Anda di halaman 1dari 17

GERAK KEBUDAYAAN

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Antropologi

PAPER

Kelas B

Dosen Pengampu :
Drs. Marjono, M. Hum

Disusun Oleh :
Zulfi Izza Ayu Maharani 170210302047
Novyantika Eka Putri Winarno 170210302059
FerrylianArissanti K 170210302077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2019
1. Pengertian Gerak Kebudayaan
Gerak kebudayaan memiliki pengertian bahwa semua kebudayaan mempunyai
dinamika atau gerak. Gerak kebudayaan sebenarnya adalah gerak manusia yang hidup
di dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan. Perubahan-perubahan yang
terjadi pada kebudayaan merupakan gerak kebudayaan yang tidak dapat dihindari
sebagai dampak dari perubahan yang terjadi pada masyarakat. Gerak manusia terjadi
oleh karena ia mengadakan hubungan dengan manusia lainnya di dalam masyarakat.
(Soerjono, Soekanto, 1990 : 212).
Terjadinya gerak kebudayaan ini disebabkan oleh 3 sebab yaitu sebab yang
berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya perubahan jumlah
dan komposisi penduduk. Sebab kedua yakni sebab-sebab perubahan lingkungan alan
dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka yang berada
dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain cenderung untuk
berubah l ebih cepet. Dan sebab yang ketiga yaitu adanya difusi kebudayaan,
penemuan-penemuan baru khusunya teknologi dan inovasi. (Rowland B.F, 2015 : 98)
Terdapat 4 bentuk peristiwa perubahan kebudayaan. Pertama, cultural lag,
yaitu perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu
masyarakat. Dengan kata lain, cultural lag dapat diartikan sebagai bentuk ketinggalan
kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan
saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat menyesuaikan diri terhadap
benda tersebut.
Kedua, cultural survival, yaitu suatu konsep untuk menggambarkan suatu
praktik yang telah kehilangan fungsi pentingnya saratus persen, yang tetap hidup, dan
berlaku semata-mata hanya diatas landasan adat-istiadat. Jadi, cultural survival adalah
pengertian adanya suatu cara tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dahulu
hingga sekarang.
Ketiga, pertentangan kebudayaan (cultural conflict), yaitu proses pertentangan
antara kebudayaan yang satu dengan budaya yang lain. Konflik budaya terjadi
akibatterjadinya perbedaan kepercayaan atau keyakinan antara anggota kebudayaan
yang satu dengan yang lainnya.
Keempat, guncangan kebudayaan (cultural shock), yaitu proses guncangan
kebudayaan sebagai akibat terjadinya perubahan secara tiba-tiba dari suatu
kebudayaan ke kebudayaan lainnya. terdapat 4 tahap yang membentuk siklus cultural
shock, yaitu : (1) tahap inkubasi, yaitu tahap pengenalan terhadap budaya baru, (2 )
tahap kritis, ditandai dengansuatu perasaan dendam, pada saat ini terjadi korban
cultural shock, (3) tahap kesembuhan, yaitu proses melampaui hidup kedua, hidup
dengan damaiu, dan (4) tahap penyesuaian diri, pada saat ini orang sudah
membanggakan sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru itu,
sementara itu rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu. (Rowland B.F, 2015 : 98)
Semua konsep yang diperlukan untuk mengalisis proses pergeseran
masyarakat dan kebudayaan, termasuk juga lapangan penelitian antropologi dan
sosiologi yang disebut “dinamika sosial”. Di antara konsep-konsep yang terpenting
ada yang mengenai proses belajar kebudayaan sendiri, yakni internalisasi, sosiologi,
dan enkulturasi. Selain itu ada proses perkembangan kebudayaan umat manusia (atau
“evolusi kebudayaan”) dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana hingga yang
makin lama makin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses penyebaran
kebudayaan-kebudayaan yang terjadi bersamaan dengan perpindahan bangsa-bangsa
di muka bumi (yaitu “proses difusi”). Proses lainnya adalah “proses akulturasi” dan
“asimilasi”. Akhirnya ada proses pembeharuan atau “inovasi”, yang berkaitan erat
dengan penemuan baru atau discovery dan invention. (Koentjaraningrat, 2003: 142)

2. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Gerak Kebudayaan


