Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Persalinan
a. Pengertian

Persalinan adalah rangkaian peristiwa mulai dari kenceng-kenceng

teratur sampai dikeluarkannya produk konsepsi (janin, plesenta,

ketuban, dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar melalui jalan

lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau dengan kekuatan

sendiri Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang

dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan

adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke

dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban

didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan adalah proses dimana

bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu.

Persalinan normal adalah jika prosesnya terjadi pada usia

kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya

penyulit. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran

janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir

spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18

jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Persalinan dan

kelahiran normal adalah proses pengeluaran yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan

presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam waktu 18-24 jam,

tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. Persalinan spontan

adalah persalinan yang terjadi karena dorongan kontraksi uterus dan

kekuatan mengejan ibu.


Sebab-sebab mulainya persalinan Menurut Sumarah (2009),

bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti,

sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan

mulainya kekuatan his. Hormon-hormon yang dominan pada saat

kehamilan yaitu:

1) Estrogen Berfungsi untuk meningkatkan sensivitas otot rahim

dan memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti

rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan

mekanis.

2) Progesteron Berfungsi menurunkan sensivitas otot rahim,

menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti oksitosin,

rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis, dan

menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi. Pada

kehamilan kedua hormon tersebut berada dalam keadaan yang

seimbang, sehingga kehamilan bisa dipertahankan. Perubahan

keseimbangan kedua hormon tersebut menyebabkan oksitosin

yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat

menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks. Kontraksi

ini akan menjadi kekuatan yang dominan pada saat persalinan

dimulai, oleh karena itu makin tua kehamilan maka frekuensi

kontraksi semakin sering. Oksitosin diduga bekerja bersama atau

melalui prostaglandin yang makin meningkat mulai umur kehamilan

minggu ke-15 sampai aterm lebih-lebih sewaktu partus atau

persalinan. Disamping faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot

rahim dapat memberikan pengaruh penting untuk mulainya kontraksi

Rahim
Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa teori yang

memungkinkan terjadinya proses persalinan

a) Teori Keregangan Otot rahim mempunyai kemampuan meregang

dalam batas tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi

kontraksi sehingga persalinan dapat mulai. Keadaan uterus yang

terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-

otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat

mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami

degenerasi. Pada kehamilan ganda seringkali terjadi kontraksi

setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses

persalinan.

b) Teori penurunan progesteron Proses penuaan plasenta terjadi mulai

umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan

ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Villi

koriales mengalami perubahan-perubahan dan produksi

progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih

sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi

setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu

c) Teori oksitosin internal Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar

hipofise parst posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan

progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga

sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi

progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat

meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dimulai.

d) Teori prostaglandin Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak

umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.


Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan

kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan. Prostaglandin

dianggap dapat memicu terjadinya persalinan.

e) Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis Teori ini

menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi

keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori

ini dikemukakan oleh Linggin (1973). Malpar tahun 1933

mengangkat otak kelinci percobaan, hasilnya kehamilan kelinci

menjadi lebih lama. Pemberian kortikosteroid yang dapat

menyebabkan maturitas janin, induksi persalinan beberapa percobaan

tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari dengan

mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan pemicu

terjadinya persalinan.

f) Teori berkurangnya nutrisi Berkurangnya nutrisi pada janin

dikemukakan oleh Hippokrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi

pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.

g) Faktor lain Tekanan pada ganglion servikale dari pleksus

frankenhauser yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini

tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan. Bagaimana

terjadinya persalinan masih tetap belum dapat dipastikan, besar

kemungkinan semua faktor bekerja bersama-sama, sehingga

pemicu persalinan menjadi multifaktor.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

Menurut Sumarah (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

yaitu power, passage, passanger, posisi ibu dan psikologis. Menurut


Bandiyah, (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan adalah

power, passage, passanger, psycian, psikologis.

