini si Tjwan lebih memperhatikan letak rambutnya dan
mulai memeriksa kumis yang mau tumbuh untuk pertama kali
itu, aku melihat betapa lama dan teliti sekarang si Netty
mengatur ikal-ikal rambut dan dengan diam-diam mencoba
memakai lipstick ibunya. Aku dapat merasakan pergolakan
yang dahsyat dalam dada anak-anakku itu pada sifat-sifat
aseran yang sekali-kali timbul itu. Aku serasa dapat membaca
isi hati mereka berdua.
Dan sekonyong-konyong terjadilah hal yang tak kukira-
kira sebagaimana kusebut tadi. Aku kini tengah mencengkam
barang itu dalam tanganku yang gemetar. Aku memegangnya
seperti menjamah sekeping benda yang jijik. Betap tidak!
Benda itu ialah sebuah buku kecil. Buku yang berusan
kutemukan di atas meja si Tjwan. Kiranya tak perlu
kupaparkan di sini title atau isi buku itu. Anda tentunya sudah
lebih daripada mengerti kalau kusebut saja bahwa buku itu
tidak boleh diletakkan di sembarang tempat, apalagi dalam
tangan anak-anak yang belum dewasa! Tapi ya Alloh, buku itu
tadi ada di atas meja anakku Tjwan!

94 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Mungkin pula sudah dibaca oleh Netty juga.
“Mam!” panggilku keras-keras pada istriku yang tengah
menjahit itu. Nafasku serasa sesak benar menunggu
kedatangan istriku dalam kamar itu. Suatu sahut “Hmm?”
terdengar sejenak disusul panggilanku lagi “kemari sebentar
Mam!”
Swat dengan membawa jahitannya dan mata melebar
bertanya-tanya menghampiri aku dalam kamar itu. Aku lantas
saja menyodorkan buku itu padanya. Aku membisu atas
pertanyaan-pertanyaannya. Aku cuma menatap raut muka
istriku dan mengikuti perubahan ketenangan, kekejutan,
keheranan dan akhirnya rasa jijik itu. Setelah beberapa saat
membaca dibuangnya buku itu.

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Mendidik Anak


“Dari mana buku itu?” tanyanya dengan wajah
mengunduk kemualan. “Siapa punya Pap?”
“Kutemukan di atas meja Tjwan”, ujarnya pendek. Entah
berapa lama istriku memandang aku seperti berhadapan
dengan jin itu aku tak tahu. Aku hanya mengulangi lagi kata-
kataku, ”Di atas meja Tjwan!”

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 95


“Tapi…..tapi…..masa…?” desis Swat parau. “Ah, tak
mungkin si Tjwan!” cetusnya dengan pandangan tak percaya
sama sekali. Kujemput buku di lantai itu. Aku menyeringai.
“Nah, bagaimana sekarang. Bagaimana kalau sudah
begini? Kau selalu tak percaya memang. Membenarkan cara-
cara kau sendiri saja. Ini hasilnya kalau kau terlalu lunak,
terlalu mengumbar anak-anak, ini buahnya cara-cara
pendidikan mu yang jempolan itu. Membiarkan mengelencer
malam-malaman dengan anak-anak orang tidak keruan
bangsanya, bocokok-bicokok dan buaya-buaya. Mengumbar
anak-anak nonton bioskop terus-terusan. Barangkali sudah
tak terhitung banyaknya si Tjwan itu menyerobot nonton film
untuk tujuh belas tahun ke atas karena bujukan konco-
konconya, barangkali buku-buku cabul apa la…..”
“Kau gampang saja memang bicara yang tidak-tidak Pap.
Menuduh-nuduh anak-anak orang lain enggak karuan heh!
Masa anak mengelencer sebentar sudah kau bilang anak
bambungan. Nonton film sekali seminggu katanya
mengumbar. Kalau betul si Tjwan bisa menyerobot lihat film
untuk orang dewasa apa itu juga salahku semua? Kenap si
penjaga bioskop tidak kau salahkan juga? Sekarang…
sekarang gara-gara buku kau kalang kabut sudah. Tjwan toh
masih kanak-kanak Pap. Meski seratus kali dia baca buku ini
dia enggak akan mengerti….”
“Enggak mengerti katamu, Mam?! Enggak mengerti?”
ulang kataku mengeras karena gemas bukan buatan. “Anak
umur lima belasan kau katakana belum mengerti apa-apa,
wah cialat, cialat! Kau kira anak seumur begitu itu masih bayi?
Apa kau enggak pernak dengar kejadian-kejadian yang
menyeramkan yang dilakukan oleh anak-anak seumuran
begitu, Mam? Malah dalam usia-usia si Tjwan begini ini,

96 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


terjadi hal-hal yang berbahaya. Dalam banyak buku-buku
tentang pendidikan anak-anak seperti……”
“Ah, kau dengan buku-buku mu Pap,” potong istriku. “Itu
kan teori saja. Sering kali enggak cocok dengan kenyataan
sama sekali. Buku-buku kan dikarang buat cari duit.”
“Yah, sudah, sudah Mam. Tak ada gunanya berdebat
terus. Malah-malah jadi geger saja nanti. Sekarang biar aku
membereskan soal ini, biar aku saja kali ini, Mam. Kau jangan
turut-turut,” ujar ku sambil melangkah ke luar kamar.
Mulutku masih menggerendeng gemas, “Seekia umur lima
belas belum mengerti apa-apa katanya, hah…hah!”
“Mau kau apakan si Tjwan, Pap?” seru Swat sambal
membuang jahitan dan memburu aku.
“Coba pikir Mam, bagaimana kalau buku dengan gambar-
gambarnya yang begitu itu sampai dilihat dan dibaca si Netty?
Bagaimana? Apa kau juga masih mau bilang: enggak kenapa-
napa, Netty enggak akan mengerti, ha?”
Aku menampak istriku sudah membuka mulut mau
membantah sesuatu tapi cepat-cepat kudahului sudah
dengan teriakanku.
“Tjwan! Kemari sini sebentar, lu”.
Segerapun anakku umur lima belas itu muncul dari spen.
Ia mendekat dengan langkah-langkah yang makin lambat dan
wajah makin jeri seolah sudah merasa ada bencana datang.
Aku tak heran, mungkin tarikan parasku saat itu lebih
menakutkan daripada sekalian setan-setan menjadi satu.
Sejenak ia menatap silih berganti padaku dan ibunya dengan
pandangan heran tercampur ketakutan. Tanpa berkata apa-
apa kusodorkan buku yang sejak tadi kusembunyikan
dipunggungku. Si Tjwan memandang heran atau pura-pura
heran. Ia terang mau menyembunyikan perbuatannya, jelas
sudah! Ah, bulu romaku serasa berdiri semua memikirkan

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 97


betapa mahirnya ia berpura-pura, betapa dalam sudah
terjerumusnya akhlak putraku yang menjadi harapanku ini
barangkali!
“Lu yang baca buku ini, Tjwan?!”
Sedetik ia tak dapat menjawab apa-apa atas
pertanyaanku yang tiba-tiba itu. Tapi wajahnya yang pucat
sesaat bercerita banyak padaku. Aku sudah mau berkata
sesuatu lagi ketika ia membuka suara.
“Tidak, Pap”! sahutnya mantap-mantap tanpa malu.
“Ha, apa yang kubilang, Pap! Memang si Tjwan enggak
pernah dusta,” timbrung istriku segera.
“Lu kan betul-betul enggak baca buku-buku semacam
begitu toh, Tjwan?”
Tjwan manggut.
“Jangan turut-turut Mam,” kataku agak marah tanpa
dapat ditahan lagi. “Jangan turut campur dulu. Biar aku bicara
sam Tjwan.” Lalu sambil menatap lurus-lurus ke muka anakku
itu sambungku. “Tjwan, lu jangan berani-berani membohong
di hadapan ayahmu, ya? Lu jangan dusta, mengerti? Aku toh
akhirnya akan mengetahuinya! Nak, bilanglah terus terang, lu
telah membaca buku ini, bukan?”
“Tidak Papa! Sungguh mati tidak!”
Kesabaranku hilang sudah sekarang.
“Jadi lu mau bilang bahwa lu enggak baca sama sekali?
Tapi lu yang pinjam atau beli buku ini begitu?”
“Yuk enggak pernah pinjam atau beli buku itu”.
“Enggak pinjam. Enggak beli? Awas lu, Tjwan. Hati-hati
lu! Jangan membuat aku tambah marah dengan pura-pura lu!
Lu tahu betul buku ini enggak boleh dibaca oleh orang belum
dewasa, ya enggak? Lu tahu buku ini terlarang buat lu. Sudah
berapa kali lu baca dengan diam-diam bacaan-bacaan seperti

98 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


ini, ha? Siapa konco lu yang meminjamkan? Di mana lu beli
buku seperti begini? Darimana uang.......”
“Ta......tapi.... Yuk......”, kata Tjwan tergagap-gagap
antara tangis yang tak kunjung tiba.
“Tapi, tapi apa lagi, ha? Lu mau cari alasan-alasan apa lagi
sekarang?”
“Tapi... sungguh Yuk enggak pernah pinjam. Enggak
pernah beli. Yuk gak pernah lihat buku itu!”
Kini puncak kebohongan tiba pikirku.
“Enggak pernah lihat kata lu? Bohong! Dusta lu! Papi
sendiri tadi yang menemukan buku ini di atas meja lu! Ya, di
meja lu Tjwan! Lu...”
“Sudah Pap, sudah”, potong istriku menghalangi
tamparan yang sudah mau kuayunkan itu. “Biar dia sudah
membaca atau belum, tapi jangan dihajar lagi seperti anak
kecil toh, Pap...”
“Ah, kau memang selalu mengeloni anakmu Mam!”
bentakku tak terbendung lagi. Lalu kembali menatap Tjwan
yang kini mundur di ambang pintu itu aku berseru, “ Lu mau
bilang apa lagi sekarang, ha? Apa lu mau bilang buku itu bisa
disulap hilang?”
“Ta.......pi sungguh Yuk enggak tahu apa-apa perihal buku
itu, Papi! Barangkali orang lain yang menaruh di meja Yuk,
barang kali.....”
Aku tak menunggu penyelesaian kalimatnya lagi.
“Netty! Kemari lu. Lekasan sedikit!” gemborku pada anak
perempuanku yang datang dengan langkah kelemer-kelemer
itu. Netty yang rupanya sudah mendengar persoalannya
mendekat dengan wajah suram ketakutan. Aku tahu setiap
saat ia dapat meletup dalam tangis keras. Tapi apa peduliku.
“Lu tahu apa tidak perihal buku ini? Bilang saja ya atau
tidak dan jangan putar-putar omongan dulu!”

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 99


“Ti...... tidak!” sahutnya lambat, lalu melepaslah
guguknya. Ia kemudian menubruk ibunya dan menumpahkan
tangisnya di dada Swat. Dengan jengkel bukan main
kupandang belaian istriku pada putrinya. Lagaknya yang
terang-terang mau jadi “pahlawan pelindung” dan sorot
mukanya yang seperti mau mencaplok diriku itu tambah
menyebabkan aku mau muntah saja. Hah, biasa memang
Swat membelai dan memanja walau karenanya anak-anaknya
mungkin buruk wataknya. Begitu itu sifat seorang ibu
barangkali....
Aku sudah mau mencetuskan lagi kata-kata kecaman
terhadap sikap istriku yang keliru itu ketika kebetulan sekali
babu tua kami Mbok Nah masuk hendak menyapu ruang
dalam. Tjwan segera memanggilnya. Aku mula-mula tak
mengerti maksud si Tjwan.
“Mbok Nah, waktu tadi pagi menyapu di dekat meja saya
apa Mbok Nah tidak menemukan apa-apa?” tanya Tjwan
dalam bahasa Jawa yang lazim kami pakai dalam percakapan
dengan pelayan kami yang setia itu. Mbok Nah yang sudah
agak tuli dan tak jelas lagi penglihatannya setelah lama
berpikir menyahut dalam bahasa Boso-Jawi.
“Inggih, Yukli. Mbok Nah memang menemukan sebuah
buku di lantai dekat meja Yukli. Mbok kira buku itu jatuh dari
meja itu lalu Mbok jumput dan Mbok letakkan kembali di
meja Yukli Tjwan!”
Aku kaget. Di samping meja itu adalah lemari bukuku!
“Hhm, jadi buku itu tentunya jatuh dari lemari buku dekat
meja itu. Ha, jadi betul si Tjwan enggak tahu apa-apa perihal
buku itu, Pap! Aah, memang kau ngawur Pap”, segera
memberondong kata-kata istriku.

100 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


“Tapi buku siapa kalau begitu?” Bisa saja dia
menyembunyikan di situ!” bantahku. “Aku merasa pasti tak
pernah mempunyai buku ini!”
Sementara itu Tjwan yang membuka-buka sampul buku
itu segera ketawa ganjil. Ia memandang aku dengan
mengolok-olok.
“Baca sebentar nama orang di halaman depan yang di
sembunyikan dalam sampul ini, Pap. Siapa,. L.S. Hian” jalan
Sombo nomor 13 itu Papi?” ujar si Tjwan tiba-tiba.
Aku tercengang. Rasa panas di mukaku menjalar hingga
pada ujung-ujung telingaku. Aku kini ingat kembali petang itu.
Aku mampir di rumah Sik Hian yang agak ugal-ugalan, suka
membanyol dan menggoda sejak kecilnya itu memang. Aku
sedang membongkar lemari bukunya mencari bacaan waktu
Sik Hian menyodorkan buku itu. Ia menganjurkan aku untuk
membacanya. Penting bagi ayah-ayah katanya. Aku tak
memeriksanya lagi. Kutumpuk sekali dengan buku-buku lain
yang telah ku pilih itu lalu kubawa pulang.....
“Ahaa, jadi kalau begitu ketahuan sekarang siapa yang
sebenarnya suka baca buku-buku begitu., kata Swat istriku
sambil melirik tajam.
“Papi sendiri yang ketahuan membaca buku itu lantas
mencari akal menumplekkan kesalahan pada Koh Tjwan
rupanya!” tambah Netty dengan kemarah-marahan.
“Hm, hm, Papi......Papi, bagaimana kok bisa sampai
begitu Pap?” sambung lagi Tjwan sambil menggeleng-
gelengkan kepala antara senyum berartinya.
Aku menggaruk tempat yang tak gatal di balik telingaku
yang panas. Aku tak dapat mengucap sepatah katapun dalam
hujan penghukuman bertubi-tubi itu. Aku tak dapat
menemukan bantahan sama sekali.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 101


“Ta....tapi tidak tahu bahwa buku yang dianjurkan Sik
Hian itu...”
“Ah, Papi cari-cari alasan saja rupanya”, potong segera si
Tjwan.”
Yaa, Papi kalau sudah ketahuan lantas begitu!” timbrung
Netty.
“Sudah toh Pap. Mengaku saja. Seperti pencuri ditangkap
basah dengan barang curiannya tak berguna menyangkal
lagi.....” sindir istriku sambil memicingkan sebelah mata
padaku. Demikianlah, tambah aku mencoba menceritakan
kisah sebenarnya tentang buku itu, tambah aku diberondong
dengan kata-kata yang memalukan. Perlawananku malah
merosotkan martabatku dalam-dalam. Jadi akhirnya aku tak
dapat berbuat lain daripada menerima tuduhan itu. Dalam
hatiku aku cuma menyumpah-nyumpah Sik Hian tak habis-
habisnya! Aku mau saat itu bisa menghilang seperti Mandrake
di cerita komik itu, tapi sayangnya aku orang biasa saja. Jadi
aku Cuma dapat mengeluyur pergi penuh malu diiringi sorak-
sorai, olokan dan sindiran Swat dan anak-anakku......
Ya, mendidik anak memang tak mudah. Telah kukatakan
pada permulaan tadi. Orang tua anak-anak itu mesti menjadi
contoh bagi anak-anaknya sendiri. Kalau kita mau supaya
anak-anak kita menjadi orang-orang baik, kita orang-orang
tuanya, mesti juga bertingkah laku secara baik. Dan karena
seorang ayah itu juga manusia biasa dengan segala
kekurangan dan kekhilapannya bisa terjadilah hal-hal seperti
padaku ini. Jika hal-hal begini kerapkali berulang,
penghargaan, rasa hormat, kepatuhan pada orang tua bisa
berkurang dan terjadilah keruntuhan kewibawaan orang tua
dalam “pemerintahan” rumah-tangga. “Anarki” lantas timbul
dan anak-anak tak dapat dikendalikan lagi. Tapi..... syukur
tidak demikian halnya di “Republik demokrasi-ku.” Si Tjwan

102 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


mempunyai cita-cita menjadi spesialis penyakit kulit dan
kelamin dan putriku Netty, ia kini analiste di laboratorium
Pusat Penyelidikan dan Pemberantasan Penyakit Kelamin.
Kabar-kabar di luaran mengatakan bahwa Netty sering
tampak bersama-sama dengan seorang apoteker.
Entahlah.......

b) Kedidaktisan Cerpen “Mendidik Anak” karya Chen Chien


An (1958)
Kedidaktisan cerpen “Mendidik Anak” karya Chen Chien
An, dijelaskan sebagai berikut.
 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Mendidik Anak” karya
Chen Chien An (1958)
Alur
Cerpen berjudul “Mendidik Anak” karya Chen Chien
An (1958) mengungkapkan kedidaktisannya melalui alur
linier. Cerpen ini bercerita tentang cara mendidik anak
dengan hambatan-hambatannya dari mulai masa kanak-
kanak hingga dewasa. Semasa kanak-kanak orang tua
harus memperhatikan bahaya yang bisa menimpa anak-
anaknya seperti termakannya barang-barang berbahaya,
atau kecelakaan ketika anak main. Sementara, setelah
dewasa, orang tua harus memperhatikan jangan sampai
anak salah dalam pergaulan.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah tokoh Papih
yang sangat tegas dan disiplin dalam mendidik anak-
anaknya. Tokoh selanjutnya Mami yang memiliki cara
mendidik anak dengan kelembutan dan kasih sayang.
Latar
Latar utama yang ditampilkan berupa ruang rumah
yang selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya. Di ruang

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 103


tersebut, terdapat pula buku-buku yang menjadi bacaan
keluarga.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia dengan ejaan lama. Dalam cerpen ini,
terdapat gaya bahasa metafora seperti pada frasa “anak-
anak orang tidak karuan bangsanja bitjokok2 dan buaja2”,
guna menambah efek keindahan pada bahasa yang
digunakan. Tidak ditemukan kata-kata yang tabu, kotor,
atau kasar dalam cerpen didaktis ini.

 Kedidaktisan Isi Cerpen “Mendidik Anak” karya Chen


Chien An (1958)
Kedidaktisan Aspek Religius
Kedidaktisan aspek religius cerpen “Mendidik Anak”
karya Chen Chien An (1958) berupa tuntunan sikap religius
untuk selalu bersyukur kapada Allah Swt., karena sudah
berhasil melewati hambatan-hambatan dalam mendidik
anak.
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen tersebut
berupa tuntunan bagi orang tua supaya memiliki sikap
moral yang baik. Sikap tersebut dapat terwujud dengan
memiliki keinginan/tekad yang kuat untuk kebaikan masa
depan anak, cermat dan hati-hati dalam memperhatikan
pergaulan anak, harus cakap/pandai secara keilmuan
dengan mencari referensi ilmu mendidik anak, serta
bertindak tegas dalam mengawasi pergaulan anak jika
menemukan gejala penyimpangan pergaulan anak.
Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen ini berupa
tuntunan bagi orang tua supaya memiliki budaya literasi

104 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


yang baik. Budaya tersebut dapat bermanfaat sebagai
upaya peningkatan pengetahuan mengenai cara mendidik
anak berdasarkan keilmuan dari referensi buku bacaan.
Dari bacaan tersebut, orang tua akan mendapat
pengetahuan mengenai ketegasan dalam menegakkan
norma susila dan kepatuhan terhadap anak serta
pembinaan komunikasi yang baik antara orang tua dan
anak.
Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini berupa
tuntunan bagi orang tua, yaitu filosofi tentang mendidik
anak yang memiliki beberapa metode. Dalam cerpen,
digambarkan ada tiga cara mendidik anak, yaitu dengan
ketegasan atau tangan besi, dengan kelembutan kasih
sayang dan pengertian, dan dengan memberikan teladan
yang baik.
Kedidaktisan Aspek Pengetahuan
Kedidaktisan aspek pengetahuan dalam cerpen ini
berupa tuntunan bagi orang tua supaya cerdas dan
memiliki pengetahuan faktual, prosedural, dan konseptual
tentang mendidik anak. Pengetahuan faktual yang
dimaksud berupa ancaman-ancaman dalam mendidik
anak, seperti merosotnya moral masyarakat yang bisa
berimbas pada karakter anak. Sementara itu, pengetahuan
prosedural yang dimaksud berupa tahapan-tahapan
pertumbuhan anak dari balita sampai dewasa. Pada setiap
tahapan pertumbuhan anak, perlakuan dan tindakan
untuk mendidik anak berbeda-beda sesuai dengan usia
dan kematangan emosional anak. Selain itu, terdapat pula
kesadaran terhadap pengetahuan konseptual berupa
konsep bahwa orang tua harus memiliki akhlak yang baik

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 105


jika menginginkan anak yang tumbuh menjadi orang yang
baik pula.

c) Langkah-langkah Pembelajaran Cerpen “Mendidik


Anak” Karya Chen Chien An (1958) dengan Strategi
Pengembangan Karakter Tertulis (Character
Development in Writing Strategies)
Strategi pembelajaran pengembangan karakter
tertulis (character development in writing) diadaptasi dari
Kucer & Cecilia (2006, hlm. 158-159). Konsep dasar dari
strategi pembelajaran ini adalah seorang penulis yang
mahir selalu berfokus pada pengembangan karakter tokoh
ketika mereka mengembangkan ceritanya. Dengan
demikian, strategi pembelajaran pengembangan karakter
tertulis (character development in writing) ini
mengedepankan pembelajaran dengan upaya-upaya
melatih peserta didik untuk dapat mengembangkan
kemampuan menulis dengan menyoroti pengembangan
karakter tiap tokoh dalam membuat cerita.
Dengan menggunakan media atau bahan
pembelajaran berupa cerpen berjudul “Mendidik Anak”
karya Chen Chien An, dan klip video cerpen “Mendidik
Anak”, maka langkah-langkah pembelajaran
pengembangan karakter tertulis ini dijelaskan sebagai
berikut.

PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video cerpen “Mendidik
Anak”, untuk merangsang kepekaan pemikiran, dan

106 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


motivasi belajar peserta didik terhadap cerpen
“Mendidik Anak”.
Kedua
Diskusikan pentingnya pengembangan karakter tokoh
dalam sebuah cerita.
Ketiga
Beri tahu peserta didik bahwa mereka akan menulis
sebuah cerita. Namun, pertama-tama mereka akan
mengkaji karakter-karakter tokoh yang terdapat
dalam cerpen “Mendidik Anak” karya Chen Chien An.
Keempat
Salah seorang peserta didik disuruh membacakan teks
cerpen “Mendidik Anak” karya Chen Chien An, di
depan kelas.
Kelima
Peserta didik yang lainnya membuat catatan berbagai
karakter tokoh yang terdapat dalam “Mendidik Anak”.
Karakter tokoh yang ditemukan peserta didik
diperkuat pendidik dari segi kedidaktisan aspek moral.
Prosedur ini diulang untuk setiap karakter, sehingga
tergambar secara rinci setiap karakter tokoh.
Keenam
Beri peserta didik kesempatan untuk mengemukakan
jaring karakter yang mereka temukan dalam cerpen
“Mendidik Anak”.
Ketujuh
Dengan menggunakan jaring karakter mereka sebagai
panduan, peserta didik menulis cerita dengan tema
dan judul bebas sekitar 1-2 paragraf.
Kedelapan
Peserta didik membacakan cerita mereka yang telah
selesai mereka tulis di depan kelas.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 107


VARIASI
Sebelum memulai langkah-langkah pembelajaran
strategi pengembangan karakter tertulis (character
development in writing), pendidik menampilkan klip video
cerpen “Mendidik Anak” karya Chen Chien An untuk
merangsang semangat keingintahuan peserta didik
tentang cerpen “Mendidik Anak” karya Chen Chien An. Klip
video cerpen “Mendidik Anak” karya Chen Chien An, dapat
juga ditayangkan di akhir pembelajaran sebagai penguatan
terhadap alur cerpen “Mendidik Anak” karya Chen Chien
An.
Setelah peserta didik merasa nyaman dengan strategi
pembelajaran ini, pendidik dapat mendorong peserta didik
untuk menulis cerita yang lebih baik, mengandung
berbagai karakter tokoh dengan suguhan kedidaktisannya
sesuai kaidah dan teori menulis cerita yang baik.

PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Mendidik Anak” Karya
Chen Chien An.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Mendidik Anak”, meliputi kedidaktisan struktur
cerpen dan kedidaktisan isi cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Mendidik Anak”, misalnya
berkaitan dengan literasi numerasi; literasi sains;
literasi digital; literasi finansial; literasi budaya dan
kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi; dan
literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen “Mendidik Anak”

108 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Karya Chen Chien An. Contohnya: tokoh Papi
merupakan tokoh literat, dia memiliki kemampuan
literasi media yang baik terutama pengetahuan yang
berkaitan dengan media cetak berupa buku-buku
pengetahuan, koran, serta pengetahuan literasi budaya
yang baik sehingga mampu berpikir kritis dan waspada
terhadap permasalahan-permasalahan yang
mengancam dalam upaya mendidik anak.

2. Ancangan Pembelajaran Cerpen “Dongeng Sebelum


Tidur” karya Seno Gumira Ajidarma (1995) dengan
Strategi Lintas Sistem Komunikasi (Crossing the
Communication Systems Strategies)

Seno Gumira Ajidarma

Lahir 19 Juni 1958


Boston, Amerika Serikat
Pekerjaan Wartawan, Penulis, Fotografer, Kritikus
Film Indonesia
Kebangsaan Indonesia

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 109


Pendidikan  1994 – Sarjana, Fakultas Film & Televisi,
Institut Kesenian Jakarta
 2000 – Magister Ilmu Filsafat,
Universitas Indonesia
 2005 – Doktor Ilmu Sastra, Universitas
Indonesia
Penghargaan  1987 – SEA Write Award
 1997 – Dinny O’Hearn Prize for Literary
 2005 – Khatulistiwa Literary Award
 2012 – Ahmad Bakrie Award
Sumber: https://jv.wikipedia.org/wiki/Seno_Gumira_Ajidarma

Seno Gumira Ajidarma adalah salah satu cerpenis


Indonesia terproduktif pada periodisasi sastra tahun 1970
sampai 1999. Seperti pada pembahasan sebelumnya tentang
periodisasi sastra Indonesia, pembagian periodisasi sastra
Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut.
1) Periode Sastra Melayu Rendah (1920-1981)
2) Periode tahun 1920-1932
3) Periode tahun 1933-1941
4) Periode tahun 1942-1944
5) Periode tahun 1945-1952
6) Periode tahun 1953-1960
7) Periode tahun 1961-1965
8) Periode tahun 1966-1969
9) Periode tahun 1970-1999
10) Periode tahun 2000-sekarang (2019)
Pada periodisasi sastra tahun 1970 sampai 1999, Seno
Gumira Ajidarma menempati urutan pertama sebagai
cerpenis terproduktif. Selama periodisasi tahun 1970 sampai
1999, Seno Gumira Ajidarma sudah menghasilkan karya
cerpen ratusan judul. Setidaknya lebih dari 200 judul cerpen

110 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


sudah dimuat dalam berbagai media koran, majalah dan buku
kumpulan cerita pendek. Sementara pada periodisasi sastra
tahun 2000 sampai saat ini, Seno masih produktif menulis
cerpen.
Salah satu cerpen karya Seno Gumira Ajidarma tahun
1995 berjudul “Dongeng Sebelum Tidur”. Cerpen berjudul
“Dongeng Sebelum Tidur” karya Seno Gumira Ajidarma
(1995), mengandung nilai kedidaktisan, terutama berkaitan
dengan kasih sayang dan kewajiban seorang ibu dalam
keluarga serta fenomena kecocokan penyampaian dongeng
kepada anak sesuai dengan psikologinya.

a) Teks Cerpen “Dongeng Sebelum Tidur” karya Seno


Gumira Ajidarma (1995)

Dongeng Sebelum Tidur


karya Seno Gumira Ajidarma (1995)
Dimuat dalam Kompas, 22 Januari 1995; dalam Senja dan
Cinta yang Berdarah, 2014. Jakarta: Kompas.

"JADI, MEREKA TIDUR SAMBIL MEMANDANG REMBULAN,


MAMA?"

