TINJAUAN TEORI
Kepala fleksi
Kepala defleksi
Melahirkan Bahu
G. Tahapan Persalinan
Kala I (Kala Pembukaan)
a. Diagnosis
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan
serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). (APN, 2008) kala I persalinan
terbagi dalam 2 tahap yaitu fase laten dan fase aktif. Adapun perbedaan fase laten
dengan fase aktif adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Perbedaan Fase Laten dengan Fase Aktif (Sinopsis Obstetri, 2007)
Fase Pembukaan Waktu
Fase laten 0 – 3 cm ± 6 – 7 jam
Fase aktif 3 – 10 cm 6 jam
- Fase akselerasi 3 – 4 cm 2 jam
- Dilatasi maksimal 4 – 9 cm 2 jam
- Deselerasi 9 – 10 cm 2 jam
Kala pembukaan dibagi atas 2 fase, yaitu :
a. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3
cm berlangsung dalam 7-8 jam.
b. Fase aktif, berlangsung selama 8 jam, serviks membuka dari 4 cm sampai 10 cm
dan dibagi atas 3 subfase.
1) Periode akselersi, berlangsung 2 jam, pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
2) Periode dilatasi maksimal (steady), selama 2 jam pembukaan berlangsung
cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
3) Periode deselerasi, berlangsung lambat dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm
menjadi 10 cm atau lengkap.
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12-13 jam sedangkan
multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurve friedman, diperhitungkan pembukaan
primigravida 1cm/ 2jam dan multigravida 2cm / 1 jam. Dengan perhitungan tersebut
diperkirakan.
Skema 1. Fisiologi kala I (Sarwono, 2008)
1-2 mg sebelum partus
estrogen dan progesteron menurun
prostaglandin naik
serviks membuka (dilatasi) dan mendatar (effecement)
Pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis pecah
keluar lendir dan darah (bloody show)
b. Menyiapkan kelahiran
1) Menyiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi
Persalinan dan kelahiran bayi mungkin terjadi di rumah, tempat bidan, di
puskesmas, polindes, atau rumah sakit. Pastikan persediaan bahan-bahan dan
sarana yang memadai dan upaya pencegahan infeksi dilaksanakan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
Hal-hal pokok yang diperlukan : ruangan hangat dan bersih, sirkulasi udara
yang baik, sumber air bersih yang mengalir, air DTT, air bersih, clorin, kain
pembersih, kain pel dan sarung tangan karet, kamar mandi yang bersih, tempat
yang lapang. Untuk ibu berjalan-jalan selama persalinan, melahirkan bayi dan
memberikan asuhan bagi ibu dan bayinya setelah persalinan penerangan yang
cukup baik siang maupun malam, tempat tidur yang bersih untuk ibu, tempat yang
bersih untuk memberikan asuhan bayi baru lahir dan meja yang bersih atau tempat
tertentu untuk menaruh peralatan persalinan
2) Menyiapkan semua perlengkapan, bahan dan obat-obat essensial
3) Menyiapkan rujukan
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya jika terjadi penyulit
keterlambatan. Untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai
4) Memberikan asuhan sayang ibu
Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk :
a) Memberikan dukungan emosional
b) Membantu pengaturan posisi
c) Pemberian cairan dan nutrisi
d) Keleluasaan untuk ke kamar mandi secara teratur
e) Pencegahan infeksi
5) Pemantauan
Frekuensi minimal penilaian dan intervensi adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Frekuensi Minimal Penilaian dan Intervensi dalam Persalinan Normal
Fase Laten Fase Aktif
Tekanan darah 4 jam 4 jam
Suhu badan 4 jam 2 jam
Nadi 30 menit 30 menit
DJJ 1 jam 30 menit
His 1 jam 30 menit
Pembukaan serviks 4 jam 4 jam
Penurunan 4 jam 4 jam
Sumber : Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal,
2006
e) Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam sekali selama kala I pada
persalinan dan setelah selaput ketuban pecah.
Pada setiap pemeriksaan dalam catatlah hal sebagai berikut:
1) Warna cairan amnion
2) Dilatasi serviks
3) Penurunan kepala
Jika serviks belum membuka pada pemeriksaan dalam pertama, mungkin
diagnosa inpartu kala belum dapat ditegakkan. Jika terdapat kontraksi yang menetap,
periksa ulang wanita tersebut setelah 4 jam. Untuk melihat perubahan serviks. Pada
tahap ini, jika serviks terasa tipis dan membuka maka wanita tersebut dalam keadaan
inpartu jika tidak terdapat perubahan maka didiagnosis persalinan palsu.
Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
a. Diagnosis
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II dikenal sebagai kala pengeluaran. Lamanya
kala II untuk primigravida 1,5 jam – 2 jam dan untuk multigravida ½ - 1 jam.
b. Tanda dan gejala kala II persalinan
1) Ibu merasakan ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi
2) Ibu merasakan makin meningkatnya pada rektum dan vaginanya
3) Perineum terlihat menonjol
4) Vulva dan vagina serta sfingterani terlihat terbuka
5) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah
c. Persiapan penolong persalinan
1) Sarung tangan
2) Perlengkapan pelindung pribadi
3) Persiapan tempat persalinan, peralatan dan bahan
4) Persiapan tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi
5) Persiapan ibu dan keluarga
6) Amniotomi: jika selaput ketuban dalam pecah dan pembukaan telah lengkap,
lakukan amniotomi penolong harus memperhatikan warna air ketuban saat
dilakukan amniotomi
d. Penatalaksanaan fisiologi kala II persalinan
1) Mulai meneran
Bila sudah didapatkan tanda pasti kala II persalinan, tunggu sampai ibu
merasakan adanya dorongan spontan untuk meneran
2) Mendiagnosis kala II persalinan dan memulai persalinan
a) Cuci tangan dengan sabun dan dengan air bersih yang mengalir
b) Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam
c) Jelaskan pada ibu bahwa akan dilakukan pemeriksaan dalam
d) Lakukan pemeriksaan dalam secara hati-hati untuk memastikan bahwa
pembukaan sudah lengkap (10cm)
e) Jika pembukaan belum lengkap, tentramkan ibu dan bantu ibu mendapatkan
posisi yang lebih nyaman atau memperbolehkan ibu untuk berjalan-jalan
f) Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan serviks belum lengkap,
berikan semangat dan anjurkan ibu untuk bernafas dalam atau bernafas
panjang dalam setiap kontraksi
g) Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu
untuk mengambil posisi yang nyaman untuk meneran
h) Jika ibu tidak merasa ingin meneran setelah pembukaan lengkap selama 60
menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada saat puncak setiap kontraksi
i) Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit berikutnya atau jika kelahiran bayi tidak
akan segera terjadi, segera rujuk ke fasilitas rujukan
3) Memantau selama penatalaksanaan kala II persalinan. Periksa dan catat:
a) Nadi ibu setiap 30 menit
b) Frekuensi dan lama kontraksi tiap 30 menit
c) DJJ setiap selesai meneran
d) Penurunan kepala bayi melalui pemeriksaan abdomen setiap 30 menit dan
pemeriksaan dalam setiap 60 menit atau kalau ada indikasi
e) Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah
f) Apakah ada presentasi majemuk
g) Putar paksi luar segera setelah kepala lahir
h) Adanya kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelumnya
i) Semua pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan.
4) Posisi ibu saat meneran
Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman, ibu dapat berganti posisi
secara teratur selama kala II persalinan.
5) Kelahiran bayi
a) Posisi ibu saat melahirkan
Memperbolehkan ibu untuk mencari posisi yang nyaman baginya dan tidak
menganjurkan ibu untuk mengambil posisi berbaring terlentang
b) Pencegahan Laserasi
Laserasi spontan pada vagina/ perineum dapat terjadi saat bayinya dilahirkan,
kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak
terkendali, jalin kerja sama dengan ibu selama persalinan.
6) Melahirkan kepala
Saat kepala bayi mendorong atau membuka vulva sekitar 5–6 cm, letakkan kain/
handuk bersih di atas perut ibu, untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir.
Letakkan kain bersih dan kering yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
Lindungi perineum dengan satu tangan (di bawah kain bersih dan kering) dengan
meletakkan ibu jari dan 4 jari tangan tersebut dilipat paha pada kedua sisi
perineum dan meletakkan tangan yang lain pada kepala bayi. Berikan tekanan
yang lembut dan tidak keras pada kepala bayi dengan menggunakan tangan
lainnya dan biarkan kepala bayi keluar secara bertahap di bawah tangan tersebut.
