net/publication/305711011
CITATIONS READS
2 5,867
1 author:
Leli Yulifar
Universitas Pendidikan Indonesia
2 PUBLICATIONS 2 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Leli Yulifar on 29 July 2016.
I. Pengantar
Kehidupan manusia dapat dikaji baik melalui Sosiologi maupun Antropologi. Hal ini
menjadikan kedua disiplin ilmu tersebut susah untuk dipisahkan. Banyak para ahli
Sosiologi merangkap menjadi antropolog, dan sebaliknya. Kendati demikian, kajian
Antropologi yang berhubungan langsung dengan Sosiologi, hanya yang berkenaan dengan
Antropologi budaya saja. Dalam hal ini, khusus kajian yang berkenaan dengan aspek
manusia sebagai mahluk sosial budaya, yang diidentifikasi bahwa manusia memiliki
perilaku sosial yang melembaga. Antropologi Budaya berobjekan manusia sebagai mahluk
sosial, yang hidup dalam kelompok masyarakat pendukung dan pengembang kebudayaan
di dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Pembangunan sebagai konsep politik, ekonomi dan sosial di dalam
mengarahkan proses perubahan yang diinginkan suatu bangsa akan melibatkan
semua pemikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi. Abad ke-21 ditandai dengan
pesatnya perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, sebagai akibat
perkembangan Teknologi Informasi. Implikasinya, di dalam upaya perubahan yang
direncanakan, yang dikenal dengan istilah Pembangunan, masalah-masalah sosial
budaya, sosial ekonomi dan sosial politik tersebut akan melebur dalam satu telaah
yang berada dalam ranah Sosiologi dan Antropologi. Masalah pembangunan tidak
hanya merujuk kepada aspek kwalitas, tetapi juga kwantitas.
Isu-isu tentang pemerataan, perubahan sosial, potensi konflik, disintegrasi,
pembangunan fisik dan spiritual dalam kerangka multikultural dalam ruang global
tampak menjadi semakin krusial untuk dijadikan bahan diskusi.Untuk memperkuat
pemikiran para mahasiswa dalam menganalisis implikasi pembangunan sebuah
Negara, termasuk Indonesia, perkuliahan dimulai dengan membahas berbagai teori
pembangunan, yang akan digunakan dalam membedah permasalahan kasus-kasus
pembangunan sebagai implikasi dari perubahan yang terencana tersebut.
1
Tulisan ini berisikan beberapa telaah terhadap teori-teori pembangunan dan
implikasinya, yang juga merupakan pengembangan dari silabus dan hand out
perkuliahan Sosiologi dan Antropologi Pembangunan. Tujuan penulisan
dimaksudkan untuk membantu para mahasiswa, terutama dalam mengikuti
perkuliahan tatap muka di kelas, melalui gambaran mengenai content perkuliahan,
sehingga melalui tulisan ini diharapkan dapat memotivasi mereka untuk mencari
dan mengembangkan pokok-pokok pikiran ini lebih mendalam dan lebih luas lagi.
Lebih lanjut lagi, upaya pengayaan yang dilakukan mereka tersebut diharapkan
dapat dengan aktif berperan serta dalam melakukan analisis dan sintesis terhadap
materi-materi diskusi yang berkenaan dengan implikasi pembangunan sebagai
sebuah upaya terencana tersebut. Materi yang didiskusikan tersebut dilakukan pada
paruh semester terakhir perkuliahan ini.
2
memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan lebih baik. Selanjutnya dijelaskan bahwa
kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang esensial, yang terdiri dari tiga bagian.
Pertama, kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati. Kedua, kehidupan dasar
untuk untuk kelangsungan kehidupan yang manusiawi dan yang ketiga adalah kebutuhan
akan derajat kebebasan untuk memilih.
Batas antara kebutuhan dasar golongan pertama dan kedua tidaklah jelas, melainkan
merupakan sebuah daerah peralihan. Dalam daerah peralihan ini kebutuhan dasar
3
dapatlah dikategorikan sebagai kebutuhan dasar untuk kelangsungan kehidupan hayati,
maupun sebagai kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi.
Mahluk hidup selalu berusaha untuk selalu menjaga kelangsungan hidupnya, tidak
saja secara individu tetapi juga sebagai jenis. Kelangsungan hidup sebagai jenis bahkan
memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan kehidupan individual. Sehingga kita akan
Menjumpai kelakuan altruism, yaitu pengorbanan diri untuk mempertahankan
kelangsungan hidup jenis.
Pada manusia, altruism ini dapat terlihat antara lain dalam peperangan. Misalnya
para pejuang kita dalam berperang melawan Belanda telah membentuk pasukan berani
mati. Mereka bersedia mengorbankan diri demi menyelamatkan pasukan lain atau demi
rakyat. Para penerbang Jepang kamikaze telah mengorbankan jiwanya untuk keselamatan
Negara dan kaisarnya. Banyak Negara memiliki tradisi untuk menawarkan kepada anggota
tentaranya untuk secara sukarela mengerjakan suatu pekerjaan perang yang sangat
berbahaya yang mungkin sekali akan menyebabkan kematian.
Berbeda dengan mahluk hidup yang lain, manusia tidak cukup sekedar hidup secara
hayati, melainkan karena kebudayaannya ia harus ia harus hidup secara manusiawi.
Misalnya, pangan tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, melainkan harus
disajikan dalam rasa, warna dan bentuk yang menarik. Sebenarnya manusia dapat hidup
dengan tumbuhan dan daging yang mentah, tetapi itu tidaklah manusiawi. Di dalam
kondisi iklim di Indonesia, manusia juga dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
tanpa pakaian dan rumah, tetapi itupun tidak manusiawi. Jadi jelaslah bahwa sifat
manusiawi itu merupakan juga unsure penting dalam mutu lingkungan.
4
Kebutuhan dasar untuk hidup yang manusiawi sebagian bersifat materil dan sebagian
lagi non-materiil. Bentuk Non-materil berkembang sangat kuat dan menonjol
berkembang pada manusia sehingga berbeda dari hewan. Pada awal perkembangan
budayanya, manusia mengembangkan pranata yang mengatur kehidupan sosial kelompok
manusia. Pada hewan, sebenarnya ada semacam pranata, tetapi pengaturan pada
manusia lebih maju dan lebih tinggi, karena masyarakat manusia lebih kompleks daripada
‘masyarakat’ hewan serta memiliki kemampuan otak yang lebih besar dari pada hewan.