Penyusunan suatu kebudayaan dalam berbagai aspek, sesungguhnya
dikerjakan untuk memudahkan para penyelidik kebudayaan untuk melihat obyek
studinya secara lebih sistematis. Kehidupan yang sebenarnya tidak mengenal batas-
batas kaku. Kehidupan yang sebenarnya bergerak dengan mudah dari satu aspek
kebudayaan ke aspek kebudayaan yang lain. Agar kita dapat lebih memehami
terjadinya pergerakan kebudayaan pada umumnya maka akan diuraikan lebih
terperinci mengenai aspek-aspek yang mempengaruhi gerak kabudayaan itu sendiri,
yakni :
2.1 Teknologi dan Kebudayaan Material
Yang dimaksud dengan teknologi adalah jumlah keseluruhan teknik yang
dimiliki oleh suatu anggota masyarakat, yaitu keseluruhan cara bertindak dan berbuat
dalam hubungannya dengan pengumpulan bahan-bahan mentah dari lingkungannya,
memproses bahan-bahan itu untuk dibuat menjadi alat kerja, alat untuk menyimpan
makanan, pakaian, perumahan, alat transportasi, dan kebutuhan lain yang berupa
benda material. Sedangkan kebudayaan material adalah semua benda dan alat kerja
yang dihasilkan teknologi. Jadi kebudayaan material dapat dikatakan sebagai
manifestasi dari kebudayaan yang sifatnya abstrak yang memberi pengertian dan nilai
pada benda material sebagai hasil usaha dan karya manusia yang disebabkan oleh
usaha dan kerja yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Dalam menjalankan
kerja itu timbul berbagai cara dan sejumlah pengalaman kerja yang disebut teknik.
Teknik meruapakan landasan dari pembangunan kebudayaan. Karena dalam
menanggulangi kehidupannya, manusia dengan sifatnya yang khas makin lama dapat
menguasai kekuataan alam dan berhasil menyempurnakan alat kerjanya. Bersama-
sama dengan dikusainya tebaga laam oleh manusia, berubah pulalah teknologi.
Teknologi meruapakan tirai kebudayaan yang didirikan oleh manusia anatara alam
dan manusia. Kemajuan teknologi bisa dikatakan yang nantinya akan menyebabkan
terjadinya discovery atau invention yang disebabkan oleh hasil dalam bidang
teknologi pada mula perkembangan kebudayaan. (Harsojo, 1977 : 199)
2.2 Sistem Ekonomi atau Mata Pencaharian Hidup
Studi mengenai mata pencaharian hidup seperti yang dilakukan oleh
antropologi berhubungan erat dengan tingkat masyarakat dalam perkembangan
sebelum masyarakat itu mencapai teknologi mesin. Mata pencaharian hidup yang
terdapat pada masyarakat yang bersahaja dapat dibagi dalam 2 kategori yakni (1)
mata pencaharian hidup yang intinya bersifat mengumpulkan bahan-bahan makanan
yang sudah disediakan oleh alam, (2) mata pencaharian hidup yang intinya
menghasilkan produksi artinya masyarakat mengolah alam sebagaimana adanya dan
menghasilkan kebutuhan untuk hidup.
Kemudian setelah suatu masyarakat berkembang sampai pada tingkat
memproduksikan kebutuhan hidupnya, dan masyarakat tidak usah selalu berpindah-
pindah tempat tinggalnya, diusahakan pula peternakan dan berkembang pula
kerajinan tangan yang sederhana. Kondisi alam dapat memberikan restriksi terhadap
perkembangan tertentu atau menjuruskan ke arah perkembangan lain, akan tetapi
kondisi alam tidak menetapkan secara mutlak garis mana yang akan diikuti oleh
perkembangan ekonomi. Manusia merupakan faktor yang aktif dalam menanggapai
pengaruh alam. (Harsojo, 1977 : 208)
2.3 Organisasi Sosial
Apabila kita berbicara tentang organisasi sosial maka yang dimaksudkan
ialah bahwa untuk mencapai tujuannya timbul pula kelompok sosial dari usaha
tersebut. dengan kata lain, organisasi sosial mempunyai aspek fungsi dan aspek
struktur. Dalam aspek fungsional , organisasi sosial memperlihatkan manifestasinya
dalam aktivitas kolektif manusia untuk mencapai tujuannya, yaitu memelihara,
mendidik, sampai melakukan peperangan misalnya. Dan dari aktivitas kolektif itu
tinbul berbagai kelompok yang menjalankan aktivitas seperti keluarga, negara, dan
sebagainya. Secara keseluruhan maka organisasi sosial dilihat dari sudut implikasi
strukturalnya meliputi struktur dari kelompok soial, pola umum baru kebudayaan
manusia pada setiap waktu dan tempat serta seluruh frame work dari pranata sosial.