7) Periksa tali pusat pada leher
Setelah kepala bayi lahir, raba leher bayi apakah ada lilitan tali pusat jika ada
lilitan tali pusat longgarkan di leher bayi. Lepaskan melewati kepala bayi, jika tali
pusat melilit leher bayi dengan erat, klem di dua tempat dan potong tali pusat
diantara 2 klem tersebut.
8) Melahirkan bahu
a) Setelah menyeka mulut dan hidung bayi hingga bersih, memeriksa adanya
lilitan tali pusat sambil menunggu kepala bayi melakukan rotasi eksternal
secara spontan.
b) Setelah rotasi eksternal, letakkan satu tangan pada masing-masing sisi kepala
bayi dan beritahukan pada ibu untuk meneran pada kontraksi berikutnya
c) Lakukan tarikan ke arah bawah hingga bahu anterior tampak di bawah askus
pubis
d) Kemudian tarik ke arah atas dan luar untuk melahirkan bahu posterior bayi
9) Melahirkan Sisi Tubuh Bayi
a) Saat bahu posterior lahir, selipkan tangan pada bagian bawah (posterior)
kepala bayi ke arah perineum dan biarkan bahu dan bagian tangan bayi lahir
ke tangan yang lain
b) Gunakan jari-jari tangan yang sama untuk mengendalikan kelahiran siku dan
tangan pada sisi posterior bayi pada saat melewati perineum
c) Gunakan tangan yang berada di belakang (posterior) untuk menahan tubuh
bayi saat lahir
d) Gunakan tangan bagian depan untuk melahirkan bahu anterior dan untuk
mengendalikan kelahiran siku dan tangan anterior bayi
e) Setelah kelahiran tubuh dan lengan, sisipkan tangan bagian depan dipunggung
bayi ke arah bokong dan kaki bayi untuk menahan laju kelahiran bayi saat
kaki lahir
f) Siapkan jari telunjuk dari tangan yang sama diantara kaki bayi, pegang dengan
mantap bagian mata kaki dan lahirkan kakinya secara hati-hati
g) Baringkan bayi di atas kanan atau handuk yang terletak di perut ibu sehingga
kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya
10) Mengeringkan dan Merangsang Bayi
a) Segera mengeringkan dan merangsang bayi dengan kain atau selimut di atas
perut ibu pastikan bahwa bagian kepala bayi tertutup dengan baik
b) Memotong tali pusat
c) Dengan menggunakan klem DTT atau steril klem tali pusat 3 cm dari pusat
bayi lakukan pengurutan pada tali pusat di klem ke arah ibu dan kemudian
dipasang klem kedua pada sisi ibu 2 cm dari klem pertama. Pegang tali pusat
diantara kedua klem tersebut untuk melindungi bayi. Gunakan tangan lain
untuk memotong tali pusat diantara kedua klem tersebut, ganti handuk yang
telah basah dan selimut bayi dengan selimut atau kain bersih dan kering.
Pastikan bahwa kepala bayi terselimuti dengan baik.
Kala III (Pelepasan Plasenta)
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung
tidak lebih dari 30 menit. Proses lepasnya plasenta dapat diperkirakan dengan
mempertahankan tanda-tanda di bawah ini:
1. Uterus menjadi bundar
2. Uterus terdorong ke atas kerena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
3. Tali pusat bertambah panjang
4. Terjadi semburan darah tiba-tiba
(Sondakh, Jenny, 2013)
Cara melahirkan plasenta adalah mengunakan teknik dorsokranial.
Pengeluran selaput ketuban. Selaput janin biasanya lahir dengan mudah, namun
kadang-kadang masih ada bagian plasenta yang tertinggal. Bagian tertinggal tersebut dapat
dikeluarkan dengan cara:
1. Menarik pelan-pelan
2. Memutar atau memilinnya seperti tali
3. Memutar pada klem
4. Manual dan digital
(Sondakh, Jenny, 2013)
Plasenta dan selaput ketuban harus diperiksa secara teliti setelah dilahirkan. Apakah
setiap bagian plasenta lengkap atau tidak lengkap. Bagian plasenta yang diperiksa yaitu
permukaan maternal yang pada normalnya memiliki 6-20 kotiledon, permukaan fetal dan
apakah terdapat tanda-tanda plasenta suksenturia. Jika plasenta tidak lengkap, maka disebut
ada sisa plasenta. Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan infeksi.