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Dongeng Sebelum Tidur

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 111


Ibunya hanya tersenyum, memandang ke luar jendela.
Ada rembulan di luar sana.
"Kututup gordennya, Sari?"
"Biarkan begitu Mama, aku ingin memandang rembulan
itu, seperti mereka.
Ibunya menahan sesuatu yang hampir dika- takannya.
Lantas mengecup pipi Sari.
"Selamat tidur Sari."
"Selamat malam Mama."
Lantas ibunya mematikan lampu, menutup pintu,
meninggalkan Sari sendirian.
Sari memiringkan kepalanya, matanya berkedip-kedip
memandang rembulan. la sama sekali tidak bisa tidur.
Malam ini cerita ibunya lain sama sekali. Barangkali
karena simpanan cerita ibunya sudah habis. Dari ibunya Sari
telah mendengar hampir semua cerita. Sejak berumur lima
tahun, ibunya biasa bercerita sebelum tidur, karena kalau
tidak, Sari tidak bisa tidur. Kini Sari sudah berumur sepuluh
tahur. Sudah sekitar 1.825 cerita didengarnya, dan semua
menempel baik-baik di kepala Sari yang terlatih-ia tidak mau
mendengarkan cerita ulangan.
Ibunya, seorang wanita karier yang sibuk, sesibuk-
sibuknya tetap berusaha menceritakan sebuah dongeng
kepada anaknya sebelum tidur. Jika ia berada di luar kota,
atau di luar negeri, ia menelepon tepat pada waktunya untuk
bercerita. Kalau ia mesti mengadakan perjalanan panjang,
dengan pesawat terbang semalam suntuk misalnya, ia
meninggalkan dongengnya dalam rekaman. Ibunya itu bisa
bercerita dengan menarik, habis dulunya suka main
sandiwara sih. Sari sungguh beruntung.
Namun setelah selama lima tahun bercerita setiap
malam, persediaan ceritanya habis. la sudah menghabiskan
kisah Seribu Satu Malam, ia sudah mengingat-ingat sebisanya
semua fabel Aesop, bahkan juga cerita wayang lengkap

112 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


dengan segenap carangan-nya, tapi tak juga ia temukan satu
saja yang belum diceritakannya kepada Sari.
"Barangkali aku sudah mulai tua," keluhnya kepada
sopir.
“Ah, tua bagaimana sih Nyonya, yang menaksir juga
masih banyak begitu kok."
"Huss!”
"Bener lho, itu kata sopir-sopir teman saya."
"Aku ini ditaksir sopir-sopir?"
"Bukan begitu Nyonya, sopir-sopir itu menceritakan
kembali omongan tuannya."
"Jadi yang naksir aku tuan-tuan mereka?"
"Iya!"
"Hmmhh! Ora sudi!"
"Lho, siapa yang bilang harus sudi?"
"Apa mereka tidak tahu aku ini punya suami?"
"Lha itu, makanya?"
"Makanya kenapa?"
"Malah kepingin!"
"O, dasar gemblung!"
"Orang Jakarta, kan, memang gemblung Nyonya."
"Ah, sudahlah, yang jelas aku ini baru bingung,
kehabisan cerita buat Sari. Anak itu kok ya hafal semua cerita
yang sudah kuceritakan. Bingung aku. Coba, semua versi
cerita Asal Mula Padi dari Jawa, Bali, Lombok, sampai Irian
sudah kuceritakan, aku tidak bisa mengingat cerita apa-apa
lagi sekarang. Katak Hendak Jadi Lembu sudah. Burung
Pungguk Merindukan Bulan sudah. Calon Arang sudah.
Bandung Bandawasa sudah. Sangkuriang sudah. Asal Mula
Gunung Batok juga sudah. Aku sudah tidak punya cerita lagi,
sudah lupa, sudah tua, apa kuputerin laser-disc saja,
kuputerin Beauty and the Beast begitu?"
"Lho jangan Nyonya, dongeng seorang ibu sebelum
tidur itu lain dengan laser-disc yang mekanis, diputar untuk
siapa pun keluarnya sama, Nyonya boleh saja canggih, tapi

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 113


harus tetap jadi manusia. Bercerita kepada anak tetap harus
ada hubungan personal."
"Eh, kamu kok pinter?"
"We lha, jelek-jelek gini, kan, drop-out dari universitas
lho Nyonya.”
"Wah, universitas mana?"
"Salatiga!"
“Universitas Salatiga? Drop-out apa dipecat?"
"Aduh Nyonya, mbok jangan menyindir."
"Siapa yang menyindir? Kamu yang merasa sendiri kok!"
Sebelum tiba di rumah, sopir yang jebolan universitas
itu berhasil meyakinkan ia punya majikan,agar mengarang
saja cerita untuk Sari. Ibu Sari setuju. Masalahnya, ia tidak
merasa bisa mengarang. Pandai bercerita tidak harus berarti
pandai mengarang bukan?
"Tapi aku tidak bisa mengarang."
"Ah, kalau cuma cerita menarik, di koran juga banyak"
"Itu bukan cerita, itu berita."
"Berita itu juga cerita kan Nyonya, maksud saya juga
bisa diceritakan?"
"Apa ada berita menarik di koran?"
"Lha itu masalahnya Nyonya, apa ada berita menarik di
koran?"
Mobil sudah hampir sampai rumah.
"Aduh, hampir sampai, bagaimana dong?"
"Lihat saja dulu di koran Nyonya, pasti ada saja satu dua
yang bisa dibacakan."
***
Melewati pintu garasi, Sari sudah menghambur sambil
membawa bonekanya.
"Mama malam sekali sih? Sari sudah ngantuk nih."
"Biasa, kan? Rapat mulur, jalanan macet, tadi, kan,
Mama sudah menelepon dari jalan."
Ibunya menggendong Sari.
"Ayo dong mendongeng, cepetan!"
"Buka sepatu saja belum."

114 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Sembari masih menggendong, ibunya menyambar
koran di meja. Entah koran kapan. Selintas saja disambarnya
judul-judul berita. Ketika ia meletakkan Sari di tempat tidur,
sambil mencopot sepatu tinggi, dan membuka blazer-nya,
sebuah berita menempel di kepalanya. la masih
mempertimbangkan, apakah berita itu akan disulapnya
menjadi sebuah cerita.
"Cerita tentang apa sekarang Mama?"
Ibunya menghela napas. Di manakah batas antara
dongeng dan kenyataan?
"Dengarlah Sari, cerita ini dimulai dengan pengakuan
seorang ibu."
Lantas ibunya membaca berita itu.
Saya sudah tinggal di sini sejak usia delapan tahun
sampai memiliki tiga anak dan seorang cucu. Tiba-tiba saja,
pada usia yang ke-39 sekarang ini -jadi setelah 31 tahun hidup
di sini, setelah saya makin merasa bahwa inilah kampung
halaman saya, kampung halaman anak-anak dan cucu saya-
saya dipaksa pindah dan hanya diberi uang Rp 400.000. Siapa
yang tidak marah diperlakukan seperti itu? Adilkah ganti rugi
dengan nilai sekecil itu?
Saya bersama suami saya memang tinggal di atas
tanah negara. Tapi saya punya KTP, taat membayar PBB dan
tak pernah melawan pemerintah. Kini, setelah rumah saya
terbakar dan dibongkar, setelah barang-barang kami rusak
semua, kami tidak memiliki apa-apa lagi.
Seharusnya mereka tidak membiarkan kami seperti ini.
Kami juga tidak tahu harus ke mana setelah ini.
Apa yang bisa saya lakukan sekarang hanyalah meng
ungsikan sebagian anak-anak saya. Saya kini menu kepastian.
Uang Rp 400.000 untuk kontrak sebuah kelua yang layak,
sangat tidak cukup. Uang sebesar itu hanya bisa dipakai
untuk kontrak rumah ala kadarnya selama tiga bulan. Ini pun
kalau belum naik, dan jika uang itu han dipakai untuk kontrak
rumah saja. Bagaimana jika kami harus menyewa truk untuk
mengangkut sisa barang kami? Saya juga meragukan bisa

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 115


tinggal di rumah susun. Untuk membayangkan saja belum
pernah, apalagi memercayai janji bahwa kami bisa hidup
lebih baik di rumah susun itu nanti...
Lantas, ibunya mencoba bercerita berdasarkan foto
foto yang ada di koran itu, begitu asyik, sampai tak tahu
betapa Sari terperangah.
Dongeng-dongeng sebelum tidur yang diceritakan ibu-
nya biasanya sangat romantis, indah, dan menggambarkarn
suatu alam yang tenang.
Namun kini debu mengepul dalam bayangan Sari,
buldoser menggasak tembok-tembok rumah penduduk,
dalam waktu singkat satu kampung menjadi rata dengan
tanah. Ibu-ibu diseret, anak-anak menangis, dan bapak-
bapak berkelahi melawan para petugas. Sari memejamkan
mata, tetapi ibunya terus bercerita tentang kebakaran yang
berkobar-kobar, jeritan orang-orang yang kehilangan rumah,
dan terik matahari yang seakan menjadi lebih menyengat dari
biasanya.
Ketika mengakhiri ceritanya, dengan gambaran
matahari senja yang bulat, merah, dan besar turun perlahan-
lahan di balik siluet jalan layang yang berseliweran, ibunya
merasa bagai habis berlari lama sekali dan kini terengah-
engah.
"Jadi, mereka tidur sambil memandang rembulan,
Mama?"
Sari masih ingat, ibunya hanya tersenyum, memandang
rembulan di luar jendela, menahan sesuatu yang hampir
dikatakannya, lantas mengecup pipi.
Sari memandang rembulan itu. Kali ini dongeng ibunya
membuat ia tidak bisa memejamkan matanya sama sekali.
Ayahnya, yang baru pulang menjelang dini hari, terkejut
melihat Sari belum tidur ketika membuka pintu kamarnya.
Dilihatnya Sari memandang rembulan sambil menyedot ibu
jari.
"Ada apa?" la bertanya kepada istrinya yang masih
menonton CNN.

116 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Istrinya menunjuk koran yang dibacanya tadi. Suaminya
membaca selintas.
"Kamu bercerita tentang penggusuran?"
Istrinya tidak menjawab, malah balik bertanya.
"Kamu tidak akan memberedelnya hanya karena
membuat Sari tidak bisa tidur, kan?"
Suaminya hanya mendengus. la menyingkap gorden,
melihat rembulan yang terang di atas pohon palem.
TAMAT

b) Kedidaktisan Cerpen “Dongeng Sebelum Tidur” karya


Seno Gumira Ajidarma (1995)
Kedidaktisan cerpen “Dongeng Sebelum Tidur” karya
Seno Gumira Ajidarma (1995), dijelaskan sebagai berikut.
 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Dongeng Sebelum Tidur”
karya Seno Gumira Ajidarma (1995)
Alur
“Dongeng Sebelum Tidur” karya Seno Gumira
Ajidarma mengungkapkan kedidaktisannya melalui
pengaluran linier. Cerpen ini mengisahkan kesibukan
seorang wanita karier sekaligus sebagai seorang ibu. Dia
tidak melupakan kewajibannya untuk memberikan
perhatian dan kasih sayang kepada anak dan suaminya.
Salah satu bentuk perhatian terhadap anaknya adalah
selalu menceritakan sebuah dongeng kepada anaknya
sebelum tidur.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Mama Sari.
Tokoh tersebut digambarkan sebagai sosok wanita karier,
tapi ia tidak pernah absen memberikan dongeng kepada
anaknya sebelum tidur. Tokoh lainnya ayah yang
bertanggung jawab dalam mencari nafkah untuk keluarga.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 117


Serta tokoh sopir yang memiliki sikap tanggung jawab atas
tugas dan pekerjaannya.
Latar
Latar tempat dalam cerpen ini berupa latar ruang,
yaitu rumah Mama Sari. Latar waktu yang ditunjukkan
dalam cerpen ini adalah malam hari. Latar suasana
menggambarkan keterkejutan tokoh Sari terhadap cerita
mamanya tentang penggusuran tempat tinggal, sehingga
ia tak bisa memejamkan matanya karena cerita tersebut.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia standar. Bahasa dalam cerpen tidak
memuat kata-kata kotor, tabu, atau kasar.

 Kedidaktisan Isi Cerpen “Dongeng Sebelum Tidur” karya


Seno Gumira Ajidarma (1995)
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen ini di
antaranya sikap berakhlak mulia, yaitu kasih sayang
seorang ibu kepada seorang anaknya. Aspek moral
selanjutnya berupa cakap, kreatif mengembangkan ide
untuk jadi bahan cerita mendongeng, serta sikap tanggung
jawab seorang ibu dalam keluarga.
Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen ini di
antaranya menjunjung tinggi nilai luhur tradisi
mendongeng kepada anak. Melalui mendongeng, orang
tua dapat membina hubungan personal yang baik dengan
anaknya. Fenomena didaktis lainnya berupa nilai-nilai
tatanan sosial emansipasi wanita. Sebagai wanita karier,
tokoh dalam cerpen ini tidak digambarkan melupakan
tugas utamanya sebagai seorang ibu dalam keluarga.

118 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini berupa
filosofi hidup yang penuh dengan kekerasan,
ketidakadilan, serta ketimpangan ekonomi. Selain itu,
terdapat pula penyampaian pesan kepada anak supaya
dapat menumbuhkan rasa sosial terhadap orang lain yang
membutuhkan.
Kedidaktisan Aspek Ilmu Pengetahuan
Kedidaktisan aspek ilmu pengetahuan dalam cerpen
ini berupa ilmu sosiologi tentang pengetahuan faktual
masalah sosial ekonomi masyarakat, tentang kemiskinan,
ketidakadilan, dan politik. Dengan pengungkapan
gambaran fakta-fakta sosial tersebut, diharapkan kita
dapat bersikap dan berperilaku sosial dengan baik dan
tumbuh rasa sosial yang baik dalam diri kita. Fenomena
didaktis lainnya berupa tuntunan prosedural atau langkah-
langkah mudah untuk membuat suatu cerita. Selain itu,
fenomena didaktis lainnya berupa pengungkapan
konseptual cerita-cerita dongeng Nusantara.

c) Langkah-langkah Pembelajaran Cerpen “Dongeng Sebelum


Tidur” karya Seno Gumira Ajidarma (1995) dengan Strategi
Lintas Sistem Komunikasi (Crossing the Communication
Systems Strategies)
Strategi pembelajaran lintas sistem komunikasi
(crossing the communication systems) diadaptasi dari
Kucer & Cecilia (2006, hlm. 160-161). Secara garis besar
konsep strategi pembelajaran ini yaitu makna dapat
dihasilkan melalui berbagai sistem komunikasi: bahasa,
seni, matematika, musik, dan gerakan. Mengubah makna
dari satu sistem komunikasi ke yang lain dapat menambah
wawasan baru dan pemahaman yang lebih mendalam
tentang makna informasi.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 119


Dengan memanfaatkan bahan materi berupa teks
cerpen “Dongeng Sebelum Tidur” karya Seno Gumira
Ajidarma, klip video cerpen “Dongeng Sebelum Tidur”, dan
lagu berjudul “Dongeng Sebelum Tidur” yang dinyanyikan
oleh Wayang Band, maka langkah-langkah strategi
pembelajaran lintas sistem komunikasi (crossing the
communication systems) sebagai berikut.
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video cerpen “Dongeng
Sebelum Tidur” untuk merangsang kepekaan
pemikiran, dan motivasi belajar peserta didik
terhadap pembelajaran cerpen “Dongeng Sebelum
Tidur”.
Kedua
Perkenalkan peserta didik pada teks cerpen “Dongeng
Sebelum Tidur” karya Seno Gumira Ajidarma, dan
minta mereka membacanya untuk tujuan memahami
ide-ide dasar yang disampaikan penulis. Pembacaan
ini dapat dilakukan oleh pendidik atau oleh peserta
didik membaca dalam kelompok kecil atau secara
mandiri.
Ketiga
Setelah teks cerpen “Dongeng Sebelum Tidur” dibaca,
para peserta didik menuliskan ide-ide atau pesan-
pesan yang disampaikan melalui teks cerpen
“Dongeng Sebelum Tidur” tersebut pada papan tulis
atau pada buku tulis masing-masing.
Keempat
Pendidik membimbing diskusi peserta didik,
mengenai pesan-pesan didaktis teks cerpen “Dongeng
Sebelum Tidur” karya Seno Gumira Ajidarma.

120 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Kelima
Pendidik memutuskan hasil diskusi dengan
menentukan salah satu sistem komunikasi yang akan
digunakan untuk belajar membandingkan pesan-
pesan didaktis dari cerpen “Dongeng Sebelum Tidur”
dengan pesan-pesan dari lagu yang berjudul
“Dongeng Sebelum Tidur” yang dinyanyikan oleh
Wayang Band.
Keenam
Pendidik memperdengarkan lagu yang berjudul
“Dongeng Sebelum Tidur” yang dinyanyikan oleh
Wayang Band, yang sudah dipersiapkan sebelumnya,
memanfaatkan tape recorder atau laptop. Kemudian
peserta didik menulis pesan-pesan yang disampaikan
oleh lagu berjudul “Dongeng Sebelum Tidur” yang
dinyanyikan oleh Wayang Band.
Selanjutnya peserta didik membuat teks alternatif/
karangan bebas dalam kelompok kecil atau mandiri
dengan mengembangkan pesan atau isi teks lagu yang
diperdengarkan tadi.
Ketujuh
Peserta didik membacakan teks alternatif (teks bebas)
yang mereka tulis di depan kelas.

VARIASI
Variasi pembelajaran dapat awali dengan mendengarkan
lagu “Dongeng Sebelum Tidur” terlebih dahulu kemudian
membandingkannya dengan cerpen. Teks ini kemudian
disampaikan melalui penulisan teks.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 121


PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Dongeng Sebelum Tidur”
Karya Seno Gumira Ajidarma.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Dongeng Sebelum Tidur”, meliputi
kedidaktisan struktur cerpen dan kedidaktisan isi
cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kesamaan pesan dari lagu
“Dongeng Sebelum Tidur” dan pesan didaktis cerpen
“Dongeng Sebelum Tidur”, bahwa pada dasarnya
dongeng sebelum tidur itu sebagai pengantar tidur
untuk mimpi yang indah. Sebaiknya, dongeng sebelum
tidur itu hendaknya menggambarkan keindahan bukan
kerusakan atau kebrutalan.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Dongeng Sebelum Tidur”,
misalnya berkaitan dengan literasi numerasi; literasi
sains; literasi digital; literasi finansial; literasi budaya
dan kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi;
dan literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen “Dongeng Sebelum
Tidur” karya Seno Gumira Ajidarma. Contohnya: tokoh
Mama Sari merupakan tokoh literat, dia memiliki
kemampuan literasi budaya yang baik terutama
pengetahuan yang berkaitan dengan dongeng-dongeng
nusantara, sehingga dengan kemampuan literasi
budayanya, tokoh Mama Sari mampu memanjakan dan
memberikan kasih sayang terhadap anaknya dengan
menceritakan sebuah dongeng setiap hari kepada
anaknya.

122 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Bahan Materi Lirik Lagu “Dongeng Sebelum Tidur” oleh
Wayang Band
Dongeng Sebelum Tidur
oleh Wayang Band
Di malam ini aku tak dapat memejamkan mata
Terasa berat bagai diri terikat mimpi, oh...
Kuingin satu, satu cerita, mengantarku tidur, biar 'ku
terlelap
Mimpikan hal yang indah, lelah hati tertutupi

Dongeng sebelum tidur, ceritakan yang indah biar 'ku


terlelap
Dongeng sebelum tidur, mimpikan diriku, mimpikan yang
indah

Gelisah 'ku tak menentu, pikiran melayang (pikiran


melayang)
Di benakku hanyalah ada lelah yang terasa

Dongengmu sebelum tidur, ceritakan yang indah biar 'ku


terlelap

Dongeng sebelum tidur, ceritakan yang indah biar 'ku


terlelap
Dongeng sebelum tidur, mimpikan diriku, mimpikan yang
indah

Dongeng sebelum tidur, ceritakan yang indah biar 'ku


terlelap
Dongeng sebelum tidur, mimpikan diriku, mimpikan yang
indah

Aneka banyak cerita, ceritakanlah semua hingga ku terlelap

Dongeng sebelum tidur, mimpikan diriku, mimpikan yang


indah

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 123


Dongeng sebelum tidur, ceritakan yang indah biar 'ku
terlelap
Dongeng sebelum tidur, mimpikan diriku, mimpikan yang
indah
Dongengmu sebelum tidur, oh...

Sumber:
https://www.wowkeren.com/lirik/lagu/wayang/dongeng.html

4. Ancangan Pembelajaran Cerpen “Pesan bagi Anakku


Padjar” karya Idrus Ismail (1963) dengan Strategi
Mengkloning Penulis (Cloning an Author Strategies)
Idrus Ismail dilahirkan di Sumbawabesar, Sumbawa, 17
Agustus 1937, dan menghembuskan napas terakhir di
Jakarta, 20 Januari 1998. Pendidikan SD ditempuhnya di
Ujungpandang, SMP dan SMA di Malang (1955), dan
terakhir menyelesaikan pendidikan di Fakultas Sosial Politik
UGM (1961). Ia kemudian masuk AURI dan bekerja di PT
Nurtanio Bandung dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel
TNI-AU. Cerpen-cerpennya dimuat dalam Aneka, Minggu
Pagi, Budaya, Sastra, Horison, Budaya Jaya, dan Harian
Kompas.
Sumber: Hasanuddin, W.S, dkk. (2013, hlm 347).

a) Teks Cerpen “Pesan Bagi Anakku Padjar” karya Idrus


Ismail (1963)

Pesan Bagi Anakku Padjar


karya Idrus Ismail (1963)

Cemas cemas harap, cemas cemas harap, begitulah


rasa hati ayah dan ibumu ketika itu anakku. Terhapus rasanya
segala keringat oleh kerinduan, tertawar segala kecemasan

124 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


oleh harapan. Tetapi harapan dan kerinduan itu pula yang
mendatangkan kecemasan. Semuanya berbaur dalam hati
ayah ibumu ketika itu anakku, berselang-seling dengan
keinginan dan impian serta doa. Ketika itu kau sudah 6 bulan
dalam kandungan ibumu. Setahun lebih sebelum itu
kandungan ibumu sudah 4 bulan usianya ketika itu ibu
terpeleset di kamar mandi dan perutnya terantuk ke sudut
bak. Rahim ibumu tergoncang karenanya. Pulang balik ayah
dan ibumu ke dokter, anakku. Tetapi pendarahan ibumu tidak
juga dapat dihentikan bukan main menderita, anakku. Ibumu
mengaduh sepanjang hari dan ingin membanting-banting diri
kesakitan. Dan akhirnya dalam keadaan sudah pucat pasi
serta lemah sekali karena sudah banyak kehilangan darah
ibumu ayah bawa ke rumah sakit. Dan betapa terkejutnya
ayah ketika dokter yang memeriksa keadaan ibumu berkata:
“Sayang terlambat. Kalau sekiranya dua tiga hari setelah
mulai pendarahan itu dibawa kemari masih tertolong. Tetapi
sekarang kandungannya terpaksa harus digugurkan untuk
menolong ibunya. Sediakan saja donor barangkali
diperlukan.” Ayah tidak tahu kemana makian ayah hendak
ayah lontarkan. Apakah kepada diri kami yang tidak tahu apa-
apa karena tidak punya pengalaman, justru jauh pula dari
orang tua? Atau kepada tetangga-tetangga kami yang tidak
merelakan waktunya untuk memberi petunjuk atau justru
karena masing-masing mereka yang keliru? Ataukah kepada
dokter yang kami datangi sebelum itu tidak juga
memberitahukan kepada ayah dan ibumu betapa bahayanya
sudah keadaaan dan tidak sanggup menyelamatkan
kandungan ibumu? Padahal pendarahan sampai berlangsung
seminggu. Ataukah ke langit yang biasa ditunjuk-tunjuk
orang, kepada yang menciptakan dan kuasa mematikan benih

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 125


di rahim ibumu itu? Ibumu terpaksa dioperasi dan menginap
di rumah sakit selama seminggu.
Baru setelah kau berusia 6 bulan dalam kandungan
ibumu Ayah dan ibumu bisa memaafkan semuanya. Ibumu
berkata kepada ayah, "Kiranya Tuhan memang hendak
menolong kita." rupanya yang Maha Kuasa tidak mau kau
dilahirkan di rumah tumpangan Ayah dan ibumu ketika itu,
rumah tumpangan yang cuma terdiri atas satu kamar di
bagian belakang rumah orang. Satu kamar yang tidak pula
besar di mana kami tidur makan, bekerja, duduk-duduk masa
di empernya. Sebuah kamar berdinding setengah batu,
berjajar dengan gudang, kamar mandi dan kakus penghuni
rumah induk. Rupanya yang Maha Kuasa hendak menolong
ayah dan ibumu dari kesulitan yang lebih jauh. Pemeliharaan
kandungan, anakku, ongkos-ongkos yang harus dikeluarkan
sampai melahirkan dan pemeliharaan bayinya tidak sedikit
sedang penghasilan ayah bukan main kecilnya. Hanya karena
kepandaian ibumu saja semua pengeluaran rumah tangga
bisa tertutup. Memang inilah salah satu kepandaian wanita-
wanita yang suaminya berpenghasilan kecil dalam keadaan
harga serba mahal tetapi masih bisa mengatur rumah
tangganya menjadi surga, walaupun sebenarnya cuma
terletak di hati.
Pembiayaannya tidak sedikit kata ayah, anakku, karena
memang benar demikian. Begitulah keadaannya pada masa
kami. Setidaknya begitulah keadaannya ketika kau masih
dalam kandungan dan dilahirkan. Memang benar, anakku,
ada juga anak-anak orang pergelandangan anak-anak orang
yang tidak punya rumah dan hidup dari hasil menadahkan
tangan kepada welas hati orang-orang lalu dengan
menjulurkan tangan kepada orang-orang yang sedang makan
di warung-warung yang akhirnya melemparkan uang serupiah

126 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


dua dipaksa kekesalan hati melihat lalat biru hinggap pada
seleranya, selamat dan lahir juga. Tetapi bagi mereka asal bisa
hidup sedang keinginan kita adalah hidup yang layak sebagai
manusia. Dan lebih dari itu anakku sudah jadi ketetapan hati
ayah dan ibumu untuk memberikan kepada anak-anak kami
segala yang terbaik. Pemeliharaan yang terbaik, yang terbaik,
segala kebutuhannya yang terbaik pendidikan dan
pengajaran yang terbaik dan sekarang pun ayah dan ibumu
masih juga berusaha untuk itu, anakku detik kalau sekiranya
semua ini tidak terpenuhi, anakku, maafkan ayah dan ibumu
serta masyarakat angkatan kami karena memang patut
disalahkan. Tetapi kami sudah memberi apa yang terbaik yang
ada pada kami ketika ini. Dan sebaiknya kau ingat pula
anakku, kami tidak berdiri sendiri. Ayah dan ibumu bukan
berdua saja mendiami sebuah pulau. Banyak memang orang
berkata, anakku, bahwa kita manusia dilahirkan dalam
keadaan yang sama. Semua kita dilahirkan dalam keadaan
telanjang bulat ke dunia ini. Tetapi mereka lupa bahwa kita
tidak disambut oleh keadaan yang serupa bahkan tidak jarang
orang kesempatan yang tidak sama. Kita tidak disambut oleh
selimut yang sama tebalnya, tidak disambut oleh popok yang
sama baiknya, tidak diterima oleh rumah sakit yang sama
mahalnya, dan
susu yang sama manisnya.
Semoga demikian pula ketetapan hatimu atas anak-
anakmu, anakku, dan anak-anakmu kepada anak-anak
mereka dan seterusnya. Orang tua sebenarnya hanyalah
penanam benih dan anak-anak merekalah yang tumbuh dan
berdaun serta berkembang. Berdirilah kau di pundak yah dan
ibumu anakku, jangkaulah cita-citamu dengan harapan kami
orang tuamu serta sediakan bahumu jadi tempat bertopang
anak-anakmu untuk meraih cita-cita mereka jadi manusia

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 127


yang baik serta berguna untuk kebaikan. Setiap orang tua
haruslah berdoa dan berusaha agar kebaikan saja yang
melingkungi anak-anaknya, menjadi bumi tempatnya
berpijak, langit yang menaunginya, di kiri kanan, depan
belakangnya.
Kau harus berusaha, anakku, kelak anak-anakmu
keadaannya lebih baik dan kau seperti juga kami setelah
berusaha demikian padamu, seperti juga kakek-kakek mu
terhadap kami. Ayah bapak seorang sopir, anakku, jabatan
yang dilihat dengan sebelah mata oleh orang-orang semasa
ayah muda. Ayah bangga kepadanya karena beliau telah
sanggup menaikkan Ayah anaknya ke tingkat yang lebih
terpandang di mata orang di zaman itu dan ayah bangga
kepada apa yang telah ayah capai justru Ayah cuma anak
seorang sopir. Barangkali kalau ayah anak seorang kepala
jawatan atau bupati yang tidak perlu berhemat hemat isi
perut dan pakaian untuk membiayai pendidikan anaknya,
tidak sebesar ini kebanggaan ayah. Ayah bangga pula karena
apa yang telah disusukan ke mulut Ayah, apa yang disuapkan
ke perut ayah oleh kakekmu bukan hasil ketidakjujuran.