Organisasi sosial itu pada dasarnya adalah produksi dari kodrat manusia.
Dalam kepustakaan antropologi ada beberapa istilah yang digunakan untuk
menyebut satu aspek dari kebudayaan yang mengatur penyusunan manusia dalam
berbagai kelompok yang tercakup dalam masyarakat. Istilah yang dipergunakan oleh
banyak ahli antropologi untuk membahas pengertian tersebut adalah organisasi sosial
Herskovits yang mengatakan, bahwa organisasi sosial itu meliputi berbagai lembaga
yang menetapkan posisi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang nantinya
akan melahirkan relasi antarmanusia. (Harsojo, 1977 : 214)
2.4 Sistem Kepercayaan
Jika seorang ahli antropologi menyelidiki suatu agama besar, maka ia tidak
menyelediki tentang kebenaran yang terdapat dalam agama itu, melainkan
menyelidiki pengaruh agama itu pada manusia dan masyarakat. Studi semacam itu
meruapakan studi sosiologi atau psikologi tentang agama. Antropologi melihat religi
sebagai bagian dari kebuadayaan manusia. Kedua pendekatan itu tidak usah saling
bertentangan. Kedua pendekatan itu menyelidik aspek yang berbeda dari satu obyek
yang sama yaitu religi manusia.
Religi yang tidak kompleks biasanya dapat kita temukan pada masyarakat
yang bershaja, yang belum mengenal tulisan, yaitu masyarakat yang kecil yang
bekum mendapat pengaruh dari agama yang besar, seperti agama Islam, Nasrani, atau
agama Hindu dan Budha. agama yang besar dan tradisional seperti agama Islam atau
Nasrani terlalu rumit atau terlalu luas untuk diketahui secara menyeluruh dalam
kehidupan manusia. Sebaliknya dalam masyarakat yang bersahaja, yang belum
kompleks struktur masyarakatnya, kita lebih dapat mengetahui secara langsung
sumber tingkah laku religius dalam masyarakat tanpa disela oleh capur tangan para
guru agama dan aham etika. Dalam masyarakat yang sederhana, perasaan dan pikiran
serta gambaran mengenai religi berkembang secara wajar dan memenuhi kebutuhan
religius masyarakat itu. (Harsojo, 1977 : 221)
2.5 Kesenian
Kesenian dapat kita katakan senagai facet yang vital dari kebudayaan.
Kesenian bukanlah meruapakan hal yang “luks” dalam kehidupan manusia, kesenian
adalah pokok penting bagi kehidupan kebudayaan. Kesenian meruakan faktor yang
amat sensial untuk integrasi dan kreativitas kultural, sosial, maupun individual.
Dalam perkembangan kesenian dapatlah kita katakan bahwa ketika manusia masih
hidup dalam kelompok-kelompok yang kecil yang hidup di daerah-daerah pedesaan
dan pertanian yang tradisional, kesenian lebih mempunyai fungsi sosial. Juga dalam
melakukan upacara adat, kesenian memainkan peran penting dan banyak orang yang
ikut serta dalam kesenian itu, yang disebut kesenian rakyat. Cirinya ialah, bahwa nilai
yang terjalin dalam kesenian rakyat itu merupakan refleksi dari cara hidup sehari-hari
atau bersumber kepada mitos. Dalam perkembangan kesenian kemudian, kita juga
mengenal kesenian yang diselenggarakan di keraton.