(Sondakh, Jenny, 2013)
Kala III terdiri dari 2 fase, yaitu:
1. Fase pelepasan plasenta
Beberapa cara pelepasan plasenta antara lain:
a. Schultze
Proses lepasnya plasenta seperti menutup paying. Cara ini merupakan cara yang
paling sering terjadi (80%). Bagian yang lepas terlebih dulu adalah bagian tengah,
lalu terjadi retroplasental hematoma yang menolak plasenta mula-mula bagian
tengah, kemudian seluruhnya. Menurut cara ini, perdarahan biasanya tidak ada
sebelum plasenta lahir dan berjumlah banyak setelah plasenta lahir.
b. Duncan
Berbeda dengan sebelumnya, pada cara ini lepasnya plasenta mulai dari pinggir
20%. Darah akan mengalir keluar anatara selaput ketuban. Pengeluarannya juga
serempak dari tengah dan pinggir plasenta.
2. Fase pengeluaran plasenta
Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya plasenta adalah:
a. Kustner
Dengan meletakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis, tali pusat ditegangkan,
maka bila tali pusat masuk berarti belum lepas. Jika diam atau maju berarti sudah
lepas.
b. Klein
Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit. Bila tali pusat kembali berarti belum lepas,
diam atau turun berarti lepas (cara ini tidak digunakan lagi).
c. Strassman
Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta
belum lepas, tidak bergetar berarti sudah lepas. Tanda-tanda plasenta telah lepas
adalah rahim menonjol di atas simfisis, tali pusat bertambah panjang, rahim bundar
dank eras, serta keluar darah secara tiba-tiba.
(Sondakh, Jenny, 2013)
Penatalaksanaan kala III (pelepasan plasenta), yaitu:
1. Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat
pelepasan plasenta
Oksitosin dapat diberikan dalam 2 menit setelah kelahiran bayi
Jika oksitosin tidak tersedia,rangsang puting susu payudara ibu/susukan bayi untuk
menghasilkan oksitosin alamiah dan beri Ergometrin 0,2 mg IM
2. Lakukan PTT saat dan selama uterus berkontraksi
3. Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan tangan/klem pada tali pusat mendekati
plasenta.Kedua tangan dapat memegang plasenta perlahan-lahan memutar plasenta
dengan searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
4. Segera setelah plasenta lahir dan selaput dikeluarkan, lakukan massase fundus uteri
selama 15 detik atau 15 kali agar menimbulkan fundus uteri berkontraksi.
Kala IV (Kala Pengawasan/Observasi/Pemulihan)
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam postpartum. Kala ini
terutama bertujuan untuk melakukan observasi karena perdarahan postpartum paling sering
terjadi pada 2 jam pertama. Darah yang keluar selama perdarahan harus ditakar sebaik-
baiknya. Kehilangan darah pada persalinan biasanya disebabkan oleh luka pada saat
pelepasan plasenta dan robekan pada serviks dan perineum. Rata-rata jumlah perdarahan
yang dikatakan normal adalah 250 cc, biasanya 100-300 cc. jika perdarahan lebih dari 500
cc, maka sudah dianggap abnormal, dengan demikian harus dicari penyebabnya. Penting
untuk diingat: jangan meninggalkan wanita bersalin 1 jam sesudah bayi dan plasenta
lahir. Sebelum pergi meninggalkan ibu yang baru melahirkan, periksa ulang terlebih dahulu
dan perhatikanlah 7 pokok penting berikut:
1. Kontraksi rahim: baik atau tidaknya diketahui dengan pemeriksaan palpasi. Jika perlu
lakukan massase dan berikan uterotonika, seperti methergin atau ermetrin dan oksitosin.
2. Perdarahan: ada atau tidak, banyak atau biasa
3. Kandung kemih: harus kosong, jika penuh, ibu dianjurkan berkemih dan kalau tidak
bisa, lakukan kateterisasi
4. Luka-luka: jahitannya baik atau tidak, ada perdarahan atau tidak.
5. Plasenta dan selaput ketuban harus lengkap
6. Keadaan umum ibu, tekanan darah, nadi, pernapasan dan masalah lain.
7. Bayi dalam keadaan baik
Penatalaksanaan kala IV (kala pengawasan/observasi/pemulihan):
1. Periksa fundus uteri tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 20-30 menit selama jam
kedua
2. Anjurkan ibu untuk periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih dan perdarahan setiap
15 menit pada jam pertama dan tiap 30 menit pada jam kedua
3. Anjurkan ibu untuk banyak minum untuk mencegah dehidrasi
4. Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaiannya yang bersih dan kering
5. Biarkan ibu beristirahat, bantu ibu pada posisi yang nyaman
6. Biarkan bayi berada di dekat ibu untuk Bounding Attachment
7. Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu dibantu karena masih
dalam keadaan lemah setelah persalinan
8. Pastikan ibu sudah BAK dalam 3 jam post partum
9. Ajari ibu dan keluarganya tentang:
Bagaimana pemeriksaan fundus dan merangsang kontraksi
Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi.