1) Power (kekuatan) Kekuatan terdiri dari kemampuan ibu melakukan

kontraksi involunter dan volunteer secara bersamaan untuk

mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi involunter

disebut juga kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan.

Apabila serviks berdilatasi, usaha volunteer dimulai untuk

mendorong, yang disebut kekuatan sekunder, dimana kekuatan ini

memperbesar kekuatan kontraksi involunter. Kekuatan primer

berasal dari titik pemicu tertentu yang terdapat pada penebalan

lapisan otot di segmen uterus bagian atas. Dari titik pemicu, kontraksi

dihantarkan ke uterus bagian bawah dalam bentuk gelombang, diselingi

periode istirahat singkat. Kekuatan sekunder terjadi segera setelah bagian

presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah yakni bersifat

mendorong keluar. Sehingga wanita merasa ingin mengedan. Usaha

mendorong ke bawah ini yang disebut kekuatan sekunder. Kekuatan

sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks, tatapi setelah dilatasi

serviks lengkap. Kekuatan ini penting untuk mendorong bayi keluar dari

uterus dan vagina. Jika dalam persalinan seorang wanita melakukan

usaha volunteer (mengedan) terlalu dini, dilatasi serviks akan terhambat.

Mengedan akan melelahkan ibu dan menimbulkan trauma pada serviks 43.

2) Passage (Jalan Lahir) Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni

bagian tulang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang

luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan

otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul

ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus

berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif


kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan

sebelum persalinan dimulai. Empat jenis panggul dasar, menurut

Verralls, (2013), dikelompokkan sebagai berikut:

a. Ginekoid (tipe wanita klasik).

Panggul Ginekoid adalah nama lain dari pelvis atau panggul

wanita normal. Pintu masuk bulat, mempunyai sakrum dengan

lengkung yang baik, mempunyai spina ischiadika yang tumpul

(bulat), tidak tajam dan tidak menonjol. Arcus pubis mempunyai

sudut yang membulat. Karena pelvis bulat di depan, maka fetus

akan memberikan presentasi kepala, dengan bagian yang paling

bulat (yaitu occiput) di depan, dan pada presentasi ini

merupakan letak yang paling menguntungkan pada permulaan

persalinan

b. Android (mirip panggul pria).

Panggul Android adalah pelvis jenis laki-laki, tulang-tulangnya

lebih berat dibanding pelvis wanita, dan terdapat beberapa ciri-

ciri khusus. Pintu masuk berbentuk jantung, menyebabkan

pelvis bagian depan sangat sempit. Diameter tranversa yang

diukur antara dua titik terjauh pada pintu masuk pelvis tidak

akan menyilang pusat diameter anteroposterior (AP), tetapi jauh

lebih dekat sacrum, dengan demikian perlu ditekankan adanya

faktor bahwa terdapat ruang yang lebih luas pada bagian

belakang pelvis dibandingkan bagian depan. Karena pelvis

belakang lebih bulat bentuknya dan terdapat ruang yang lebih

luas, maka fetus akan terletak dengan occiput berada pada

kuadran posterior kanan atau kiri. Pada 90% posisi posterior ini,
walaupun persalinan cenderung berlangsung lama, tetapi

persalinan berlangsung normal. Beberapa persalinan normal

tersebut akan terjadi dengan posisi occiput posterior yang

menetap (artinya lahir dengan muka menghadap pubis),

sedangkan sebagian kecil akan memberiakan presentasi muka.

Walaupun demikian, sacrum yang luas akan menyebabkan

terhalangnya rotasi (putaran) kepala janin, spina ischiadica yang

menonjol akan menghalangi turunnya fetus, dan arcus pubis

yang sempit tidak memungkinkan kelahiran occiput. Pada

keadaan demikian akan diperlukan rotasi kepala secara manual

(dengan tangan penolong) dan kelahiran dengan alat atau seksio

caesarea

c. Antropoid (mirip panggul kera anthopoid).