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Pesan bagi Anakku Padjar
Menjelang kelahiran mu, anakku, Ayah berusaha sekuat
tenaga untuk mengumpulkan segala kebutuhanmu dan
keperluan ibumu. Dari sebulan ke sebulan kami kumpulkan,

128 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


sedikit demi sedikit. Begitu banyaknya yang harus disediakan:
pembayar dokter, popok-popok, gurita-gurita, baju dalam
baju luar, bedong, selimut dan ah banyak lagi. Dan nenek
serta kakek dari pihak ibumu yang telah menjemput kami
menjaga ibumu dengan ketelitiannya dan penuh kasih
sayang, barangkali karena bukan saja bagi ayah kau akan lahir
sebagai anak pertama, tetapi dari pihak kakekmu dan ibu kau
juga akan lahir sebagai cucu pertama.
Tetapi betapa ayah percaya pada diri sendiri, bahwa
ayah akan sanggup memenuhi segala keperluanmu walaupun
ternyata kemudian tidak juga semua. Ayah berkata kepada
ibumu: "Bila perlu potong-potong lah kain sarung ku untuk
popoknya, gunting-guntinglah bajuku untuk pakaiannya."
Kami memang tidak punya apa-apa, anakku, tidak punya apa-
apa dalam arti sebenarnya. Atap tempat kami bernaung pun
atap rumah tinggal kakekmu. Meja makan tempat kami
makanpun adalah meja kakekmu. Yang ada pada Kami cuma
harapan, kesediaan untuk bekerja sekuat tenaga, kesediaan
menderita dan penyerahan kepada putusan yang Maha
Kuasa.
Ya, anakku, bagi ayah dan ibumu ketika itu dan sekarang
juga, anak adalah segala kerinduan, anak adalah segala
sarapan. Semoga kau dan adik adikmu, anakku, kalau yang
Maha Kuasa, mengaruniakan mereka kepada kami, tidak
mengalami pengalaman-pengalaman buruk yang telah ayah
dan ibu alami. Sebaliknya juga mengecap segala kelegaan
yang telah kami rasakan bahkan lebih dari itu hendaknya.
Bermacam gambaran yang dilahirkan oleh kerinduan dan
harapan datang ke mata ayah dan ibumu bila kami sudah
berbaring di ranjang malam-malam. Bayangan-bayangan
kehebatan yang kami harapkan melengkapi dirimu bila kau
sudah besar yang diwarnai oleh mimpi-mimpi indah ayah dan

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 129


ibumu. Bukankah impian juga perlu? Impian juga bisa menjadi
landasan untuk segala usaha, anakku.
Kalau kami lihat gambar jendral yang gagah di surat-
surat kabar, kami mimpikan kau jadi jenderal. Kalau kami
ingat keenakan orang-orang yang diberi oleh kesempatan
waktu untuk melihat-lihat negeri lain, kami inginkan kau jadi
seorang duta besar yang memang besar. Kalau kami
mendapat pengalaman-pengalaman yang kurang
menyenangkan ketika berhadapan dengan dokter atau ibumu
sakit, kami inginkan kau jadi dokter, kalau ayah ingat
jembatan-jembatan rusak di daerah kelahiran ayah yang
dilupakan pula oleh waktu ayah inginkan kau jadi insinyur.
Kalau kami ingat kehebatan presiden dan kekuasaan yang ada
pada jabatan-jabatan seperti itu kau mimpikan kau jadi
presiden. Kalau kami dengan pembicaraan orang tentang
anak yang pandai dan biji rapotnya baik-baik, kami mimpikan
kau lebih pandai dari dia. Kalau kami dengar ada anak kecil
yang berusaha mengembalikan dompet yang ditemukannya
di jalan kepada pemiliknya kami inginkan kau lah itu.
Laki-laki atau perempuan? Ayah mengatakan bahwa
kalau kau laki-laki kau akan bisa cepat-cepat membantu adik-
adikmu. Semoga Tuhan mengaruniai kami dengan mereka,
karena ayah pun akan segera bertambah tua, anakku. Ibu
mengatakan kalau perempuan kau cepat bisa membantu
ibumu karena ibumu pun akan segera tua dan banyak
kehilangan tenaga untuk mendidik rumah tangga dan adik-
adikmu. Ah, memang sebetulnya lebih baik kalau sekiranya
kau dilahirkan bersaudara kembar, kembar dua, lelaki dan
perempuan. Tetapi akhirnya sadar juga kami: segala yang
harus kami sediakan tentunya harus dilipatkan dua pula
jumlahnya. Dan kami menyerah juga lelaki atau perempuan
sama baiknya. Kata ibumu: "Yang penting dia selamat dan dia

130 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


anak kita." Kami berdoa dan berdoa. Kita memang tidak boleh
menyerah. Kepada nasib kepada apapun kecuali kepada-Nya.
"Eh, dia akan berbahasa apa nanti,” tanya kakekmu
dengan tertawa. Ayah dan ibumu berlainan suku dan masing-
masing dibesarkan dengan bahasa daerah sendiri-sendiri.
Sehari-hari Ayah dan ibumu berbahasa Indonesia.
"Dia akan berbahasa daerah kita," kata ibumu
menunjuk bahasa daerahnya. “Karena anak kecil biasanya
lebih dekat kepada ibunya apalagi tinggalnya di daerah ini
pula.”
"Atau bahasa Indonesia," kata kakekmu.
"Bahasa apa saja asal dia tidak bisu," kata ayah.
Dari bulan ke bulan kandungan Ibu mau bertambah
besar juga. Akhirnya suatu pagi ibumu mengaduh-ngaduh
kesakitan sambil memegang perutnya. Ibumu seperti ingin
membanting-banting dirinya sambil menangis tersedu-sedu
Ayah cemas juga.
“Mengapa kau?” tanya ayah dengan gugup.
“Sakit....,” sahut ibumu tertahan-tahan oleh kesakitan.
“Mana yang sakit?”
“Semuanya.......”
Tertegun juga ayah. Hari masih gelap.
Bidan mau lahir barangkali, kata ayah.
“Entahlah, sahut ibumu dalam kesakitannya dengan gigi
terkatup dan muka meringis.
“Kan aku belum pernah melahirkan.”
Repot juga ayah.
“Sudah waktunya,” kata nenekmu yang ayah panggil.
Cepat masukan barang-barangnya ke dalam koper dan
panggil becak. Jangan lupa popok-popoknya dan obat-
obatnya.”

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 131


Ayah sibuk dan kakekmu demikian pula tetapi terlihat
juga kegugupan beliau karena perintahnya tidak
berketentuan lagi. Kami bawa ibumu ke bidan tempat ibumu
selalu memeriksakan kandungannya.
Ayah gelisah menunggu di luar. Nenekmu menjaga
ibumu dalam kamar bersama bidan yang tenang-tenang saja
keluar-masuk dan ayah jengkel melihat ketenangannya itu.
Waktu betapa panjang dan menggelisahkan dalam keadaan
demikian itu, lebih-lebih setelah ayah dengar pekikan ibumu.
Dan bidan itu, iya keluar masuk dengan tenang-tenang saja
sambil sekali-kali melemparkan senyumnya kepada ayah. Dari
kamar-kamar sebelah terdengar bayi menangis. Tiga empat
bayi suaranya. Apakah ibumu akan selamat? Apakah
kandungannya akan lahir dengan selamat sehat dan
sempurna? Ayah berusaha memusatkan pikiran untuk
berdoa. Tiga empat bayi terdengar suaranya menjerit-jerit.
Merokok cuma merepotkan saja. Lalu tiba-tiba keluar
nenekmu.
"Sudah lahir," kata beliau.
"Laki-laki," beliau tersenyum.
"Selamat?" tanya ayah.
"Selamat."
"Sudah lahir?"
"Sudah."
"Alhamdulillah," kusik ayah.
"Setengah sebelas tadi."
Setengah sebelas. Ayah ingat hari itu tanggal 22 Mei
1963, hari Rabu, 10.30, tanggal 22 Mei 1963 hari Rabu. Hari
Rabu tanggal 22 Mei 1963. Jam 10.30.
Tahun 1963, bulan Mei tanggal 22 haduh. Ayah
meregangkan tubuh. Hari Rabu jam 10.30. Sebentar
kemudian ayah dipanggil masuk.

132 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Kecil kau, anakku, dan merah. Nenekmu memungut kau
dari ranjang lalu diserahkannya ke dalam gendongan ayah.
Matamu memandang muka Ayah ke atap, ke kanan dan ke
kiri. Ayah tidak sanggup berkata-kata. "Senang ya!" kata bidan
yang sudah berumur itu.
Ayah diam saja.
"Sekarang sudah jadi bapak."
Ayah diam juga.
"Kelahiran anak pertama kali Pak," katanya lagi.
Ayah masih tidak sanggup berkata-kata.
Kemudian Ayah berpaling ke arah ibumu. Ibumu
terbaring di ranjang. Pucat pasi tetapi tersenyum pula.
"Beratnya tiga kilo dua puluh", kata nenekmu.
"Tiga kilo dua puluh itu termasuk besar, kata dia," kata
bidan itu.
"Rambutnya panjang," kata ayah.
"Panjangnya lima puluh lima centi," kata nenekmu.
"Mukanya mirip Papinya saja," tambah bidan itu.
"Lahirnya lancar," kata nenekmu "jadi kepalanya baik
panjang ke atas".
"Sekarang cari saja nama," kata bidan kau itu.
"Merah," kata ayah dan ayah ingat kata ibumu waktu
lahirnya putih besarnya dia hitam, kalau merah kulitnya akan
jadi putih.
Ayah tersenyum saja dan tersenyum.
Bidan itu keluar dan nenek pun keluar.
"Tidak apa-apa?" kepada ibumu setelah pintu mereka
rapatkan.
Ibumu menggeleng.
"Sakitnya luar biasa," kata ibumu.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 133


"Waktu lahirnya tidak seberapa. Tetapi mulesnya
sebelum itu setengah mati sakitnya. Barangkali dia sedang
mencari-cari jalannya keluar."
"Aku dengar kau memekik," kata ayah.
“Terdengar dari luar?”
"Ya."
"Sakitnya setengah mati."
"Laki-laki," kata ayah.
Ibumu tersenyum. "Katanya kalau laki-laki lahirnya
lancar."
"Dahinya lebar," kata ayah sambil menatap mukamu
anakku, "pandai anak ini rupanya," ibumu tersenyum.
"Badannya masih bengkak" kata ibumu "kalau sudah
kena angin nanti kempes lagi".
"Putih rupanya nanti."
"Hitam barangkali."
"Ah.”
"Mengapa pula kalau dia memang hitam?"
Ayah tertawa karena memang tidak apa-apa.
"Badannya berbulu,” kata ayah.
"Biasa."
"Masih sakit?"
"Sedikit. Perut yang masih mules," Ibumu terbaring di
ranjang tidak bergerak karena memang begitulah perintah
bidan.
Setelah nenekmu masuk ayah serahkan kau ke dalam
gendongan beliau dan ayah terus keluar. Kakek perlu segera
diberitahu. Ayah berlari-lari keluar dan naik ke becak tanpa
ditawar.
Masih berapa meter jarak kami, kakekmu yang rupanya
sengaja menunggu di depan rumah sudah berteriak,
"Bagaimana?"

134 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


"Sudah."
"Udah lahir? "
"Sudah."
"Apa?"
"Laki-laki."
"Laki-laki?"
"Laki-laki."
"Selamat?" tanya kakekmu sambil tersenyum.
"Selamat!"
"Kita ke sana dahulu."
Pada langkahnya, pada wajahnya, pada kopiahnya yang
tidak sempat dibenarkan letaknya, pada bajunya yang tidak
teringat untuk dikancingkan terbayang kelegaan dan
kesenangan beliau. Kau adalah cucu pertama kakek dari
ibumu, anakku, dan laki-laki pula seperti harapan beliau.
"Sudah diadzankan?" tanya kakekmu.
"Sudah".
Ayah sampai lupa makan, anakku. Padahal dari pagi
tidak setetespun air, tidak sebutirpun nasi masuk
kekerongkongan ayah. Sampai sore ayah berkeliling ke rumah
paman-paman, bibi-bibi, dan uwa-uwa ibumu dan
memasukkan kawat mengabarkan kelahiranmu kepada
kakekmu dari pihak ayah. Sorenya ayah kembali lagi
menjenguk kau dan ibumu dan ayah seperti tidak jemu-
jemunya memandang kalian.
Begitulah, anakku, lalu ayah dan ibumu menamakan
kau Padjar yang ayah sambungkan dengan nama ayah, nama
yang jauh sebelum kau hadir dalam rahim ibumu sudah Ayah
dan ibumu sediakan, dengan harapan semoga kau akan
membawa Padjar ke tengah kehidupan orang tuamu dan
seluruh keluarga, semoga kau akan selalu jadi Padjar di

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 135


tengah kegelapan dimanapun juga. Semoga kau akan selalu
membawa cahaya kepercayaan dan keyakinan kau anakku.
Ah, betapa rakusnya kau menetek, anakku. Kau seperti
tidak pernah kenyang-kenyang dan ibumu berkata bahwa
kalau anak perempuan meneteknya jauh lebih sedikit. Betapa
rakusnya kau. Kerakusan yang menggelikan dan juga
menggembirakan, sebab ayah dan ibumu ingin kau sehat dan
cepat-cepat besar. Tapi kau tahu, anakku? Setiap kali
menetekkan kau ibumu menangis tersedu-sedu kesakitan.
Dengan gusimu yang belum bergigi dihari-hari pertama itu,
kau telah menggigit bulatan pelindung mata susu ibumu.
Betapa tersiksa, anakku. Tetapi kadang-kadang dalam
menahan kesakitan itu juga ibumu tersenyum melihat
matamu yang besar memanjang wajahnya walaupun
sebenarnya pada hari-hari itu matamu belum melihat. Ah,
betapa lucunya kau. Betapa menggembirakan kami melihat
tindak-tandukmu. Semuanya kami beri arti. Segalanya kami
pandang punya maksud karena kau sendiri belum bisa
mengatakan sendiri selain dengan tangismu.
Satu bulan usiamu, anakku, beratmu bertambah jadi
empat setengah kilo. Semua orang mengatakan kau gemuk
dan sehat. Dua bulan usiamu timbanganmu bertambah lagi.
Lima setengah kilo. Kau bertambah gemuk lagi. Tapi ayah dan
ibumu bertambah kurus karena malam hari kau rewelnya
setengah mati. Kau selalu bangun malam hari dan membuat
ayah dan ibumu mengalami kurang tidur. Beberapa
perubahan yang terjadi pada dirimu selalu membuat kami
khawatir karena kami takut kau sakit, anakku. Dan nenekmu
selalu menawarinya dengan berkata, "Ah, tidak apa-apa. Bayi
memang biasa begitu." Begitu banyak pengorbanan ibumu,
anakku, karena itu ayah harapkan dari kau dan adik-adikmu
untuk tidak pernah melupakan ibumu.

136 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Tapi bagaimanapun kami gembira, anakku, ayah dan
ibumu gembira serta bangga. Sejak hari itu, anakku, milik
ayah yang terdekat: ibumu dan kau milik ibumu yang
terdekat: ayah dan kau anaknya.
Pesan ayah yang terakhir, anakku, jadilah kau orang besar,
orang besar yang betul-betul besar, karena orang setengah-
setengah biasanya malah menjadi air segala macam kesulitan
bagi orang lain. Sekianlah anakku. Cepatlah besar...

b) Kedidaktisan Cerpen “Pesan bagi Anakku Padjar” karya


Idrus Ismail (1963)
Kedidaktisan cerpen “Pesan bagi Anakku Padjar” karya
Idrus Ismail (1963), dijelaskan sebagai berikut.
 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Pesan bagi Anakku
Padjar” karya Idrus Ismail (1963)
Alur
Cerpen berjudul “Pesan bagi Anakku Padjar”
mengungkapkan kedidaktisannya melalui alur kilas balik
(flashback). Cerita tentang perjuangan orang tua dalam
melahirkan, merawat dan membesarkan seorang anak.
Orang tua mempunyai harapan-harapan yang baik dan
cita-cita besar untuk anaknya. Fenomena didaktis, pesan
didaktis, dan tuntunan didaktis yang disajikan berkaitan
dengan perjuangan orang tua dalam menjaga dan
menyayangi anaknya yang dimulai sejak masih dalam
kandungan. Pesan didaktis orang tua disampaikan kepada
anaknya agar kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa,
bangsa, dan agama.
Tokoh
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah tokoh Ayah
yang berperan sebagai penutur cerita dalam cerpen ini. Ia

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 137


memiliki karakter kerja keras, pantang menyerah,
penyayang, dan perhatian terhadap tokoh Ibu yang sedang
mengandung serta menjunjung nilai-nilai kejujuran. Tokoh
Ayah memiliki tekad yang kuat dan harapan yang besar
untuk anaknya agar kelak bisa menjadi orang besar.
Latar
Latar tempat dalam cerpen ini adalah rumah sewaan,
rumah sakit, tempat bersalin, dan sebuah perkampungan.
Latar waktu dalam cerpen ini di antaranya ketika usia
kehamilan empat bulan, enam bulan, pagi sampai sore,
dan satu bulan usia anak setelah kelahiran. Latar suasana
dalam cerpen ini di antaranya suasana kecemasan tokoh
Ayah dan tokoh Ibu ketika usia kandungan tokoh Ibu
menginjak empat bulan dan mengalami pendarahan.
Terdapat pula suasana harap-harap cemas keluarga yang
menunggu kelahiran bayi dari tokoh ibu.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia dengan ejaan lama. Bahasa yang
digunakan dalam cerpen tidak mengandung kata-kata
kotor, tabu, atau kasar.

 Kedidaktisan Isi Cerpen “Pesan bagi Anakku Padjar” karya


Idrus Ismail (1963)
Kedidaktisan Aspek Religius
Kedidaktisan aspek religius dalam cerpen ini berupa
tuntunan bagi pasangan suami-istri ketika masa kehamilan
sang istri sampai melahirkan, juga sikap religius lainnya.
Hal-hal tersebut di antaranya percaya terhadap adanya
pertolongan Tuhan Yang Mahakuasa segala sesuatu.
Kemudahan yang ada adalah semata-mata pertolongan
Tuhan Yang Mahakuasa. Tuntunan aspek religius lainnya

138 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


ketika masa kehamilan, menjelang kelahiran, dan
seterusnya berupa sikap selalu berdoa kepada Tuhan
untuk memohon pertolongan dan keselamatan. Tuntunan
aspek religius selanjutnya berupa ketaatan menjalankan
syariat agama Islam dalam menyambut kelahiran anak.
Syariat agama Islam yang dilaksanakan pada waktu
kelahiran anak yaitu mengazani atau membisikkan azan di
telinga kanan dan iqamah di telinga kiri bayi.
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen ini di
antaranya berupa sikap tanggung jawab dalam
memperjuangkan masa depan anak, sikap mandiri dan
tidak tergantung pada orang lain, cerdas, cakap dan mahir
dalam mengelola keuangan keluarga, jujur, serta pantang
menyerah dalam mencari solusi atas segala permasalahan
yang dihadapi.
Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen ini di
antaranya menaati dan menjalankan norma-norma agama
seperti mengazani bayi yang baru lahir, memberi nama
serta menjaga pertumbuhannya, memberi pendidikan dan
pengajaran yang baik, serta memberi perawatan dan
penjagaan yang terbaik secara fisik, mental, dan moral.
Tuntunan sosial selanjutnya berupa mewariskan,
menumbuhkan, dan menanamkan sikap kejujuran dalam
keluarga secara turun-temurun serta menjunjung tinggi
keluhuran bahasa daerah dan bahasa Indonesia melalui
pelestarian bahasa daerah dengan mengajarkannya
kepada anak.
Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini berupa
ajaran tentang perilaku religius yang harus dibangun oleh

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 139


orang tua menjelang kehamilan, melahirkan, serta masa
pertumbuhan anak. Pesan didaktis yang disampaikan
tokoh orang tua dalam cerpen ini berupa penyampaian
pesan kepada anak supaya mereka merasakan bahwa
perjuangan orang tua untuk anak dan keluarga tidaklah
mudah. Oleh karena itu, hendaklah anak tersebut menjadi
orang yang benar-benar berguna bagi keluarga, bangsa,
dan agama seperti harapan orang tuanya.
Kedidaktisan Aspek Ilmu Pengetahuan
Kedidaktisan aspek ilmu pengetahuan dalam cerpen
ini di antaranya ketika menghadapi gejala sakit, segeralah
ke dokter untuk memeriksakan diri dan jangan ditunda-
tunda. Penanganan yang lebih cepat atas penyakit
tersebut akan memberikan peluang yang lebih besar bagi
pasien untuk tertolong. Tuntunan didaktis lainnya berupa
pengetahuan sosial, ekonomi, dan budaya. Orang tua
harus pandai mengatur ekonomi keluarga serta
memikirkan cadangan biaya untuk pendidikan anak.
Tuntunan didaktis lainnya adalah menjalankan ajaran
agama ketika anak lahir, yaitu membisikkan azan di telinga
kanannya dan iqomah di telinga kirinya.

c) Langkah-langkah Pembelajaran Cerpen “Pesan bagi


Anakku Padjar”, dengan Strategi Mengkloning Penulis
(Cloning an Author Strategies)
Seperti sudah dibahas sebelumnya, konsep strategi
pembelajaran mengkloning penulis (cloning an author)
adalah pembaca harus dapat mengambil ide-ide yang
diajukan oleh penulis dan menciptakan kembali ide-ide ini
untuk mengembangkan pemahaman mereka tentang teks.
Pembaca mengidentifikasi ide-ide membaca kunci,

140 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


kemudian memeriksa ide-ide lain yang disajikan dalam teks
sekaitan dengan konsep-konsep utama tersebut.
Bahan ajar yang digunakan untuk pembelajaran kali ini
adalah teks cerpen “Pesan bagi Anakku Padjar” karya Idrus
Ismail (1963).
Langkah-langkah strategi pembelajaran mengkloning
penulis (cloning an author) diadaptasi ke dalam
pembelajaran sastra dengan bahan ajar cerpen “Pesan bagi
Anakku Padjar” dan klip video cerita pendek “Pesan bagi
Anakku Padjar”, sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video cerpen “Pesan bagi
anakku Padjar” untuk merangsang kepekaan
pemikiran, dan motivasi belajar peserta didik
terhadap pembelajaran cerpen “Pesan bagi anakku
Padjar”.
Kedua
Bagikan delapan kartu atau selembar kertas (dipotong
delapan) untuk setiap peserta didik.
Ketiga
Pendidik atau peserta didik membacakan teks cerpen
“Pesan bagi Anakku Padjar” di depan kelas.
Keempat
Mintalah peserta didik mengidentifikasi delapan
gagasan utama dari bacaan dan menulis setiap
gagasan di selembar kertas yang terpisah. Gagasan
utama dapat dikaitkan dengan aspek-aspek
kedidaktisan cerpen, misalnya gagasan utama (1) cara
mengatasi kendala dan perawatan kehamilan; (2)
perjuangan perekonomian keluarga; (3) pertolongan

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 141


orang tua; (4) harapan orang tua dan lain-lain. Jumlah
ide yang diidentifikasi akan bervariasi tergantung
pada teks dan peserta didik. Peserta didik menulis
gagasan utama dari bacaan yang dibacakan.
Kelima
Dari delapan ide yang dipilih sebelumnya, mintalah
peserta didik mengidentifikasi lima ide yang menurut
mereka paling penting.
Keenam
Mintalah peserta didik menempatkan tiga sisa kertas
di sekitar gagasan utama.
Ketujuh
Minta peserta didik untuk terlibat dalam bekerja
sama, Berpikir, Berpasangan, Bagikan.
• Berpikir: mintalah peserta didik terlebih dahulu
memikirkan suatu gagasan utama yang dapat
disambungkan dengan gagasan utama yang
lainnya. Gagasan utama dapat dikaitkan dengan
aspek-aspek kedidaktisan cerpen.
• Berpasangan: peserta didik membentuk pasangan
dan bergiliran mendiskusikan alasan mereka untuk
memilih ide kunci mereka dan untuk menempatkan
kartu yang tersisa di sekitarnya.
• Bagikan: peserta didik berbagi dengan kelompok
atau seluruh kelas tentang gagasan yang sama dan
gagasan yang berbeda yang mereka temukan
ketika mereka mendiskusikan gagasan utama
cerita.
Kedelapan
Lakukan kegiatan evaluasi strategi pembelajaran dan
diskusikan dengan peserta didik tentang kegunaan

142 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


kegiatan pembelajaran dengan strategi yang sudah
dilaksanakan!
PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Pesan bagi Anakku
Padjar” Karya Idrus Ismail.
 Pendidik memberikan ulasan tentang gagasan utama
sesuai aspek kedidaktisan cerpen “Pesan bagi Anakku
Padjar”, meliputi kedidaktisan struktur cerpen dan
kedidaktisan isi cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Pesan bagi Anakku Padjar”,
misalnya berkaitan dengan literasi numerasi; literasi
sains; literasi digital; literasi finansial; literasi budaya
dan kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi;
dan literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen “Pesan bagi Anakku
Padjar”. Contohnya: tokoh Ibu yang pandai mengatur
keuangan keluarga.

B. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis


dengan Strategi Dimensi Literasi
Linguistik dan Sistem Tanda Lainnya
Dalam bagian ini, dibahas tiga contoh ancangan
pembelajaran cerpen didaktis dengan strategi dimensi literasi
linguistik dan sistem tanda lainnya, yaitu: 1) ancangan
pembelajaran cerpen “Pendapatan Bersahaja Membawa
Untung” karya Sutan Takdir Alisjahbana (1936) dengan
strategi berbantuan teks (aiding the text strategies); 2)
ancangan pembelajaran cerpen “Kisah Jam” karya Andri
Wongso (2012) dengan strategi membaca sinyal teks (reading
text signals strategies); 3) ancangan pembelajaran cerpen

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 143


“Karangan Bunga dari Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma
(2011) dengan strategi pembelajaran grafik dinding ejaan
(spelling wall chart).
Mengenai ancangan strategi dimensi literasi linguistik
dan sistem tanda lainnya selain ketiga contoh di sini, dapat
dipalajari lagi dalam bab III buku ini, sehingga Anda dapat
menerapkan dalam pembelajaran sastra yang lain.
1. Ancangan Pembelajaran Cerpen “Pendapatan Bersahaja
Membawa Untung” karya Sutan Takdir Alisjahbana
(1936) dengan Strategi Berbantuan Teks (Aiding the Text
Strategies)

Sutan Takdir Alisjahbana

Lahir 11 Februari 1908


Natal, Mandailing Natal, Sumatra
Utara, Hindia Belanda
Meninggal 17 Juli 1994 (umur 86)

Kebangsaan Indonesia

144 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Kewarganegaraan Indonesia
Angkatan Pujangga Baru
Karya terkenal Layar Terkembang
Dian yang Tak Kunjung Padam
Penghargaan Satyalencana Kebudayaan, 1970,
Pemerintah RI.
Pasangan Raden Ajeng Rohani Daha (Almh.)
Raden Roro Sugiarti (Almh.)
Dr. Margaret Axer (Almh.)
Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Sutan_Takdir_ Alisjahbana

Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan


terkemukan di Indonesia. Beliau merupakan salah satu
sastrawan angkatan Pujangga Baru (1933). Berkaitan dengan
genre cerita pendek, Sutan Takdir Alisjahbana merupakan
salah satu cerpenis terproduktif pada periodisasi sastra 1933-
1941. Periode sastra 1933-1941 dilatarbelakangi oleh
didirikannya majalah Poedjangga Baroe pada tahun 1933
yang kemudian dikenal sebagai angkatan 30-an. Angkatan 30-
an identik dengan didirikannya majalah Poedjangga Baroe
pada tahun 1933. Beberapa karya satra yang lahir pada
angkatan ini adalah Dian Yang Tak Kunjung Padam (1932),
Layar Terkembang (1936) karya STA, Belenggu (1940) karya
Armijn Pane, Hulubalang Raja (1934) dan Katak Hendak Jadi
Lembu (1935) karya Nur Sutan Iskandar, Sukreni Gadis Bali
(1936) karya I Gusti Njoman Pandji Tisna, Percobaan Setia
(1931) dan Kawan Bergelut (1938) karya Soeman HS, dan lain-
lain.
Salah satu cerpen karya Sutan Takdir Alisjahbana
berjudul “Pendapatan Bersahaja Membawa Untung” tahun
1936. Dimuat dalam Sri Pustaka, dan dalam Alisjahbana,
(1952). Pelangi I. Djakarta: Pustaka Rakyat.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 145


Cerpen berjudul “Pendapatan Bersahaja Membawa
Untung” mengandung unsur kedidaktisan, terutama
berkaitan dengan fenomena sosial ekonomi tentang usaha
dalam membangun sebuah perusahaan.

a) Teks Cerpen “Pendapatan Bersahaja Membawa Untung”


karya Sutan Takdir Alisjahbana (1936)

Pendapatan Bersahaja Membawa Untung


Karya Sutan Takdir Alisjahbana (1936)

Banyak orang yang berkepandaian, tetapi tiada maju,


karena tiada dapat mempergunakan kepandaiannya itu.
Katanya karena sudah nasib, tetapi sebenarnya, karena tiada
pandai mempergunakan kesempatan. Ingatlah pisau kecil
pencukur yang disebut orang pisau gillette. Jika ditilik baik-
baik, mudah saja membuatnya, tetapi tiada mudah mendapat
pikiran yang serupa itu ialah Gillette.
Sebenarnya bapak Gillette sangat suka meromet-
romet. Pikirannya banyak juga yang terpakai, tetapi ia tinggal
miskin saja. Bukan bapak Gillette saja yang pandai meromet-
romet, melainkan juga anak-anaknya. Meskipun demikian,
mahal rezekinya.
King Camp Gillette lahir pada tanggal 5 Januari 1855 di
Winsconsin. Kemudian keluarga Gillette itu pindah ke
Chicago, dari sana ke New York.
King Gillette menjadi pencari langganan pabrik sumbat
botol, kepunyaan William Painter di Baltimore. Pada suatu
hari kata King Gillette kepada majikannya : “Tuan mendapat
akal cuma tentang perkara menyumbat botol tuan menjadi
kaya juga. Bapak saya dan saudara saya semuanya pandai

146 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


meromet-romet, pikirannya banyak juga yang terpakai, tetapi
kami tinggal miskin juga.”
Ketika ditanya majikannya, apa-apa kah pendapatan
bapak dan saudaranya itu, maka jawabnya: “Bapak saya
membuat perkakas memadamkan api, saudara saya yang
sulung ada membuat tempat tinta yang dapat dikantongkan,
adik saya yang bungsu membuat tempat menaruh buku yang
dapat dipakai di tempat tidur”.
Gillette tiada lupa akan kata-kata majikannya itu.
Selamanya dipikir-pikirkannya mencari jalan supaya
mendapat akal membuat barang seperti yang dimaksudkan
William Painter itu. Tetapi sampai umurnya empat puluh
tahun ia belum juga mendapat jalan.