Dalam masyarakat modern dewasa ini, seni tidak selalu sama menduduki
tempatnya dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang menggunakan sistem sosial
atau sistem pemerintahan dengan ketunggalan konsepsi politik seperti yang terdapat
pada msayarakat dan negara-negara komunis, kesenian tunduk kepada politik. Nilai-
nilai kesenian harus disesuaikan dan harus serasi dengan haluan dan dasar politik di
negeri itu. Sebaliknya di negara yang menggunakan sistem liberal, kehidupan
kesenian dpaat terlepas dari dasar dan haluan politik dari negara. Para seniman lebih
bebas dalam mencipta. Dan karena seni adalah menifestasi dari emosi yang jernih dan
bersih, jika di negara-negara demokrasi seperti itu kesenian tidak dikuasai oleh bisnis
maka hasil seni atau karya seni akan tidak mungkin bertentangan dengan hati nurani
manusia. (Harsojo, 1977 : 230)

3. Proses Terjadinya Gerak Kebudayaan


3.1 Proses Evolusi Sosial
Proses proses sosial-budaya yang dianalisa secara detail dapat member
gambaran mengenai berbagai proses perubahan (yang dalam ilmu antropologi disebut
recurrent processes) yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam
kehidupan bermasyarakat biasanya banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan,
dimana hal tersebut merupakan pangkal dari proses perubahan dalam kebudayaan.
Namun penyimpangan yang ada dalam masyarakat tidak dibiarkan begitusaja,
terdapat alat pengendali untuk mengurangi penyimpangan tersebut.
(Koentjaraningrat, 2003: 147)
3.2 Proses Difusi
Difusi adalah salah satu sebab peruabahan dalam kebudayaan, difusi atau
diffusion merupakan suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan keseluruh
dunia. Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur
kebudyaan dari satu tempat ketempat lainnya, tetapi terutama sebagai proses di mana
unsure kebudayaan di bawa oleh individu dari suatu kebudyaan, dan harus diterima
oleh individu dari kebudayaan lain.
Difusi kebudayaan dapat kita katakan sebagai proses penyebaran unsur
kebudayaan dari satu individu ke individu lain, dan dari satu masyarakat ke
masyarakat lain. Kemajuan yang dicapai oleh banyak masyarakat di dunia dewasa ini
sebagian besar disebabkan oleh adanya penyebaran dan peminjaman kebudayaan atau
unsur unsurnya dari masyarakat ke masyarakat lain yang kita sebut difusi
kebudayaan. Proses yang disebut pertama yaitu penyebaran dari individu ke individu
lain dalam batas satu masyarakat disebut difusi intramasyarakat atau intra diffusion,
dan proses yang ke-2 ialah penyebaran dari masyarakat ke masyarakat disebut difusi
intermasyarakat atau interdiffusion (Harsojo, 1977).
Perubahan dapat diterima dan dipelajari oleh anggota lain dalam masyarakat.
Inovasi timbul dan dimungkinkan oleh mekanisme psikologis untuk belajar
sebagaimana biasa dan dibedakan dari tingkah laku yang sangat individual. Bahwa
kebiasaan yang diajukan secara baru itu diterima dan diteruskan secara sosial. Inovasi
disebut variasi apabila yang berubah itu segi yang amat kecil saja dari adat kebiasaan
yang terdahulu. Misalnya model rok yang pada suatu waktu lebih panjang dari biasa
atau adat kebiasaan mengenai memperingati hari kelahiran yang makin di formalisasi
kan atau makin bersifat modern. (Harsojo, 1977).
Proses difusi dari unsur-unsur kebudayaan antara lain diakibatkan oleh
migrasi bangsa-bangsa yang berpindah dari satu tempatketempat yang lain. Terutama
dalam zaman prasejarah, ketika kelompok-kelompok manusia yang hidup sebagai
pemburu bermigrasi menempuh jarak yang sangat besar, unsur-unsur kebudayaan
yang mereka bawa juga ikut tersebar luas. Bekas-bekas difusi itu sekarang menjadi
salah satu obyek penelitian ilmu prasejarah. (Koentjaraningrat, 2003: 152)
Penyebaran unsure kebudayaan juga dapat terjadi karena kebudayaan itu
memang sengaja dibawa oleh individu-individu tertentu, misalnya seperti pedagang
dan pelaut. Bentuk difusi yang terutama mendapat perhatian antropologi adalah
penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan pertemuan-pertemuan antara
individu-individu dari berbagai kelompok yang berbeda. Hubungan antara kelompok
yang berbeda meski telah berhubungan selama berabad-abad namun tidak
mempengaruhi bentuk kebudayaan masing-masing. (Koentjaraningrat, 2003: 152)
Difusi unsur-unsur kebudayaan yang berlangsung biasanya juga disebabkan
oleh perkembangan media elektronik. Suatu proses difusi tidak hanya dilihat dari
bergeraknya unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ketempat lainnya, tetapi
terutama sebgai proses dibawanya unsur-unsur kebudayaan oleh individu-individu
suatu kebudayaan kepada individu kebudayaan lain. (Koentjaraningrat, 2003: 154-
155).