(Saifuddin, 2006)
H. Asuhan Persalinan
Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan
mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya
yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.
Upaya asuhan persalinan normal harus didukung oleh adanya alasan yang kuat dan
berbagai bukti ilmiah yang dapat menunjukkan adanya manfaat apabila diaplikasikan
pada setiap proses persalinan (Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal, 2002)
1) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi harus di masukkan sebagai bagian dari persalinan
bersih dan aman, termasuk hadirnya keluarga atau orang-orang yang memberi
dukungan bagi ibu
2) Partograf harus digunakan untuk memantau persalinan dan berfungsi sebagai suatu
catatan / rekam medik untuk persalinan
3) Selama persalinan normal intervensi hanya dilaksanakan jika benar-benar dibutuhkan.
Prosedur ini hanya dibutuhkan jika ada infeksi atau penyulit
4) Manajemen aktif kala III, termasuk melakukan penjepitan dan pemotongan tali pusat
secara dini, memberikan suntikan oksitosin IM, melakukan penegangan tali pusat
terkendali (PTT) dan segera melakukan masase fundus, harus dilakukan pada semua
persalinan normal
5) Penolong persalinan harus tetap tinggal bersama ibu dan bayi setidak-tidaknya 2 jam
pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu sudah dalam keadaan stabil. Fundus harus
diperiksa setiap 15 menit selama 1 jam dan setiap 30 menit pada jam kedua. Masase
fundus harus dilakukan sesuai kebutuhan untuk memastikan tonus uterus tetap baik,
perdarahan minimal dan pencegahan perdarahan
6) Selama 24 jam pertama setelah persalinan, fundus harus sering diperiksa dan di
masase sampai tonus baik. Ibu atau anggota keluarga dapat diajarkan melakukan hal
ini
7) Segera setelah lahir, seluruh tubuh terutama kepala bayi harus segera diselimuti dan
bayi dikeringkan serta dijaga kehangatannya untuk mencegah terjadinya hipotermi
8) Obat-obatan esensial, bahan dan perlengkapan harus disediakan oleh petugas dan
keluarga
(Sarwono, 2008)
2.1.1 Konsep Dasar Preeklamsi
1. Pengertian preeklamsi
Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan
proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah
minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan
hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis.
(Mitayani, 2009)
Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala
ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria,
dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada
mola hidatidosa.
(Rukiyah, 2010).
Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala
ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
Pre eklampsia ringan adalah sindrom spesifik kehamilan dengan
penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endothel.
2. Etiologi
Preeklamsia dan eklamsia sampai sekarang belum diketahui. Teori yang dapat di terima
harus dapat menerangkan hal-hal berikut :
a) Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion
dan, molahidatidosa.
b) Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
c) Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
d) Sebab dapat terjadi eklampsi pada kehamilan–kehamilan berikutnya
e) Sebab timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma.
(Sarwono, 2008)
3. Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada pre-eklampsi adalah spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Perjalanan klinis dan
temuan anatomis bukti presumtif yang menyebabkan thrombosis di banyak
pembuluh halus yang selanjutnya mengakibatkan nekrosis di beberapa organ.
Vasospasme adalah dasar patofisiologi pre-eklampsi – eklampsi. Kontriksi
vascular menyebabkan resistensi terhadap aliran darah menjadi penyebab hipertensi
arterial. Tekanan darah yang meningkat merupakan usaha untuk mengatasi
kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Vasospasme
yang terjadi kemungkinan besar menimbulkan kerusakan sel endotel dan kebocoran
dicelah antara sel-sel endotel. Kebocoran ini menyebabkan konstituen darah
termasuk trombosit dan fibrinogen yang mengendap di subendotel. Perubahan –
perubahan vascular ini bersama dengan hipoksia vascular jaringan disekitarnya,
diperkirakan menyebabkan perdarahan, nekrosis dan kerusakan endo organ yang
kadang dijumpai pada pre-eklampsi berat (Cunningham, 2006 : 645).