Panggul Antropoid, biasanya dipunyai oleh wanita Kaukasia,

yang perawakannya sangat tinggi dengan tungkai yang

panjang, dan pelvis demikian juga umumnya terdapat pada

wanita Afrika Selatan. Pintu masuk berbentuk oval,

mempunyai diameter anteroposterior yang panjang, tetapi

diameter tranversa lebih pendek. Pintu keluar adekuat pada

semua diameternya, dengan arcus pubis yang agak lebar. Fetus

umumnya memperlihatkan presentasi dengan panjang kepala

berada pada diameter anteroposterior pintu masuk pelvis, pintu

masuk ini paling mudah dilalui kepala fetus. Lebih sering

occiput terletak pada cekung sacrum dan bukannya mengarah


ke anterior. Kemudian fetus mewakili pelvis dengan posisi

yang tetap sama, dan lahir dengan posisi oksipitoposterior

yang tidak mengalami reduksi, dan bukannya muka yang

menghadap perineum

d. Platipeloid (panggul pipih).

Pelvis jenis ini dapat disebabkan oleh faktor perkembangan,

rakhitis, atau faktor herediter. Keadaan demikian sering

ditemukan pada wanita-wanita Afrika, mungkin tidak hanya

karena faktor diet yang buruk, tetapi juga karena kebiasaan

membawa beban berat di kepala pada masa perkembangan.

Pintu masuk mempunyai diameter anteroposterior yang

pendek, tetapi diameter transversa lebih panjang, sehingga

memberikan pintu masuk yang berbentuk ginjal atau kacang

kara. Kepala fetus mengalami kesulitan dalam memasuki pintu

masuk pelvis, dan biasanya mengalami presentasi dengan

diameter panjang kepala menyilang diameter transversa dari

pintu masuk pelvis yang ruangannya lebih luas. Karena kepala

letaknya tinggi, maka membrana amnii mungkin pecah awal

dan ada kemungkinan terjadinya prolaps fenikuli umbilicalis.

Dengan kontraksi uterus yang baik, kepala akan terdorong

maju antara promontorium dengan symphysis pubis. Tulang-

tulang tengkorak akan bertumpang tindih satu sama lain dengan

adanya tekanan ini, dan proses ini disebut asinklinasi,


kemudian akan diikuti oleh kelahiran kepala dengan cepat.

Apabila pintu masuk pelvis sangat 20 sempit, maka kepala

fetus tetap mengambang jauh diatas pintu masuk pelvis ini, dan

diperlukan seksio caesarea.

e. Passenger (Janin dan Plasenta)

Janin dapat mempengaruhi jalannya kelahiran karena ukuran

dan presentasinya. Dari semua bagian janin, kepala janin

merupakan bagian yang paling kecil mendapat tekanan.

Namun, karena kemampuan tulang kepala untuk molase satu

sama lain, janin dapat masuk melalui jalan lahir asalkan tidak

terlalu besar dan kontraksi uterus cukup kuat.

f. Passanger atau janin, bergerak sepanjang jalan lahir

merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran

kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena

plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka ia dianggap juga

sebagai bagian dari passenger yang menyertai janin. Namun

plasenta jarang menghambat proses persalinan pada kehamilan

normal

g. Psycology (Psikologi Ibu) Tingkat kecemasan wanita selama

bersalin akan meningkat jika ia tidak memahami apa yang

terjadi pada dirinya atau yang disampaikan kepadanya. Wanita

bersalin biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya jika

ditanyai. Perilaku dan penampilan wanita serta pasangannya


merupakan petunjuk berharga tentang jenis dukungan yang akan

diperlukannya. Membantu wanita berpartisipasi sejauh yang

diinginkan dalam melahirkan, memenuhi harapan wanita akan

hasil akhir mengendalikan rasa nyeri merupakan suatu upaya

dukungan dalam mengurangi kecemasan pasien. Dukungan

psikologis dari orang-orang terdekat akan membantu

memperlancar proses persalinan yang sedang berlangsung.