Kemajuan yang dicapai oleh bangsa-bangsa disebabkan oleh proses difusi.
Studi difusi kebudayaan telah banyak menarik perhatian para ahli antropologi di
eropa di inggris maupun di amerika serikat. Kebanyakan penulis lebih
menitikberatkan pada studi tentang proses dalam difusi daripada mengikuti
penyebaran kebudayaan secara historis. Dengan adanya kontak kebudayaan timbul
efek yang dinamis yang menyebabkan adanya perubahan kebudayaan. Yang penting
dalam studi ini ialah mengenai proses pencampuran kebudayaan dengan segala
masalah nya. Yaitu faktor bertanggung jawab atas tersebarnya unsur kebudayaan itu,
reaksi yang ditimbulkan oleh unsur kebudayaan yang baru itu dalam pola kebudayaan
yang didatangi dan masalah integrasi dari unsur baru itu (Harsojo, 1977).
Salah satu prinsip mengenai difusi itu ialah jika tidak terjadi suatu perubahan
unsur kebudayaan itu pertama-tama akan diambil oleh masyarakat yang paling dekat
hubungannya atau letaknya dari sumbernya dan baru kemudian oleh masyarakat yang
letak dan hubungan nya lebih jauh dari pusat asal-usul kebudayaan itu. Prinsip yang
kedua ialah mengenai marginal survival, yaitu bahwa semakin jauh penyebaran unsur
kebudayaan itu dari pusatnya makin kabur sifatnya, bahwa unsur itu banyak
mengalami perubahan dalam bentuk dan isinya. Difusi mengandung tiga proses yang
dibeda bedakan:
a. Proses penyajian unsur baru kepada suatu masyarakat.
Dilakukan oleh perorangan itu terbatas pada status masyarakat.
Seseorang tidak akan mungkin memiliki kebudayaan masyarakat secara
keseluruhan.
b. Penerimaan unsur baru.
Dalam rangka penerimaan kebudayaan penting artinya mengenai
incentive. Seperti halnya pada tipe-tipe lain dari inovasi. Masyarakat harus
merasakan bahwa kebutuhannya dapat dipenuhi dan unsur kebudayaan yang
baru itu harus dirasakan ada kegunaannya serta mudah di integrasikan
kebudayaan yang didatangi. Satu masyarakat mengambil dan menerima unsur
kebudayaan asing, apabila dalam masyarakat itu telah ada 1 cara sendiri yang
berbeda dengan cara asing itu akan tetapi dapat memenuhi kebutuhan. Dan
tersebarnya secara cepat dan meluas satu unsur kebudayaan ke seluruh dunia.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa penerimaan kebudayaan baru itu tidak
dilakukan secara 100%. Sifat penerimaan selalu selektif dan kemudian di
reinterpretasikan sesuai dengan struktur dan nilai kebudayaan yang berlaku.
c. Proses integrasi.
Mengenai proses integrasi suatu unsur kebudayaan telah diterima oleh
suatu masyarakat maka unsur kebudayaan itu menjadi perhatian para anggota
masyarakat tersebut. Mungkin unsur kebudayaan itu sedikit mengalami
perubahan dan mengalami reinterpretasi sesuai dengan nilai yang berlaku
dalam masyarakat yang didatangi. Setiap kebudayaan pada dasarnya
merupakan satu konfigurasi dari bagian-bagian yang berhubungan erat satu
dengan yang lain dan telah merupakan suatu persemaian. Jadi masuknya tiap
unsur kebudayaan asing biasanya menggoncangkan keseimbangan pada
kebudayaan tersebut. Unsur baru itu biasanya tidak sekaligus diterima oleh
semua warga masyarakat melainkan merupakan milik golongan kecil
masyarakat saja. Dalam perkembangan selanjutnya unsur kebudayaan asing
itu akhirnya secara permanen telah ditempatkan dalam unsur kebudayaan
yang didatangi dan terjadilah satu integrasi dalam kebudayaan.