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Pendapatan Bersahaja Membawa Untung

Pada suatu hari, seperti biasannya Gillette bersedia-


sedia hendak berjalan berkeliling mencari langganan. Barang
contoh sudah disimpannya baik-baik dalam tasnya. Sedang
berpikir-pikir mencari jalan itu, dipegangnya pisau cukurnya,
lalu dicukurkannya kepada pipinya, maka diapun tiba-tiba
mendapat pikiran. Jika mendapat akal membuat pisau cukur,

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 147


yang lebih mudah dipakai dari pisau cukur yang biasa dan
yang cuma sekali saja dapat dipakai, alangkah . . . . . . . . . .
Dengan segera Gillette berpakaian, tiada diingatnya lagi
mencari langganan, terus saja ia berlari hendak membeli
beberapa potong kuningan, waja dan sebuah kikir. Sehari-
harian ia terus bekerja, tiada berhenti-henti, seolah-olah
orang yang sudah kemasukan setan. Pada waktu senja,
selesailah perkakas yang dikehendakinya.
Banyak kawannya tukang gunting rambut.
Diperlihatkannya perkakasnya itu kepada mereka itu, tetapi
ia dicemoohkan mereka. Meskipun demikian hendak
diteruskannya juga mencari jalan menyempurnakan
perkakasnya itu. Ada uang simpanannya. Ditetapkannya
hatinya hendak melepaskan pekerjaannya mencari langganan
pabrik majikannya itu, supaya ia dapat semata-mata mencari
langganan perkakasnya itu.
Lima tahun lamanya dijalankannya perkakasnya itu.
Entah berapa kantor dikunjunginya, entah berapa toko
dimasukinnya, entah berapa banyak orang didatanginya
untuk menawarkan alat pisau cukur yang baru itu, tetapi tiada
seorang juga yang suka membelinya.
Maka dalam tahun 1900 berkenalanlah ia dengan
William Nickerson, seorang ahli teknik. Gillette menerangkan
kepadanya rahasia perkakasnya itu. Dengan sungguh-
sungguh didengarkan oleh William Nickerson keterangannya
itu lalu dimintanya tinggalkan gambar perkakas itu, karena
hedak dipelajarinya dahulu.
Sebulan kemudian diberitahukannya kepada Gillette,
dia suka bekerja bersama-sama. Beberapa orang sudah suka
meminjamkan uang. Dalam bulan Desember tahun itu
didirikan merekalah pabrik. Pada mulanya tiada menjadi,
karena pisau yang dibuat rusak dan melengkung tiada

148 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


terpakai. Meskipun demikian, Nickerson tiada putus asa.
Dicarinya waja yang lebih tipis lagi. Dari seluruh daerah
Amerika dimintanya contoh. Tiada seorang yang mengerti
apa perlunya, bahkan ada pabrik yang sama sekali tidak suka
mengirim waja seperti yang dimintanya itu.
Sementara itu uang pinjaman sudah hampir habis.
Dengan susah diperolehnya pula uang pinjaman.
Tiada lama kemudian selesailah kemudian perkakas
yang dapat dipakai. Tetapi perlu dicari akal, supaya dapat
membuat pisau itu banyak-banyak, sehingga murah harganya
di pasar.
Dalam bulan April 1903 dapatlah perkakas cukur buatan
Gillette dijual dengan harga $ 5. Hasil pabrik itu baru 51
perkakas cukur dan 14 bungkus pisaunya. Menilik hal itu rasa-
rasanya pekerjaan membuat perkakas cukur itu tiada akan
mendatangkan laba.
Supaya tahu orang, diberikan Nickerson dan Gillette
perkakas cukur itu kepada kawan-kawannya dengan cuma-
cuma. Lain daripada itu dibuat mereka reklame, dan
dipertontonkannya.
Pada mulanya tukang cukur menghalang-halangi
pekerjaan mereka itu, karena pada pendapatnya tidak boleh
tidak mendatangkan rugi kepadanya. Kebetulan pada waktu
itu perempuan Amerika mulai biasa berambut pendek,
karena itu pekerjaan tukang gunting bertambah. Sebab itu
lambat laun perlawanan mereka itu reda. Lagi pula pekerjaan
mencukur janggut, kumis dan sebagainya itu, memakan
waktu, sedang bayarannya sedikit.
Tiada lama kemudian dua orang anak muda bernama
Townsend dan Hund suka menjualkan pisau buatan Gillette
itu. Berkat kegiatan kedua anak muda itu, banyaklah perkakas
itu terjual. Pada masa itu perkakas yang dari perak, bersama

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 149


20 bilah pisaunya, cukup buat dua tahun, harganya $ 5. Dalam
waktu 15 bulan ada terjual seharga $ 50.000. Tiga tahun
kemudian maskapai Gillette sendiri menjualkan perkakasnya
itu, sebab dengan jalan demikian untungnya lebih besar.
Mari kita bandingkan banyaknya perkakas itu terjual di
dalam tahun 1903 dengan yang terjual dalam tahun 1925.
Dalam tahun 1903 cuma 51 perkakas yang terjual, sedang
dalam tahun 1925 ada 1.486.298 perkakas. Dalam tahun 1904
cuma 14 bungkus pisau (satu bungkus berisi selusin), dalam
tahun 1925 ada 52.983.533 bungkus. Untungnya bersih
dalam tahun 1925, 12.098.857 dollar.
Sekarang ini dimana-mana dipakai orang perkakas kecil
yang berguna itu. Demikianlah dalam 25 tahun saja,
pendapatan Gillette itu tersiar kemana-mana, berkat
kekerasan hatinya dan karena tahu mempergunakan
kesempatan dari kepandaian.
Dari : SRI PUSTAKA.

b) Kedidaktisan Cerpen “Pendapatan Bersahaja Membawa


Untung” karya Sutan Takdir Alisjahbana (1936)
Kedidaktisan cerpen “Pendapatan Bersahaja
Membawa Untung” karya Sutan Takdir Alisjahbana (1936),
dijelaskan sebagai berikut.
 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Pendapatan Bersahaja
Membawa Untung” karya Sutan Takdir Alisjahbana
(1936).
Alur
Cerpen berjudul “Pendapatan Bersahaja Membawa
Untung” mengungkapkan kedidaktisannya melalui alur
linier, berupa alur cerita tentang perjuangan King Camp

150 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Gillette dalam membangun usaha dari awal perjuangannya
hingga perusahaannya tumbuh besar dan sukses.

Tokoh
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah King Gillette, dia
digambarkan sebagai sosok pekerja keras, pantang
menyerah atau gigih dalam berusaha, kreatif, dan pandai
bergaul. Dengan keuletannya King Gillette berhasil
membangun sebuah perusahaan besar dengan
keuntungan besar.
Latar
Latar utama yang ditampilkan berupa tempat yaitu
negara Amerika.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia dengan ejaan lama. Tidak terdapat kata-
kata yang tabu, kotor, atau kasar dalam cerpen ini,
sehingga cerpen ini penuh dengan tema-tema kisah
inspiratif yang mendidik.

 Kedidaktisan Isi Cerpen “Pendapatan Bersahaja


Membawa Untung” karya Sutan Takdir Alisjahbana
(1936)
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen ini di
antaranya berupa sikap jujur dan ikhlas dalam bekerja,
sikap menghormati dan mampu bekerjasama dengan
orang lain, rendah hati dan bekerja keras. Sikap mandiri,
kreatif, tanggung Jawab, bermartabat, demokratis.
Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen ini di
antaranya berupa sikap sosial membangun jaringan atau

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 151


mencari relasi dalam mengembangkan usaha, berpegang
teguh pada tradisi keluarga sebagai keluarga yang kreatif
menciptakan produk yang bermanfaat bagi orang lain,
menjunjung norma-norma kepatuhan dan norma sosial
lainnya.
Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini di
antaranya adalah filosofi dalam berwirausaha bahwa
keberhasilan sebuah bisnis adalah hasil dari kegigihan dan
perjuangan yang panjang dan berat. Seorang
wirausahawan haruslah memiliki mental dan semangat
juang yang besar dalam membangun usahanya.
Kedidaktisan Aspek Pengetahuan
Kedidaktisan aspek pengetahuan dalam cerpen ini di
antaranya menyampaikan pengetahuan tentang profesi
wirausaha, karakter sifat wirausahawan dan rahasia
kesuksesan usahanya. Pengetahuan tentang profesi
bagian marketing (pemasaran) dan ilmu pemasarannya.
Penyampaikan pengetahuan organisasi sosial, bahwa
dalam struktur organisasi di perusahaan itu terdiri atas
pemilik perusahaan dan karyawan yang terdiri atas bagian
produksi, pemasaran, distribusi dan lain-lain.
Pengetahuan adat budaya yang disampaikan berupa
budaya jual beli/budaya bisnis, dan budaya kerja.
Menyampaikan pengetahuan prosedural tentang
kesuksesan pengusaha, tahapan-tahapan seorang
pengusaha menjadi sukses itu tidak mudah. Pengetahuan
konseptual disajikan berupa konsep pemasaran adanya
promosi atau iklan. Secara konsep iklan/promosi akan
meningkatkan penjualan. Selain itu juga secara konsep
salesman/bagian marketing berpengaruh dalam
mendongkrak tingkat penjualan barang. Pengetahuan

152 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


faktual disajikan berupa fakta dalam dunia bisnis/ dagang
ada pasang surutnya kadang pesanan ramai kadang sepi.
Pengetahuan faktual juga disampaikan bahwa secara fakta
banyak pengusaha sukses merintis usahanya dari nol
dengan penuh perjuangan.

c) Langkah-langkah Pembelajaran Cerpen “Pendapatan


Bersahaja Membawa Untung” karya Sutan Takdir
Alisjahbana (1936) dengan Strategi Berbantuan Teks
(Aiding the Text Strategies)
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, strategi
pembelajaran berbantuan teks (aiding the text) secara
garis besar melatih peserta didik untuk mengembangkan
ide-ide dalam membuat teks cerita dengan bantuan atau
membuat alat bantu berupa fitur teks, ilustrasi gambar,
grafik, tabel dan lain-lain.
Dengan memanfaatkan bahan materi teks cerpen
berjudul “Pendapatan Bersahaja Membawa Untung” karya
Sutan Takdir Alisjahbana (1936), maka langkah-langkah
strategi pembelajaran berbantuan teks (aiding the text)
sebagai berikut.
BAHAN
Teks cerita pendek berjudul “Pendapatan Bersahaja
Membawa Untung”, dan video klip cerpen “Pendapatan
Bersahaja Membawa Untung”, alat bantu teks dapat
berupa contoh grafik, tabel, atau gambar.
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video pendek cerpen
“Pendapatan Bersahaja Membawa Untung” untuk
merangsang kepekaan pemikiran, dan motivasi
belajar peserta didik terhadap pembelajaran

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 153


cerpen “Pendapatan Bersahaja Membawa
Untung”.
Kedua
Pendidik membimbing diskusi peserta didik
tentang cara melengkapi teks cerita dengan grafik,
tabel, atau gambar. Peserta didik belajar
mengemukakan maksud dari grafik, tabel, atau
gambar secara bahasa lisan.
Ketiga
Minta salah satu peserta didik untuk membacakan
teks cerpen berjudul “Pendapatan Bersahaja
Membawa Untung”. Peserta didik yang lain
menyimak dan mempertimbangkan penggunaan
alat bantu teks berupa grafik, tabel atau gambar
dapat disisipkan dalam teks cerpen tersebut.
Keempat
Peserta didik membuat alat bantu teks berupa
grafik, tabel, atau gambar berkaitan dengan topik
cerpen (misalnya tentang grafik kenaikan
pendapatan King Gillet setiap tahun, dan lain-lain).
Kelima
Memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk membaca teks cerpen berjudul “Pendapatan
Bersahaja Membawa Untung” dan menyisipkan
alat bantu teks yang sudah peserta didik buat.
VARIASI
Peserta didik bekerja mandiri atau bekerja dalam
kelompok kecil untuk mengidentifikasi penggunaan alat
bantu teks sebagai pelengkap teks cerita. Selama proses
ini, pendidik membantu peserta didik menyesuaikan alat
bantu teks yang dihasilkan peserta didik untuk

154 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


memasukkannya pada bagian-bagian tertentu dalam
teks.

PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen berjudul
“Pendapatan Bersahaja Membawa Untung”.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Pendapatan Bersahaja Membawa Untung”
meliputi kedidaktisan struktur cerpen dan
kedidaktisan isi cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Pendapatan Bersahaja
Membawa Untung”, misalnya berkaitan dengan
literasi numerasi; literasi sains; literasi digital; literasi
finansial; literasi budaya dan kewarganegaraan;
literasi media; literasi teknologi; dan literasi visual
yang tersaji melalui alur, tokoh dan penokohan, latar,
atau isi cerpen “Pendapatan Bersahaja Membawa
Untung”. Contohnya: tokoh King Gillette merupakan
tokoh literat, dia memiliki kemampuan literasi media
yang baik terutama pengetahuan dan kemampuannya
dalam membangun sebuah usaha, tentu saja
berkaitan dengan kemampuan literasi yang kompleks
seperti literasi numerisasi, literasi finansial, literasi
budaya dan lain-lain sehingga membentuk
kepribadian King Gillette yang tangguh dan sukses.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 155


2. Ancangan Pembelajaran Cerpen “Kisah Jam” karya Andri
Wongso (2012) dengan Strategi Membaca Sinyal Teks
(Reading Text Signals Strategies)

Andri Wongso

Andri Wongso lahir di Malang, Jawa Timur, 6 Desember


1954. Ia adalah salah seorang motivator sukses di Indonesia.
Sudah lebih dari 20 tahun ia menggeluti bidangnya sebagai
motivator untuk berbagai cerita membangkitkan semangat.
Sumber: https://m.merdeka.com/andrie-wongso/profil/

a) Teks Cerpen “Kisah Jam” karya Andri Wongso (2012)

Kisah Jam
Karya Andri Wongso (2012)

Pada zaman dahulu kala, ketika jam masih dibuat


dengan manual (handmade), sebelum jam mulai dipasang
jarum panjang dan pendeknya, si pembuat biasanya bertanya
terlebih dahulu kepada jam tangan tersebut. Jika jam tangan
tersebut bersedia berputar sesuai dengan waktu yang
dikehendaki, maka pemasangan jarum pun dilakukan, namun
jika tidak bersedia, biasanya dilakukan negosiasi terlebih
dahulu antara si pembuat dengan jam tangan tersebut.

156 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Suatu kali bertanyalah si pembuat kepada jam yang
akan diselesaikannya, “Hai, jam yang baik, apakah kelak Anda
sanggup berdetak sebanyak 31.104.000 kali dalam setahun?”
Mendengar penawaran itu, si jam pun terperanjat. “Hah,
Anda menyuruh saya berputar sebanyak itu dalam setahun,
manalah sanggup, apalagi bateraiku saja tidak jelas!”
sanggahnya. “Oh, mungkin terlalu banyak dalam setahun,
bagaimana jika engkau berputar kurang lebih 86.400 kali saja
dalam sehari, mau?” tawar si pembuat jam kembali dalam
negosiasinya. Kembali jam ini menolak dengan alasan tidak
sanggup. Tak kehabisan akal, si pembuat jam ini pun kembali
melemparkan jurus negosiasinya yang jitu. “Bagaimana jika
3.600 kali saja dalam sejam, aku yakin kau pasti sanggup dan
kubuatkan baterai lithium untukmu,” seru si pembuat
optimis. Jam pun mulai berpikir lalu menanggapi, “Hmmm,
rasanya tidak juga, ya. Karena kapan saya istirahatnya. Apa
tidak pusing berputar-putar di tempat yang sama selama
ribuan kali?” Akhirnya tanpa kehilangan akal, si pembuat jam
berujar, “Yah, sudah kalau begitu, engkau berdetak setiap kali
satu detik. Bisa?” Dengan anggukan mantap, sang jam pun
menyetujuinya.

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Kisah Jam

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 157


Maka dibuatkanlah jarum jam tersebut, panjang dan
pendek. Dan, anehnya memang jam tersebut bergerak setiap
detik. Dan, jam tersebut terus bergerak tanpa protes, hingga
setahun dia pun sudah berdetak sebanyak 31.104.000 kali,
tanpa protes!
Apa yang membedakan antara orang sukses dengan
orang yang gagal? Yakni, Daya Juang. Orang sukses memiliki
daya juang tinggi untuk berani mencoba. Sedangkan orang
yang gagal, menyerah sebelum bertanding. Coba perhatikan
orang-orang di sekeliling kita, mereka yang dalam kacamata
kita disebut sukses, biasanya memiliki daya juang yang
berbeda dengan mereka yang bermental pecundang. Bahkan
George Washington Carver berujar, “99 persen dari mereka
yang gagal adalah selalu mengeluarkan 1001 alasan,
sementara mereka yang berhasil selalu berpikir alternatif
solusi dan bertindak!”
Daya juang adalah tekad seseorang untuk melakukan
sesuatu hingga tuntas terhadap suatu pekerjaan dengan
melibatkan seluruh aspek psikis dan fisiknya. Daya juang
sesungguhnya tidak pernah berhenti sampai tubuh
mengatakan atau memberi tanda tidak bisa. Namun apa
yang terjadi? Banyak daya juang untuk mencapai target
tertentu berhenti karena pikiran berkata berhenti. Jadi,
mereka yang gagal untuk mengimplementasikan daya
juangnya untuk mencapai hasil tertentu, adalah mereka yang
telah kalah dengan pikirannya sendiri. Daya juang yang tinggi
akan menghasilkan tindakan yang terarah.
Perlu diketahui bahwa dunia (dan perusahaan
tentunya) tidak membayar kita untuk pengetahuan kita,
mereka tidak membayar kita untuk sekadar ide, melainkan
tindakan terarah yang mengindikasikan adanya hasil tertentu.
Perusahaan tidak membayar mereka yang mau bekerja jika

158 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


tantangan pekerjaan sejalan dengan maunya pekerja.
Perusahaan bahkan tidak akan mempekerjakan para pegawai
yang gampang menyerah sebelum bertanding. Itulah
sebabnya, Martin Luther King, Jr. pernah bertutur, “Lakukan
langkah pertama dengan keyakinan. Kau tidak perlu melihat
keseluruhan tangga. Lakukan saja langkah pertama!” Banyak
mereka yang ingin sukses, berat untuk melakukan “langkah
pertama” ini, padahal seribu langkah pertama sudah barang
tentu ditentukan oleh langkah pertama. Sebagai contoh,
mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir, sering
kali sulit untuk menuliskan kalimat pertama dalam setiap
babnya. Para penulis, juga demikian. Mereka yang baru
melakukan usaha sering kali berat untuk melakukan yang
semestinya harus dilakukan. Ini adalah hal yang lumrah,
namun tetap harus dilawan. Tanpa perlawanan maka kita
akan kalah dengan diri kita sendiri. Ingat musuh terbesar
umat manusia adalah DIRINYA SENDIRI.
Penelitian yang dilakukan oleh Herbert True terhadap para
tenaga penjual (salesman), menunjukkan bahwa 44 persen
tenaga penjual berhenti mencoba setelah usaha pertama.
Sejumlah 24 persen berhenti setelah usaha kedua. 14
persen berhenti setelah usaha ketiga dan 12 persen berhenti
mencoba menjual kepada calon pembeli mereka setelah
usaha keempat. Tapi 60 persen penjualan dilakukan setelah
usaha keempat. Data itu memperlihatkan bahwa kebanyakan
tenaga penjual tidak memberi diri mereka sendiri
kesempatan untuk mendapatkan 60 persen calon pembeli!
Bagaimana halnya dengan pekerjaan sehari-hari atau studi
yang sedang dilakukan? Apakah kita merupakan orang-orang
yang gampang menyerah dan tidak bersedia bekerja hingga
tuntas? Ataukah kegigihan selalu diukur dengan nilai uang
yang diiming-imingi terlebih dahulu? Daya juang yang

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 159


berbuah kegigihan sudah pasti akan mengantar kehidupan
seseorang kepada kehidupan yang lebih baik.
Bahkan, kegigihan sesungguhnya memerlukan
keteladanan untuk menjadi model bagi orang lain. Pemimpin
yang gigih akan menjadi teladan yang baik untuk
memancarkan antusiasme keberhasilan pada orang-orang
yang dipimpinnya. Orang tua yang gigih dan memiliki daya
juang yang tinggi untuk menghidupi keluarganya akan
menorehkan tinta emas dalam sanubari anak-anaknya
tentang teladan orang tua bagi mereka. Seorang atlet yang
sudah pensiun, Jim Hareey, mengatakan, “Jarang orang
meninggal karena gigih dan memiliki daya juang, namun
kenyataannya banyak upacara-upacara pemakaman yang
memakamkan seseorang karena tidak memiliki daya juang
untuk hidup.” Bahkan ketika dua orang menderita penyakit
mematikan yang sama di waktu yang sama pula, namun ajal
keduanya bisa datang di waktu yang berbeda, mengapa?
Salah satunya tergantung seberapa besar mereka memiliki
daya dan semangat juang untuk hidup. Selamat berjuang
untuk membuat hidup lebih hidup, dan ini pun sebuah
pilihan!

Sumber: Marpaung, Parlindungan. 2012. Setengah Pecah Setengah Utuh.


Jakarta: Esensi.

b) Kedidaktisan Cerpen “Kisah jam” karya Andri Wongso


(2012)
 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Kisah Jam” karya Andri
Wongso (2012)
Alur
Cerpen “Kisah Jam” Karya Andrie Wongso (2012)
mengungkapkan kedidaktisannya melalui alur linier. Alur

160 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


linier menceritakan sikap mental tokoh imajinatif jam dan
kecerdasan pembuat jam. Cerita selanjutnya dipenuhi
dengan kata-kata motivasi bagi pembaca cerpen.
Tokoh
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah seorang
pembuat jam yang digambarkan sangat teliti ketika
memasang bagian-bagian jam. Ia memiliki sikap
demokratis dan cerdas.
Latar
Latar yang digambarkan dalam cerpen ini berupa
peristiwa suatu perjuangan seseorang yang hendak
mencapai keberhasilan dalam hidupnya. Latar suasana
menggambarkan sikap kegigihan seseorang dalam
mencapai tujuan hidupnya. Latar suasana juga berupa
gambaran keadaan contoh orang yang gagal dan orang
yang berpikir sukses.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia standar. Dalam cerpen ini, tidak terdapat
kata-kata kotor, tabu, atau kasar.

 Kedidaktisan Isi Cerpen “Kisah Jam” Karya Andri Wongso


(2012)
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen ini berupa
kata-kata motivasi supaya bersikap tanggung jawab dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaan sampai tuntas dengan
daya juang yang tinggi. Tuntunan didaktis lainnya berupa
kata-kata motivasi agar mampu menjadi orang yang
bermartabat, selalu berpikir positif, selalu berpikir
alternatif dalam menyelesaikan masalah, serta diikuti oleh
tindakan nyata. Ungkapan didaktis lainnya berupa kata-

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 161


kata motivasi bahwa daya juang yang tinggi akan
mendorong kita untuk menjadi orang yang sukses.
Sebaliknya, orang yang gagal adalah orang yang menyerah
sebelum bertanding atau menyerah sebelum mencoba.
Fenomena didaktis lainnya berupa sikap demokratis yang
menunjukkan bahwa kita tidak dapat memaksakan
kehendak kepada orang lain. Fenomena didaktis lainnya
berupa sikap cerdas dan bijaksana sehingga memiliki
kearifan dalam bertindak.
Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen ini di
antaranya ungkapan supaya memiliki daya juang yang
tinggi dan berprestasi dalam lingkungan kerja. Dalam
cerpen ini dijelaskan bahwa perusahaan tidak membayar
kita untuk pengetahuan kita. Mereka tidak membayar kita
untuk sekadar ide, melainkan tindakan terarah yang
mengindikasikan adanya hasil tertentu. Tuntunan didaktis
lainnya berupa tradisi saling memberikan semangat antara
satu individu dangan individu yang lainnya. Tuntunan
didaktis lainnya berupa pepatah supaya mampu
memberikan keteladanan dalam berperilaku dan bersikap
bagi masyarakat, terutama harus ditunjukkan oleh seorang
pemimpin, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun
pemimpin keluarga.
Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini berupa
filosofi kehidupan, bahwa sesungguhnya keberhasilan dan
kegagalan itu adalah pilihan. Cerpen ini menyuguhkan
filosofi hidup, yaitu keberhasilan hidup bergantung pada
besarnya semangat juang.

162 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Kedidaktisan Aspek Ilmu Pengetahuan
Kedidaktisan aspek ilmu pengetahuan dalam cerpen ini di
antaranya pengetahuan faktual tentang penyebab
kegagalan hidup seseorang yang dipengaruhi oleh daya
juang yang melemah. Banyak daya juang untuk mencapai
target tertentu berhenti karena pikiran berkata berhenti.
Pengetahuan faktual lainnya berupa pengungkapan hasil
penelitian yang dilakukan Herbert True terhadap para
tenaga penjual (salesman), bahwa daya juang dari
beberapa salesman lama-lama menurun, hingga akhirnya
tersisa sebagian kecil saja yang masih memiliki daya juang
tinggi. Ungkapan didaktis lainnya berupa pengetahuan
konseptual, yaitu konsep untuk mencapai kesuksesan
hidup. Selain memiliki semangat juang yang tinggi,
kesuksesan hidup juga harus dicapai dengan action atau
tindakan kerja yang nyata. Setiap orang harus berani
melakukan langkah pertama. Apabila seseorang sudah
berani dan mantap melakukan langkah pertamanya, maka
langkah-langkah berikutnya akan lebih ringan.

c) Langkah-langkah Pembelajaran Cerpen “Kisah jam”


karya Andri Wongso (2012) dengan Strategi Membaca
Sinyal Teks (Reading Text Signals Strategies)
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa strategi
pembelajaran membaca sinyal teks (reading text signals)
secara garis menyoroti hal-hal yang menjadi penghubung
berbagai konsep dalam satu teks, atau antara teks satu dan
teks lainnya.
Dengan menggunakan bahan pembelajaran cerpen
berjudul “Kisah jam” karya Andri Wongso, dan klip video
pendek cerpen ”Kisah Jam”, langkah-langkah
pembelajaran sebagai berikut.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 163


PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video cerpen “Kisah Jam”
untuk merangsang kepekaan pemikiran, dan motivasi
belajar peserta didik, serta memberikan sekilas
gambaran tentang cerpen “Kisah Jam”.
Kedua
Pendidik menugaskan peserta didik membaca cerpen
“Kisah Jam”.
Ketiga
Pendidik menugaskan peserta didik untuk
menggarisbawahi atau menandai kata-kata/tanda-
tanda yang menghubungkan antara satu konsep
dengan konsep lain antarparagraf dalam teks cerpen
“Kisah Jam”. Pendidik memberikan contoh satu
kata/tanda yang menghubungkan atau yang
membangun sebuah konsep antarparagraf dalam teks
cerpen “Kisah Jam” misalnya konsep semangat juang
pada paragraf awal dengan konsep semangat juang
pada paragraf selanjutnya.
Keempat
Tanyakan kepada peserta didik apa arti kata atau
makna kata tersebut. Pendidik membantu peserta
didik untuk memahami arti dan makna kata-kata yang
ditandai tersebut serta fungsinya dalam
menghubungkan ide-ide antarkalimat dalam teks
cerpen “Kisah Jam” .
Kelima
Pendidik menugaskan peserta didik untuk mencatat
kata-kata dalam teks yang menghubungan
antarkonsep tiap paragraf teks cerpen “Kisah Jam”.

164 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Keenam
Pendidik menugaskan setiap peserta didik untuk
mempresentasikan hasil tugasnya.
Kedelapan
Pendidik memberikan evaluasi tugas yang disajikan
peserta didik.

VARIASI
Pendidik memanfaatkan media pembelajaran yang
menarik seperti penayangan video, penggunaan proyektor,
atau media-media lainnya.

PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Kisah Jam” Karya
Andri Wongso.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan cerpen
“Kisah Jam”, meliputi kedidaktisan struktur cerpen dan
kedidaktisan isi cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Kisah Jam”, misalnya berkaitan
dengan literasi numerasi; literasi sains; literasi digital;
literasi finansial; literasi budaya dan kewarganegaraan;
literasi media; literasi teknologi; dan literasi visual yang
tersaji melalui alur, tokoh dan penokohan, latar, atau isi
cerpen “Kisah Jam”.

3. Ancangan Pembelajaran Cerpen “Karangan Bunga


dari Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma (2011) dengan
Strategi Grafik Dinding Ejaan (Spelling Wall Chart)
Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa ada
beberapa cerpenis Indonesia yang sangat produktif dalam
menulis cerpen pada setiap tahun periodisasi sastra, salah

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 165


satunya Seno Gumira Ajidarma. Dalam pembelajaran strategi
dimensi literasi kognitif kali ini, masih memanfaatkan media
pembelajaran berupa teks cerpen karya Seno Gumira
Ajidarma. Cerpen yang digunakan dalam pembelajaran ini
berjudul “Karangan Bunga dari Menteri“.
Cerpen “Karangan Bunga dari Menteri“ dimuat di Kompas,
9 Oktober 2011, dalam https://lakonhidup.com/2011/10/14/
karangan-bunga-dari-menteri-2/. Cerpen ini mengandung
unsur kedidaktisan, terutama berkaitan dengan fenomena
sosial dalam menyikapi budaya berkirim karangan bunga.

a) Teks Cerpen “Karangan Bunga dari Menteri” karya Seno


Gumira Ajidarma (2011)

Karangan Bunga dari Menteri


karya Seno Gumira Ajidarma (2011)

BELUM PERNAH SITI BEGITU EMPET SEPERTI HARI INI.


“Pokoknya gue empet ngerti nggak? Empeeeeeeet
banget!”
“Kenape emang?” Tanya Ira, sohibnya.
“Empeeeeeeeeeetttt banget!!”
“Ah elu! Empat-empet-empat-empet aje dari tadi!
Empet kenape Sit?”
Di tengah pesta nikah putrinya, di gedung pertemuan
termewah di Jakarta, Siti merasa perutnya mual. Tadi pun
belum-belum ia sudah tampak seperti mau muntah di
wastafel.
“Emang elu bunting Sit?” Ira main ceplos aje ketika
melihatnya.
“Bunting pale lu botak! Gue ude limapulu, tau?”
“Yeeeeeee! Mane tau elu termasuk keajaiban dunie!”

166 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Usia 50, hmm, 25 tahun perkawinan, seperti baru
sekarang ia mengenal sisi yang membuatnya bikin muntah
dari suaminya.
“Bikin muntah?”
“Yo-i! Bikin muntah…. Hueeeeeekkk!”
Perutnya mual, begitu mual, bagaikan tiada lagi yang
bisa lebih mual. Meski sebegitu jauh tiada sesuatu pun yang
bisa dimuntahkannya.
“Bagaimana tidak bikin muntah coba!”
“Nah! Pegimane?”
***
Waktu masih SMU, Siti pernah diajari caranya menulis
naskah sandiwara dalam eks-kul, jadi sedikit-sedikit ia bisa
menggambarkan adegan di kantor seorang menteri seperti
berikut.
Seorang sekretaris tua, seorang perempuan dengan
seragam pegawai negeri yang seperti sudah waktunya
pensiun, membawa tumpukan surat yang sudah dipilahnya ke
ruangan menteri.
Ia belum lagi membuka mulut, ketika menteri yang
rambutnya tak boleh tertiup angin itu sudah berujar dengan
kesal melihat tumpukan surat tersebut.
“Hmmmhh! Lagi-lagi undangan kawin?”
“Kan musim kawin Pak,” sahut sekretaris tua itu
dengan cuek. Sudah lima menteri silih berganti
memanfaatkan pengalamannya, sehingga ada kalanya ia
memang seperti ngelunjak.
“Musim kawin? Jaing kali’!”
Namanya juga menteri reformasi, doi sudah empet
dengan basa-basi. Ia terus saja mengomel sambil menengok
tumpukan kartu undangan yang diserahkan itu. Satu per satu
dilemparkannya dengan kesal.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 167


“Heran, bukan sanak bukan saudara, bukan sahabat
apalagi kerabat, cuma kenal gitu-gitu aja, kite-kite disuru
dateng setiap kali ada yang anaknya kawin. Ngepet bener.
Mereka pikir gue kagak punya kerjaan apa ya? Memang
acaranya selalu malam, tapi justru waktu malam itulah
sebenarnya gue bisa ngelembur dengan agak kurang
gangguan. Negeri kayak gini, kalau menteri-menterinya nggak
kerja lembur, kapan bisa mengejar Jepang?”
Perempuan tua itu tersenyum dingin sembari
memungut kartu-kartu undangan pernikahan yang
berserakan di mana-mana.
“Ah, Bapak itu seperti pura-pura tidak tahu saja….”
Belum habis tumpukan kartu undangan itu ditengok, sang
menteri menaruhnya seperti setengah melempar ke mejanya
yang besar dan penuh tumpukan berkas proyek, yang tentu
saja tidak bisa berjalan jika tidak ditandatanganinya.
“Tidak tahu apa?”
Menteri itu memang seperti bertanya, tapi wajahnya
tak menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak
diketahuinya.
“Masa Bapak tidak tahu?”
“Coba Ibu saja yang bilang!”
Perempuan berseragam pegawai negeri itu hanya
tersenyum bijak dan menggeleng. Pengalaman melayani lima
menteri sejak zaman Orde Baru, membuatnya cukup paham
perilaku manusia di sekitar para menteri. Baginya, menteri
reformasi ini pun tentunya tahu belaka, mengapa sebuah
acara keluarga seperti pernikahan itu begitu perlunya dihadiri
seorang menteri, bahkan kalau perlu bukan hanya seorang,
melainkan beberapa menteri!
Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi menteri itu sudah
bergegas lari ke toilet pribadinya. Dari luar perempuan

168 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


berseragam pegawai negeri itu seperti mendengar suara
orang muntah.
“Hueeeeeeekkkk!!!”
Perempuan itu masih tetap berada di sana ketika
menteri tersebut muncul kembali dengan mata berair.
“Bapak muntah?”
Menteri yang kini rambutnya seperti baru tertiup angin
kencang, meski hanya ada angin dari pendingin udara di
ruangan itu, membasuh air di matanya dengan tissue.
“Sayang sekali tidak,” jawabnya, “kok masih di sini Bu?”
“Kan Bapak belum bilang mau menghadiri undangan
yang mana.”
“Hadir? Untuk apa? Cuma foto bersama terus pergi lagi
begitu,” kata menteri itu seperti ngedumel lagi.
“Jadi, seperti biasanya? Kirim karangan bunga saja?”
“Iyalah.”
“Bapak tidak ingin tahu siapa-siapa saja yang
mengundang?”
“Huh!”
Sekretaris tua itu segera menghilang ke balik pintu.
Menteri itu menggeleng-gelengkan kepala tak habis
mengerti. Kadang-kadang orang yang mengawinkan anak ini
tak cukup hanya mengirim undangan, melainkan datang
sendiri melalui segala saluran dan berbagai cara, demi
perjuangan untuk mengundang dengan terbungkuk-bungkuk,
agar bapak menteri yang terhormat sudi datang ke acara
pernikahan anak mereka.
Apakah pengantin itu yang telah memohon kepada
orangtuanya, agar pokoknya ada seorang menteri menghadiri
pernikahan mereka?
“Jelas tidak!”

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 169


Menteri itu terkejut mendengar suaranya sendiri. Ia
merasa bersyukur karena sekretaris tua yang tiba-tiba muncul
lagi itu tidak mendengarnya.
“Apa lagi Bu?”
“Karangan-karangan bunga untuk semua undangan
tadi….”
“Ya kenapa?”
Menteri itu melihat sekilas senyum merendahkan dari
perempuan berseragam pegawai negeri tersebut.
“Mau menggunakan dana apa?”
Menteri itu menggertakkan gerahamnya.
“Pake nanya lagi!”
***
Seperti penulis skenario film, Siti bisa membayangkan
adegan-adegan selanjutnya.
Pertama tentu pesanan kepada pembuat karangan
bunga. Karangan bunga? Hmm. Maksudnya tentu bukan
ikebana yang artistik karena sentuhan rasa, yang sepintas lalu
sederhana, tetapi mengarahkan pembayangan secara luar
biasa. Bukan. Ini karangan bunga tanpa karangan.
Tetap sahih meskipun buruk rupa, karena yang penting
adalah tulisan dengan aksara besar sebagai ucapan selamat
dari siapa, dan dari siapa lagi jika bukan dari Menteri Negara
Urusan Kemajuan Negara Bapak Sarjana Pa.B (Pokoknya Asal
Bergelar), yang berbunyi SELAMAT & SUKSES ATAS
PERNIKAHAN PAIMO & TULKIYEM, putra-putri Bapak
Pengoloran Sa.L (Sarjana Asal Lulus) Direktur PT Sogok bin
Komisi & Co.
Lantas karangan bunga empat persegi panjang yang
besar, memble, hanya mengotor-ngotori dan memakan
tempat, boros sekaligus mubazir, dalam jumlah yang banyak
dari segala arah, berbarengan, beriringan, maupun

170 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


berurutan, akan berdatangan dengan derap langkah maju tak
gentar diiringi genderang penjilatan, genderang ketakutan
untuk disalahkan, dan genderang basa-basi seperti karangan
bunga yang datang dari para menteri, memasuki halaman
gedung pernikahan yang telah menjadi saksi segala
kepalsuan, kebohongan, dan kesemuan dunia dari hari ke hari
sejak berfungsi secara resmi.
Satu per satu karangan bunga itu akan diurutkan di
depan atau di samping kiri dan kanan pintu masuk sesuai
urutan kedatangan, agar para tamu resepsi bisa ikut
mengetahui siapa sajakah kiranya yang berada dalam jaringan
pergaulan sang pengundang.
“Bukan ikut mengetahui,” pikir Siti, “tapi diarahkan
untuk mengetahui. Tepatnya dipameri. Ya, pamer. Karangan
bunga untuk pamer.”
Siti jadi mengerti, tak jadi soal benar jika tidak dihadiri
menteri, asal para tamu melihat sendiri, bahwa memang ada
karangan bunga dari menteri. Ini juga berarti para
pengundang seperti berjudi, tanpa risiko kalah sama sekali,
karena meski yang diundang adalah sang menteri, yang
datang karangan bunganya pun jadi!
Begitulah, saat karangan-karangan bunga itu datang,
Siti telah mengaturnya sesuai urutan kedatangan. Ia
mencatat dari siapa saja karangan bunga itu datang, karena ia
merasa sepantasnyalah kelak membalasnya dengan ucapan
terima kasih, atau mengusahakan datang jika diundang pihak
yang mengirim karangan bunga, atau setidaknya
mengirimkan karangan bunga yang sama-sama buruk dan
sama-sama mengotori seperti itu.
“Ah, dari Sinta!”
Ternyata ada juga yang tulus. Mengirim karangan bunga
karena merasa dekat dan betul-betul tidak bisa datang. Sinta,

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 171


sahabat Siti semasa SMU, mengirim karangan bunga seperti
itu. Dengan terharu, Siti menaruh karangan bunga dari Sinta
di dekat pintu, antara lain juga karena tiba paling awal. Di
sana memang hanya tertulis: dari Sinta; bukan nama-nama
dengan embel-embel jabatan, nama perusahaan atau
kementerian dan gelar berderet.

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Karangan Bunga dari Menteri

Tiga karangan bunga dari menteri, karena datangnya


cukup siang, berada jauh di urutan belakang, nyaris di dekat
pintu masuk ke tempat parkir di lantai dasar. Siti tentu saja
tahu suaminya telah mengundang tiga orang menteri, yang
proyek-proyek kementeriannya sedang ditangani perusahaan
suaminya itu. Suaminya hanya kenal baik dengan para
pembantu menteri tersebut, meski hanya tanda tangan
menteri dapat membuat proyeknya menggelinding. Tentu
pernah juga mereka berdua berada dalam suatu rapat
bersama orang-orang lain, tetapi sudah jelas bahwa menteri
yang mana pun bukanlah kawan apalagi sahabat dari
suaminya itu. Sama sekali bukan.
Maka, dalam pesta pernikahan putri mereka, bagi Siti
pun karangan bunga dari menteri itu tidak harus lebih
istimewa dari karangan bunga lainnya.

172 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Namun ketika suaminya datang memeriksa, Siti terpana
melihat perilakunya.
Itulah, setelah 25 tahun pernikahan, masih ada yang ternyata
belum dikenalnya.
Suaminya, yang agak gusar melihat tiga karangan bunga
dari tiga menteri saling terpencar dan berada jauh dari pintu
masuk, memerintahkan sejumlah pekerja untuk
mengambilnya. Ia mengawasi sendiri, agar terjamin bahwa
ketika melewati pintu masuk, setiap tamu yang datang akan
menyaksikan betapa terdapat kiriman karangan bunga dari
tiga menteri.
“Yang ini ditaruh di mana Pak?”
Siti melihat seorang pekerja bertanya tentang karangan
bunga dari Sinta, sahabatnya yang sederhana, cukup
sederhana untuk mengira karangan bunga empat persegi
panjang seperti itu indah, dan pasti telah menyisihkan uang
belanja agar dapat mengirimkan karangan bunga itu
kepadanya.
“Terserahlah di mana! Pokoknya jangan di sini!”
Siti melihat suaminya dari jauh. Suaminya juga minta
dipotret di depan ketiga karangan bunga itu!
Ia merasa mau muntah.
“Hueeeeeeeeeekkkk!!!”
***
Itulah yang terjadi saat Ira bertanya.
“Emang elu bunting, Sit?” (*)

Sumber:
(Ajidarma, 2011, Kompas, 9 Oktober 2011 dalam Senja dan Cinta yang
Berdarah, 2014)

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 173


b) Kedidaktisan Cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”
karya Seno Gumira Ajidarma (2011)
 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma (2011)
Alur
Cerpen “Karangan Bunga dari Menteri” karya Seno
Gumira Ajidarma (2011), mengungkapkan kedidaktisannya
melalui alur linier. Fenomena didaktis berupa budaya
berkirim karangan bunga sebagai rasa simpati atau turut
berbahagia kepada orang lain.
Tokoh
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Siti. Tokoh ini
berperan sebagai pencerita. Tokoh Siti menggambarkan
situasi dan sikap menteri dari sudut pandangnya ketika
menerima undangan-undangan. Tokoh Siti cerdas dan
terampil serta mampu memaknai hakikat berkirim
karangan bunga bukanlah semata-mata sebagai budaya
saja, tetapi heruslah disertai ketulusan hati.
Latar
Latar tempat yang diceritakan dalam cerpen ini adalah
di ruang tertutup, yakni gedung tempat pesta pernikahan
yang diselenggarakan oleh Siti dan suami serta kantor
menteri. Latar waktu yang ditunjukkan adalah siang hari.
Keadaan lingkungan yang dibangun dalam cerpen
menunjukkan pesta pernikahan.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia. Dalam penggunaan bahasa, terdapat
banyak sisipan dialek daerah Betawi. Dalam cerpen ini,
tidak terdapat kata-kata kotor, tabu, atau kasar.

174 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


 Kedidaktisan Isi Cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”
karya Seno Gumira Ajidarma (2011)
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen ini tuntunan
untuk menjunjung tinggi sikap tanggung jawab terhadap
tugas dan pekerjaan, bermartabat dan bijaksana dalam
memutuskan suatu hal, mampu mengendalikan diri tidak
mudah emosi, demokratis menghormati pendapat orang
lain dalam mengambil keputusan, serta cakap dan berpikir
kritis dalam menyikapi suatu hal.
Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen inidi
antaranya menjunjung tinggi norma kesusilaan/kepatutan
bersikap dalam masyarakat ketika mengundang dan
menerima undangan. Sikap ketulusan memberikan ucapan
selamat yang digambarkan dalam cerpen ini adalah bentuk
penghormatan terhadap orang yang mengundang. Selain
itu juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan baik
dengan orang lain dalam masyarakat.
Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini berupa
filosofi budaya mengirim karangan bunga. Dalam cerpen
ini, disuguhkan dua sisi kepribadian. Pertama, sisi
kepribadian si pengirim karangan bunga yang berhati tulus
sebagai ungkapan turut berbahagia dan ucapan maaf
karena tidak bisa hadir (ditunjukkan oleh tokoh Sinta).
Kedua, sisi kepribadian si pengirim karangan bunga yang
tidak peduli. Dia hanya mengirim karangan bunga sebagai
bentuk formalitas budaya saja.
Kedidaktisan Aspek Ilmu Pengetahuan
Kedidaktisan aspek ilmu pengetahuan dalam cerpen ini
di antaranya fakta tentang fenomena budaya berkirim

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 175


karangan bunga sebagai ucapan selamat, turut
berbahagia, atau turut berduka cita. Fenomena didaktis
lainnya berupa pengetahuan prosedural langkah-langkah
pengiriman atau pembuatan karangan bunga. Pertama,
tentu saja si pengirim harus memesan kepada pembuat
karangan bunga. Kedua, merinci kata-kata yang akan
dibuat menjadi karangan bunga. Selain itu, terdapat pula
pengetahuan konseptual berupa konsep karangan bunga
pernikahan yang mempunyai arti lambang atau perwakilan
dari seseorang, baik keluarga, teman dekat, atau rekan
kerja yang memberikan ucapan selamat kepada pasangan
pengantin yang saat itu sedang berbahagia merayakan hari
ikat janji sehidup semati.

c) Langkah-langkah Pembelajaran Cerpen “Karangan


Bunga dari Menteri” dengan Strategi Pembelajaran
Grafik Dinding Ejaan (Spelling Wall Chart)
Strategi pembelajaran grafik dinding ejaan (spelling
wall chart) diadaptasi dari Kucer & Cecilia (2006, hlm.
106-107). Konsep strategi pembelajaran ini adalah
pada dasarnya penulis memiliki berbagai strategi untuk
menentukan cara mengeja dan menyusun kata-kata,
salah satunya mengembangkan dari grafik, atau
sebaliknya.
BAHAN
Dengan menggunakan bahan pembelajaran cerpen
berjudul “Karangan Bunga dari Menteri” karya Seno Gumira
Ajidarma (2011), dan klip video pendek cerpen “Karangan
Bunga dari Menteri”, langkah-langkah pembelajaran ini
dijelaskan sebagai berikut.

176 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video pendek cerpen
“Karangan Bunga dari Menteri”, untuk merangsang
keingintahuan peserta didik terhadap cerpen “Karangan
Bunga dari Menteri”. Salah satu siswa ditugaskan
membaca cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”.
Pendidik menjelaskan cara membuat daftar kata-kata
yang menarik, kata-kata yang sulit dieja atau tidak
dimengerti artinya dalam sebuah tabel. Peserta didik
dipersilakan membuat daftar tentang kata-kata tersebut
dari teks yang disajikan.
Kedua
Catat kata-kata yang menarik atau sulit dipahami
tersebut di papan tulis, kertas grafik atau tabel.
Ketiga
Ketika grafik dinding strategi ejaan berkembang, dorong
peserta didik untuk menggunakannya dalam penulisan
kalimat bebas. Ketika peserta didik menemukan strategi
ejaan baru, tambahkan ini ke bagan atau tabel.
Keempat
Setelah grafik dinding dipetakan, dapat disalin dan
didistribusikan ke peserta didik yang lain untuk
digunakan ketika mereka membuat tulisan.
Tabel isian untuk mendata kata-kata yang manarik,
atau sulit mengejanya atau tidak dimengerti artinya,
mempertimbangkan hal-hal: 1) pikirkan "kata-kata yang
menarik" (bisa juga memilih kata-kata yang berhubungan
dengan aspek kedidaktisan, seperti aspek moral, religius,
ideologi, dan lain-lain) yang ada dalam cerpen dan
tulislah; 2) tulis beberapa kata yang berbeda dan pilih
satu yang paling menarik; 3) tulis huruf-huruf dari kata

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 177


tersebut; 4) tulis huruf pertama dan terakhir dari kata
tersebut; 5) pikirkan kata-kata lain yang terkait dengan
kata yang ingin Anda eja, seperti medis untuk kata obat
atau musisi untuk musik; 6) saling bertanyalah dengan
teman mengenai sinonim dari kata tersebut; 7) cari di
kamus atau gunakan kamus daring.
Berikut contoh tabel isian kata-kata sulit.
Daftar Kata-kata sulit dari cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma
No Kata Arti Kata Persamaan Cara
Kata Melafalkan
1 genderang gendang tambur /gen-de-
besar rang/
2 reformasi perubahan - /ré-for-ma-
secara si/
drastis
untuk
perbaikan
(bidang
sosial,
politik,
atau
agama)
dalam
suatu
masyarakat
atau
negara
dst.

VARIASI
Klip video cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”
karya Seno Gumira Ajidarma, dapat juga ditayangkan di

178 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


akhir pembelajaran sebagai penguatan terhadap alur
cerita cerpen “Karangan Bunga dari Menteri” karya Seno
Gumira Ajidarma.

PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Karangan Bunga
dari Menteri” Karya Seno Gumira Ajidarma.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”, meliputi
kedidaktisan struktur cerpen dan kedidaktisan isi
cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”
(misalnya berkaitan dengan literasi numerasi; literasi
sains; literasi digital; literasi finansial; literasi budaya
dan kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi;
dan literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma. Contohnya:
tokoh Siti merupakan tokoh literat, dia memiliki
kemampuan literasi budaya yang baik terutama
pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat berkirim
karangan bunga, sehingga dengan kemampuan literasi
budayanya, tokoh Siti mampu menyikapi kebudayaan
berkirim bunga dengan pikiran yang jernih.
Pengetahuan literasi yang ditampilkan dalam cerpen ini
juga di antaranya literasi media, cerpen mengemukakan
para tokoh pengirim karangan bunga digambarkan
sebagai tokoh literat yang mampu memanfaatkan
media karangan bunga sebagai perwakilan ucapan
selamat kepada si pengundang.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 179


C. Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis
dengan Strategi Dimensi Literasi
Sosiokultural

Dalam bagian ini, dibahas tiga contoh ancangan


pembelajaran cerpen didaktis dengan strategi dimensi
literasi sosiokultural, yaitu: 1) ancangan pembelajaran
cerpen “Putri Pahlawan Indonesia“ karya Nur Sutan
Iskandar (1945) dengan strategi membaca lintas disiplin
ilmu (reading across the disciplines strategies); 2)
ancangan pembelajaran cerpen “Kurma Kiai Karnawi”
karya Agus Noor (2012) dengan strategi mengungkapkan
makna tersembunyi (uncovering hidden meanings
strategies); 3) ancangan pembelajaran cerpen “Berbakti”
karya M. La Gouw (1956) dengan strategi tampilan
masalah (problem posing strategies).
Mengenai ancangan strategi dimensi literasi
sosiokultural selain ketiga contoh di sini, dapat dipalajari
lagi dalam bab III buku ini, sehingga Anda dapat
menerapkan dalam pembelajaran sastra yang lain.

180 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


1. Ancangan Pembelajaran Cerpen “Putri Pahlawan
Indonesia“ karya Nur Sutan Iskandar (1945) dengan
Strategi Membaca Lintas Disiplin Ilmu (Reading
Across the Disciplines Strategies)

Nur Sutan Iskandar

Nur Sutan Iskandar lahir di Sungai Batang, Sumatra


Barat, 3 November 1893 dan meninggal di Jakarta, 28
November 1975 pada usia 82 tahun. Sebagai sastrawan
Angkatan Balai Pustaka, ia mendapat julukan raja Balai
Pustaka.
Nur Sutan Iskandar memiliki nama asli Muhammad Nur.
Sebagaimana lelaki Minangkabau pada umumnya,
Muhammad Nur mendapat gelar Sutan Iskandar ketika
menikah. Gelar tersebut dipadukan dengan nama aslinya
menjadi Nur Sutan Iskandar.
Setelah menamatkan sekolah rakyat tahun 1909, Nur
Sutan Iskandar bekerja sebagai guru bantu. Pada 1919, ia
pindah ke Jakarta dan bekerja di Balai Pustaka. Pertama kali
bekerja sebagai korektor naskah karangan. Pada periode

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 181


1925-1942 ia menjabat sebagai pemimpin redaksi Balai
Pustaka. Kemudian ia diangkat menjadi Kepala Pengarang
Balai Pustaka pada periode 1942-1945.
Nur Sutan Iskandar tercatat sebagai sastrawan paling
produktif pada angkatannya. Selain mengarang karya asli, ia
juga menyadur dan menerjemahkan buku-buku karya
pengarang asing seperti Alexandre Dumas, H. Rider
Haggard dan Arthur Conan Doyle.

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Nur_Sutan_Iskandar

a) Teks cerpen “Putri Pahlawan Indonesia“ karya Nur Sutan


Iskandar (1945)

Putri Pahlawan Indonesia


Karya Nur Sutan Iskandar (1945)

Ibu Sateriani agak gelisah. Berlain dari pada


keadaannya yang biasa; tenang dan sabar.
Sudah lama diperhatikannya gerak-gerik kedua
anaknya yang perempuan; Marlina dan Suarni, yang telah
terjun kegelanggang pergerakan. Bahkan, telah jadi
pemimpin.... Kedua gadis rupawan itu memang tak mau
ketinggalan dalam hal berbakti kepada tanah air. Sebagai
putri Indonesia yang bercita-cita tinggi-murni, mereka
itupun hendak serta membangunkan dan mendirikan
negara Indonesia merdeka. Mereka itu hendak sama-sama
bertanam, agar sama-sama pula memetik buah kelak.
Syukur. Akan tetapi ibu Sateriani ragu-bimbang,
adakah akan berhasil perjuangan mereka itu?
Marlina dan Suarni sudah terlalu banyak memakan
garam Barat, meminum obat bius Barat. Meskipun dalam

182 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


tiga tahun ini mereka sudah berusaha menghilangkan bisa
racun Barat itu, meskipun mereka sudah berasa sembuh dan
berbalik ke Timur kembali, tetapi bekas-bekas racun itu
masih kelihatan pada bawaannya dan gayanya.
Dalam pergerakan masih banyak lagaknya daripada
yang dinyatakannya. Dianjurkannya supaya gadis-gadis suka
bercocok tanam, tetapi mereka sendiri masih segan
memegang cangkul. Dikerahkannya supaya gadis-gadis
terpelajar bekerja sendiri di rumahnya, tetapi mereka
sendiri masih berhajatkan tenaga babu atau bujang. Mereka
itu jijik sudah katanya kepada segala imperialisme Barat,
tetapi kalau berkata-kata, bahasa Barat itu lebih dahulu
keluar dari antara kedua bibirnya yang seperti limau seulas
itu daripada bahasanya sendiri, bahasa Indonesia, yang
halus dan indah itu.
Pergaulannya... masih kebarat-baratan.
Wanita semacam itu mungkinkah sanggup memerangi
musuh dengan sesungguh-sungguh hatinya, seperti
perempuan Indonesia masa dahulu, ketika mereka
mempertahankan negerinya dan bangsanya daripada
angkara-murka imperialis Barat itu? Ibu Sateriani
menggeleng-geleng.
Dalam pada itu – sebagai digerakkan Tuhan- Marlina
dan Suarni datang kepadanya. Mereka sudah merasa bahwa
segala usahanya, segala korbannya, tiada berhasil
sebagaimana yang diharap-harapkan. Rupanya sudah nyata
kepada rakyat yang dipimpinnya, bahwa mereka itu lebih
berpura-pura daripada bersungguh-sungguh.
Jadi mereka itu minta akal kepada ibunya, yang tak
asing dalam pergerakan... dahulu.
“Akal? Perlihatkan buktinya,” kata perempuan tua itu.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 183


“Tentang berjuang di medan perang, bagaimana akan
memperlihatkan buktinya? Kita belum berperang lagi,”
jawab Marlina dengan cepat.
“Akan berperang.”
“Sementara itu?”
“Beri contoh.”
“Mana? Belum ada....”
“Banyak riwayat yang sah. Pengaruh dan kegiatan
perempuan Aceh dalam perang, umpamanya.”
“Sudikah ibu menguraikannya?”
“Baik. Tetapi kamu harus insaf, bahwa kaum ibu dahulu
tidak terpelajar seperti kamu sekarang.”
“Ibu....”

