Disusun Oleh :
Nama : Anis Khoirun Nisa
NIM : 13060115120014
Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Budaya
Dosen : Dr. Eko Punto Hendro, M.A.
ANTROPOLOGI SOSIAL
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2017
Penetapan Cagar Budaya Bangunan Gudang Banyu Blora
1. Pendahuluan
Eksistensi cagar budaya kini semakin mencuat di ranah publik seiring disyahkannya Undang-
Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Ruang lingkup cagar budaya pun
semakin luas baik dari segi bentuk, jenis dan ruang, sebagaimana tercantum dalam
pengertian cagar budaya dalam pasal 1ayat (1), undang-undang tersebut.Dari sisi bentuk
dan jenis, cagar budaya dapat berupa benda cagarbudaya, bangunan cagar budaya, struktur
cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya. Sedangkan dari sisi ruang,
meliputi cagar budaya di darat dan di air. Secara tegas disebutkan bahwa, cagar budaya
tersebut perlu dilestarikan keberadaannya karena karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
Kata penetapan inilah yang oleh beberapa kalangan dianggap ibarat buah simalakama ,
karena berimplikasi pada status hukum cagar budaya itu sendiri (Tanudirdjo, 2003).
Dalam artian dikatakan cagar budaya apabila sudah melalui penetapan, sehingga jika belum
ditetapkan maka tidak dikatagorikan sebagai cagar budaya. Dan hal inilah yang dianggap bisa
menjadi persoalan, yaitu ketika ada tinggalan budaya yang memiliki nilai penting, tetapi
Jika mengacu pada premis di atas, terlihat jelas pentingnya proses penetapan sebagai bagian
dari pelestarian cagar budaya. Tidak dapat kita pungkiri, sampai saat ini belum semua
cagar budaya telah melalui proses penetapan. Hal ini menjadi ruang kosong yang harus
segera diisiuntuk mengeliminir tingkat keterancaman tinggalan sejarah dan budaya yang
memiliki nilai penting. Salah satu cagar budaya yang mendesak untuk segera dilakukan
Cagar budaya jika merujuk pada Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai daerah yang
kelestarian hidup masyarakat dan peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari
bahaya kepunahan adapun kata cagar adalah daerah perlindungan untuk melestarikan
tumbuh- tumbuhan, binatang, dsb; lindungan (KBBI V1.1). Dalam prosesnya istilah cagar
budaya ini tidak muncul begitu saja, tetapi telah melalui perdebatan yang cukup panjang.
Selain cagar budaya, ada istilah lain yang memiliki makna relatif sama diantaranya; pusaka
budaya, warisan budaya, dan sumber daya budaya. Tetapi jika merujuk pada Kamus
Bahasa Indonesia, istilah cagar budaya ini memang tepat dipergunakan dalam undang-
undang yang merupakan hukum positif. Sedangkan dalam perspektif ilmu, cagar budaya
pada hakekatnya adalah sumberdaya budaya yang memiliki nilai penting ilmu pengetahuan
Hal ini kemudian bermuara pada munculnya kesadaran akademik akan pentingnya
Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya untuk menggantikan Monumenten Ordonantie
Tahun 2012 tentang Cagar Budaya yang kini menjadipayung hukum pengelolaan cagar
budaya di Indonesia.
Bermula dari jaman Antiquarian, embrio cagar budaya dimulai. Dipahami sebagai benda
antik, benda kuno, dan benda dari masa laluyang menarik untuk dikoleksi. Ketika Ilmu
kemudian mendekat, bukanlagi sekedar benda antik, benda kuno dari masa lalu yang menarik
untukdikoleksi. Tetapi menjadi objek kajian ilmu pengetahuan dan perlu dilindungi, jadilah
Tidak hanya para antikuarian atau hanya sebatas ilmuan,pemerintah pun ikut peduli dengan
membuat peraturan perundangan yang terkait dengan cagar budaya. Waktu terus melaju, ilmu
pengetahuan berkembang, paradigma pun berubah Benda Cagar Budaya tidak lagi cukup,
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya,Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar
Budaya didarat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai
proses penetapan. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia,
baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-
bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengankebudayaan dan sejarah
perkembangan manusia.
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda
buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding,
dan beratap. Struktur CagarBudaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu
Hal inilah yang menjadikan cakupan cagar budaya menjadi luas, tidak hanya meliputi
kebendaan saja tetapi juga keberadaan atau konteks ruangnya dan makna serta nilai yang
terkandung di dalamnya. Dengan demikian, cagar budaya menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan antara aspek fisiknya dan nilai penting yang ada di balik setiap jenis cagar
budaya tersebut.
Bangunan penampung air dengan kapasitas 400 m ini terletak di Kelurahan Tegal Gunung
Kecamatan Blora. Dibangun pada masa kolonial Belanda sebagai tempat untuk
penampungan air yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan air minum di Kota Blora.