Jadi dalam proses difusi itu selalu terjadi proses integrasi yaitu bahwa bagian
bagian dari kebudayaan itu satu dengan yang lain ada dalam taraf mengusahakan
persesuaian yang baik (Harsojo, 1977).
3.3 Proses Akulturasi Dan Asimilasi
Akulturasi atau Acculturation atau culture contact, merupakan konsep
mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing sedemikian
rupa, sehingga unsur-insur kebudayaan asing tu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri. (Koentjaraningrat, 1996 : 155) Dengan demikian akulturasi merupakan pola
perubahan dimana terdapat tingkat penyatuan antara dua kebudayaan. Penyatuan itu
dapat menimbulkan perubahan dalam kedua kedua kebudayaan itu. Penyatuan disini
tak berarti bahwa kesamaannya lebih banyak dari perbedaannya, tetapi hanya berarti
bahwa kedua kebudayaan menjadi semakin serupa sebelum terjadinya kontak antar
keduanya.
Gerak kebudayaan juga bisa melalui suatu proses asimilasi. Asimilasi
merupakan proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan
latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif
untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi
masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing
berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya golongan-
golongan yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah golongan mayoritas
dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal itu golongan-golongan minoritas itulah
yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya dan menyesuaikan
dengan kebudayaan dari golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun
kehilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.
(Koentjaraningrat, 1996 : 160)
Hasil dari proses asimilasi bahwa perbedaan batas semakin tipis antara
individu dalam kelompok atau bisa juga batas-batas antara kelompok. Selanjutnya
individu untuk mengidentifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya,
menyesuaikan sesuai dengan kehendak kelompok. Demikian pula antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya.
3.4 Proses Pembaruan (Inovasi)
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam,
energi, dan modal, serta penataan kembali dari tenaga kerja dan penggunaan
teknologi baru, sehingga terbentuk suatu sistem produksi dari produk-produk baru.
Dengan demikian inovasi adalah unsur teknologi dan ekonomi dari kebudayaan.
Suatu proses inovasi tentu berkaitan erat dengan penemuan baru dalam teknologi,
yang biasanya merupakan suatu proses sosial yang melalui tahap discovery dan
invention (discovery adalah penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik
suatu alat atau gagasan baru dari seorang atau sejumlah individu, discovery baru
menjadi invention apabila suatu penemuan baru telah diakui, diterima, dan diterapkan
oleh masyarakat). (Koentjaraningrat, 1996 : 161)
Dalam masyarakat maju, perubahan kebudayaan biasanya terjadi melalui
penemuan (discovery) dalam bentuk ciptaan baru (inovation) dan melalui proses
difusi. Discovery merupakan jenis penemuan baru yang mengubah persepsi mengenai
hakikat suatu gejala mengenai hubungan dua gejala atau lebih. Inovasi adalah suatu
penciptaan bentuk naru yang berupa benda (pengetahuan) yang dilakukan melalui
penciptaan dan didasarkan atas pengkombinasian pengetahuan-pengetahuan yang
sudah ada mengenai benda dan gejala yang dimaksud. (Rowland B.F, 2015 : 98)
Ide, adat istiadat, tingkah laku dan hasil dari tingkah laku itu dapat tersebar
dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Unsur yang menyebar ke luar itu telah
merupakan bagian dari kebudayaan asalnya dan inovasitor adalah seorang yang untuk
pertama kalinya mengintroduksi kan unsur baru itu kepada masyarakat. Dilihat dari
sudut psikologi maka peminjaman kebudayaan dalam rangka difusi semata-mata
merupakan satu kasus dari proses belajar saja yang sering disebut imitasi. Inovator
yang merasa tidak puas dengan salah satu cara salah satu pikiran atau salah satu alat
kerja dalam masyarakat mencoba memecahkannya dengan jalan mengcopy unsur
kebudayaan masyarakat lain. Variation adalah suatu proses perubahan yang kecil dari
bentuk yang telah ada terlebih dahulu. Invention dalam arti yang lebih lanjut adalah
proses yang mengkombinasikan kan unsur yang telah ada menjadi unsur yang lebih
baru. Tetapi tentation menimbulkan unsur kebudayaan baru sebagai hasil kerja secara
trial dan error dalam menghadapi situasi atau problema baru. Seperti di atas telah
dikemukakan, discovery, invention, variations, tentation, dan difusi adalah bagian
dari innovation. (Harsojo, 1977).