Memilih merupakan hal yang essensial dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu,
menjadi bagian dari kebutuhan dasar, terutama untuk memenuhi kelangsungan
hidupnya yang manusiawi. Keanekaragaman pilihan ini harus dipelihara, karena akan
menjamin atau paling tidak mengurangi kemungkinan tertutupnya pilihan kita di masa
5
yang akan datang. Kesempatan memilih itu meliputi keputusan menentukan nasib
dirinya, keluarganya, dan masyarakatnya. Mereka dapat memilih bidang-bidang
pekerjaan atau predikatnya sesuai dengan bakat dan minat serta kondisi-kondisi lainnya.
Misalnya, pilihan-pilihan untuk menjadi seorang pendidik, insinyur sipil, dokter,
paramedis, akuntan, dll.
6
berkelanjutan apabila ekonomi tidak mendukungnya. Kendati demikian, kerap kali faktor
sosial budaya diabaikan.
Begitu pentingnya faktor sosial budaya untuk diperhatikan, berikut ini terdapat
beberapa kasus yang dicatat sejarah, yang memperlihatkan kedua faktor tersebut
berkonstelasi dengan kondisi pembangunan. Di antaranya disebabkan karena faktor
sosial budaya yang tidak mendukung atau kontra produktif terhadap pembangunan yang
berkelanjutan. Contohnya, pembangunan yang dilakukan di bawah kepemimpinan Syah
Iran tidak berkelanjutan karena tidak didukung oleh kondisi sosial budaya, yang
membawa kemaharajaan ini kepada situasi hancur dan ambruk. Atau, Ketidakserasian
suku Tamil dan Singalese membuat pembangunan di Srilangka yang tadinya
berkecenderungan positif, terancam ambruk karena faktor sosial/politik tersebut. Oleh
karena itu, sangatlah jelas pentingnya faktor sosial budaya dijadikan fokus perhatian,
sama pentingnya dengan bidang ekonomi.
1. Sistemisasi pengetahuan
2. Eksplanasi, prediksi, kontrol sosial dan
3. Mengembangkan hipotesis.
Sehubungan dengan penjelasan tentang arti dan peran teori tersebut di atas, berikut
ini akan dipilihkan 3 teori yang cukup populer digunakan dalam menganalisis
7
pembangunan. Teori tersebut terdiri dari Teori modernisasi, Teori Dependensi
(Ketergantungan) dan Teori Sistem Dunia.
Berikut ini disajikan uraian ketiga teori pembangunan tersebut sebagai hasil kajian
Alvin Y. So dan Suwarsono dalam Bukunya tentang Perubahan Sosial dan Pembangunan
(2006, ed. Revisi).
Awal modernisasi dicatat oleh peristiwa sejarah yang monumental, yakni beberapa
temuan teknologi yang melandasi industrialisasi pada berbagai bidang kehidupan
masyarakat Eropa yang kemudian dikenal dengan peristiwa Revolusi Industri. Kemudian
disusul dengan munculnya Revolusi Perancis yang mengusung nilai-nilai demokratis
sebagai bentuk perlawanan terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki kelompok feodal.
Perkembangan selanjutnya, modernisasi melanda juga segmen kehidupan yang lain,
seperti munculnya kemajuan berbagai ilmu pengetahuan yang diikuti perkembangan
teknologi. Perobahan ini harus diimbangi oleh sikap mental dan proses adaptasi, sehingga
tidak dianggap sebagai orang yang ketinggalan jaman atau ‘mabuk’ modernisasi.
Menurut Alvin Y. So dan Suwarsono (2001) yang mengutif pendapat para tokoh
Amerika Serikat, Teori Modernisasi lahir sebagai produk 3 peristiwa penting, yakni :
8
1. Munculnya AS sebagai kekuatan dominan sejak pelaksanaan Marshal Plan untuk
membangun kembali Eropa Barat sebagai akibat kekalahan dalam PD II. Sementara,
Negara-negara Eropa lainnya, seprti Inggris, Perancis, dan Jerman justru semakin
melemah.
2. Pada saat hampir bersamaan, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia. Uni Soviet
berhasil memperluas pengaruhnya keropa Timur, bahkan ke Asia (Cina dan Korea di
antaranya. Secara tidak langsung kondisi ini membuat AS ingin membendung pengaruh
Komunis, dengan cara berusaha memperluas pengaruh politkinya pada belahan dunia
yang lain.
3. Lahirnya Negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin, yang
sebelumnya merupakan daerah jajahan Eropa . Negara-negara ini secara serempak
mencari model-model pembangunan ekonominya dalam usaha mempercepat pencapaian
kemerdekaan politiknya.
Oleh karena itu, pasca Perang Dunia ke-2 ditandai dengan besarnya perhatian
para ilmuwan AS kepada Negara-negara Dunia ketiga yang mendapat dukungan dari
pemerintah AS, dan organisasi swasta . Satu generasi baru ilmuwan, ilmuwan politik,
ekonomi dan para ahli Sosiologi, Psikologi, Antropologi serta ahli kependudukan
menghasilkan karya-karya disertasi dan monografi tentang Dunia ketiga. Satu aliran
pemikiran antar disiplin yang tergabung dalam ajaran modernisasi terbentuk dalam tahun
1950-an. Sehingga, karya kajian modernisasi merupakan ‘industri yang tumbuh segar ‘
sampai pertengahan tahun 1960-an. Karya kajian modernisasi dikategorikan sebagai
suatu aliran pemikiran atau a school of thouhht.
Teori modernisasi memiliki paling tidak dua warisan pemikiran, yakni pewarisan
pemikiran struktur fungsionalisme dan pola pikir teori evolusi. Menurut Teori evolusi,
perubahan sosial pada dasarnya merupakan gerakan yang linear, searah, progresif dan
perlahan-lahan yang akan membawa masyarakat primitif kepada tahapan yang lebih
maju, dan membuat ‘wajah’ masyarakat yang beragam menjadi memiliki bentuk dan
struktur yang seragam.
9
Salah seorang penganut teori modernisasi, Levy mempercayai bahwa seiring
dengan perkembangan waktu, di antara kita akan saling mirip satu sama lain, karena
teori modernisasi mengatakan bahwa semakin modern tahapan yang dilalui, maka akan
semakin serupa bentuk dan karakter masyarakat yang terlibat dalam perubahan ini.
Berdasar pada premis itu, maka teori Rostow memiliki gerakan seperti yang digambarkan
teori evolusi : Bergerak dari tatanan masyarakat primitif/sederhana ke masyarakat yang
lebih maju atau kompleks.
10
hubungan ‘kecintaan’ yang bersifap pribadi dan emosional. Sedangkan masyarakat
modern memiliki hubungan ‘kenetralan’, yaitu hubungan kerja yang tidak langsung, tidak
mempribadi dan berjarak. Selanjutnya Parsons merumuskan hubungan “ kekhususan dan
universal” (particularistic dan universalistic). Masyarakat tradisional cenderung
berhubungan dengan anggota masyarakat dari satu kelompok tertentu, sehingga menjadi
ada perasaan kebersamaan, memikul tanggung jawab bersama-sama. Sementara
masyarakat modern, berhubungan satu sama lain dalam batas norma-norma
universal,tidak terikat tanggung jawab kelompok dan kekhususan. Masyarakat tradisional
biasanya lebih terikat oleh kewajiban-kewajiban kekeluargaan, komunitas dan kesukuan
( orientasi kolektif). Sedangkan masyarat modern lebih bersifat individualistik (orientasi
pada diri sendiri/ self orientasi). Kemudian, masyarakat tradisional menurut Parsons lebih
melihat pentingnya status warisan dan bawaan (ascription), sedangkan masyarakat
modern lebih memperhatikan pencapaian prestasi (achievement), dalam situasi yang
penuh persaingan dan sangat ketat. Pada masyarakat tradisional, belum terdapat
rumusan yang jelas tentang fungsi-fungsi kelembagaan ( functionally diffused) yang akan
menyebabkan ketidakefisienan. Sebaliknya, pada masyarakat modern telah terjadi
perumusan yang jelas tentang fungsi-fungsi kelembagaan (functionally specific). Berikut
ini disajikan perbedaan antara masyarakat tradisional dan modern yang diidentifikasi
Talcott Parssons sebagai pattern variables dalam bentuk tabel
11
Uraian di atas dimaksudkan agar kita lebih mudah dalam memahami teori
modernisasi sehubungan dengan beragamnya pola pikir dan rumitnya dalam
mengidentifikasi ciri-ciri pokok teori modernisasi. Selanjutnya akan dibahas 3 pemikiran
yang berasal dari 3 latar belakang disiplin yang berbeda (Sosiologi, Ekonomi dan Politik)
yang mencoba menjelaskan jalannya modernisasi di Negara Dunia Ketiga yang
berorientasi kepada Teori Modernisasi Klasik.
12
Dalam masyarakat modern, keluarga memiliki struktur yang lebih sederhana, lebih
kecil karena hanya terdiri dari keluarga inti (batih). Di sini sudah terjadi diferensiasi
strukural, sehingga banyak fungsi dari lembaga keluaraga tradisional tidak dilakukan.
Sebagai contoh, lembaga perekonomian telah berfungsi sebagai institusi yang
bertanggung jawab terhadap produktifitas kerja, lembaga pendidikan berfungsi untuk
pewarisan nilai dan pengajaran, pemerintah memiliki fungsi untuk kesejahteraan dll.
Diambilalihnya fungsi-fungsi yang tadinya dilakukan keluarga tradisional, oleh lembaga
khusus menjadikan keluarga modern lebih produktif dibanding keluarga tradisional.
Bahwa masalah integrasi bukan masalah sederhana, diakui Smelser karena terdapat
beberapa variable yang saling mempengaruhi. Misalnya, konflik nilai antara lembaga
penghubung dengan pencari kerja yang masing memiliki orientasi kepada nilai warisan
bawaan, akan berbenturan dengan lembaga penghubung yang menganut netralitas dan
prestasi. Kondisi ini akan menimbulkan angka pengangguran yang berikutnya akan
menimbulkan akibat-akibat lain yang lebih rumit.
Memang masalah integrasi tidak akan dapat diatasi secara total, sebab terdapatnya
ketidaseimbangan antara perkembanngan pembangunan dan kelembagaan
kemasyarakatan yang diperlukan. Jika dibiarkan, menurut Smelser, kondisi ini akan
menimbulkan kerusuhan sosial. Berbagai kekacauan bisa terjadi, seperti agitasi politik
damai sampai kekerasan di dalam kerusuhan.
13
memperlihatkan sebuah kerangka teori yang dibangun sebagai upaya mengamati proses
modernisasi di negara Dunia ketiga berikut beberapa efek samping dan alternatif
pemecahannya, atau untuk mengurangi dan menekan efek perubahan yang negatif.
Dalam karya klasiknya yang berjudul The Stages of Economic Growth, W.W. Rostow
menyatakan terdapat 5 tahapan pembangunan ekonomi, yakni :
a. Masyarakat Tradisional
b. Prakondisi tinggal landas
c. Tahapan tinggal landas
d. Kematangan pertumbuhan
e. Konsumsi massa tinggi
Tetapi menjadi sebuah pertanyaan bagi negara Dunia Ketiga, tentang perolehan
sumber daya investasi. Rostow menyarankan beberapa hal. Pertama, pemindahan
sumber dana secara radikal, atau melalui kebijakan pungutan pajak seperti yang
14
dilakukan Jepang pada jaman Meiji. Di Rusia, terjadi penyitaan hak atas tanah dari tuan
tanah, sehingga terjadi pemindahan investasi ke perkotaan. Kedua, dana investasi yang
berasal dari lembaga keuangan seperti perbankan, pasar uang dan modal atau obligasi
pemerintah yang dibuat untuk memindahkan dana nasional yang terpendam untuk
kegiatan yang produktif.Ketiga, Perolehan dari perdagangan internasional. Pendapatan
devisa dari kegiatan ekspor bisa dipergunakan untuk membayar tenaga asing dan
teknologinya. Keempat. Dana investasi yang diperoleh dari investasi modal asing untuk
ditanamkan misalnya untuk pembangunan prasarana atau pembukaan tambang dan
sektor produktif lainnya.
15
bersamaan diferensiasi politik akan melahirkan situasi yang saling terkait dan saling
ketergantungan di antara lembaga tersebut secara sehat dan berkesinambungan.
Contoh pembedaan dan pemisahan tersebut ialah : norma-norma hukum yang
universal dengan agama, pemisahan antara fungsi administratif pemerintahan dan
persaingan kepemimpinan politik untuk mencapai kedudukan dan pemerintahan.
a.1. Krisis identitas nasional dalam masa perlaihan dari masyarakat primordial
menuju masyarakat modern,
16
a.3. Ketidakmampuan pemerintah pusat untuk melaksanakan secara efisien
keputusan politiknya ke seluruh pelosok.
a.5. Krisis rendahnya, yang disebabkan tidak adanya lembaga penghubung dan
penyalur suara rakyat terhadap pemerintah.
a.6. Krisis integrasi dan koordinasi berbagai kelompok politik dominan dan
a.7. Krisis ekonomi serta pemerataan hasilnya yang sesuai dengan keinginan
masyarakat.
Menyimak berbagai tesis dari ketiga ahli yang berbeda latar belakang disiplin ilmu
tersebut, dapat disimpulkan bahwa masing-masing disiplin memiliki kekhasan di dalam
mengidentifikasi masalah-masalah pokok modernisasi dan dalam memberikan jalan ke
luarnya. Sosiolog menitikberatkan pada diferensiasi struktural, ekonom memberikan
tekanan pada pentingnya investasi produktif. Sedangkan ahli politik memperhatikan
kebutuhan penguatan pada kapasitas sistem politik.
Telah diungkapkan bahwa teori modernisasi dibentuk secara historis oleh dua teori
yaitu teori Evolusi dan Struktur fungsional. Sehubungan dengan itu,dalam implikasinya
terhadap pembangunan, kedua teori tersebut telah memberikan ciri-ciri teori modernisasi
berikut :
Di samping itu, kedua teori tersebut memperlihatkan hal berikut di dalam pengkajian
pembangunan, yakni :
Cenderung mengkaji persoalan Dunia ketiga secara abstrak dan bertendensi untuk
mengambil kesimpulan-kesimpulan umum dalam pola (model) yang dibakukan. Sementara
itu, faktor kesejarahan Negara setempat diabaikan. Sebagai sebuah kekuatan yang bukan
hanya sebat as akademis, teori modernisasi dirumuskan dalam konteks sejarah perubahan
17
kekuatan kepemimpinan dan kekuatan dunia setelah Amerika serikat mengambil alih
kekuatan pasca PD II. Oleh karena itu, dengan menggunakan unit analisis batasan sebuah
Negara, teori modernisasi memberikan rumusan kebijakan pembangunan dengan
implikasinya sebagai berikut :
18
para penentu kebijakan jangan membatas investasi hanya untuk pembangunan
prasarana dan sarana ekonomi, tetapi juga harus melakukan investasi pada
pengembangan sumber daya manusia. Sehubungan dengan motivasi berprestasi,
Herman Soewardi mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki karsa yang lemah.
Sementara itu, Robert N. Bellah melihat adanya peranan agama Tokugawa pada
pembangunan ekonomi Jepang. Lipset mengkaji tentang kemungkinan pembangunan
ekononomi terhadap proses demokratisasi di Negara Dunia Ketiga. Kemudian, Inkeles
melihat akibat modernisaasi terhadap perilaku seseorang. Berikut ini adalah ciri-ciri
manusia modern menurut Inkeles :
19
B. Teori Modernisasi Baru
1. Pada teori Modernisasi Baru, aspek yang berkenaan dengan tradisi tidak
dipandang sebagai penghambat pembangunan. Malahan dipandang sebagai
faktor positif. Sehingga tidak mempertentangkan dengan tajam antara nilai-
nilai tradisional dan modern.
2. Tidak lagi menjadikan Negara-negara Barat sebagai satu-satunya model dan
arah pembangunan. Hal ini disebabkan secara metodologis lebih
memperhatikan hal-hal yang nyata dibanding sebelumnya yang lebih abstrak
dan tipologis. Faktor kesejarahan sangat dipertimbangkan di dalam
menjelaskan pola perkembangan Negara tertentu.
3. Lebih memperhatikan faktor internasional yang dianggap mempengaruhi
pembangunan di Dunia Ketiga, di samping lebih memperhatikan faktor konflik
kelas, dominasi ideologi dan peranan agama.
Perbedaan paradigma tersebut dapat dilihat dari beberapa penelitian yang antara
lain dilakukan oleh Wong yang mengkaji tentang kekuatan yang luarbiasa dari nilai-nilai
tradisional China terhadap kewiraswastaan, yang akan berimplikasi terhadap pembangunan
ekonomi. Wong menguji dengan cermat tentang pengaruh pranata keluarga terhadap
berbagai organisasi badan usaha milik etnis China di Hongkong. Faktor yang diamati adalah
tentang ideologi dan praktek manajamen paternalistik, tenaga kerja keluarga, dan
pemilikan keluarga. Di dalam teori modernisasi klasik, nilai-nilai tradisional China diakui
sangat dahsyat dan menimbulkan nepotisme, merendahkan disiplin kerja, menghalangi
proses seleksi tenaga kerja di pasar bebas, mengurangi insentif individual untuk investasi,
20
menghalangi proses tumbuhnya berpikir rasional dan merintangi tumbuhnya norma-norma
bisnis universal.
Dalam penelitian Wong, thesis tentang nilai-nilai tradisional yang kontra produktif
terhadap upaya pembangunan ekonomi tersebut berhasil dijawab dengan sebuah bukti riil,
justru metafora pranata keluarga telah cukup memberikan alasan untuk legalitas
hubungan antara patron (tuan/pemilik) dengan Klien (pekerja). Secara ekonomis, hubungan
paternalisme yang penuh dengan kebajikan itu telah membantu para usahawan untuk
menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang ada di dalam industri yang sangat
fluktuatif. Secara politis, jika para pekerja merasa tidak puas terhadap kebijakan
pengusaha, maka tidak aka nada perlawanan secara kelompok, seperti melalui demo.
Tetapi lebih diekspresikan secara pribadi. Misalnya, dengan cara mangkir dari tempat kerja
atau mengundurkan diri.
Untuk segi investasi, wong menemukan bahwa pada tahun 1978, permodalan
perusahaan kecil dimiliki oleh individual atau keluarga mereka dalam kisaran 60%. Model
pemilikan keluarga ini sangat membantu keberhasilan usaha etnis Cina dI
Hongkong. Di samping itu, tingginya tingkat kepercayaan terhadap antar anggota keluarga,
kemudahan mencapai konsensus, kemampuan menutupi rahasia dan pengambilan
keputusan yang sangat cepat membuat perusahaan keluarga memiliki daya saing yang kuat.
21
Oleh karena itu, berdasar temuannya tersebut, Wong menyebutkan tiga
karakteristik pokok dari etos usaha keluarga. Pertama, konsentrasi yang sangat tinggi dalam
dalam proses pengambilan keputusan, kendati dalam saat yang sama terdapat rendahnya
derajat usaha untuk memmformalkan struktur organisasi. Kedua, Otonomi dihargai sangat
tinggi dan lebih menyukai bekerja secara mandiri dalam bentuk hubungan kerja yang
paternalistik, pengawasan yang ketat dengan delegasi wewenang yang sekecil mungkin.
Sejalan dengan pendapat Wong, Dove mengatakan bahwa unsur tradisional sangat
terkait dengan proses perubahan ekonomi, sosial dan politik. Sehingga,bagi Dove nilai-nilai
tradisional tidak identik dengan keterbelakangan dan sebagai penghambat kemajuan sosial
ekonomi, malahan dalam konteks tertentu, budaya tradisional dipandang memberikan
kontribusi terhadap proses pembangunan.
Menurut Dove dkk. ‘agama-agama’ kecil yang dipandang inferior dibanding agama-
agama superior sebenarnya secara empiris telah memiliki ajaran yang cukup memadai
tentang tradisi, adat, dan ilmu pengetahuan (Contoh kepercayaan tradisional di Wana
Sulawesi Tengah dan Samin di Jawa Tengah). Bahkan, untuk penganut Samin, agama
mereka dalam hal ilmu pengetahuan memiliki keunggulan dalam pengetahuan tentang
pengobatan dan penyakit.
22
mereka tidak serta-merta meninggalkan budaya nenek moyangnya. Oleh karena itu,
perubahan sosial yang terjadi karena faktor eksternal tidak secara keseluruhan mengubah
faktor internal (budaya lokal) mereka. Sementara itu, Davis berpendapat bahwa agama
rakyat dan agama lainnya akan dapat tetap hidup berdampingan (damai dan konflik)
dengan pranata ekonomi dan sosial modern, dan atau mungkin juga terus bekerja sama
dengan pranata masyarakat modern, baik untuk kepentingan masing-masing atau untuk
kepentingan keduanya.
Teori dependensi muncul untuk pertama kali di Amerika Latin. Teori ini berbeda
dengan teori modernisasi yang melihat permasalahan pembangunan dari sudut
kepentingan Amerika Serikat. Teori ini menyatakan bahwa keterbelakangan Dunia Ketiga
sebagai fokus perhatian. Sehingga, teori ini lebih dipandang sebagai teori yang lebih
berpihak kepada suara Negara Dunia Ketiga.
23
Teori ini dilatarbelakangi oleh kegagalan program KEPPBAL (Komisi Ekonomi
Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Amerika Latin/United Nation Economic Commission for
Latin America/ECCLA), dalam menerapkan proses industrialisasi melalui program
Industrialisasi Substitusi Import (ISI). Melalui program ini diharapkan dapat memberikan
keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, sekaligus
pemerataan pembangunan hasil pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat,
yang diharapkan dapat memberikan daya dorong terhadap pembangunan politik yang
demokratis.
Peristiwa kritisnya teori Marxis Ortodox di Amerika Latin, yang tidak lagi meyakini
bahwa tahapan revolusi ‘borjuis’ diawali oleh revolusi sosialis ‘proletar’. Peristiwa di Cina
dan Kuba (1949 dan 1950-an) membuktikan bahwa revolusi bisa terjadi tanpa harus
melalui tahapan-tahapan tersebut. Oleh karena itu, negara-negara di Amerika Latin dapat
langsung menuju ke Revolusi sosialis.Teori ini dengan cepat menyebar ke belahan Amerika
Utara pada akhir tahun 1960-an yang dipopulerkan oleh Andre Gunder Frank melalui
tulisannya di Monthly Review.
24
Menurut Paul Baran, kebijaksanaan ekonomi pemerintah kolonial Inggris di India
membuat segala pranata ekonomi India runtuh yang mengakibatkan hancurnya seluruh
pranata sosial negara tersebut.Di dalam teori depensi Klasik, Kolonialisme dinyatakan
sebagai variable utama di dalam membentuk keterbelakangan negara-negara jajahan. Atas
dasar pokok perhatian pada keterbelakangan dan ketergantungan Negara Dunia Ketiga
inilah yang membedakan teori Dependensi Klasik dengan teori modernisasi yang pada
hakekatnya merupakan bentuk dari neokolonialisme di Negara Dunia Ketiga, termasuk di
Asia Timur.
Oleh karena itu, kebijakan orientasi ekspor (IOE) di Korea, Taiwan, Singapura,
dan Hongkong diidentifikasi Lansberg menjadikan negara-negara di kawasan Asia
Timur ini berada dalam posisi negara yang industri yang tergantung, untuk
menyebut kata lain dari industri yang tidak mandiri. Menurut Lansberg, kendati IOE
‘membantu’ tumbuhnya industri dan ketersediaan lapangan kerja di negara-negara
Dunia Ketiga, tetapi strategi IOE tidak menumbuhkan terjadinya akumulasi modal
pembangunan ekonomi yang mandiri dan tangguh. Kondisi ini mendorong agar
kebijakan ISI (Industri Substitusi Import) Negara Dunia Ketiga dapat melepaskan
diri dari ketergantungan terhadap ekspor primer.Melalui ISI juga diharapkan agar
25
negara-negara berkembang tidak mengimport lagi barang-barang konsumsi, karena
kebijakan ISI akan menjamin ketersediaan barang-barang jenis ini di samping akan
mempercepat pertumbuhan industri dalam negeri.
26
jaman Orde Lama (Pemerintahan Soekarno), tidak terdapat analilis pembangunan
sosial-ekonomi.
Analisis kedua peneliti terhadap pembangunan Orde Baru pada periode tahun 1970
sd 1976-an adalah sebagai berikut :
1. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Rakyat miskin terutama
di pedesaan tidak menikmati pertumbuhan ekonomi, Industri kecil di pedesaan
hancur, peluang pekerjaan di sektor pertanian yang berkurang tidak diimbangi oleh
kesempatan bekerja di perkotaan.
2. Tingkat pengangguran yang tinggi dengan percepatan yang tinggi juga. Teknologi
padat modal tidak seimbang dalam menyerap tenaga kerja, sementara sektor
pertanian semakin sempit dalam menampung tenaga kerja produktif.Tenaga kerja
yang tidak memiliki pilihan akhirnya lebih memilih bekerja pada sektor jasa.
3. Industrialisasi di Indonesia tergolong kepada industrialisasi ekstraversi. ISI memiliki
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap modal dan teknologi asing. Sehingga
nyatalah ketergantungan negara kita kepada negara asing.
4. Kondisi pada point c. menyebabkan bangsa kita memiliki ketergantungan keuangan
dari luar negeri. Pinjaman ataupun investasi dari luar digunakan untuk membiayai
resources gap atau foreign exchange gap, yaitu membiayai surplus import dalam
perkiraan neraca pembayaran yang sedang berjalan.
5. Sekalipun Indonesia pada tahun 1985 an menacapai swasembada pangan, tetapi
analisis pembangunan sosial-ekonomi dengan menggunakan teori ketergantungan
telah memperlihatkan bahwa situasi ketergantungan dan keterbelakangan di
Indonesia telah mewujud sebagai negara bekas jajahan dan sebuah negara dengan
banyak unsur yang tidak egalitarian.
27
Teori dependensi kemunculannya didorong juga sebagai upaya mengkritisi para
pendukung teori modernisasi dan pengusung kebijakan modernisasi, yang dianggap
sebagai pembenaran ilmiah terhadap ideologi Barat dalam mengeksploitasi negara
Dunia Ketiga. Para pendukung teori modernisasi menjawabnya dengan keras, bahwa
pendukung teori dependensi sebenarnya bukan merupakan karya ilmiah, tetapi
propaganda politik yang mendukung ideologi revolusioner Marxisme.
Ketidakmampuan teori dependensi dalam bertarung pada ranah ilmiah membuat
mereka lari ke hal-hal yang bersifat retorika.
Kritik lainnya terhadap teori dependensi dari pendukung teori modernisasi adalah
bahwa teori dependensi bersifat abstrak, analisis ketergantungan yang seragam, tidak
ada pendekatan sejarah yang membedakan keunikan tiap negara, sehingga tidak dapat
menunjukan faktor-faktor yang khas dari arah pembangunan dari negara yang berbeda.
Situasi ketergantungan dilihat sebagai fenomena global (faktor eksternal), sehingga
mengabaikan hal-hal yang bersifat nasional (faktor internal).Kemudian, tidak semua
negara-negara yang bergantung menjadi terbelakang. Contohnya Korea Selatan yang
bergantung kepada Jepang, mencapai pembangunan ekonominya pada pasca PD II,
begitu juga yang terjadi di Kanada.
28
eksternal (bahwa semua keterbelakangan dan ketergantungan berasal dari
luar/kolonoalis).Tesisnya, bahwa kekuatan eksternal akan mewujud menjadi
kekuatan internal melalui perilaku sosial dan kelas sosial yang dominan yang akan
memaksakan ketercapaian tujuan dan dominasi asing.
c. Cardoso melihat situasi ketergantungan sebagai proses yang memiliki berbagai
kemungkinan akhir yang terbuka. Sementara, teori dependensi klasik menekankan
kepastian ketergantungan struktural. Oleh karena itu, Cardoso masih melihat
dengan jelas bahwa Negara Dunia Ketiga masih memiliki peluang untuk apa yang
dia sebut sebagai situasi pembangunan yang bergantung (associated-dependen
depelovment). Oleh karena itu, sekaligus untuk menjawab situasi yang terjadi di
Korea Selatan dan Kanada, bahkan di negara-negara Asia lainnya yang kemudian
mencapai pembangunan ekonominya dengan melepaskan diri dari ketergantungan
yang dominan dari negara metropolis, seperti Cina, Hongkong, Malaysia,Taiwan
dan yang paling mutakhir adalah Vietnam!
2. Penelitian Gold
Gold meneliti Taiwan menggunakan konsep dependensi dengan menguji dan
menjelaskan pertumbuhan ekonomi dan kestabilan politik di Taiwan. Peneliti ini tidak
mengabaikan kondisi Taiwan yg pada awalnaya adalah negara pinggiran, yang
kemudian dinyatakan sebagai sebuah ‘keajaiban’ dalam pembangunan politik dan
ekonomi di negara tersebut. Meskipun pola pendekatannya mengadopsi pemikiran
29
Cardoso dalam metodologi pengkajian pembangunan di Amerika latin, tetapi peneliti
ini Menyatakan bahwa metodologi tersebut tidak harus terikat oleh wilayah geografis.
Gold pada awalnya melihat bahwa arah pembangunan Taiwan terdapat kemiripan
dengan Amerika latin seperti hasil penelitan Cardoso.Gold mengungkapkan tesis
tentang kondisi Taiwan sebagai sebuah negara yang bercirikan ketergantungan yang
dinamis. Hali ini mengingat bagaimana negara tersebut menilai kebutuhan dan
kemampuan masyarakatnya dan menghubungkannya dengan sistem ekonomi dunia
dengan cara tertentu yang telah mereka persiapkan, dan berhasil dengan baik
mencapai tujuan pembangunan ekonominya.
Strategi yang dilakukan Taiwan ialah dengan melakukan pendalaman industrialisasi
( deepening industrialization), yakni kebijaksanaan yang secara horizontal berusaha
untuk melakukan semua perbaikan semua aspek program industrialisasi untuk
mencapai efisiensi yang lebih tinggi, sementara itu, secara vertikal dilakukan integrasi
industri. Sejak 1978 sampai dengan 1981, negara menyusun Rencana Pembangunan
Enam Tahun.Penekanan berada pada pembangunan industri besar dan padat modal,
seperti industri petro kimia dan baja dan melakukan modernisasi pada pembangunan
Proyek 10 Besar.Pada tahun 1980-an, mereka mulai mementingkan pembangunan
industri strategis yang bersifat teknologi maju seperti industri komputer,
telekomunikasi dan robot. Kemudian mereka berkeinginan untuk membentuk zona
ekonomi yang padat teknologi maju dan industri informasi.
3. Studi Koo
a. Korea terintegrasi dalam tatanan ekonomi kapitalis dunia sejak invansi Jepang pada
akhir abad ke-19.Tahun 1910-1945 Korea menjadi jajahan Jepang. Sejak itu struktur
ekonominya tidak terlepaskan dari pembagian kerja regional yang mengacu kepada
kepentingan ekonomi Jepang. Integrasi Korea Selatan dalam sistem ekonomi dunia
dimulai dari integrasi politik, baru setelah itu secara perlahan-lahan terlibat
sepenuhnya dalam jaringan sistem ekonomi kapitalis dunia. Pada tahun 1950-an,
Korea mencapai integrasi dalam ekonomi. Keberhasilan Korea Selatan ini sulit
30
dimiliki oleh negara Dunia Ketiga lainnya. Menurut Koo, perubahan ekonomi Korea
terjadi karena melalui interaksi variable internal, yakni melalui struktur kelas sosial
dan negara.Hal ini disebabkan faktor berikut :
Kolonialisme Jepang memiliki pengaruh yang kuat terhadap struktur kelas di Korea
Selatan. Pengambilan surplus ekonomi Korea Selatan, Jepang menekankan pada
peranan birokrat negara dibanding dengan para pemilik modal. Dengan demikian,
pada masa kolonial ini, peran negara sangat kuat, sementara peran tuan tanah
melemah. Peran petani di desa semakin kuat setelah pembagian 70 % tanah yang
tersedia dibagikan terhadap para petani pedesaan sekitar tahun 1948 sampai
dengan 1959.Faktor inilah yang menjadikan pembangunan negara tersebut terjadi
dengan dinamis.
4. Penelitian Mas’oed
Dengan menggunakan konsep NBO yang dikembangkan oleh O’Donell dan
menggabungkannya dengan konsep korporetisme, Mas’oed mencoba menjawab
pertanyaan pokok sebagai berikut : pertama, Mengapa sistem politik otoriter lahir
kembali pada periode 1966-1971? Kedua, Apa karakteristik sistem politik yang
otoriter?
a. Lahirnya kembali politik otoriter di Indonesia pada periode ini menurut
Mas’oed disebabkan terjadinya krisis politik dan ekonomi pada pertengahan
tahun 1960-an. Struktur politik sebelumnya cenderung memberikan kekuasaan
yang berlebihan pada kekuasaan. Pada masa ini Orde Baru ingin dengan cepat
memperoleh legitimasi politiknya atas pengaruh penguasa (Soekarno)
sebelumnya, sementara itu, kondisi ekonomi negara hampir runtuh.
b. Koalisi intern Orde Baru memaksa untuk segera melaksanakan restrukturisasi
ekonomi secara radikal. Orde Baru lebih memilih untuk memberikan peluang
yang besar terhadap modal domestik dan internasional untuk terlibat dalam
pembangunan ekonomi yang ternyata harus dibayar dengan mahal.
c. Orientasi ekonomi ke luar (eksternal) yang dirumuskan Orde Baru pada akhir
1960-an sampai dengan 1970-an, telah mendesak pemerintah untuk
melaksanakan NBO (Negara Birokratik Militer), menjadikan bangunan politik
31
demokratis yang didengungkan sejak awal hanya harapan yang tidak realistik
kalau tidak ingin disebut sebagai khalayan.
Secara keseluruhan, teori dependensi baru ini terlihat lebih dapat mengakomodasi
permasalahan pembangunan di Negara Dunia Ketiga dibanding teori Dependensi Klasik. Hal
ini dapat dilihat antara lain dengan lahirnya beberapa kategori ilmiah yang baru yang tidak
ada dalam teori sebelumnya, yakni tentang pembangunan yang bergantung, negara
Birokratik Otoriter, Aliansi Tiga Kelompok, dan Pembangunan yang Dinamis.
32
pembangunan yang telah mapan tersebut secara memuaskan, khususnya oleh teori
dependensi yang klasik maupun yang baru. Hal ini mengingat hal-hal berikut :
a. Negara-negara di Asia Timur (Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hongkong, dan singapura)
terus mencapi pertumbuhan ekonomi tinggi. Sulit untuk mengaitkan bahwa ini sebagai
hasil kerja para imperialis, pembangunan yang bergantung, atau ketergantungan yang
dinamis, karena industri di kawasan ini secara nyata menjadi sebuah tantangan bagi
Amerika serikat.
b. Krisis di berbagai negara sosialis, yakni perpecahan Republik Rakyat China dan Uni
soviet. Kegagalan Revolusi Kebudayaan, stagnasi ekonomi di negara-negara sosialis,
perkembangan yang evolutif dan mulainya negara sosialis menerima investasi modal
asing yang kavitalistik. Fenomena tersebut menandai kegagalan Marxisme revolusioner
dan revolusi Marxisme.
c. Munculnya krisis di Amerika Serikat, Perang Vietnam, Krisis Watergate, embargo minyak
tahun 1975, inflasi ekonomi Amerika pada akhir 1070-an, kebijaksanaan perdagangan
dan investasi produktif, defisit anggaran belanja pemerintah, defisit neraca
pembayaran yang makin meluas pada tahun 1980-an menandai hancurnya hegemony
politik ekonomi Amerika.
Dari tiga teori pembangunan, hanya teori sistem dunia yang secara jelas
menggunakan dunia sebagai alat analisa. Dengan demikian, pendekatan ini akan dapat
menguji dinamika global yang sebelumnya tidak diperhatikan oleh teori dependensi dan
modernisasi. Dengan berdasar pada asumsi bahwa semua proses perekonomian terjadi
dalam kerangka sistem ekonomi- kapitalis dunia, Wallerstein berpendapat bahwa
pembangunan atau keterbelakangan dari suatu wilayah geografis tertentu tidak dapat
dianalisis tanpa meletakan wilayah geografis tersebut dalama konteks irama siklus dan
kecenderungan perputaran ekonomi dunia secara keseluruhan. Dengan kata lain perspektif
system dunia lebih memperhatikan dinamika global dunia di luar batas wilayah
kenegaraan. Dalam upayanya untuk menguji ulang dinamika global dunia, perspektif ini
memakai perangkat metode penelitian khas untuk mengamati siklus jangka panjang. Dalam
pelaksanaannya serta untuk mendapatkan hasil yang cermat dari dinamika jangka panjang
system ekonomi-kapitalis dunia, perspektif ini menuntut disediakannya satu perangkat data
baru.
33
Dalam setiap hasil penelitian teori sistem dunia telah dan akan selalu menggunakan
pendekatan analisa sejarah jangka panjang. Teori ini tidak mengamati gejala sosial untuk
untuk jangka waktu satu atau dua dekade, tetapi lebih memberikan keseluruhan
perhatiannya dalam menganalisa kecenderungan putaran dan siklus jangka panjang bola
dunia yang biasanya berlangsung lebih dari satu abad. Sebagai contoh, hasil karya Bergesen
dan Schoenberg telah menguji gelombang panjang kolonialisme yang mencakup daftar dan
jumlah negara yang dijajah, baik mulai maupun berakhirnya sebagai daerah jajahan yang
berkisar antara tahun 1415 sampai dengan 1969.
Pada tahun 1970-an para pengkritik teori sistem dunia mengatakan bahwa
perspektif sistem dunia telah menyajikan seolah-olah sistem dunia itu sesuatu yang riil dan
materiil, sementara di sisi lain, perspektif sistem dunia telah meninggalkan spesifikasi
sejarah perkembangan tingkat nasional. Di samping itu, perspektif ini dipandang terlalu
menonjolkan analisa stratifikasi dengan meninggalkan analisa kelas.
Masyarakat atau Society diartikan sebagai orang-orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan (Selo Sumarjan,1974). Sedangkan Koentjaraningrat (1994),
masyarakat merujuk pada kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut satu sistem
adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas yang
34
sama, Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok
manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu
membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan menganggap mereka sebagai satu
kesatuan.
Nilai-nilai budaya yang perlu dimiliki oleh seluruh bangsa dan seluruh lapisan
masyarakat adalah nilai budaya yang berorientasi ke masa yang akan datang. Nilai budaya
ini akan menjadikan pendorong di dalam merencanakan dan menata masa depan misalnya
melakukan akumulasi modal. Kemudian, nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi
llingkungan dan kekuatan alam. Nilai budaya ini akan mendorong manusia untuk
melakukan inovasi, di antaranya inovasi dalam bidang teknologi. Misalnya, pada saat ini
teknologi informasi telah membawa seluruh bangsa di dunia ini seperti tanpa sekat, yang
dikenal dengan era global! Kondisi ini menimbulkan suasana kompetitif dalam berbagai
segmen. Oleh karena itu, inovasi dalam berbagai aspek mutlak dilakukan jika ingin tetap
eksis dalam tataran globalisasi.
35
Ke dalam kelompok masyarakat tradisional yang juga disebut masyarakat
berkebudayaan pra-industri dimasukan kelompok masyarakat primitif (sederhana), yang
memiliki ciri-ciri dalam pemenuhan kehidupan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari, sehingga rendah dalam aspek produksi. Kalaupun memproduksi barang hanya
terbatas untuk melengkapi kebutuhan sendiri, dengan berbahan baku yang tersedia dari
alam. Kehidupannya mengandalkan dari upaya berburu, mengumpulkan makanan atau
menangkap ikan. Mereka berjumlah terbatas, jarang berhubungan dengan masyarakat lain
dan terisolasi. Kemudian, Mereka belum memiliki spesialisasi pekerjaan, sehingga tidak
banyak terjadi difrensiasi sosial yang tegas dan relatif homogen. Solidaritas mekanik,
seperti gotong royong menjadi ciri yang sangat menonjol dalam kelompok ini.
36
Kelompok masyarakat ini masih sederhana dan serba tradisional, dengan
perkembangan yang lambat dibanding kelompok masyarakat yang lain. Ciri lebih
detailnya adalah sbb :
2. Masyarakat Madya
2.1. Hubungan keluarga tetap kuat, tetapi hubungan antar anggota masyarakat sudah
mulai mengendur dan mulai didasarkan pada kepentingan untung rugi atas dasar
37
kepentingan ekonomi.
2.2. Adat istiadat yang berlaku pada masyarakat masih dihormati, mulai terbuka terhadap
pengaruh luar.
sudah mulai berkurang, tetapi kepercayaan akan muncul kembali apabila apabila
lingkungannya.
2.4. Lembaga-lembaga pendidikan mulai muncul dengan adanya pendidikan dasar dan
2.5. Mulai terdapatnya pendidikan sekolah menyebabkan tingkat buta huruf bergerak
turun.
2.6. Hukum tertulis dan hukum yang tidak tertulis berdampingan dengan serasi.
2.7. Ekonomi yang berorientasi pasar mulai menambah persaingan di bidang produksi, hal
2.8. Gotong royong masih berlaku, tetapi di kalangan keluarga besar atau tetangga-
3. Masyarakat pramodern-modern
38
3.2. Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam suasana saling
mempengaruhi, kecuali dalaam menjaga rahasia hasil penemuan baru.
3.3. Masyarakat sangat percaya terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi,
karena sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.
3.4. Masyarakatnya terdiri dari berbagai profesi dan keahlian yang dapat
ditingkatkan atau dipelajari melalui pendidikan luar sekolah atau sekolah
kejuruan.
3.5. Tingkat pendidikan sekolah relatif tinggi dan merata.
3.6. Hukum yang berlaku di masyarakat adalah hukum tertulis yang sangat
kompleks.
3.7. Ekonomi hamper seluruhnya berorientasi kepada pasar yang didasarkan
kepada penggunaan uang dan alat pembayaran lain (kartu kredit, check, giro,
dsb.).
39
Oleh karena itu, untuk unsur yang pertama, kita perlu memelihara dan
mengembangkan potensi tersebut sehingga keberlangsungan (sustainability) dalam
pembangunan akan tercapai dengan mudah. Sedangkan poin yang kedua,
diperlukan penyesuaian, kalau perlu diganti dengan nilai-nilai budaya yang sama
sekali baru. Contohnya melalui pendidikan (yang sengaja dipelajari), dienkulturasi,
didesiminasikan, ditransformaskan, atau pengadopsian yang sebanyak dan seluas
mungkin kepada seluruh masyarakat.
Semangat gotong royong dalam masyarakat paguyuban yang juga terbawa ke kota
oleh para urbanisan terkadang dianggap menghambat pembangunan karena ada
unsur ketergantungan sosial, melemahkan semangat bekerja individu, hasil yang
harus merata, melemahkan timbulnya gagasan dan keunggulan individu.Tetapi,
bagi Wong, Dove dan Davis (Alvin, Y. so, 2000), melalui kajian-kajian yang
melahirkan konsep familiisme (Wong), budaya lokal (Dove), dan teori barikade
(Davis) yang masing-masing mengamati bagaimana pola kekerabatan di Hongkong
menjadi kekuatan bisnis keluarga. Bagaimana kekuatan budaya lokal di Indonesia
berinteraksi dengan kebijakan pembangunan nasional. Kemudian, Davis
mengamati bagaimana pengaruh agama di Jepang terhadap pembangunan
ekonominya sebagaimana weber mengamati etika Protestan Puritan yang sangat
memperhatikan keselamatan jiwa telah memberikan jawaban etis bagi Eropa barat
di dalam melahirkan satu embrio adanya kemampuan untuk mengatasi segala
rintangan ekonomis, politis dan psikologis dalam berpacu mencapai status
kapitalisme modern.
VI. Penutup
Sosiologi dan Antropologi (khususnya Antropologi Budaya) merupakan
disiplin ilmu yang mencoba menelaah aktifitas manusia sebagai mahluk sosial
40
budaya yang diidentifikasi memiliki perilaku sosial yang melembaga. Salah satu
perilaku sosial yang melembaga tersebut adalah bagaimana manusia berkelompok
dan bermasyarakat, dengan melakukan perubahan-perubahan yang direncanakan,
yang kemudian dikenal sebagai aktifitas pembangunan. Pembangunan sebagai
konsep politik, ekonomi dan sosial di dalam mengarahkan proses perubahan
yang diinginkan suatu bangsa akan melibatkan semua pemikiran, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Masalah pembangunan tidak hanya merujuk kepada aspek kwalitas,
tetapi juga kwantitas.Oleh karena itu, perlu dikembangkan parameter atau
ukuran-ukuran ketercapaian pembangunan dari dua aspek tersebut, sehingga
hasilnya bisa dijadikan sebagai bahan untuk melakukan recovery ataupun
revitalisasi dan bahkan merencanakan program-program pembangunan
berikutnya. Di sinilah perlu dilibatkan berbagai sudut disiplin ilmu yang
integratif.
Melalui penelaahan terhadap berbagai teori dan studi yang selama ini
dilakukan para ahli Ilmu-ilmu Sosial di dalam mengkaji permasalahan
pembangunan, diharapkan kita dapat menganalisis bagaimana sebuah
perubahan terencana dikembangkan di negara-negara Dunia Ketiga
khususnya, antara lain dengan mengkaji teori modernisasi, dependensi dan
sistem ekonomi dunia.
41
DAFTAR PUSTAKA
Alvin Y. So, Suwarsono ,2000, Perubahan sosial dan Pembangunan, LP3S, Jakarta.
Barlinti, Yeni Salma dkk (Ed.),2006, Sustainable Development, Beberapa Catatan Tambahan,
Asosiasi SYLFF, Jakarta.
Pasya, Gurniwan Kamil, 1999, Kapita Selekta Sosiologi dan antropologi, Buana Nusa, Bandung.
Laurer, Robert H, 1993, Perspektif tentang Perubahan sosial, Rineka Cipta, Jakarta.erty
Sumarwoto, Otto, 2000, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta.
42
HAND BOOK
Oleh
43