Tindakan mengupayakan rasa nyaman dengan menciptakan

suasana yang nyaman dalam kamar bersalin, memberi sentuhan,

memberi penenangan nyari non farmakologi, memberi analgesia

jika diperlukan dan yang paling penting berada disisi pasien

adalah bentuk-bentuk dukungan psikologis. Dengan kondisi

psikologis yang positif proses persalinan akan berjalan lebih

mudah

h. Psycian (Penolong) Menurut Christina (2001), menyatakan

bahwa peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi

dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu atau

janin. Bila diambil keputusan untuk melakukan campur tangan,

ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati, tiap campur tangan

bukan saja membawa keuntungan potensial, tetapi juga risiko

potensial. Pada sebagian besar kasus, penanganan yang terbaik

dapat berupa “observasi yang cermat”.


2. Anemia

1. Pengertian

Anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau

konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah Hemoglobin (Hb) tidak mencukupi

untuk kebutuhan fisiologis tubuh (Kemenkes RI, 2019). Menurut (Adriyani,

2018) anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di

dalam darah lebih rendah daripada nilai normal untuk kelompok orang menurut

umur dan jenis kelamin. Anemia gizi adalah suatu keadaan dengan kadar

hemoglobin darah yang lebih rendah daripada normal sebagai akibat

ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah dalam produksinya guna

mempertahankan kadar hemoglobin pada tingkat normal.

Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul karena kekurangan zat besi

sehingga pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi lain dalam tubuh

terganggu. Anemia pada kehamilan adalah dimana kondisi ibu kadar

haemoglobinnya dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar dibawah

10,5 gr% pada trimester II. Anemia defisiensi besi pada wanita merupakan

problema kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara

berkembang (Susiloningtyas, 2018).

2. Etiologi

Menurut Mochtar (2013) pada umumnya, penyebab anemia pada kehamilan

adalah:

a. Kurang zat besi

Kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi

dari mengkonsumsi makanan saja, walaupun makanan yang dikonsumsi

memiliki kualitas yang baik ketersediaan zat besi yang tinggi.


Peningkatan kebutuhan zat besi meningkat karena kehamilan. Sebagian

kebutuhan zat besi dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan presentase

zat besi yang diserap, namun apabila simpanan zat besi rendah atau zat

besi yang diserap sedikit maka diperlukan suplemen preparat zat besi

agar ibu hamil tidak mengalami anemia (Bakta, I.M., & Dkk, 2019).

b. Ibu yang mempunyai penyakit kronik

Ibu yang memiliki penyakit kronik mengalami inflamasi yang lama

dan dapat mempengaruhi produksi sel darah merah yang sehat. Ibu hamil

dengan penyakit kronis lebih berisiko mengalami anemia akibat

inflamasi dan infeksi akut (Bothamley & Maureen, 2018).

c. Kehilangan banyak darah saat persalinan sebelumnya

Perdarahan yang hebat dan tiba-tiba seperti perdarahan saat

persalinan merupakan penyebab tersering terjadinya anemia, jika

kehilangan darah yang banyak, tubuh segera menarik cairan dari jaringan

diluar pembuluh darah agar darah dalam pembuluh darah tetap tersedia.

Banyak kehilangan darah saat persalinan akan mengakibatkan anemia

(Ananya, 2012). Dibutuhkan waktu untuk memulihkan kondisi fisiologis

ibu dan memenuhi cadangan zat besi ibu hamil (Manuaba & Dkk, 2010).

d. Jarak kehamilan

Hasil penelitian dari Amiruddin (2017) menyatakan kematian

terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1 sampai 3 anak dan jika

dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun

menunjukkan kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang

terlalu dekat dapat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk

memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya.

Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat dapat menyebabkan
resiko terjadi anemia dalam kehamilan. Dibutuhkan waktu untuk

memulihkan kondisi fisiologis ibu adalah dua tahun. Karena cadangan

zat besi ibu hamil belum pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan

janin yang dikandungnya (Manuaba & Dkk, 2010).

e. Paritas

Hasil penelitian Herlina (2013) menyatakan paritas merupakan

salah satu faktor penting dalam kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu

hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko lebih besar untuk

mengalami anemia dibandingkan dengan paritas rendah. Adanya

kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka

akan semakin tinggi angka kejadian anemia.

f. Ibu dengan hamil gemeli dan hidramnion

Derajat perubahan fisiologis maternal pada kehamilan gemeli lebih

besar dari pada dibandingkan kehamilan tunggal. Pada kehamilan gemeli

yang dikomplikasikan dengan hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat

mengalami komplikasi yang serius dan besar. Peningkatan volume darah

juga lebih besar pada kehamilan ini. Rata-rata kehilangan darah melalui

persalinan pervaginam juga lebih banyak (Wiknjosastro, 2017).

3. Patofisiologi Anemia

Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena

perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan

pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada

trimester II kehamilan dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat

sekita 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal pada 3

bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti

laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron (Rukiyah,


2017).

Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut

Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah menjadi

kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi

pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%,

sel darah 18% dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis, pengenceran darah ini

untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya

kehamilan (Manoe,2010).

4. Klasifikasi Anemia

Klasifikasi anemia pada kehamilan menurut Proverawati (2009) adalah:

a. Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat

kekurangan zat besi dalam darah. Diagnosa anemia defisiensi besi dapat

dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat

lelah, sering pusing, mata berkunangkunang dan keluhan mual muntah

pada hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan

dengan menggunakan alat sachili, dilakukan minimal 2 kali selama

kehamilan yaitu trimester I dan III. Klasifikasi anemia menurut kadar

haemoglobin pada ibu hamil menurut WHO (2018):

1) Hb ≥ 11,0 g/dL : Tidak Anemia

2) Hb 10,0 – 10,9 g/dL : Anemia Ringan

3) Hb 7,0 – 9,9 g/dL : Anemia Sedang

4) Hb < 7,0 g/dL : Anemia Berat

b. Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik dimana anemia disebabkan karena defisiensi

asam folat (Pterylgutamic Acid) dan defisiensi vitamin B12


(Cyanocobalamin) walaupun jarang.

c. Anemia Hipoplastik

Anemia hipoplastik dan aplastic adalah disebabkan oleh hipofungsi

sel-sel tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnosis

memerlukan pemeriksaan darah fungsi lengkap, pemeriksaan fungsi

eksternal, dan pemeriksaan retikulosit.

d. Anemia Hemolitik

Gejala anemia hemolitik anatara lain adalah kelainan gambaran darah,

kelelahan, kelemahan, dampak organ vital. Anemia hemolitik adalah anemia

yang disebabkam karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih

cepat dari pada pembuatannya.

5. Tanda dan Gejala Anemia

Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lelah, letih, lesu, nafas

pendek, muka pucat, susah berkosentrasi serta fatique atau rasa lelah yang

berlevuhan. Gejala ini disebabkan karena otak dan jantung mengalami

kekurangan distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut jantung biasanya kebih

cepat karena berusaha untuk mengkompensasi kekurangan oksigen dengan

memompa darah lebih cepat.

Akibatnya kemampuan kerja dan kebugaran tubuh akan berkurang. Jika

kondisi ini berlangsung lama, kerja jantung menjadi berat dan bisa menyebabkan

gagal jantung kongestif (Pharmaceutical et al., 2017). Menurut FKM-UI (2019)

tanda anemia adalah pucat (lidah, bibir dalam, muka, telapak tangan), mudah

letih, detak jantung lebih cepat, apatis, pusing, mata berkunang-kunang dan

mengantuk.