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Putri Pahlawan Indonesia

“Sebenarnya perempuan Aceh amat berpengaruh dan


berjasa dalam perang. Sangat berani, gagah perkasa, giat
berperang bersama-sama dengan laki-laki. Dalam
berhadapan dengan musuh tak ubah mereka itu sebagai
banteng betina, yang melindungi anaknya daripada
harimau. Mereka teramat benci kepada musuh. Benci, yang
tidak dibuat-buat, melainkan benci yang sungguh-sungguh
terbit dari hatinya. Benci, yang bernyala-nyala sampai ke

184 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


pintu kuburnya. Sehingga waktu mereka akan
menghembuskan nafas yang penghabisan, waktu nyawanya
akan bercerai dengan badannya, mereka itupun mau juga
meludahi muka Belanda! Sungguh, anakku. Hal itu diakui
oleh musuh sendiri, oleh orang Belanda. Mereka itu
mengaku dengan terus-terang, bahwa perempuan Aceh
gagah-perkasa, tak hiraukan mati. Tak ada bandingnya
dalam hal mempertahankan negerinya, bangsanya dan
agamanya.
Kerap kali perempuan Aceh terpaksa mengembara di
dalam hutan beserta suaminya, terdesak oleh musuh.
Mereka itu tidak mengeluh, tidak gentar menderita
kesukaran, kesusahan dan kekurangan. Tak takut akan
bahaya. Banyak terjadi, mereka itu beranak di dalam rimba,
sedang asap bedil mengepul di udara. Sedikitpun tak hilang
akalnya. Maka dikemasinya barang-barang, didukungnya
anak, disandangnya bedil, dipegangnya kelewang atau
rencong, lalu mereka berperang pula. Di dalam tangan yang
halus itu rencong dan kelewang lebih berbisa daripada di
tangan laki-laki!
Kaum wanita Aceh berperang sabil, berjuang di jalan
Allah. Tak mau berdamai dengan Belanda. Yang diingat
mereka itu hanyalah; membunuh atau dibunuh musuh.
Marlina dan Suarni amat gairah mendengarkan cerita
itu, sebagai bergantung ia pada bibir ibunya.
“Ini contoh yang tepat benar, kejadian dalam tahun
1910 M. Pasukan Tengku Mayet di Tiro sedang berjuang
dengan balatentara Belanda di Tangse. Bermula tembak-
tembakan dari jauh, kemudian perang bersosoh: seorang
lawan seorang. Pedang lawan rencong. Banyak serdadu
Belanda yang mati, begitu juga pasukan Tengku Mayet. Di
antara yang luka-luka terdapat istri Tengku di Tiro sendiri. Ia

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 185


jatuh ke tangan musuh. Bercelana dan berbaju hitam, gagah
dan tangkas rupanya. Baru berumur 30 tahun. Ia tertiarap di
tanah, luka diperutnya. Meksipun ia kesakitan, tetapi ia tak
mengerang. Tidak terkerincit sedikit juapun matanya.
Dengan tenang dinantikannya ke tangan ajalnya.
“Seorang opsir Belanda datang ke dekatnya. Ia berkata
dengan hormat, sukakah ia dibebat lukanya? Perempuan
itupun berpaling dengan benci serta menjawab dengan
kasar: “Beta mat kèe, kaphe budo.” (Jangan jamah aku, hai
kafir). Demikian hal Cut Gambang, lebih suka ia mati
daripada jatuh ke tangan musuh.”
“Jantan hatinya.”
“Lebih-lebih lagi ibunya, Cut Nyak Din, yang termashur
dalam tahun 1896 M dan kemudian daripada itu. Setelah
suaminya, Tengku Umar, meninggal di medan perang, iapun
lebih suka hidup di dalam hutan daripada menyerah kepada
Belanda. Dari sana dipimpinnya perjuangan dengan tidak
berhenti-hentinya. Walaupun pasukannya lama-kelamaan
berkurang, dan badannya sendiri sudah bercacat: matanya
telah buta, tetapi semangatnya tiada pernah luntur.
Imannya tak pernah berkucak. Segala kesukaran
ditanggungkannya dengan rela. Kadang-kadang berpekan-
pekan ia tiada mendapat barang sesuap nasi, terpaksa
makan taruk kaju dan umbut pisang hutan. Selalu dikejar
musuh. Pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Enam
tahun lamanya ia berhal sedemikian. Dia, seorang
perempuan bangsawan, seorang pahlawan, yang dihormati
orang. Dia, putri, yang biasa bersenang-senang dalam istana
dia mau meninggalkan segala kesenangan dan kemewahan
itu untuk cita-citanya! Lain tidak, karena cinta kepada
bangsanya dan kemerdekaan tanah airnya.

186 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Bukan buatan marah dan berang hati orang Aceh. Besar
kecil tua muda, hina dan mulia menyumpah-nyumpah serta
mengancam: jika keganasan itu tidak segera dihentikan, Cut
Nya Din tidak dipelihara menurut derajatnya, mereka itu
akan memutar negeri.
Demi hal itu didengar oleh wakil pemerintah Belanda, ia
pun segera berikhtiar akan meluluskan kehendak rakyat itu.
Tempat Cut Nya Din ditunjukkan orang.
“Pada ketika itu Cut Nyak Din tidak bergaya lagi, karena
buta, kurus, kesukaran dan kekurangan. Sesungguhpun
demikian bukan buatan sakit hatinya, karena ia telah jatuh
ke tangan musuhnya. Dengan putus asa lalu dicabutnya
rencong, ditusuknya dada orang Aceh yang menunjukkan
tempatnya itu. Ia tidak ingat akan maksud baik orang itu;
tidak, ia hanya ingat, bahwa “jahanam” itu telah
menyerahkan dia ke tangan si kaphe.
“Begitu pula istri Tengku di Barat. Iapun mati seperti
pahlawan yang tak ada bandingnya. Pasukan suaminya telah
dikepung oleh musuh yang kuat. Mereka melawan dengan
gagah. Tiba-tiba tangan Tengku di Barat kena tembak, tak
dapat digerakkan lagi. Dengan segera bedilnya disambut
oleh istrinya. Perempuan itupun dapat melindungi suaminya
serta kawan-kawannya sampai kepada saat penghabisan.
Mereka itu mati bertindih bangkai, dengan rela, sebab
mereka tahu dan yakin, bahwa kematiannya itu untuk tanah
airnya dan bangsanya.
“Perempuan yang semacam itu banyak di tanah Aceh,
anakku. Beratus-ratus. Ya, beribu-ribu. Mereka itu
dihormati dan dijunjung tinggi oleh seluruh orang Aceh.
Sampai sekarang, hidup dalam kenang-kenangan, jadi suri
teladan bagi rakyat dalam perjuangan.”

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 187


Ibu Sateriani memandang kepada kedua anaknya. Pada
air mukanya yang sebentar pucat dan sebentar merah itu,
pada nyata kepadanya, bahwa mereka itupun tiada cuma-
cuma menyerbukan diri ke medan pergerakan. Ada
keberaniannya dan ada pula ketulusan hatinya. Hanya
pengaruh didikan Barat belum hilang benar dari dirinya. Itu
sebabnya maka mereka belum dapat menghidupkan
semangat Timur yang sejati di dalam tubuh orang yang
dipimpinnya.
“Anakku,” kata ibu Sateriani sambil tersenyum sayu,
“Ibu ceritakan hal itu kepadamu, gunanya, akan jadi cermin
perbandingan bagimu. Bukan untuk surut ke belakang,
melainkan untuk pendorong maju ke depan, menyongsong
kemerdekaan. Mudah-mudahan tetap imanmu berjuang.
Sebab sudah engkau ketahui, bahwa kaum wanita
bangsamu dahulupun sudah berdarah pahlawan jua. Bukan
di Aceh bukan di Sumatra, tetapi di tanah Jawapun lebih-
lebih lagi. Tidak sedikit wanita Jawa yang jadi tulang
punggung perang kebangsaan. Baik di masa Majapahit, di
masa Mataram, baikpun di masa Diponegoro tiada kurang
Srikandi, anakku. Di rumah mereka membuat mesiu dan
menuang peluru, di medan perang mereka menyandang
bedil di sisi laki-laki.
“Ke sana kamu layangkan matamu, ke sejarah itu kamu
kembali, kalau hendak mengobar-ngobarkan semangat
perjuangan kaummu sekarang ini. Sebab, dengan terus-
terang ibu katakan, daki didikan Barat telah terlalu tebal
menutup rohani kaummu. Jadi lebih dahulu kamu harus
mengikis daki itu habis-habis, sampai bersih, sampai terbit
sinar satria lama yang tertutup di bawahnya. Tentu saja
lebih dahulu dakimu sendiri kau kikis, kau sabuni bersih-
bersih. Sebagai pemimpin engkau selalu dipercerminkan

188 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


oleh orang banyak. Sesudah itu berikan bukti yang nyata
kepada mereka itu, dengan tulus ikhlas. Bukan karena
kepentingan diri sendiri! Ibu percaya, jika telah kelihatan
oleh rakyat umum kebenaran perkataanmu dan keikhlasan
hatimu, niscaya kaum wanita bangsa kita akan serentak
maju ke depan, akan gembira menghadapi musuh. Sebab di
dalam dada mereka itu masih tertanam sifat tabiat satria,
pusaka bangsa kita itu.”
“Ibu,” kata kedua gadis itu dengan air muka berseri-
seri, “Ibu, terima kasih akan uraian ibu itu.”
“Jadi kerjamu hanya membuka tutup hati mereka itu,
jika telah terbuka, semangat pahlawan yang terkandung di
dalam hati mereka itupun akan mengalir dan membanjiri
musuh dengan sendirinya.”
(Iskandar, 1945, Pandji Poestaka, 6.23, hlm. 185-186)

*Ejaan dalam cerpen ini telah disesuaikan dengan ejaan bahasa


Indonesia yang berlaku sekarang.

b) Kedidaktisan Cerpen “Putri Pahlawan Indonesia“ karya


Nur Sutan Iskandar (1945)
Kedidaktisan cerpen “Putri Pahlawan Indonesia“, di
antaranya sebagai berikut.
 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Putri Pahlawan
Indonesia“ karya Nur Sutan Iskandar (1945)
Alur
Cerpen berjudul “Putri Pahlawan Indonesia“karya Nur
Sutan Iskandar, mengungkapkan kedidaktisannya melalui
alur linier. Cerpen ini berkisah tentang Ibu Sateriani yang
memberikan pepatah, semangat dan menceritakan
keteladanan pahlawan-pahlawan perempuan dari Aceh

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 189


kepada kedua putrinya yang sedang ikut dalam perjuangan
pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah tokoh ibu
Sateriani. Tokoh ibu ini yang sangat perhatian kepada
kedua putrinya dan mendorong semangat juang serta rasa
cinta tanah air kepada kedua putrinya, terutama dalam
menyikapi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Latar
Latar utama yang ditampilkan berupa latar waktu
berupa masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Latar
suasana berupa gambaran semangat pemuda-pemudi
Indonesia dalam berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia dengan ejaan lama. Tidak ditemukan
kata-kata yang tabu, kotor, atau kasar dalam cerpen ini.

 Kedidaktisan Isi Cerpen “Putri Pahlawan Indonesia“ karya


Nur Sutan Iskandar (1945)
Kedidaktisan Aspek Religius
Kedidaktisan aspek religius cerpen “Putri Pahlawan
Indonesia“ karya Nur Sutan Iskandar berupa tuntunan
sikap religius untuk berjuang di jalan Alloh, seperti
berjuang membela negara dan agama, tuntunan bagi
wanita supaya bisa menjaga penampilan sesuai syariat
Islam.
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen tersebut
berupa tuntunan bagi orang tua supaya membimbing dan
mengarahkan anak-anaknya kepada jalan yang baik. Pesan
moral untuk menjaga martabat diri dan bangsa seperti

190 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


para pejuang wanita Aceh. Sikap moral demokratis dalam
memutuskan suatu perkara. Sikap moral tanggung jawab
terhadap pendidikan anak.
Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen ini berupa
tuntunan untuk cinta negara dan bangsa. Mengutamakan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan
golongan. Tuntunan untuk menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Tuntunan supaya menjaga norma-
norma.
Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini berupa
tuntunan bagi orang tua, yaitu filosofi tentang cinta tanah
air dan bangsa, filosofi perjuangan menegakaan martabat
bangsa dan agama.
Kedidaktisan Aspek Pengetahuan
Kedidaktisan aspek pengetahuan dalam cerpen ini
berupa tuntunan bagi orang tua supaya cerdas dan
memiliki pengetahuan faktual, prosedural, dan konseptual
tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam
mewujudkan kemerdekaan. Pengetahuan faktual tentang
sejarah pejuangan rakyat Indonesia semasa penjajahan,
pengetahuan prosedural mengenai strategi-strategi
perang, pengetahuan konseptual mengenai konsep
perjuangan kemerdekaan.

Teks 2 (untuk bahan pembelajaran)


Biografi Cut Nyak Dhien
Biodata
 Nama Lengkap : Cut Nyak Dhien
 Tempat Lahir : Lampadang, Kesultanan Aceh
 Tahun Lahir : 1848

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 191


 Meninggal : 6 November 1908. Sumedang,
Hindia Belanda
Kehidupan
Cut Nyak Dhien lahir pada 1848 di Aceh Besar di
wilayah VI Mukimm. Ia terlahir dari kalangan keluarga
bangsawan. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang
uleebalang, yang merupakan keturunan Datuk Makhudum
Sati.
Datuk Makhudum Sati termashur di Aceh pada abad
ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul
Badrul Munir. Maka dari itu, Ayah Cut Nyak Dhien merupakan
keturunan Minangkabau dan Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri
uleebalang Lampagar.
Pada masa kecil, Cut Nyak Dhien memperoleh
pendidikan agama dan rumah tangga. Memasak, melayani
suami, dan hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang
dididik baik oleh orang tuanya. Banyak pria yang menyukai
Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12
tahun (1862), ia dinikahkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga,
putra dari uleebalang Lamnga XIII. Namun pada 1878 Teuku
Ibrahim Lamnga gugur dalam perang melawan Belanda di Gle
Tarum pada tanggal 29 Juni 1878.
Meninggalnya Ibrahim Lamnga membuat duka yang
mendalam bagi Cut Nyak Dhien. Dua tahun kemudian, pada
1880 Cut Nyak Dhien dipersunting oleh Teuku Umar.
Teuku Umar adalah salah satu pejuang yang melawan
Belanda. Awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena
Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan
pertempuran, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah
dengannya. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang
diberi nama Cut Gambang. Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar
bertempur bersama melawan Belanda.

192 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Perang Aceh
Pada 1875, perang dilanjutkan secara gerilya dan
dikobarkan perang fi'sabilillah. Teuku Umar melakukan
gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya
dengan orang Belanda semakin kuat. Pada 30 September
1893, Teuku Umar dan pasukannya, sekitar 250 orang pergi
ke Kutaraja dan “menyerahkan diri” kepada Belanda. Belanda
sangat senang karena musuh yang dianggap berbahaya mau
membantu Belanda, sehingga Teuku Umar diberi gelar
sebagai Teuku Umar Johan Pahlawan dan dijadikan
komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh.
Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda,
meskipun ia dituduh sebagai penghianat bangsa oleh orang
Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak
Dhien untuk memakinya.
Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk
kembali melawan Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus
berhubungan dengan Belanda. Teuku Umar mencoba
mempelajari taktik Belanda. Pelan-pelan mengganti sebanyak
mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah
orang Aceh dalam pasukan tersebut cukup, Teuku Umar
melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim
bahwa ia ingin menyerang Aceh.
Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi bersama semua
pasukan dan perlengkapan berat, senjata, serta amunisi
Belanda, dan tidak pernah kembali. Peristiwa penghianatan
ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan
Teuku Umar).
Pengkhianatan Teuku Umar menyebabkan Belanda
marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk
menangkap Teuku Umar dan Chut Nyak Dhien. Namun,
gerilyawan pihak Teuku Umar sudah dilengkapi perlengkapan

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 193


dari Belanda. Mereka mulai menyerang Belanda saat pasukan
musuh berada pada kekacauan saat Jend. Van Swieten
diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel,
terbunuh, sehingga pasukan Belanda berada pada kekacauan.
Saat itu, Belanda mencabut gelar Teuku Umar dan membakar
rumahnya, serta mengejar keberadaannya.
Teuku umar dan Chut Nyak Dhien terus menekan
Belanda. Belanda menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan
Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga terus-terusan
mengganti jendral yang bertugas. Unit “Maréchaussée”
dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit
ditaklukan orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan “De
Marsose” merupakan orang Tionghoa-Ambon yang
menghancurkan semua yang ada di jalannya. Akibat dari hal
ini, Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van der
Heyden membubarkan unit “De Marsose”. Peristiwa ini juga
menyebabkan banyak orang yang tidak ikut melakukan
pertempuran kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan
masih tetap ada pada penduduk Aceh.
Jendral Joannes Benedictus van Heutsz
memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh
untuk memata-matai pasukan Teuku Umar, sehingga Belanda
menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang
Meulaboh pada 11 Februari 1899. Akhirnya, Teuku Umar
gugur tertembak peluru.
Setelah Teuku Umar gugur, Cut Nyak Dien memimpin
pasukan perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman
Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba
melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai
kekalahannya pada 1901. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah
semakin tua.

194 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Masa Tua dan Kematian
Cut Nyak Dhien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh
dan dirawat di rumah sakit Banda Aceh. Sementara itu, Cut
Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan
perlawanan yang sudah dilakukan ayah dan ibunya.
Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-
angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke
Sumedang, Jawa Barat. Belanda merasa bahwa kehadirannya
akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia
terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.
Pada 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal
karena usianya yang sudah tua. Makam “Ibu Perbu” baru
ditemukan pada 1959 berdasarkan permintaan Gubernur
Aceh saat itu, Ali Hasan. “Ibu Perbu” diakui Presiden Soekarno
sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI
No.106 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964.
Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada
1987 dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di
dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam
yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pada
7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dhien dikelilingi pagar
besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 m2. Di
belakang makam terdapat musholla dan di sebelah kiri
makam terdapat banyak batu nissan yang merupakan makam
keluarga ulama H. Sanusi.
Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat
hidupnya dengan tulisan Arab, Surah At-Taubah dan Al-Fajr,
dan hikayat cerita Aceh.

Sumber: (Vityana, 2015, diakses dari: https://www.biografipedia.com/2015/05/ biografi-


cut-nyak-dhien.html)

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 195


c) Pembelajaran Cerpen “Putri Pahlawan Indonesia“ karya
Nur Sutan Iskandar (1945) dengan Strategi Membaca
Lintas Disiplin Ilmu (Reading Across the Disciplines
Strategies)
Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, konsep
strategi pembelajaran ini memvariasikan teks secara
linguistik dan konseptual untuk tujuan tertentu. Berbagai
teks dari berbagai disiplin ilmu, seperti sastra, ilmu
pengetahuan, studi sosial, dan matematika dapat
digunakan secara bersamaan sebagai perbandingan dan
penguatan pengetahuan.
Dengan mengadaptasi strategi pembelajaran
membaca lintas disiplin ilmu (reading across the
disciplines), langkah-langkah pembelajaran kedidaktisan
cerpen “Putri Pahlawan Indonesia“ karya Nur Sutan
Iskandar, dirinci sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video pendek cerpen
“Putri Pahlawan Indonesia” untuk merangsang
kepekaan pemikiran, dan motivasi belajar peserta
didik terhadap pembelajaran cerpen “Putri Pahlawan
Indonesia”.
Kedua
Perkenalkan para peserta didik pada dua teks di atas
(teks biografi Cut Nyak Dhien dan teks cerpen “Putri
Pahlawan Indonesia“).
Ketiga
Bagikan kepada peserta didik salinan kedua teks yang
berbeda disiplin ilmu tersebut.

196 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Keempat
Peserta didik ditugaskan membaca teks tersebut dan
menuliskan tanggapan serta memberikan penjelasan
perbedaan dan persamaan dua teks yang dibacanya.
Peserta didik menuliskan bagian teks yang
menunjukkan persamaan atau perbedaan ide atau
cerita dari kedua teks tersebut.
Kelima
Pendidik membimbing diskusi kelas tentang tugas
yang sudah dilaksanakan pada tahap ketiga.
Keenam
Pada tahap diskusi, pendidik memberikan penjelasan
kepada peserta didik mengenai perbedaan kedua teks
tersebut, dan menjelaskan kaitannya serta fungsinya.
Ketujuh
Sebagai variasi pembelajaran, pendidik dapat
memakai lebih dari dua pasangan teks dengan disiplin
ilmu yang berbeda sebagai konfirmasi pengetahuan.

PENGUATAN
 Pendidik memberikan ulasan atau evaluasi tentang
pembelajaran membaca lintas disiplin ilmu (reading
across the disciplines) pada teks cerpen “Putri
Pahlawan Indonesia“.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Putri Pahlawan Indonesia“, meliputi
kedidaktisan struktur cerpen dan kedidaktisan isi
cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Putri Pahlawan
Indonesia“, misalnya berkaitan dengan literasi
numerasi; literasi sains; literasi digital; literasi

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 197


finansial; literasi budaya dan kewarganegaraan;
literasi media; literasi teknologi; dan literasi visual
yang tersaji melalui alur, tokoh dan penokohan, latar,
atau isi cerpen.

198 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


2. Ancangan Pembelajaran Cerpen “Kurma Kiai Karnawi”
karya Agus Noor (2012) dengan Strategi Mengungkapkan
Makna Tersembunyi (Uncovering Hidden Meanings
Strategies)
Agus Noor

Agus Noor , lahir di Tegal, Jawa Tengah, 26 Juni 1968


pada usia 51 tahun. Sejak muda, Agus Noor telah
berkecimpung di dunia sastra dengan menulis karya-
karya puisi dan prosa. Dia merupakan penulis naskah
untuk program Sentilan Sentilun Metro TV yang
diadopsi dari naskah monolognya, Matinya Sang
Kritikus, yang sebelumnya telah dipentaskan di
sejumlah kota oleh Butet Kertaradjasa.
Penghargaan
 Juara I penulisan cerpen pada Pekan Seni
Mahasiswa Nasional (Peksiminas, 1991)
 Cerpenis terbaik pada Festival Kesenian
Yogyakarta (FKY) IV (1992)
 Anugerah Cerpen Indonesia yang
diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta
untuk tiga cerpennya, Keluarga Bahagia, Dzikir
Sebutir Peluru, dan Tak Ada Mawar di Jalan
Raya (1999)
 Karya terbaik Majalan Horison selama kurun
waktu 1990-2000

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 199


 Anugerah Seni dari Mentri Kebudayaan dan
Pariwisata untuk cerpennya, Piknik (2006)
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Agus_Noor

a) Teks cerpen “Kurma Kiai Karnawi” karya Agus Noor (2012)

Kurma Kiai Karnawi


karya Agus Noor (2012)
TUBUH orang itu menghitam—nyaris gosong—
sementara kulitnya kisut kering penuh sisik kasar dengan
borok kering. Mulutnya perot, seakan ada yang
mencengkeram rahang dan lehernya. Ia terbelalak seolah
melihat maut yang begitu mengerikan. Sudah lebih delapan
jam ia mengerang meregang berkelojotan. Orang-orang
yakin: dia terkena teluh, dan hanya kematian yang bisa
menyelamatkan.
Kiai Karnawi, yang dipanggil seorang tetangga, muncul.
Beliau menatap penuh kelembutan pada orang yang
tergeletak di kasur itu. Kesunyian yang mencemaskan
membuat udara dalam kamar yang sudah pengap dan berbau
amis terasa semakin berat. Beberapa orang yang tak tahan
segera beranjak keluar dengan menahan mual. Kiai Karnawi
mengeluarkan sebutir kurma, dan menyuapkan ke mulut
orang itu. Para saksi mata menceritakan: sesaat setelah
kurma tertelan, tubuh orang itu terguncang hebat, seperti
dikejutkan oleh badai listrik. Lalu cairan hitam kental meleleh
dari mulutnya, berbau busuk, penuh belatung dan lintah. Dari
bawah tubuhnya merembes serupa kencing kuning pekat,
seolah bercampur nanah. Seekor ular keluar dari duburnya,
dan—astaghfirullah—puluhan paku berkarat menyembul
dari pori-pori orang itu. Lalu berjatuhan pula puluhan mur dan
baut, potongan kawat berduri, biji-biji gotri dan silet yang

200 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


masih terlihat berkilat. Orang itu mengerang panjang. Kiai
Karnawi mengangguk ke arah yang menyaksikan, “Biarkan dia
istirahat.”
Keesokan harinya, orang itu sudah bugar.
Kisah itu hanyalah salah satu dari banyak kisah yang
sudah Hanafi dengar tentang Kiai Karnawi. Kisah paling
dramatik yang Hanafi dengar, ialah saat terjadi bentrok petani
dengan aparat. Para buruh tani yang bertahun-tahun
menggarap lahan protes ketika diusir, karena hendak
dibangun perumahan mewah. Merasa protesnya tak
ditanggapi, mereka merusak pagar pembatas dan mulai
bentrok dengan aparat yang mengepung. Beberapa gubuk
petani dibakar beberapa preman yang disewa pengembang,
membuat suasana makin kalap. Bentrokan tak bisa
dihindarkan. Aparat mulai melepaskan tembakan. Satu peluru
nyasar mengenai seorang bocah, tepat menghunjam
kepalanya. Kemunculan Kiai Karnawi mampu meredakan
amuk buruh tani. Saat itu Kiai Karnawi berhasil menangkap
sebutir peluru yang ditembakkan kepadanya (Hanafi suka
membayangkan adegan ini secara slow motion seperti dalam
film) dan langsung membentak komandan pasukan, agar
menarik mundur semua aparat. Bocah yang kepalanya
tertembak dibopong Kiai Karnawi, yang langsung
menyuapkan sebutir kurma. Pelan-pelan, peluru yang
menancap dalam kepala bocah itu menggeliat keluar. Dan
lubang bekas peluru itu, menutup dengan sendirinya.
Kisah lain adalah ibu hamil yang kandungannya sudah
lebih dari 19 bulan, tapi bayi itu tak juga mau keluar. Ia buruh
cuci harian, yang tak punya biaya untuk caesar. Perut itu
menggelembung, seolah membopong sekarung beras,
membuatnya kepayahan berjalan. Belum lagi rasa sakit yang
selalu menyodok-nyodok dan mengaduk-aduk perutnya. Ia

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 201


akhirnya hanya bisa terkapar dengan perut yang semakin
membesar. Orang-orang kemudian kasak-kusuk, kalau bayi
yang dikandungnya membawa kutukan. Kalaupun lahir hanya
membawa keburukan. Setelah kehilangan harapan, suaminya
mendatangi Kiai Karnawi, yang memberinya sebiji kurma.
“Pulanglah, dan suruh istrimu makan kurma ini,” ujar Kiai
Karnawi. Dua jam setelah makan kurma itu, bayinya lahir:
selamat dan sehat.
Itu kurma ajwah, kata orang-orang. Kurma Nabi. Kurma
dari surga, yang bisa menangkal sihir dan racun. Kanjeng Nabi
sendiri yang menanam bibit pohon kurma itu di Madinah.
Warnanya kehitaman, tak lebih hanya setengah jari orang
dewasa, lebih kecil dibanding kurma lainnya, tapi paling enak
rasanya. Kiai Karnawi memetik langsung kurma itu dari pohon
yang ditanam Kanjeng Nabi. Kisah itu, sering diceritakan
berulang-ulang Umar Rais kepada Hanafi. “Terkadang, setiap
Jumatan, Kiai Karnawi sholat di Masjid Nabawi,” ujar
majikannya. “Setelah itu, Kiai Karnawi selalu memetik kurma
ajwah dan membawanya pulang. Di bulan Ramadan, Kiai
Karnawi juga sering salat witir di masjid Madinah itu….”

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Kura Kiai Karnawi


Tapi ada lagi cerita lain yang didengar Hanafi. Kabarnya
Kiai Karnawi didatangi Nabi Khidir dalam mimpi. Kiai Karwani
diajak ke kebun kurma yang begitu luas, seakan batas kebun
itu jauhnya sampai ke lengkung cakrawala. Ada beberapa

202 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


tenda di dekat kebun kurma itu. Di sana sudah berkumpul
beberapa orang. Sepertinya mereka kafilah pengembara dari
berbagai negeri yang jauh. Nabi Khidir kemudian menyuruh
mereka menunjukkan: yang mana pohon kurma ajwah di
antara ratusan pohon kurma yang tumbuh di kebun itu.
Dengan yakin, satu per satu orang itu menunjuk sebuah
pohon. Tapi Nabi Khidir menggeleng. Tak satu pun dari orang-
orang itu berhasil. Sampai tiba giliran Kiai Karnawi.
“Bisakah kisanak tunjukan, yang mana pohon kurma
ajwah yang ditanam kanjeng Nabi, 14 abad yang lalu,” ujar
Nabi Khidir.
“Sebelumnya, maafkan sahaya yang daif ini, Sinuhun,”
Kiai Karnawi bicara sopan, “bisakan Sinuhun memberi tahu
terlebih dahulu, di manakah arah kiblat….”
Lalu Nabi Khidir menunjuk satu arah. Tepat, di arah yang
ditunjuk itu terlihat satu pohon kurma.
“Terima kasih, Sinuhun. Itulah gerangan pohon kurma
ajwah yang Sinuhun maksud….”
Nabi Khidir tersenyum. Dipetik satu buah kurma, dan
diberikan pada Kiai Karnawi. Banyak yang yakin, kurma itulah
yang selalu diberikan Kiai Karnawi kepada orang-orang. Sebiji
kurma itu, tak akan pernah habis dimakan. Ada kejadian yang
dilihat langsung Hanafi terkait hal itu. Ia diajak majikannya
mengikuti pengajian Kiai Karnawi. Ratusan orang hadir di
pengajian lailatul qadar di rumah Kiai Karnawi yang kecil dan
sederhana. Hanafi melihat sebutir kurma tersaji di piring seng
yang sudah tampak kuno. Bergiliran, ratusan orang yang hadir
mengambil kurma itu dan memakannya—atau ada yang
mengantunginya untuk dibawa pulang tapi di piring itu: tetap
saja masih ada sebutir kurma.
Kurma ajwah pemberian Nabi Khidir, begitu banyak
orang meyakini.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 203


Beberapa kali Hanafi bertemu Kiai Karnawi, saat
mengantar Umar Rais sowan. Tak hanya pada acara-acara
keagamaan, tapi pada tiap kesempatan biasanya pada akhir
pekan dan saat ada bakti sosial seperti sunatan massal atau
pengobatan gratis di rumah Kiai Karnawi—majikannya selalu
menyempatkan datang.
Perawakan Kiai Karnawi kurus, agak pendek, berkulit
coklat gelap. Penampilannya sama sekali tidak meyakinkan
sebagai seorang kiai yang karismatik. Tidak bergaya, gumam
Hanafi saat pertama kali melihatnya, tidak seperti
kebanyakan tokoh agama sekarang yang sering dilihatnya di
televisi, yang selalu berpakaian modis atau bersurban putih
necis. “Hehe, saya ini memang kiai jadul,” Kiai Karnawi
tertawa terkekeh, sambil melirik Hanafi. Langsung membuat
Hanafi tertunduk. Ia yakin, Kiai Karnawi bisa membaca yang
dipendam dalam hatinya.
Sehari-hari Kiai Karnawi hanya berpeci hitam—yang
sudah kusam—dan mengenakan sarung komprang, serta baju
model kemeja warna gelap. Tapi kesederhanaannya itulah
yang membuat ia terlihat lebih berwibawa. Dan ini yang
kemudian membuat Hanafi terkesan: meskipun jarang
mengutip ayat-ayat, nasihatnya disimak dan dipatuhi. Bukan
kiai yang suka mengobral ayat, begitu komentar orang-orang.
“Tak perlu sebentar-bentar mengutip ayat, untuk menjadi
bijak,” ujar Kiai Karnawi, pada pengajian yang sempat Hanafi
ikuti.
***
SORE itu Hanafi melihat majikannya agak gugup. “Cepat
kamu ke rumah Kiai Karnawi…..” Wajah Umar Rais yang tak
bisa menyembunyikan kepanikan membuat Hanafi malah jadi
bingung, dan bengong. “Ayo, cepat. Besok sudah
pencoblosan. Kiai Karnawi mau memberi saya kurma.