Basic invention dapat diterangkan sebagai suatu peristiwa yang meliputi
pemakaian prinsip baru atau kombinasi dari prinsip baru. Basic di sini mempunyai
arti bahwa iya membuka kemungkinan akan adanya kemajuan dan menjadi dasar dari
berbagai invention. Jika basic invention telah diterima oleh suatu masyarakat maka
timbullah improving invention yang biasanya mempunyai arti memperbaiki
penemuan yang telah ada. Basic invention merupakan produk dari 2 aktivitas yaitu
aktivitas yang diusahakan dengan sadar dan aktivitas yang terjadi secara kebetulan.
Dalam masyarakat modern sekarang ini basic invention dilakukan dengan sadar,
yang dihasilkan dalam laboratorium dengan rencana penelitian tertentu. Yang penting
bagi kegunaan sehari-hari adalah improving invention sebab basic invention biasanya
amat kurang sempurna untuk kegunaan praktis. Penemuan prinsip mobil jika
dibandingkan dengan mobil sekarang setelah ia mengalami improving invention
sangat jauh ketinggalan. Kadang-kadang improving invention banyak dikerjakan
berulang-ulang atas suatu barang dan menimbulkan barang yang baru sama sekali
dalam bentuk dan fungsinya. (Harsojo, 1977).
Dalam mempelajari masalah invention penting untuk memahami mengenai
orang yang menghasilkan invention itu. Sumber invention memang dapat merupakan
discovery yaitu suatu hal yang belum pernah diketahui dan menambah pengetahuan
akan tetapi sumber yang besar bagi invention adalah kebudayaan yang merupakan
lingkungan hidup dari penemuan itu. Dilihat dari sudut perkembangannya maka tiap-
tiap penemu menghasilkan invention diatas invention yang sebelumnya telah ada.
Dari sudut psikologi sosial inovasi membutuhkan beberapa syarat:
1. Masyarakat harus merasa butuh terhadap pembaharuan yang disebabkan oleh
invention itu. Masyarakat sudah tidak puas lagi dengan keadaan yang telah
ada.
2. Perubahan yang disebabkan oleh invention itu harus dipahami dan dapat
dikuasai oleh para anggota masyarakat.
3. Perubahanitu harus dapat diajarkan. Dalamkeadaan biasa tiap-tiap kebudayaan
mempunyai teknik untuk meneruskan kebudayaan.
4. Perubahanitu harus menggambarkan keuntungan pada masa yang akan datang.
5. Perubahanitu tidak merusak prestis pribadi atau golongan.
Sebaliknya perubahan tidak dapat meluas di kalangan masyarakat apabila:
1. Penggunaanpenemuan baru itu akan mendapat suatu hukuman. Hukuman itu
tentunya ada bermacam-macam dan bertingkat-tingkat.
2. Penemuan baru yang berupa benda material atau yang bersifat nonmaterial itu
sulit untuk diintegrasikan di dalam pola kebudayaan dimana penemuan itu
timbul. (Harsojo, 1977).
3.5 Proses Discovery
Discovery dan invention adalah pangkal tolak dalam studi mengenai
pertumbuhan dan perubahan kebudayaan karena hanya dengan proses inilah unsur
yang baru dapat ditambahkan kepada keseluruhan kebudayaan manusia. Walaupun
unsur suatu kebudayaan dapat tersebar dari satu masyarakat ke masyarakat lain
sehingga sebagian besar dari tambahnya kekayaan kebudayaan itu dapat diperoleh
dengan proses difusi, akan tetapi tiap-tiap unsur dapat dituruti kembali kepada gejala
discovery dan invention ini. Atau dengan perkataan lain tiap-tiap unsur kebudayaan
pernah diketemukan untuk pertama kalinya dan dipergunakan untuk pertama kalinya
dalam masyarakat tertentu. Dengan demikian penyelidikan mengenai discovery dan
invention kebanyakan merupakan satu penyelidikan sejarah walaupun dalam zaman
sekarang ini masih sering diadakan penemuan baru dan penerapannya. Dalam
memberikan definisi lebih lanjut mengenai discovery dan invention yang dirasakan
agak susah adalah penarikan garis yang tegas antara dua jenis fenomena itu walaupun
kedua-duanya dilihat pada hasil akhirnya merupakan faktor yang menyebabkan
adanya perubahan kebudayaan. Ada usaha untuk membedakan antara discovery dan
invention atas dasar motivasi.