6. Dampak anemia saat kehamilan

Menurut Proverawati (2009) dampak anemia pada kehamilan sampai


pasca persalinan adalah:

a. Trimester Pertama

Abortus, missed abortus, dan kelainan congenital.

b. Trimester Kedua dan Trimester III

Persalinan premature, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan

janin dalam Rahim, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), mudah terkena

infeksi, Intetlligence Guotient (IQ) rendah (Proverawati, 2009). Bahaya

anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan

antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum

sampai kematian, gestosisdan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi

kordis hingga kematian ibu (Mansjoer, 2008).

7. Dampak anemia saat persalinan

a. Saat Inpartu

Gangguan his primer dan sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan

dengan tindakan tinggi, ibu cepat lelah, gangguan perjalanan persalinan perlu

tindakan operatif (Proverawati, 2009).

b. Pascapartus

Antonia uteri menyebabkan perdarahan, retensic plasenta, perlukaan sukar

sembuh, mudah terjadi perperalis, gangguan involusi uteri, kematian ibu

tinggi (perdarahan, infeksi peurperalis, gestrosis) (Proverawati, 2019).

3. Occiput Posterior

1. Pengertian

Occiput posterior (OP) adalah kondisi dimana punggung bayi berada di

punggung ibu dan memasuki pelvis dengan kepala menghadap ke depan. Posisi

ini sering disebut dengan bayi telentang. Berdasarkan penelitian, sekitar 15-30%
bayi dalam proses persalinan akan mulai dalam posisi ini, namun kurang dari 5%

akan tetap berada di dalam posisi ini saat persalinan (Sizer & Nirmal 2020). Posisi

ini seringkali dihubungkan dengan berbagai intervensi dalam proses persalinan

seperti epidural, forceps, operasi caesar, dan lainnya.

Posisi oksiput posterior atau frontoanterior merupakan presentasi belakang

kepala dengan ubun-ubun kecil (UUK) berada dibelakang sacroiliac atau secara

langsung berada diatas sacrum. Posisi oksiput posterior merupakan suatu

ketidaknormalan posisi janin (malposisi). Posisi Oksiput Posterior Persisten

(POPP) merupakan abnormalitas posisi atau malposisi janin saat terjadi kegagalan

atau tidak terjadi rotasi UUK ke arah anterior simfisis (pada normoposisi) saat

kepala janin sudah melebihi hodge 3 atau dengan kata lain posisi oksiput kepala

janin tetap berada di posisi posterior sacroiliac.

2. Etiopatogenesis

Penyebab terbanyak terjadinya malposisi oksiput posterior belum

banyak diketahui. Beberapa kemungkinan penyebabnya seperti kelainan

bentuk panggul ibu, faktor janin atau faktor uterus, yang diuraikan seperti
berikut

 Bentuk panggul ibu : sekitar 50% terjadi pada panggul tipe

anthropoid atau android

 Factor janin : kondisi defleksi kepala janin ke arah posterior yang

diakibatkan oleh inklinasi pada panggul atas, implantasi plasenta

pada dinding anterior uterus, atau brachycephalic primer.Diameter

kepala janin yang terpenting meliputi diameter

suboksipitobregmatika, anteroposterior dan mentooksipital.

Diameter kepala janin memasuki panggul melalui diameter

transversalnya yaitu biparietal (9,5cm) dan diameter

anteroposteriornya yaitu suboccipitofrontal (10 cm) atau

occipitofrontal (11,5 cm).10-13 Keadaan tertentu, oksiput dapat

gagal berputar.

Penyebabnya adalah defleksi kepala berlebihan, kontraksi

rahim yang lemah, bentuk panggul dengan sacrum yang datar, spina

ischiadica yang menonjol atau dinding samping panggul

konvergen, dan otot dasar panggul yang lemah. Posisi ini disebut

sebagai posisi occipitosacral, atau Posisi Occipito posterior

Persisten (POP) dari presentasi belakang kepala (vertex).

Occipitoposterior persisten merupakan mekanisme abnormal dari

posisi occipitoposterior di mana ada malrotasi oksiput ke posterior

terhadap ruang sacrum (posisi occipitosacral).

Penyebab persalinan dengan occiput posterior adalah Selain

penggunaan epidural dan rendahnya hormon thyroid, posisi, postur, dan


kebiasaan ibu sehari hari seperti kebiasaan kita saat duduk sehari hari. Ibu

hamil tua seringkali beristirahat dengan bersandar dan postur badan yang

membungkuk dapat mempengaruhi posisi janin di dalam uterus. Banyak

ibu mengalami kehamilan dengan bayi Occiput Posterior pada saat

kehamilan trimester III atau saat proses persalinan.

Diameter anteroposterior pada posisi FA lebih besar daripada

subokcipitobregmatic pada posisi OA (Gambar 6b). Kagagalan rotasi ini

menyebabkan posisi frontoanterior (FA).


The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)

tidak membedakan antara posisi frontoanterior (FA) dan occipitoposterior

(OP), pada kenyataannya, terdapat perbedaan diantara kedua hal ini. Hal

pertama adalah kelainan rotasi dimana sinciput berputar secara anterior,

sementara kepala janin dalam posisi sedikit defleksi. Hal kedua adalah

kepala janin dalam fleksi maksimal dengan oksiput berputar ke posterior.

3. Faktor Predisposisi

 Umur lebih dari 35 tahun

 Nulliparity (belum pernah melahirkan sebelumnya)

 Posisi bayi OP di persalinan sebelumnya

 Obesitas

 Pengurangan kapasitas jalan keluar panggul

 Berat bayi lebih dari 4kg

 Umur kehamilan lebih dari 41 minggu

 Epidural

4. Diagnosis

Penegakan diagnosis posisi oksiput posterior persisten dapat melalui


pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan abdomen tampak lebih datar di daerah bawah umbilicus, ektremitas

janin akan lebih mudah dipalpasi dibagian tengah atau anterior, punggung janin

akan teraba menjauhi bagian posterior atau sulit diraba, detak jantung janin (DJJ)

akan lebih terdengar pada area pinggul (samping) dan sulit dilokalisasi.

Pemeriksaan genitalia akan didapatkan sutura sagitalis berada pada

diameter oblik panggul ibu. Fontanella kecil terdapat pada sisi posterior, baik

dikanan (ROP) atau kiri (LOP). Fontanel anterior dan bregma berada di kuadran

yang berlawanan dengan panggul ibu. Karena kegagalan fleksi interna terjadi

bersamaan dengan posisi oksipito posterior . persisten, fontanela biasanya berada

pada ketinggian yang sama di panggul. Pada posisi oksipitoposterior,

pembentukan molding verteks menyebabkan pemendekan diameter

oksipitofrontal dan pemanjangan diameter mentobregmatika seiring dengan

pemanjangan verteks. Diagnosis posisi pada pemeriksaan vaginal toucher dapat

dipersulit dengan adanya pembentukan molding dan kaput yang menutupi

permukaan tulang kepala janin.


Beberapa cara dapat dilakukan untuk menghindari persalianan dengan

POPP, yaitu pertama dengan pemeriksaan pencitraan atau ultrasonograafi untuk

mengidentifikasi posisi kepala janin dan digunakan untuk meningkatkan akurasi

dalam identifikasi posisi janin.

5. Pencegahan Saat Hamil

Cara utama adalah dengan memperbaiki postur dan berolahraga. Hindari

posisi bersandar dan duduk denga panggul yang miring atau tidak sejajar (Tips –

Anda dapat menggunakan birth ball untuk menjaga postur). Selain itu saat tidur,

dapat untuk miring ke kanan atau ke kiri dengan satu kaki lurus dan satu kaki

ditekuk 90 derajat dan disangga dengan guling yang lumayan keras, sehingga

panggul Anda tetap terbuka. Selain itu, lakukan olahraga yang dapat
menggoyangkan panggul sehingga memberikan ruang lebih di panggul, seperti

berenang, berjalan, atau yoga.

6. Penatalaksanaan

Studi kasus menunjukan beberapa pilihan tatalaksana dalam kasus posisi

oksipitoposterior yaitu sebelum persalinan, selama fase aktif sebelum pembukaan

lengkap, awal kala II, dan saat persalinan ketika tidak terjadinya penurunan kepala

janin (arrest of decenst) atau non reassuring fetal status pada kala II. Tiga pilihan

persalinan yang pertama diindikasikan bagi kasus posisi oksiput posterior,

sedangkan pilihan yang terakhir diindikasikan untuk kasus posisi

oksipitoposterior persisten, yang akan difokuskan dalam penatalaksanaan

penggunaan forceps.

7. Komplikasi

Ibu yang melahirkan dengan posisi bayi terlentang/Occiput posterior (OP)

akan mengalami persalinan yang lebih lama yang menyebabkan meningkatnya

resiko dilakukannya operasi caesar dan berbagai intervensi yang lan. Selain itu,

resiko untuk terkena ambeien setelah melahirkan pun juga meningkat. Bayi yang

turun panggul dengan posisi Occiput posterior biasanya membuat kehamilan

menjadi lebih lama, ketuban pecah dini, kontraksi yang tidak teratur saat

persalinan dan melambatnya pelebaran serviks. Selain itu, ibu yang mempunyai

posisi bayi Occiput posterior seringkali cenderung mempunyai dorongan untuk

mengejan lebih awal dari seharusnya.

Beberapa ibu mengalami rasa sakit yang berbeda ketika bayi berada dalam

posisi Occiput posterior, namun bagaimanapun juga, kita tidak dapat tau pasti

apakah rasa sakit tersebut disebabkan karena posisi bayi atau karena faktor yang

lain. Biasanya, ibu dengan bayi Occiput posterior disarankan untuk mendapatkan

epidural yang mana dapat meningkatkan resiko terjadinya fetal distress dan
memperlama proses persalinan yang nantinya akan berujung ke operasi Sectio

Caesarea ( SC).
TINJAUAN PUSTAKA

World Hearth Organization. Maternal mortality.c2020. [cited 2021 Feb 29].

Available from : https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/maternal-mortality

Kemenkes Indonesia. Kemenkes dorong pembangunan SFM era 4.0. Jakarta :

Departement Kesehatan Republik Indonesia. c2020 [cited 2021Feb 29]. Available from :

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20190312/4529704/kemenkes-dorong-

pembangunan-sdm-era-4-0/

Cunningham FG. Leveno KJ, Bloom SL, et al. Obstetri Williams. Ed 25th.

USA :McGraw-Hill Companies. 2019. p729-60.

Dutta, D. & Konar, H. DC Dutta’s Textbook of Gynecology. DC Dutta’s

Textbook of Gynecology (2016). doi:10.5005/jp/books/12997.

Prawirohardjo S. Malpresentasi dan malposisi dalam Ilmu kebidanan. Edisi 5.

Jakarta : PT Bina Pustaka. 2016

World Health Organization. Maintaining essential health service. c2020 [cited

2021 Feb29]. Available from :

https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/maintaining-essential-

health-services---ind. pdf?sfvrsn=d8bbc480_2

Goyena, R. & steven G, G. Obstetrics : normal and problem pregnancies. Journal

of Chemical Information and Modeling vol. 53 (2019).

Mochtar R. Sinopsis obstetri fisiologi, obstetric patologi. jilid 1. Ed 3.

EGC.2011https://www.babycenter.com/0_posterior-position_1454005.bc

https://journals.lww.com/greenjournal/Fulltext/2000/11000/

Occipitoposterior_Position__Associated_Factors_and.19.aspx

https://midwifethinking.com/2016/06/08/in-celebration-of-the-op-baby/

https://www.momjunction.com/articles/ways-to-avoid-having-an-occiput-posterior-
position_0082926/#gref

https://spinningbabies.com/learn-more/baby-positions/posterior/

Anda mungkin juga menyukai