204 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Mestinya saya mengambilnya sekarang. Tapi saya mesti rapat
konsolidasi terakhir dengan para pimpinan partai pendukung.
Jangan sampai lupa. Biar saya diantar Hamid, kamu yang
ambil kurma itu. Sebelum jam dua belas nanti, kurma itu
harus sudah saya terima. Jangan lupa!”
Mendengar majikannya mengucapkan ‘jangan lupa’
sampai dua kali dan bernada tegas, Hanafi tahu, persoalan
kurma itu amat penting bagi majikannya. Sejak terjun ke
politik, majikannya memang jadi terlihat gampang tegang.
Dua puluh tahun menjadi sopir Pak Rais, membuat Hanafi bisa
merasakan perubahan itu. Ia sebenarnya juga tak terlalu
setuju ketika majikannya mulai aktif di partai politik. “Buat
apa sih ikut partai politik,” katanya waktu itu. “Lebih enak
jadi pengusaha kan.”
“Sekarang ini tak cukup hanya jadi pengusaha,” jawab
Umar Rais. “Kamu tahu, jadi pengusaha kalau tidak dekat
dengan partai juga sulit dapat proyek. Tidak bakalan dapat
bagian. Semua politikus itu sudah melebihi pengusaha cara
berpikirnya. Mereka hanya berpikir untung, untung dan
untung. Mereka harus dapat bagian untuk setiap proyek yang
mereka anggarkan. Proyek belum berjalan, mereka harus
diberi persekot di depan. Sementara keuntungan pengusaha
yang makin sedikit juga mesti dialokasikan buat setor ke
partai. Kalau tidak ya tidak bakal bisa menang tender &
hellip.”
Hanafi diam mendengar jawaban itu. Hanafi sudah ikut
Umar Rais sejak majikannya itu merintis usaha mebel. Ketika
krisis moneter membuat nilai tukar rupiah jatuh, usahanya
mendapat keuntungan berlipat, karena mebel yang diekspor
dibayar dengan dollar. Kemudian majikannya mulai berbisnis
sebagai kontraktor dan pengembang. Bagi Hanafi, itu
dirasakannya sebagai masa-masa yang menyenangkan

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 205


menjadi sopir Pak Rais. Ia merasa dekat dan hangat. Pak Rais
banyak bercanda, dan punya banyak waktu buat keluarganya.
Sebagai sopirnya, ia juga merasa lebih santai, tak seperti
sekarang yang setiap hari bisa lebih sepuluh kali mengantar
ke sana-kemari untuk pertemuan atau rapat partai. Apalagi
ketika majikannya mencalonkan diri jadi wali kota. Setiap
waktu jadi tampak serius dan tegang. Dari pagi Hanafi harus
mengantar dari satu rapat ke rapat lainnya. Yang
membuatnya lebih capek, ia harus sering mengirim
bermacam atribut kampanye, berkardus-kardus barang dan
bingkisan amplop—yang ia yakin berisi bergepok-gepok
uang—ke posko-posko pemenangan hingga pelosok
kampung. Bisa subuh ia baru pulang, dan harus siap lagi jam
enam pagi. Melelahkan. Lagi pula ia takut, nanti kalau
majikannya benar-benar jadi wali kota, buntut-buntutnya
akan kesangkut korupsi.
Terus terang, itu semua yang tak terlalu membuat
Hanafi suka. Ia sempat bilang, “Kenapa sih mesti
mencalonkan diri jadi wali kota segala? Nanti malah repot….”
“Saya tidak mencalonkan diri, Hanafi,” jawab Pak Umar
sambil tersenyum. “Saya ini hanya dicalonkan. Banyak partai
yang meminta dan mendukung. Yah, saya ini ibaratnya hanya
menjalankan amanah. Kalau nanti saya menang, kan kamu
juga ikut senang. Kamu nanti saya jadikan kader partai nomer
satu….”
“Jadi kader partai itu tidak enak, nanti malah jadi
tumbal,” Hanafi melirik majikannya yang terdiam. “Saya lebih
senang Bapak jadi pengusaha saja. Politik itu mengerikan.”
“Mengerikan bagaimana?”
“Ya, takut saja nanti Bapak kena KPK….”
Umar Rais hanya tertawa pelan. “Kamu tenang saja.
Saya mau dicalonkan jadi wali kota begini ya setelah minta

206 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


nasehat Kiai Karnawi kok. Beliau memberi restu. Kalau tidak,
ya saya tidak berani maju. Nanti, sehari menjelang
pencoblosan, Kiai Karnawi akan memberi saya kurma.”
Kurma itulah yang harus segera diambil oleh Hanafi.

***

HANYA Hanafi yang terlihat bengong ketika hasil


penghitungan suara pemilihan wali kota resmi diumumkan:
Umar Rais terpilih sebagai wali kota! Suasana rumah
majikannya dipenuhi sukacita kebahagiaan. Dua anak laki-laki
Pak Umar yang sudah mahasiswa bahkan tak bisa
menyembunyikan kegembiraannya dengan berlarian teriak-
teriak keliling halaman, “Yeaah, akhirnya Bapak jadi wali kota!
Wali kota!!” Beberapa pendukung sujud syukur. Puluhan
orang bergiliran datang memberi selamat. Bu Umar terlihat
selalu tersenyum menyambut setiap ucapan.
“Kenapa kamu bengong begitu?” Hamid menepuk
pundaknya. Membuat Hanafi tergeragap. “Kamu tidak senang
Pak Umar menang?”
Hanafi mencoba tersenyum. Ia bukan tak suka
majikannya menang. Ia hanya heran, kenapa bisa menang?
Hanafi melihat majikannya melambai memanggilnya. Buru-
buru ia mendekat.
“Ada apa, Pak?”
“Nanti kamu antar saya ke Kiai Karnawi. Saya mesti
sowan. Mesti berterima kasih. Saya yakin, berkat kurma Kiai
Karnawi itulah saya bisa menang….”
Hanafi cepat-cepat mengangguk. Bukan mengiyakan,
tetapi lebih untuk menyembunyikan kegugupannya. Tiba-tiba
ia ingat ketika mengambil kurma Kiai Karnawi sebagaimana
disuruh majikannya. Ia berharap majikannya tak terpilih,

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 207


makanya kurma dari Kiai Karnawi itu ia makan sendiri.
Adapun kurma yang dia berikan pada majikannya hanyalah
kurma yang ia beli di pinggir jalan. (*)
Bandung, 2012
(Noor, 2012, Kompas, Oktober 2012)

b) Kedidaktisan Cerpen “Kurma Kiai Karnawi” karya Agus


Noor (2012)
Kedidaktisan cerpen “Kurma Kiai Karnawi”, dijelaskan
sebagai berikut.
 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Kurma Kiai Karnawi”
karya Agus Noor (2012)
Alur
Cerpen berjudul “Kurma Kiai Karnawi” karya Agus
Noor, mengungkapkan kedidaktisannya melalui alur linier,
yang mengisahkan cerita tentang kepercayaan masyarakat
terhadap khasiat kurma Kiai Karnawi yang memiliki
keajaiban mampu menyembuhkan berbagai penyakit dan
semua hajat.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Kiai Karnawi.
Tokoh ini yang digambarkan sebagai tokoh yang memiliki
wibawa serta karisma. Tokoh lainnya Hanafi sebagai
seorang supir yang memiliki pemikiran kritis dan rasional
dalam menyikapi sikap kepercayaan masyarakat terhadap
khasiat kurma Kiai Karnawi.
Latar
Latar utama yang ditampilkan berupa latar tempat
sebuah pedesaan yang masyarakatnya masih percaya
terhadap hal-hal mistis. Latar suasana berupa gambaran
berbagai hal mistis yang terjadi di masyarakat serta

208 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


keajaiban pengobatan yang dilakukan oleh Kiai Karnawi
dengan sebutir kurma.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia standar. Tidak ditemukan kata-kata yang
tabu, kotor, atau kasar dalam cerpen ini.

 Kedidaktisan Isi Cerpen “Kurma Kiai Karnawi” karya Agus


Noor (2012)
Kedidaktisan Aspek Religius
Kedidaktisan aspek religius cerpen “Kurma Kiai
Karnawi” karya Agus Noor, berupa tuntunan sikap religius
untuk senantiasa memiliki akhlak mulia seperti
ditunjukkan tokoh Kiai Karnawi yang rendah hati, suka
menolong sesama, sebagai tokoh agama yang menjadi
panutan di masyarakat.
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen tersebut
berupa sikap moral bermartabat yang ditunjukkan oleh
kepribadian Kiai Karnawi. Selain Kiai Karnawi, sikap
bermartabat ditunjukkan oleh Hanafi yang memiliki sikap
hormat pada majikan, tanggung jawab dalam pekerjaan
dan mem iliki pemikiran realistis, hati-hati dalam bertindak
supaya tidak terjerumus dalam kemusyrikan. Sikap moral
lainnya berupa mampu mengendalikan diri yang
ditunjukkan oleh tokoh Hanafi. Ia tidak membantah
perintah majikannya dan tidak dengan emosi menasehati
majikannya yang percaya khasiat kurma Kiai Karnawi.
Hanafi memakan kurma untuk majikannya dari Kiai
Karnawi dan digantikan dengan kurma dari pasar,
maksudnya supaya majikannya tidak terpilih jadi wali kota
dan tidak terjerumus pada kemusyrikan karena lebih

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 209


percaya pada kurma dibandingkan kepada kekuasaan
Tuhan. Sikap tanggung jawab tersebut ditunjukkan oleh
tokoh Hanafi dalam melaksanakan berbagai tugas dan
pekerjaannya.
Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen ini berupa
sikap sosial saling tolong menolong antaranggota
masyarakat. Sikap saling menghormati antaranggota
masyarakat, terutama menghormati tokoh masyarakat
dan tokoh agama. Serta mentaati norma-norma yang
berlaku di masyarakat.
Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini berupa
filosofi tentang keimanan terhadap kekuasaan Tuhan,
segala sesuatu yang berupa musibah, anugerah kesehatan,
serta kesuksesan semata-mata adalah kehendak Tuhan
bukan karena yang lainnya. Dengan demikian, hendaklah
lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan.
Kedidaktisan Aspek Pengetahuan
Kedidaktisan aspek pengetahuan dalam cerpen ini
berupa tuntunan supaya cerdas dan memiliki pengetahuan
faktual, prosedural, dan konseptual suatu fenomena yang
terjadi di masyarakat. Cerpen ini mengangkat fakta-fakta
masyarakat Indonesia yang masih mempercayai hal-hal
mistis, mengangkat fakta praktik kampanye dalam politik
di Indonesia, mengangkat fakta stabilitas kemasyarakatan
Indonesia seperti masih ada demonstrasi-demonstrasi
organisasi tertentu karena adanya kesewenang-
wenangan. Cerpen ini juga mengungkapkan pengetahuan
tentang ilmu sosiologi yaitu contoh-contoh konflik sosial
yang terjadi di masyarakat.

210 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


c) Langkah-langkah Pembelajaran Cerpen “Kurma Kiai
Karnawi” karya Agus Noor (2012) dengan Strategi
Mengungkap Makna Tersembunyi (Uncovering Hidden
Meanings Strategies)
Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, konsep
dasar strategi ini adalah semua teks mencerminkan
makna atau ideologi "tersembunyi". Pembaca
memahami teks secara utuh ketika mereka dapat
memahami makna atau maksud penulis yang tersirat dari
teks tersebut.
Bahan materi strategi ini, dapat menggunakan teks
“Kurma Kiai Karnawi” karya Agus Noor, karena dalam
cerpen ini terdapat topik cerita yang ditinjau dari dua
sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang masyarakat
yang percaya terhadap keajaiban kurma dalam
menyembuhkan segala penyakit serta terkabulnya
maksud tertentu dikontraskan dengan sudut pandang
tokoh Hanafi yang berpikir rasional bahwa segala hal
kesembuhan dan keajaiban terjadi karena kekuasaan
Tuhan, bukan karena kurma.
Langkah-langkah strategi mengungkapkan makna
tersembunyi (uncovering hidden meanings), diadaptasi
ke dalam pembelajaran cerpen sebagai berikut.

PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video cerpen “Kurma
Kiai Karnawi” untuk merangsang kepekaan
pemikiran, dan motivasi belajar peserta didik
terhadap pembelajaran cerpen “Kurma Kiai
Karnawi”.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 211


Kedua
Untuk memperkenalkan strategi mengungkapkan
makna tersembunyi (uncovering hidden
meanings), mulailah dengan membacakan teks
“Kurma Kiai Karnawi” karya Agus Noor.
Ketiga
Setelah teks dibaca, mintalah peserta didik
membandingkan beberapa sudut pandang yang
berbeda dari beberapa topik yang ada dalam teks
yang dibaca tersebut. Pendidik menugaskan
peserta didik membuat kolom dua lajur, yaitu lajur
kiri dan kanan untuk mengkontraskan topik-topik
dari dua sudut pandang yang berbeda.
Keempat
Pendidik menugaskan peserta didik merinci topik-
topik yang memiliki sudut pandang berbeda dalam
teks. Bahaslah dengan peserta didik perbedaan
antara dua sudut pandang dari topik-topik cerita
yang ada.
Kelima
Pendidik memandu dan memberikan bimbingan
tentang pengungkapan topik-topik yang kontras
dari teks yang ada tersebut, seperti sudut pandang
masyarakat yang percaya terhadap keajaiban
kurma dalam menyembuhkan segala penyakit
serta terkabulnya maksud tertentu dikontraskan
dengan sudut pandang tokoh Hanafi yang berpikir
religius bahwa segala hal kesembuhan dan
keajaiban terjadi karena kekuasaan Tuhan, bukan
karena kurma.

212 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Keenam
Pendidik menjelaskan kepada peserta didik bahwa
tidak semua teks eksplisit mengandung satu sudut
pandang. Banyak teks cerita yang mengungkapkan
beberapa sudut pandang yang tersembunyi.
Sebuah teks cerita dapat mengandung topik-topik
dengan berbagai sudut pandang, bahkan sudut
pandang yang bertentangan.
Ketujuh
Setelah tugas pada langkah sebelumnya selesai,
peserta didik diberi kesempatan untuk
mengemukakan hasil tugasnya tentang beberapa
sudut pandang yang berbeda dari beberapa topik
yang telah mereka temukan.
Kedelapan
Pendidik memberikan evaluasi tentang tugas
pembelajaran yang sudah dikerjakan.

PENGUATAN
 Pendidik memberikan ulasan atau evaluasi tentang
pembelajaran strategi mengungkapkan makna
tersembunyi (uncovering hidden meanings) pada
cerpen “Kurma Kiai Karnawi”.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Kurma Kiai Karnawi”, meliputi kedidaktisan
struktur cerpen dan kedidaktisan isi cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Kurma Kiai Karnawi”,
misalnya berkaitan dengan literasi numerasi; literasi
sains; literasi digital; literasi finansial; literasi budaya
dan kewarganegaraan; literasi media; literasi

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 213


teknologi; dan literasi visual yang tersaji melalui alur,
tokoh dan penokohan, latar, atau isi cerpen.

3. Ancangan Pembelajaran Cerpen “Berbakti” karya M. La


Gouw (1956) dengan Strategi Tampilan Masalah
(Problem Posing Strategies)
M. La Gouw atau Gouw Loen An adalah salah satu
cerpenis keturunan Thionghoa kelahiran 1934. Dia
merupakan salah satu cerpenis etnis Thionghoa (periode
sastra Melayu Rendah) yang cukup produktif. Setidaknya
lebih dari 57 cerpen hasil karyanya diterbitkan dalam
berbagai majalah periode sastra Melayu Rendah, seperti
majalah Star Weekly, Pantjawarna , Liberty, dan Femina dari
tahun 1951-1979.

a) Teks Cerpen “Berbakti” karya M. La Gouw (1956)

Berbakti
karya M. La Gouw (1956)

Katanya Giok Bie dengan aku masih ada hubungan


keluarga. Entahlah, bagaimana seluk-beluk ikatan familie
antara dia dan aku yang sebenarnya. Tak pernah ada yang
menerangkan. Akupun tidak mau mencari pusing kepala
untuk mengusutnya. Apa gunanya? Dia dan aku cukup saling
menyebut nama dan bergua-lu saja. Maklum, umurnya dan
umurku sama-sama sudah setengah abad lebih. Yang disebut
“kaum kolot”.
Giok Bie gemar sekali mengobrol. Itulah sebabnya ia
selalu memesan kepadaku, supaya sering-sering singgah di
rumahnya. Ia senang mengobrol dengan aku. Di rumahnya ia
hanya berdua dengan istrinya. Dengan istrinya ia tidak bisa

214 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


mengobrol. Sebab istrinya agak galak. Sedikit-sedikit mau
membentak. Dalam percakapan selalu sok pintar. Tak pernah
mau mengalah.
Anak Giok Bie ada dua orang. Keduanya laki-laki, Beng
Huat dan Beng Siang. Mereka sekarang ada di Jakarta dan
masing-masing sudah punya anak-istri. Giok Bie diajak pindah
ke Jakarta oleh anak-anaknya itu. Tapi ia menolak. Ia lebih
senang diam di Sukabumi.
“Emang sih gua anak Betawi tulen,” katanya padaku
waktu bicara tentang ajakan anak-anaknya itu. “Tapi gua
kagak sudi balik ke sana. Dulu juga gua pindah ke Sukabumi
lantaran kepengen hawa adem. Masa iya sekarang gua
disuruh balik ke dapur roti yang panas.”
“Iya memang. Lebih baik juga diam di sini,” aku
mengiyakan. Ia senang kalau pendapatnya dibenarkan.
Sebaliknya jika dibantah, ia jadi sengit dan mengajak debat.
“Biarin dia pada cari untung di kota besar. Di sini mah
kota kecil. Enggak cocok buat anak-anak muda yang mau cari
kemajuan.”
“Iya, barangkali aja dia pada jadi orang kaya.”
Waktu kedua anaknya itu meninggalkan Sukabumi
beberapa tahun yang lalu, mereka sama-sama tidak
mempunyai bekal yang berarti. Keduanya berniat mencari
pekerjaan sebagai buruh kantor. Bekal mereka hanya ijazah
lagere school sebelum perang dunia II. Kans mereka sama
besar atau kecilnya. Namun keduanya sama-sama bercita-cita
muluk. Keduanya berharapan besar akan mencapai
kedudukan baik. Ibukota dilihatnya sebagai kota dengan
seribu kemungkinan.
Kini beberapa tahun telah lalu sejak mereka mulai
mengejar rezeki masing-masing di Jakarta.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 215


“Bagaimana keadaan si Beng Haut dan si Beng Siang
sekarang?” tanyaku kepada Giok Bie di suatu petang.
Ketika seperti biasa aku menemani dia.
Sebelum menjawab ia mengepulkan asap sigaretnya,
shag yang harum kena hidungku.
“Ya, ada baiknya juga anak-anak jauh dari orang tua,”
katanya kemudian. Aku agak bingung mencari hubungan
antara jawabannya itu dengan pertanyaanku. “Kita jadi bisa
tahu isi hatinya,” ia melanjutkan. “Yang mana lebih uhau dan
yang mana lupa budi orang tua.”
“Habis, siapa lebih uhau? Beng Huat atau Beng Siang?”
tanyaku.
“Tentu si Beng Huat!” sahutnya pasti. “Dia selalu ingat
sama orang tua. Buat gua dia enggak sayang keluarin uang
banyak-banyak, lu tahu.” Dia masuk ke dalam kamarnya. Tak
lama dia muncul lagi dengan sebuah bungkusan.
“Lu lihat nih, ini dia kiriman buat gua dan mamanya.”
Dengan bangga diperlihatkannya kepadaku kiriman dari
anaknya yang sulung. Sepotong tropical wool, sehelai kemeja
Arrow, dua peti cerutu luar negeri. Ada pula sehelai sarung
halus, mungkin yang disebut kain tiga negeri dan sepotong
bahan kebaya.
“Coba lu itung. Berapa harganya semua ini? Berapa
ratus? Selain dari itu dia kirim juga duit. Ini kali cepek-tun.
Tapi kadang-kadang dia kirim sampe no-shapek-tun, lu tahu.”
Aku tersenyum. Diam-diam aku mengiri. Alangkah
bahagianya punya anak begitu berbakti. Aku sendiri tak
beranak seorangpun. Aku hanya hidup dari pensiun yang
tidak benar.
“Emangnya si Beng Siang enggak pernah ngirim apa-
apa?” tanyaku.

216 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


“Pernah sih pernah,” jawabnya. “Sebulan sekali djigou-
tun. Jarang-jarang dia kirim goucap. Segala lisong sih jangan
harap dah. Pernah dia kasi gua pakaian. Lu mau lihat pakaian
macam apa?” tanpa menunggu jawabanku ia masuk lagi ke
kamarnya, untuk mengambil sebuah bungkusan.
Bahan piyama yang ditunjukkan padaku memang
adalah kain kasar. Harganya kurasa belum mencapai sepuluh
rupiah semeter. Perbedaan antara kakak-beradik itu nyata
amat. Mengapa Beng Siang berbuat begitu? Padahal waktu
mereka sama-sama masih kecil, Giok Bie lebih menyayang
Beng Siang daripada Beng Huat. Ini aku tahu benar.
“Barangkali gaji si Beng Huat lebih besar,” demikian
kunyatakan sangkaanku. “Berapa sih gaji anak-anak itu?”
“Gua kagak tahu. Dua-duanya enggak tahu bilang
berapa gajinya. Andai kata benar gaji si Beng Huat lebih gede,
masa berapa sih bedanya? Dua-dua kan sama-sama keluaran
sekolah rendah. Dan kerjanya sekantor lagi. paling banyak
bedanya seratus dua ratus. Tapi kirimannya buat orang
tuanya kan beda jauh.”
Logika Giok Bie dapat diterima. Sebenarnya Beng Huat
nampak lebih berbakti. Apakah Beng Siang kikir? Biarpun
bagaimana kikirnya, tapi untuk ayah-bunda yang mencintai
dia, seharusnya ia menunjukkan buktinya.
“Tiga-empat bulan sekali si Beng Huat tentu datang
nengokin kita.” Giok Bie menutur lebih jauh. Seperti hendak
menambah keyakinanku tentang bakti anak sulung itu. “Kalau
datang dia bawa makanan yang gua doyan. Buat mamanya
dia juga enggak lupa bawa apa-apa. Ah, gua bilang terima
kasih sama Tuhan, bahwa sedikitnya masih ada satu anak gua
yang uhau. Tuhan juga tentu kasi keselamatan dan rejeki
sama dia.”
“Si Beng Siang juga kan suka pulang ke sini?” kataku.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 217


“Ya, boleh dibilang setahun sekali. Sinchia misalnya, dia
datang sama anak-bininya. Pendek kata, udahlah, gua udah
lihat mata kepala sendiri anak gua yang mana yang uhau dan
yang mana yang puthau. Padahal si Beng Siang gua sayang-
sayang seperti mestika sedari kecil. Sesudah besar, bisa cari
duit, sebegini saja balasannya. Udah, udah, ngomongain yang
begini jadi kesal-kesalin ati aja. Ayo ah, minum dong
kopinya.....”
***

Sumber Ilustrasi: Adaptasi Klip Video Cerpen Berbakti


Secara tidak disangka-sangka, beberapa minggu
kemudian seorang kawanku mengajak aku jalan-jalan ke
Jakarta. Kawanku itu maksudnya akan mengunjungi pesta
perkawinan atas undangan kenalannya. Kesempatan itu
hendak digunakannya juga untuk jalan-jalan. Aku diajaknya
pula. Mula-mula aku menolak. Tapi ia memaksa dan berjanji
akan membayarkan ongkos perjalanan dan hotel. Apa boleh
buat. Aku turut juga.
Sebelum berangkat aku berkunjung ke rumah Giok Bie.
Kutanyakan mungkin ia hendak menitip sesuatu.
“Kalau ada waktu mah, tolong aja mampir ke rumah
anak-anak. Tolong lihat apa pada selamat-selamat.”

218 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Demikian pesan Giok Bie.
“Boleh. Tentu. Gua juga kepengen ketemu. Kasi gua
alamatnya.”
Diberikannya kepadaku alamat Beng Huat dan Beng
Siang.
“Gua sendiri belon pernah sama sekali ke rumahnya.
Jadi gua enggak bisa kasi keterangan jelas sama lu. Lu cari aja
dah sendiri.”
Inilah cinta ayah. Dia sendiri menyatakan kecewanya
tentang Beng Siang. Tapi dengan memberikan kepadaku
alamat kedua anaknya, nyatalah ia masih memperhatikan
juga si bungsu. Jengkelku pada Beng Siang bertambah.
Sungguh tak tahu menerima kasih anak itu. Tak tahu
membalas budi, kebaikan orang tua. Kalau aku berjumpa
dengan dia, akan kutegurnya.
***
Giok Bie memang benar. Setelah tiba di Jakarta, segera
juga aku harus membenarkan pendapatnya tentang “dapur
roti yang panas”. Hawa kota Jakarta sungguh tidak
menyenangkan. Panasnya membakar muka. Seluruh badanku
basah dengan keringat. Baunya tidak sedap. Dan kesibukan di
jalan-jalan raya menyakitkan kepalaku.
Alangkah senangnya hatiku ketika sudah tiba di hotel
dan dapat mengguyur badan di kamar mandi. Sedikitnya
untuk beberapa menit aku merasa lebih segar.
Kawanku merasa letih dan hawa yang panas
mendatangkan kantuknya. Ia tidur. Dan aku lalu
meninggalkan hotel, mencari rumah Beng Huat.
Ia kebetulan ada di rumah.
“Aaah, Encek. Duduk, duduk. Kapan sampai?” demikian
ia menyambut kedatanganku.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 219


Baru beberapa menit aku duduk. Bicarapun baru
mengenai hal-hal umum. Seperti tentang hawa yang panas,
tentang anak-anaknya yang mungil. Tiba-tiba datang seorang
temannya. Asyiklah mereka berdua bercakap-cakap. Aku
tidak banyak dapat kesempatan untuk turut bicara. Yang oleh
mereka dijadikan bahan percakapan aku tak mengerti. Ada
kudengar perihal harga ban mobil, harga ini dan itu. Dalam
asyiknya kedua orang itu, aku memperoleh ketika untuk
melihat kiri dan kanan dalam rumah Beng Huat. Tampak
olehku perabot rumah tangga yang bagus-bagus. Di atas
sebuah dessoire di sudut ada sebuah radio yang indah
bentuknya. Di dekat pintu ada sebuah sepeda motor. Melihat
keadaan rumah dan barang-barangnya, maka aku mendapat
kesan bahwa Beng Huat hidup berkecukupan.
“Bosiuki nih, Cek,” kudengar Beng Huat berkata, sedang
aku masih tengah melihat-melihat. “Owe perlu mesti keluar
sebentar. Ada urusan penting. Jangan pergi dulu Cek ya,
sebentar juga owe pulang.”
“Ah, enggak apa. Biar dah Encek pergi dulu ke rumah si
Beng Siang,” sahutku. “Nanti kalau ada waktu Encek balik
lagi.” Tapi dalam hatiku aku tidak niat balik lagi ke rumahnya.
Mau tak mau, hatiku agak mendongkol. Seorang tua sebagai
aku yang datang dari jauh, memerlukan datang ke rumahnya,
ditinggal perlu.
Sesudah aku duduk dalam becak menuju ke rumah
Beng Siang, menyesal juga aku akan perbuatanku. Rupanya
Beng Huat ada urusan dagang yang penting. Orang dagang
biasanya mesti cepat, tidak boleh ditunda-tunda.
Rumah Beng Siang dapat kutemukan dengan mudah.
Tapi aku agak heran. Sebab dari luar saja sudah nampak
perbedaan dengan rumah Beng Huat.

220 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


“Eee, Cek, masuk, masuk,” menyambut Beng Siang
kegirangan. “Apa kabar Cek? Baik-baik saja semua?”
“Baik, baik, kamsia,” sahutku. Mana anak-anak lu?”
“Ada di dalam.” Lalu dipanggilnya istri dan anak-
anaknya untuk menjumpai aku.
“Apakah Encek sering ke rumah Papa?” tanyanya
kemudian. “Bagaimana keadaan Papa dan Mama? Pada
sehat-sehat Cek?”
Aku menjawab, bahwa ayah-bundanya memuaskan
keadaannya. Tiba-tiba teringat olehku, bahwa Beng Huat tadi
tidak menanyakan keadaan orang tuanya. Sedang Beng Siang
segera saja sudah bertanya. Heran. Padahal Beng Huatlah
yang lebih berbakti.
Sambil mengobrol kuperhatikan sekitarku. Kursi meja
dari rotan. Sederhana. Tak nampak ada radio. Tak nampak
ada sepeda motor. Yang ada hanya sepeda tanpa motor. Jauh
lebih sederhana daripada yang kulihat di rumah Beng Huat.
“Gua lihat engko lu, si Beng Huat, udah senang,” kataku.
“Owe cek,” jawabnya. “Dia mah udah kweekang. Owe
yang masih begini-begini juga. barangkali bo hokkhie.”
“Bukan kerjanya sekantor sama lu?”
“Memang kerja sih sekantor. Gaji juga enggak beda
banyak. Cuma saja engko Beng Huat selain kerja bisa nyatut.
Penghasilannya dari catutan bisa 3-4 kali lipat daripada
gajinya dikantor. Owe mah enggak bisa cari duit secara itu.
Enggak tahu apa sebabnya. Owe sudah coba, tapi hasilnya
nihil. Kepaksa hidup dari gaji melulu. Habis bulan habis uang,
malah sering kali mesti teken bon atau pinjam sana-sini.”
Mengertilah aku, mengapa Beng Huat bisa
mengirimkan barang-barang yang mahal kepada ayah-
bundanya. Sedang Beng Siang hanya bahan pakaian yang
murah.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 221


“O, ya, Cek, kalau bisa owe titip bungkusan buat Papa
dan sedikit uang.”
“Boleh, tentu boleh,” sahutku.
Ia meminta kepada istrinya supaya membungkus
kiriman untuk orang tuanya. Kulihat yang dibungkus adalah
kemeja, kain drill putih, sarung dan bahan kebaya.
“Owe hanya bisa kirim yang sederhana saja Cek.” Beng
Siang menerangkan. “Buat Papa dan Mama.”
“Aah,” ia mengeluh. “Owe kepingin bisa ngirimin yang
lebih bagus buat Sinchia dan uang lebih banyak. Tapi owe
enggak mampu. Owe sendiri buat Sinchia enggak beli apa-
apa. Asal anak-anak pada dibeliin dan bini owe bisa beli
sarung satu saja, owe sih enggak perlu.”
Diam-diam sambil bercakap-cakap, pikiranku mencari
jalan sendiri. Aku tidak lagi menganggap Beng Siang tidak
berbakti pada ayah-bundanya. Malah sebaliknya.
Memberi kepada orang tua barang-barang yang
mahal dan uang banyak-banyak, kalau sendiri hidup dalam
kecukupan dan kemewahan, seperti Beng Huat, adalah tidak
berat. Tapi memberi, yang sederhana sekalipun, uang satu
rupiah sekalipun, sedang diri sendiri rela dikesampingkan,
seperti Beng Siang, itulah pengorbanan.....

dimuat dalam Star Weekly, 531.11, (1956)


*Ejaan cerpen ini sudah disesuaikan dengan ejaan yang berlaku
sekarang, Ejaan Bahasa Indonesia.

b) Kedidaktisan Cerpen “Berbakti” karya Gouw Loen An


(1956)
Kedidaktisan cerpen “Berbakti” karya Gouw Loen An,
dijelaskan sebagai berikut.

222 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


 Kedidaktisan Struktur Cerpen “Berbakti” karya Gouw
Loen An (1956)
Alur
Cerpen berjudul “Berbakti” karya Gouw Loen An,
mengungkapkan kedidaktisannya melalui alur linier. Inti
cerita menekankan pada pandangan seorang ayah
terhadap konsep berbakti anak-anaknya.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Giok Bie yang
memiliki dua anak laki-laki yang berbakti kepadanya.
Namun, Giok Bie memandang bakti anak-anaknya
berdasarkan pemberian secara materi saja.
Latar
Latar tempat dalam cerpen ini berupa rumah Giok Bie
yang selalu didatangi teman karibnya untuk mengobrol
tentang anak-anaknya. Selain itu, terdapat pula latar
tempat berupa kota.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah
bahasa Indonesia dengan ejaan lama. Bahasa yang
digunakan dalam cerpen ini adalah bahasa yang sopan dan
tidak mengandung kata-kata yang tabu, kotor, atau kasar.

 Kedidaktisan Isi Cerpen “Berbakti” karya Gouw Loen An


(1956)
Kedidaktisan Aspek Moral
Kedidaktisan aspek moral dalam cerpen ini di antaranya
pesan supaya memiliki sikap tanggung jawab memberi
nafkah untuk keluarga dan menyekolahkan anak hingga
lulus sekolah. Terdapat pula kedidaktisan lain berupa sikap
mandiri dan tidak ingin selalu bergantung pada orang tua.
Selain itu, terdapat pula kedidaktisan berupa sikap kreatif,

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 223


misalnya, selain bekerja di sebuah perusahaan, waktu
luang dapat diisi dengan kegiatan bisnis. Kedidaktisan
selanjutnya yang terkandung dalam cerpen ini adalah sikap
perhatian terhadap orang tua dengan memberikan barang
atau menunjukkan sikap kasih sayang dengan cara lainnya.
Kedidaktisan Aspek Sosial
Kedidaktisan aspek sosial dalam cerpen ini di antaranya
berupa budaya atau tradisi mengunjungi keluarga. Sikap
sosial tersebut merupakan fenomena didaktis yang erat
kaitannya dengan berbakti kepada orang tua. Nilai
kedidaktisan aspek sosial selanjutnya berupa mengunjungi
teman dan bersosialisasi dengan baik di masyarakat.
Dalam cerpen ini, fenomena berbakti hanya diukur dengan
besar atau kecilnya pemberian berupa materi yang
diberikan kepada orang tua.
Kedidaktisan Aspek Ideologi
Kedidaktisan aspek ideologi dalam cerpen ini berupa
filosofi berbakti kepada orang tua yang hanya dipandang
dari besar atau kecilnya materi (uang, makanan, pakaian
dan lain-lain) yang diberikan seorang anak kepada orang
tuanya. Padahal, cara dan bentuk berbakti seorang anak
dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Bentuk bakti
seorang anak bukan hanya bersifat materi saja, melainkan
dapat pula berupa hal-hal nonmateri seperti kasih sayang,
pengorbanan, perhatian, sikap moral, dan lain-lain. Dalam
cerpen ini, tidak dikemukakan solusi didaktis dalam
menyikapi perbedaan bentuk berbakti seorang anak
terhadap orang tuanya. Solusi permasalahan tersebut
diserahkan kepada pembaca, agar pembaca dapat
bijaksana memandang dan mencontoh perilaku berbakti
terhadap orang tua tersebut.

224 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


Kedidaktisan Aspek Ilmu Pengetahuan
Kedidaktisan aspek ilmu pengetahuan dalam cerpen ini
berupa pengetahuan sosial tentang fakta-fakta yang
penting dalam kehidupan manusia, terutama mengenai
sikap bakti seorang anak kepada orang tuanya. Aspek
pengetahuan lainnya berupa konsep mengukur bakti
seorang anak kepada orang tuanya yang hanya diukur
dengan besar atau kecilnya pemberian bersifat materi. Hal
tersebut merupakan konsep yang salah dalam menyikapi
sikap berbakti, sehingga pembaca diharapkan lebih
bijaksana.

c) Langkah-langkah Pembelajaran Cerpen “Berbakti” karya


Gouw Loen An (1956) dengan Strategi Tampilan Masalah
(Problem Posing Strategies)
Seperti sudah dikemukakan sebelumnya bahwa
konsep dasar strategi ini adalah semua teks merupakan
cerminan, sudut pandang, sikap atau posisi tertentu dari
suatu permasalahan.
Bahan materi yang digunakan dalam pembelajaran
strategi tampilan masalah (problem posing) kali ini yaitu
cerpen “Berbakti” karya Gouw Loen An. Cerpen “Berbakti”
karya Gouw Loen An, memuat topik permasalahan cerita
yang mudah dipahami, yaitu tentang konsep berbakti
kepada orang tua.
Langkah-langkah strategi tampilan masalah (problem
posing), diadaptasi ke dalam pembelajaran kedidaktisan
cerpen “Berbakti” karya Gouw Loen An sebagai berikut.
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video cerpen “Berbakti”
untuk merangsang kepekaan pemikiran, dan motivasi

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 225


belajar peserta didik terhadap pembelajaran cerpen
“Berbakti”.
Kedua
Perkenalkan peserta didik pada teks yang akan dibaca,
yaitu cerpen “Berbakti” karya Gouw Loen An.
Ketiga
Secara individual, atau dalam kelompok kecil, peserta
didik membaca teks cerpen “Berbakti” karya Gouw
Loen An.
Keempat
Pendidik menugaskan peserta didik membuat catatan
untuk merespon cerpen “Berbakti” dengan mengisi
beberapa pertanyaan berikut.
- Apa yang saya pelajari dari membaca cerpen
“Berbakti” ini?
- Mengapa penulis menulis cerpen “Berbakti” ini?
- Apa yang penulis coba sampaikan kepada saya?
- Bagian apa yang paling saya sukai?
- Bagian mana yang menjadi favorit saya?
- Mengapa saya suka bagian-bagian khusus ini?
- Bagian apa yang paling saya sukai?
- Mengapa saya tidak menyukai bagian-bagian ini?
- Bagaimana cerpen “Berbakti” ini mirip atau tidak
sama dengan teks lain?
- Apa yang akan saya ubah dalam teks cerpen
“Berbakti” ini jika saya merubah tulisannya?
- Apa yang mungkin telah dilakukan penulis untuk
membuat teks ini lebih baik, lebih bisa dimengerti,
lebih menarik?
Kelima
Diskusikan dengan peserta didik pandangan-
pandangan atau konsep-konsep apa saja yang

226 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


disampaikan penulis cerpen “Berbakti” untuk para
pembacanya.
Keenam
Pendidik memberikan evaluasi terhadap kegiatan
pembelajaran, dan memberikan kesimpulan
mengenai permasalahan yang diungkapkan dalam
teks serta solusinya.

PENGUATAN
 Pendidik memberikan ulasan atau evaluasi tentang
pembelajaran strategi tampilan masalah (problem
posing) pada cerpen “Berbakti”.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Berbakti”, meliputi kedidaktisan struktur
cerpen dan kedidaktisan isi cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi
yang terdapat dalam cerpen “Berbakti”, misalnya
berkaitan dengan literasi numerasi; literasi sains;
literasi digital; literasi finansial; literasi budaya dan
kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi;
dan literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen.

D. Ancangan Pembelajaran Cerpen


Didaktis dengan Strategi Dimensi
Literasi Pengembangan

Seperti sudah dijelaskan pada pembahasan


sebelumnya, bahwa strategi pembelajaran dimensi literasi
pengembangan pada dasarnya merupakan penggabungan
beberapa strategi pembelajaran dimensi literasi. Hal
tersebut berupa kombinasi antara dimensi literasi

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 227


linguistik, dimensi literasi kognitif dan dimensi literasi
sosiokultural.
Pada buku ini dibahas contoh strategi pembelajaran
dimensi literasi pengembangan, berupa kombinasi dua
strategi yang sudah dibahas pada pembahasan
sebelumnya, yaitu kombinasi dari salah satu strategi
pembelajaran dimensi literasi linguistik dan salah satu
strategi pembelajaran dimensi literasi sosiokultural.
Strategi pembelajaran yang dipakai adalah strategi
pembelajaran grafik dinding ejaan (spelling wall chart) dan
strategi kamus dialek (dialect dictionaries strategies).
Contoh strategi pembelajaran dimensi literasi
pengembangan ini berupa ancangan pembelajaran cerpen
“karangan bunga dari menteri” karya seno gumira ajidarma
(2011) dengan strategi grafik dinding ejaan (spelling wall
chart) dan strategi kamus dialek (dialect dictionaries
strategies) dengan penjelasan sebagai berikut.
Pemanfaatan strategi pembelajaran grafik dinding
ejaan (spelling wall chart) dan strategi kamus dialek
(dialect dictionaries strategies) pada pembelajaran ini
mengikuti alur dan prosedur yang sama seperti pada
pembahasan sebelumnya. Dengan demikian, ada
penambahan langkah-langkah pembelajaran.
Bahan materi pembelajaran yang digunakan untuk
pembelajaran dengan strategi dimensi pengembangan kali
ini adalah cerpen berjudul “Karangan Bunga dari Menteri”
karya Seno Gumira Ajidarma (2011), dan klip video pendek
cerpen “Karangan Bunga dari Menteri” dengan strategi
grafik dinding ejaan (spelling wall chart), seperti yang
sudah dibahas pada halaman 165. Perbedaan dengan
pembahasan kali ini adalah ada kombinasi atau
penambahan dengan langkah-langkah strategi

228 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


pembelajaran kamus dialek (dialect dictionaries
strategies).
Langkah-langkah strategi dimensi literasi
pengembangan (gabungan dari strategi grafik dinding
ejaan (spelling wall chart) dan kamus dialek (dialect
dictionaries) dalam pembelajaran cerpen “Karangan Bunga
dari Menteri” sebagai berikut.
PROSEDUR
Pertama
Pendidik menayangkan klip video pendek cerpen
“Karangan Bunga dari Menteri”, untuk merangsang
keingintahuan peserta didik terhadap cerpen
“Karangan Bunga dari Menteri”. Salah satu siswa
ditugaskan membaca cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri”. Pendidik menjelaskan cara membuat daftar
kata-kata yang menarik, sulit dieja atau tidak mengerti
artinya dalam sebuah tabel. Peserta didik dipersilakan
untuk membuat daftar tentang kata-kata yang sulit
dieja atau tidak dipahami artinya dari teks yang
disajikan.
Kedua
Catat daftar kata-kata yang menarik tersebut di papan
tulis, kertas grafik atau tabel.
Contoh tabel isian untuk mendata kata-kata yang
menarik, sulit, atau tidak dimengerti artinya,
mempertimbangkan hal-hal: 1) pikirkan "kata-kata
yang menarik, sulit dieja, atau sulit dipahami" (bisa
juga memilih kata-kata yang berhubungan dengan
aspek kedidaktisan, seperti aspek moral, religius,
ideologi, dan lain-lain) yang ada dalam cerpen dan
tulislah; 2) tulis beberapa kata yang berbeda dan pilih
satu yang paling menarik; 3) tulis huruf-huruf dari kata

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 229


tersebut; 4) tulis huruf pertama dan terakhir dari kata
tersebut; 5) pikirkan kata-kata lain yang terkait
dengan kata yang ingin Anda eja, seperti medis untuk
kata obat atau musisi untuk musik; 6) saling
bertanyalah dengan teman mengenai sinonim dari
kata tersebut; 7) cari di kamus atau gunakan kamus
daring.
Berikut contoh tabel isian kata-kata sulit.
Daftar Kata sulit dari cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri” karya Seno Gumira Ajidrama
No Kata Arti Kata Persamaan Cara
Kata Melafalkan
1 sekretaris orang - penulis /sék-re-ta-
(pegawai, - panitera ris/
anggota
pengurus)
yang
diserahi
pekerjaan
tulis-
menulis,
atau surat-
menyurat,
dan
sebagainya
2 skenario rencana - /ské-na-rio/
lakon
sandiwara
atau film
berupa
adegan
demi
adegan
yang
tertulis

230 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


secara
terperinci
dst.

Keempat
Pendidik memberi penjelasan bahwa kata-kata yang
menarik, kata-kata yang sulit dilafalkan sebagian
besar dapat merupakan kata-kata dialek daerah.
Pendidik kemudian menjelaskan tentang dialek
kebahasaan.
Kelima
Peserta didik ditugaskan menulis kata-kata dialek
kebahasaan yang tidak standar tersebut dalam tabel
kertas kerja seperti pada langkah tiga.
Berikut contoh tabel isian kata dialek.
Daftar kata dialek dari cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma.
No Kata Arti Kata Persamaan Cara
Kata mengeja
(vokal)
1 Empet benci muak /em-pet/

2 Pale lu Kepala kepalamu /palè- lu/


kamu
dst.

Keenam
Pendidik mendorong peserta didik untuk memberikan
contoh penggunaan bahasa dialek tersebut dalam
sebuah kalimat, pendidik harus memberikan contoh

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 231


dari penggunaan bahasa dialek-dialek tersebut
kepada peserta didik jika peserta didik tidak
mengetahui contoh apa pun.
Ketujuh
Pendidik memandu diskusi kelas mengenai beberapa
dialek kebahasaan yang terdapat dalam cerpen
“karangan bunga dari menteri”, misalnya berkaitan
dengan ejaan, definisi, tata bahasa, dan sebagainya.
Beri tahu peserta didik bahwa mereka akan membuat
kamus dialek.
Kedelapan
Peserta didik ditugaskan untuk membuat urutan
berdasarkan urutan huruf alfabet seperti susunan
kamus dari daftar kata-kata dialek kebahasaan yang
sudah didata pada tabel (peserta didik membuat
kamus dialek).

PENGUATAN
Penguatan Kedidaktisan Cerpen “Karangan Bunga
dari Menteri” Karya Seno Gumira Ajidarma.
 Pendidik memberikan ulasan tentang kedidaktisan
cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”, meliputi
kedidaktisan struktur cerpen dan kedidaktisan isi
cerpen.
 Pendidik memberikan ulasan kedidaktisan literasi yang
terdapat dalam cerpen “Karangan Bunga dari Menteri”,
misalnya berkaitan dengan literasi numerasi; literasi
sains; literasi digital; literasi finansial; literasi budaya
dan kewarganegaraan; literasi media; literasi teknologi;
dan literasi visual yang tersaji melalui alur, tokoh dan
penokohan, latar, atau isi cerpen “Karangan Bunga dari
Menteri” karya Seno Gumira Ajidarma. Contohnya:

232 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi


tokoh Siti merupakan tokoh literat, dia memiliki
kemampuan literasi budaya yang baik terutama
pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat berkirim
karangan bunga, sehingga dengan kemampuan literasi
budayanya, tokoh Siti mampu menyikapi kebudayaan
berkirim bunga dengan pikiran yang jernih.
Pengetahuan literasi yang ditampilkan dalam cerpen ini
juga di antaranya literasi media, cerpen mengemukakan
para tokoh pengirim karangan bunga digambarkan
sebagai tokoh literat yang mampu memanfaatkan
media karangan bunga sebagai perwakilan ucapan
selamat kepada si pengundang.

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 233


234 Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi
Daftar Pustaka
Abrams, M.H. (2009). A Glossary of Literary Terms, Ninth
Edition. Boston: USA Wadsworth Cengage Learning.
[Online]. Diakses dari file:///D:/E%20Book /Abrams.pdf.
Abrams. (1971). The Mirror and the Lamp: Romantic Theory
and Critical Tradition. New York: Oxpord University Press.
Ajidarma, S.G. (1995). “Dongeng Sebelum Tidur”. Kompas, 22
Januari 1995 dalam Senja dan Cinta yang Berdarah, 2014.
Jakarta: Kompas.
Ajidarma, S.G. (2011). “Karangan Bunga dari Menteri”.
Kompas, 9 Oktober 2011 dalam Senja dan Cinta yang
Berdarah, 2014. Jakarta: Kompas.
Alisjahbana, (1952). Pendapatan Bersahaja Membawa
Untung. Pelangi I. Djakarta: Pustaka Rakyat.
Aminuddin. (2011). Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar baru Algensindo.
Atmowiloto, A (1981). Pelajaran Pertama Calon Ayah.
Jakarta: PT. Gramedia.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2016). Kamus
Besar Bahasa Indonesia edisi V luring. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Biber, D. (2009). Are there Linguistic Consequences of
Literacy? Comparing the Potentials of Language use in
Speech and Writing. Dalam Olson dan Torrance
(Penyunting ), The Cambridge Handbook of Literacy
(hlm.75-91). New York: Cambridge University Press.
[Online]. Diakses dari
https://escholarship.org/uc/item/4fp2h2zp.
Chaudhary. S. L (2013). Glimpses of Religion in English
Literature. American International Journal of
Contemporary Research Vol. 3 No. 12; December 2013.
[Online]. Diakses dari
http://www.aijcrnet.com/journals/Vol_3_No_12_Dece
mber_2013/12.pdf

235
Chien An, C. (1958). “Mendidik Anak”. Malajah Liberty, 240.6,
hlm. 6-7.
Dubey, A (2013). Literature and Society. IOSR Journal Of
Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 9,
Issue 6 (Mar. - Apr. 2013), PP 84-85 e-ISSN: 2279-0837, p-
ISSN: 2279-0845. [Online]. Diakses dari
www.Iosrjournals.Org www.iosrjournals.org .
Hasanuddin, W.S, dkk. (2013). Ensiklopedi Sastra Indonesia.
Jilid 1-3. Bandung: Titian Ilmu.
Iskandar, N. S. (1945). “Putri Pahlawan Indonesia”. Pandji
Poestaka, 6.23, hlm. 185-186.
Ismail, I (1963). “Pesan bagi Anakku Padjar”. Majalah Minggu
Pagi, 25.16, hlm. 26-28.
Hasanuddin, W.S, dkk. (2013). Ensiklopedi Sastra Indonesia.
Jilid 1-3. Bandung: Titian Ilmu.
Juliswara, V. (2017). Mengembangkan Model Literasi Media
yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi
Berita Palsu (hoax) di Media Sosial. Jurnal Pemikiran
Sosiologi, 4 (2), 142-164. [Online]. Diakses dari
file:///C:/Users/Acer/Downloads/28586-64016-1-
PB%20(2).pdf.
Karim, A. dkk (2012). Literature and Morality. International J.
Soc. Sci. & Education 2012 Vol. 2 Issue 2, ISSN: 2223-4934
E and 2227-393X Print. [Online]. Diakses dari
http://ijsse.com/sites/default/files/issues/2012/Volume
%202%20Issue%202%20,%20%202012/Paper-19/Paper-
19.pdf
Kucer, S.B. & Cecilia, S. (2006). Teaching the Dimensions of
Literacy. London: Lawrence Erlbaum Associates,
Publishers. [Online]. Diakses dari file:///D:/E%
20Book/Silva%20&%20Kucer-Teaching%20the%20
Dimensions%20of%20 Literacy%20(2005)-1.pdf.
Kucer, S.B. (2014). Dimensions of Literacy and Writing in
School Settings. New York dan London: Routledge Taylor
& Francis Group. [Online]. Diakses dari

236
file:///D:/E%20Book/Kucer-Dimensions
%20of%20Literacy_%20(2014).pdf.
Kuswana, W. S. (2012). Taksonomi Kognitif: Perkembangan
Ragam Berpikir. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Knaflic, L. (2014). Psychological Aspects of Literacy.
Libellarium, VII, (1), 41-53. [Online]. Diakses dari
https://hrcak.srce.hr/file/202150
Leech, G. (1993). Prinsip-prinsip Pragmatik (Terjemahan
M.D.D. Oka). Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Loen An, G (1956). Berbakti. Majalah Star Weekly, 531.11,
(1956), hlm. 30-31.
Moore, M. (2009). Dimensions of Literacy: Sociocultural.
University of New England: Courtney Graffius. [Online].
Diakses dari https://luv2teach.weebly.com/uploads
/3/9/6/4/3964527/dimensions_of_literacy._sociocultur
al.pdf
Noor, A. (2012). “Kurma Kiai Karnawi”. Kompas, Oktober
2012. [Online]. Diakses dari
https://lakonhidup.files.wordpress.com/2012/10/
kurma-kiai-karnawi-ilustrasi-hanafi2.jpg
Petersson, dkk. (2009). Language and Literacy from a
Cognitive Neuroscience Perspective. Dalam Olson dan
Torrance (Penyunting ), The Cambridge Handbook of
Literacy (hlm. 153-182). New York: Cambridge University
Press. [Online]. Diakses dari
https://escholarship.org/uc/item/4fp2h2zp
Preminger. A (1974). Princeton encyclopedia of poetry and
poetics. Princeton, New Jersey: Princeton University Pres.
Rohullah, R (2017). Pengaruh perilaku bahasa dalam
masyarakat terhadap mutu pendidikan dan
perkembangan sikap/karakter pada anak usia dini.
Proceedings Education and Language International
Conference. Vol 1. No 1 (2017). [Online]. Diakses dari
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php
/ELIC/article/view/1289

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 237


Saputra, H (2011). Menyuarakan Kaum yang Terabaikan.
LITERASI: Indonesian Journal of Humanities, v. 1, n. 1, p.
135-140. [Online]. Diakses dari
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/LIT/article/.../656
Sarwadi. (2004). Sejarah Sastra Indonesia Modern.
Yogyakarta: Gama Media.
Siswanto, W. (2010). Pengantar Teori Sastra. Jakarta:
Grasindo.
Stanton, R. (2007). Teori Fiksi Robert Stanton. Diterjemahkan
oleh Sugihastuti, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardjo, J. (2004). Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumarjo & Saini (1988). Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:
Gramedia.
Sumiyadi, dkk. (2013). Pemetaan karya prosa-fiksi Indonesia
modern yang berkarakteristik sastra didaktis dan bentuk
pengungkapannya. (Penelitian PPKBK DIKTI), Universitas
Pendidikan Indonesia.
Sumiyadi, dkk. (2016). Kajian Bandingan Kedidaktisan Film
Karya Indonesia dengan Film Adaptasinya sebagai Upaya
Menyusun Buku Suplemen Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia yang Sesuai dengan Kurikulum 2013. Penetilian
Unggulan Perguruan tinggi, UPI Bandung.
Suryadinata, L (2010). Tokoh Tionghoa & Identitas Indonesia.
Jakarta: Komunitas Bambu.
Suwondo, T (2015). Pragmatisme Pascakolonial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Vityana, I. (2015). ”Biografi Cut Nyak Dien”. [Online]. Diakses
dari: https://www.biografipedia.com/2015/05/biografi-
cut-nyak-dhien. html
Wellek & Warren (2014). Teori Kesusastraan. Jakarta:
Gramedia.
Wick C, (2005). Trends In Didactic Children’s Literature From
The Twentieth Century To The Present As Influenced By
Secular Educational Philosophy. (Disertasi). Division of
Education, Pensacola Christian College. [Online]. Diakses

238
dari
https//digitalcommons.liberty.edu/cgi/viewcontent.cgi?
article=1141 &context=fac.
Wongso, A. (2012). Setengah Pecah Setengah Utuh:
Perlindungan Merpaung. Jakarta: Esensi (Divisi Penerbit
Erlangga).

Sumber Web:

https://id.wikipedia.org/wiki/Arswendo_Atmowiloto
https://jv.wikipedia.org/wiki/Seno_Gumira_Ajidarma
https://id.wikipedia.org/wiki/Sutan_Takdir_ Alisjahbana
https://www.wowkeren.com/lirik/lagu/wayang/dongeng.ht
ml
https://m.merdeka.com/andrie-wongso/profil/
https://id.wikipedia.org/wiki/Nur_Sutan_Iskandar
https://www.biografipedia.com/2015/05/ biografi-cut-nyak-
dhien.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Agus_Noor

Ancangan Pembelajaran Cerpen Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi 239


Tentang Penulis

Penulis bernama Halimah,


dilahirkan di Bandung pada tanggal
25 April 1981 dari pasangan (Alm)
H. Usup Sudia dan (Almh). Hj. Cicih
sebagai anak kedua belas dari dua
belas bersaudara. Ditakdirkan
menikah dengan Rustandi, S.E.,
M.Pd. pada tahun 2006 dan kini
mendapat karunia dua putra
bernama Yaksa Sabrian dan Yasir
Khoiri Sabriyan.
Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1988 di
SD Negeri Jagabaya II, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri
2 Banjaran dan SMU Negeri I Baleendah Kabupaten Bandung.
Penulis menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Universitas
Pendidikan Indonesia Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Sejak 2005, penulis menjadi staf pengajar di
Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia.
Buku yang pernah ditulis berjudul Strategi Berliterasi
Melalui Cerpen Didaktis tahun 2018. Selain itu, pernah
menulis buku bersama tim sebagai penulis ketiga berjudul
Revitalisasi Naskah Kuno di Era Digital: Transformasi Hikayat
Raja Kerang ke dalam Komik dan Film Animasi tahun 2018.
Sementara buku yang diberi tajuk Pembelajaran Cerpen
Didaktis dengan Strategi Dimensi Literasi ini ditulis sebagai
pelengkap disertasi Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia.
Di tengah krisis moral dan karakter, juga masalah budaya literasi
yang tengah melanda bangsa kita, buku “Pembelajaran Cerpen Didaktis
dengan Strategi Dimensi Literasi” karya Halimah ini memberi
angin segar.

Buku yang telah digodok melalui penelitian disertasi ini menyadarkan


kita lagi akan tujuan pembelajaran sastra sebagai pembentuk budi
pekerti dan karakter, serta nilai-nilai pendidikan lainnya. Namun tidak
cukup di situ, penulis buku menjadikan karya sastra (dalam hal ini
cerpen), yang bermuatan nilai-nilai pendidikan tersebut, lewat
berbagai strategi pembelajaran yang menarik, sebagai jalan untuk
membangun kemampuan literasi siswa. Buku ini memberikan dua
solusi dalam satu jembatan sekaligus, yaitu pembentukan karakter dan
segi-segi pendidikan dalam diri pembelajar, sekaligus membangun
keterampilan pembelajar dalam menulis kreatif. Strategi pembelajaran
telah dijabarkan secara operasional sehingga memudahkan pengguna
strategi dalam buku ini untuk menerapkannya di kelas.

Buku ini memberi kontribusi penting bagi bidang pembelajaran sastra,


sehingga penting pula untuk menjadi referensi, sumber, sekaligus bahan
pembelajaran bagi para pengajar bidang tersebut. Gagasan penulis
lewat pengembangan strategi pembelajaran
dalam buku ini telah hadir dalam situasi yang tepat.

***

(Nenden Lilis A., Cerpenis dan Dosen).

Anda mungkin juga menyukai