Sumber mata air diperoleh dari Sumber Mata Air Kajar. Cara kerjanya alami menggunakan
gaya gravitasi bumi dalam mengalirkan air dari sumber mata air sampai penampungan air
(Gudang Banyu).
Bangunan ini dibuat pada tahun 1920-an, mengadopsi gaya bangunan ber arsitektur
Belanda dengan model segi delapan. Bentuknya menyerupai benteng dengan ruang kolong di
bawah bak penampung. Memiliki ukuran bangunan 5m x 8m x 7m, dengan konstruksi beton
cor. Semula dikelola oleh orang Belanda yang dulu dikenal sebagai Tuan Johan dan Tuan
Barnas. Bangunan ini sempat dikelola oleh DPUK, sebelum akhirnya diserahkan kepada
PDAM. Tetapi Kemudian di lokasi ini dibangun lagi bak penampung baru dengan daya
tampung lebih besar dan sistem menara yang tinggi mencapai 20 m, sesuai dengan tingkat
kebutuhan akan air minum pada saat ini di Kota Blora yang semakin tinggi.
Dari hal tersebut tidak ada salahnya jika bangunan tersebut didaftarkan untuk ditetapkan
Penetapan cagar budaya Gudang Banyu Blora , sebagaimana cagar budaya lainnya tentu
harus melalui proses sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2010
pendaftaran, pengkajian, yang kemudian diikuti dengan penetapan.Dalam pasal 1 ayat (17)
Undang-Undang No. 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, penetapan adalah pemberian
status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis
yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar
Budaya.
Dalam pasal 33 ayat (1), disebutkan Bupati/wali kota mengeluarkan penetapan status Cagar
Budaya paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli Cagar
Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis
cagar budaya, yaitu batas maksimal untuk penetapan dan rekomendasi tim ahli cagar budaya.
Terkait dengan rekomendasi ini,tentu ada kajian yang dilakukan oleh tim ahli untuk
menentukan kriteria yang dapat dijadikan acuan dalam penetapan cagar budaya, termasuk
pengusulan cagar budaya. Kriteria pengusulan cagar budaya secara umum telah diatur dalam
Undang-Undang No. 11 tahun2010 Tentang Cagar Budaya, yaitu di Bab III tentang Kriteria
Cagar Budaya, yang terdiri dari dua bagian dan tujuh pasal. Dalam babtersebut, kriteria ini
dapat dikelompokkan menjadi dua katagori besar, yaitu kriteria umum yang diuraikan pada
Kriteria di pasal 11 ini ditujukan untuk Benda, bangunan ,struktur, lokasi, atau satuan ruang
geografis yang atas dasar penelitian memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa
Indonesia, tetapi tidak memenuhi kriteria cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
sampai dengan Pasal 10.Jika mengacu pada pemaparan di atas, maka cagar budaya yangtelah
memenuhi kriteria pengusulan yang kemudian dikaji kembali untuk menentukan kriteria
diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan;
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.jika benda, bangunan, atau
struktur telah memenuhi kriteriatersebut maka dapat diusulkan sebagai cagar budaya.
Dari kriteria diatas dapat dilihat bahwa bangunan Gudang Banyu Blora memiliki semua
kriteria yang ada diatas seperti, berusia lebih dari 50 tahun. Bangunan tersebut dibangun
pada tahun 1920. Dan juga memiliki nilai sejarah yaitu sebagai bangunan yang digunankan
untuk sarana penampungan air di masa kolonial. Namun keadaan saat ini bangunan tersebut
tidak terawat dan tidak dijaga kelestariannya. Sehingga perlu untuk ditetapkan sebagai cagar
budaya.
Dengan mempertimbangkan masih adanya bangunan Gudang Banyu tersebut maka saya
selayaknya harus dilestarikan karena dari bangunan tersebut akan membawa pengaruh besar
Prosedur dan tahapan penetapan secara rinci tersirat dalamUndang-Undang No. 11 Tahun
2010 Tentang Cagar Budaya. Secara garis besar dapat dibagi dalam pra-penetapan,
penetapan, dan pasca penetapan. Pra-penetapan meliputi pengusulan dan pendaftaran cagar
budaya. Penetapan meliputi pengkajian, penetapan dan pencatatan dalam register nasional
cagar budaya. Pengkajian dilakukan oleh tim ahli cagar budaya, dimana selama proses ini
benda, bangunan, struktur, ataulokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan
diperlakukan sebagai cagar budaya sebagaimana tercantum pasal 31 ayat (5). Ketiga,pasca
penetapan yaitu pemeringkatan dan pencatatan dalam register nasional cagar budaya sesuai
dengan peringkatnya.
Penyelenggaraan bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan meliputi kegiatan: a.
Selanjutnya dalam penyelenggaraan penetapan cagar budaya Gudang Banyu Blora ini yang
Tanudirjo, Daud Aris. 2003. Benda Cagar Budaya, Milik Siapa ?, dalam Kata Pengantar
http://www.blorakab.go.id/index.php/public/kebudayaan/detail/66/gudang-banyu diakses
pada 01/11/2017