Dalam hal discovery penemuan itu terjadi secara kebetulan sedang pada
invention penemuan itu merupakan salah satu hasil usaha yang sadar. Linton apaan
menganggap pembedaan pemberian definisi antara discovery dan invention atas dasar
motivasi tidak memuaskan dan mengajukan definisi sendiri yakni bahwa discovery
adalah setiap penambahan pada pengetahuan dan invention adalah penerapan yang
baru dari pengetahuan. Horrison yang juga mempelajari masalah discovery dan
invention mengatakan bahwa memang agak sulit kiranya menarik garis yang jelas
antara pengertian discovery dan invention. Discovery terdapat pada akar semua
aktivitas material manusia karena ia harus mengetahui beberapa hal dari reaksi
subtansi material sebelum ia menerapkan dan menyesuaikan benda material bagi
kepentingannya. Ia mengusulkanakan bahwa discovery dari metode yang
fundamental yang menghasilkan sejumlah aktivitas seperti pertanian dan peternakan
tersebut: discovery kompleks. Discovery kompleks ini dapat mendorong ke arah
perkembangan dari apa yang ia sebut artifacts alat kerja yang merupakan definisi dari
invention.
Tetapi dalam mengadakan perbedaan antara beberapa istilah itu ia masih
menemui kesulitan. Dikemukakan olehnya bahwa apabila pekerjaan penemuan itu itu
masuk dalam discovery kompleks masuk kategori apakah kain tenun itu. Mengenai
persoalan ini harrisonmencoba memecahkannya dengan menyebut discovery product.
Bagi semua barang yang hanya merupakan bahan dasar yang tidak mempunyai
bentuk tertentu. Dengan demikian yang termasuk invention hanya artifacts yang
mempunyai konstruksi dan bentuk tertentu meskipun banyak tipe yang kecil dan
sederhana seperti kapak tangan dan periuk dari realitasnya adalah hasil discovery.
Perlu kita sebutkan bahwa harrison adalah seorang spesialis dalam kebudayaan
material sehingga batas mengenai discovery dan invention dibatasi oleh
spesialisasinya itu. Dixon sebaliknya memberikan pengertian kepada discovery
invention arti yang lebih luas yaitu bahwa discovery dan invention dapat
menimbulkan hasil yang bersifat non material maupun material. Dixon membedakan
antara discovery dan invention dari ada atau tidak adanya tujuan. Ia mengemukakan
bahwa discovery digunakan untuk menyebut penemuan yang disengaja. Di samping
mengadakan pembedaan dalam adanya atau tidak adanya tujuan antara invention dan
discovery dixon mengadakan pembedaan dalam proses penemuan. Gejala discovery
harus didahului oleh 3 hal : (1) kesempatan, (2) pengamatan, (3) penilaian dan
penghayalan. Disamping itu harus ada ada pula keinginan dan kebutuhan.
Meskipun seperti ternyata diatas mengenai discovery dan invention berbeda-
beda akan tetapi kedua fenomena itu membawa perubahan dan pertumbuhan
kebudayaan. Lagi penyelidikan mengenai perubahan kebudayaan yang sangat penting
adalah invention itu karena arti mengenai discovery seperti dikemukakan oleh Ralp
Linton menemukan realisasinya dalam invention.
Adapun pengertian lain yang erat hubungan dengan discovery dan invention
adalah pengertian tentang invention yang berarti satu proses perubahan perubahan
kebudayaan yang besar tetapi yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Proses ini meliputi satu penemuan baru jalannya unsur itu disebarkan ke lain bagian
dari masyarakat, dan cara unsur kebudayaan tadi diterima, dipelajari dan akhirnya
dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Inovasi mengandung pengertian
discovery invention dan difusi (Harsojo, 1977).
DAFTAR PUSTAKA

Harsojo. 1977. Pengantar Antropologi. Jakarta: Putra A Bardin


Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta
Pasaribu, Rowland B.F. 2015. Kebudayaan dan Masyarakat. Semarang : Universitas
Dian Nuswanto
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo
Persada

Anda mungkin juga menyukai