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena
retensi garam dan air.
4. Gejala klinik preeklamsi
a. Tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2 kali pengukuran
berjarak 1jam atau tekanan diastolik sampai 110mmHg. Tekanan darah sistolik 30
mmHg atau > atau mencapai 140 mmHg.
b. Protein urin positif 1
c. Edema (pembengkakan), terutama tampak pada tungkai, dapat pada muka. Edema
disebabkan ada penumpukan cairan yang berlebihan disela- sela jaringan tubuh.
Timbulnya oedema didahului oleh tambah berat badan yang berlebihan.
Penembahan berat badan 0,5 kg pada seorang hamil dianggap normal, tapi kalau
mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan, pre eklampsia harus dicurigai
tambah berat disebabkan oleh retensi air dalam jaringan dan kemudian baru
oedema nampak. Oedema ini tidak hilang dengan istirahat.
a. Disertai dengan gejala-gejala subyektif
Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak
Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh hemorraghia atau oedema
atau sakit karena perubahan pada lambung.
Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang
pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, oedema, atau ablatio
retina.
Terjadi oedema paru
b. Adanya gejala-gejala impending eklamsi : gangguan visus, gangguan cerebral,
nyeri epigastrium dan hiperfleksia.
c. Desakan atau tekanan darah ini tidak menurun meskipun bumil sudah dirawat
di rumah sakit dan menjalani tirah baring.
d. Adanya sindrom HELP (Hemalysis Elevated Liver Enymnes Low Piatelet
count).
e. Trombosit > 100.000/mm2
10. Skrening preeklamsi
Riwayat : sakit kepala, pusing, pandangan kabur, bintik-bintik paa mata, oedema
pada ekstremitas.
Px fisik: tekanan darah dibandingkan sebelum hamil, terutama setelah usia gestasi 24
mmg peningkatan BB dibandingkan sebelum hamil oedema pergelangan
kaki, perbital, tangan, wajah atau odemen, reflek.
11. Pemeriksaan dan diagnosa.
a) Kronik hipertensi kehamilan 20 minggu atau lebih.
b) Didapatkan I atau lebih gejala-gejala preeklamsi
12. Komplikasi
Pada preeklamsi terjadi vaso kontraksi arteri yang menaikkan tekanan darah dan
menurunkan pasokan arah yang efektif pada banyak organ serta jaringan tubuh
termasuk plasenta, sehingga dapat menyebabkan komplikasi baik paa ibu dan janin
antara lain:
a) Eklamsi
b) Solusio plasenta
c) Fetal Distress
d) Hipertensi kronik
1. Biodata
Nama Ibu : untuk mengetahui identitas ibu dan memudahkan pelayanan
kesehatan/rumah sakit/klinik serta sebagai catatan apakah ibu
pernah dirawat di salah satu tempat tersebut atau tidak.
Nama Suami : untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab dalam
pembiayaan dan pemberian persetujuan tindakan medis atau
perawatan.
Umur : untuk mengetahui usia ibu sehingga dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam pemberian terapi dan tindakan serta sebagai
acuan pada usia berapa komplikasi tersebut biasanya terjadi. Ibu
usia >35 thn berisiko preeklamsia
Agama : untuk mengetahui gambaran dan spiritual ibu sehingga
memudahkan dalam pemberian bimbingan spiritual seperti berdoa
Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu sehingga akan
memudahkan dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan
tentang gejala atau keluhan selama di rumah atau di puskesmas
Pekerjaan : untuk mengetahui kedaan aktivitas sehari-hari ibu
Alamat : untuk mengetahui gambaran tentang lingkungan tempat tinggal
ibu apakah dekat atau jauh dari pelayanan kesehatan khususnya
dalam pemeriksaan kehamilan.
2. Alasan Datang
Ibu merasakan tanda-tanda persalinan: perut mules semakin sering disertai keluar
lendir darah, terkadang ketuban merembes spontan.
3. Keluhan Utama
Ibu mengeluh mengeluarkan cairan sejak tanggal… jam…. Disertai kenceng-
kenceng yang semakin lama semakin sering, ibu dengan PEB dapat mengeluh
pusing, mata berkunang-kunang dan bisa nyeri ulu hati serta bengkak pada muka dan
kaki.
4. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Apakah Ibu pernah menderita penyakit menular dan menurun yang dapat
mempengaruhi kondisi Ibu sehingga dapat mempengaruhi kelancaran proses
persalinan.
Penyakit diabetes mellitus, riwayat pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya,
obesitas sebelum hamil dan riwayat hipertensi ibu sebelum hamil menjadi faktor
predisposisi terjadinya hipertensi pada kehamilan.
5. Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui apakah ibu sekarang masih menderita penyakit darah tinggi
atau penyakit lain yang dapat mempengaruhi bisa mempengaruhi persalinannya.
Menurut skor Poedji Rochyati, penyakit yang perlu diwaspadai saat kehamilan
adalah asma, penyakit jantung, malaria, kencing manis (diabetes mellitus), kurang
darah, TBC paru, payah jantung, penyakit menular seksual (Buku KIA, 2009).
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ditanyakan mengenai latar belakang keluarga terutama:
a) Anggota keluarga serumah yang mempunyai penyakit tertentu terutama penyakit
menular seperti TBC, hepatitis.
b) Penyakit keluarga yang diturunkan seperti kencing manis, tekanan darah tinggi,
asma, jantung.
c) Ibu dengan riwayat keluarga hipertensi dapat menurunkan penyakit pada ibu,
riwayat kehamilan kembar dalam keluarga bisa menurun pada kehamilan ibu,
dimana hamil kembar menjadi faktor predisposisi pre-eklampsia
7. Riwayat Haid
Ditanyakan mengenai:
a) Siklus haid pada setiap wanita tidak sama. Siklus haid yang normal/ dianggap
sebagia siklus adalah 28 hari, tetapi siklus ini bisa maju sampai 3 hari atau
mundur sampai 3 hari. Panjang siklus haid yang biasa pada wanita adalah 25-32
hari
b) Lamanya haid, biasanya antara 2-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-
sedikit dan ada yang sampai 7-8 hari pada wanita biasanya lama haid ini tetap.
Ditanyakan juga banyak darah dan berapa kali ganti pembalut dalam sehari.
c) Hari pertama haid terakhir ditanyakan untuk mengetahui usia kehamilan dan
apakah tafsiran rersalinannya sudah sesuai dengan keadaan klien
d) Keluhan saat haid (disminorrhea +/-)
(Sarwono, 2008).
8. Riwayat Pernikahan
Ditanyakan tentang: Ibu menikah berpa kali, lamanya, umur pertama kali menikah
a) Jika lama menikah ≥ 4 tahun tetapi belum hamil bisa menyebabkan masalah pada
kahamilannya pre eklamsi.
b) Lama menikah ≤ 2 tahun, sudah punya lebih dari 1 anak. Bahanya perdarahan
setelah bayi lahir karena kondisi ibu masih lemah.
c) Umur pertama kali menikah < 18 tahun, pinggulnya belum cukup pertumbuhan
sehingga resiko pada waktu melahirkan.
d) Jika hamil umur > 35 tahun bahanyanya bisa terjadi hipertensi, preeklamsi
9. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Suami Kehamilan Persalinan Nifas Anak KB Ket
ke Hamil ke UK Penyulit Jenis Tempat Penolong BBL Penyulit sex umur H/M
VI. IMPLEMENTASI
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan
pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan seluruh oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya. Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien
yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi
klien adalah tetap bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya
serta meningkatkan mutu dan asuhan klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuha telah
dilaksanakan.
VII. EVALUASI
Secara SOAP
Subjektif : Kaji keluhan yang tetap dilaksankan oleh klien setelah dilakukan
asuhan
Objektif : Periksa kembali tanda-tanda vital pasien dan kemajuan persalinan
pada pasien, dan apa saja terapi yang diberikan pada pasien.
Analisis : Sesuai dengan diagnosa
Penatalaksanaan : Anjuran apa saja yang diberikan kepada klien, apa yang harus dan
tidak harus dilakukan oleh klien.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Asri, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kusumawati. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan dan Persalinan. Yogyakarta: Tugu Publisher.
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC: Jakarta.
Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. EGC: Jakarta.
Rukiyah dan Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta: TIM
Saifuddin, Bari Abdul. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
Sondakh, J.S, Jenny. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Erlangga
TIM Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 1984. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar
Offset
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC.