Anda di halaman 1dari 34

BAB I

TINJAUAN TEORI
A. Persalinan
1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah rangkaian peristiwa keluarnya bayi yang sudah
cukup berada dalam rahim ibunya, dengan disusul oleh keluarnya plasenta
dan selaput janin dari tubuh ibu. Dalam ilmu kebidanan, ada berbagai jenis
persalinan diantaranya adalah persalinan spontan, persalinan buatan, dan
persalinan anjuran (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).
Definisi persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang
dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap
demikian selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam
presentase belakang kepala pada usia kehamilan Antara 37 hingga 42
minggu lengkap. Setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi
sehat. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil kontrasepsi yang
dapat hidup, dari dalam uterus melalui jalan lahir atau jalan lain kedunia
luar. Secara umum persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir
dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan 37-42 minggu lahir spontan,
tanpa komplikasi baik ibu maupun janin dususul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Anik, 2016).
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung
sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung lima
factor yaitu : power, passage, passanger, psikologis ibu dan penolong saat
bersalin dan posisi ibu saat bersalin. Dengan adanya keseimbangan atau
kesesuaian Antara factor-faktor tersebut persalinan nofrmal diharapkan
dapat berlangsung (Riyanti, 2016).
Bentuk-bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah persalinan
spontan yaitu dimana bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan
kekuatan ibu sendiri, persalinan buatan yaitu bila proses persalinan dengan
bantuan tenaga dari luar, persalinan anjuran yaitu bila kekuatan yang
diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan
rangsangan.
2. Macam-macam Persalinan
a. Persalinan spontan (normal/biasa)
Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan
melalui jalan lahir.
b. Persalinan buatan
Yaitu persalinan yang dibantu dari luar misalnya vaccumekstraksi,
forceps, SC.
c. Persalinan anjuran
Yaitu persalinan anjuran adalah persalinan yang terjadi jika kekuatan
yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan
rangsangan, yaitu merangsang otot rahim berkontraksi seperti dengan
menggunakan prostaglandin, oksitosin, atau memecahkan ketuban
3. Sebab Mulanya Persalinan
a. Ada dua hormon yang dominan pada saat hamil yaitu
1) Estrogen
a) Meningkatkan sensitivitas otot Rahim
b) Memudahkan penerimaan ransangan dari luar seperti
ransangan oksitosin, ransangan prostaglandin, dan ransangan
mekanik
2) Progesterone
a) Menurunkan sensitivitas otot Rahim
b) Menyulitkan penerimaan ransangan dari luar seperti ransangan
oksitosin, ransangan prostaglandin, dan ransangan mekanik
c) Menyebabkan otot Rahim dan otot polos relaksi
b. Teori tentang penyebab persalian :
1) Teori peregangan
a) Otot Rahim mempunyai kemampuan merengan dalam
batas tertentu
b) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontrasi sehingga
persalinan dapat dimulai
c) Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi
setelah peregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses
persalinan
2) Teori penurunan progesterone
a) Proses penuan plasenta mulai umur kehamilan 28 minggu,
dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah
mengalami penyempitan dan buntu.
b) Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga
otot Rahim menjadi lebih sensitive terhadap oksitosin
3) Teori oksitosin internal
a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior
b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat
mengubah sensitivitas otot Rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi Braxton Hicks.
4) Teori prostaglandin
a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur 15
minggu, yang dikeluarkan oleh desidua
b) Prostaglandin dianggap dapat menjadi pemicu persalinan.
5) Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis
a) Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anancepalus
sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak
terbentuk hipotalamus.
b) Glandula Suprarenalis merupakan pemicu terjai persalinan
bagaimana terjadi persalinan tetap belum diketahui dengan
pasti, besar kemungkuinan semua factor bekerja sama,
sehingga pemicu persalinan menjadi multifactor.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lamanya Persalinan
a. Faktor Ibu
1) Usia Ibu
Usia ibu merupakan salah satu faktor resiko yang berhubungan
dengan kualitas kehamilan atau berkaitan dengan kesiapan ibu
dalam reproduks. Usia reproduksi yang optimal bagi seseorang ibu
untuk hamil dan melahikan ialah 20-35 tahun karena pada usia ini
secara fisik dan psikologi ibu sudah cukup matang dalam
menghadapi kehamilan dan persalinan.jika umur ibu kurang dari
20 tahun maka semakin muda umur ibu maka fungsi reproduksi
belum berkembang dengan sempurna sehinga kemungkinn terjadi
komplikasi dalam persalinan akan lebih besar. Jika usia ibu lebih
dari 35 tahun juga akan beresiko, maka semakin tua umur ibu maka
akan terjadi kemunduran yag progesif dari endrometrium sehingga
untuk mencukupi nutrisi di butuhkan pertumbuha plasenta yang
lebih luas sehingga menyebabkan proses kehamilan dan persalinan
beresiko.
2) His
His merupakan suatu kontraksi dari otot-otot rahmim yang
fisiologis pada persalinan. His dikatakan baik apabila memiliki
frekuensi kurang dari 2x10 menit dengan durasi lebih dari 40 detik,
dan his di katakan kurang baik jika memiliki frekuensi kurang dari
2x10 menit dursi kurang dari 40 detik (Surtiningsih 2017).
3) Paritas
Paritas adalah wanita yang sudah melahirkan bayi hidup. Paritas
primipara yaitu wanita yang telah melahirkan bayi hidup sebanyak
satu kali, multipara yaitu wanita yang telah melahirkan bayi hidup
beberapa kali di mana persalinan tersebut tidak lebih dari 5 kali,
dan grande multipara yaitu wanita yang melahirkan bayi hidup
lebih dari 5 kali. Paritas dikatakan beresiko bila paritas lebih dari 4
kali sedangkan paritas yang tidak beresiko jika melahirkan 2-3 kali.
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi
pula kematian maternal (Rohani and Nusantara 2017).
b. Faktor Janin
1) Sikap Janin
Sikap janin adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan
yang lain dengan bagian yang lain. Janin mempunyai postur yang
khas (sikap) saat berada di dalam rahim. Hal ini merupakan suatu
akibat dari pola pertumbuhan janin dan sebagian akibat
penyesuaian janin terhadap bentuk organ janin. Pada kondisi
normal punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi ke arah dada,
paha fleksi ke arah sendi lutut, tangan di silangkan di depan toraks
dan tali pusat terletak di antara lengan dan tungkai sikap janin ini
di sebut sebagai fleksi umum. Penyimpangan sikap normal dapat
menyebabkan kesulitan saat anak akan di lahirkan. Misalnya, pada
saat presentasi kepala dengan kepala janin ekstensi atau fleksi yang
kurang dapat menyebabkan diameter kepala janin berada di posisi
yang tidak menguntugkan terhadap ukuran pangul ibu.
2) Letak Janin
Menurut Mochtar dalam (Made Ayu 2017), letak janin adalah
hubungan panjang sumbu (punggung) tubuh janin terhadap
panjang sumbu (punggung) tubuh ibu. Letak janin di bedakan
menjadi 3 yaitu :
(a) Letak memanjang
= Sumbu bayi sejajar dengan panjang sumbu (punggung) ibu.
Posisi ini masih di bedakan menjadi 2 bagian meliputi :
(1) Letak kepala berada di bagian bawah rongga rahim (janin
letak memanjang presentasi kepala). Letak janin inilah
yang di harapkan, karena dengan posisi ini daoat
memudahkan proses persalinan alami melalui jalan lahir.
Karena ketika persalinan berlangsung, kepala janin akan
terdorong ke arah pintu jalan lahir. Jika kepala sudah
berhasil keluar, maka seluruh bagian tubuh akan mudah
utuk dikeluaran.
(2) Kepala berada di bagian atas rongga rahim (janin letak
memanjang presentasi sumsang). Letak biasanya
bervariasi, ada yang bokong saja di bagian bawah rahim
dan ada pula yang kaki terlebih dahulu.
(b) Letak lintang
Sumbu panjang janin melintang dan membentuk sudut tegak
lurus terhadap sumbu panjang tubuh ibu.
(c) Letak miring
Letak janin tidak memanjang dan tidak lintang.
3) Malposisi
Malposisi merupakan posisi abnormal dari puncak kepala janin
(dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) dipanggul ibu.
Malposisi juga merupakan sebagai petunjuk tidak berada di
anterior.
4) Malpresentasi
Presentasi janin tersering adalah presentasi belakang kepala. Pada
posisi tersebut, kepala janin fleksi dan waja janin menghadap
kearah punggung ibu. Hal ini memungkinkan diameter anterior-
posterior yang terpendek dari kepala janin bergerak melewati
panggul dan mengakibatkan kemajuan dalam penurunan kepala
janin secara efisien. Namun bila janin mengalami malpresentasi
maka hal ini bisa terjadi pada posisi dahi, bahu, muka dengan dagu
posterior atau kepala sulit lahir pada presentasi bokong. Jadi dapat
di simpulkan bahwa malpresentasi merupakan semua presentasi
janin selain presentasi belakang kepala.
5) Bayi Besar
Janin yang besar kemungkinan dapat di lahirkan dengan mudah
melalui panggung yang lebih luas, sedangkan janin kecil mungkin
dapat di lahirkan mudah dengan melalui panggul yang kecil. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkiraan berat dan
ukuran janin, faktor yang pertama yaitu besr dan beratnya ibu. Ibu
yang gemuk cenderung memiliki janin yang besar juga. Faktor
yang kedua ialah paritas. Secara umum bayi-bayi cenderung
mnjadi lebih besar dengan meningkatnya paritas. Faktor ketiga
adalah keadaan ibu, dimana ibu yang diabetes atau keadaannya
tidak terkendali denga baik cenderung mendapat bayi yang lebih
besar. Batasan berat normal bayi yang umum untuk bayi aterem
sebaiknya kisaran 2500-4000 gram.
5. Tahap persalinan ( Kala I, II, III, IV)
a. Kala I
1) Yang dimaksud dengan kala I adalah kala pembukaan yang
berlangsung dari pembukaan nol sampai pembukaan lengkap.
2) Kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus teratur dan
meningkat ( frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka
lengkap.
3) Kala I dibagi menjadi dua fase yaitu :
a) Fase Laten
Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan serviks secara bertahap.
Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8
jam
Kontraksi mulai teratur tetapimasih Antara 20-30 detik.
b) Fase Aktif dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
i. Fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm
menjadi 4 cm.
ii. Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
iii. Fase deselerasi pemnbukaan menjadi lambat. Dalam
waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
b. Kala II ( Kala Pengeluaran)
Kala II/ kala pengeluaran adalah kala atau fase yang dimulai dari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai dengan pengeluaran bayi. Setelah
serviks membuka lengkap janin akan segera keluar. His 2-3 x/ menit
lamanya 60-90 detik. His sempurnah dan efektif bila koordinasi
gelombang kontraksi sehingga kontraksi simetris dengan dominasi di
fundus, mempunyai amplitude 40-60 mm air raksa berlangsung 60-90
detik dengan jangka waktu 2-4 menit dan tonus uterus saat relaksasi
kurang dari 12 mm air raksa. Karena biasanya dalam hal ini kepala
janin sudah masuk kedalam panggul, maka pada his dirasakan tekanan
pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan. Dirasakan tekanan pada rektum dan hendak buang air
besar. Perinium menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka.
Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak
dalam vulva pada waktu his (Ilmiah W, 2015). Menurut JNPK-KR
(2008) umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
Fase aktif dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap
atau 10cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam
(nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
(multipara). Menurut PP IBI (2016) asuhan kala II persalinan sesuai
60 langkah APN antara lain : Mengenali Gejala Dan Tanda Kala Dua
1) Mendengar dan melihat tanda kala dua persalinan yaitu: ibu ingin
meneran bersamaan dengan kontraksi, ibu merasakan tekanan
semakin meningkat pada rectum dan vagina, perineum tampak
menonjol, vulva dan sfingter ani membuka.
2) Menyiapkan pertolongan persalinan dengan memastikan
kelengkapan peralatan bahan dan obat-obat esensial untuk
pertolongan persalinan dan penatalaksanaan komplikasi segera
pada ibu dan bayi baru lahir. Untuk asuhan bayi baru lahir atau
resusitasi, siapkan: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat,
tiga handuk/kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi),
alat pengisap lender, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari
tubuh bayi. Persiapan untuk ibu yaitu: menggelar kain di atas
perut bawah ibu, mematahkan ampul oksitosin, memasukan alat
suntikan sekali pakai 2 ½ ml ke dalam wadah partus set.
3) Memakai celemek plastic atau dari bahan yang tidak tembus
cairan.
4) Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci dengan
sabun dan air mengalir. Kemudian keringkan tangan dengan
tissue atau handuk pribadi kering dan bersih.
5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan
digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6) Mengambil alat suntik sekali pakai dengan tangan yang
bersarung, memasukan oksitosin ke dalam tabung suntik dan
letakan kembali dalam wadah partus (PP IBI, 2016).
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan hatihati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang
dibasahi dengan air DTT. Jika introitus vagiana, perineum atau
anus terkontaminasi dengan tinja, bersihkan dengan seksama dari
arah depan ke belakang. Buang kapas atau kassa pembersih
(terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia. Ganti sarung tangan
jika terkontaminasi (dekontaminasi), lepaskan dan rendam dalam
larutan chlorin 0,5%. Pakai sarung tangan steril untuk
melaksanakan langkah selanjutnya.
8) Melakukan pemeriksaan dalam pastikan pembukaan sudah
lengkap. Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah
lengkap maka lakukan amniotomi.
9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara Mencelupkan tangan
yang bersarung tangan ke dalam larutan clorin 0,5% membuka
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam
larutan klorin 0,5 %. Cuci tangan kembali dengan sabun dan air
mengalir.
10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai
(pastikan denyut jantung janin dalam batas normal 120-160
x/menit). Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua
penilaian serta asuhan lainnya dalam partograf (PP IBI, 2016).
11) Memberi tahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik, membantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman
dan sesuai dengan keinginanannya. Tunggu hingga timbul rasa
ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan
ibu dan janin (ikuti pedoman penalaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan semua temuan yang ada. Jelaskan pada anggota
keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan
memberi semangat kepada ibu untuk meneran secara benar.
12) Meminta bantuan keluarga untuk membantu menyiapkan posisi
meneran (pada saat his kuat dan rasa ingin meneran membantu
ibu dalam posisi setengah duduk atau pisisi lainnya yang
diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13) Melakukan pimpinan meneran apabila ibu ingin meneran atau
timbul kontraksi yang kuat: bimbing ibu agar dapat meneran
secara benar dan efektif, dukung dan beri semangat pada saat
meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai,
bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama),
anjurkan ibu untuk beristirahat di antara waktu kontraksi,
anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu,
berikan cukup asupan cairan per oral (minum), menilai DJJ setiap
kontraksi uterus selesai, segera rujuk jika bayi belum atau tidak
akan segera lahir setelah pembukaan lengkap dan dipimpin
meneran ≥ 2 jam pada primi gravida atau ≥ 1 jam pada multi
gravid.
14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil
posisi yang nyaman, jika ibu merasa belum ada dorongan untuk
meneran dalam 60 menit (PP IBI, 2016). Persiapan Untuk
Melahirkan Bayi.
15) Meletakan handuk bersih di perut bawah ibu untuk mengeringkan
bayi, jika kepala bayi terlihat 5-6 cm di depan vulva.
16) Meletakan kain yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17) Membuka tutup partus set, memperhatikan kembali alat dan
bahan.
18) Memakai sarung tangan DTT/ steril pada ke dua tangan (PP IBI,
2016).
19) Saat kepala bayi tampak 5-6 cm membuka vulva, maka lindungi
perineum dengan 1 tangan yang dilapisi kain bersih dan kering.
Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan defleksi
dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran
perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
20) Memeriksa lilitan tali pusat pada leher janin dan jika ada ambil
tindakan yang sesuai: jika tali pusat melilit leher secara longgar,
lepaskan lewat bagian atas kepala bayi, jika tali pusat melilit leher
secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong di antara
kedua klem tersebut.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan paksi luar
secara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparetal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan
lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan ke
arah atas dan disatal untuk melahirkan bahu belakang.
23) Setelah kedua bahu lahir satu tangan menyangga kepala dan bahu
belakang, tangan yang lain menelusuri dan memegang lengan dan
siku bayi sebelah atas.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut
ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang ke 2 mata kaki
(masukan jari diantara kedua kaki dan pegang kedua kaki dengan
melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jari jari lainnya pada sisi
yang lain agar bertemu dengan jari telunjuk) (PP IBI, 2016).
25) Lakukan Penilaian Selintas yaitu: apakah bayi cukup bulan?
apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
apakah bayi bergerak dengan aktif? Bila salah satu jawaban
adalah “tidak” lanjut ke langkah resusitasi pada bayi baru lahir
dengan asfiksia (lihat penuntun belajar resusitasi). Bila semua
jawaban “ya” lanjut ke langkah 26
26) Keringkan tubuh bayi, Mengeringkan tubuh bayi. Keringkat
mulai dari wajah, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
kering. Biarkan bayi tetap di perut ibu.
27) Memeriksa kembali uterus dan pastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus (hamil tunggal).
28) Memberitahu ibu bahwa akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi dengan baik.
29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 IU
secara IM di 1/3 paha distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntik oksitosin).
30) Setelah 2 menit pasca persalinan jepit tali pusat dengan klem kira-
kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal
(ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem
pertama.
31) Memotong dan mengikat tali pusat. Dengan satu tangan, pegang
tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi) dan lakukan
pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut. Ikat tali pusat
dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan
simpul kunci pada sisi lainnya. Lepaskan klem dan memasukan
ke dalam wadah yang telah disediakan.
32) Letakan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibubayi.
Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada
ibunya. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu,
dengan posisi lebih rendah dari putting susu atau daerah areola
mamae ibu. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan
pasang topi di kepala bayi. Biarkan bayi melakukan kontak kulit
ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam. Sebagian besar bayi akan
berhasil melakukan inisiasi menyusui dini dalam waktu 30-60
menit. Menyusu untuk pertama kali akan berlangsung sekitar 10-
15 menit. Bayi cukup menyusui dari 1 payudara. Biarkan bayi
berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusu (PP IBI, 2016).
c. Kala III (Kala Uri)
Kala uri (kala pengeluaran plasenta dan selaput ketuban). Setelah bayi
lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15
setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus
uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah
(Rukiah, dkk, 2012).
Manajemen Aktif Kala Tiga Persalinan (MAK III)
33) Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva.
34) Letakan 1 tangan di atas kain pada perut ibu, tepi atas simpisis,
untuk mendeteksi, tangan lain memegang tali pusat.
35) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus ke belakang (dorso
cranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika
plasenta tidak lahir setelah 30-40 menit. Hentikan penegangan
tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
ulangi prosedur di atas. Jika uterus tidak segera berkontaksi,
minta ibu, suami, atau anggota keluarga untuk melakukan
stimulasi putting susu (PP IBI, 2016)
36) Bila pada penekanan pada bagian bawah dinding depan uterus
ke arah dorso ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat ke
arah distal, maka lanjut dorongan ke arah kranial hingga
plasenta dapat dilahirkan. Ibu boleh meneran tetapi tali pusat
hanya ditegangkan (jangan tarik secara kuat terutama jika uterus
tak berkontraksi) sesuai dengan sumbu jalan lahir (ke arah
bawah sejajar lantai atas). Jika tali pusat bertambah panjang,
pindahkan klem hingga berjarak 5-10 cm dari vulva dan lahirkan
plasenta. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit
menegangkan tali pusat: beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM,
lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh, minta
keluarga untuk menyiapkan rujukan, ulangi tekanan dorso
kranial dan penegangan tali pusat 15 menit berikutnya, jika
plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila
terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
37) Setelah plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta
dengan kedua tangan, pegang dan putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah
yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung
tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput
kemudian gunakan jarijari tangan atau klem DTT atau steril
untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal (PP IBI,
2016).
38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan
masase uterus. Letakan telapak tangan di fundus dan lakukan
masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi dengan baik (fundus teraba keras). Lakukan
tindakan yang diperlukan (kompresi bimanual interna, kompresi
aorta abdominalis, tampon kondom- kateter) jika uterus tida
berkontraksi dalam 15 detik setelah rangsangan taktil/masase
(PP IBI, 2016). Menilai Perdarahan
39) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta, pastikan
plasenta dan selaput lahir lengkap dan utuh, masukan ke dalam
tempat yang telah disediakan.
40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila terjadi lasrasi derajat 1 dan 2 yang
menimbulkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan (PP IBI, 2016)
d. Kala IV ( Kala Observasi)
Kala atau fase setelah plasenta selaput ketuban dilahirkan sampai
dengan 2 jam post partum. Kala IV persalinan dimulai sejak plasenta
lahir sampai ± 2 jam setelah plasenta lahir (Hidayat dkk, 2010).
Menurut Marmi (2012) kala empat adalah 0 menit sampai 2 jam
setelah persalinan plasenta berlangsung ini merupakan masa kritis
bagi ibu karena kebanyakan wanita melahirkan kehabisan darah atau
mengalami suatu keadaan yang menyebabkan kematiaan pada kala IV.
41) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
42) Pastikan kandung kemih kosong. Jika penuh lakukan kateterisasi
(PP IBI, 2016).
43) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh dan
bilas di air DTT tanpa melepas sarung tangan, kemudian
keringkan dengan handuk.
44) Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi.
45) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik
46) Evaluasi dan estimasi kehilangan darah.
47) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernapas dengan
baik (40-60x/menit). Jika bayi sulit bernapas, merintih, atau
retraksi diresusitasi dan segera merujuk ke RS. Jika bayi bernapas
terlalu cepat atau sesak napas, segera rujuk ke RS rujukan. Jika
kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan kembali
kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam satu selimut
(PP IBI, 2016).
48) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi.
49) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah yang
sesuai.
50) Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan
menggunakan air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan
darah, di ranjang atau di sekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering.
51) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minum dan makan yang
diinginkan.
52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
53) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan
terbalik, dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering
55) Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan pemeriksaan
fisik bayi
56) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Pastikan kondisi bayi
baik, pernapasan normal (40-60x/menit) dan temperatur tubuh
normal (36,5 °C -37,5 °C) setiap 15 menit.
57) Setelah 1 jam pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi
Hepatitis B di paha kanan antero lateral. Letakkan bayi dalam
jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan atau letakkan
kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu
dalam 1 jam pertama dan biarkan bayi sampai berhasil menyusu
58) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam
didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
59) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering (PP IBI,
2016).
60) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang) periksa tanda-
tanda vital dan asuhan kala IV (PP IBI, 2016).
6. Faktor yang Berperan dalam Persalinan
Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan yaitu :
a. Power (Tenaga/Kekuatan) : kekuatan his yang mendorong janin
dalam persalinan dan ditambah dengan kekuatan tenaga ibu dalam
meneran.
b. Passage (jalan lahir) : panggul ibu, jalan lahir otot.
c. Passanger : janin, plasenta, dan selaput ketuban.
B. Konsep Dasar Luka Perineum
1. Pengertian
Luka perieum adalah luka karena adanya robekan jalan lahir baik
karena ruptur maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin.
Robekan jalan lahir merupakan luka atau robekan jaringan yang tidak
teratur (Walyani, 2015). Luka perineum adalah perlukaan yang terjadi
akibat persalinan pada bagian perineum dimana muka janin menghadap.
Luka perineum juga dapat mengakibatkan robekan jaringan pararektal
sehingga rectum terlepas dari jaringan sekitarnya (Sukarni dkk, 2013).
2. Tanda dan Gejala Luka Perineum
Menurut (Sukarni dkk, 2013) tanda dan gejala luka perineum yaitu
perdarahan segera terus menerus, darah segar yang mengalir segera setelah
bayi lahir, uterus berkontraksi baik, muka ibu terlihat pucat, lemah dan
mengigil.
3. Macam-macam Luka Perineum
a. Ruptur
Ruptur adalah luka perineum yang diakibatkan oleh rusaknya
jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu
pada saat proses persalinan. Banyak ruptur biasanya tidak teratur
sehingga jaringan yang robek dilakukan penjahitan (Walyani, 2015).
b. Episiotomi
Episiotomi adalah tindakan insisi pada perineum yang
menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina cincin selaput
darah, jaringan pada septum rektoaginal, otot-otot dan
pasiaperineum dan kulit sebelah depan perineum (Walyani, 2015).
4. Etiologi
Menurut Kuswanti dkk, (2014) indikasi dilakukan episiotomi, yaitu
gawat janin (untuk menolong keselamatan janin maka persalinan harus
segera diakhiri) persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya bayi
sungsang, distosia bahu dan lain-lain, jaringan parut pada perineum
ataupun pada vagina, perineum kaku dan pendek, adanya rupture yang
membakat pada perineum, dan prematur untuk mengurangi tekanan pada
kepala janin.
5. Derajat Luka Perineum
Luka perineum menurut Sukarni dkk, (2013) dibagi menjadi 4:
a. Derajat I: Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan
atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
b. Derajat II: Robekan yang terjadi selain mengenai selaput lendir vagina
juga mengenai muskulus perinea transversalis, tapi tidak mengenai
sfingter ani.
c. Derajat III: Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai
mengenai otot-otot sfingter ani.
d. Derajat IV: Robekan sampai mukosa rectum.
Gambar 2.1 Luka Perineum

(Sumber: Walyani, 2015)


6. Tindakan pada Luka Perineum
Tindakan pada luka perineum menurut Walyani, (2015) antara lain:
a. Derajat I
Tidak perlu di jahit, jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik.
b. Derajat II
Jahit dan kemudian luka pada bagian vagina dan kulit perineum
ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan di bawahnya.
c. Derajat III dan Derajat IV
Penolong persalinan tidak dibekali dengan keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum. Maka sebaiknya di anjurkan untuk segera
merujuk ke fasilitas rujukan.
7. Patofiologis Infeksi Luka Perineum
Menurut Norma dan Dwi, (2013) Infeksi masa nifas adalah
peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun
dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 380C tanpa
menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari. Cara
terjadinya infeksi adalah sebagai berikut:
a. Manipulasi penolong terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam,
alat yang dipakai kurang suci hama.
b. Infeksi yang didapat di rumah sakit (Nasokomial).
c. Hubungan seks menjelang persalinan tidak merupakan sebab infeksi
penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
d. Sudah terdapat infeksi postpartum: persalinan lama terlantar, ketuban
pecah lebih dari 6 jam, terdapat pusat infeksi dalam tubuh
8. Proses Penyembuhan Luka
Menurut penelitian Hasanah, dkk (2012) kesembuhan luka perineum
ternyata mempunyai waktu yang sama dan tidak ada perbedaan antara
yang disebabkan oleh episiotomi dan robekan perineum spontan derajat
satu dan dua. Hampir seluruh ibu postpartum luka perineumnya sembuh
dalam waktu 7 hari setelah persalinan dengan kriteria jaringan menutup,
kering, dan dengan jaringan parut yang halus. Menurut Walyani, (2015)
penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi
jaringan yang rusak. Fase-fase penyembuhan luka dibagi menjadi:
a. Fase inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari
b. Fase proliferasi, berlangsung 5 sampai 20 hari
c. Fase maturasi, berlangsung 21 sampai sebulan bahkan tahunan
Menurut Walyani, (2015), bentuk penyembuhan luka dibagi menjadi 3
bagian, yaitu:
a. Luka sembuh baik
Dikatakan luka sembuh dengan baik, apabila setelah dilakukan
perawatan luka perineum bisa sembuh < 5 hari, dan luka dalam
keadaan menutup dan kering.
b. Luka sembuh sedang
Dikatakan luka sembuh sedang apabila setelah dilakukan perawatan,
luka perineum bisa sembuh > 5 hari dan kondisi luka menutup dan
masih basah.
c. Luka sembuh kurang baik
Dikatakan luka sembuh sedang apabila setelah dilakukan perawatan,
luka perineum bisa sembuh > 7 hari dan kondisi luka belum kering
dengan jahitan masih membuka.
Menurut Martini, (2015) perubahan karakteristik penyembuhan luka
pada hari pertama, keempat dan ketujuh dimana pada awalnya luka
akan basah, tidak ada tanda granulasi, luka jelek setelah beberapa hari
( hari ke 4) bekas luka akan mengalami perubahan luka menjadi lebih
kering, mulai ada tanda granulasi, luka mulai membaik dan tidak ada
perlengketan saat pergantiaan pembalut. Dan dalam waktu 7 hari akan
didapatkan hasil penyembuhan luka perineum yang sudah baik dengan
karakteristik luka kering, bekas luka baik, tidak ada crusta, tidak ada
perlengketan saat pergantian pembalut dan tidak ada tanda-tanda
infeksi maupun inflamasi.
9. Faktor yang Mempengaruhi Ruptur Perineum
Ruptur perineum dapat diikuti pada setiap persalinan pervaginam, tetapi
terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan risiko ruptur
derajat 3 sampai 4, diantaranya adalah nullipara, proses persalinan kala II,
posisi persisten oksiput posterior, ras Asia dan penggunaan anestesi lokal
(Cunningham, et al., 2014).
Berikut adalah faktor yang mempengaruhi:
a. Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500
gram yang pernah dilahirkan hidup maupun mati bila berat
badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan lebih dari
24 minggu. Robekan perineum hampir terjadi pada semua
persalinan pertama (primipara) dan tidak jarang pada
persalinan berikutnya (multipara) (Sumarah, 2016).
b. Berat lahir bayi
Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko
terjadinya ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir
memiliki berat lebih dari 4000 gram. Hal ini terjadi karena semakin
besar berat badan bayi yang dilahirkan akan
meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum karena
perineum tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi
dengan berat badan bayi yang besar, sehingga pada proses
kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir yang besar sering
terjadi ruptur perineum. Kelebihan berat badan dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu menderita
diabetes mellitus, ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi
besar, faktor genetik, dan pengaruh kecukupan gizi. Berat bayi
lahir normal adalah sekitar 2500 sampai 4000 gram (Saifuddin,
2015).
c. Cara mengejan
Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang telah
direncanakan untuk memungkinkan lahirnya kepala dengan
pelan-pelan. Lahirnya kepala dengan pelan-pelan dan sedikit
demi sedikit mengurangi terjadinya laserasi. Penolong harus
mencegah terjadinya pengeluaran kepala yang tiba-tiba oleh
karena ini akan mengakibatkan laserasi yang hebat dan tidak
teratur, bahkan dapat meluas sampai sphincter ani dan rektum.
Pimpinan mengejan yang benar sangat penting, dua kekuatan
yang bertanggung jawab untuk lahirnya bayi adalah kontraksi
uterus dan kekuatan mengejan (Oxorn, 2010).
d. Elastisitas perineum
Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat
persalinan kala II dan dapat meningkatkan resiko terhadap
janin. Juga menyebabkan robekan perineum yang luas sampai
tingkat 3. Hal ini sering ditemui pada primigravida berumur
diatas 35 tahun (Mochtar, 2011).
e. Umur ibu 35 tahun
Berdasarkan penelitian responden yang tidak mengalami
kejadian ruptur perineum cenderung berumur tidak beresiko
(20-35 tahun) menunjukan ada hubungan antara umur ibu dengan
kejadian ruptur perineum. Pada umur otot-otot perut belum bekerja
secara optimal, sehingga sering terjadi persalinan lama atau
macet yang memerlukan tindakan. Faktor resiko untuk
persalinan sulit pada ibu yang belum pernah melahirkan pada
kelompok umur ibu dibawah 20 tahun dan pada kelompok
umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari kelompok
umur reproduksi sehat (20-35 tahun) (Mustika & Suryani,
2010).
10. Perawatan Ruptur Perineum
Tujuan perawatan perineum adalah mencegah terjadinya infeksi
sehubungan dengan penyembuhan jaringan atau pencegahan terjadinya
infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari setelah
kelahiran anak atau aborsi (Cunningham, 2013).
Waktu perawatan perineum adalah :
a. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah
terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada
cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu
dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum
ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
b. Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan
besar terjadi kontaminasi air seni padarektum akibatnya dapat memicu
pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan
pembersihan perineum.
c. Setelah buang air besar
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa
kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi
bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka
diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara
keseluruhan (Bahiyatun, 2016).
BAB II

TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN

A. Konsep Asuhan Kebidanan


1. Pengkajian Data Subjektif
Data subjektif merupakan pendokumentasian hanya pengumpulan data
klien melalui anamnesa yaitu tentang apa yang dikatakan klien, seperti
identitas pasien, kemudian keluhan yang diungkapkan pasien pada saat
melakukan anamnesa kepada pasien.
a. Identitas
1) Nama
Dikaji dengan masa yang jelas, lengkap, untuk menghindari adanya
kekeliruhan atau untuk membedakan dengan klien atau pasien
lainnya.
2) Umur
Untuk mengetahui faktor resiko yang sangat berpengaruh terhadap
proses reproduksi seseorang.
3) Agama
Untuk memeberikan motivasi dorongan moril sesuai dengan agama
yang sedang di anut oleh pasien.
4) Suku bangsa
Untuk mengetahui adat istiadat yang menguntungkan dan
merugikan.
5) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual, tingkat penerimaan
informasi hal-hal baru atau pengetahuan baru karena tingkat
pendidikan yng lebih tinggi mudah mendapatkan informasi.
6) Pekerjaan
Untuk mengetahui status ekonomi keluarga pasien.
7) Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal pasien.
b. Data Subjektif
1) Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan yang sedang dirasakan pasien saat
pemeriksaan
2) Riwayat Obstetri
Memberikan informasi yang penting mengenai kehamilan
sebelumnya agar perawat dapat menentukan kemungkinan masalah
pada kehamilansekarang. riwayat (bstetri meliputi hal-hal di bawali
ini:
a) Pemeriksaan gravida, persalinan, abortus dan Jumlah anak
hidup (GPAH)
b) Berat badan bayi ketika lahis\r dan usia gestasi
c) Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan,
dan penolong persalinan.
d) Kesulitan ketika persalinan
e) Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi dan
perdarahan
f) Komplikasi pada bayi
g) Rencana menyusui
3) Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk konirasepsi dapat berakibat buruk pada janin, ibu,
atau keduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus
didlapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi
oral sebelum kelahiran dan  berlanjut.
4) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi hal-hal sebagai
berikut:
(1) Usia, ras, dan latar belakang etnik berhubungan dengan
kelompok risiko tinggi untuk masalah genelis seperti
anemia sickle sel, talasemia.
(2) Penyakit pada niasa kanak-kanak dan imunisasi
(3) Penyakit kronis menahun/terus-menerus, seperti asma dan
jantung.
(4) Penyakit sebelumnya, prosedur operasi, dan cedera (pelvis
dan pinggang).
(5) infeksi sebelumnya seperti hepatitis, penyakit menular
seksual, dan tuberkulosis.
(6) Riwayat dan perawalan anemia.
(7) Jumlah konsumsi kafein tiap hari seperti kopi, teh, coklat,
dan minuman ringan.
(8) Merokok (Jumlah batang per hari)
(9) Kontak dengan hewan peliharaan seperti kucing dapat
meningkatkan risiko terinfeksi toxoplasma.
(10) Alergi dan sensitif dengan obat
(11) Pekerjaan yang berhubungan dengan risiko penyakit.
b) Riwayat Penyakit
Kondisi kronis menahun/terus menerus seperti , hipertensi, dan
penyakit ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh
karena itu adanya penyakit infeksi,  prosedur infeksi dan
trauma pada persalinan sebelumnya harus didokumentasikan.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Memberikan informasi tentang kesehatan keluarga, termasuk
penyakit kronis (menahun/terus-menerus) seperti diabetes
melilus dan jantung, infeksi seperti tuberkulosis dan hepatitis,
serta riwayat kongenital yang perlu dikumpulkan.
5) Pola Kebutuhan sehari-hari
a) Makan
(1) Frekuensi : Berapa kali makan dalam sehari
(2) Jenis : Jenis makanan yang dikonsumsi
(3) Keluhan : Ada atau tidak keluhan yang dirasakan
b) Minum
(1) Frekuensi : Berapa kali minum dalam sehari
(2) Jenis : Jenis minum yang dikonsumsi
c) Eliminasi
Frekuensi BAB dan BAK
6) Personal Hygien
Dikaji untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihanya
sehari-hari.
7) Pola Aktivitas
Kelelahan dalam beraktifitas akan banyak menyebabkan
komplikasi pada setiap ibu hamil misalnya perdarahan dan abortus.
8) Pola Istirahat
Ibu hamil membutuhkan istirahat yang cukup baik siang maupun
malam untuk menjaga kondisi kesehatan ibu dan bayinya,
kebutuhan istirahat ibu hamil yaitu, malam + 8-10 jam/hari dan
siang  + 1-2 jam/hari.
2. Pengkajian Data Obyektif
Pengkajian data obyektif dilakukan melalui pemeriksaan inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi.Langkah-langkah pemeriksaannya adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum
Data ini didapat dengan mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan. Hasil pengamatan yang dilaporkan kriterianya adalah
sebagai berikut :
a) Baik
Jika pasien memperlihatkan respon yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain serta secara fisik pasien tidak
mengalami ketergantungan dalam berjalan.
b) Lemah
Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang
lain dan pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri.
2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat
melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan
komposmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien
tidak dalam keadaan sadar). 
3) Tanda – Tanda Vital
a) Tekanan darah : Normal 90/60 mmHg hingga 120/80
mmHg.
b) Nadi : Normal 60-100 kali per menit.
c) Pernafasan : Normal 12 - 20 kali per menit.
d) Suhu : Normal 36,5-37,2 derajat Celcius.
e) Berat badan.
f) Tinggi badan.
g) LILA : normal ≥ 23,5 cm.
h)  IMT : IMT untuk memprediksi derajat lemak tubuh dan
pengukurannya direkomendasikan federal untuk
mengklarifikasi kelebihan berat badan dan obesitas. Cara
mengukur IMT dihitung dengan membagi berat badan dalam
kilogram dengan kuadrat tinggi badannya dalam meter
(kg/m2).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Untuk menilai bentuk kepala, dan kelainan serta menilai warna,
distribusi, kerontokan dan kebersihan pada rambut.
2) Muka
Untuk menilai terdapat oedem atau chloasma pada muka.
3) Mata
Konjungtiva pucat menandakan anemia pada ibu yang akan
mempengaruhi kehamilan dan persalinan yaitu perdarahan, Sclera
icterus perlu dicurugai ibu mengidap hepatitis.
4) Hidung
Untuk mengetahui kebersihan dan pembesaran polip.
5) Telinga
Mengetahui bentuk telinga simetris atau tidak, dan kebersihan
telinga.
6) Mulut
Membran mukosa berwarna merah muda dan lembut. Bibir bebas
dari ulserasi, gusi berwarna kemerahan, serta edema akibat efek
peningkatan estrogen yang menyebabkan hiperplasia. Gigi terawat
dengan baik, ibu dapat dianjurkan ke dokter  gigi secara teratur
karena penyakit periodontal menyebabkan infeksi yang memicu
terjadinya persalinan prematur. Trimester kedua lebih nyaman bagi
ibu untuk  melakukan perawatan gigi.
7) Leher
a) Adanya pembesaran kelenjar tyroid menandakan ibu
kekurangan iodium, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kretinisme pada bayi dan bendungan vena jugularis/tidak.
b) Tidak tampak pembesaran vena jugularis. Jika ada hal ini
berpengaruh pada saat persalinan terutama saat meneran. Hal
ini dapat menambah tekanan pada jantung. Potensial terjadi
gagal jantung.
c) Tidak tampak pembesaran kelanjar tiroid, jika ada potensial
terjadi kelahiran prematur, lahir mati, kretinisme dan
keguguran.
d) Tidak tampak pembesaran limfe, jika ada kemungkinan terjadi
infeksi oleh berbagai penyakit misal TBC, radang akut
dikepala
8) Dada
a) Untuk melihat bagaimana kebersihannya, Terlihat
hiperpigmentasi pada areola mammae tanda kehamilan, puting
susu datar atau tenggelam membutuhkan perawatan payudara
untuk persiapan menyusui.
9) Adanya benjolan pada payudara waspadai adanya Kanker payudara
dan menghambat laktasi. Abdomen
Untuk mengetahui adakah bekas operasi, tanda kehamilan, posisi
janin, dan DJJ.
No Tinggi fundus uteri (cm) Umur kehamilan(minggu)
1 24-25 cm diatas simfisis 22-28 minggu
2 26,7 cm diatas simfisis 28 minggu
3 29,5-30 cm diatas simfisis 30 minggu
4 29,5-30 cm diatas simfisis 32 minggu
5 31 cm diatas simfisis 34 minggu
6 32 cm diatas simfisis 36 minggu
7 33 cm diatas simfisis 38 minggu
8 37,7 cm diatas simfisis 40 minggu
(Sarwono, 2016)
10) Genetalia
Untuk mengetahui kondisi vulva/vagina adakah pengeluaran
cairan, keadaan portio, dilatasi serviks / pembukaan
Kala I : Dimulai dari saat persalinan mulai (1 cm) sampai
pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2
fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm
dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai
10 cm. kontraksi lebih kuat dan sering selama fase
aktif.
Kala II : Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi
lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi
dan 1 jam pada multi.
11) Anus
Melihat adakah hemoroid dan keluhan lain
12) Ekstremitas
Adanya oedem pada ekstremitas atas atau bawah dapat dicurigai
adanya hipertensi hingga Preeklampsi dan Diabetes melitus,
varises, kaki sama panjang/tidak karena dapat memepengaruhi
jalannya persalinan.
3. Assasment (Analisa)
Assesment merupakan masalah atau diagnosa yang ditegakkan
berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang
dikumpulkan atau disimpulkan yang dibuat dari data subjektif dan objektif.
(Rukiyah, 2014). Pendokumentasiaan hasil analisis dan interprestasi
(kesimpulan) dari dat subjektif dan objektif. Analisis yang tepat dan akurat
mengikuti perkembangan data pasien akan menjamin cepat diketahuinya
perubahan pasien, dapat terus diikuti dan dia,nil keputusan/tindakan yang
tepat. (Rismalinda, 2014).
4. Rencana Tindakan
Perencanaan atau planning adalah suatu pencatatan menggambarkan
pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi berdasrkan assesment
yaitu rencan apa yang akan dialkukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
Perencanaan dibuat saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan
disusun berdasarkan hasil analisa dan interprestasi data yang bertujuan
untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraanya.
DAFTAR PUSTAKA

Ai, Yeyeh & Rukiyah. (2014). Asuhan Kebidanan I. Jakarta : Trans Info
Media
Depkes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan No.938/Menkes/SK/VIII/2007.
Tentang Standar Asuhan Kebidanan. Jakarta
Erawati,Ambar. 2011. Asuhan Kebidanan Persalinan Normal. Jakarta: EGC
Fitriana yuni, nurwiandani widy. 2018. Asuhan persalinan konsep persalinan
secara komprehensif dalam asuhan kebidanan. Yogyakarta.
Pustakabarupress
Hidayat, Asri & Sujiyatini. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta :
Nuha Medika. IImiah.
Indrayani, D. Asuhan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Trans Info
Media, 2013.
Kemenkes, RI. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan Normal Dan Bayi Baru
Lahir. Pertama. edited by A. Suryana. Jakarta: Kemenkes RI.
Marmi. 2014. Asuhan Kebidanan Persalinan Normal Dan Bayi Baru Lahir.
Jakarta : Citra Medika.
Rawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. keempat. edited by dr. T.
Rachimhadhi. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Rismalinda. 2014. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : In Media
Rukiyah, AY. Yulianti, L. Liana, M. 2014. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta:
TIM
Saifuddin,AB. Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2014
Sukarni, dkk. 2013. Kehamilan, persalinan dan nifas. Yogyakarta: Nuha Medika
Walyani, Elisabeth. 2015. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Yogyakarta: Pustaka Proses Baru

Anda mungkin juga menyukai